Está en la página 1de 26

BAB I

PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Perilaku curiga merupakan gangguan berhubungan dengan orang lain dan
lingkungan yang ditandai dengan persaan tidak percaya dan ragu-ragu. Prilaku
tersebut tampak jelas saat berinteraksi, klien kecemasannya meningkat dalam
merespon stresor. Perasaan ketidak nyamanan di dalam dirinya akan diproyeksikan
dan kemudian dia akan merasakan sebagai ancaman/bahaya dari luar.
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan di Ruang Melati II RSJPJ
sebagai lahan praktek, diperoleh data bahwa 75 % klien yang rawat ulang. Masalah
asuhan keperawatan yang ditemukan adalah menarik diri, curiga, halusinasi dan
ketidakmampuan merawat diri. Dari masalah-masalah yang ditemukan, pembahasan
mengenai asuhan keperawatan curiga belum banyak ditemukan. Berdasarkan
fenomena tersebut, kelompok tertarik untuk mempelajari lebih lanjut dan menyajikan
dalam bentuk seminar dengan topik ”Asuhan Keperawatan Klien dengan Curiga”

b. Tujuan Penulisan.
Tujuan kelompok mahasiswa merawat klien G, melakukan seminar dan
menulis laporan studi kasus adalah :
• Mengerti asuhan keperawatan klien curiga berdasarkan konsep dan teori yang
benar.
• Menerapkan asuhan keperawatan klien curiga
• Menyebarluaskan asuhan keperawatan yang telah dilakukan kepada klien .

c. Proses Penulisan.
Asuhan keperawatan yang dilakukan adalah dengan menggunakan
pendekatan proses keperawatan yang meliputi tahap pengkajian, perumusan diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Pengkajian dilakukan dengan
cara observasi, wawancara dan peran serta langsung klien dalam kegiatan yang ada
diruangan. Dari hasil pengkajian didapatkan masalah keperawatan, setelah penemuan
masalah dibuat perancanaan dan dilaksanakan serta dilakukan eveluasi kemudian
diseminarkan.
BAB III
TINJAUAN TEORITIS

A. Proses terjadinya masalah.


Prilaku curiga merupakan gangguan berhubungan dengan orang lain dan
lingkungan yang ditandai dengan persaan tidak percaya dan ragu-ragu. Prilaku
tersebut tampak jelas saat individu berinteraksi dengan orang lain atau
lingkungannya. Prilaku curiga merupakan prilaku proyeksi terhadap perasaan
ditolak, ketidakadekuatan dan inferiority. Ketika klien kecemasannya meningkat
dalam merespon terhadap stresor, intra personal, ekstra personal dan inter personal.
Perasaan ketidak nyamanan di dalam dirinya akan diproyeksikan dan kemudian dia
akan merasakan sebagai ancaman/ bahaya dari luar. Klien akan mempunyai fokus
untuk memproyeksikan perasaannya yang akan menyebabkan perasaan curiga
terhadap orang lain dan lingkungannya. Proyeksi klien tersebut akan menimbulkan
prilaku agresif sebagaimana yang muncul pada klien atau klien mungkin
menggunakan mekanisme pertahanan yang lain seperti reaksi formasi melawan
agresifitas, ketergantungan, afek tumpul, denial, menolak terhadap ketidaknyamanan.
Faktor predisposisi dari curiga adalah tidak terpenuhinya trust pada masa
bayi. Tidak terpenuhinya karena lingkungan yang bermusuhan, orang tua yang
otoriter, suasana yang kritis dalam keluarga, tuntutan lingkungan yang tinggi
terhadap penampilan anak serta tidak terpenuhinya kebutuhan anak. Dengan
demikian anak akan menggunakan mekanisme fantasi untuk meningkatkan harga
dirinya atau dia akan mengembangkan tujuan yang tidak jelas.
Pada klien , dari data yang ditemukan faktor predisposisi dari prilaku curiga
adalah gangguan pola asuh. Di dalan keluarga klien merupakan anak angkat dari
keluarga yang pada saat itu belum memiliki anak. Klien menjadi anak kesayangan
ayahnya, karena klien dianggap sebagai pembawa rejeki keluarga. Sejak kelahiran
adik-adiknya ( 7 orang ) klien mulai merasa tersisih dan tidak diperhatikan, merasa
tidak nyaman, sehingga klien merasa terancam dari lingkungan keluarganya. Sejak
itu klien tidak percaya pada orang lain, sering marah-marah dan mengamuk sehingga
klien dibawa oleh keluarganya ke RS jiwa.

B. Masalah-masalah yang muncul pada klien curiga.


Masalah yang biasanya timbul pada klien curiga karena adanya kecemasan
yang timbul akibat klien merasa terancam konsep dirinya, kurangnya rasa percaya
diri terhadap lingkungan yang baru/asing (masalah ini tidak muncul pada klien G).
Masalah lain yang juga sering muncul pada klien curiga yaitu marah, timbul sebagai
proyeksi dari keadaan ketidak adekuatan dari perasaan ditolak (masalah ini muncul
pada klien ).
Isolasi sosial merupakan masalah yang juga muncul pada diri klien. Klien
menarik diri akibat perasaan tidak percaya pada lingkungan . Curiga merupakan afek
dari mekanisme koping yang tidak efektif, klien menunjukan bingung peran,
kesulitan membuat keputusan, berprilaku destruktif dan menggunakan mekanisme
pertahanan diri yang tidakl sesuai, dan masalah ini ada pada diri klien.
Masalah lain yang timbul adalah gangguan perawatan diri dan data yang
diperoleh : klien berpenampilan tidak adekuat, dimana klien tidak mandi, tidak mau
gosok gigi, rambut kotor dan banyak ketombe, kuku kotor dan panjang. (masalah ini
ada pada diri klien)
Pada klien muncul juga gangguan harga diri rendah, dimana klien
mempunyai pandangan negatif terhadap dirinya ditunjukkan dengan prilaku menarik
diri atau menyerang orang lain.( masalah ini ada pada diri klien)
Potensial gangguan nutrisi, pada klien curiga biasanya mengira makanan itu
beracun atau petugas mungkin sudah memasukkan obat-obatan ke dalam
minumannya, akibatnya tidak mau makan - minum. (masalah ini tidak ada pada diri
klien)

