Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
BUKU AJAR
PEMBELAJARAN MEMBACA:
Intensif dan Ekstensif
Oleh:
HARYADI
Buku ajar Pembelajaran Membaca: Intensif dan Ektensif membahas tentang kiat
membelajarkan membaca intensif dan ekstensif di SMP/MTs dan SMA/SMK. Buku ini
dibuat dalam rangka memberikan panduan kepada mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra
Membaca. Kajian dalam buku ajar ini didasarkan atas psikologi belajar, kurikulum KTSP,
Buku ajar ini terdiri atas enam bab. Bab I pendahuluan; bab II standar kompetensi,
kompetensi dasar, indikator membaca intensif dan ektensif SMP/MTs dan SMA/MA; bab III
bahan ajar membaca intensif dan ektensif SMP/MTs dan SMA/MA; bab IV strategi
pembelajaran membaca intensif dan ektensif SMP/MTs dan SMA/MA; bab V media
pembelajaran membaca intensif dan ektensif SMP/MTs dan SMA/MA; dan bab VI evaluasi
pembelajaran membaca intensif dan ektensif SMP/MTs dan SMA/MA. Sebagai buku ajar,
buku ini dilengkapi rangkuman dan alat evaluasi yang terdapat pada setiap akhir bab, kecuali
bab pendahuluan.
Tidak ada gading yang tak retak; tidak ada yang sempurna di dunia ini, kecuali Allah
S.W.T. Demikian halnya dengan buku ini. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat diharapkan guna perbaikan pada edisi berikutnya. Ucapan terima kasih
disampaikan kepada semua pihak yang telah berjasa atas lahirnya karya ini.
Penulis
DAFTAR ISI
PRAKATA ...................................................................................................................................
DAFTAR ISI ................................................................................................................................
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................................................
DAFTAR TABEL .........................................................................................................................
BAB III BAHAN AJAR MEMBACA INTENSIF DAN EKSTENSIF SMP/MTs DAN
SMA/MA ...................................................................................................................
3.1 Pengantar ....................................................................................................................
3.2 Bahan Ajar .................................................................................................................
3.3 Materi Pembelajaran Membaca Membaca Intensif dan Ektensif SMP/MTs
dan SMA/MA..............................................................................................................
3.4 Pengembangan Bahan Ajar Membaca Intensif dan Ektensif SMP/MTs
dan SMA/MA ....................................................................................
3.5 Rangkuman .......................................................................................
3.6 Evaluasi......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................
BIODATA SINGKAT PENULIS................ ................................................................................
DAFTAR GAMBAR
Tabel 1
POKOK BAHASAN, SUBPOKOK BAHASAN, DAN PERTEMUAN
2.1 Pengantar
Kompetensi dasar yang perlu dimiliki mahasiswa setelah mengkaji bab ini adalah
mampu memahami standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator aspek membaca
intensif dan ekstensif SMP/MTs dan SMA/MA. Untuk mencapai kompetensi dasar tersebut,
materi yang dikaji bab ini adalah standar kompetensi; kompetensi dasar; indikator; standar
kompetensi dan kompetensi dasar aspek membaca SMP/MTs; standar kompetensi dan
kompetensi dasar aspek membaca SMA/MA; standar kompetensi, kompetensi dasar, dan
indikator aspek membaca intensif dan ekstensif SMP/MTs; dan standar kompetensi,
kompetensi dasar, dan indikator aspek membaca intensif dan ekstensif SMA/MA.
SK dan KD dalam dokumen standar isi keberadaannya sangat penting, selain standar
kompetensi lulusan (SKL) yang menjadi rujukan pelaksanaan ujian nasional. SK adalah
sejumlah kompetensi minimal untuk setiap aspek/keterampilan berbahasa/bersastra yang
wajib dimiliki siswa pada setiap akhir semester/kelas tertentu. Sementara itu, KD adalah
sejumlah kompetensi minimal yang dijabarkan dari standar kompetensi tertentu. Sebagai
kompetensi minimal, SK dan KD masih perlu ditambah, diperluas, dirinci, dan diperdalam
untuk menuju kompetensi maksimal. Pencapaian sejumlah KD akan menentukan
keberhasilan pencapaian SK. Pencapaian SK akan menentukan keberhasilan pencapaian SKL
mata pelajaran. Sekali lagi, SK dan KD dalam standar isi (Permen 22/2006) terbuka untuk
ditambah dan dijabarkan sehingga menjadi lebih lengkap, rinci, dan mendalam menuju
kompetensi maksimal. Dalam rangka melengkapi, merinci, dan mendalami SK dan KD
rambu-rambu yang perlu diperhatikan adalah acuan operasional penyusunan KTSP, di
antaranya: tuntutan dunia kerja, kebutuhan pembangunan daerah dan nasional, dan
keragaman potensi. Bila ingin menambah SK dan KD (baru), SK dan KD minimal dalam
standar isi harus diselesaikan terlebih dahulu, kecuali SK dan KD itu prasyarat. SK dan KD
setiap mata pelajaran idealnya dipahami guru di semua jenjang sekolah, terutama guru pada
jenjang yang lebih tinggi. Sebagai contoh, guru BI SMP harus tahu SK dan KD BI untuk SD
dan SMA/SMK, agar kegiatan dan pengalaman belajar yang diberikan kepada siswa lebih
tepat, yakni tidak terlalu mudah atau terlalu sulit. Bahkan, sangat baik bila guru (sekelompok
guru) dengan suka rela mau membuat penjenjangan jabaran isi SK dan KD BI mulai dari SD
sampai dengan SMA/SMK, terutama SMP—SMA/SMK. Peluang tumpang tindih KD di
SMP dan SMA/SMK lebih besar mengingat pada kedua jenjang sekolah itu, inti standar isi
banyak yang bersinggungan. Apabila tidak dipahami dengan baik, tidak tertutup
kemungkinan pembelajaran di SMP lebih mendalam dan lebih luas daripada di SMA/SMK.
KD yang akan dikembangkan menjadi RPP harus dipahami secara benar, di mana
posisi KD tersebut dalam empat keterampilan berbahasa/bersastra. Cara ini akan mencegah
terjadinya salah arah dalam pembelajaran. Arah KD juga harus dipahami secara benar dan
lurus agar tidak menimbulkan kesalahan fatal dalam penjabarannya menjadi RPP.
Mengingat dokumen yang memuat SK dan KD itu mengalami perjalanan yang
cukup panjang (mulai tahun 2000), petiklah SK dan KD dari dokumen yang terakhir
(Lampiran Permen 22/2006). Bila menemukan SK dan KD dalam silabus atau RPP yang
beredar di pasar, periksa secara cermat apakah SK dan KD yang diangkat dalam silabus dan
RPP itu memang tercantum dalam Lampiran Permen 22/2006.
2.4 Indikator
1.5 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Aspek Membaca SMP/MTs dan
SMA/MA
a. Kelas VII, Semester 1
3. Memahami ragam teks nonsastra dengan berbagai cara membaca]
3.1 Menemukan makna kata tertentu dalam kamus secara cepat dan tepat sesuai dengan
konteks yang diinginkan melalui kegiatan membaca memindai.
3.2 Menyimpulkan isi bacaan setelah membaca cepat 200 kata per menit.
3.3 Membacakan berbagai teks perangkat upacara dengan intonasi yang tepat.
7. Memahami isi berbagai teks bacaan sastra dengan membaca
7.1 Menceritakan kembali cerita anak yang dibaca.
7.2 Mengomentari buku cerita yang dibaca.
b. Kelas VII, Semester 2
11. Memahami wacana tulis melalui kegiatan membaca intensif dan membaca memindai
11.1 Mengungkapkan hal-hal yang dapat diteladani dari buku biografi yang dibaca secara
intensif.
11.2 Menemukan gagasan utama dalam teks yang dibaca.
11.3 Menemukan informasi secara cepat dari tabel/diagram yang dibaca.
15. Memahami wacana sastra melalui kegiatan membaca puisi dan buku cerita anak
15.1 Membaca indah puisi dengan menggunakan irama, volume suara, mimik, kinesik
yang sesuai dengan isi puisi.
15.2 Menemukan realitas kehidupan anak yang terefleksi dalam buku cerita anak baik
asli maupun terjemahan.
g. Kelas X, semester 1
3. Memahami berbagai teks bacaan nonsastra dengan berbagai teknik membaca
3.1 Menemukan ide pokok berbagai teks nonsastra dengan teknik membaca cepat (250
kata/menit)
3.2 Mengidentifikasi ide teks nonsastra dari berbagai sumber melalui teknik membaca
ekstensif.
7. Memahami wacana sastra melalui kegiatan membaca puisi dan cerpen
7.3 Membacakan puisi dengan lafal, nada, tekanan, dan intonasi yang tepat.
7.4 Menganalisis keterakaitan unsut intrinsik suatu cerpen dengan kehidupan sehari-hari.
h. Kelas X, semester 2
11. Memahami ragam wacana tulis dengan membaca memindai
11.4 Merangkum seluruh isi informasi teks buku ke dalam beberapa kalimat dengan
membaca memindai.
11.5 Merangkum seluruh isi informasi dari suatu tabel dan atau grafik ke dalam
beberapa kalimat dengan membaca memindai.
15. Memahami sastra melayu klasik
15.3 Mengidentifikasi karakteristik dan struktur unsur intrinsik sastra Melayu klasik.
15.4 Menemukan nilai-nilai yang terkandung di dalam sastra Melayu klasik.
2.6 SK, KD, dan Indikator Aspek Membaca Intensif dan Ekstensif SMP/MTs
Adapun dalam mengkaji kompetensi dasar mata pelajaran sebagaimana tercantum
pada Standar Isi dilakukan dengan memperhatikan hal-hal berikut ini:
1. Urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan materi, tidak
harus selalu sesuai dengan urutan yang ada di Standar Isi.
2. Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran.
3. Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar antarmata pelajaran.
Pada dasarnya rumusan kompetensi dasar itu ada yang operasional maupun yang tidak
operasional karena setiap kata kerja tindakan yang berada pada kelompok pemahaman dan
juga pengetahuan yang tidak bisa digunakan untuk rumusan kompetensi dasar.
Sehingga langkah-langkah untuk menyusun kompetensi dasar adalah sebagai berikut:
1. Menjabarkan Kompetensi Dasar yang dimaksud
2. Tulislah rumusan Kompetensi Dasarnya.
3. Mengkaji KD tersebut untuk mengidentifikasi indikatornya dan rumuskan indikatornya
yang dianggap relevan tanpa memikirkan urutannya lebih dahulu juga tentukan indikator-
indikator yang relevan dan tuliskan sesuai urutannya.
4. Kajilah apakah semua indikator tersebut telah mempresentasikan KD nya, apabila belum
lakukanlah analisis lanjut untuk menemukan indikator-indikator lain yang kemungkinan
belum teridentifikasi. 5. Tambahkan
indikator lain sebelum dan sesudah indikator yang teridentifikasi sebelumnya dan rubahlah
rumusan yang kurang tepat dengan lebih akurat dan pertimbangkan urutannya.
dengan
membaca
memindai
Kelas / semester : IX / 1
Standar Kompetensi : Memahami ragam wacana tulis dengan membaca intensif dan
membaca memindai
Kelas / semester : IX / 2
Kelas/Semester :X/2
Kelas/Semester : XI /1
Standar Kompetensi : Memahami ragam wacana tulis dengan membaca intensif dan
membaca nyaring
Kelas/Semester : XI / 2
Standar Kompetensi : Memahami ragam wacana tulis dengan membaca cepat dan
membaca intensif
Standar Kompetensi : Memahami ragam wacana tulis melalui kegiatan membaca cepat dan
membaca intensif
2.9 Rangkuman
SK dan KD dalam dokumen standar isi keberadaannya sangat penting, selain standar
kompetensi lulusan (SKL) yang menjadi rujukan pelaksanaan ujian nasional. SK adalah
sejumlah kompetensi minimal untuk setiap aspek/keterampilan berbahasa/bersastra yang
wajib dimiliki siswa pada setiap akhir semester/kelas tertentu. Sementara itu, KD adalah
sejumlah kompetensi minimal yang dijabarkan dari standar kompetensi tertentu. Sebagai
kompetensi minimal, SK dan KD masih perlu ditambah, diperluas, dirinci, dan diperdalam
untuk menuju kompetensi maksimal.
Kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, ketrampilan nilai dan sikap yang
direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Dalam hal ini kompetensi diartikan
sebagai pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah
menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku kognitif, afektif, dan
psikomotorik dengan sebaik-baiknya. Hal ini menunjukkan bahwa kompetensi mencakup
tugas, keterampilan, sikap dan apresiasi yang harus dimiliki oleh peserta didik untuk dapat
melaksanakan tugas-tugas pembelajaran sesuai dengan jenis pekerjaan tertentu.
Indikator adalah tanda-tanda yang dapat digunakan untuk menentukan/mengukur
ketercapaian KD. Indikator berisi perilaku bawahan atau jabaran perilaku yang terdapat
dalam KD. Indikator harus rinci, spesifik dan mudah diukur tingkat ketercapaiannya.
Menurut Depag indikator adalah wujud dari kompetensi dasar yang lebih spesifik. Sedangkan
menurut E Mulyasa indikator merupakan penjabaran dari kompetensi dasar yang
menunjukkan tanda-tanda perbuatan dan respon yang dilakukan atau ditampilkan oleh peserta
didik.
2.10 Evaluasi
3.1 Pengantar
Kompetensi dasar yang perlu dimiliki mahasiswa setelah mengkaji bab ini adalah
mampu memahami bahan ajar membaca intensif dan ekstensif SMP/MTs dan SMA/MA.
Untuk mencapai kompetensi dasar tersebut, materi yang dikaji bab ini adalah bahan ajar;
materi pembelajaran membaca SMP/MTs dan SMA/MA; dan pengembangan bahan dan
materi ajar membaca
Sedangkan bahan ajar menurut Astra (2007) adalah media berisi materi pelajaran yang
ditulis berdasarkan kurikulum yang berlaku keluasan dan kedalaman materi sudah
disesuaikan dengan tuntutan kurikulum tersebut. Materi itu dapat diambil dari berbagai
sumber, seperti buku teks, jurnal, dan artikel-artikel pada internet. Dipihak lain, buku teks di
tulis berdasarkan sistematika keilmuan.
Berbagai pengertian mengenai bahan ajar juga disampaikan oleh Sudrajat (2007), bahan
ajar merupakan informasi, alat dan teks yang diperlukan guru atau instruktur untuk
perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran. Bahan ajar juga dapat diartikan
sebagai segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru atau instruktur dalam
melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan
tertulis maupun bahan tidak tertulis (national center for vocational education research
ltd/national center for competency based training). Selain kedua pengertian tersebut, Sudrajat
juga mendefinisikan bahan ajar adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematis
baik tertulis maupun tidak sehingga tercipta lingkungan atau suasana yang memungkinkan
siswa untuk belajar.
Dari berbagai pengertian bahan ajar yang ada dapat disimpulkan bahwa bahan ajar dapat
dikatakan sebagai alat yang digunakan dalam proses pembelajaran yang berisi materi sesuai
dengan kurikulum yang telah ditentukan. Bahan ajar bisa berbentuk tertulis ataupun tidak
tertulis.
Depdiknas (2006:6) ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyusunan
bahan ajar atau materi pembelajaran. Prinsip-prinsip dalam pemilihan materi pembelajaran
meliputi prinsip relevansi, konsistensi, dan kecukupan. Prinsip relevansi artinya keterkaitan.
Materi pembelajaran hendaknya relevan atau ada kaitan atau ada hubungannya dengan
pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebagai misal, jika kompetensi yang
diharapkan dikuasai siswa berupa menghafal fakta, maka materi pembelajaran yang diajarkan
harus berupa fakta.
Prinsip konsistensi artinya keajegan. Jika kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa
empat macam, maka bahan ajar yang harus diajarkan juga harus meliputi empat macam.
Misalnya kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa adalah pengoperasian bilangan yang
meliputi penambahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian, maka materi yang diajarkan
juga harus meliputi teknik penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian.
Prinsip kecukupan artinya materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam
membantu siswa menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Materi tidak boleh terlalu
sedikit, dan tidak boleh terlalu banyak. Jika terlalu sedikit akan kurang membantu mencapai
standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebaliknya, jika terlalu banyak akan membuang-
buang waktu dan tenaga yang tidak perlu untuk mempelajarinya.
Berbagai bentuk bahan ajar dapat dikelompokkan sesuai dengan jenisnya yaitu: 1) bahan
cetak, seperti handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet, dan wallchart; 2)
bahan ajar yang berbentuk audio visual, seperti video/film dan VCD; 3) bahan ajar yang
berbentuk audio, misalnya radio, kaset, CD audio; 4) bentuk visual, seperti foto, gambar,
model/maket; 5) multimedia, berupa CD interaktif, Computer Based, dan internet.
3.2.1 Bahan Ajar Cetak
Panen dan Purwanto (1994:13) menyatakan bahwa bahan ajar bukan buku teks.
Perbedaan antara bahan ajar dengan buku teks tidak hanya terletak pada format, tata letak dan
perwajahannya, tetapi juga pada orientasi dan pendekatan yang digunakan dalam
penyusunannya. Buku teks biasanya ditulis dengan orientasi pada struktur dan urutan
berdasarkan bidang ilmu (content oriented) untuk dipergunakan oleh dosen dalam mengajar
(teaching oriented). Sangat jarang buku teks dipergunakan untuk belajar mandiri, karena
memang tidak dirancang untuk itu. Dengan demikian, penggunaan buku teks memerlukan
guru yang berfungsi sebagai penterjemah yang menyampaikan isi buku tersebut kepada
siswa.
Muhtadi (2007), bahan pembelajaran cetak dapat diartikan sebagai perangkat bahan yang
memuat materi atau isi pelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang dituangkan
dengan menggunakan teknologi cetak. Suatu bahan pembelajaran cetak memuat materi yang
berupa ide, fakta, konsep, prinsip, kaidah atau teori yang tercakup dalam mata pelajaran
sesuai dengan disiplin ilmunya serta informasi lainnya dalam pembelajaran.
Selanjutnya, Muhtadi juga menyebutkan bahwa bahan ajar tidaklah sama dengan buku
teks. Jika buku teks bersifat umum dan hanya memuat materi pelajaran saja, maka bahan ajar
cetak tidaklah demikian. Bahan ajar cetak lebih bersifat khusus dan lengkap. Artinya khusus
bagi siapa bahan ajar tersebut ditujukan sehingga sangat sesuai dengan calon penggunanya
dan lengkap berarti hal-hal yang dipandang perlu dalam proses pembelajaran juga
dicantumkan pada bagian karakteristik bahan ajar cetak tersebut. Selain itu penyusunannya
harus sesuai dengan kurikulum sekolah yang digunakan.
Pendapat mengenai perbedaan antara bahan ajar dan buku teks juga diungkapkan oleh
Sudrajat (2007), bahan ajar merupakan bahan atau materi pembelajaran yang disusun secara
sistematis yang digunakan guru dan siswa dalam KBM. Sedangkan buku teks merupakan
sumber informasi yang disusun dengan struktur dan urutan berdasar bidang ilmu tertentu.
Ada beberapa karakteristik bahan ajar cetak, antara lain yaitu:1) harus mampu
membelajarkan sendiri oleh siswa (self-instructional), artinya bahan ajar cetak harus
mempunyai kemampuan menjelaskan yang sejelas-jelasnya untuk membantu siswa dalam
proses pembelajaran, baik dalam bimbingan guru ataupun secara mandiri, 2) bersifat lengkap
(self-contained) artinya memuat hal-hal yang sangat diperlukan dalam proses pembelajaran.
Hal-hal tersebut adalah tujuan pembelajaran atau kompetensi, prasyarat yaitu materi-materi
pelajaran yang mendukung atau perlu dipelajari terlebih dahulu sebelumnya, prosedur
pembelajaran, materi pembelajaran yang tersusun sistematis, latihan/tugas-tugas, soal-soal
evaluasi, beserta kunci jawaban dan tindak lanjut yang harus dikerjakan oleh siswa, dan 3)
mampu membelajarkan peserta didik (self-instructional material), artinya dalam bahan
pembelajaran cetak harus mampu memicu siswa untuk aktif dalam proses belajarnya bahkan
membelajarkan siswa untuk dapat menilai kemampuan belajarnya sendiri (Muhtadi, 2007).
Ada beberapa macam bahan pembelajaran cetak, diantaranya yaitu: modul, handout, dan
lembar kerja siswa (LKS) (Muhtadi, 2007), dan buku. Modul merupakan suatu unit program
pembelajaran yang disusun dalam bentuk tertentu untuk keperluan belajar. Dengan kata lain,
modul merupakan suatu paket belajar yang berkenaan dengan satu unit bahan pelajaran.
Menurut BP3K Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, modul didefinisikan sebagai suatu
unit program pembelajaran terkecil yang secara rinci menggariskan: 1) tujuan instruksioanal
yang akan dicapai; 2) topik yang akan dijadikan dasar proses pembelajaran; 3) pokok-pokok
materi yang dipelajari; 4) kedudukan dan fungsi modul dalam kesatuan program yang lebih
luas; 5) peranan guru dalam proses pembelajaran; 6) alat-alat dan sumber yang akan
digunakan; 7) kegiatan belajar yang harus dilakukan; 8) lembar kerja yang harus dilakukan;
dan 8) program evaluasi yang harus dilaksanakan.
Modul merupakan alat atau sarana pembelajaran yang berisi materi, metode, batasan-
batasan, dan cara mengevaluasi yang dirancang secara sistematis dan menarik untuk
mencapai kompetensi yang diharapkan sesuai dengan tingkat kompleksitasnya. Modul adalah
bahan ajar yang disusun secara sistematis dan menarik yang mencakup isi materi, metoda,
dan evaluasi yang dapat digunakan secara mandiri (Sudrajat, 2007).
Handout diartikan sebagai buku pegangan siswa yang berisi tentang suatu materi
pelajaran secara lengkap. Berbeda halnya dengan modul yang isinya disajikan per unit
terkecil dari materi, maka handout menyajikan keseluruhan materi yang harus dipelajari.
Namun, walaupun memiliki perbedaan ada beberapa kesamaan karakteristik antara handout
dan modul. Meskipun tidak disajikan dalam unit-unit kecil, tapi sajiannya tetap memunculkan
komponen-komponen yang diperlukan dalam pembelajaran yang meliputi; tujuan
pembelajaran/kompetensi, prasyarat yaitu materi-materi pelajaran yang mendukung atau
perlu dipelajari terlebih dahulu sebelumnya, prosedur pembelajaran, materi pembelajaran
yang tersusun sistematis, latihan atau tugas-tugas dan soal-soal evaluasi.
Lembar Kerja Siswa (LKS). Berbeda dengan modul dan handout, bahan pembelajaran
cetak berbentuk LKS dikemas dengan hanya menekankan pada latihan, tugas atau soal-soal
saja. Walaupun hanya menekankan pada hal tersebut, LKS tetap menyajikan uraian materi
namun disajikan secara singkat. Soal-soal yang disajikan dalam LKS harus benar-benar
dikembangkan berdasarkan pada analisis tujuan pembelajaran atau kompetensi yang telah
dijabarkan ke dalam indikator pencapaian.
