Está en la página 1de 17

ABSTRAK

Perawat merupakan tenaga penting dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit, mengingat pelayanan keperawatan diberikan selama 24 jam terus menerus, Pelayanan keperawatan yang bermutu, efektif dan efisien dapat tercapai bila didukung dengan jumlah perawat yang tepat sesuai dengan kebutuhan . Oleh karena itu perencanaan tenaga perawat terutama dalam menentukan jumlah kebutuhan tenaga perlu dilakukan dengan sebaikbaiknya agar dapat diperoleh ketenagaan yang efektif dan efisien. Perhitungan kebutuhan t enaga perawat berdasarkan Kategori pasien lebih efektif karena mempertimbangkan jam efektif perawat. Di RSUD Tugurejo Semarang belum pernah dilakukan tentang kebutuhan perawat berdasarkan kategori pasien selain itu beberapa ahli telah menetapkan formula un tuk melakukan perhitungan sehingga hasil yang diperoleh lebih akurat dan sesuai dengan kebutuhan sesungguhnya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kebutuhan jumlah tenaga perawat berdasarkan kategori pasien di IRNA Penyakit Dalan RSU Tugurejo Semarang. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik yang dilakukan secara belah melintang ( cross sectional ) untuk mendapatkan informasi tentang jumlah tenaga perawat berdasarkan tingkat ketergantungan pasien khususnya di IRNA Penyakit Dalam berdasarkan tingkat ketergantungan pasien terhadap perawat. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi dengan menggunakan pedoman observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik perawat yang bekerja umumnya masih berusia muda rata rata dibawah 25 tahun ( 87,5 % dengan pendidikan mayoritas DIII Keperawatan ( 87,5 % ) tenaga didominasi oleh tenaga honorer dan lama bekerja ratarata kurang dari 3 tahun ( 81,25 % ) Pelayanan keperawatan dengan minimal care sebanyak 2,26 jam, parsial care sebanyak 4,15 jam dan total care sebanyak 5,75 jam. Beban kerja perawat 5,3 jam atau 63,75 % Berdasarkan waktu kerjanya untuk kegiatan keperawatan langsung memerlukan waktu 539 menit atau 37,43 %, kegiatan keperawatan tak langsung 379 menit atau 26,32 % dan kegiatan non keperawatan 522 menit 35,25 % dari total waktu 24 jam. Perhitungan jumlah tenaga perawat dengan minimal care dibutuhkan 11 orang, parsial care 20 orang dan total care 26 orang, menurut perhitungan Douglas dibutuhkan 24 orang perawat dan menuru t PPNI dibutuhkan tenaga sebangak 30 orang perawat. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pada saat ini terdapat selisih cukup banyak antara jumlah perawat yang ada yaitu 16 orang perawat dibandingkan dengan hasil perhitungan ketiga formula diatas, untuk ini penulis menyarankan agar RSU Tugurejo Semarang mengoptimalkan tenaga yang ada dan bilamana memungkinkan kekurangan tenaga perawat dapat diperhatikan. Kata Kunci : Perawat, Kebutuhan Tenaga Keperawatan, Analisis Kegiatan, jam Pelayanan keperawata n Kepustakaan : 26 buah, 1985 2004

