Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
c
adalah masa dalam sejarah Perancis antara tahun 1789 dan 1799 di mana
para demokrat dan pendukung republikanisme menjatuhkan monarki absolut di Perancis dan
memaksa Gereja Katolik Roma menjalani restrukturisasi yang radikal.
Meski Perancis kemudian akan berganti sistem antara republik, kekaisaran, dan monarki selama 75
tahun setelah Republik Pertama Perancis jatuh dalam kudeta yang dilakukan oleh Napoleon Bonaparte,
revolusi ini dengan jelas mengakhiri (bahasa Indonesia: Rezim Lama; merujuk kepada
kekuasaan dinasti seperti Valois dan Bourbon) dan menjadi lebih penting daripada revolusi-revolusi
berikutnya yang terjadi di Perancis.
V
Banyak faktor yang menyebabkan revolusi ini. Salah satu di antaranya adalah karena sikap orde yang
lama terlalu kaku dalam menghadapi dunia yang berubah. Penyebab lainnya adalah karena ambisi yang
berkembang dan dipengaruhi oleh ide Pencerahan dari kaum borjuis, kaum petani, para buruh, dan
individu dari semua kelas yang merasa disakiti. Sementara revolusi berlangsung dan kekuasaan beralih
dari monarki ke badan legislatif, kepentingan-kepentingan yang berbenturan dari kelompok-kelompok
yang semula bersekutu ini kemudian menjadi sumber konflik dan pertumpahan darah.
Namun, setelah Callone melakukan peninjauan yang mendalam terhadap situasi keuangan Perancis,
menetapkan bahwa hal itu tidak mungkin dilakukan, dan karenanya ia mengusulkan pajak tanah yang
seragam sebagai cara untuk memperbaiki keuangan Perancis dalam jangka panjang. Dalam jangka
pendek, dia berharap bahwa dukungan dari Dewan Kaum Terkemuka yang dipilih raja akan
mengemalikan kepercayaan akan keuangan Perancis, dan dapat memberikan pinjaman hingga pajak
tanah mulai memberikan hasilnya dan memungkinkan pembayaran kembali dari utang tersebut.
Meskipun Callone meyakinkan raja akan pentingnya pembaharuannya, Dewan Kaum Terkemuka
menolak untuk mendukung kebijakannya, dan berkeras bahwa hanya lembaga yang betul-betul
representatif, seyogyanya
(wakil-wakil berbagai golongan) Kerajaan, dapat menyetujui
pajak baru. Raja, yang melihat bahwa Callone akan menjadi masalah baginya, memecatnya dan
menggantikannya denganÉtienne Charles de Loménie de Brienne, skup Agung Toulouse, yang
merupakan pemimpin oposisi di Dewan. Brienne sekarang mengadopsi pembaruan menyeluruh,
memberikan berbagai hak sipil (termasuk kebebasan beribadah kepada kaum Protestan), dan
menjanjikan pembentukan
dalam lima tahun, tetapi ssementara itu juga mencoba
melanjutkan rencana Calonne. Ketika langkah-langkah ini ditentang di
Paris (sebagian karena
Raja tidak bijaksana), Brienne mulai menyerang, mencoba membubarkan seluruh "parlement" dan
mengumpulkan pajak baru tanpa peduli terhadap mereka. Ini menyebabkan bangkitnya perlawanan
massal di banyak bagian di Perancis, termasuk "Day of the Tiles" yang terkenal di Grenoble. Yang lebih
penting lagi, kekacauan di seluruh Perancis meyakinkan para kreditor jangka-pendek. Keuangan Prancis
sangat tergantung pada mereka untuk mempertahankan kegiatannya sehari-hari untuk menarik
pinjaman mereka, menyebabkan negara hampir bangkrut, dan memaksa Louis dan Brienne untuk
menyerah.
Pembentukan
menyebabkan berkembangnya keprihatinan pada pihak oposisi bahwa
pemerintah akan berusaha seenaknya membentuk sebuah Dewan sesuai keinginannya. ntuk
menghindarinya,
Paris, setelah kembali ke kota dengan kemenangan, mengumumkan
bahwa
harus dibentuk sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam
pertemuan sebelumnya. Meskipun kelihatannya para politikus tidak memahami "ketentuan-ketentuan
1614" ketika mereka membuat keputusan ini, hal ini membangkitkan kehebohan. Estates 1614 terdiri
dari jumlah wakil yang sama dari setiap kelompok dan pemberian suara dilakukan menurut urutan,
yaitu Kelompok Pertama (para rohaniwan), Kelompok Kedua (para bangsawan), dan Kelompok
Ketiga (lain-lain), masing-masing mendapatkan satu suara.
Segera setelah itu, "Komite Tiga Puluh", sebuah badan yang terdiri atas penduduk Paris yang liberal,
mulai melakukan agitasi melawannya, menuntut agar Kelompok Ketiga digandakan dan pemungutan
suara dilakukan per kepala (seperti yang telah dilakukan dalam berbagai dewan perwakilan daerah).
Necker, yang berbicara untuk pemerintah, mengakui lebih jauh bahwa Kelompok Ketiga harus
digandakan, tetapi masalah pemungutan suara per kepala harus diserahkan kepada pertemuan Etats
sendiri. Namun kemarahan yang dihasilkan oleh pertikaian itu tetap mendalam, dan pamflet-pamflet,
seperti tulisan Abbé Sieyès 6 6
yang berpendapat bahwa ordo-ordo yang
memiliki hak-hak istimewa adalah parasit, dan Kelompok Ketiga adalah bangsa itu sendiri, membuat
kemarahan itu tetap bertahan.