Agar tetap mampu membelajarkan secara baik, LKS tidak hanya memuat serangkaian
soal dan tugas tetapi juga menyediakan rambu-rambu pengerjaannya sehingga siswa benar-
benar dapat mempelajari bahan pembelajaran melalui soal-soal dan tugas. Selain itu
kesimpulan disetiap akhir pokok bahasan juga tetap harus disampaikan sebagai perulangan
dan penguatan materi untuk siswa.
Depdiknas (2005: 18) menyebutkan bahwa hal-hal yang berhubungan dengan standarisasi
buku atau bahan ajar pada dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam empat aspek, yakni (1)
kelayakan materi, (2) kelayakan penyajian materi, (3) kelayakan bahasa dan keterbacaan, dan
(4) kelayakan grafika. Keempat aspek ini terkait satu sama lain.
Pertama, aspek materi. Aspek ini merupakan bahan pembelajaran yang disajikan di dalam
buku pelajaran. Kriteria materi harus spesifik, jelas, akurat, dan mutakhir dari segi
penerbitan. Informasi yang disajikan tidak mengandung makna yang bias. Kosakata, struktur
kalimat, panjang paragraf, dan tingkat kemenarikan sesuai dengan minat dan kognisi siswa.
Kutipan lagu, puisi, atau wacana yang diambil dari sumber otentik lain diberikan sumber
rujukannya. Ilustrasi harus sesuai dengan teks. Demikian pula, peta, tabel, serta grafik harus
sesuai dengan teks, harus akurat, dan sederhana. Sementara itu, perincian materi harus sesuai
dengan kurikulum. Perincian materi juga harus memperhatikan keseimbangan dalam
penyebaran materi, baik yang berkenaan dengan pengembangan makna dan pemahaman,
pemecahan masalah, pengembangan proses, latihan dan praktik, tes keterampilan maupun
pemahaman.
Kedua, aspek penyajian materi. Aspek ini merupakan aspek tersendiri yang harus
diperhatikan dalam buku pelajaran, baik berkenaan dengan penyajian tujuan
pembelajaran,keteraturan urutan dalam penguraian, kemenarikan minat dan perhatian siswa,
kemudahan dipahami, keaktifan siswa, hubungan bahan, maupun latihan, dan soal. Dari
berbagai studi terlihat bahwa bahasa (termasuk keterbacaan) merupakan aspek yang cukup
unik dalam penyajian materi, aspek ini kemudian disajikan secara terpisah dari materi.
Seringkali, penjelasan mengenai kedua hal tersebut masih bertumpang-tindih, terutama antara
materi, penyajian, dan grafika.
Ketiga, aspek bahasa dan keterbacaan. Aspek bahasa merupakan sarana penyampaian dan
penyajian bahan, seperti kosakata, kalimat, paragraf, dan wacana. Aspek keterbacaan
berkaitan dengan tingkat kemudahan bahasa (kosakata, kalimat, paragraf, dan wacana) bagi
kelompok atau tingkatan siswa. Berbagai ahli keterampilam membaca sependapat bahwa
bahasa dan keterbacaan sebuah buku pelajaran menjadi ukuran kualitas buku pelajaran. Ada
tiga ide utama yang terkait dengan keterbacaan, yakni: (a) kemudahan membaca
(berhubungan dengan bentuk tulisan atau topografi: ukuran huruf dan lebar spasi, yang
berkaitan aspek grafika); (b) kemenarikan (berhubungan dengan minat pembaca, kepadatan
ide bacaan, dan penilaian keindahan gaya tulisan, yang berkaitan dengan aspek penyajian
materi); dan (c) kesesuaian (berhubungan dengan kata dan kalimat, panjang-pendek,
frekuensi, bangun kalimat, dan susunan paragraf, yang berkaitan dengan bahasa dan
keterbacaan).
Keempat, aspek grafika. Aspek ini berkenaan dengan fisik buku, seperti ukuran buku,
kertas, cetakan, ukuran huruf, warna, ilustrasi, dan lain-lain. Sebagian masalah yang
berkaitan dengan aspek grafika terdapat dalam uraian mengenai aspek keterbacaan. Sebagian
lain disajikan dalam uraian tersendiri, yakni khusus grafika, yang dikembangkan secara
khusus oleh tim grafika.
Kriterian penulisan bahan ajar adalah 1) harus menarik minat, yaitu bagi para siswa yang
mempergunakaanya; 2) harus mampu memotivasi bagi parasiswa yang memakainya; 3) harus
memuat ilustrasi yang menarik hati bagi para siswa yang memanfaatkannya; 4)
mempertimbangkan aspek linguistik sehingga sesuai dengan kemampuan siswa yang
memakainya; 5) harus memiliki hubungan erat dengan pelajaran-pelajaran yang lainnya,
lebih baik kalau dapat menunjanggnya dengan rencana, sehingga semuanya menjadi suatu
kebulatan yang utuh dan terpadu; 6) harus dapat menstimulasi, merangsang aktivitas-
aktivitasn pribadi siswa yang mempergunakannya; 7) harus sadar dan tegas menghindari
konsep-konsep yang samar-samar dan agar tidak sempat membingungkan siswa yang
memakainya; 8) harus meilik sudut pandang atau point of view yang jelas dan tegas sehingga
pada akhirnya menjadi sudut pandang bagi para pemahamnya; 9) harus mampu memberi
pemantapan, penekanan pada nilai-nilai anak dan orang dewasa; 10) harus mampu
menghargai perbedaan-perbedaan pribadi para siswa yang memakainya. (Greened and Petty
1971 dalam Tarigan 1986:20-21).
Pilihan atas buku teks pelajaran, sebaiknya, adalah teknis pelaksanaan di kelas. Berapa
lamakah waktu yang dibutuhkan untuk mengajarkan materi tersebut. Jadi, harus
dipertimbangkan pembagian jam pelajaran dengan materi yang akan disampaikan. Misalnya,
bagaimanakah sebuah indikator akan diterjemahkan ke dalam kegiatan pengajaran? Jika
sebuah Unit pelajaran mengandung Kegiatan 1-30 jenis, berapa lamakah kiranya unit tersebut
dapat diselesaikan dalam kelas? Dalam satu kali pertemuankah atau dua kali pertemuankah?
Andaikan saja bahwa dalam satu semester tersedia 18 minggu kegiatan belajar. Di
antaranya, kita sisihkan dua minggu untuk ulangan tengah dan akhir semester. Artinya, ada
16 minggu efektif pembelajaran. Berarti, untuk dua semester, ada 32 minggu efektif waktu
pembelajaran. Dalam 32 minggu itu berapa kalikah siswa memperoleh waktu untuk pelajaran
bahasa Indonesia: empat kali atau lima kali dalam seminggu?
Perlu diingat bahwa untuk sebuah kegiatan kelompok, akan dibutuhkan waktu untuk
membagi kelas dalam beberapa kelompok, mengatur tata susunan kelompok (ketua,
sekretaris, dsb.), membagi tugas, melaksanakan kerja kelompok (mencari bahan di
perpustakaan, menuliskan hasil temuan, diskusi kelompok, dsb.). Kadangkala, kegiatan
kelompok akan menghabiskan satu jam pelajaran, padahal belum termasuk di dalamnya
kegiatan presentasi (penyajian lisan). Jika dalam kelas ada 7 kelompok @ 5 orang,
dibutuhkan waktu presentasi 7x5 atau 10 menit penyajian. Penyajian itu akan menghabiskan
waktu 35 sampai 70 menit. Jadi, sebaiknya, diperhitungkan bahwa dalam satu unit hanya ada
satu kali kegiatan kelompok, misalnya. Harus dipikirkan pula kemungkinan pemberian
Pekerjaan Rumah (PR) bagi siswa (Utorodewo 2007:1).
Dengan demikian, standar buku pelajaran secara garis besar dapat diukur melalui aspek
isi atau materi, penyajian materi, bahasa dan keterbacaan, dan grafika. Uraian dari aspek isi
materi, penyajian materi, bahasa dan keterbacaan dan grafika menurut Bandono (2004)
adalah sebagai berikut.
Bahan ajar disusun dengan tujuan: (a) menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan
tuntutan kurikulum dengan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik, yakni bahan ajar
yang sesuai dengan karakteristik dan setting atau lingkungan sosial peserta didik; (b)
membantu peserta didik dalam memperoleh alternatif bahan ajar di samping buku-buku teks
yang terkadang sulit diperoleh untuk memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran.
Manfaat bagi guru: (a) diperoleh bahan ajar yang sesuai tuntutan kurikulum dan sesuai
dengan kebutuhan belajar peserta didik, (b) tidak lagi tergantung kepada buku teks yang
terkadang sulit untuk diperoleh, (c) memperkaya karena dikembangkan dengan menggunakan
berbagai referensi, (d) menambah khasanah pengetahuan dan pengalaman guru dalam
menulis bahan ajar, (e) membangun komunikasi pembelajaran yang efektif antara guru
dengan peserta didik karena peserta didik akan merasa lebih percaya kepada gurunya dan (f)
menambah angka kredit jika dikumpulkan menjadi buku dan diterbitkan.
Manfaat bagi Peserta Didik : (a) kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik, (b)
kesempatan untuk belajar secara mandiri dan mengurangi ketergantungan terhadap kehadiran
guru, dan (c) mendapatkan kemudahan dalam mempelajari setiap kompetensi yang harus
dikuasainya.
Prinsip Pengembangan : (a) mulai dari yang mudah untuk memahami yang sulit, dari
yang kongkret untuk memahami yang abstrak, (b) pengulangan akan memperkuat
pemahaman, (c) umpan balik positif akan memberikan penguatan terhadap pemahaman
peserta didik, (d) motivasi belajar yang tinggi merupakan salah satu faktor penentu
keberhasilan belajar, (e) mencapai tujuan ibarat naik tangga, setahap demi setahap, akhirnya
akan mencapai ketinggian tertentu, dan (f) mengetahui hasil yang telah dicapai akan
mendorong peserta didik untuk terus mencapai tujuan.
Dalam silabus materi pembelajaran disebut materi pokok. Kolom materi pokok dalam
silabus diisi rumusan inti KD. Bila KD berbunyi: “menyimpulkan isi berita yang dibacakan
dalam beberapa kalimat (1.1 Kelas VII smt 1), dalam kolom materi pokok ditulis
”menyimpulkan isi berita.”. sementara itu, dalam RPP disebut materi pembelajaran. Materi
pembelajaran merupakan jabaran atau uraian lebih lanjut dari materi pokok dalam silabus.
Bagian ini (materi pembelajaran) sering diperdebatkan. Yang dicantumkan apakah uraian
lengkap materi atau pokok-pokok materi atau judulnya saja? Materi pembelajaran harus
relevan dengan KD dan indikator serta memudahkan siswa mencapai tujuan pembelajaran.
Materi pembelajaran juga harus diolah. Prinsip-prinsip pemilihan/pengembangan materi perlu
diamalkan secara benar (relevan, konsisten, cukup, dan gradual). Materi pembelajaran harus
memenuhi syarat materi pembelajaran yang baik.
Materi pembelajaran adalah fakta, konsep, prinsip, model, prosedur atau gabungan dari
dua atau lebih jenis materi tersebut yang dihadirkan guru dalam pembelajaran untuk
membantu siswa mempelajari dan menguasai kompetensi tertentu yang ditetapkan. Bila ada
KD: memperkenalkan diri dan orang lain di dalam forum resmi dengan intonasi yang tepat
(berbicara: 2.1 Kelas X smt 1), apa materi pembelajaran yang tepat untuk dihadirkan?
