Está en la página 1de 11

Laporan Praktikum Kimia Polimer

Hari/tanggal : Rabu / 9 Maret 2011 Waktu : 10.00-13.00 WIB Asisten : Prestiana PJP : Andriawan Subekti, S.Si, M. Si

PENENTUAN Mv DAN DIMENSI POLIMER SECARA VISKOMETER

MIRANTI DYAH PRAMESTI G44080056

DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

PENDAHULUAN Latar Belakang Polimer adalah suatu molekul raksasa yang terbentuk dari susunan ulang molekul kecil yang terikat melalui ikatan kimia. Polimer terbentuk dari dua kata,yaitu poly yang berarti banyak dan mer yang berarti bagian. (Azizah 2004). Polimer juga didefinisikan sebagai suatu senyawa yang terdiri atas pengulangan unit kecil atau sederhana yang terikat dengan ikatan kovalen. Panjang rantai polimer dihitung berdasarkan jumlah satuan unit ulang yang terdapat dalam rantai yang disebut degree of polymerization atau derajat polimerisasi (Hosier et al 2004). Suatu jenis reaksi kimia, dimana monomermonomer bereaksi untuk membentuk rantai yang besar (Azizah 2004). Polimer pada umumnya diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok, antara lain berdasar jenis monomernya, asal, sifat termal, dan reaksi pembentukannya (Azizah 2004). Berdasarkan reaksi pembentukannya, reaksi polimerisasi dibedakan menjadi dua, yaitu polimerisasi kondensasi dan polimerisasi adisi. Polimer adisi memiliki atom yang sama seperti monomer dalam unit ulangnya, sedangkan polimer kondensasi mengandung atom-atom yang lebih sedikit karena terbentuknya produk sampingan selama berlangsungnya proses polimerisasi (Azizah 2004). Polimer adisi adalah polimer yang terbentuk dari reaksi polimerisasi yang disertai dengan pemutusan ikatan rangkap dan diikuti oleh adisi dari monomernya yang membentuk ikatan tunggal (Azizah 2004). Polimer

kondensasi terjadi dari reaksi antara gugus fungsi pada monomer yang sama atau monomer yang berbeda dan disertai dengan terbentuknya molekul kecil, seperti H2O, NH3 atau HCl (Azizah 2004). Polistirena merupakan contoh polimer yang terbentuk dari polimerisasi adisi (Malcolm 2001). Biasanya, polistirena digunakan sebagai plastik dan pemaketan CD dan DVD (Ano 2010). Polistirena yang digunakan dalam percobaan ini adalah steorofoam. Polistirena dibuat dari monomer stirena. Polistirena bersifat kaku, transparan, rapuh, inert secara kimiawi, dan merupakan faktor insulator yang baik (BPOM RI 2008).

Gambar 1 Struktur polistirena Polimer memiliki bobot molekul yang berbeda sesuai dengan proses polimerisasi yang digunakan. Berat molekul polimer merupakan salah satu sifat yang khas bagi polimer dan sangat bermanfaat. Berdasarkan bobot molekul polimer, dapat diketahui aplikasi polimer tersebut, sebagai indikator dalam sintesis dan proses pembuatan produk polimer, studi kinetika reaksi polimerisasi, studi ketahanan produk polimer dan efek cuaca terhadap kualitas produk (Malcolm 2001). Dimensi rantai polimer dapat diketahui berdasarkan nilai r02, yaitu kuadrat jarak rata-rata antara kedua ujung rantai dan S02 sebagai kuadart jari-jari suatu polimer (Hosier et al 2004). Berat molekular polimer dapat ditentukan dengan berbagai metode, antara lain analisis gugus fungsional secara fisik atau