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah Sakit mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatan derajat kesehatan masyarakat 1) Oleh karena itu rumah sakit di daerah dituntut untuk memperbaiki manajemen, mengembangkan sumber pembiayaan sendiri, agar dapat secara otonomi berupaya meningkatkan mutu pelayanan dan melakukan pemberdayaan terhadap semua potensi yang ada termasuk sumber daya manusia karena mutu pelayanan sangat tergantung pada kemampuan sumber daya manusia 2) Masyarakat menuntut rumah sakit harus dapat memberikan pelayanan dengan konsep quality one step service artinya seluruh kebutuhan pelayanan kesehatan dan pelayanan yang berkaitan langsung harus dapat dilayanani oleh rumah sakit secara cepat, akurat, bermutu dan terjangkau. Tetapi untuk mewujudkan semua itu banyak hambatan yang dihadapi. Menurut Wasito ( cit . Nurdjanah, 1999) krisis ekonomi beberapa tahun terakir ini sangat berpenga ruh terhadap sektor pelayanan kesehatan sehingga menimbulkan pelayanan kesehatan menurun drastis, kinerja petugas berkurang sehingga kualitas pelayanan kesehatan cenderung menurun 3) . Salah satu upaya penting untuk mengatasi masalah tersebut adalah kemamp uan pimpinan rumah sakit untuk merencanakan kebutuhan sumber daya manusia secara tepat sesuai dengan fungsi pelayanan setiap unit, bagian dan instalasi rumah sakit. ( Ilyas, 2000 ). Anggaran belanja untuk pegawai memiliki proporsi yang paling banyak dari t otal keseluruhan anggaran belanja rumah sakit, bahkan Green ( cit. Ilyas, 2000 ) mengemukakan bahwa 75 % dari total alokasi anggaran digunakan untuk belanja pegawai. Oleh karena itu salah satu indikator keberhasilan rumah sakit yang efektif dan efisien ada lah tersedianya jumlah sumber daya manusia yang cukup dengan kualitas yang tinggi profesional sesuai dengan fungsi dan tugas setiap pegawai. Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan di rumah sakit, begitu pentingnya pelayana n di rumah sakit, bahkan Huber ( cit. Nurdjanah, 1999) melaporkan bahwa 70 % tenaga kesehatan di rumah sakit adalah perawat. Sedangkan Gillies (1994) memperkirakan bahwa sekitar 75 % tenaga keperawatan di rumah sakit adalah perawat, dan 60 70 % dari total a nggaran digunakan untuk menggaji perawat. Oleh karena itu perencanaan tenaga perawat terutama dalam menentukan jumlah kebutuhan tenaga perawat perlu dikelola dengan sebaikbaiknya agar diperoleh ketenagaan keperawatan yang efektif dan efisien. Kualitas asuhan keperawatan dapat mencapai hasil yang optimal apabila beban kerja dan sumber daya perawat yang ada memiliki proporsi yang seimbang 4) . Saat ini mutu pelayanan keperawatan masih belum memuaskan dan masih dipengaruhi oleh berbagai masalah termasuk masalah perencanaan dan pengadaan tenaga perawat sebagai sub sistem dari sistem ketenagaan kesehatan secara nasional. Berdasarkan penelitian WHO ( 1997 ) , beberapa negara di Asia Tenggara termasuk Indonesia ditemukan fakta bahwa perawat yang bekerja di ru mah sakit menjalani peningkatan beban kerja dan masih mengalami kekurangan jumlah perawat 5) Hal ini disebabkan karena peran perawat belum didefinisikan dengan baik, ketrampilan perawat masih kurang dan kebanyakan perawat dibebani dengan tugastugas

