Está en la página 1de 12

PERGAULAN REMAJA YANG SEHAT

Pergaulan sehat remaja itu ada beberapa cara. :


Diantaranya adalah :
1. Adanya kesadaran beragama bagi remaja
Bagi anak remaja sangat diperlukan adanya pemahaman, pendalaman, serta ketaatan
terhadap ajaran-ajaran agama. Dalam kenyataan sehari-hari menunjukkan, bahwa anak-
anak remaja yang melakukan kejahatan sebagian besar kurang memahami norma-norma
agama. Oleh karena itu, kita harus memiliki kesadaran beragama agar tidak terjerumus
dalam pergaulan yang tidak sehat.
2. Memiliki rasa setia kawan
Agar dapat terjalin hubungan sosial remaja yang baik, peranan rasa setia kawan sangat
dibutuhkan. Sebab kesadaran inilah yang dapat membuat kehidupan remaja masyarakat
menjadi tentram.
3. Memilih teman
Maksud dari memilih teman adalah untuk mengantisipasi agar kita tidak terpengaruh
dengan sifat yang tidak baik/sehat. Walaupun begitu, tapi teman yang pegaulannya buruk
tidak harus kita asingkan. Melainkan kita tetap berteman dengannya tapi harus menjaga
jarak. Jangan terlalu dekat dengan dia.
4. Mengisi waktu dengan kegiatan yang positif
Bagi mereka yang mengisi waktu senggangnya dengan bacaan yang buruk (misalnya
novel/komik seks), maka hal itu akan berbahaya, dan dapat menghalang mereka untuk
berbuat baik. Maka dari itu, jika ada waktu senggang kita harus mengisinya dengan hal-
hal yang positif. Misalnya menulis cerpen, menggambar, atau lainnya.
5. Laki-laki dan perempuan memiliki batasan-batasan tertentu
Agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, sebaiknya remaja harus menjaga jarak
dengan lawan jenisnya. Misalnya, jangan duduk terlalu berdekatan karena dapat
menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan.
6. Menstabilkan emosi
Jika memiliki masalah, kita tidak boleh emosi. Harus sabar dengan cara menenangkan
diri. Harus menyelesaikan masalah dengan komunikasi, bukan amarah/emosi.

Etika Pergaulan Remaja


Etika berasal dari bahasa Yunani kuno Ethos dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti:
tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat akhlak, watak, perasaan,
sikap cara berpikir. Dalam bentuk jamak “ta etha” artinya adalah adat kebiasaan. Arti inilah
yang melatarbelakangi terbentuknya istilah “etika” oleh Aristoteles (384-322 sM): ilmu
tentang adat kebiasaan, apa yang biasa dilakukan.
Etika mempunyai pengertian yang cukup dekat dengan moral. Moral dari bahasa latin mos
jamaknya mores berarti kebiasaan, adat. Dalam kamus bahasa Indonesia pertama kali tahun
1988 kata mores dipakai dalam arti yang sama yakni adat kebiasaan. Jadi kata moral dan etika
keduanya berasal dari kata yang berarti adat kebiasaan. Setelah mempelajari asal-usulnya,
sekarang kita menyimak artinya. Kata etika ada perbedaan yang mencolok, jika
membandingkan dengan kamus bahasa Indonesia lama (Poerwadarminta, 1953) dan baru
(1988). Perbedaan itu ialah etika dijelaskan sebagai ilmu pengetahuan tentang asas-asas
akhlak (moral), sedangkan dalam kamus baru etika dijelaskan dengan membedakan tiga hal:
Ilmu tentang apa yang baik dan buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).
Kumpulan asas atau nilai yang berhubungan dengan akhlak. Nilai mengenai benar dan salah
yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Definisi etika tersebut di ataslah yang digunakan
untuk menjelaskan pelbagi kata yang mengikutinya seperti: etika bisnis, etika kedokteran,
etika pergaulan. Lebih jauh dari pengertian etika di atas, ada istilah lain yang sering
dicampuradukkan begitu saja dengan kata etika yaitu etiket. Arti kata etika berbeda sekali
dengan etiket. Etika di sini berarti moral dan etiket berarti sopan-santun. Etiket menyangkut
cara suatu perbuatan yang harus dilakukan manusia sebagai nilai umum yang diakui dan
diterima. Misalnya jika saya menyerahkan sesuatu kepada Guru atau orang yang saya
hormati, saya harus menyerahkannya dengan tangan kanan. Jika saya mau kencing maka saya
harus pergi ke ke wc/toilet, bukan di tembok kelas atau di pohon kamboja. Jika saya tidak
melakukan hal itu atau bertentangan maka saya bisa dikatakan melanggar etiket. sedangkan
etika memberikan norma dari suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia. Jadi etika
menyangkut masalah apakah suatu perbuatan boleh dilakukan atau tidak. Misalnya:
mengambil barang milik orang lain tanpa ijin tidak pernah diperbolehkan, “jangan mencuri”
adalah merupakan suatu norma etika. Apakah orng itu mencuri dengan tangan kiri atau kanan
sama sekali tidak relevan. Etiket hanya berlaku dalam pergaulan. Bila tidak ada orang lain
hadir atau tidak ada saksi mata maka etiket tidak berlaku. Misalnya ada banyak peraturan
etiket yang mengatur cara kita makan. Dianggap melanggar etiket bila kita makan sambil
berbunyi atau dengan meletakkan kaki di atas meja. Oleh karena itu, tema kita bukan etika
pergaulan remaja melainkan etiket pergaulan karena menyangkut cara suatu perbuatan kita
sebagai remaja dalam bergaul dengan sesama.

2. Hati Nurani Hati Nurani,


Berkaitan erat dengan norma untuk menilai baik atau buruk berhubungan dengan tingkah laku
konkret kita. Hati nurani memerintahkan atau melarang kita untuk melakukan sesuatu kini dan
di sini. Hati nurani berkaitan erat dengan kenyataan bahwa manusia mempunyai kesadaran.
Untuk hal ini kita perlu mengerti dua hal: pengenalan dan kesadaran. 1. Pengenalan. Kita
mengenal, bila kita melihat, mendengar atau merasa sesuatu. Tapi pengenalan ini tidak
monopoli manusia, seekor binatang pun bisa mengenal dengan mendengar atau merasakan
bau. 2. Kesadaran. Kesadaran hanya dimiliki oleh manusia. Dengan kesadaran manusia
sanggup untuk mengenal dirinya sendiri dan karena itu berefleksi tentang diri sendiri. Dalam
diri manusia bisa berkangsung semacam “penggandaan”: ia bisa kembali kepada dirinya
sendiri. Kesadaran dalam bahasa latin dipakai kata “conscientia” (scire = mengetahui, con =
dengan, turut, coscientia = turut mengetahui).

