Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara
yang menghambat respons pada sistem biologis dan dapat menyebabkan gangguan
atau bahan kimia. Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang
dapat menyebabkan keracunan. Di sekeliling kita ada racun alam yang terdapat pada
beberapa tumbuhan dan hewan. Salah satunya adalah gigitan ular berbisa yang sering
terjadi di daerah tropis dan subtropis. Mengingat masih sering terjadi keracunan akibat
gigitan ular maka untuk dapat menambah pengetahuan masyarakat kami menyampaikan
Ular merupakan jenis hewan melata yang banyak terdapat di Indonesia. Spesies
ular dapat dibedakan atas ular berbisa dan ular tidak berbisa. Ular berbisa memiliki
sepasang taring pada bagian rahang atas. Pada taring tersebut terdapat saluran bisa untuk
Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsa
dan sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut merupakan ludah
yang termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar khusus. Kelenjar yang mengeluarkan
bisa merupakan suatu modifikasi kelenjar ludah parotid yang terletak di setiap bagian
bawah sisi kepala di belakang mata. Bisa ular tidak hanya terdiri atas satu substansi
tunggal, tetapi merupakan campuran kompleks, terutama protein, yang memiliki aktivitas
enzimatik.
Efek toksik bisa ular pada saat menggigit mangsanya tergantung pada spesies,
ukuran ular, jenis kelamin, usia, dan efisiensi mekanik gigitan (apakah hanya satu atau
kedua taring menusuk kulit), serta banyaknya serangan yang terjadi.
umumnya bisa yang dihasilkannya bersifat lemah. Contoh ular yang termasuk famili ini
adalah ular sapi (Zaocys carinatus), ular tali (Dendrelaphis pictus), ular tikus atau ular
jali (Ptyas korros), dan ular serasah (Sibynophis geminatus). Ular berbisa kuat yang
Viperidae. Elapidae memiliki taring pendek dan tegak permanen. Beberapa contoh
anggota famili ini adalah ular cabai (Maticora intestinalis), ular weling (Bungarus
candidus), ular sendok (Naja sumatrana), dan ular king kobra (Ophiophagus hannah).
Viperidae memiliki taring panjang yang secara normal dapat dilipat ke bagian rahang
atas, tetapi dapat ditegakkan bila sedang menyerang mangsanya. Ada dua subfamili pada
Viperidae, yaitu Viperinae dan Crotalinae. Crotalinae memiliki organ untuk mendeteksi
mangsa berdarah panas (pit organ), yang terletak di antara lubang hidung dan mata.
Beberapa contoh Viperidae adalah ular bandotan (Vipera russelli), ular tanah
Gambar 1. Organ pendeteksi panas (pit organ) pada Crotalinae terletak di antara lubang hidung
dan mata.
Korban gigitan ular terutama adalah petani, pekerja perkebunan, nelayan, pawang
ular, pemburu, dan penangkap ular. Kebanyakan gigitan ular terjadi ketika orang tidak
mengenakan alas kaki atau hanya memakai sandal dan menginjak ular secara tidak
sengaja. Gigitan ular juga dapat terjadi pada penghuni rumah, ketika ular memasuki
rumah untuk mencari mangsa berupa ular lain, cicak, katak, atau tikus.
Tidak ada cara sederhana untuk mengidentifikasi ular berbisa. Beberapa spesies
ular tidak berbisa dapat tampak menyerupai ular berbisa. Namun, beberapa ular berbisa
dapat dikenali melalui ukuran, bentuk, warna, kebiasaan dan suara yang dikeluarkan saat
merasa terancam. Beberapa ciri ular berbisa adalah bentuk kepala segitiga, ukuran gigi
taring kecil, dan pada luka bekas gigitan terdapat bekas taring.
Lubang
hidung
Gambar 2. Bekas gigitanan ular. (A) Ular tidak berbisa tanpa bekas taring, (B) Ular berbisa
Berdasarkan sifatnya pada tubuh mangsa, bisa ular dapat dibedakan menjadi bisa
hemotoksik, yaitu bisa yang mempengaruhi jantung dan sistem pembuluh darah; bisa
neurotoksik, yaitu bisa yang mempengaruhi sistem saraf dan otak; dan bisa sitotoksik,
Tidak semua ular berbisa pada waktu menggigit menginjeksikan bisa pada
korbannya. Orang yang digigit ular, meskipun tidak ada bisa yang diinjeksikan ke
tubuhnya dapat menjadi panik, nafas menjadi cepat, tangan dan kaki menjadi kaku, dan
kepala menjadi pening. Gejala dan tanda-tanda gigitan ular akan bervariasi sesuai spesies
ular yang menggigit dan banyaknya bisa yang diinjeksikan pada korban. Gejala dan
tanda-tanda tersebut antara lain adalah tanda gigitan taring (fang marks), nyeri lokal,
pendarahan lokal, memar, pembengkakan kelenjar getah bening, radang, melepuh, infeksi
lokal, dan nekrosis jaringan (terutama akibat gigitan ular dari famili Viperidae).
sebelum korban dibawa ke rumah sakit. Hal ini dapat dilakukan oleh korban sendiri
atau orang lain yang ada di tempat kejadian. Tujuan pertolongan pertama adalah
gejala dini yang membahayakan. Kemudian segera bawa korban ke tempat perawatan
medis. 4
imobilisasi (membuat tidak bergerak) bagian tubuh yang tergigit dengan cara
mengikat atau menyangga dengan kayu agar tidak terjadi kontraksi otot, karena
pergerakan atau kontraksi otot dapat meningkatkan penyerapan bisa ke dalam aliran
2. Korban harus segera dibawa ke rumah sakit secepatnya, dengan cara yang aman dan
Pada umumnya terjadi salah pengertian mengenai pengelolaan gigitan ular. Metode
insisi (pengirisan dengan alat tajam), pengisapan tempat gigitan, pendinginan daerah
yang digigit, pemberian antihistamin dan kortikosteroid harus dihindari karena tidak
terbukti manfaatnya.
a. Bersihkan bagian yang terluka dengan cairan faal atau air steril.
Gambar 3. Imobilisasi bagian tubuh
menggunakan perban.
dan pelepasan torniket dapat menyebabkan efek sistemik yang lebih berat.
kondisi klinis korban berupa hipotensi berat dan shock, shock perdarahan,
mati/panik.
g. Pemberian serum antibisa. Karena bisa ular sebagian besar terdiri atas protein,
maka sifatnya adalah antigenik sehingga dapat dibuat dari serum kuda. Di
beberapa bisa ular. Serum antibisa ini hanya diindikasikan bila terdapat
Fax. 021-42889117
Website: www.pom.go.id
Pustaka:
Guidelines for the Clinical Management of Snakes bites in the South-East Asia
Snake Venom: The Pain and Potential of Poison, The Cold Blooded News Vol. 28,