non keperawatan 5) . Disisi lain pelayanan keperawatan adalah pelayanan yang diberikan perawat professional kepada pasien sesuai dengan kebutuhan pasien selama dirawat di rumah sakit, sehingga ada hubungan yang erat antara perawat dengan pasien sebagai penerima ja sa pelayanan keperawatan, pasien masuk rumah sakit bukan tanpa pertimbangan, dalam hal ini pasien masuk rumah sakit mempunyai harapan yang tinggi bahwa ia akan dirawat dengan baik dan dapat kembali pulang dengan keadaan sembuh seperti sedia kala 6) Dengan tanpa dipungkiri lagi bahwa perawat merupakan kelompok terbesar di rumah sakit, sehingga baik buruknya pelayanan di rumah sakit adalah merupakan citra dari kelompok perawat sebagai jasa pemberian pelayanan keperawatan 6) Ruang rawat inap merupakan subsiste m rumah sakit yang menjadi tempat asuhan keperawatan. Kegiatan asuhan keperawatan yang dilaksanakan tergantung dari kualitas dan kuantitas tenaga perawat yang bertugas selama 24 jam. RSU Tugurejo Semarang berdasarkan SK MenKes no: 1600/MENKES/SK/XI/2003 berubah menjadi kelas B non Pendidikan yang merupakan rumah sakit rujukan dengan status pengelolaannya adalah non swadana dan status kepemilikannya Pemerintah Daerah TK I Jawa Tengah dan satusatunya rumah sakit di Kota Semarang bagian barat. Saat ini memiliki 162 tempat tidur dengan jumlah tenaga kesehatan sebanyak 132 orang, 117 perawat dan 15 orang Bidan. Dari 117 orang perawat 92 orang ( 78,6 % ) bekerja unit rawat inap dan 25 orang ( 21,4 % ) di luar rawat inap ( rawat jalan ). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel berikut ini. Tabel 1 Tingkat Pendidikan Tenaga perawat di RSU Tugurejo Semarang Tahun 2004 Jenis tenaga Jumlah tenaga (Orang ) % SPK 11 8,00 Bidan 7 5,10 AKPER 106 77,37 AKBID 8 5,83 Jumlah 132 100,00 Sumber : RSU Tugurejo Semarang, tahum 200 4 Tabel tersebut menunjukkan bahwa tenaga perawat di RSU Tugurejo Semarang berjumlah 117 orang, jumlah tersebut 106 orang berpendidikan AKPER dan 11 orang berpendidikan SPK. Sejak berubah menjadi rumah sakit umum tahun 1999 yang pada awal mulanya rumah sakit Tugurejo Semarang adalah rumah sakit Kusta kunjungan pasien dari tahun mengalami kenaikan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Efisiensi rumah sakit berdasarkan indikator BOR, LOS, TOI dan BTO pada tahun 2001 sampai dengan 2004 a dalah sebagai berikut : Tabel 2 Efisiensi Pengelolaan RSU Tugurejo Semarang No INDIKATOR 2001 (%) 2002 (%) 2003 (%) 2004 (%) STANDART 1 BOR 55,41 60,04 68,41 75,49 6080 % 2 LOS 4,14 4,74 4,91 4,65 46 Hari 3 TOI 4,47 2,32 1,93 1,88 13 4 BTO 3,19 6,70 6,20 5 ,61 3 1/3 4 1/6 Sumber : Medical Record RSU Tugurejo Semarang Dari data diatas tampak bahwa BOR rumah sakit dari tahun ketahun mengalami peningkatan. BOR menggambarkan tingkat ratarata penggunaan tempat tidur rumah sakit. Angka BOR idealnya yaitu 60 % 80 %. Secara umum BOR RSU Tugurejo Semarang

cukup ideal, ini menunjukkan bahwa tempat tidur yang tersedia dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya dan dari tahun ketahun mengalami peningkatan. Tahun 2002 meningkat 4,63 % dari tahun 2001, tahun 2003 meningkat 8 ,37 % dari tahun 2002 dan tahun 2004 meningkat 7,08 %. LOS menggambarkan ratarata lamanya pasien dirawat di Rumah Sakit. Untuk RSU ratarata sekita 46 hari. Bila dibandingkan dengan nilai ideal sudah cukup karena LOS RSU Tugurejo Semarang ratarata 4,61 hari . TOI menggambarkan ratarata berapa hari satu tempat tidur tidak ditempati dari saat pasien meninggalkan tempat tidur sampai dengan terisinya kembali tempat tidur tersebut. Angka ratarata 13 hari. Bila dibandingkan dengan nilai idealnya RSU Tugurejo Semara ng sudah sesuai karena TOI dari tahun ketahun mengalam penurunan. Hal ini menunjukkan kinerja yang semakin baik di RSU Tugurejo Semarang. BTO menggambarkan berapa kali dalam satu periode waktu ( biasanya bulan ) ratarata satu tempat tidur ditempati oleh pa sien. Angka ratarata sekitar 3 1/3 4 1/6 kali. Bila dibandingkan dengan nilai ideal, maka BTO RSU Tugurejo Semarang sudah melebihi karena BTO RSU Tugurejo Semarang berkisar 4 6 kali. RSU Tugurejo Semarang dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat telah memiliki pelayanan rawat inap spesialisasi Penyakit Dalam, Bedah, Anak, Obstetri Ginekologi, ruang VIP dan ICU. Berdasarkan indikator efisiensi pelayanan rumah sakit, maka kinerja RSU Tugurejo tahun 2003 adalah sebagai berikut : Tabel 3 Data Pencapaian Kinerja Instalasi Rawat Inap RSU Tugurejo Semarang Tahun 2004 NO IRNA BOR LOS TOI BTO J. PASIEN 1. 2. 3. 4. Dalam Bedah Anak Kandungan 75,49 75,14 76,96 55,80 4,65 3,90 3,57 2,09 1,88 1,34 1,16 2,42