3. Hati nurani retrospektif dan hati nurani prospektif


Hati nurani retrospektif memeberikan penilaian tentang perbuatan-perbuatan yang telah
berlangsung di masa lampau. Hati nurani ini seakan-akan menoleh kebelakang dan menilai
perbuatan-perbuatan yang sudah lewat. Ia menyatakan bahwa perbuatan itu baik atau tidak.
Hati nurani retrospektif membuat keputusan bahwa perbuatan kita jelek atau sebaliknya
memuji atau memberi rasa puas. Bila hati nurani menuduh dan menghukum diri kita maka
kita merasa gelisah dalam batin atau seperti dikatakan dalam bahasa Inggris: a bad
conscience. Sebaliknya, bila kita bertingkah laku dengan baik kita mempunyai a good
conscience atau a clear conscience. Hati nurani prospektif melihat ke masa depan dan menilai
perbuatan-perbuatan kita yang akan datang. Hati nurani dalam arti ini mengajak kita untuk
melakukan sesuatu atau seperti barangkali lebih banyak terjadi mengatakan jangan dan
melarang untuk melakukan sesuatu. Dalam hati nurani prospektif ini sebenarnya terkandung
semacam ramalan.

4. Hati nurani bersifat personal dana adipersonal


Hati nurani bersifat personal, artinya selalu berkaitan dengan pribadi bersangkutan. Norma-
norma dan cita-cita yang saya terima dalam hidup sehari-hari dan seolah-olah melekat pada
pribadi saya, akan tampak juga dalam ucapan-ucapan hati nurani saya. Tidak ada dua manusia
yang sama dan sekaligus memiliki hati nurani yang persis sama. Hati nurani diwarnai oleh
kepribadian kita. Hati nurani berkembang bersama dengan perkembangan seluruh kepribadian
kita. Di samping aspek personal hati nurani bersifa adipersonal. Hati nurani seolah-olah di
atas pribadi kita, merupakan instansi di atas kita. Hal itu dimengerti dengan melihat kata hati
nurani sendiri. “hati nurani” berarti hati yang diterangi (nur=cahaya). Aspek lain juga sering
dipakai dalam bahasa Indonesia untuk menunjukkan hati nurani: suara hati, kata hati, suara
batin. Terhadap hati nurani, kita seakan-akan membuka diri terhadap suara yang datang dari
luar. Hati nurani mempunyai suatu aspek transenden, artinya melebihi pribadi kita. Karena
aspek adipersonal itu orang beragama beranggapan bahwa hati nurani adalah suara Tuhan atau
Tuhan berbicara melalui hati nurani.

5. Hati nurani sebagai norma moral yang subyektif


Mengikuti hati nurani merupakan suatu hak dasar bagi setiap manusia. Tidak ada orang lain
yang berwenang untuk campur tangan dalam putusan hati nurani seseorang. Tidak boleh
terjadi bahwa seorang dipaksa untuk bertindak bertentangan dengan hati nuraninya. Maka ada
deklarasi universal tentang Hak-hak Asasi Manusia (1948) disebut juga hak atas kebebasan
hati nurani (pasal 18). Konsekuensinya bahwa negara harus menghormati putusan hati nurani
para warganya. Dengan kata lain negara harus menghormati hak dari conscientious objector.
Contoh negara yang mempratekkan wajib militer bagi orang muda. di Hati nurani mempunyai
kedudukan yang kuat dalam hidup moral kita. Di pandang dari sudut subyek, hati nurani
adalah norma terakhir untuk perbuatan-perbuatan kita. Atau putusan hati nurani adalah norma
moral yang subyektif bagi tingkah laku kita.

6. Pembinaan hati nurani


Hati nurani harus dididik, seperti juga akal budi manusia membutuhkan pendidikan. Tapi
pendidikan akal budi jauh lebih gampang untuk dijalankan. Metode-metode yang seharusnya
digunakan untuk mencapai hasil optimal dalam mendidik akal budi jauh lebih jelas. Seperti
misalnya pendidikan di sekolah bertujuan untuk mengembangkan dan mendidik akal budi
anak-anak. Dalam diri anak akal budi terintegrasi engan seluruh kepribadiannya. Pendidikan
hati nurani bersama dengan seluruh pendidikan moral jauh lebih kompleks sifatnya. Tempat
yang baik untuk pendidikan hati nurani adalah di dalam keluarga. Sejak kecil anak dilatih
untuk menyesuaikan diri secara lahiriah dengan kehendak pendidiknya (orang tua). Tujuan
pendidikan adalah menanamkan kepekaan batin terhadap yang baik kepada anak didik. Iklim
pebinaan hati nurani hendaknya diliputi dengan suasan moral yang menunjang dalam
keluarga. Pembinaan hati nurani berlangsung dalam suasana informal dalam keluarga bukan
dalam pendidikan sekolah.

7. Nilai dan Norma


Tidak mudah menjelaskan apa itu nilai? Setidak-tidaknya dapat dikatakan bahwa nilai itu
sesuatu yang menarik bagi kita, sesuatu yang kita cari, sesuatu yang menyenangkan, sesuatu
yang disukai dan diinginkan, singkatnya sesuatu yang baik. Nilai (value) selalu mempunyai
konotasi positif. Menurut filsuf Jerman- Amerika, Hans Jonas, nilai adalah “the address of a
yes”: sesuatu yang ditujukan dengan “ya” kita. Sebaliknya sesuatu yang kita jauhi, sesuatu
yang negatif seperti penderitaan, penyakit atau kematian adalah lawan nilai= non nilai atau
disvalue. Berdasarkan analisis sederhana dapat kita simpulkan bahwa nilai sekurang-
kurangnya memiliki tiga ciri berikut ini: Nilai berkaitan dengan subyek. Nilai tampil dalam
suatu konteks yang praktis. Nilai menyangkut sesuatu yang ditambah oleh subyek pada sifat-
sifat yang dimiliki oleh obyek. Nilai tidak dimiliki oleh obyek pada dirinya sendiri.
Sedangkan kata norma dari bahasa Latin arti kata pertama berarti carpenter’s square: siku-siku
yang dipakai tukang kayu untuk mencek apakah benda yang dikerjakan (meja, bangku, kursi)
sungguh-sungguh lurus? Maka dengan norma dimaksudkan aturan atau kaidah yang kita pakai
sebagai tolok ukur untuk menilai sesuatu.