kimia, pengukuran koligatif, hamburan cahaya, ultrasentrifugasi, pengukuran viskositas larutan encer, dan gel permeation chromatography (Hosier et al 2004). Pada percobaan ini dilakukan pengukuran bobot molekul dengan menggunakan metode viskositas larutan encer, dengan menggunakan viskometer ostwald. Polistirena dalam pelarut toluena dan sebagai pelarut digunakan campuran toluena-metanol. Pelarut yang baik adalah pelarut yang dapat berinteraksi dengan polimer akibat terbukanya rantai makromolekul polimer tersebut, sedangkan pelarut adalah pelarut pada keadaan kritis dari kelarutan polimer tersebut (Azizah 2004). Viskositas merupakan ukuran yang menyatakan kekentalan suatu larutan polimer. Perbandingan antara viskositas larutan polimer terhadap viskositas pelarut murni dapat digunakan untuk menentukan massa malekul nisbi polimer, dimana yang diukur adalah waktu yang diperlukan pelarut atau larutan polimer untuk mengalir dalam viskometer Ostwald, waktu alir dalam detik dicatat sebagai waktu untuk miniskus lewat antara dua tanda batas pada viskometer (Stevens 2001). Keunggulan metode ini adalah lebih cepat, mudah, dan perhitungannya sederhana (Azizah 2004). Tujuan Percobaan Percobaan ini bertujuan untuk menentukan bobot molekul nisbi (Mv) dan dimensi polimer dari polistirena dengan menggunakan metode viskometri.

METODE PERCOBAAN Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini, antara lain neraca analitik, viskometer ostwald, labu ukur 100 ml, gelas ukur, gelas piala, stopwatch, termometer, batang pengaduk, dan buret. Bahan-bahan yang digunakan, antara lain polistirena (stirofoam), toluena, metanol, dan aseton. Prosedur Percobaan Sebanyak 1 gram polistirena dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml dan dilarutkan sedikit demi sedikit dengan toluena. Pelarut murni(toluena) sebanyak 15 mL dimasukkan dalam viskometer. Waktu alir diukur sebanyak 3 kali ulangan. Viskometer dibilas dengan larutan yang akan diukur waktu alirnya. Larutan yang diukur waktu alirnya adalah larutan induk dengan konsentrasi polimer 2C, larutan dengan konsentrasi 3C/4, C/2, C/4, dan 3C/8. Setiap pengukuran dimasukkan 15 ml larutan ke dalam viskometer dan pengukuran dimulai dari larutan yang paling encer. Sebanyak 10 mL larutan induk polistirena dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer, kemudian ditambahkan sedikit demi sedikit metanol melalui buret hingga warna larutan berubah menjadi keruh. Volume metanol yang terpakai, dicatat. Langkah pembuatan larutan induk dalam pelarut , yaitu sebanyak 1 gram polistirena dilarutkan dalam toluena, sesudah larut sempurna, ditambahkan metanol dengan dengan volume yang sama dengan volume metanol yang

digunakan saat titrasi, kemudian ditambahkan toluena hingga volumenya 50 ml dalam labu takar. beda. Dari larutan tersebut, dibuat larutan dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Masing-masing larutan dan pelarut murni diukur waktu alirnya dengan menggunakan viskometer Ostwald. HASIL DAN PEMBAHASAN Data dan Hasil Percobaan Tabel 1 Data waktu alir pelarut toluena
Larutan (%) Toluena murni 1.00 0.75 0.50 0.25 Ulangan waktu alir (s) 1 2 3 0.69 0.66 0.68 0.90 0.93 0.89 0.79 0.92 0.99 0.91 0.77 1.03 0.82 0.82 0.74 Rerata (s) 0.68 0.95 0.91 0.87 0.77

Penentuan nilai viskositas relatif (r) waktu alir toluena murni (t0) = 0.68 s waktu alir larutan 0.75% (t) = 0.91 s

Keterangan : to = waktu alir toluena murni (det) t = waktu alir larutan polistirena (det) Penentuan viskositas spesifik (sp) sp = r 1 = 1.3382 1 = 0.3382 Penentuan viskositas reduksi (red)

Contoh perhitungan pada toluena murni : Rerata waktu alir

Tabel 2 Viskositas larutan polistirena


Larutan (%) 1.00 0.75 0.50 0.25 Konsentrasi (g/ml) 1.0065 0.7549 0.5032 0.2516 r 1.3971 1.3382 1.2794 1.1323 sp 0.3971 0.3382 0.2794 0.1323 red 0.3945 0.4480 0.5525 0.5258