5,61 6,10 6,84 6,04 2167 1480 1949 1284 Ratarata 70,84 3,50 1,70 6,15 1720 Sumber : Rekam Medik RSU Tugurejo Semarang tahun 2004 Dari data diatas tampak bahwa BOR di masingmasing ruangan cukup tinggi, sedangkan jumlah kunjungan pasien yang paling tinggi adalah ruang penyakit dalam. Distribusi perawat ke masingmasing ruang rawat inap ditunjukkan oleh tabel berikut ini : Tabel 4 Data Jumlah tempat tidur dan Perawat serta rasio TT/ Perawat di IRNA RSU Tugurejo Semarang bulan Desember 2004. NO IRNA Perawat TT Rasio Perawat/TT 1. 2. 3. 4. Dalam Bedah Anak Obsgyn 16 14 14 15 32 30 26 19 1 : 2,0 1 : 2,1 1 : 1,8 1 : 1,3 Sumber : RSU Tugurejo Semarang, tahun 2004 Dari data diatas tampak bahwa IRNA Penyakit Dalam memiliki rasio perawat : tempat tidur urutan kedua yaitu sebesar 1 : 2,0. sedangkan urutan pert ama pada ruang bedah. Tenaga perawat di ruang rawat inap RSU Tugurejo Semarang sangat dibutuhkan dan diperlukan keberadaannya, sedangkan tersedianya tenaga tersebut sangat terbatas sehubungan dengan kebijakan Zero growth PNS. Oleh sebab itu perencanaan kebutuhan tenaga perawat di RSU Tugurejo Semarang sangat diperlukan sehingga kebutuhan tenaga perawat dimasa mendatang semakin jelas. Metode perencanaan tenaga perawat guna meningkatan produktivitas dan mutu pelayanan keperawatan di RSU Tugurejo Semarang saat ini menggunakan Permenkes 262/VII/ 1979, akan tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan yang diharapkan, karena tenaga perawat yang ada di unit rawat inap baru 92 orang dengan jumlah tempat tidur 162, sedangkan berdasarkan Permenkes 262/VII/1979 34 : 2. yang artinya 3 atau 4 perawat untuk 2 tempat tidur jadi baru 66 % dari Permenkes teresebut, Hal ini disebabkan