Tampilan pengenalan diri yang baik (VCD) (fakta dan sekaligus model). Uraian teoritis
tentang pengenalan diri dalam situasi resmi (konsep dan prinsip) juga perlu diberikan kepada
siswa. Demikian pula langkah-langkah pengenalan diri yang baik (prosedur).
Berikut ini merupakan contoh bahan ajar kompetensi dasar menemukan informasi secara
cepat dari tabel/diagram yang dibaca.
Tabel
Dalam kehidupan sehari-hari tentunya Anda pernah melihat dan membaca tabel. Tabel
disusun dan digunakan untuk kepentingan dan fungsi-fungsi tertentu, seperti contoh untuk
menuliskan jumlah penduduk disuatu daerah dan perinciannya, maka akan lebih mudah dan
praktis jika ditulis dengan menggunakan tabel. Selain itu, tabel disusun secara teratur dan
terperinci sehingga memudahkan pembaca dalam membaca uraian terperinci secara lebih
cepat dan tepat.
Tabel
Dalam sebuah wacana, tabel berfungsi memperjelas uraian. Melalui tabel, Anda dapat
menemukan informasi secara cepat, lengkap, dan jelas. Tabel merupakan bentuk menyajikan
informasi berisi ikhtisar suatu informasi. Data yang disajikan dalam tabel berupa kata-kata
dan bilangan yang disusun secara rapi dan sistematis dalam lajur dan deret tertentu. Supranto
(dalam http://achmatin.net), mendefinisikan bahwa tabel merupakan kumpulan angka-angka
yang disusun menurut kategori-kategori tertentu sehingga memudahkan pembuatan analisis
data Penyajian dengan tabel bisa memberikan angka-angka yang lebih teliti baik berupa
hubungan satu arah, dua arah, ataupun lebih. Tabel dapat memudahkan pembaca dalam
memahami suatu informasi dengan cepat teliti dan akurat.
Tabel dapat diartikan sebagai daftar berisi ikhtisar sejumlah (besar) data informasi
yang biasanya berupa kata-kata dan bilangan yang tersusun secara bersistem urut ke bawah di
lajur dan deret tertentu dengan garis pembatas sehingga dapat dengan mudah disimak dan
dipahami. Tabel tidak hanya berisi tentang angka-angka tetapi juga kata-kata yang disusun
sedemikian rupa sehingga mudah dan cepat dipahami. Tetapi pada umumnya tabel ditulis
dengan menggunakan angka yang mewakili atau menyimbolkan kadar atau ukuran suatu hal.
Pendapat lain mengatakan bahwa tabel adalah koleksi objek yang terdiri dari
sekumpulan elemen yang diorganisasi secara kontigu, artinya memori yang dialokasikan
antara satu elemen dengan elemen yang lainnya yang mempunyai addres yang berurutan.
Pada tabel, pengertian yang perlu dipahami adalah keseluruhan tabel (sebagai koleksi) adalah
alat penampung data yang menampung seluruh eleman, indeks tabel yang menunjukkan
identitas dari sebuah elemen, dan elemen tabel yang bertipe tertentu yang sudah terdefinisi.
Dari definisi-definisi tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tabel adalah daftar
yang berisi ikhtisar sejumlah (besar) data informasi yang biasanya berupa kata-kata dan
bilangan yang tersusun secara tersistem dan urut serta terdiri dari sekumpulan elemen yang
diorganisasi secara kontigu yang disusun menurut kategori-kategori tertentu sehingga
memudahkan pembuatan analisis data. Tabel telah dibuat sedemikian rupa sehingga pembaca
dapat menemukan informasi, pesan, dan isi dari tabel yang dibaca. Berikut contoh tabel hasil
tes aspek kerapian tulisan dari penelitian tindakan kelas
Contoh Tabel
Jumlah
Kategori Frekuensi % Keterangan
Nilai
Diagram
Alat bantu visul lain yang juga menarik dan efektif yang dapat digunakan untuk berbagai
keparluai adalah diagram. Diagram memungkinkan panyampaian ide yang kompleks secara
mudah dan dapat memberi gambaran suatu data secara efektif pada pembaca. Diagram juga
sering dipakai dan dijumpai dalam kehidupan manusia karena diagram sangat bermanfaat dan
sangat efektif digunakan untuk menyampaikan ide yang komples secara mudah dan cepat.
Diagram
Diagram merupakan alat bantu visual yang memuat sejumlah informasi atau fakta penting
yang disusun secara bersistem agar dapat dengan mudah dan cepat dipahami. Dengan melihat
diagram, pembaca akan dengan cepat dapat mengetahui isi bacaan dengan mengamati,
membandingkan,dan memahami isi bacaan. Supranto (dalam http://achmatin.net),
mengungkapkan bahwa diagram merupakan gambar-gambar yang menunjukkan data berupa
angka secara visual (mungkin juga dengan simbol-simbol) serta biasanya berasal dari tabel-
tabel yang telah dibuat. Walaupun angka-angka yang disajikan melalui diagram kurang teliti
dibandingkan dengan tabel, namun diagram dapat membantu untuk mengambil kesimpulan
yang cepat. diagram digunakan untuk menyampaikan ide yang kompleks secara mudah, dan
dapat memberi gambaran suatu data secara efektif kepada pembaca. Ciri utama diagram
adalah sederhana tetapi jelas. Diagram memberikan gambaran perbandingan atau
gambaran asosiasi antara dua atu beberapa variabel serta menyusun dan mengikhtisarkan
serta melaporkan hubungan antara data statistik dengan bagian-bagian lain secara
komprehensif, padat, singkat, dan sederhana. Diagram merupakan bentuk penyajian visual
yang dipakai untuk membandingkan jumlah data pada saat-saat yang berbeda. Hal atau
informasi yang harus diuraikan secara panjang lebar dapat ditunjukan dengan sekejap dengan
gambar diagram. Menurut Dwi Hariningsih (2008: 106) diagram merupakan sketsa
untuk menunjukkan atau menerangkan sesuatu yang disampaikan melalui gambar. Dengan
melihat dan membaca diagram yang berbentuk gambar, pembaca dapat dapat dengan cepat
menyerap informasi lebih banyak dalam waktu yang amat singkat dan akurat.
Data atau suatu yang ingin diinformasikan dapat dituangkan atau ditulis dalam berbagai
macam bentuk diagram. Sudjana (2002: 14) menjelaskan beberapa macam diagram, yaitu
diagram batang, diagram garis, diagram lambang atau simpul, diagram pastel atau lingkaran,
diagram peta atau kartogram, dan diagram pencar atau diagram titik.
Membaca Cepat
Orang yang tidak mendapat bimbingan, latihan khusus membaca cepat, sering mudah
lelah dalam membaca karena lamban dalam membaca, tidak ada gairah, merasa bosan, tidak
tahan membaca buku dan terlalu lama untuk menyelesaikan buku yang tipis sekali.
Membaca dengan bersuara (vokalisasi), menggerakkan bibir, menunjuk kata demi
kata dengan jari, dan menggerakkan kepala dari kiri ke kanan, seperti dilakukan semasa
kanak-kanak, merupakan kebiasaan yang menghambat. Dengan menggerakkan bibir ataupun
suara (mengucap kata demi kata), kecepatan membaca menjadi amat berkurang, yaitu hanya
seperempatnya jika kita membaca secara diam. Kecepatan berkurang karena dari pada
menangkap ide yang terkandung dalam tulisan itu, orang lebih memperhatikan pada
pengucapannya. Orang pun cepat lelah karena kegiatan lebih tertumpu pada aktifitas otot,
begitu pula menggerakkan kepala dan menunjuk dengan tangan, juga menghambat. Hal ini
disebabkan gerak mata serta proses di otak jauh lebih cepat dari pada gerak kepala ataupun
tangan.
Kebiasaan yang melibatkan fisik itu mudah diatasi dan dalam tempo dua minggu
kebiasaan itu akan hilang, asalkan kita mau mempraktekan cara-cara penanggulangannya.
Hambatan lain yang sulit diatasi adalah regresi atau mengulangi beberapa kata ke belakang
dan subvokalisasi atau melafalkan kata dalam batin.
3.5 Rangkuman
Bahan ajar atau materi pembelajaran (instructional materials) secara garis besar terdiri
dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka
mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Secara terperinci, jenis-jenis materi
pembelajaran terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, prosedur), keterampilan, dan
sikap atau nilai. Atau, bahan ajar adalah media berisi materi pelajaran yang ditulis
berdasarkan kurikulum yang berlaku keluasan dan kedalaman materi sudah disesuaikan
dengan tuntutan kurikulum tersebut. Materi itu dapat diambil dari berbagai sumber, seperti
buku teks, jurnal, dan artikel-artikel pada internet. Dipihak lain, buku teks di tulis
berdasarkan sistematika keilmuan.
Bahan pembelajaran cetak dapat diartikan sebagai perangkat bahan yang memuat materi
atau isi pelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang dituangkan dengan
menggunakan teknologi cetak. Suatu bahan pembelajaran cetak memuat materi yang berupa
ide, fakta, konsep, prinsip, kaidah atau teori yang tercakup dalam mata pelajaran sesuai
dengan disiplin ilmunya serta informasi lainnya dalam pembelajaran. Ada beberapa macam
bahan pembelajaran cetak, diantaranya yaitu: modul, handout, dan lembar kerja siswa (LKS),
dan buku.
Hal-hal yang berhubungan dengan standarisasi buku atau bahan ajar pada dasarnya dapat
dikelompokkan ke dalam empat aspek, yakni (1) kelayakan materi, (2) kelayakan penyajian
materi, (3) kelayakan bahasa dan keterbacaan, dan (4) kelayakan grafika. Keempat aspek ini
terkait satu sama lain. Kriterian penulisan bahan ajar adalah 1) harus menarik minat, yaitu
bagi para siswa yang mempergunakaanya; 2) harus mampu memotivasi bagi parasiswa yang
memakainya; 3) harus memuat ilustrasi yang menarik hati bagi para siswa yang
memanfaatkannya; 4) mempertimbangkan aspek linguistik sehingga sesuai dengan
kemampuan siswa yang memakainya; 5) harus memiliki hubungan erat dengan pelajaran-
pelajaran yang lainnya, lebih baik kalau dapat menunjanggnya dengan rencana, sehingga
semuanya menjadi suatu kebulatan yang utuh dan terpadu; 6) harus dapat menstimulasi,
merangsang aktivitas-aktivitasn pribadi siswa yang mempergunakannya; 7) harus sadar dan
tegas menghindari konsep-konsep yang samar-samar dan agar tidak sempat membingungkan
siswa yang memakainya; 8) harus meilik sudut pandang atau point of view yang jelas dan
tegas sehingga pada akhirnya menjadi sudut pandang bagi para pemahamnya; 9) harus
mampu memberi pemantapan, penekanan pada nilai-nilai anak dan orang dewasa; 10) harus
mampu menghargai perbedaan-perbedaan pribadi para siswa yang memakainya.
Materi dalam pembelajaran itu adalah teks yang ada dalam ensiklopedi dan buku telepon
itu. Contoh lain dapat lihat dalam kompetensi dasar membaca pemahaman dan mengevaluasi
buku yang berisi ilmu pengetahuan populer dengan materi pokok buku ilmu pengetahuan
populer. Materinya adalah teks yang ada dalam buku ilmu pengetahuan populer itu. Hal ini
ternyata berbeda dengan, misalnya, mata pelajaran biologi. Untuk kompetensi dasar siswa
mampu menjelaskan anatomi tumbuhan paku, misalnya, materi pokoknya adalah anatomi
tumbuhan paku. Sementara itu, sumber materinya adalah buku paket atau buku-buku lain
yang berisi ulasan tentang tumbuhan paku dan medianya adalah contoh tumbuhan paku atau
gambar
Materi pembelajaran adalah fakta, konsep, prinsip, model, prosedur atau gabungan dari
dua atau lebih jenis materi tersebut yang dihadirkan guru dalam pembelajaran untuk
membantu siswa mempelajari dan menguasai kompetensi tertentu yang ditetapkan. Prinsip-
prinsip pemilihan/pengembangan materi perlu diamalkan secara benar (relevan, konsisten,
cukup, dan gradual). Materi pembelajaran harus memenuhi syarat materi pembelajaran yang
baik.