Contoh perhitungan pada larutan 0.75%

Penentuan konsentrasi (g/ml) Bobot polistirena : 1.0065 g Larutan 1% sebanyak 100 ml Volume larutan yang diambil, yaitu :

Konsentrasi larutannya,yaitu :

Gambar 1 Grafik hubungan red dengan konsentrasi Dengan metode regresi linear diperoleh y = A + Bx, dimana y menyatakan red dan x menyatakan konsentrasi. Berdasarkan metode regresi

linear tersebut diperoleh nilai A sebesar 0.6048 dan nilai B sebesar -0.1981, serta nilai R sebesar 88.98%. Persamaan garisnya adalah y = 0.6048 0.1981x. Persamaan garis tersebut setara dengan persamaan red = [] + k2C, sehingga diketahui bahwa nilai A sama dengan nilai viskositas intrinsik ([]), yaitu sebesar 0.6048. Oleh karena itu, dapat ditentukan bobot molekul polistirena dengan cara : [] = kMva dengan k = 1.1 10-4 K/cm3g-1 dan a = 0.725 0.6048 = 1.1 x 10-4 . Mv0.725 0.5498 104 = Mv0.725 Log 0.5498 104 = 0.725 log Mv 3.7402 = 0.725 log Mv 5.1589 = log Mv Mv = 144179.36 g/mmol = 144.179 g/mol Tabel 3 Data konstanta HUGGENS
larutan (%) 1.00 0.75 0.50 0.25 konsentrasi (g/ml) 1.0065 0.7549 0.5032 0.2516 red 0.3945 0.4480 0.5525 0.5258 K -0.5712 -0.5678 -0.2841 -0.8584

Tabel 4 Data rantai statistika


larutan (%) 1.00 0.75 0.50 0.25 0.4487 0.4496 0.5651 0.4271 (10-7) -1.2554 -1.2529 -0.9970 -1.4365 r02 (10-14) 0.6346 0.6346 0.6348 0.7528 r2 (10-14) 0.1278 0.1283 0.2027 0.1373 S02 (10-14) 0.1058 0.1058 0.1058 0.125 5 S2 (10-14) 0.021 3 0.021 4 0.033 8 0.028 9

Contoh perhitungan pada larutan 0.75%

Penentuan nilai [] = KMv1/23

= - 0.0887 = -0.4496 Penentuan nilai [] = .3.3.Mv1/2/M03/2 dimana, M0 = BM polistirena = .144.179 g/mol = 72.0895 g/mol = 2.86 1023

Contoh perhitungan pada larutan 0.75% Penentuan konstanta HUGGENS :

red = [ ] + K' [ ] C
2

= 1.2529 10-7

= -0.5678

Penentuan nilai r0

ro =

Mv Mo

Penentuan konsentrasi (g/ml)

ro2 = 0.6346 10-14 Penentuan nilai r r2 = r02 2 r2 = (0.6346 10-14) (-0.4496)2 r2 = 0.1283 10-14 Penentuan nilai S02

Bobot polistirena : 1.0032 g Larutan 1% sebanyak 100 ml Volume larutan yang diambil, yaitu :

Konsentrasi larutannya,yaitu :

Penentuan nilai viskositas relatif (r)

Penentuan S

S2 = 2 S02 S2 = (-0.4496)2 (0.1058 10-14) S2 = 0.0213 10-14 Tabel 5 Data waktu alir pelarut
Larutan (%) Pelarut 1.00 0.75 0.50 0.25 Ulangan waktu alir (s) 1 2 3 0.62 0.70 0.63 1.24 1.30 1.09 0.78 0.84 0.81 0.84 0.79 0.76 0.62 0.70 0.63 Rerata (s) 0.65 1.21 0.81 0.80 0.65

waktu alir pelarut (to) = 0.65 s rerata waktu alir larutan polistirena 1% (t) = 0.81 s

Keterangan : to = waktu alir toluena murni (det) t = waktu alir larutan polistirena (det) Penentuan viskositas spesifik (sp) sp = r 1 = 1.2461 1 = 0.2461 Penentuan viskositas reduksi (red)