karena rekruitmennya ditetapkan dari Pemda Jawa Tengah dan rumah sakit hanya menerima ( droping ). tenaga tersebut. Mengingat RSU Tugurejo Semarang me rupakan rumah sakit non swadana, maka dimungkinkan tenaga yang dibutuhkan dapat direncanakan untuk selanjutnya di usulkan kepada Pemerintah Propinsi Jawa Tengah. Oleh sebab itu perlu disusun metode perencanaan tenaga perawat yang cocok terhadap kebutuhan r umah sakit dan kebutuhan pelanggan. Ada berbagai cara penghitungan tenaga perawat di rumah sakit antara lain: Lokakarya Nasional Keperawatan ( 1983 ), Permenkes 262/ 1979, serta metode menurut Gillies ( 1994 ) 2) Metode Lokakarya Nasional Keperawatan menam bah 25 % tenaga cadangan dalam perhitungan dirasakan tidak efisien sehingga metode ini tidak digunakan dalam penelitian ini. Permenkes 262 / Menkes / per / VII / 1979. menyebutkan bahwa kebutuhan tenaga perawat di rumah sakit adalah perbandingan jumlah tem pat tidur dibandingkan dengan jumlah perawat sebagai berikut 7) Rumah Sakit kelas C : 1 perawat : 1 tempat tidur, Rumah Sakit kelas A B : 3 4 perawat : 2 tempat tidur Rumus tersebut tanpa diberikan dasar perhitungannya, sehingga tidak digunakan dalam penelitian ini. Metode yang lain adalah metode jam kerja efektif yang didasarkan pada tingkat ketergantungan pasien pada jam perawatan yang diperoleh dari seorang perawat dan data sensus harian pasien yang dikembangkan Gillies ( 1994 ) yang penulis gunakan untuk penelitian ini karena lebih mendekati kebutuhan. Menurut Douglas (1994) Loveridge & Cummings (1996) klasifikasi derajat ketergantungan pasien dibagi menjadi 3 katagori. 5) yaitu : 1 ) minimal care memerlukan waktu 12 jam / 24 jam. 2 ) partial care memerlukan waktu 34 jam/24 jam. 3) Tota l care memerlukan waktu lebih dari 5 jam. Disamping tingkat ketergantungan pasien terhadap perawat, Penulis juga ingin meneliti berapa jam waktu yang digunakan untuk memberikan perawatan terhadap pasien baik itu minimal care, partial care maumun total care . Selama ini di rumah sakit Tugurejo Semarang belum pernah dilaksanakan tentang analisis kebutuhan tenaga perawat berdasarkan kategori pasien, oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan informasi tent ang jumlah tenaga perawat berdasarkan kategori pasien rawat inap khususnya di IRNA Penyakit Dalam agar dapat dilakukan perencanaan tenaga perawat dan akirnya bisa meningkatkan mutu pelayanan. B. Perumusan masalah. RSU Tugurejo Semarang sampai saat ini belu m mempunyai ketentuan yang baku tentang perhitungan kebutuhan tenaga perawat khususnya di unit rawat inap. Saat ini RSU Tugurejo Semarang memiliki 132 orang tenaga keperawatan yang terdiri dari 11 (8,0%) orang tenaga SPK, 7 (5,10 %) orang tenaga Bidan, 106 (77,37 %) tenaga AKPER, serta 8 (5,83 %) 0rang tenaga AKBID. Perhitungan jumlah perawat berdasarkan Permenkes 262 / Menkes / Per / VII / 1979 dengan 160 Tempat tidur seharusnya minimal 240 tenaga perawat. Adapun perhitungan kebutuhan tenaga perawat di uni t rawat inap dengan menggunakan analis kegiatan dan BOR sebagai dasar perhitungan, perhitungan tersebut tidak akurat oleh karena itu akan dilakukan analisi kebutuhan tenaga perawat berdasarkan kategori pasien sebagai dasar perencanaan tenaga perawat dan me ningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Berapa kebutuhan tenaga perawat berdasarkan kategori pasien di IRNA Penyakit Dalam RSU Tugurejo Semarang. C. Tujuan penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui kebutuhan jumlah tenaga perawat dan beban kerja berdasarkan kategori pasien di IRNA Penyakit Dalam RSU Tugurejo Semarang. 2. Tujuan khusus a. Mengetahui karakteristik perawat di IRNA Penyakit Dalam RSU Tugurejo Semarang. b. Mengetahui klasifikasi pasien yang dirawat di IRNA Penyakit Dalam RSU Tugurejo Semarang. c. Mengetahui jam kegiatan perawat berdasarkan jenis kegiatan yang dilakukan, meliputi kegiatan keperawatan langsung dan kegiatan keperawatan tak langsung d. Mengetahui beban kerja perawat di IRNA Penyakit Dalam RSU Tugurejo Semarang. e. Mengetahui jam pelayanan keperawatan berdasarkan kategori pasien di IRNA Penyakit Dalam RSU Tugurejo Semarang. f. Mengetahui kebutuhan jumlah tenaga perawat di IRNA Penyakit Dalam RSU Tugurejo Semarang. g. Mengetahui persepsi perawat dan Ka perawat tentang beban kerja perawat Ruang Lingkup 3. Ruang lingkup waktu Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari sampai dengan Pebruari 2005 4. Ruang lingkup tempat Penelitian ini dilakukan di rua ng perawatan penyakit dalam / ruang Mawar RSU Tugurejo Semarang. 5. Ruang lingkup materi Penelitian ini dibatasi pada hal yang berkaitan dengan kebutuhan tenaga Perawat di IRNA Penyakit Dalam RSU Tugurejo Semarang . Manfaat Penelitian 6. Bagi RSU Tugurejo S emarang, dapat memanfaatkan penelitian ini dalam menyusun rencana kebutuhan tenaga perawat dan rencana pengembangan pendidikan lanjutan sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan. 7. Bagi peneliti, menambah wawasan dalam melakukan perencanaan kebutuhan tenaga perawat di rumah sakit. 8. Bagi MIKM hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam melakukan penelitian lebih lanjut tentang perhitungan kebutuhan perawat dan implementasinya di IRNA Penyakit Dalam R SU Tugurejo Semarang. Keaslian Penelitian Penelitian tentang kebutuhan tenaga perawat berdasarkan kategori pasien di IRNA Penyakit Dalam belum pernah dilakukan khususnya di RSU Tugurejo Semarang. Berdasarkan penelusuran kepustakaan terdapat penelitian yang hampir Serupa akan tetapi tak sama telah dilakukan oleh beberapa peneliti, antara lain: 1. Analisis Kebutuhan Tenaga Perawat Berdasarkan Beban Kerja Di Ruang Rawat Inap RSUD Purwodadi oleh Agustinar (1999). Penelitian bersifat deskriptif analitik yang dilakukan secara cross sectional untuk mencari dan mendapatkan informasi tentang perhitungan tenaga keperawatan berdasarkan beban kerja perawat. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan kuisioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan standart a suhan keperawatan di semua ruang rawat inap masih kurang dan kebutuhan tenaga masih kurang. Tingkat ketergantungan pasien memiliki perbandingan yang hampir sama antara tingkat ketergantungan ringan, sedang dan berat.