Sikap-sikap yang disukai dalam pergaulan remaja


Menjadi sosok yang disukai dalam pergaulan memang gampang-gampang susah. TIdak
semua sikap dan kebaikan kita bisa diterima lingkungan pergaulan kita. Untuk disukai, kita
harus tau seni dan etika pergaulan. Banyak di antara kita yang rela menekan diri sendiri,
termasuk berpura-pura menjadi orang lain. Menjadi diri sendiri tak berarti narsis, selama kita
masih menjunjung etika dan menghargai orang lain. Ada beberapa hal sederhana yang bisa
dilakukan dalam pergaulan sehari-hari, terutama dalam lingkungan baru kita.
1. Penampilan fisik memang tak selalu menjadi jaminan bahwa seseorang akan disukai,
tetapi umumnya orang yang bersih dan rapi banyak disukai. Bagaimanapun, kemasan
penampilan fisik merupakan nilai estetis yang bisa mendukung kesan pertama
seseorang di mata orang lain. Memang banyak sih orang yang kelihatannya cuek
dengan tampilan fisiknya, ternyata menyenangkan diajak ngobrol dan perhatian.
Orang-orang yang seperti ini biasanya dianggap memiliki keunikan tertentu, sehingga
asyik diajak bergaul.
Kita tidak perlu berlebihan atau memaksakan diri untuk mendapat kesan yang baik.
Kesederhanaan, kebersihan dan kerapian penampilan pasti disukai meskipun tidak se-
keren selebritis. Tampil bersih dapat mencerminkan kebersihan diri dan pribadi
seseorang.
2. Berbicara dan bersikap sopan saat menyapa orang lain, termasuk guru, teman atau
sahabat. Tak salah kalau orang-orang bijak mengatakan bahwa kata-kata itu ibarat
pedang. Kata-kata atau bicara kita salah, bisa menyakiti hati orang lain. Karena itulah
kita harus berusaha menjaga bicara kita.
Kesopanan bisa menimbulkan kesan pertama yang baik saat kita berkenalan dengan
teman baru atau dengan lingkungan yang baru. Demikian pula dalam pergaulan sehari-
hari kita di sekolah, di lingkungan kerja atau di rumah. Bersikap sopan erat
hubungannya dengan sensitivitas emosi dan mood seseorang. Artinya, selama kita
bersikap sopan kemungkinan kita menyinggung perasaan seseorang sangat kecil.
Ternyata basa-basi seperti say hello penting juga, asal kita tahu kapan
menempatkannya.
3. Menunjukkan sikap yang ramah dan pribadi yang disiplin.
Senyuman yang tulus merupakan simbol keramahan hati seseorang. Senyum bisa
membuat orang lain tergugah dan nyaman karena senyum bisa menawarkan
pertemanan yang hangat. Benar sekali kalau senyum itu sedekah karena bisa membuat
orang lain bahagia.
Jangan lupakan kedisiplinan kita sebagai seorang pribadi.Disiplin tidak selalu identik
dengan keras dan kekrasan. Misalnya, ketika meminjam alat tulis atau barang milik
teman biasakan minta izin terlebih dulu dan jangan lupa mengembalikannya.
Perlakukan barang milik orang lain selayaknya barang kita sendiri. Artinya, biasakan
menjaga barang milik orang lain, jangan sampai rusak. Dengan demikian, teman akan
mempercayai kita. Ingat, nilai kepercayaan dari orang terdekat kita sangat berarti,
meskipun hanya dari sebentuk hal kecil.
4. Biasakan untuk memberi dan berbagi. Hal ini bisa dimulai dari hal yang sepele. Saat
kita punya makanan kecil, paling tidak tawari teman kita. Kalau toh makanannya
sedikit, usahakan jangan makan di depan teman-teman kita. Sikap seperti ini
menunjukkan bahwa kita peduli dengan sekeliling kita dan menjaga perasaan orang
lain.
5. Hindari pembicaraan yang kurang bermanfaat seperti bergosip atau menyebarkan
desas-desus. Meskipun kelihatannya asyik tetapi sikap seperti ini mencerminkan
bahwa kita gemar mengungkap aib orang lain dan menyebarkan berita yang belum
tentu kebenarannya. Hal ini juga bisa menjadi boomerang buat kita nantinya karena
kita bisa dicap bigoss (biang gossip). Agama juga melarang bergunjing karena bisa
menimbulkan fitnah dan menyakiti orang lain.
6. Jangan mengganggu teman saat ia sedang serius belajar, bekerja atau menyimak
sesuatu. Biarkan ia nyaman dengan kegiatannya. Kalu toh ada hal penting yang harus
dibicarakan, tunggulah beberapa saat sampai kegiatannya selesai. Dengan sikap seperti
ini, teman kita akan merasa dimengerti dan dihargai.
7. Jangan menguping pembicaraan teman. Meskipun kita merasa akrab dengan teman
kita, kita tetap harus tahu dan menghargai batasan hal-hal yang bersifat pribadi. Ketika
teman menerima telepon, usahakan jangan menyimak obrolannya supaya kita tidak
dicap selalu pingin tahu urusan orang lain.
8. Bersikap care saat teman sedang curhat. Simak ceritanya baik-baik dan pahami
permasalahannya. Jangan cepat menyela pembicaraan teman atau nge-judge setiap
permasalahan teman karena ini akan mengurangi kepercayaan teman terhadap kita dan
membuatnya sakit hati. Meskipun kita tidak bisa memberikan solusi yang tepat,
setidaknya kita menjadi pendengar yang baik. Dengan begitu, dia akan merasa
bebannya berkurang dan dihargai sebagai teman.
9. Biasakan rendah hati dan jangan terlalu membanggakan diri sendiri atau keluarga di
setiap obrolan dengan teman. Memang wajar kalau kita merasa bangga dengan diri
kita, tetapi kalau terlalu sering melakukannya kita akan dicap sombong dan tinggi hati.
Akuilah dan hargailah kelebihan orang lain karena dengan begitu kita akan terbiasa
berjiwa besar dan berlapang dada.
10. Usahakan untuk tidak menampakkan ekspresi bete, suntuk dan tidak
bersemangat di hadapan teman. Mimik seperti ini sangat tidak menyenangkan. Wajah
ceria, dihiasi senyuman dan bersemangat sangat disukai orang. Kalu toh kita punya
masalah, ajak sahabat atau orang terdekat untuk berbagi. Jangan sampai uring-uringan
ke semua orang untuk melampiaskan kekesalan kita.
11. Jadilah diri sendiri dan tidak berpura-pura. Artinya, kita juga perlu
menunjukkan siapa diri kita. Bersikap tegas dan tidak mengorbankan diri untuk
sekedar diakui lingkungan pergaulan merupakan benteng bagi kita juga dalam
menyikapi pengaruh lingkungan pergaulan kita.
Sikap-sikap tersebut memang terlihat sepele, tetapi dapat menghiasi kecantikan akhlak
seseorang. Bila semua itu kita lakukan dengan tulus, kita bisa disukai dalam pergaulan.
PERGAULAN REMAJA YANG TIDAK SEHAT