3
BAB IV
PELAKSANAAN PROSES KEPERAWATAN

Pelaksanaan proses keperawatan berorientasi pada masalah yang timbul pada


klien. Pada bab ini akan menyampaikan secara singkat mengenai pelaksanaan proses
keperawatan yang meliputi : Diagnosa Keperawatan, Tujuan jangka panjang,
Intervensi, Evaluasi dan tindak lanjut. Adapun proses keperawatan secra lengkap ada
pada lampiran.
Diagnosa keperawatan I
Potensial melukai diri sendiri/ orang lain s/d ketidak mampuan klien mengungkapkan
marah secara konstruktif.
Tupan : Tidak melukai orang lain/ diri sendiri serta mampu mengungkapkan marah
secara konstruktif.
Intervensi :
1. Membina hubungan saling percaya dengan klien .
2. Memelihara ketengann lingkungan, suasana hangat dan bersahabat.
3. Mempertahan kan sikap perwat secara konsisten.
4. Mendorong klien untuk mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan
klien marah.
5. Mendiskusikan dengan klien tentang tanda-tanda yang biasa terjadi pada
orang yang sedang marah.
6. Mendorong klien untuk mengatakan cara-cara yang dilekukan bila klien
marah.
7. Mendiskusikan dengan klien cara mengungkapkan marah secara
konstruktif.
8. Mendiskusikan dengan keluarga ( pada saat kunjungan rumah ) ttg marah
pada klien , apa yang sudah dilakukan bila klien marah dirumah bila klien
cuti.
Evaluasi :
• Klien mau menerima petugas (mahasiswa ), dan membalas salam.
• Berespon secara verbal.
• Membalas jabat tangan, mau diajak berbicara.
• Klien mampu mengungkapkan penyebab marahnya.
• Klien dapat mengenal tanda-tanda marah.
• Klien megatakan kalau amuk itu tidak baik.
• Klien dapat memperagakan tehnik relaksasi.
Tindak lanjut :
• Melanjutkan untuk latihan marah yang konstruktif dengan tehnik
relaksasi, tehnik asertif.
Diagnosa keperawatan II
Gangguan hubungan sosial; menarik diri sehubungan dengan curiga.
Intervensi :
1. Membina hubungan saling percaya.
2. Bersikap empati pada klien.
3. Mengeksplorasi penyebab kecurigaan pada klien .
4. Mengadakan kontak sering dan singkat.
5. Meningkat respom klien terhadap realita.
6. Memberikan obat sesuai dengan program terapi dan mengawasi respon
klien.
7. Mengikut sertakan klien dalam TAK sosialisasi untuk berinteraksi.
Evaluasi :
• Klien mampu mengeksplorasi yang menyebabkan curiga.
• Klien disiplin dalam meminum obat sesuai program terapi.
Tindak lanjut:
• Teruskan untuk program sosialisasi/ interaksi klien untuk mengurangi
kecurigaan.
Diagnosa Keperawatan III
Penampilan diri kurang s/d kurang minat dalam kebersihan diri.
Tupan : Penampilan klien rapih dan bersih serta klien mampu merawat kebersihan
diri.
Intervensi :
1. Memperhatikan tentang kebersihan klien .
2. Mendiskusikan dengan klien ttg gunanya kebersihan.
3. Memberikan reinforsemen positif apa yang sudah dilakukan klien.
4. Mendorong klien untuk mengurus kebersihan diri.
Tindak lanjut :
• Perlu dilanjutkan dengan TAK tentang kegiatan sehari-hari.
• Berikan motivasi agar klien mau merawat diri.

5
BAB V
PEMBAHASAN

Ibu D ( 20 tahun ), dari data yang diketahui mengalami masalah halusinasi


fase III , dengan masalah lain yaitu menarik diri, penampilan diri tidak adequat, tidak
mampu mengungkapkan marah secara konstruktif. Prioritas pemecahan masalah
yang diatasi secara berurutan adalah; menarik diri, halusinasi dan penampilan diri
tidak adequat.
Menarik diri diutamakan karena setelah terciptanya hubungan saling percaya klien
mau membuka diri pada perawat, selanjutnya barulah dapat diintervensi masalah
selanjutnya secara bersama-sama.
Dibawah ini akan dibahas satu persatu proses pemberian asuhan keperawatan
berdasarkan masalah keperawatan klien ibu D.

1. Menarik diri.
Pada awalnya klien menolak untuk berhubungan. Pada saat itu perawat
menggunakan rencana tindakan yang telah dibuat seperti melakukan teknik-teknik
komunikasi terapeutik, bersikap menerima kondisi klien, dan lain-lain sesuai rencana
tindakan.
Dengan segala kesabaran akhirnya secara bertahap klien mau membuka diri. Klien
bercerita tentang kondisinya, perasaannya, problema rumah tangganya, serta
harapannya. Dengan pendekatan intensif klien lebih dapat mempercayai perawat.
Dengan modal kepercayaan tersebut klien mudah untuk diarahkan. Klien belajar
berhubungan dengan lingkungan sekitar seperti dengan klien yang lain, perawat yang
lain. Klien juga dilibatkan dalam terapi aktivitas kelompok : sosialisasi dengan
respon yang sangat baik klien memperkenalkan diri, menyebutkan alamat, hobi dan
lain-lain. Belakangan ini diketahui klien telah mempunyai teman akrap ( klien lain )
dalam satu ruangan. Dengan demikian penyelesaian masalah sampai akhir
mahasiswa praktek dapat dikatakan berhasil.