Contoh perhitungan pada pelarut : Rerata waktu alir

Gambar 1 Grafik hubungan red dengan konsentrasi Tabel 6 Viskositas larutan polistirena dalam pelarut
Contoh perhitungan pada larutan 0.75%

Dengan metode regresi linear diperoleh y = A + Bx, dimana y menyatakan red dan x menyatakan
Larutan (%) 1.00 0.75 0.50 0.25 Konsentrasi (g/ml) 1.0032 0.7524 0.5016 0.2508 r 1.861 5 1.246 1 1.230 8 1.000 0 sp 0.8615 0.2461 0.2308 0.0000 red 0.8587 0.3271 0.4601 0.0000

konsentrasi. Berdasarkan metode regresi linear tersebut diperoleh nilai A sebesar -0.1993 dan nilai B sebesar 0.9741, serta nilai R sebesar 88.76%. Persamaan garisnya adalah y = -0.1993 + 0.9741x. Persamaan garis tersebut setara dengan persamaan red = [] + k2C, sehingga diketahui bahwa nilai A sama dengan nilai viskositas intrinsik ([]), yaitu sebesar -0.1993. Oleh karena itu, dapat ditentukan bobot molekul polistirena dengan cara : [] = kMa , dimana nilai k = 1.1 10-4 K/cm3g-1 dan a = 0.725 0.1993 = 1.1 x 10-4 . Mv0.725 0.1812 104 = Mv0.725 Log 0.1812 104 = 0.725 log Mv 3.2581 = 0.725 log Mv 4.4940 = log Mv Mv = 31189.707 g/mmol = 31.1897 g/mol Tabel 7 Data konstanta HUGGENS
larutan (%) 1.00 0.75 0.50 0.25 konsentrasi (g/ml) 1.0032 0.7524 0.5016 0.2508 red
0.8587 0.3271 0.4601 0.0000

Tabel 8 Data rantai statistika


larutan (%) 1.00 0.75 0.50 0.25 0.1128 0.1292 0.1049 0.1239 (10-7) 2.0883 1.8242 2.2460 1.9023 r02 (10-14) 0.1109 0.1111 0.1110 0.1111 r2 (10-17) 1.4111 1.8545 1.2214 1.7055 S02 (10-14) 0.0185 0.0185 0.0185 0.0185 S2 (10-17) 0.2354 0.3088 0.2036 0.2840

Contoh perhitungan pada larutan 0.75%

Penentuan nilai [] = KMv1/23

= - 2.0260 10-3 = -0.1292 Penentuan nilai [] = .3.3.Mv1/2/M03/2 dimana, M0 = BM polistirena = .31.1897 g/mol = 15.5948 g/mol = 2.86 1023

K 26.5512 17.6138 33.0960 20.0062

Contoh perhitungan pada larutan 0.75%

Penentuan konstanta HUGGENS :

red = [ ] + K' [ ] 2 C K

= 1.8242 10-7 Penentuan nilai r0


ro = Mv Mo

ro2 = 0.1111 10-14 Penentuan nilai r r2 = r02 2 r2 = (0.1111 10-14) (-0.1292)2 r2 = 1.8545 10-17 Penentuan nilai S02

Penentuan S2 S2 = 2 S02 S2 = (-0.1292)2 (0.0185 10-14) S2 = 0.3088 10-17 Pembahasan Percobaan kali ini bertujuan untuk menentukan bobot molekul dari suatu contoh dan menentukan dimensi polimernya. Contoh yang digunakan adalah polistirena. Polistirena adalah sebuah polimer dengan monomer stirena yang merupakan hidrokarbon cair, bersifat termoplastik padat pada suhu ruang ( Malcolm 2000). Penentuan bobot molekul dan dimensi dari polistirena dilakukan dengan menggunakan pelarut toluena, dan pelarut nya digunakan campuran toluena-metanol. Metode yang digunakan, yaitu metode viskometri. Viskositas merupakan ukuran yang menyatakan kekentalan suatu larutan polimer, yang diukur dengan cara menentukan lamanya aliran larutan melalui suatu kapiler. Pengukuran dilakukan terhadap waktu yang diperlukan oleh pelarut atau larutan polimer untuk mengalir di antara dua tanda (Azizah 2004).