2. Agus Joko Purwanto ( tahun 2003 ) ya ng meneliti tentang kebutuhan tenaga perawat berdasarkan analisis pelaksanaan kegiatan perawat di Irna penyakit dalam RSUD Wates. Penelitian ini adalah studi kasus, bersifat deskriptif eksfloratif dengan pendekatan cross sectional . Hasil penelitian menunju kkan bahwa karateristik perawat yang bekerja umumnya masih berusia muda dengan pendidikan mayoritas AKPER tenaga didominasi oleh tenaga honorer. Perawat dalam menggunakan waktu kerjanya untuk kegiatan keperawatan tidak langsung memerlukan waktu lebih banya k dibandingkan dengan kegiatan keperawatan langsung. Jumlah pasien yang dirawat paling banyak adalah kategori I ( self care ) kemudian disusul dengan kategori I ( partial care ) dan kategori III ( total care ). 3. Moch Hasyim ( 2002 ) yang meneliti tentang kebutuhan jumlah tenaga perawat berdasarkan beban kerja perawat, jenis penelitian observasional dengan pendekatan Cross Sectional , Populasi penelitiannya adalah seluruh waktu yang digunakan oleh perawat yang bertugas melaksanakan keperawatan. Hasil penelit iannya didapatkan hasil yang berbeda antara Formula PPNI, Formula Gillies, serta Formula Nina. Hasil Formula PPNI dibutuhkan jumlah tenaga perawat 42 perawat, Gillies 23 perawat dan Nina 36 perawat sehingga terdapat selisih yang banyak antara perawat yang ada dibandingkan dengan jumlah perawat hasil perhitungan ketiga Formula. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini dilakukan di RS Tugurejo Semarang dengan melakukan analisis terhadap kegiatan perawat di IRNA Penyakit Dala m kemudian dilakukan perhitungan kebutuhan tenaga perawat berdasarkan kategori pasien. Subyek penelitian adalah pasien untuk mengetahui kategori pasien serta perawat untuk mengetahui berapa waktu yang diperlukan oleh perawat terhadap pasien self care, partial care maupun total care