3.6 Evaluasi
4.1 Pengantar
Kompetensi dasar yang perlu dimiliki mahasiswa setelah mengkaji bab ini adalah
mampu memahami strategi pembelajaran membaca intensif dan ekstensif SMP/MTs dan
SMA/MA. Untuk mencapai kompetensi dasar tersebut, materi yang dikaji bab ini adalah
strategi pembelajaran inovatif dalam pembelajaran membaca intensif dan ekstensif
SMP/MTs dan SMA/MA; metode dalam pembelajaran membaca intensif dan ekstensif
SMP/MTs dan SMA/MA; dan retorika membaca dalam pembelajaran membaca intensif dan
ekstensif SMP/MTs dan SMA/MA.
4.3 Metode Pembelajaran Membaca Intensif dan Ekstensif SMP/MTs dan SMA/MA
Menurut Subana dan Sunarti (93-112), metode yang dapat diterapkan dalam
pembelajaran membaca, yaitu metode ceramah, diskusi, sumbang saran, simulasi,
demonstrasi, dan diskoveri-inkuiri. Keenam metode tersebut dapat juga diterapkan dalam
dalam pembelajaran membaca.
Metode Ceramah. Ceramah adalah pidato oleh seseorang di hadapan banyak
pendengar (Alwi dkk. 2002:209) atau siswa (di dunia pendidikan). Dalam pembelajaran,
ceramah merupakan salah satu metode penyampaian informasi dan materi di kelas. Metode
ceramah merupakan salah satu cara yang digunakan guru untuk memberikan informasi terkait
dengan materi yang diajarkannya. Guru berfungsi sebagai pemindah informasi, sedangkan
siswa sebagai penerima informasi. Contohnya: guru menjelaskan mengenai suatu teknik
membaca yang diterapkan sewaktu siswa membaca.
Penerapan metode ceramah di kelas dalam pembelajaran membaca adalah:
1. untuk memperoleh perhatian siswa dengan berusaha menenangkan kelas,
2. untuk menjelaskan tujuan pembelajaran membaca,
3. untuk menjelaskan pelajaran membaca akan dimulai,
4. untuk mengkaitkan materi membaca yang sudah dan yang akan dikaji,
5. untuk menjelaskan alokasi waktu pembelajaran membaca,
6. untuk menerangkan materi membaca,
7. untuk memberi contoh membaca,
8. untuk memberi petunjuk membaca,
9. untuk mengulang pokok-pokok materi membaca telah disampaikan,
10. untuk menerangkan pertanyaan dari siswa,
11. untuk memberi umpan balik,
12. untuk memberikan simpulan,
13. untuk memberikan refleksi,
14. untuk memberikan tugas membaca.
Metode Diskusi . Diskusi adalah pertemuan ilmiah untuk bertukar pikiran mengenai
suatu masalah (Alwi dkk. 2002:269). Diskusi digunakan untuk memecahkan masalah tentang
suatu topic berdasarkan bukti-bukti yang ada. Dalam dunia pendidikan, diskusi digunakan
sebagai metode untuk mengaktifkan siswa untuk berbicara satu dengan yang lain untuk
bertukar pikiran tentang suatu topic atau memecahkan masalah pelajaran dengan mencari
bukti dan fakta yang dapat digunakannya. Contohnya: siswa diminta mendiskusikan
mengenai cara penanggulangan kenakaalan remaja berdasarkan teks bacaan yang telah
dibacanya.
Penerapan metode diskusi dalam pembelajaran terdiri atas dua tahap, yaitu tahap
persiapan dan pelaksanaan. Hal-hal yang dilakukan guru pada tahap persiapan adalah:
1. menjelaskan mengenai metode diskusi,
2. menentukan tujuan diskusi,
3. menetapkan masalah yang akan didiskusikan,
4. menetapkan waktu, mempersiapkan peralatan.
Pada tahap pelaksanaan , hal-hal yang dilakukan guru adalah:
1. mengecek persiapan diskusi,
2. memberi pengarahan mengenai pelaksanaan diskusi,
3. menyuruh siswa diskusi,
4. memantau pelaksanaan diskusi,
5. memotifasi, memfasilitasi, dan mengarahkan siswa untuk berdiskusi,
6. mengakhiri pelaksanaan diskusi.
7. menyimpulkan hasil diskusi.
Metode Sumbang-saran. Sumbang saran (brain storming) adalah suatu metode atau
cara diskusi untuk mengumpulkan (investigasi) gagasan dari curah pendapat yang dilakukan
oleh peserta. Curah gagasan dilaksanakan secara spontan yang berhubungan dengan bidang
minat atau kebutuhan peserta untuk mencapai suatu keputusan.
Dalam pembelajaran, metode sumbang saran dilaksanakan dengan cara guru
melontarkan suatu masalah ke siswa di kelas, kemudian siswa diminta untuk menjawab dan
atau menyatakan pendapat dan atau komentar sehingga masalah berkembang (mungkin
menjadi baru. Metode ini dapat diartikan sebagai cara untuk mendapatkan banyak ide dalam
kelompok manusia secara cepat. Contohnya: sebelum pertemuan atau pada awal
pembelajaran, siswa diminta untuk membaca sebuah artikel sesuai dengan pokok bahasan
yang akan disumbangsarankan.
Pelaksanaan metode brain storming dalam pembelajaran adalah:
1. Siswa dan guru menyepakati pembagian kelompok,
2. siswa dan guru menyepakati tata aturan pelaksanaan sumbang saran,
3. Guru melontarkan masalah kepada siswa,
4. Siswa mengemukakan pendapat dan atau komentar, sedangkan guru mengamati dan
mencatat pendapat yang disampaikan siswa,
5. Siswa dan guru mengevaluasi semua gagasan yang telah dikemukakan siswa.
Metode Simulasi. Simulasai adalah metode pelatihan yang meragakan sesuatu di
bentuk tiruan yang mirip dengan keadaan yang sesungguhnya (Alwi dkk. 2002:1068). Dalam
pembelajaran, simulasi merupakan suatu permainan yang mengharuskan siswa memegang
peranan tertentu seolah-olah betul-betul terlibat dalam situasi yang sesungguhnya.
Contohnya: siswa memerankan seorang tokoh yang ada pada teks drama yang ia baca. Ia
seolah-olah sebagai tokoh yang diperankan.
Penerapan metode ini dalam pembelajaran adalah:
1. siswa dan guru mempersiapkan bacaan (teks drama) yang akan diperankan,
2. siswa dan guru mengkondisikan situasi permainan yang sesuai,
3. siswa dan guru menyepakati pelaksanaan simulasi,
4. siswa dan guru memilih siapa saja dan peran apa saja yang akan dimainkan,
5. siswa dan guru membantu siswa yang akan permain peran,
6. siswa latihan melaksanakan simulasi,
7. siswa melaksanakan simulasi,
8. siswa dan guru mengevaluasi pelaksanaan simulasi,
9. siswa lain melaksanakan simulasi dengan mempertimbangkan hasil evaluasi,
10. siswa dan guru memberikan saran atas pelaksanaan simulasi.
Metode Demonstrasi. Demonstrasi adalah peragaan atau petunjuk tentang cara
melakukan atau mengerjakan sesuatu (Alwi 2002:250). Dalam pembelajaran, demontrasi
merupakan salah satu metode dengan menunjukkan atau memperlihatkan suatu proses
sehingga siswa dapat melihat, mengamati, mendengarkan, meraba-raba, dan merasakan
proses yang didemonstrasikan. Contohnya: siswa membaca teks bacaan petunjuk mengisi
pulsa, kemudian ia mendemonstrasikan di depan kelas.
Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode demonstrasi adalah:
1. siswa dan guru menyepakati topic yang akan didemonstrasikan,
2. siswa dan atau guru menyiapkan teks bacaan petunjuk
3. siswa dan guru menyepakati tata aturan,
4. siswa membaca teks bacaan,
5. siswa mendemostrasikan hasil bacaannya di depan kelas,
6. siswa dan guru mengevaluasi demonstrasi yang telah dilakukan oleh salah satu siswa,
7. siswa mendemonstrasikan lagidi depan kelas berdasarkan hasil evaluasi,
8. siswa dan guru menyimpulkan hasil pembelajaran,
9. siswa dan guru merefleksi proses pembelajaran yang telah dilakukan,
10. siswa dan guru menyepakati tindak lanjut yang perlu dilakukan siswa setelah
pembelajaran.
Metode Diskoveri-inkuiri. Diskoveri adalah proses mental dari individu untuk
mengasimilasikan konsep dan prinsip-prinsip atau suatu kegiatan pembelajaran yang
dirancang agar siswa dapat menemukan konsep dan prinsip melalui proses mentalnya. Inkuiri
merupakan perluasan dari diskoveri yang memerlukan proses mental yang lebih tinggi,
misalnya merancang dan melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data,
merumuskan problematika, dan menarik simpulan. Dalam pembelajaran, diskoveri-inkuiri
merupakan salah satu metode yang menitikberatkan studi individu , manipulasi objek, dan
eksperimen yang dilaksanakan siswa untuk mengambil simpulan dan menyadari suatu
konsep.
Pelaksanaan metode deskoveri-inkuiri dalam pembelajaran membaca adalah:
1. sebelum pembelajaran, siswa dan guru menyepakati pokok bahasa pembelajaran,
2. guru melontarkan permasalahan yang akan dicari,
3. siswa membaca teks bacaan yang relevan dengan permasalahan yang dipecahkan,
4. siswa berdiskusi memecahkan permasalah yang dilontarka olegh guru,
5. siswa menghasilkan cara memecahkan masalah,
6. siswa menulis hasil pemecahan masalah,
7. siswa melaporkan hasilnya di depan kelas,
8. siswa membahas laporan dari temannya,
9. siswa dan guru menyimpulkan hasil pembelajaran,
10. siswa dan guru merefleksi pelaksanaan pembelajaran,
11. siswa dan guru menyepakati tugas yang dikerjakan di rumah.
4.4 Retorika dalam Pembelajaran Membaca Intensif dan Ekstensif SMP/MTs dan
SMA/MA
Retorika pada awalnya diberi pengertian sebagai studi mengenai seni berpidato
(oratoria). Dalam perkembangannya, retorika diberi pengertian sebagai istilah yang diberikan
kepada suatu kiat pemakaian bahasa sebagai seni berpidato yang didasarkan pada suatu
pengetahuan yang tersusun baik. Retorika sebagai seni berpidato mulai menurun peranannya
setelah ditemukannya mesin cetak. Peran retorika menjadi bergeser pada seni penggunaan
bahasa secara tulis sehingga pengertian retorika menjadi meluas sebagai suatu kiat pemakaian
bahasa sebagai seni, baik secara lisan maupun tulis, yang didasarkan atas pengetahuan yang
tersusun baik untuk mencapai tujuan tertentu.
Supaya pemakaian bahasa dapat dilakukan secara efektif dan efisien, retorika tidak
hanya diperlukan oleh pembicara dan penulis, namun dibutuhkan juga oleh penyimak dan
pembaca. Dalam membaca, pembaca dituntut mempunyai kiat atau seni membaca agar dapat
mencapai tujuan yang diinginkannya. Apabila tujuan menulis adalah menyampaikan gagasan
atau informasi, tujuan membaca adalah menerima gagasan atau informasi. Informasi
disampaikan oleh penulis dengan kiat agar gagasan dapat diterima oleh pembaca. Pembaca
dalam menerima informasi yang disampaikan penulis perlu kiat juga supaya ia dapat
menerima informasi sesuai apa yang ditulis oleh penulis. Untuk itu, cakupan retorika perlu
diperluas lagi yang tidak mencakup kiat berbicara dan menulis, tetapi juga kiat menyimak
dan membaca.