Pengukuran viskositas larutan, dilakukan dari larutan yang paling encer karena viskositas suatu larutan sangat berkaitan dengan gaya antarmolekul. Hal ini menentukan kemudahan molekul dalam bergerak (Malcolm 2001). Jika pengukuran dilakukan dari larutan yang paling pekat, dikhawatirkan untuk pengukuran selanjutnya dengan menggunakan larutan yang lebih encer, maka hasil yang diperoleh kurang maksimal akibat adanya hambatan gerak molekul dari molekul larutan yang lebih pekat. Selain menggunakan pelarut toluena, penentuan bobot molekul dan dimensi polimer dari polistirena juga dilakukan dalam pelarut yang merupakan campuran antara toluena dan metanol. Larutan yang memiliki laju alir paling cepat adalah larutan yang paling encer, yaitu larutan polimer dengan konsentrasi paling kecil. Tabel 1 menunjukkan data waktu alir larutan toluena murni dan larutan polistirena dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa larutan polistirena dengan konsentrasi paling rendah, yaitu 0.25% atau 0.2516 g/ml memiliki rerata waktu alir paling cepat. Hasil yang sama juga diperoleh pada perhitungan laju alir larutan polimer pada pelarut , berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5, dapat diketahui bahwa larutan yang paling encer yaitu larutan dengan konsentrasi 0.2508 g/ml memiliki waktu alir yang paling kecil, artinya laju alirnya paling cepat. Berdasarkan data laju alir tersebut, dapat dihitung nilai viskositas relatif larutan (r), viskositas spesifik (sp), dan viskositas reduksi larutan (red), yang disajikan

pada tabel 2, jika menggunakan pelarut toluena dan tabel 6, jika menggunakan pelarut . Viskositas relatif menunjukkan perbandingan antara viskositas larutan polimer dan viskositas pelarut murninya atau perbandingan antara waktu alir larutan polimer dengan pelarut murninya. Larutan dengan konsentrasi yang paling tinggi dan memiliki waktu alir paling lama, memiliki viskositas relatif (r) lebih tinggi pula. Viskositas larutan sebanding dengan waktu alir larutan tersebut karena diasumsikan bahwa massa jenis larutan yang digunakan hamper sama dengan massa jenis pelarutnya (Rochima dkk 2007). Berdasarkan tabel 2,larutan polistirena dengan konsentrasi sebesar 1.0065 g/ml memiliki nilai viskositas relatif (r) yang paling besar. Berdasarkan tabel 6, juga diperoleh hal yang sama, yaitu larutan polistirena dengan konsentrasi sebesar 1.0032 g/ml memiliki r yang paling besar. Viskositas spesifik (sp) menunjukkan viskositas pelarut akibat adanya suatu zat terlarut tertentu, yang dihitung berdasarkan perbandingan antara kecepatan aliran suatu larutan dan pelarutnya (Rochima dkk 2007). Pada viskositas spesifik ini, konsentrasi larutan yang mendekati nol, maka harga r akan mendekati satu (Stevens 2001). Berdasarkan tabel 2 disajikan nilai sp masing-masing larutan polistirena dengan konsentrasi yang berbeda. Larutan dengan konsentrasi yang tinggi akan memiliki nilai sp yang tinggi pula, terlihat bahwa larutan dengan konsentrasi 1.0065 g/ml memiliki nilai sp yang paling tinggi. Sama halnya dengan data yang disajikan pada tabel 6.