2. Haluxsinasi.
Halusinasi terkaji sejak pertemuan awal, yang mana klien sering bicara dan tertawa
sendiri dan tampak mendengarkan sesuatu (memasang kupingnya) dengan mata
menatap pada satu arah. Namun saat dikaji lebih jauh dengan menanyakan apakah
klien mendengar sesuatu, kilen mengatakan tidak, dan hal ini tidak dapat terkaji
hingga akhir praktek. Dengan adanya tingkah laku klien saat berbicara dan tertawa
sendiri telah menunjukkan adanya halusinasi dengar, dibuatlah rencana tindakan
yang kemudian diimplementasikan sebagai berikut : memutuskan halusinasi klien
dengan cara kontak sering tapi singkat, teknik distraksi, dan lain-lain sesuai dengan
apa yang direncanakan. Kondisi yang sering berubah-ubah (data tentang
halusinasinya) membuat tindakanpun sering tak berurutan namun disesuaikan
dengan masalah klien. Sekitar 5 minggu dilakukan intervensi, klien tidak lagi
menunjukkan tingkah laku halusinasi yang sering, yang mana klien sudah dapat
menceritakan tentang keluarganya, perasaannya dan lain-lain dengan tingkah laku
yang tenang. Hanya kadang-kadang tingkah laku itu muncul jika klien duduk
menyendiri, dan saat ditanya dengan siapa klien berbicara klien mengatakan tidak
tahu. Namun perawat tidak berputus asa untuk terus coba menggali
permasasalahannya ( halusinasinya ) dan sekaligus melakukan intervensi halusinasi
secara berulang. Sejauh ini penyelesaian masalah boleh dikatakan mengalami
kemajuan karena beberapa teknik distraksi halusinasi sudah dapat dilakukan klien
yakni dengan mengadakan kontak dengan klien lain di ruangan dan frekuensi bicara
dan tertawa sendiri menurun. Dengan demikian dapat dikatakan permasalahan
halusinasi telah terselesaikan walaupun belum tuntas dan perlu diwaspadai pula
kemungkinan kambuh.

3. Penampilan diri kurang adequat.


Dari pengamatan perawat, secara umum kegiatan sehari-hari klien adalah tidur,
makan dan jalan-jalan di ruangan. Sehingga untuk kebersihan dirinya tidak
diperhatikan. Dengan timbulnya masalah kebersihan diri yang kurang adequat,
perawat mulai mengitervensi klien. Dari evaluasi didapatkan klien telah dapat mandi
sendiri dengan kualitas mandi yang baik yakni mandi dengan menggunakan sabun
dan mencuci rambut dengan sampo, dan dari penampilan klien, klien tampak bersih
dan rapih. Namun kegiatan untuk kebersihan diri ini dilaksanakan tanpa jadwal yang
telah dibuat bersama perawat, yang mana waktu mandi klien semaunya. Dari
evaluasi yang didapatkan bahwa penyelesaian masalah dapat dikatakan masih
belum optimal.

4. Kurang mampu mengungkapkan marah secara konstruktif.


Berdasarkan pengamatan mahasiswa, klien cepat sekali tersinggung dengan

7
menunjukkan tinggkah laku menarik diri bila ada sesuatu tindakan yang dilakukan
oleh sesama klien yang tidak berkenan padanya. Dengan adanya masalah ini
perawat mulai menerapkan intervensi yakni dengan mengkaji faktor pencetus marah
pada klien dan mendiskusikan cara-cara menyalurkan marah secara konstruktif.
Dari hasil evaluasi, klien tampak kurang memberikan tanggapan secara serius, hal
ini dapat terlihat dari ekspresi wajah klien yang datar. Namun pada minggu keempat
klien dapat diajak berdiskusi dalam hal penyaluran marah secara konstruktif, dalam
hal ini klien mulai menceriterakan pada perawat adanya perasaan tidak senang yang
dibuat oleh klien lain .

Dari apa yang di bahas di atas, bahwa kemajuan yang diperoleh dari klien setelah
dilakukan tindakan keperawatan . walaupun sejauh ini hasil yang didapatkan
belum optimal, namun dari hasil yang diperoleh dapat dikatakan seperti apa yang
dikatakan dalam teori dapat dibuktikan. Tidak optimalnya hasil, dapat ditinjau
kembali dari berbagai segi seperti waktu interaksi yang sempit yakni 2 hari dalam
seminggu ( kamis & jumat ) , itupun hanya beberapa jam dalam seharinya, dapat
mempengaruhi kontinuitas interaksi. Selain itu ketidakseragaman tindakan/ asuhan
yang diberikan antar sesama perawat atau tim medis membuat ketajaman terapi
sulit diberikan. Hal ini dapat terlihat dari timbul tenggelamnya halusinasi klien.
Fasilitas yang kurang baik, sarana maupun prasarana untuk mendukung tindakan
keperawatan seperti pola aktivitas dan tata ruangan merupakan salah satu kendala
penyelesaian masalah. Juga kurangnya support sistim lingkungan terutama dari
keluarga dapat menghambat pengoptimalan dari hasil.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN.

