Está en la página 1de 3

Deden Kurniawan S P

Pendidikan Matematika / semester II

ANTARA DAKWAH, KULIAH DAN KELUARGA

Menjadi mahasiswa yang memiliki segudang prestasi adalah hal yang


diinginkan oleh setiap mahasiswa. Kita tahu bahwa tugas utama mahasiswa adalah
belajar (Tholabul ‘Ilmi), dan hukumnya wajib bagi setiap muslim baik laki-laki
maupun perempuan. Namun disamping tugasnya untuk mengabdi kepada orang
tua, masyarakat, dan negara, kita tahu bahwa amanah dalam menyampaikan risalah
Islam adalah amanah bagi setiap muslim. Menyikapi hal tersebut, kita harus bisa
memprioritaskan mana yang menjadi tanggung jawab utama kita sebagai
mahasiswa, dengan tidak mengesampingkan hal yang lain, termasuk soal dakwah.
Lagi-lagi mahasiswa dihadapkan dengan dua hal yang bisa dikatakan keduanya
menjadi tanggungjawab besar bagi seorang kader dakwah. Mungkin disinilah
terjadi proses tarbiyah, dimana kita dapat menjadi insan yang dewasa dalam
menghadapi realita sekarang ini.
Banyak hal yang membuat seorang ragu untuk bergelut di dunia dakwah.
Hal ini tidak dapat dipungkiri, mengingat banyak kader dakwah saat ini yang dari
segi prestasi sering mengalami penurunan, seperti halnya soal IP. Manakala IP
mereka turun, dakwahlah yang selalu dijadikan alasannya, aktifitas dakwah yang
selalu dijadikan “kambing hitam”. Sebenarnya, bukanlah dakwah yang menjadi
penyebab hal ini. Coba kita bandingkan dengan mahasiswa yang kegiatannya
hanya kuliah pulang – kuliah pulang, apakah hal itu dapat menjamin mereka
untuk berprestasi? Tentu tidak, akan tetapi tidak mampunya diri kita dalam
membagi waktu dengan baik serta memprioritaskan akan hal-hal yang dianggap
penting dan mendesak.
Itulah realita yang terjadi jika kita melihat dari sudut pandang yang sempit.
Akan tetapi bila kita melihat lebih jauh, ternyata tidak sedikit pula mahasiswa
yang berjihad dalam dakwah, dengan seguadng prestasi, yang bisa dikatakan
gemilang. Allah pun telah menjelaskan dalam firmannya, “… Jika kalian
menolong agama Allah, niscaya Dia akan Menolongmu dan Meneguhkan
kedudukanmu” (QS.Muhammad: 7), itulah janji Allah, dan itu adalah sebuah
keniscayaan, jika kita ingin mencapai rido Allah.
Mahasiswa boleh saja egois, namun harus tetap realistis. Maksudnya,
sebagai seorang mahasiswa, kita boleh saja mengatakan bahwa tugasnya hanya
Antara Dakwah, Kuliah dan keluarga