Membaca merupakan salah satu cakupan retorika. Seperti hanya pada cakupan yang
lain (berbicara dan menulis), membaca memerlukan dasar pengetahuan yang tersusun baik
yang telah dimiliki dan kemahiran yang telah dikuasai. Dalam membaca, pembaca dituntut
dapat menggunakan kedua dasar yang telah dimiliki dan dikuasai secara benar dan tepat agar
dapat membaca secara efektif dan efisien. Untuk keperluan itu, pembaca harus mempunyai
kiat membaca. Kiat yang dimaksud bagaimana pembaca memilih dan menggunakan model,
metode, dan teknik membaca secara tepat dan benar.
Model Membaca. Tujuan utama membaca adalah mendapatkan informasi. Untuk
mencapai tujuan itu, pembaca perlu memakai sistem atau cara kerja dalam membaca. Sistem
kerja yang dipakai mencakup cara kerja fisik dan psikis. Gabungan kedua cara kerja tersebut
merupakan proses dalam membaca karena membaca dimulai dari proses visual dan diakhiri
proses psikis. Sistem kerja, baik fisik maupun psikis, dalam memahami atau menafsirkan
bacaan dinamakan model membaca.
Dalam sejarah perkembangan studi membaca, munculnya model membaca
dilatarbelakangi oleh pendekatan. Pendekatan yang melatarbelakanginya adalah pendekatan
taksonomik, psikologis, proses informasi, psikomotorik, dan linguistik. Berdasarkan
pendekatan tersebut, muncullah berbagai model membaca yang diciptakan oleh para ahli.
Dari berbagai model yang muncul dapat diklasifikasi menjadi tiga, yaitu Model Membaca
Bawah Atas (MMAB), Model Membaca Atas Bawah (MMAB), dan Model Membaca
Timbal-balik (MMTB).
Model Membaca Bawah Atas (MMBA) merupakan model membaca yang bertitik
tolak dari pandangan bahwa yang mempunyai peran primer dalam membaca adalah struktur
bacaan dan struktur pengetahuan yang dimiliki pembaca mempunyai peran sekunder. Dalam
membaca, pembaca bergantung sekali pada bacaan untuk melakukan penyandian kembali
simbol.-simbol grafis. Hasil penyandian dikirim ke otak melalui syaraf otak. Karena sistem
kerjanya berawal dan bergantung dari bacaan yang ada di bawah dan kemudian dikirim ke
otak yang berada di atas, sistem kerja seperti itu disebut model membaca bawah atas.
Tokoh yang menjadi pencetus MMBA atas adalah Flesch, Gagne, Yough, Fries, La
Burge, dan Samuel. Tokoh-tokoh tersebut berlatar belakang dari disiplin ilmu yang berbeda-
beda. Flesch berasal dari disiplin ilmu ilmu jurnalistik, Gagne dari bidang ilmu jiwa, Gough
dan Fries dari bidang informasi.
MMBA mengilhami metode pembelajaran membaca di sekolah. Metode-metode yang
dipandang sebagai cerminan dari MMBA atas antara lain metode pembelajaran alfabet, fonik,
silabus, dan kata. Keempat metode itu digunakan pada pembelajaran membaca permulaan
dan jenis membacanya adalah membaca nyaring.
MMBA mempunyai keterbatasan dalam penerapannya. Keterbatasan yang pertama
adalah MMBA sangat bergantung kepada peran mata yang apabila diforsir mata tidak dapat
melihat simbol-simbol grafis atau mengalami kebutaan sementara. Keterbatasan kedua adalah
MMBA hanya cocok untuk membaca bacaan yang sulit atau belum dikenal sehingga
pembaca yang sudah mahir tidak perlu menggunakan model ini. Keterbatasan ketiga adalah
MMBA memerlukan waktu baca yang relatif lama.
Model Membaca Atas Bawah (MMAB) merupakan model membaca yang
berdasarkan cara pandang bahwa yang mempunyai pesan utama (primer) dalam membaca
adalah kompetensi kognitif dan kompetensi bahasa dan bacaan mempunyai peran sekunder.
Dengan model ini, pembaca hanya melihat simbol-simbol grafis seperlunya saja dan
selebihnya (sebagian besar) pembaca menggunakan kompetensi kognitif dan bahasa yang
telah dimilikinya. Karena kompetensi kognitif dan bahasa berada di atas (otak) dan simbol-
simbol grafis berada di bawah (bacaan), model membaca seperti ini disebut model membaca
atas bawah.
Tokoh yang menjadi perintis MMAB adalah Goodman, Smith, Shuy, dan Nutall.
Pandangan mereka diilhami dari teori psikologi. Dalam psikologi ada teori yang mengatakan
bahwa terjadi interaksi antara pikiran dan bahasa di dalam diri seseorang. Dalam model ini,
pikiran ditafsirkan sebagai kompetensi kognitif dan bahasa sebagai kompetensi bahasa.
Kendala yang dihadapi oleh pembaca yang menggunakan MMAB adalah adanya
peristiwa penyempitan pandangan sewaktu membaca atau tunnel vision (TV). TV terjadi jika
pembaca hanya dapat menggunakan kompetensi kognitif dan bahasa hanya sedikit. Hal
tersebut bisa terjadi karena 1) pembaca membaca bacaan yang tidak bermakna, 2) pembaca
mempunyai kebiasaan yang jelek dalam membaca, dan 3) pembaca enggan menggunakan
kompetensi kognitif bahasa. Dalam pembelajaran TV, bisa diatasi jika tahu sebab-sebabnya.
Model Membaca Timbal Balik (MMTB) merupakan model membaca yang
menerapkan sistem kerja MMBA dan MMAB secara serentak dalam membaca sebuah
baacan. Dalam model ini, proses membaca berlangsung secara simultan. Membaca tidak lagi
berlangsung secara linier dan berurut-berlanjut, tetapi timbal balik. MMBA dan MMAB
digunakan secara bergantian karena penganut paham MMTB percaya bahwa proses membaca
bergantung pada proses penyandian simbol-simbol grafis oleh mata dan proses penggunaan
kompetensi kognitif dan bahasa yang telah dimiliki oleh pembaca.
Tokoh yang mencanangkan MMTB adalah Rumelhart. Ia berpendapat bahwa
membaca merupakan kegiatan yang meliputi berbagai tipe pemrosesan informasi dan unit-
unit pemrosesan yang bersifat interaktif dan berlanjut. Proses yang interaktif dan berlanjut
dijelaskan dengan menggunakan formalisme yang dikembangkan dengan komputer.
Model yang dibuat Rumelhart merupakan model yang canggih yang dapat mengatasi
masalah yang berkaitan dengan proses kebahasaan. Apabila model ini diterapkan dalam
pembelajaran membaca, paling tidak ada tiga keuntungan bagi siswa. Keuntungan itu adalah
siswa dapat membaca secara fleksibel, siswa tidak cemas kehilangan kosa kata, dan siswa
dapat belajar secara aktif.
Metode Membaca. Metode membaca merupakan tingkat penerapan teori-teori
membaca yang ada pada tingkat model membaca. Metode membaca mengacu pada tahap-
tahap secara prosedural dalam membaca yang dimulai dari adanya stimulus, stimulus
diterima mata, stimulus diteruskan ke otak, dan di otak dipahami, diinterpretasi, dan atau
dikritisi. Dari berbagai ragam metode, metode membaca dapat diklasifikasi menjadi tiga,
yaitu metode dasar, menengah, dan lanjutan.
Metode dasar merupakan metode membaca yang digunakan atau diperuntukkan
pembaca pemula. Pembaca pemula adalah pembaca yang baru kali pertama belajar membaca.
Secara formal, pembaca pemula adalah siswa yang duduk di kelas I dan dilihat dari usianya
berusia 6 atau 7 tahun.
Metode membaca dasar terdiri atas enam metode, yaitu metode abjad, bunyi, kupas
rangkai suku kata, kata lembaga, global, dan SAS. Metode abjad merupakan metode
membaca yang diperuntukan untuk membaca pemula yang baru belajar membaca atau
mengenal huruf dengan cara huruf dibaca dalam wujud abjad. Metode bunyi ialah metode
membaca yang diperuntukkan untuk pembaca pemula yang baru belajar mengenal huruf
dengan cara huruf dibaca dalam wujud bunyi. Metode kupas rangkai suku kata adalah metode
membaca yang digunakan pembaca pemula dengan cara menguraikan dan merangkai suku
kata yang dibaca. Metode kata lembaga merupakan metode membaca yang diperuntukkan
pembaca pemula dengan prosedur mengurai dan merangkai kata lembaga yang dibaca.
Metode global yaitu metode yang digunakan pembaca pemula dengan prosedur
memperkenalkan bacaan secara utuh, membaca bagian demi bacaan, dan membaca secara
utuh kembali. Metode SAS adalah metode membaca permulaan yang terdiri atas tiga tahapan,
yaitu membaca secara struktural, analisis, dan sintesis.
Metode menengah merupakan metode membaca yang digunakan oleh pembaca yang
sudah mahir dalam membaca permulaan. Kemahiran yang dimaksud adalah kemahiran
membaca unsur bacaan yang berbentuk huruf, suku kata, kata, dan kalimat yang sederhana.
Secara formal metode ini dapat diterapkan mulai akan duduk di kelas II SD.
Berdasarkan visualisasi simbol-simbol grafis, metode menengah terdiri atas empat
metode, yaitu metode kata, frase, kalimat, dan paragraf. Metode kata merupakan cara
membaca kata demi kata pada sebuah bacaan. Penerapan metode ini didasarkan atas
pandangan bahwa bacaan merupakan susunan kata-kata yang mengandung makna. Metode
frase merupakan cara membaca unsur bagian-bagian yang berbentuk frase. Dasar
penggunaan metode ini adalah bahwa penulis menyampaikan ide-ide dan perasaannya bukan
dalam bentuk kata, melainkan dalam bentuk frase. Metode kalimat ialah cara membaca
bacaan dengan menelaah kalimat demi kalimat. Metode tersebut diterapkan dengan asumsi
bahwa penyampain ide-ide penulis dalam bentuk kalimat. Metode paragraf ialah cara
membaca dengan menelaah paragraf demi paragraf. Asumsi yang digunakan sebagai dasar
pada metode ini adalah bahwa sebuah paragraf merupakan satuan bacaan yang mengandung
ide-ide yang ingin disampaikan oleh penulis.
Metode lanjutan merupakan cara yang terciptakan oleh pembaca yang sudah mahir
menggunakan metode menengah untuk mengembangkan dan meningkatkan kemahiran
membaca. Cara membaca yang dimaksud adalah bagaimana pembaca dapat membaca
seefisien dan seefektif mungkin. Maksudnya adalah dalam waktu yang sesingkat-singkatnya
dapat membaca sebanyak-banyaknya dan dapat memahaminya.