1. Asuhan keperawatan ibu D ( 20 thn ) diberikan berdasarkan proses keperawatan


yang diawali dengan pengkajian, perumusan diagnosa, perencanaan,
implementasi kemudian evaluasi.
2. Dari pengkajian diketahui klien mempunyai masalah antara lain : halusinasi,
menarik diri, penampilan diri yang tidak adequat dan ketidakmampuan
menyalurkan marah secara konstruktif.
3. Setelah dibuat rencana tidakan yang kemudian diimplementasikan, dari evaluasi
terhadap klien diketahui klien mangalami kemajuan. Beberapa masalah dapat
diselesaikan walaupun hasil yang didapat belum optimal., seperti : klien sudah
dapat berinteraksi dengan klien lain dan perawat, halusinasi dapat terkontrol,
penampilan diri cukup adequat dan dapat menyalurkan marah secara konstruktif.
4. Beberapa kendala yang ditemui dan menghambat pengoptimalan tindakan
keperawatan yang diberikan antatara lain : waktu interaksi yang terbatas,
kurangnya kontuinitas tindakan, ketidakseragaman tindakan yang diberikan
antara sesama perawat maupun tim kesehatan lainnya, fasilitas ( sarana dan
prasarana ) yang kurang mendukung, serta kurangnya support sistem dari
lingkungan terutama keluarganya.

B. SARAN.
Penulisaaan makalah keperawaan ibu D, bukan merupakan akhir dari tugas
keperawatan jiwa, melainkan langkah awal dalam peningkatan asuhan keperawatan,
oleh karena itu disarankan :
1. Pemberian asuhan keperawatan terhadap ibu D dapat dilanjutkan sesuai dengan
apa yang tertera dalam rencana tindakan, atau modifikasi berdasarkan masalah
klien.
2. Perbanyak waktu interaksi dengan klien dan isi hubungan dengan tindakan
(komunikasi dan perilaku ) yang terapeutik.
3. Lakukan tindakan keperawatan secara berkesinambungan, sambil senantiasa
dievaluasi respon yang didapat dari klien. Berikan tindakan sesuai dengan
respon klien / masalah klien.
4. Upayakan keseragaman persepsi dan tindakan dalam memberikan asuhan
kepearawatan, baik antar sesama perawat maupun dengan tim kesehatan lainnya.
5. Memodifikasi fasilitas untuk mendukung tindakan keperawatan yang diberikan
misalnya, memfasilitasi mandi, mencuci baju sendiri dan mengeringkannya,
melakukan terapi aktifitas kelompok, dan lain-lain.
6. Memotivasi terus keluarga serta melibatkannya dalam asuhan keperawatan yang
diberikan.

10
BAB III

Proses Terjadinya Masalah.


Gangguan hubungan sosial merupakan gangguan kepribadian yang tidak fleksibel,
respon sosial yang maladaptitf yang mengganggu fungsi seseorang dalam
melaksanakan hubungan sosial ( Rawlins’ l993 ). Gangguan hubungan sosial
meliputi : curiga, manipulasi , ketergantungan pada orang lain, gangguan komunikasi
dan menarik diri. Berdasarkan hasil pengkajian dan analisa maka didapatkan bahwa
masalah keperawatan yang dijumpai pada klien Ibu D. adalah menarik diri.
Menarik diri adalah suatu tindakan melepaskan diri baik perhatian maupun minatnya
terhadap lingkungan sosial secara langsung ( Dirjen Keswa, l983 ). Seorang yang
cenderung mengembangkan perilaku menarik diri menunjukkan perilaku seperti :
menyendiri, menolak berbicara dengan orang lain, kurang berpartisipasi dalan
aktifitas, perasaan malas, perasaan gagal karena tidak mampu melakukan sesuatu
yang berarti, sulit membuat keputusan, pola tidur memanjang dan mengisolasi diri
( Dirjen Keswa, l983 ).
Dari pengkajian terhadap Ibu D. perilaku menarik diri ditunjukkan dengan perilaku
menyendiri, banyak tiduran di tempat tidur, melamun , kurang inisiatif dan kurang
berpartisipasi dalam pembicaraan, menjawab pertanyaan perawat seperlunya saja
dengan satu-dua patah kata, kurang berpartisipasi dalam kegiatan ruang perawatan
dan kurangnya perhatian pada penampilan diri atau kebersihan dirinya
.
Cara berpikir klien menarik diri dapat tiba-tiba terhambat atau tidak mampu berpikir.
Tidak adanya rangkaian cara berpikir ini menyebabkan timbulnya inkoherensi dalam
proses berpikir . Gangguan proses pikir ini dapat ditandai dengan adanya halusinasi
dan waham (Dirjen Keswa,l983 ). Halusinasi adalah persepsi terhadap stimulus
ekstrenal tanpa adanya stimulus yang diberikan ( Rawlins , l993 ). Halusinasi dapat
berupa halusinasi dengar, lihat, penciuman, raba dan kecap.Dari hasil pengkajian
pada Ibu D. didapatkan bahwa ibu D.mengalami halusinasi dengar yang ditunjukkan
dengan bicara atau tertawa sendiri, tanpa adanya orang lain yang di ajak
bicara,sambil memasang telinga dan memandang ke satu arah dengan tatapan tajam.
Gangguan proses pikir lain adalah waham yaitu suatu pikiran yang salah karena
bertentangan dengan kenyataan. Namun pada Ibu D. belum dijumpai tanda-tanda ini.
Umumnya proses pikir klien menarik diri tidak adekuat, tidak sesuai dan apatis.,
kadang-kadang klien menunjukkan ketegangan yang berlebihan yang tiba-tiba. Pada
saat kecemasan memuncak ( excited ) tingkah lakunya dapat eksploitatif yang secara
tiba-tiba ia dapat menyerang lingkungan atau melukai dirinya. Pada diri Ibu D.
didapatkan perilaku amuk ini di rumah berdasarkan informasi keluarga yaitu saat ia
sedang menonton televisi dengan adegan perkelahian atau kekerasan tiba-tiba klien
mengamuk, memecahkan barang rumah tangga dan menyerang /memukuli ibunya.
Dengan alasan inilah keluarga baru membawa klien untuk dirawat di rumah sakit
jiwa. Tetapi selama di rumah sakit klien tidak menunjukkan perilaku ini. Walaupun
demikian pada klien ini tetap mempunyai potensi untuk terjadinya amuk .