Pergaulan remaja jaman sekarang memang sudah sangat memprihatinkan , tidak jarang saya
melihat berbagai berita mengenai kenakalan remaja bermunculan . Mulai dari genk motor ,
tawuran , sex bebas , sampai pada penggunaan narkotika NAPZA. Ini menunjukkan bahwa
pergaulan remaja saat ini sudah tidak sehat lagi.
Cara pergaulan remaja yang seperti sekarang ini tentu saja sangat menimbulkan dampak
negatif . Selain memperburuk situasi dan kondisi pergaulan remaja dan mempengaruhi cara
hidup remaja lain , cara pergaulan remaja yang seperti sekarang juga dapat mempengaruhi
kualitas hidup generasi anak cucu kita.
“Apa yang kita tabur itulah yang kita tuai” , masih ingat dengan peribahasa ini ? Peribahasa
ini juga berlaku untuk pergaulan remaja yang sekarang ini. Bila pergaulan remaja pada masa
sekarang saja sudah kacau , bagaimana dengan generasi penerusnya ? Tentu akan kacau juga.
Sudah saatnya kita membenahi diri untuk menyikapi pergaulan remaja sekarang ini. Kalau
anda sebagai remaja yang sedang hidup dalam lingkungan pergaulan ini sendiri , cobalah
berubah dari diri sendiri , mencoba untuk menjadi remaja yang mempunyai prinsip dan
pendirian mengenai apa yang benar dan apa yang salah , kalau sudah berubah dari sendiri ,
baru anda coba mengubah cara pergaulan remaja di sekeliling anda.
Bila anda sebagai orang tua cobalah untuk berkomunikasi dengan efektif terhadap anak ,
karena dari komunikasi efektif lah tercipta suatu keterbukaan dan hubungan yang erat antar
orang tua dengan anak , kalau sudah begini tentu akan mudah mengendalikan pergaulan
remaja tersebut.
Memang pergaulan remaja itu sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Tapi dengan niat
berubah dari remaja itu sendiri serta hubungan erat dengan keluarga bisa membantu mencegah
terjadinya pergaulan remaja yang over controled.

Masa remaja adalah masa yang paling berseri. Di masa remaja itu juga proses pencarian jati
diri. Dan, disanalah para remaja banyak yang terjebak dalam pergaulan bebas.

Menurut Program Manajer Dkap PMI Provinsi Riau Nofdianto seiring Kota Pekanbaru
menuju kota metropolitan, pergaulan bebas di kalangan remaja telah mencapai titik
kekhawatiran yang cukup parah, terutama seks bebas. Mereka begitu mudah memasuki
tempat-tempat khusus orang dewasa, apalagi malam minggu. Pelakunya bukan hanya
kalangan SMA, bahkan sudah merambat di kalangan SMP. ‘’Banyak kasus remaja putri yang
hamil karena kecelakan padahal mereka tidak mengerti dan tidak tahu apa resiko yang akan
dihadapinya,’’ kata cowok yang disapa Mareno ini pada Xpresi, Rabu (20/8) di ruang
kerjanya.

Sejak berdirinya Dkap PMI tiga tahun lalu, kasus HIV dan hamil di luar nikah terus
mengalami peningkatan. Setiap bulan ada 10-20 kasus. Mereka yang sebagian besar kalangan
pelajar dan mahasiswa ini datang untuk melakukan konseling tanpa didampingi orang tua.
‘’Rata-rata mereka berusia 16-23. Bahkan ada yang berusia 14 tahun datang ke Dkap untuk
konsultasi bahwa ia sudah hamil. Mereka yang melakukan konseling, ada datang sendiri, ada
juga dengan pasangannya. Sebagian besar orang tua mereka tidak tahu,’’ ujarnya.

Meskipun begitu, lanjutnya para remaja yang mengalami ‘kecelakaan’ ini tak boleh dijauhi
dan dibenci. ‘’Kita tidak pernah melarang mereka untuk melakukan hubungan seks, karena
ketika dilarang atau kita menghakimi, mereka akan menjauhi kita. Makanya, Dkap disini
merupakan teman curhat mereka dan kita memberikan solusi bersama. Seberat apapun
masalahnya, kalau bersama bisa diatasi,’’ ungkapnya lagi.
Bukan hanya remaja nakal saja yang terjebak, anak baik pun bisa kena. ‘’Anak baik yang
disebut anak rumah pun ada yang mengalami ‘kecelakaan’,’’ ucapnya.