kuliah, lulus tepat waktu dengan IPK yang bagus, dan melamar kerja menjadi
PNS. Hanya itu yang selalu menjadi pola fikir dari kebanyakan mahasiswa. Stop
mulai dari sekarang pola fikir seperti itu, karena hanya akan membuat negara kita
semakin terpuruk. Sesungguhnya bukan mahasiswa seperti itu yang dibutuhkan
oleh negara kita sekarang ini, yang ketika lulus membawa map mendatangi dari
satu dinas ke dinas yang lain atau dari satu perusahaan ke perusahaan yang lain
untuk melamar pekerjaan. Fahamilah kawan, itu hanya akan menambah beban
negara.
Mari, mulai dari sekarang kita rubah paradigma berfikir kita, dari mulai
pola hidup konsumtif menjadi pola hidup produktif yang mampu menciptakan
lapangan pekerjaan dan membantu mengurangi angka pengangguran di negeri ini.
Maksudnya kita jangan sampai salah menafsirkan akan keinginan keluarga yang
mengaharuskan kita cepat lulus, cepat kerja, dan cepat segalanya dengan kriteria
yang mereka inginkan. Segalanya yang serba instan, namun bukanlah itu maksud
mereka sesungguhnya, mereka ingin anak-anaknya menjadi orang yang membawa
mereka menuju jalan yang lebih terang, tidak terjebak dalam “kegelapan” yang
telah mereka rasakan, bahkan mereka tidak ingin anaknya hanya menjadi benalu
di tengah-tengah masyarakat. Nah, memang itulah amanah yang susungguhnya
dari orang tua, mereka ingin anaknya bermanfaat bagi masyarakat dan bertaqwa
kepada Allah SWT, tidak justru menyusahkan. Mari fikirkan kembali akan
menjadi mahasiswa seperti apakah kita? Itu semua ada ditangan kita masing-
masing.
Mengingat tugas mahasiswa sebagai Agent of change, sebuah jargon yang
sudah tidak asing lagi di benak mahasiswa. Agen perubahan, itulah tugas kita
selanjutnya. Amanah dari negara kepada para kaum intelek yang tidak semua
kaum muda dapat merasakannya. Di satu sisi kita patut merasa bangga dengan
keberadaan kita yang bisa dikatakan dispesialkan di mata pemerintah. Karena
kapan lagi kita bisa bernegosiasi terkait dengan satu dan lain hal bersama pejabat-
pejabat negara, mulai dari pejabat desa hingga ke pejabat pusat. Namun disisi lain
kita harus tetap berada pada koridor-koridor yang ditentukan, tidak bersikap
anarkis saat berpendapat, selalu mampu bernegosiasi dengan kepala dingin, serta
mampu berperan dalam mengontrol kebijakan-kebijakan pemerintah, sehingga

2
Antara Dakwah, Kuliah dan keluarga

masyarakat dapat diuntungkan karenanya, bukan malah membuat masyarakat


berfikiran bahwa mahasiswa adalah biang dari kekacauan, seperti yang selama ini
mereka tahu. Paradigma seperti inilah yang perlu kiranya kita luruskan, agar tidak
terjadi kesalah fahaman antara mahasiswa dan masyarakat.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa tugas utama mahasiswa
adalah belajar. Makna belajar di sini perlu kiranya kita kaji kembali, karena
makna belajar sangat luas artinya. Bisa kita maknai dengan menuntut ilmu,
berdakwah, dan lain sebagainya. Namun yang terpenting, kita jangan sampai lupa
akan amanah yang datangnya langsung dari sang pencipta, Allah SWT. Inilah
amanah terbesar yang bukan hanya mahasiswa saja yang patut dalam
mengembannya, melainkan seluruh umat muslim, baik laki-laki maupun
perempuan. Hal ini juga sudah dijelaskan dalam firman-Nya, “Dan hendaklah di
antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
berbuat yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah
orang-orang yang beruntung” (QS. Ali-Imran : 104). Firman Allah tersebut sudah
cukup menjelaskan tentang seruan untuk berdakwah. Allah menjelaskan bahwa
tugas manusia adalah sebagai seorang khalifah atau pemimpin, yang sudah
selayaknya mampu untuk memimpin dirinya. Namun, di sini tidaklah ia cukup
hanya memimpin dirinya sendiri. Masih banyak saudara-saudara kita yang perlu
kita rangkul untuk kembali menuju jalan yang diridhai Allah.
“Sampaikanlah walaupun satu ayat”. Sampaikanlah sesuatu yang kita
fahami dan tentunya dengan berpegangan pada Al-Qur’an dan hadits. Seorang
kader dakwah yang faham akan kewajiban berdakwah, tentunya meraka akan
melakukan semaksimal mungkin serta memberikan apa saja yang mereka miliki
untuk kepentingan dakwah dan menegakkan Islam. Mereka rela berkorban harta,
berkorban waktu, bahkan hingga berkorban jiwa dan raga mereka demi tegaknya
islam. Inilah yang patut kita jadikan contoh, dalam pergerakan kita sebagai kader
dakwah.
Jadi pada intinya, kita harus bisa memanage waktu. Dakwahlah yang
diproritaskan, dengan tidak mengesampingkan urusan kuliah dan amanah
keluarga. Kita tunjukkan bahwa seorang kader dakwah bisa tetap berprestasi,
insyaAlla dunia dan akhirat akan kita dapat.

También podría gustarte