Munculnya perilaku menarik diri tidak lepas dari adanya faktor predisposisi yakni
masa tumbuh kembang teruama pada usia bayi ( 0-1 tahun ) masa pembentukan trust
dan mistrust. Namun pada diri ibu D. masa ini dilalui dengan baik , ia medapat
perhatian dan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Konflik yang terjadi pada Ibu D
mulai tampak setelah ayahnya meninggal, yakni pada usia klien 9 tahun di tambah
adanya suasana komunikasi dalam keluarga yang kurang terbuka. Pada usia puber
( usia 16 tahun ) klien menikah dengan laki-laki yang sebenarnya tidak dicintainya.
Faktor psikologis lain adalah kebiasaan klien menutup diri, jarang mengungkapkan
perasaan pada orang lain baik pada ibu maupun pada kakaknya.

Faktor pencetus munculnya perilaku menarik diri pada Ibu D. disebabkan oleh
adanya stress yang berat di mana klien mengalami kegagalan dalam berumah
tangga . Ia sering dimarahi dan dipukuli suaminya oleh karena alasan ringan seperti
tidak dapat memasak enak atau terlambat pulang dari pasar. Setelah klien mengalami
gangguan jiwa suaminya kemudian menceraikannnya.

Dalam upaya mengoptimalkan keefektifan proses terapi yang diberikan faktor


keluarga sangat menentukan. Kurangnya support system keluarga, ketidaksiapan
keluarga seperti ketidakmampuan keluarga merawat klien menarik diri serta
lingkungan sosial yang tidak mendukung dapat meningkatkan kondisi menarik diri
dan meningkatkan resiko kambuh bila klien sudah memungkinkan untuk
dipulangkan. Dengan demikian keterlibatan dan keikutsertaan keluarga diperlukan
sejak awal masuk rumah sakit. Pada klien Ibu D, didapatkan adanya support system
tetapi kurang adekuat yakni keluarga menjenguk klien tiap 10 hari sekali , namun
keluarga tidak memahami penyebab gangguan jiwa klien dan tidak mampu

12
merawatnya. Untuk itu selama perencanaan dan intervensi keperawatan klien
keluarga telah dilibatkan . Namun lingkungan sosialnya belum dapat dikaji lebih
lanjut sehingga klien masih tetap mempunyai potensi kambuh. Untuk intervensi ini
perawat belum bisa melakukannya mengingat waktu yang tersedia.

C. PROBLEM TREE ( Pohon Masalah )

Penampilan diri tidak adekuat Potensial Amuk

Kurang minat dlm kebersihan diri Pengungkapan Efek


marah yang tidak
Menarik Diri konstruktif

CURIGA Core
Problem

Harga Diri Rendah Causa

Konflik Sibling
Kehilangan berkepanjangan
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL

I. Identitas Klien
Nama klien : Nn.G..
Umur : 47 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan.
Suku : Tionghoa.
Status : Gadis.
Pekerjaan : Tidak bekerja
Agama : Budha.
Alamat : Gg.Darmawan V. No. 3a Rt 04/Rw 04 Karang Anyar
Jakarta Pusat..
MRS : 1978.
Postur tubuh : Klien tampak kurus, TB: 160 cm, BB: 52 kg,

Penampilan Rambut pendek beruban,tidak pernah sisiran,banyak


ketombe ,gigi kuning sudah banyak yang tanggal.,kuku
panjang dan kotor,tidak pernah pakai sandal.,pakaian
jarang ganti.
:
Kebiasaan Sering menyendiri di lantai dekat tempat tidur sambil
merokok,suka bersih-bersih,(kamar
mandi,ruangan),cuci piring.
Informasi : Klien, keluarga dan perawat ruangan serta status
klien.

II. Persepsi dan harapan klien / keluarga


a. Persepsi klien tentang masalah
Klien mengatakan bahwa dia merasa kesal dengan saudara-saudaranya,klien
dirumah kerjaannya hanya bersih-bersih got rumahnya,sedangkan saudaranya
enak-enak saja (setiap klien berceritra tentang dirumahnya ),nada suaranya agak
meninggi dan menangis dan langsung nangisnya berhenti juga. Klien sering
mengatakan ingin pulang.
b. Persepsi keluarga tentang masalah
Keluarga mengatakan mungkin klien tidak akan sembuh lagi. Dari anggota
keluarga nya tidak ada yang sakit jiwa seperti klien

c. Harapan klien tentang pemecahan masalah


Klien ingin sembuh, ingin sehat jasmani dan rohani. Klien ingin pulang seperti
keluarganya yang lain ,tidak dirumah sakit terus.

d. Harapan keluarga tentang pemecahan masalah


Keluarga menginginkan klien sembuh dari sakitnya,tidak marah-marah terus bila
dirumah,apalagi ngamuk,ingin perilakunya seperti orang sehat pada
umumnya.Keluarga mengatakan kalau memang belum sembuh biar saja di rumah
sakit dulu ,karena keluarga tidak bisa mengatasi dan membuat
keluarga/lingkungannya terganggu.atur minum obat, makanan secara teratur dan
latihan bekerja.