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 102/MEN/VI/2004 TENTANG WAKTU KERJA LEMBUR DAN UPAH KERJA LEMBUR MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 78 ayat (4) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan perlu diatur mengenai waktu kerja lembur dan upah kerja lembur; b. bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-Undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia (Lembaran Negara Repupblik Indonesia Tahun 1951 Nomor 4); 2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839); 3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952); 5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 228/M Tahun 2001 tentang Pembentukan Kabinet Gotong Royong; Memperhatikan : 1. Pokok-pokok Pikiran Sekretariat Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional tanggal 23 Maret 2004. 2. Kesepakatan Rapat Pleno Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional tanggal 23 Maret 2004; MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA TENTANG WAKTU KERJA LEMBUR DAN UPAH KERJA LEMBUR. Pasal 1 Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan : 1. Waktu kerja lembur adalah waktu kerja yang melebihi 7 (tujuh) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 8 (delapan) jam sehari, dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) harikerja dalam 1 (satu) minggu atau waktu kerja pada hari istirahat mingguan dan atau pada hari libur resmi yang ditetapkan Pemerintah. 2. Pengusaha adalah :

a. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; b. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya. c. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. 3. Perusahaan adalah : a. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain; b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. 4. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. 5. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. 6. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerja dan/ atau jasa yang telah atau akan dilakukan.

7. Menteri adalah Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Pasal 2 (1) Pengaturan waktu kerja lembur berlaku untuk semua perusahaan, kecuali bagi perusahaan pada sektor usaha tertentu atau pekerjaan tertentu. (2) Perusahaan pada sektor usaha tertentu atau pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur tersendiri dengan Keputusan Menteri. Pasal 3 (1) Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu. (2) Ketentuan waktu kerja lembur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak termasuk kerja lembur yang dilakukan pada waktu istirahat mingguan atau hari libur resmi. Pasal 4 (1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja, wajib membayar upah lembur. (2) Bagi pekerja/buruh yang termasuk dalam golongan jabatan tertentu, tidak berhak atas upah kerja lembur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dengan ketentuan mendapat upah yang lebih tinggi. (3) Yang termasuk dalam golongan jabatan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah mereka yang memiliki tanggung jawab sebagai pemikir, perencana, pelaksana dan pengendali jalannya perusahaan yang waktu kerjanya tidak dapat dibatasi menurut waktu kerja yang ditetapkan perusahaan sesuai denga peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 5 Perhitungan upah kerja lembur berlaku bagi semua perusahaan, kecuali bagi perusahaan pada sektor usaha tertentu atau pekerjaaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.

Pasal 6 (1) Untuk melakukan kerja lembur harus ada perintah tertulis dari pengusaha dan persetujuan tertulis dari pekerja/buruh yang bersangkutan. (2) Perintah tertulis dan persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dibuat dalam bentuk daftar pekerja/buruh yang bersedia bekerja lembur yang ditandatangani oleh pekerja/buruh yang bersangkutan dan pengusaha. (3) Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus membuat daftar pelaksanaan kerja lembur yang memuat nama pekerja/buruh yang bekerja lembur dan lamanya waktu kerja lembur. Pasal 7 (1) Perusahaan yang mempekerjakan pekerja/buruh selama waktu kerja lembur berkewajiban : a. membayar upah kerja lembur; b. memberi kesempatan untuk istirahat secukupnya; c. memberikan makanan dan minuman sekurang-kurangnya 1.400 kalori apabila kerja lembur dilakukan selama 3 (tiga) jam atau lebih. (2) Pemberian makan dan minum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c tidak boleh diganti dengan uang. Pasal 8 (1) Perhitungan upah lembur didasarkan pada upah bulanan. (2) Cara menghitung upah sejam adalah 1/173 kali upah sebulan. Pasal 9 (1) Dalam hal upah pekerja/buruh dibayar secara harian, maka penghitungan besarnya upah sebulan adalah upah sehari dikalikan 25 (dua puluh lima) bagi pekerja/buruh yang bekerja 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau dikalikan 21 (dua puluh satu)