Metode yang dapat digunakan supaya dapat membaca efektif dan efisien adalah S-D4,
P2R, S2QR, GPID, PACER, SQ3R, PQ3R, PQRST, SUPER SIX Re, dan OK5R. Metode S–
D4 adalah metode membaca yang dilaksanakan dengan tahap survai dan decide dengan
empat alternatif. Metode P2R merupakan metode membaca yang terdiri atas tiga tahap, yaitu
preview, read, dan review. Metode S2QR ialah metode membaca yang digunakan untuk
membaca tabel atau diagram dengan tahap survai, seek, question, dan reading. Metode GPID
ialah metode membaca yang terdiri atas empat tahap: goall, plans, implementasion, dan
development. Metode PACER merupakan metode yang terdiri atas lima tahap preview,
assess, choose, expedite, dan review. Metode SQ3R adalah metode membaca yang ditujukan
untuk kepentingan studi yang terdiri atas lima tahap, yaitu survai, question, reading, recite,
dan review. Metode PQ3R ialah metode membaca buku untuk studi yang meliputi tahap
prepare, question, reading, recite, dan review. Metode PQRST ialah metode membaca buku
untuk studi yang meliputi tahap preview, question, read, summerize, dan tes. Metode SUPER
SIX Re ialah metode membaca buku untuk keperluan studi yang terdiri atas tahap
reconnoiter, read, recite, record, review, dan reflect. Metode OKSR adalah metode membaca
buku untuk keperluan studi yang meliputi tahap overview, key ideas, read, record, recite,
review, dan reflect.
Teknik Membaca. Teknik membaca merupakan implementasi dari metode membaca.
Teknik membaca merujuk pada siasat yang dilakukan oleh pembaca dalam memahami
bacaan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Teknik membaca bersifat individual dan
situasional. Teknik membaca dapat diklasifikasi menjadi tiga, yaitu teknik dasar, teknik
menengah, dan teknik lanjutan.
Teknik dasar merupakan teknik membaca yang digunakan atau diperuntukkan oleh
pembaca pemula. Dalam membaca permulaan yang dipentingkan adalah penyandian kembali
simbol-simbol grafis. Teknik ini terdiri atas tiga teknik, yaitu teknik tertib, taktertib, dan
campuran. Teknik tertib merupakan teknik membaca permulaan yang dilakukan secara urut
berdasarkan urutan formal. Urutan formal dipandang dari aspek urutan huruf, jumlah huruf,
jumlah suku kata, dan jumlah kata. Teknik tertib dapat diterapkan dalam membaca huruf,
suku kata, kata dan kalimat. Teknik taktertib merupakan teknik membaca permulaan yang
digunakan secara tidak tertib. Alasan pemakaian teknik taktertib karena kepraktisan,
keempirisan, dan kemudahan. Teknik taktertib dapat diterapkan dalam membaca huruf, suku
kata, kata dan kalimat. Teknik campuran adalah teknik membaca yang menggabungkan
teknik tertib dan taktertib. Teknik ini dipilih jika teknik tertib dan teknik taktertib tidak dapat
digunakan secara sendiri-sendiri. Teknik campuran dapat diterapkan dalam membaca huruf,
suku kata, kata, dan kalimat.
Teknik menengah merupakan teknik membaca yang digunakan bagi pembaca yang
sudah mahir dalam penyandian kembali simbol-simbol grafis. Pembaca tidak hanya
melakukan proses secara mekanik, tetapi juga pemahaman atas kata, frase, kalimat atau
paragraf yang menyusun bacaan. Teknik menengah terdiri atas teknik close reading,
mengingat, retensi, dan close prosedur. Close reading merupakan teknik membaca yang
digunakan untuk memperoleh pemahaman secara penuh atas suatu bacaan. Teknik mengingat
adalah teknik membaca yang dititikberatkan pada bagaimana cara menghafal dan mengingat
suatu informasi yang diperoleh. Teknik mengingat terdiri atas delapan, yaitu teknik aliterasi,
akronim, akrostik, sajak, loci, link, peg, dan fonetik. Teknik retensi adalah teknik membaca
yang memfokuskan pada upaya pembaca dalam menyimpan ingatan atau hafalan agar
sewaktu-waktu dibutuhkan segera atau cepat muncul. Teknik retensi terdiri atas lima, yaitu
repetisi, diskusi, menulis informasi, menggunakan informasi, dan tes. Close prosedur
merupakan teknik penangkapan pesan dari sumbernya, mengubah pola bahasa dengan jalan
melepaskan bagian-bagiannya, dan menyampaikan pada pembaca untuk menyempurnakan
kembali pola-pola keseluruhan yang menghasilkan sejumlah unit-unit kerumpangan yang
dapat dipertimbangkan.
Teknik lanjutan merupakan teknik membaca yang digunakan pembaca untuk
membaca secara luas dalam waktu sesingkat mungkin. Walaupun membaca sesingkat
mungkin, pembaca tidak mengabaikan untuk memahami bacaan yang dibaca. Yang termasuk
teknik lanjutan adalah teknik skiming dan scaning. Teknik skimming adalah teknik membaca
dengan menjelajahi atau menyapu bacaan dengan cepat untuk memahami atau menemukan
hal-hal penting. Tujuan membaca skimming adalah mengenal topik, opini, bagian penting,
organisasi bacaan penyegaran, dan memperoleh kesan umum. Yang termasuk di dalam teknik
skimming adalah skipping, sampling, locating dan previewing. Teknik scanning adalah teknik
membaca sekilas cepat, tetapi teliti dengan maksud menemukan dan memperoleh informasi
tertentu atau fakta khusus dari sebuah bacaan. Dalam kehidupan sehari-hari teknik scanning
digunakan dengan tujuan antara lain menemukan topik tertentu, memilih acara televisi,
mencari nomor telepon, menemukan kata di kamus, dan mencari entri pada indeks. Teknik
lanjutan menggunakan pola membaca secara khusus. Pola membaca dalam teknik ini ada
enam, yaitu pola vertikal, diagonal, zig-zag, spitral, blok, dan horisontal.
(Diambil dari Buku Retorika Membaca: Model, Metode, dan Teknik).
4.5 Rangkuman
Program atau upaya pembelajaran yang sifatnya memperbaiki program pembelajaran
sebelumnya yang tidak memuaskan, hasilnya dapat digolongkan inovatif karena mencoba
untuk memecahkan masalah yang belum terpecahkan dan lebih meningkatkan kualitas
pembelajaran dan prestasi belajar siswa. Program pembelajaran inovatif adalah program
pembelajaran yang langsung memecahkan permasalahan yang sedang dihadapi oleh kelas
berdasarkan kondisi kelas. Pada gilirannya program pembelajaran tersebut akan memberi
sumbangan terhadap usaha peningkatan mutu sekolah secara keseluruhan.
Untuk itu, peningkatan kualitas SDM yang berdaya saing tinggi merupakan kebijakan
yang perlu diprioritaskan, terutama pendidik, sehingga pendidikan kita dapat membekali anak
didik dan mencetak lulusan yang kompeten dalam memecahkan masalah dalam dunia global.
Upaya membekali anak didik dan mencetak lulusan yang berdaya saing tinggi inilah yang
menjadi tujuan pembelajaran inovatif.
Strategi pembelajaran inovatif yang sesuai dengan misi KBK dan KTSP memiliki ciri:
(1) menekankan pada pemecahan masalah, (2) sesuai dengan konteks pembelajaran, (3)
mengarahkan siswa menjadi pembelajar mandiri, (4) mengaitkan pembelajaran dengan
konteks kehidupan siswa yang nyata, (5) mendorong terciptanya masyarakat belajar, (6)
menerapkan penilaian otentik, dan (7) menyenangkan.
Strategi PAIKEM merupakan ruh pembelajaran inovatif, yakni strategi pembelajaran
yang memiliki karakter: aktif, integratif, komunikatif, efektif, dan menyenangkan. Metode
yang dapat diterapkan dalam pembelajaran membaca, yaitu metode ceramah, diskusi,
sumbang saran, simulasi, demonstrasi, dan diskoveri-inkuiri.
Dalam membaca, pembaca dituntut dapat menggunakan kedua dasar yang telah
dimiliki dan dikuasai secara benar dan tepat agar dapat membaca secara efektif dan efisien.
Untuk keperluan itu, pembaca harus mempunyai kiat membaca. Kiat yang dimaksud
bagaimana pembaca memilih dan menggunakan model, metode, dan teknik membaca secara
tepat dan benar.
4.6. Evaluasi
Jawablah pertanyaan di bawah ini secara singkat dan jelas!
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan pembelajaran inovatif (pengertian,tujuan, dan
ciri)!
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan strategi PAIKEM!
3. Jelaskan mengenai metode pembelajaran membaca!
4. Jelaskan mengenai retorika membaca!
BAB V
MEDIA PEMBELAJARAN MEMBACA INTENSIF DAN EKSTENSIF
SMP/MTs DAN SMA/MA
5.1 Pengantar
Kompetensi dasar yang perlu dimiliki mahasiswa setelah mengkaji bab ini adalah
mampu memahami bahan ajar membaca intensif dan ekstensif SMP/MTs dan SMA/MA.
Untuk mencapai kompetensi dasar tersebut, materi yang dikaji bab ini adalah pengertian
media pembelajaran, prinsip pemilihan media pembelajaran membaca,
mediapembelajaran membaca, dan pengembangan pembelajaran membaca dengan
microsofi.
Menarik. Pertimbangan lain yang tidak kalah pentingnya dalam pemilihan dan
penentuan media pembelajaran adalah tingkat kemenarikan. Artinya, media pembelajaran
yang Anda gunakan dalam pembelajaran Anda adalah media yang menarik bagi siswa
sehingga siswa termotivasi untuk terlibat dalam proses pembelajaran Anda secara lebih
inten. Untuk dapat memilih dan menentukan media pembelajaran yang menarik,
setidaknya Anda perlu mempertimbangkan (1) kesesuaian media itu dengan kebutuhan
siswa, (2) kesesuaian media pembelajaran itu dengan dunia siswa, (3) baru, (4)
menantang, dan (5) variatif.
Untuk mendesain media grafis dalam pembelajaran membaca , harus diperhatikan
prinsip-prinsip sebagai berikut: (1) kesederhanaan, (2) kesatuan, (3) penekanan, dan (4)
keseimbangan. Bahan untuk media grafis harus ringkas, sederhana dan dibatasi pada hal-
hal yang penting, jelas dan mudah dipahami, tulisan cukup tebal dan mudah dibaca. Yang
dimaksud dengan kesatuan adalah jalinan yang harmonis antara bagian-bagian visual
dalam kesatuan fungsinya secara keseluruhan. Jalinan antarbagian ini dapat dinyatakan
denganbatas yang bertumpangan, dengan menggunakan petunjuk seperti anak panah,
garis, bentuk, warna, tekstur dan ruangan. Dalam media grafis, diperlukan penekanan
pada bagian tertentu untuk dijadikan pusat perhatian. Penekanan itu dapat dilakukan
dalam berbagai cara, misalnya dengan cara memperbesar, memperjelas, memberi warna
atau ruang pada bagian tertentu. Ada dua macam keseimbangan, yaitu formal dan
informal. Desain keseimbangan formal apabila ada suatu poros yang membagi visual
secara simetris. Keseimbangan formal memberikan kesan statis. Hal ini sering digunakan
dalam mendesain caption dan judul. Desain keseimbangan informal adalah yang tidak
simetris.
Hal ini dapat memberi kesan dinamis dan biasanya mempunyai daya tarik yang
kuat. Unsur lain yang perlu diperhatikan adalah garis, warna, tekstur, dan ruang. Dalam
media grafis sebuah garis dapat menghubungkan unsur-unsur dan membimbing yang
melihatnya kepada suatu unsur tertentu. Suatu bentuk yang aneh akan membangkitkan
perhatian khusus kepada yang divisualisasikan. Untuk kebanyakan visual, warna
merupakan unsur tambahan yang penting. Hal ini harus digunakan hati-hati sekali.
Usahakan agar warna tidak terlalu banyak dan berbaur satu dengan yang lain. Usahakan
batas warna dengan jelas. Pergunakan dua atau tiga warna saja untuk suatu visual.