III. Pengkajian Psikologis


a. Status emosi
Suasana hati yang menonjol adalah tampak purtus asa, menyendiri, melamun,
tiduran di tempat tidur. Jarang berkomunikasi dengan klien lain.
Ekspresi muka tampak datar. Bila klien marah atau tersinggung oleh orang lain, klien
lebih suka diam dan menekan perasaan itu sendiri. Meskipun klien pernah
membanting piring dan gelas saat marah karena disuruh oleh roh halus. Saat
berinteraksi, klien mampu menjawab pertanyaan perawat meskipun dengan
jawaban singkat.

b. Kosep diri
roh halus yang membisik telinganya. Klien juga mengatakan ia juga sering
menyendiri, diam diri di kamar, malas berbicara dengan keluarga. Kemudian
keluarga membawa ke rumah Klien tidak ingin pulang dari RSJ karena merasa
sulit menghindari roh-roh halus atau setan yang selalu mengganggunya. Dari
pada di rumah kambuh, lebih baik di rumah sakit. Klien merasa tidak dapat
bekerja karena ijasahnya hanya SD. dan klien merasa sulit mencari kerja.
Klien mengatakan mungkin saya sampai mati di RSJ saja.
Aspek konsep diri klien S. dimana tentang gambaran diri; klien memandang dirinya
sebagai manusia yang apa adanya, harga diri klien ; klien mengatakan dirinya
hanya lulus SD dan tidak mampu melakukan sesuatu pekerjaan; identitas klien

15
jelas dan klien tahu akan identitasnya; ideal diri klien ingin supaya sembuh dan
sehat kembali; sedangkan peran nya, klien mengatakan tidak mempunyai peran
dalam kehidupan baik pada diri sendiri ataupun keluarganya.

c. Gaya komunikasi
Klien berbicara secara berhati-hati, tidak meloncat-loncat dari satu topik ke topik
yang lain. Klien memberikan informasi dengan jelas jika diberikan pertanyaan
oleh perawat. Jarang balik memberikan pertanyaan. Ekspresi nonverbal saat
berionteraksi yaitu datar, kadang-kadang kontak mata, kadang-kadang melihat ke
depan.

d. Pola interaksi
Klien jarang berinteraksi dengan klien lain dan perawat. Klien lebih suka tiduran
di tempat tidur serta melamun. Didalam berinteraksi klien lebih suka diam,
mendengarkan pembicaraan orang lain atau melamun. Klien lebih mengharapkan
kedatangan keluarganya.
Di rumah klien tidak terbuka kepada anggota keluarga. Bila menghadapi masalah
tidak pernah diungkapkan pada keluarga melainkan disimpan sendiri.

e. Pola pertahanan
Bila mengatasi situasi yang sangat menekan atau sedih, klien lebih suka berdiam
diri di kamar, melamun, menekan rasa marahnya. Tetapi klien pernah
membanting piring, gelas. Klien mengatakan tidak mengetahui cara-cara untuk
mengatasi masalahnya.

IV. Pengkajian sosial


a. Pendidikan dan pekerjaan :
Pendidikan terakhir sebagai siswa SMP. Klien pernah bekerja di Kosipa selama 3
tahun, kemudian keluar karena bosan. Kemudian pindah ke bengkel bubut di
Ancol selama 1 tahun, karena merasa capek, klien keluar dan saat ini
menganggur.
Klien mengatakan lebih senang tinggal di rumah sakit dari pada di rumah, karena
tidak tahu apa yang dapat dikerjakan di rumah dan kadang-kadang malah
membuat klien S menyendiri di kamar.
b. Hubungan sosial
Klien jarang menyampaikan perasaannya kepada teman-temannya. Klien tidak
mempunyai teman dekat. Dirumah klien juga jarang berbicara dengan saudara-
saudaranya. Di rumah sakit klien suka tiduran, bengong, melamun di kamar,
jarang berbicara dengan pasien lain.

c. Faktor sosial budaya


Klien beraghama Islam, sebelum MRS klien rajin menjalankan sholat lima
waktu, mengaji, sedangkan selama MRS klien tidak melakukan sholat lima
waktu ataupun kegiatan rohani lainnya yang diadakan di rumah sakit pada setiap
hari kamis, klien S. selalu dipaksa baru mulai terlibat dan selalu diawasi dalam
mengikuti kegiatan ini.
Sumber keuangan klien dari saudaranya. Penghasilan keluarga setiap bulan kurang
lebih 1,5 juta.

d. Gaya hidup
Sebelum sakit ( 10 tahun) yang lalu klien tinggal bersama ibu dan isterinya di
Pekalongan. Klien menghabiskan waktunya untuk bekerja di sawah.

17
V. Pengkajian Keluarga
Genogram

Klien selama ini tinggal dengan adiknya Ny. S. 37 tahun yang telah bersuami dan
telah memiliki 3 orang anak. Klien paling dekat dengan adiknya (Ny.S.) sedangkan
ibu klien tinggal di Pekalongan. Meskipun klien menikah hanya berlangsung selama
3 bulan, karena istrinya hanya menginginkan hartanya saja, lalu meninggalkannya.

VI. Pengkajian Kesehatan Fisik


A. Masalah kesehatan yang lalu dan sekarang
1. Penyakit dan perawatan di rumah sakit yang lalu
Tahun 1988 pernah dirawat di RSU Pekalongan karena mengalami kecelakaan
pada saat mengendarai sepeda motor milik temannya, kemudian tangannya
dioperasi.

2. Penyakit sekarang
Tanggal 17 April 1997 klien mengatakan tenggorokan gatal, serak dan batuk-
batuk. Pemeriksaan fisik : Berat Badan: 47 kg; Tinggi Badan: 170 cm; Nadi:
80 x / menit; Suhu : 36,5 ° Celsius; Tekanan Darah : 100 / 70 mmhg;
Pernapasan : 20 x / menit.