Oleh sebab itu, sangat diperlukan pancegahan dini dengan memberikan pengetahuan seks.
‘’Pendidikan seks itu sangat penting sekali. Tapi, di masyarakat kita pendidikan seks itu
masih dianggap tabu. Berdasarkan pengamatan kami, banyaknya remaja yang terjebak seks
bebas ini dikarenakan mereka belum mengetahui tentang seks. Seks itu bukan hanya
berhungan intim saja. Tapi, banyak sekali, bagaimana merawat organ vital, mencegah HIV
dan lainnya. Pelajari seks itu secara benar supaya kita bisa hidup benar,’’ tuturnya.

Sementara itu, Martha Sari Uli pelajar SMAN 4 Pekanbaru mengaku interaksi bebas di
kalangan remaja dalam pergaulan bebas, identik dengan kegiatan negatif. ‘’Banyak anak-anak
remaja beranggapan bahwa masa remaja adalah masa paling indah dan selalu menjadi alasan
sehingga banyak remaja yang menjadi korban dan menimbulkan sesuatu yang menyimpang,’’
ungkapnya ketika diminta komentarnya mengenai pergaulan bebas di kalangan remaja.

Senada dengan itu, Debora Juliana juga pelajar SMAN 4 Pekanbaru mengatakan pergaulan
bebas itu saat ini sudah tidak tabu lagi, dan banyak remaja yang menjadikannya budaya
modern. ‘’Pergaulan bebas berawal ketika remaja mulai melakukan perbuatan yang keluar
dari jalur norma-norma yang berlaku di sekitar kehidupan kita. Sekarang banyak banget anak-
anak seumuran kita sudah keluar dari jalurnya,’’ ujar cewek kelahiran 18 Juli 1993. ‘’Kalo
aku nggak pernah melakukan hal tersebut dan jangan sampai lah,’’ tambahnya.

Di tempat terpisah, Ketua MUI Provinsi Riau Prof Dr H Mahdini MA mengatakan data yang
ditemukan lebih banyak lagi anak-anak yang melakukan seks bebas. Maka diperlukan
pencegahan. ‘’Saya meminta semua kalangan, baik para pendidik, orang tua, dan tokoh
masyarakat agar memfungsikan tugas-tugas sosialnya,’’ pintanya.

Banyaknya kalangan remaja yang melakukan seks bebas, lanjutnya diindikasikan ada jaringan
tertentu yang menggiring anak-anak ke hal yang negatif. Oleh karena itu, MUI menghimbau
untuk menutup tempat yang berbau maksiat. ‘’Menutup tempat maksiat itu jauh lebih penting
demi generasi muda,’’ sarannya.

Ditingkat pergaulan dalam kondisi hari ini, anak-anak bisa saja berbohong. Oleh sebab itu,
sambungnya pengawasan orang tua harus diperketat. Tentu saja contoh perilaku orang tua
sangat berperan.

Ia berharap, semua sekolah-sekolah tanpa terkecuali memperkuat kembali kehidupan


beragama. ‘’Kita harus menanamkan nilai-nila agama sejak dini sehingga mereka memiliki
kepribadian yang kuat,’’ katanya.

Hal yang sama juga diutarakan Drs Ali Anwar, kepala SMA 5 Pekanbaru. Menurutnya, akibat
perkembangan zaman, ketika agama tidak lagi menjadi pokok dalam kehidupan banyak
remaja yang terjebak dalam pergaulan bebas. ‘’Solusinya, kuatkan lagi ajaran agama. Baik di
sekolah maupun di rumah agama merupakan kebutuhan pokok,’’ ucapnya.
Selain itu, orang tua harus lebih memperhatikan anaknya. ‘’Orang tua dan anak harus selalu
berkomunikasi. Sehingga tahu persoalan anak,’’ ungkapnya.

