Está en la página 1de 2

Nama: Monica Tedja Kelas : XII TKJ-22 ARTIKEL TENTANG INFLASI

INILAH.COM, Jakarta - Inflasi dari pangan saat ini menjadi momok bagi sebagian besar negara dunia. Setelah berkontribusi menggulingkan pemerintah Tunisia, memicu kerusuhan di Timur Tengah dan Afrika Utara, meningkatkan biaya di China dan India, dan lainnya. Dunia menghadapi masalah besar inflasi, akibat gagalnya hasil pangan dan buruknya kebijakan moneter. PerisetNomura pun melaporkan hasil penelitian yang rinci dari negara-negara yang akan hancur dalam krisis pangan. Penghitungan ini mengkalkulasi 3 variabel, yakni kapita per PDB yang lebih tinggi, dengan angka yang lebih baik menunjukkan kelebihan yang bisa dibelanjakan konsumen. Persentase rendah dari pendapatan yang dibelanjakan untuk makanan, juga lebih baik. Demikian juga bila lebih banyak makanan yang diekspor, karena menunjukkan kelebihan untuk konsumsi domestik. Adapun deskripsi untuk krisis pangan adalah lonjakan harga yang berkepanjangan. Penilaian ini menghitung negara-negara yang paling kehilangan, dengan formula nominal GDP per kapita dalam dolar AS terhadap nilai tukar pasar, porsi makanan dalam total konsumsi rumah tangga serta ekspor makanan bersih secara persentase dari GDP. Dari 25 negara yang dinilai paling rentan terhadap inflasi, terbanyak berasal dari Afrika mencapai 8 negara. Kemudian 5 negara dari Asia Selatan, Eropa Timur 4 negara. Sedangkan Timur tengah, Amerika Selatan serta Asia Tenggara masing-masing 2 negara. Adapun dilihat dari 10 besar, kawasan Asia Selatan, Afrika dan Timur Tengah memimpin. Misalkan saja Bangladesh, yang menempati urutan pertama negara yang rawan inflasi. PDB per kapita di negara ini mencapai US$497, dengan jumlah makanan dalam total konsumsi rumah tangga sebesar 53,8% dan ekspor makanan net (dalam persentase PDB) sangat minim, yakni minus 3,3%. Tiga negara selanjutnya terletak di benua Afrika, yakni Maroko, Algeria dan Nigeria. PDB Maroko tidak telalu besar mencapai US$2,769 dengan jumlah makanan dalam total konsumsi rumah tangga cukup tinggi 63%, menandakan banyaknya dana yang dihabiskan untuk makanan. Demikian juga Algeria dengan PDB US$4,845 dan total konsumsi rumah tangga 53% serta Nigeria, dengan PDB US$1,370 dan total konsumsi rumah tangga 73%.

Namun, ekspor makanan net (dalam persentase PDB) di tiga negara ini justru minus, dimana Maroko, Algeria dan Nigeria masing-masing mencatat minus 2,1%, minus 2,8% dan minus 0,9%. Sedangkan dua negara berikutnya berasal dari Timur Tengah, yaitu Libanon dan Mesir. Dengan PDB mencapai US$6,978 dan US$1,991, kedua negara ini cukup banyak kebutuhan makanannya, sebesar 34% dan 48,1%. Sedangkan ekspor bersih makanan Libanon dan Mesir tercatat minus, -3,9% dan -2,1%. Di urutan ke tujuh, Sri Lanka juga termasuk negara rawan inflasi. Demikian juga Sudan dan Azerbaijan. Hanya satu negara Asia Timur yang masuk 10 besar berpotensi besar terdampak inflasi, yakni Hong Kong. Dengan PDB per kapita US$30,863, jumlah makanan dalam total konsumsi rumah tangga mencapai 25,8% dan ekspor bersih minus 4,4%. Sepuluh negara selanjutnya yang dinilai rawan inflasi berturut-turut adalah Angola, Rumania, Filipina, Kenya, Pakistan, Libya, Rep Dominik, Tunisia, Bulgaria, dan Ukraina. Sedangkan 5 negara yang berada dalam urutan terakhir dalam 25 besar negara berpotensi inflasi adalah India, China, Lativia, Vietnam dan Venezuela. China memiliki PDB per kapita US$3.267, dengan jumlah makanan dalam total konsumsi rumah tangga 39,8% dan ekspor makanan net (dalam persentase PDB) minus 0,3%. Sedangkan India memiliki PDB per kapita US$1,017, dan ketergantungan terhadap makanan 49,5%. Ekspor bersih makanan 0,3%. India adalah satu dari tiga negara selain Ukraina dan Vietnam, yang memiliki ekspor positif, yakni ada kelebihan untuk konsumsi domestik. Adapun Venezuela menjadi negara yang paling jauh terimbas inflasi, dengan PDB cukup besar mencapai US$11,246, jumlah makanan dalam total konsumsi rumah tangga 32.6% dan ekspor makanan minus 1%. [mdr]

Penyelesaian / solusi: 1. Pemerintah memberlakukan pajak yang lebih mahal untuk beberapa produksi vital, serta mensubsidi beberapa kebutuhan pokok. 2. Kebijakan moneter melalui pengendalian jumlah uang beredar dan atau suku bunga. 3. Pemerintah dapat menetapkan harga terendah atau harga minimum. 4. Membedakan ekonomi mikro dan makro

También podría gustarte