3. Pengobatan sekarang
Ampicilin 3 x 500 mg

4. Alergi
Klien tidak ada riwayat alergi / gatal-gatal terhadap makanan atau obat-obatan.
B. Kebiasaan sekarang
1. Penampilan diri
Penampilan klien ; kulit kotor, rambut kotor dan tidak disisir, gigi kotor, pakaian
kusut dan tidak rapih, serta kuku panjang dan hitam / kotor. Mandi sehari sekali,
mencuci rambut seminggu sekali, jarang sikat gigi, ganti pakaian dua hari sekali.
Sikap tubuh agak bungkuk (seperti kifosis)

2. Rokok
Klien merokok, kadang-kadang sehari habis 2 batang.

3. Minuman keras
Klien mengatakan tidak pernah meminum minuman keras, seperti yang mengandung
alkohol.

4. Pola tidur
Klien mengatakan sulit tidur karena sering diganggu oleh roh-roh halus serta klien
jarang tidur siang.
5. Pola makan
Klien makan tiga kli sehari menghabiskan porsi yang diberikan, tetapi kadang-
kadang harus sedikit karena perutnya mual. Klien makan bersama-sama
temannya.

6. Pola eliminasi
B.a.b. 1 - 2 hari sekali, b.a.k. 6 - 7 kali sehari
Klien tidak menggunakan obat laxansia.

7. Tingkat aktifitas
Peran serta dalam aktifitas jarang karena klien lebih suka melamun, tiduran di dalam
kamar. Selama MRS klien sering diajak untuk mengikuti kegiatan di ruangan
seperti; menyapu, mengepel dan mengelap kaca. Sedangkan selama di rumah
klien jarang diajak atau di libatkan untuk melakukan kegiatan aktifitas sehari-hari
karena dianggap tidak mampu untuk mengerjakannya.

8. Tingkat energi

19
Klien tampak malas, dan tiduran terus.

VIII Status atau Keadaan Mental


A. Kebenaran data:
Klien tampaknya hati-hati, jujur dalam memberikan informasi.
Semua informasi yang diberikan oleh klien sesuai dengan apa yang disampaikan oleh
keluarganya saat melakukan kunjungan rumah.

B. Status sensorik:
Penglihatan : Kadang-kadang berkunag-kunang, secara
umum : : fungsinya baik.
Pendengaran : Klien sering mendengan suara-suara seperti ada:
: rintihan adiknya yang dibunuh orang.
Penciuman : Tak ada kelainan
Pengecapan : Tak ada kelainan
Perabaan : Tak ada kelainan

C. Status persepsi
Klien mendengarkan suara-suara yang membisik di telinganya.
Klien sering berbicara sendiri, senyum sendiri karena mendengar sesuatu.

D. Status motorik
Motorik kasar:
Klien berjalan, berpakaian, dan berbicara masih terkontrol
Motorik halus :
Klien mampu menulis, menggenggam sesuatu, memasukan kancing ke dalam
lubang kancing tanpa tremor.

E. Afek
Emosi yang ditunjukan sesuai dengan apa yang diungkapkan.
Misalnya jika klien menceritakan hal-hal yang lucu, klien turut tertawa.

F. Orientasi
Klien mengenal orang yang ada disekitarnya. Klien mengetahui berada di RSJ
Klien mengetahui tentang waktu.
G. Ingatan
Klien kurang dapat berpikir secara rasional. Contoh: Ketika ditanya sebab
kecekaaan 10 tahun yang lalu, klien mengatakan ada sesuatu yang mendorong
sepeda motornya kemudian tabrak mobil.

H. Daya tilik diri (insigt)


Klien mengetahui penyebab di rawat di RSJ karena klien sering diam, melamun
atau melempar gelas, piring, mendengar suara-suara.

VIII. Diagnosa Medik


Szchizophrinea tak tergolongkan

Program pengobatan medik:


∗ Trizine 5 mg, 3x sehari
∗ Artan 2 mg, 3x sehari
∗ Chlorpromazine 100 mg, 3x sehari

21
ANALISA DATA
KLASIFIKASI DATA MASALAH
Data Subyektif:
Klien mengatakan :
• Sering tiduran diu tempat tidur dan Gangguan hubungan sosial : menarik
jarang berbicara dengan klien lain diri
atau perawat.
• Bila berinteraksi klien lebih suka
diam dan mendengar pembicaraan.
• Jarang membicarakan masalahnya
dengan orang lain
• Kalau sembuh mau ngapain ijasah
saya hanya SD
Data Obyektif:
• Klien sering tiduran, bengong di
tempat tidur, melamun
• Klien sering tampak putus asa.
Data Subyektif :
Klien mengatakan :
• Sering mendengar suara-suara, Potensial melukai diri sendiri dan
terutama kalau sedang melamun, orang lain.
bengong dan menjelang tidur.
• Saya dibawa ke rumah sakit karena
saya membanting gelas, piring,
barang-barang lainnya karena
disuruh oleh roh halus.
• Bolehkah berteman dengan roh
halus karena ia yang sering
mengajak saya berbicara.