Menyikapi hal ini, kepala Dinas Pendidikan Provinsi Riau, Drs HM Wardan MP mengatakan
akan melakukan komunikasi dengan dinas pendidikan kabupaten/kota untuk membuat surat
edaran ke sekolah-sekolah dalam mengantisipasi hal tersebut. ‘’Kita berharap jangan sampai
terjadi hal tersebut karena akan merusak diri sendiri, sekolah, agama dan daerah,’’ ujarnya
ketika ditemui usai acara pelantikan Persatuan Anak Guru Indonesia (Pagi) Provinsi Riau,
Rabu (20/8) malam di Hotel Sahid Pekanbaru.
Hamil Diluar Nikah
Pada saat mencuat kasus pasangan muda MBA (Married by Accident), yang muncul terlebih
dahulu bisa dipastikan adalah cemoohan, ejekan, mungkin juga makian. Dari sekian banyak
kasus2 hamil sebelum nikah yang pernah saya perhatikan, dari mulai bisikan2, gunjingan
sampai cercaan terbuka terlontar dari masyarakat. Tidaklah mengherankan di mana
masyarakat merasa ada hal yang kurang selaras dengan kepercayaan mereka dan norma2 adat.
Tidak di Indonesia, tidak di US, hal seputar kasus hamil sebelum nikah sebenarnya sama.
Sekitar tahun 50-an, seorang wanita muda lajang yang memiliki anak di luar nikah akan
dijadikan bulan2an oleh masyarakat sekitarnya. Kebanyakan dari mereka akhirnya
memutuskan untuk melarikan diri sampai melahirkan. Atau bagi mereka yang sudah merasa
putus asa, menggugurkan kandungan mereka, selain pilihan memberikan anaknya untuk
diadopsi.
Dari permasalahan hamil sebelum nikah tersebut akhirnya mencetuskan gagasan untuk
membuat tempat perlindungan bagi wanita2 muda ini. Gagasan itu yang memulainya justru
dari pihak gereja. Karena mereka beranggapan jalan terbaik bagi wanita2 muda ini adalah
memaafkan mereka dan berusaha membantu mereka memulai hidup baru. Beberapa gereja
memelihara dan menjaga wanita2 muda tersebut dan menyarankan mereka untuk memberikan
bayi2 mereka guna diadopsi. Hal demikian masih berlangsung sampai sekarang. Peraturan
adopsi pun disesuaikan dengan perkembangan jaman, terutama sekarang dengan adanya
DNA, memungkinkan seorang anak mencari ibu kandungnya. Dan adanya tenggang waktu
bagi si ibu untuk berubah pikiran kalau2 dia ingin anaknya kembali.
Yang saya ingin ketengahkan di sini adalah apakah ada lembaga semacam di atas di Indonesia
yang bisa membantu wanita2 muda ini menjalani hidupnya. Sebagian besar dari wanita2 yang
mengalami MBA adalah kaum remaja yang masih banyak kesempatan yang bisa jalani. Hanya
karena mereka hamil, mereka diharuskan berhenti sekolah. Di samping karena rasa malu, juga
karena peraturan sekolah yang mengharuskan murid2 wanitanya "bebas" dari perkara anak.
Saya ingat dulu ada adik kelas yang diberitakan hamil dan mesti keluar dari sekolah. Saat itu
dia masih kelas 2 SMA dan dengan paksa orang tuanya memindahkan dia ke propinsi lain.
Padahal pacarnya yang juga masih SMA itu ingin menikahinya dan bertangung jawab.
Terjadilah kucing2an antara si pacar dengan orang tuanya si wanita. Hal ini yang suka
membuat saya bingung, kenapa tidak dilegalkan saja hubungan mereka. Toh kasarnya, nasi
sudah jadi bubur, kenapa harus dihalang-halangi?
Memperhatikan beberapa ibu tunggal yang harus menghidupi anaknya yang beberapa dari
mereka adalah ibu kawan anak2 saya di sekolah, membuat saya berpikir dalam. Jenny (nama
samaran) hamil saat dia masih SMA. Dia memutuskan untuk membesarkan anaknya sendiri
sembari menjalani hidupnya yang sempat tertinggal. Sang bapak dari anaknya, meskipun
cukup baik hubungannya dengan anaknya, tapi tidak mau berhubungan dengan si ibu alias
mantan pacarnya lebih dekat. Jenny mengikuti kelas malam untuk mengejar ketingalan
SMAnya dan mendapatkan diploma SMA. Sementara itu dia bekerja sebagai pelayan di
sebuah restoran. Saat dia bekerja dan bersekolah, ibunya yang menjaga putrinya. Enaknya di
US, bagi mereka yang ketinggalan dalam hal sekolahnya ada program di bawah state yang
dapat diikuti supaya mereka bisa menyelesaikan sekolah dan memperoleh diploma. Di
beberapa adult education diadakan program GED atau persamaan sekolah. Di beberapa
perguruan tinggi diadakan sekolah malam (night school disebutnya bukan program extension)
dan banyak dari lulusannya mendapatkan pekerjaan yang baik. Mengenai penitipan anak
terutama bagi wanita2 muda yang berusaha menyelesaikan sekolahnya sambil bekerja juga
dimudahkan oleh pemerintah state. Program seperti Head Start memungkinkan mereka untuk
menitipkan anak-anak mereka tanpa bayar atau bayaran minimum.
Perhatian yang timbul akibat kasus MBA sebetulnya masih salah tempat. Karena gembar-
gembor dosa atau menyalahkan pihak orang tua bukanlah jawaban dari permasalahan yang
timbul. Karena meskipun pasangan muda, terutama si wanitanya, ini bakal memiliki anak,
mereka masih berhak mendapatkan pendidikan lebih lanjut. Demikian juga kesempatan untuk
mendapatkan pelatihan bagaimana caranya merawat bayi dan anak, tentunya sangat berguna
bagi mereka. Segi kesehatan juga harus sangat diperhatikan apalagi jika si wanitanya masih
remaja belia. Kemungkinan besar bayi yang dilahirkan mempunyai penyakit tertentu atau
cacat dapat terjadi, akibat usia ibu yang masih sangat muda. Dalam suatu masyarakat
semestinya ada peran untuk membantu dan mengulurkan tangan bagi pasangan muda tersebut.
Ya, memang mereka berbuat salah, tapi bukan berarti mereka harus disalahkan terus-terusan
tanpa ampun.
Di bawah tekanan yang bertubi2 dari pihak orang tua dan juga masyarakat, seseorang bisa
kalap dan melakukan kejahatan. Dari mulai aborsi baik yang sukarela maupun yang paksa
sampai pembunuhan. Seperti halnya yang terjadi beberapa tahun lalu di kompleks perumahan
orang tua saya. Sewaktu mendengar pacarnya hamil, si A merasa terdesak karena takut akan
orang tuanya dan anggapan masyarakat. Lalu dia membunuh pacarnya dan menyembunyikan
jenazahnya. Dalam kasus aborsi paksa, si wanita muda juga yang akhirnya menjadi korban
yang mengakibatkan kematian atau cacatnya organ reproduksinya. Hal2 berlatar belakang
MBA juga menghasilkan beberapa kasus pembuangan bayi. Kalau saja bayi-bayi itu diberikan
kepada pihak panti asuhan akan lebih baik daripada dibuang semena-mena. Tapi di bawah
pandangan masyarakat, seseorang bisa berpikir egois dan mementingkan perkaranya sendiri.
Kalau sudah begini, bukankah tugas masyarakat sebenarnya untuk mengatasi meningkatnya
kasus MBA dan kalau bisa mencari jalan keluarnya untuk pihak-pihak yang berkaitan. Jangan
cuma bisa menuduh, menuding dan menyalahkan. Kenapa tidak dengan memaafkan terlebih
dahulu, turut membantu dalam hal pendidikan, pengadaan lapangan kerja dan terutama tetap
menjadi kawan, tetangga atau saudara mereka.