Ketika Etats-Généraux bertemu di Versailles pada 5 Mei 1789, pidato-pidato panjang oleh Necker dan
Lamoignon, yang bertugas menyimpan meterai, tidak banyak membantu untuk memberikan bimbingan
kepada para wakil, yang dikembalikan ke tempat-tempat pertemuan terpisah untuk membuktikan
kredensi para panggotanya. Pertanyaan tentang apakah pemilihan suara akhirnya akan dilakukan per
kepala atau diambil dari setiap orde sekali lagi disingkirkan untuk sementara waktu, namun Kelompok
Ketiga kini menuntut agar pembuktian kredensi itu sendiri harus dilakukan sebagai kelompok. Namun,
perundingan-perundingan dengan kelompok-kelompok lain untuk mencapai hal ini tidak berhasil,
karena kebanyakan rohaniwan dan kaum bangsawan tetap mendukung pemungutan suara yang diwakili
oleh setiap orde.
î
Pada tanggal 28 Mei 1789, Romo Sieyès memindahkan Estate Ketiga itu, kini bertemu
sebagai (bahasa Indonesia: "Majelis Perwakilan Rendah"), memulai pembuktian
kekuasaannya sendiri dan mengundang 2 estate lainnya untuk ambil bagian, namun bukan untuk
menunggu mereka. Mereka memulai untuk berbuat demikian, menyelesaikan proses itu pada tanggal 17
Juni. Lalu mereka mengusulkan langkah yang jauh lebih radikal, menyatakan diri sebagai Majelis
Nasional, majelis yang bukan dari estate namun dari "rakyat". Mereka mengundang golongan lain untuk
bergabung dengan mereka, namun kemudian nampak jelas bahwa mereka cenderung memimpin urusan
luar negeri dengan atau tanpa mereka.
Louis XVI menutup Salle des États di mana majelis itu bertemu. Majelis itu memindahkan pertemuan ke
lapangan tenis raja, di mana mereka mereka mulai mengucapkan Sumpah Lapangan Tenis (20 Juni 1789),
di mana mereka setuju untuk tidak berpisah hingga bisa memberikan sebuah konstitusi untuk Perancis.
Mayoritas perwakilan dari pendeta segera bergabung dengan mereka, begitupun 57 anggota bangsawan.
Dari tanggal 27 Juni kumpulan kerajaan telah menyerah pada lahirnya, meski militer mulai tiba dalam
jumlah besar di sekeliling Paris dan Versailles. Pesan dukungan untuk majelis itu mengalir dari Paris dan
kota lainnya di Perancis. Pada tanggal 9 Juli, majelis itu disusun kembali sebagai Majelis Konstituante
Nasional.
î
Pada tanggal 11 Juli 1789, Raja Louis, yang bertindak di bawah pengaruh bangsawan konservatif
dari dewan kakus umumnya, begitupun permaisurinya Marie Antoinette, dan saudaranya Comte
d'Artois, membuang menteri reformis Necker dan merekonstruksi kementerian secara keseluruhan.
Kebanyakan rakyat Paris, yang mengira inilah mulainya kup kerajaan, turut ke huru-hara terbuka.
Beberapa anggota militer bergabung dengan khalayak; lainnya tetap netral.
Pada tanggal 14 Juli 1789, setelah pertempuran 4 jam, massa menduduki penjara Bastille, membunuh
gubernur, Marquis Bernard de Launay, dan beberapa pengawalnya. Walaupun orang Paris hanya
membebaskan 7 tahanan; 4 pemalsu, 2 orang gila, dan seorang penjahat seks yang berbahaya, Bastille
menjadi simbol potensial bagi segala sesuatu yang dibenci di masa . Kembali ke Hôtel de
Ville (balai kota), massa mendakwa 6
(seperti walikota) Jacques de Flesselles atas
pengkhianatan; pembunuhan terhadapnya terjadi 6 ke sebuah pengadilan pura-pura
di Palais Royal.
Raja dan pendukung militernya mundur turun, setidaknya sejak beberapa waktu yang
lalu. Lafayette menerima komando Garda Nasional di Paris; Jean-Sylvain Bailly, presiden Majelis Nasional
di masa Sumpah Lapangan Tenis, menjadi walikota di bawah struktur baru pemerintahan yang dikenal
sebagai . Raja mengunjungi Paris, di mana, pada tanggal 27 Juli, ia menerima kokade triwarna,
begitupun pekikan
"Hidup Negara" diubah menjadi "Hidup Raja".
Namun, setelah kekacauan ini, para bangsawan, yang sedikit terjamin oleh rekonsiliasi antara raja dan
rakyat yang nyata dan, seperti yang terbukti, sementara, mulai pergi dari negeri itu sebagai ,
beberapa dari mereka mulai merencanakan perang saudara di kerajaan itu dan menghasut koalisi Eropa
menghadapi Perancis.
Necker, yang dipanggil kembali ke jabatannya, mendapatkan kemenangan yang tak berlangsung lama.
Sebagai seorang pemodal yang cerdik namun bukan politikus yang lihai, ia terlalu banyak meminta dan
menghasilkan amnesti umum, kehilangan sebagian besar dukungan rakyat dalam masa kemenangannya
yang nyata.
Menjelang akhir Juli huru-hara dan jiwa kedaulatan rakyat menyebar ke seluruh Perancis. Di daerah
pedesaan, hal ini ada di tengah-tengah mereka: beberapa orang membakar akta gelar dan tak sedikit
pun terdapat châteaux, sebagai bagian pemberontakan petani umum yang dikenal sebagai "la Grande
Peur" (Ketakutan Besar).
c V c
c
!
"
#