Larutan polistirena dengan konsentrasi 1.0032 g/ml memiliki nilai sp yang paling tinggi. Viskositas reduksi (red) merupakan perbandingan antara viskositas spesifik (sp) dengan konsentrasi larutan. Makin besar konsentrasi larutan, maka nilai red akan semakin kecil atau makin kecil nilai sp maka nilai red juga rendah. Hal ini dapat ditunjukkan berdasarkan tabel 2. Larutan dengan konsentrasi 1.0065 g/ml memiliki red paling kecil, namun terdapat sedikit kesalahan pada data yang diperoleh. Seharusnya, larutan dengan konsentrasi 0.2516 g/ml memiliki nilai red paling besar. Kesalahan ini diakibatkan adanya kekurangtepatan saat pengukuran waktu alir larutan tersebut (kesalahan paralaks). Berdasarkan tabel 6, terjadi kesalahan pula. Larutan dengan konsentrasi paling rendah, justru memiliki red yang rendah dan larutan dengan konsentrasi yang besar memiliki red yang besar pula, padahal antara konsentrasi larutan dengan red memiliki hubunagan yang berbanding terbalik. Kesalahan ini diakibatkan adanya kesalahan paralaks dalam menentukan waktu alir masing-masing larutan. Gambar 1 menunjukkan grafik hubungan antara red dan konsentrasi larutan. Persamaan garis yang diperoleh yaitu y = 0.6048 0.1981x dengan nilai R sebesar 88.98%. Berdasarkan nilai R yang diperoleh, kurang dari 90% menunjukkan bahwa data yang diperoleh memang kurang tepat akibat adanya kesalahan paralaks tersebut. Nilai A pada persamaan garis menunjukkan besarnya nilai viskositas intrinsik ([]) yaitu sebesar 0.6048. Viskositas intrinsik adalah titik pada

grafik yang menunjukkan bahwa konsentrasi larutan sama dengan nol. Bobot molekul dapat ditentukan berdasarkan nilai [] menurut persamaan Mark-Houwink, yaitu [] = KMva (Rochima dkk 2007). Mv merupakan bobot molekul dari polistirena, dari persamaan tersebut dapat diketahui nilai Mv, yaitu sebesar 144.179 g/mol. Gambar 2 menunjukkan grafik hubungan antara red dan konsentrasi larutan. Persamaan garis yang diperoleh yaitu y = -0.1993 + 0.9741x dengan nilai R sebesar 88.76%. Berdasarkan nilai R yang diperoleh, kurang dari 90% menunjukkan bahwa data yang diperoleh kurang tepat. Pada gambar 2, diperoleh kemiringan yang berbeda dengan gambar 1. Kesalahan ini disebabkan karena berdasarkan percobaan dengan menggunakan pelarut diperoleh hubungan yang sebanding antara red dengan konsentrasi. Nilai A pada persamaan garis menunjukkan besarnya nilai viskositas intrinsik ([]) yaitu sebesar -0.1993. Bobot molekul dapat ditentukan berdasarkan nilai [] menurut persamaan Mark-Houwink, yaitu [] = KMva (Rochima dkk 2007). Mv merupakan bobot molekul dari polistirena, dan dari persamaan tersebut dapat diketahui nilai Mv, yaitu sebesar 31.1897 g/mol. Tahap selanjutnya adalah penentuan dimensi polimer, yang dipengaruhi oleh viskositas, panjang sudut ikatan polimer, dan efek sterik terhadap putaran bebas ikatan tunggal (Azizah 2004). Penentuan konstanta Huggens pada masing-masing larutan yang memiliki konsentrasi yang berbeda, bertujuan untuk menentukan nilai pada larutan tersebut. Pada

pelarut toluena dan pelarut , diperoleh hasil yang berbeda mengenai besarnya konstanta Huggens. Pada larutan polistirena dengan menggunakan pelarut toluena, diperoleh nilai konstanta Huggens yang bernilai negatif, sedangkan jika menggunakan pelarut diperoleh nilai konstanta Huggens yang positif. Hal ini terjadi karena pengaruh hubungan antara red dan konsentrasi yang berkebalikan, sehingga menyebabkan nilai [] pada pelarut toluena dan pelarut berbeda pula. Pada pelarut toluena, diperoleh nilai [] yang positif dan pada pelarut , nilai [] yang diperoleh bernilai negatif. Keadaan yang baik adalah jika diperoleh nilai kurang dari satu. Artinya, pelarut membuka cincin makromolekul polimer, sehingga dapat berinteraksi dengan polimer (Hosier et al 2004). Berdasarkan data tabel 4 dan 8 diperoleh nilai dari masing-masing larutan yang nilainya kurang dari satu, artinya pelarut yang digunakan untuk penentuan viskositas larutan polimer merupakan pelarut yang baik. Nilai merupakan konstanta untuk suatu polimer tertentu. Berdasarkan nilai yang diperoleh, dapat digunakan untuk menentukan dimensi polimer yaitu kuadrat jarak rata-rata antara kedua ujung rantai (r02) dan secara tidak langsung dapat pula untuk menentukan kuadrat jari-jari suatu polimer (S02). Makin encer suatu larutan polimer, maka jarak antara satu molekul dengan molekul lainnya dalam rantai polimer akan saling berjauhan, akibatnya ruang rantai tidak lagi bersifat kristal. Jika larutan polimer pekat, maka jarak antarmolekulnya saling berdekatan sehingga mengakibatkan keteraturan