Seks Bebas di Kalangan Remaja


Menonton infotainment kemarin pagi, bergidik mendengar artis remaja perempuan yang akan
dipenjara karena suatu kasus, ternyata hamil pula di luar nikah, sudah dua bulan. Tidak ada
konfirmasi siapa ayah dari si jabang bayi.
Remaja dengan segala perubahan dan fakta-fakta remaja lainnya seperti juga pernah
diungkapkan pada artikel sebelumnya (Remaja dan Seks) memang selalu menarik untuk
dibahas.
Fakta artis tersebut hanyalah tontonan yang tampaknya sudah menjadi sangat biasa kita santap
sehari-hari. Data terburuk lain mengungkap fakta yang tidak kalah mirisnya, remaja bahkan
rela melakukan aborsi ketika kehamilan menjadi tidak diinginkan : 700 ribu remaja Indonesia
setiap tahunnya melakukan aborsi. Padahal tindakan aborsi pun beresiko menjadi kematian.
Akibat-akibat lain dari seks bebas di kalangan remaja ini pun berbagai macam, terkena
HIV/AIDS, PMS (Penyakit Menular Seksual), KTD (Kehamilan yang Tidak Diinginkan)
hingga aborsi (seperti yang disebutkan tadi) yang dapat menyebabkan cacat permanen atau
berujung pada kematian.
Akibat psikologis yang seringkali terlupakan ketika melakukan hal ini sebenarnya adalah:
RASA BERSALAH, MARAH, SEDIH, SESAL, MALU, KESEPIAN, TIDAK PUNYA
BANTUAN, BINGUNG, STRES, BENCI DIRI SENDIRI, BENCI ORANG YANG
TERLIBAT, TAKUT TIDAK JELAS, INSOMNIA, KEHILANGAN PERCAYA DIRI,
GANGGUAN MAKAN, KEHILANGAN KONSENTRASI, DEPRESI, BERDUKA, TIDAK
PUNYA PENGHARAPAN, CEMAS, TIDAK MEMAAFKAN DIRI SENDIRI, TAKUT
HUKUMAN TUHAN, MIMPI BURUK, MERASA HAMPA, HALUSINASI, SULIT
MEMPERTAHANKAN HUBUNGAN.
Lalu berikut beberapa alasan kenapa hal ini bisa terjadi :
1. TIDAK BISA MENGATAKAN ‘TIDAK’:
- Biasanya karena merasa takut diputus hubungan oleh pacarnya. Cara untuk mempertahankan
hubungan tersebut. Padahal biasanya, sehabis itu pacar akan lari juga.
- Pacar sudah membujuk rayu sedemikian rupa, sampai akhirnya tidak bisa menolak. Habis
itu, siapa yang akan bertanggung jawab ya?
- Biasanya dijadikan alasan sebagai pembuktian cinta. Sebenarnya kalau benar-benar cinta,
akan menjaga supaya hubungan seks dilakukan setelah menikah.
2. MERASA BUKAN ANAK GAUL
Dengan pernah melakukan seks, dianggap ‘Gaul’. Salah besar padahal. Akan tetapi, banyak
remaja yang punya konsep diri rendah tetap melakukannya supaya dianggap ‘Gaul’.
3. BISNIS
Prostitusi semakin merebak, sekedar iming-iming Blackberry dapat membuat remaja
melakukannya loh! Di beberapa daerah, remaja juga dijadikan alat bisnis oleh orang tuanya
atau juga karena masalah kemiskinan.
4. NILAI AGAMA YANG BERKURANG
Kalau dulu sih, pegangan tangan lawan jenis saja, kayaknya tabu sekali. Agama yang
dijadikan alasan. Katanya secara agama tidak boleh. Tapi, sekarang mungkin sudah biasa yah?
Ajarannya sih masih sama, akan tetapi nilai-nilainya mungkin sudah mulai bergeser kali
tampaknya…
5. TAYANGAN TV
Wah, ini jangan ditanya deh. Dicekokin tiap hari dengan tayangan sinetron, infotainment,
film, dll. Apa tidak rusak jadinya? Minimal membuat remaja ada keinginan ingin mencoba?
Hm…jangan sampai kejadian deh ya...
6. GAYA HIDUP
Nah, akhirnya ada beberapa orang malah sudah menjalaninya sebagai gaya hidup. Sudah
biasa saja. Ckckck…
Akan tetapi, penulis yakin dan optimis, masih banyak remaja yang mempunyai sikap dan
prinsip yang kuat dengan rumus ini :
PACARAN + CINTA = PERNIKAHAN, baru kemudian SEKS
Sekedar berkaca dari remaja di Dumpit Tangerang ketika penulis melakukan penyuluhan di
sana di akhir bulan lalu. Mereka adalah remaja yang mempunyai sikap dan konsep diri yang
baik. Remaja-remaja dari kalangan bawah tersebut, meskipun seringkali terpaksa bekerja
untuk membantu orang tua mereka, tetap punya prinsip untuk tidak melakukan seks pranikah.
Mereka tahu bahwa mereka akan berkata ‘TIDAK’ dan belajar menghargai diri mereka
sendiri.
Bagaimanapun, pendidikan seks tetap perlu dilakukan agar hal ini tidak terjadi lagi. Lagi-lagi,
ini PR siapa ya? Orang tua, guru, atau remajanya sendiri?
Yang pasti : REMAJA TETAP PUNYA MASA DEPAN!

Tawuran Remaja
 
Perkelahian, atau yang sering disebut tawuran, sering terjadi di antara pelajar. Bahkan bukan
“hanya” antar pelajar SMU, tapi juga sudah melanda sampai ke kampus-kampus. Ada  yang
mengatakan bahwa berkelahi adalah hal yang wajar pada remaja.
   Di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan, tawuran ini sering terjadi. Data di
Jakarta misalnya (Bimmas Polri Metro Jaya), tahun 1992 tercatat 157 kasus perkelahian
pelajar. Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 1995
terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun
1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota Polri, dan tahun berikutnya
korban meningkat dengan 37 korban tewas. Terlihat dari tahun ke tahun jumlah perkelahian
dan korban cenderung meningkat. Bahkan sering tercatat dalam satu hari terdapat sampai tiga
perkelahian di tiga tempat sekaligus.

 Dampak perkelahian pelajar


  Jelas bahwa perkelahian pelajar ini merugikan banyak pihak. Paling tidak ada empat kategori
dampak negatif dari perkelahian pelajar. Pertama, pelajar (dan keluarganya) yang terlibat
perkelahian sendiri jelas mengalami dampak negatif pertama bila mengalami cedera atau
bahkan tewas. Kedua, rusaknya fasilitas umum seperti bus, halte dan fasilitas lainnya, serta
fasilitas pribadi seperti kaca toko dan kendaraan. Ketiga, terganggunya proses belajar di
sekolah. Terakhir, mungkin adalah yang paling dikhawatirkan para pendidik, adalah
berkurangnya penghargaan siswa terhadap toleransi, perdamaian dan nilai-nilai hidup orang
lain. Para pelajar itu belajar bahwa kekerasan adalah cara yang paling efektif untuk
memecahkan masalah mereka, dan karenanya memilih untuk melakukan apa saja agar
tujuannya tercapai. Akibat yang terakhir ini jelas memiliki konsekuensi jangka panjang
terhadap kelangsungan hidup bermasyarakat di Indonesia.