Data Obyektif:
• Klien tampak mendengarkan
sesuatu bila tiduran di tempat tidur
• Klien sering tersenyum sendiri,
mulut komat-kamit
Data Subyektif:
Klien mengatakan : Potensial marah yang destruktif
• Dibawah ke rumah sakit karena di
rumah kliem membanting piring,
gelas dan barang lain.
• Jika kesal atau marah suka berdiam
diri dalam kamar
• Klien tidak mengetahui cara
mengatasinya
Data Subyektif:
Klien mengatakan : Gangguan kebersihan diri.
• Klien mandi sekali sehari, kadang-
kadang dua hari sekali, mencuci
rambut seminggu sekali.
• Malas untuk mandi, mencuci rambut,
memotong kuku, menggosok gigi.
Data Obyektif:
• Kulit agak kotor
• Rambut kotor ,tidak disisir
• Gigi kotor
• Pakaian kusut
• Kuku panjang dan hitam
• Klien banyak tiduran di tempat tidur
Jarang melakukan aktifitas termasuk

23
BAB V
PEMBAHASAN

Dalam bab pembahasan ini akan diuraikan sejaumana keberhasilan tindakan


keperawatan secara teoritis yang telah diaplikasikan terhadap klien S. Proses
terjadinya halusinasi dengar pada klien S. sejalan dengan fase-fase atau tahap-tahap
dalam teori halusinasi, yaitu dimulai dengan klien sering menyendiri, melamun,
pemikiran internal menjadi lebih menonjol seperti gambaran suara dan sensasi, klien
berada pada tingkat listening disusul dengan halusinasi lebih menonjol. Klien
menjadi lebih terbiasa dan tidak berdaya pada halusinasi, dimana halusinasi
memberikan kesenangan dan rasa aman sementara, dan ahhirnya halusinasi berubah
menjadi mengancam.
Adapun tindakan keperawatan pada klien halusinasi dengar salah satunya
adalah tidak menyangkal dan tidak mendukung. Setelah diaplikasikan pada klien S
ternyata teori tersebut dapat diterima oleh klien. Klien dapat menerima realita bahwa
suara-suara tersebut hanya didengar oleh klien, sedangkan orang lain tidak
mendengar. Dalam teori tindakan halusinasi dengar harus dilakukan kontak yang
sering dan singkat dengan tujuan untuk memutuskan stimulus interna, setelah
diaplikasikan pada klien S, ternyata kontak sering dan singkat setiap 20 menit selama
3-5 menit klien mengeluh merasa capek kemudian kami lakukan modifikasi dengan
melakukan kontak setiap 1 jam selama 10 menit, dan hasilnya lebih baik. Stimulasi
internal dapat terputus dan klien tidak merasa kelelahan. Disamping melalui kontak
yang sering dan singkat, didukung juga oleh kegiatan yang dilakukan secara rutin di
ruangan dengan melibatkan klien dalam pembuatan jadwal kegiatan sehari-hari.
Hasil akhir halusinasi dengar klien S yang semula didengar pada pagi, siang, sore
dan malam hari, sekarang hanya didengar pada malam hari ketika menjelang tidur.
Terapi aktifitas kelompok: sosialisasi dan gerak (senam dan bermain volley)
yang telah dilakukan pada klien S, sangat membantu menyelesaikan masalah yang
dihadapi klien, terutama pada masalah menarik diri dan halusinasi dengar. Melalui
kegiatan terapi aktifitas kelompok (TAK) tersebut klien mampu berhubungan dengan
orang lain dan mampu memutuskan stimulus internal.
Didalam menyelesaikan masalah klien tentang tidak tahu cara
mengungkapkan marah yang konstruktif, kelompok menerapkan konsep cara
mengungkapkan marah yang konstruktif yaitu mendorong klien untuk
mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien marah, cara-cara mengekspresikan
marah yang dilakukan selama ini, berdiskusi dengan klien tentang cara
mengungkapkan marah yang destruktif dan konstruktif. Setelah tika kali pertemuan,
hal ini dapat membantu klien dalam mengekspresikan marah secara konstruktif.
Klien juga dapat mengerti tanda-tanda marah dalam dirinya, klien dapat
mendemostrasikan cara mengungkapkan marah yang konstruktif.
Pada klien dengan halusinasi dengar, muncul masalah gangguan kebersihan
diri. Tetapi dengan tindakan yang selalu mengingatkan klien atau membuat jadwal
kegiatan yang teratur membantu klien untuk memelihara kebersihan dirinya.
Dari lima diagnosa keperawatan yang ditemukan pada klien S. (satu diagnosa
keperawatan pada keluarga) yang dapat terselesaikan ada tiga diagnosa keperawatan,
yaitu masalah tentang menarik diri, tidak tahu cara mengungkapkan marah secara
konstruktif dan gangguan kebersihan diri.

25
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

Setelah membandingkan teori dan pelaksanaan asuhan keperawatan pada


klien S dengan halusinasi dengar, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Dengan melakukan kontak yang sering dan singkat disertai dengan tidak
mendukung dan tidak menyangkal apa yang diungkapkan klien dapat membantu
memutuskan siklus halusinasi klien dan mempercepat orientasi klien pada realita.
2. Terapi akitifitas kelompok : sosialisasi dan gerak merupakan bentuk terapi
kelompok yang dapat membantu menyelesaikan masalah halusinasi dengar dan
menarik diri.
3. Cara mengungkapkan marah yang kostruktif sangat diperlukan pada klien
halusinasi dengar, khususnya isi halusinasinya bersifat menyuruh, mengejek dan
mengancah.

Dari kesimpulan di atas dapat kami memberikan beberapa saran sebagai


berikut :
1. Dalam memberikan asuhan keperawatan klien dengan halusinasi dengar,
hendaknya dilakukan kontak yang sering dan singkat dengan memodifikasi
berdasarkan kemampuan dan kebutuhan klien. Selain itu tidak mendukung dan
tidak menyangkal isi halusinasinya.
2. Terapi aktifitas kelompok (TAK) hendaknya dilakukan secara rutin dan teratur
karena merupakan sustu terapi yang dapat mempercepat proses penyembuhan.
(dapat memutuskan stimulus internal klien dengan memberikan stimulus
eksternal).
3. Klien dengan halusinasi dengar hendaknya diajarkan cara-cara marah yang
konstruktif, terutama bila isi halusinasinya bersifat menyuruh, mengejek dan
mengancam agar tidak membahayakan diri sendiri, orang lain atau lingkungan.

También podría gustarte