ruang yang lebih bersifat kristal (Hosier et al 2004). Berdasarkan tabel 4 dapat 2 diketahui nilai r0 pada masing-masing larutan dengan konsentrasi yang berbeda. Larutan dengan konsentrasi paling encer, 0.2516 g/ml memiliki nilai r02 paling besar, artinya jarak kedua ujung rantai polimer saling berjauhan. Sama halnya dengan nilai kuadrat jari-jari polimer (S02), makin encer suatu larutan polimer, maka jarak jari-jari polimernya akan semakin panjang dan makin pekat suatu larutan polimer, maka jarak jarijari polimernya akan semakin pendek (Hosier et al 2004). Larutan dengan konsentrasi 0.02516 g/ml memiliki nilai S02 yang paling besar, artinya jarak jari-jari polimernya panjang. Berdasarkan tabel 4 di atas, terdapat suatu kejanggalan pada data, yaitu pada tiga larutan dengan konsentrasi yang berbeda memiliki nilai S02 dan r02 yang hampir sama, bahkan sama persis. Hal ini dimungkinkan terjadi karena kemampuan pelarut dalam membuka rantai makromolekul polimer pada konsentrasi 1.0065 g/ml, 0.7549 g/ml, dan 0.5032 g/ml kurang maksimal, sehingga nilai dari larutan-larutan tersebut kurang tepat dan menghasilkan nilai S02 dan r02 yang kurang tepat pula. Berdasarkan data perolehan dimensi polimer pada tabel 8, dimana penentuannya menggunakan pelarut , diperoleh hasil yang sama dengan penggunaan pelarut toluena. Makin encer suatu larutan, maka jarak ujung rantainya akan semakin berjauhan dan sebaliknya. Pada larutan yang encer pula, jari-jari rantai polimernya juga akan semakin panjang. Namun, pada perolehan data dengan menggunakan

pelarut terdapat beberapa kesalahan yang tidak sesuai dengan teori yang ada. Larutan dengan konsentrasi 1.0032 g/mol memiliki r02 yang sama dengan larutan dengan konsentrasi 0.2508 g/ml. Selain itu, pada larutan dengan konsentrasi yang berbeda memiliki nilai S02 yang sama besarnya. Hal ini dimungkinkan akibat kemampuan pelarut dalam membuka rantai makromolekul kurang maksimal, sehingga nilai dari larutan tersebut kurang tepat dan menghasilkan nilai S02 dan r02 yang kurang tepat pula. SIMPULAN Berdasarkan percobaan dengan menggunakan metode viskometri, diperoleh bobot molekul polistirena sebesar 144.179 g/mol pada pelarut toluena, dan 31.1897 g/mol pada pelarut . Dimensi polimer yang meliputi nilai r02 , r2, s02, s2 juga dapat diperoleh bergantung konsentrasinya. Makin encer suatu larutan polimer, maka kuadrat jarak antara ujung polimer dan kuadrat jari-jarinya akan semakin panjang, dan sebaliknya. Penambahan metanol pada larutan menyebabkan nilai viskositas reduktif larutan mengalami penurunan seiring dengan turunnya konsentrasi larutan, sehingga hubungan antara viskositas reduktif dengan konsentrasi menjadi sebanding.

DAFTAR PUSTAKA

También podría gustarte