Pandangan umum terhadap penyebab perkelahian pelajar

  Sering dituduhkan, pelajar yang berkelahi berasal dari sekolah kejuruan, berasal dari
keluarga dengan ekonomi yang lemah. Data di Jakarta tidak mendukung hal ini. Dari 275
sekolah yang sering terlibat perkelahian, 77 di antaranya adalah sekolah menengah umum.
Begitu juga dari tingkat ekonominya, yang menunjukkan ada sebagian pelajar yang sering
berkelahi berasal dari keluarga mampu secara ekonomi. Tuduhan lain juga sering dialamatkan
ke sekolah yang dirasa kurang memberikan pendidikan agama dan moral yang baik. Begitu
juga pada keluarga yang dikatakan kurang harmonis dan sering tidak berada di rumah.
  Padahal penyebab perkelahian pelajar tidaklah sesederhana itu. Terutama di kota besar,
masalahnya sedemikian kompleks, meliputi faktor sosiologis, budaya, psikologis, juga
kebijakan pendidikan dalam arti luas (kurikulum yang padat misalnya), serta kebijakan publik
lainnya seperti angkutan umum dan tata kota.
 
Secara psikologis, perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja digolongkan sebagai salah
satu bentuk kenakalan remaja (juvenile deliquency). Kenakalan remaja, dalam hal
perkelahian, dapat digolongkan ke dalam 2 jenis delikuensi yaitu situasional dan sistematik.
Pada delikuensi situasional, perkelahian terjadi karena adanya situasi yang “mengharuskan”
mereka untuk berkelahi. Keharusan itu biasanya muncul akibat adanya kebutuhan untuk
memecahkan masalah secara cepat. Sedangkan pada delikuensi sistematik, para remaja yang
terlibat perkelahian itu berada di dalam suatu organisasi tertentu atau geng. Di sini ada aturan,
norma dan kebiasaan tertentu yang harus diikuti angotanya, termasuk berkelahi. Sebagai
anggota, mereka bangga kalau dapat melakukan apa yang diharapkan oleh kelompoknya.

 Tinjauan psikologi penyebab remaja terlibat perkelahian pelajar

 
   Dalam pandangan psikologi, setiap perilaku merupakan interaksi antara kecenderungan di
dalam diri individu (sering disebut kepribadian, walau tidak selalu tepat) dan kondisi
eksternal. Begitu pula dalam hal perkelahian pelajar. Bila dijabarkan, terdapat sedikitnya 4
faktor psikologis mengapa seorang remaja terlibat perkelahian pelajar. 
 
1. 1. Faktor internal. Remaja yang terlibat perkelahian biasanya kurang mampu
melakukan adaptasi pada situasi lingkungan yang kompleks. Kompleks di sini berarti
adanya keanekaragaman pandangan, budaya, tingkat ekonomi, dan semua rangsang
dari lingkungan yang makin lama makin beragam dan banyak. Situasi ini biasanya
menimbulkan tekanan pada setiap orang. Tapi pada remaja yang terlibat perkelahian,
mereka kurang mampu untuk mengatasi, apalagi memanfaatkan situasi itu untuk
pengembangan dirinya. Mereka biasanya mudah putus asa, cepat melarikan diri dari
masalah, menyalahkan orang / pihak lain pada setiap masalahnya, dan memilih
menggunakan cara tersingkat untuk memecahkan masalah. Pada remaja yang sering
berkelahi, ditemukan bahwa mereka mengalami konflik batin, mudah frustrasi,
memiliki emosi yang labil, tidak peka terhadap perasaan orang lain, dan memiliki
perasaan rendah diri yang kuat. Mereka biasanya sangat membutuhkan pengakuan.
 
1. 2. Faktor keluarga. Rumah tangga yang dipenuhi kekerasan (entah antar orang tua atau
pada anaknya) jelas berdampak pada anak. Anak, ketika meningkat remaja, belajar
bahwa kekerasan adalah bagian dari dirinya, sehingga adalah hal yang wajar kalau ia
melakukan kekerasan pula. Sebaliknya, orang tua yang terlalu melindungi anaknya,
ketika remaja akan tumbuh sebagai individu yang tidak mandiri dan tidak berani
mengembangkan identitasnya yang unik. Begitu bergabung dengan teman-temannya,
ia akan menyerahkan dirnya secara total terhadap kelompoknya sebagai bagian dari
identitas yang dibangunnya.
 
1. 3. Faktor sekolah. Sekolah pertama-tama bukan dipandang sebagai lembaga yang
harus mendidik siswanya menjadi sesuatu. Tetapi sekolah terlebih dahulu harus dinilai
dari kualitas pengajarannya. Karena itu, lingkungan sekolah yang tidak merangsang
siswanya untuk belajar (misalnya suasana kelas yang monoton, peraturan yang tidak
relevan dengan pengajaran, tidak adanya fasilitas praktikum, dsb.) akan menyebabkan
siswa lebih senang melakukan kegiatan di luar sekolah bersama teman-temannya. Baru
setelah itu masalah pendidikan, di mana guru jelas memainkan peranan paling penting.
Sayangnya guru lebih berperan sebagai penghukum dan pelaksana aturan, serta
sebagai tokoh otoriter yang sebenarnya juga menggunakan cara kekerasan (walau
dalam bentuk berbeda) dalam “mendidik” siswanya.
 
1. 4. Faktor lingkungan. Lingkungan di antara rumah dan sekolah yang sehari-hari
remaja alami, juga membawa dampak terhadap munculnya perkelahian. Misalnya
lingkungan rumah yang sempit dan kumuh, dan anggota lingkungan yang berperilaku
buruk (misalnya narkoba). Begitu pula sarana transportasi umum yang sering
menomor-sekiankan pelajar. Juga lingkungan kota (bisa negara) yang penuh
kekerasan. Semuanya itu dapat merangsang remaja untuk belajar sesuatu dari
lingkungannya, dan kemudian reaksi emosional yang berkembang mendukung untuk
munculnya perilaku berkelahi.

También podría gustarte