bagi pekerja/buruh yang bekerja 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu. (2) Dalam hal upah pekerja/buruh dibayar berdasarkan satuan hasil, maka upah sebulan adalah upah rata-rata 12 (dua belas) bulan terakhir. (3) Dalam hal pekerja/buruh bekerja kurang dari 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka upah sebulan dihitung berdasarkan upah rata-rata selama bekerja dengan ketentuan tidak boleh lebih rendah dari upah dari upah minimum setempat. Pasal 10 (1) Dalam hal upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap maka dasar perhitungan upah lembur adalah 100 % (seratus perseratus) dari upah. (2) Dalam hal upah terdiri dari upah pokok, tunjangan tetap dan tunjangan tidak tetap, apabila upah pokok tambah tunjangan tetap lebih kecil dari 75 % (tujuh puluh lima perseratus) keseluruhan upah, maka dasar perhitungan upah lembur 75 % (tujuh puluh lima perseratus) dari keseluruhan upah. Pasal 11 Cara perhitungan upah kerja lembur sebagai berikut : 1. Apabila kerja lembur dilakukan pada hari kerja : a.1. untuk jam kerja lembur pertama harus dibayar upah sebesar 1,5 (satu setengah) kali upah sejam; a.2. untuk setiap jam kerja lembur berikutnya harus dibayar upah sebesar 2(dua) kali upah sejam. 2. Apabila kerja lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan dan/atau hari libur resmi untuk waktu kerja 6 (enam) hari kerja 40 (empat puluh) jam seminggu maka : b.1. perhitungan upah kerja lembur untuk 7 (tujuh) jam pertama dibayar 2 (dua) kali upah sejam, dan jam kedelapan dibayar 3 (tiga) kali upah sejam dan jam lembur

kesembilan dan kesepuluh dibayar 4 (empat) kali upah sejam. b.2. apabila hari libur resmi jatuh pada hari kerja terpendek perhitungan upah lembur 5 (lima) jam pertama dibayar 2 (dua) kali upah sejam, jam keenam 3(tiga) kali upah sejam dan jam lembur ketujuh dan kedelapan 4 (empat) kali upah sejam. 3. Apabila kerja lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan dan/atau hari libur resmi untuk waktu kerja 5 (lima) hari kerja dan 40 (empat puluh) jam seminggu, maka perhitungan upah kerja lembur untuk 8 (delapan) jam pertama dibayar 2 (dua) kali upah sejam, jam kesembilan dibayar 3(tiga) kali upah sejam dan jam kesepuluh dan kesebelas 4 (empat) kali upah sejam. Pasal 12 Bagi perusahaan yang telah melaksanakan dasar perhitungan upah lembur yang nilainya lebih baik dari Keputusan Menteri ini, maka perhitungan upah lembur tersebut tetap berlaku. Pasal 13 (1) Dalam hal terjadi perbedaan perhitungan tentang besarnya upah lembur, maka yang berwenang menetapkan besarnya upah lembur adalah pengawas ketenagakerjaan Kabupaten/Kota. (2) Apabila salah satu pihak tidak dapat menerima penetapan pengawas ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka dapat meminta penetapan ulang kepada pengawas ketenagakerjaan di Provinsi. (3) Dalam hal terjadi perbedaan perhitungan tentang besarnya upah lembur pada perusahaan yang meliputi lebih dari 1 (satu) Kabupaten/Kota dalam 1(satu) Provinsi yang sama, maka yang berwenang menetapkan besarnya upah lembur adalah pengawas ketenagakerjaan Provinsi. (4) Apabila salah satu pihak tidak dapat menerima penetapan pengawas ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) dapat meminta penetapan ulang

kepada pengawas ketenagakerjaan di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Pasal 14 Dalam hal terjadi perbedaan perhitungan tentang besarnya upah lembur pada perusahaan yang meliputi lebih dari 1 (satu) Provinsi, maka yang berwenang menetapkan besarnya upah lembur adalah Pengawas Ketenagakerjaan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Pasal 15 Dengan ditetapkannya Keputusan ini, maka Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor:KEP72/MEN/1984 tentang Dasar Perhitungan Upah Lembur, Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP-608/MEN/1989 tentang Pemberian Izin Penyimpangan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Bagi Perusahaan-perusahaan Yang Mempekerjakan Pekerja 9 (sembilan) Jam Sehari dan 54 (lima puluh empat) Jam Seminggu dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor: PER-06/MEN/1993 tentang waktu kerja 5 (lima) Hari Seminggu dan 8 (delapan) Jam Sehari, dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 16 Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 25 Juni 2004

También podría gustarte