Tekstur adalah visual yang dapat bertindak sebagai pengganti perasaan yang menyentuh
dan dalam banyak hal dapat digunakan sebagai pengganti warna, untuk memberikan
penekanan, pemisahan atau untuk meningkatkan kesatuan.
5.4 Media Pembelajaran Membaca
Menurut jenisnya, media terdiri atas media audio (dengar), media visual
(pandang), media audio-visual (pandang-dengar), media grafis, media transparansi, media
proyeksi, dan media berprograma. Media-media itu sangat membantu tugas pengajar
dalam menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa. Namun kendalanya, tidak
semua media yang sesuai dengan materi dan tujuan pembelajaran tersedia. Oleh karena
itu, seorang pengajar harus bisa merencanakan dan membuat media sendiri. Ada dua jenis
media yang sederhana tetapi sangat efektif penggunaannya yaitu media grafis dan media
transparansi.
Media Grafis. Media grafis sering disebut media visual dasar, meliputi Papan
Flanel, Papan Buletin, Flip Chart, Poster, Grafik, Kartun dan Komik. Dalam program ini
hanya diberikan satu ilustrasi pembuatan media grafik yaitu flip chart, karena flip chart
paling mudah pembuatannya dan paling sering digunakan dalam proses belajar mengajar.
Selanjutnya bagaimana pembuatan flip chart yang mempertimbangkan prinsip-
prinsip media grafis, ikutilah ilustrasi berikut ini.
Flip chart biasanya berupa gambar di atas sehelai kertas yang tidak mudah sobek.
Hal tersebut sering digunakan untuk memberikan judul-judul untuk suatu diskusi atau
membuat daftar prosedur yang berurutan. Untuk di laboratorium flip chart adalah
ekonomis dan mudah dibuat. Flip chart juga dapat dipergunakan untuk memberikan
pembelajaran di depan kelas. Sebuah flip chart dengan ukuran 60 X 80 cm biasanya
cukup efektif untuk dipakai di depan kelas sebanyak 40 orang. Bahan dan alat yang
diperlukan;
Kertas: kertas putih biasa, kertas gambar, kertas bufalo.
Pensil, kuas, spidol, cat air, cat plakat.
Jangka, penggaris, tempat cat, lem, gunting, cutter, cellotape, letter press,
pembolong kertas, standard.
Cara membuatnya:
1. Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, uraikanlah materi pembelajaran yang akan
disajikan menjadi beberapa bagian yang penting untuk dipelajari siswa.
2. Dengan memperhatikan keempat prinsip serta kelima unsur pembuatan media grafis,
buatlah pada kertas pesan yang Anda inginkan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Terlebih dahulu buatlah sketsa dari pesan yang ingin Anda sampaikan.
b. Setelah diperoleh komposisi serta bentuk yang memadai barulah Anda buat pada
kertas yang disediakan untuk flip chart.
c. Kemudian pasangkanlah flip chart yang sudah selesai pada standard dengan
terlebih dulu membuat lubang pada flip chart Anda untuk menggantungkannya.
Media Transparansi. Media transparansi sebagai media pembelajarana
merupakan komunikasi yang sangat potensi dalam kegiatan belajar mengajar. Alat untuk
media ini adalah Overhead Proyektor (OHP). Alat tersebut dapat digunakan dengan
mudah serta tidak memerlukan ruangan gelap.
Berikut cara mempergunakan media transparansi dalam proses belajar mengajar.
1. Anda berkomunikasi dengan siswa tanpa kehilangan pandangan terhadap siswa.
Untuk mengarahkan perhatian, Anda tidak perlu membelakangi kelas menuju ke
layar, tetapi cukup dengan menunjuk pada bagian pesan pada transparansi yang ada di
hadapan Anda. Bayangan penunjuk Anda akan terlihat jelas.
2. Menutup transparansi yang berisi pesan dengan transparansi lain yang kosong agar
dapat digunakan untuk menambah catatan pada waktu menjelaskan materi tanpa
merusak transparansi aslinya. Setelah selesai dipergunakan, transparansi penutup
tersebut dapat dibersihkan kembali dengan alkohol.
3. Mempergunakan kertas penutup yang tidak tembus cahaya untuk mengatur kecepatan.
Pada penutup tersebut dapat pula dituliskan catatan penting dari pesan yang akan
disampaikan. Pada waktu dipergunakan untuk menutup transparansi hal tersebut tidak
terproyeksikan ke layar karena kertasnya tidak tembus cahaya.
4. Mempergunakan Overlays, yaitu transparansi lain yang berisian bagian dari pesan
yang akan disampaikan langkah demi langkah. Dengan demikian, konsep yang sulit
dapat diberikan setahap demi setahap selama proses belajar mengajar.
5. Mempergunakan benda tiga dimensi untuk memproyeksikan sivetnya. Dengan
memanipulasi benda-benda tersebut dapat
terjadi animasi untuk menunjukkan gerak atau perubahan.
Pada dasarnya prinsip-prinsip pembuatan media transparansi sama dengan prinsip-prinsip
pembuatan media grafis, yaitu empat prinsip umum seperti kesederhanaan, kesatuan,
penekanan, dan keseimbangan, serta lima unsur tambahan seperti garis, bentuk, tekstur,
warna dan ruang. Sedapat mungkin dalam mendesain media transparansi prinsip dan unsur
tambahan tersebut perlu diperhatikan.
Bahan dan alat yang diperlukan adalah:
a. transparansi
b. pena transparansi yang permanen
c. kapas dan alkohol
d. kertas milimeter
Multimedia Berbasis Komputer. Dengan bantuan teknologi perangkat komputer
maka dapat dihasilkan multimedia pembelajaran yang interaktif. Dengan demikian kita bisa
menggunakan kombinasi tampilan berbagai media yang berbeda seperti teks, grafik, bunyi,
dan video untuk menyampaikan pesan atau informasi.
Dengan kegiatan pembelajaran melalui media interaktif berbasis komputer, dalam hal
ini program microsoft power point, maka akan dapat memberikan rangsangan bagi siswa
untuk mau belajar lebih giat sehingga mampu mengembangkan kemampuannya dalam
penguasaan bahasa Inggris baik lisan maupun tulis.
Pemanfaatan program aplikasi microsoft powerpoint untuk pembuatan multimedia
pembelajaran memiliki keuntungan bagi guru. Hal ini seperti diungkap Ena (2004:4) bahwa
keuntungan terbesar memanfaatkan program aplikasi microsoft powerpoint adalah tidak
perlunya pembelian piranti lunak karena sudah ada di dalam Microsoft office, keuntungan
lainnya adalah sederhananya tampilan ikon-ikon yang kurang lebih sama dengan Microsoft
word yang sudah banyak dikenal, tersedianya banyak fasilitas aplikasi sehingga pemakai
tidak perlu mempelajari bahasa pemrograman komputer, dan juga tersedianya fasilitas untuk
dihubungkan dengan internet. Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa pembuatan
multimedia pembelajaran menggunanakan program microsoft powerpoint akan menghemat
biaya, waktu, tenaga, dan pikiran sebab guru tidak harus mempelajari dulu bahasa
pemrograman komputer.
Kelemahan dari program aplikasi Microsoft Powerpoint adalah tidak tersedianya
fasilitas untuk menyimpan informasi dari pengguna setelah melakukan eksplorasi
pembelajaran. Dengan kelemahan ini maka pengguna atau siswa tidak bisa mengukur
kemampuan belajarnya secara langsung. Untuk mengatasi kelemahan ini, maka dapat
digunakan lembar kertas kerja siswa sehingga guru dapat memantau perkembangan belajar
siswa.
Komputer telah mulai diterapkan dalam pembelajaran bahasa mulai 1960 (Lee, 1996).
Dalam 40 tahun pemakaian komputer ini ada berbagai periode kecenderungan yang
didasarkan pada teori pembelajaran yang ada. Periode yang pertama adalah pembelajaran
dengan komputer dengan pendekatan behaviorist. Periode ini ditandai dengan pembelajaran
yang menekankan pengulangan dengan metode drill dan praktek. Periode yang berikutnya
adalah periode pembelajaran komukatif sebagai reaksi terhadap behaviorist. Penekanan
pembelajaran adalah lebih pada pemakaian bentuk-bentuk tidak pada bentuk itu sendiri
seperti pada pendekatan behaviorist.
Periode atau kecenderungan yang terakhir adalah pembelajaran dengan komputer
yang integratif. Pembelajaran integratif memberi penekan pada pengintegrasian berbagai
ketrampilan berbahasa, mendengarkan, berbicara, menulis dan membaca dan
mengintegrasikan tehnologi secara lebih penuh pada pembelajaran.
Lee merumuskan paling sedikit ada delapan alasan pemakaian komputer sebagai
media pembelajaran (Lee 1996) Alasan-alasan itu adalah: pengalaman, motivasi,
meningkatkan pembelajaran, materi yang otentik, interaksi yang lebih luas, lebih pribadi,
tidak terpaku pada sumber tunggal, dan pemahaman global.
Dengan tersambungnya komputer pada jaringan internet maka pembelajar akan
mendapat pengalaman yang lebih luas. Pembelajar tidak hanya menjadi penerima yang pasif
melainkan juga menjadi penentu pembelajaran bagi dirinya sendiri. Pembelajaran dengan
komputer akan memberikan motivasi yang lebih tinggi karena komputer selalu dikaitkan
dengan kesenangan, permainan dan kreativitas. Dengan demikian pembelajaran itu sendiri
akan meningkat.
Pembelajaran dengan komputer akan memberi kesempatan pada pembelajar untuk
mendapat materi pembelajaran yang otentik dan dapat berinteraksi secara lebih luas.
Pembelajaran pun menjadi lebih bersifat pribadi yang akan memenuhi kebutuhan strategi
pembelajaran yang berbeda-beda.
Di samping kelebihan dan keuntungan dari pembelajaran dengan komputer tentu saja
ada kekurangan dan kelemahannaya. Hambatan pemakaian komputer sebagai media
pembelajaran antara lain adalah: hambatan dana, ketersediaan piranti lunak dan keras
komputer, keterbatasan pengetahuan tehnis dan teoris dan penerimaan terhadap tehnologi.
Dana bagi penyediaan komputer dengan jaringannya cukup mahal demikian untuk
piranti lunak dan kerasnya. Media pembelajaranpun kurang berkembang karena keterbatasan
pengetahuan tehnis dari pengajar atau ahli pengajaran dan keterbatasan pengetahuan teoritis
pembelajaran bahasa dari para pemrogram.
Microsoft Powerpoint 2000. Microsoft Powerpoint 2000 adalah program aplikasi
presentasi yang merupakan salah satu program aplikasi di bawah Microsoft Office.
Keuntungan terbesar dari program ini adalah tidak perlunya pembelian piranti lunak karena
sudah berada di dalam Microsoft Office. Jadi pada waktu penginstalan program Microsoft
Office dengan sendirinya program ini akan terinstal. Hal ini akan mengurangi beban
hambatan pengembangan pembelajaran dengan komputer seperti dikemukakan oleh Lee.
Keuntungan lain dari program ini adalah sederhananya tampilan ikon-ikon. Ikon-ikon
pembuatan presentasi kurang lebih sama dengan ikon-ikon Microsoft Word yang sudah
dikenal oleh kebanyakan pemakai komputer. Pemakai tidak harus mempelajari bahasa
pemrograman. Dengan ikon yang dikenal dan pengoprasian tanpa bahasa program maka
hambatan lain dari pembelajaran dengan komputer dapat dikurangi yaitu hanbatan
pengetahuan tehnis dan teori. Pengajar atau ahli bahasa dapat membuat sebuah program
pembelajaran bahasa tanpa harus belajar bahasa komputer terlebih dahulu.
Meskipun program aplikasi ini sebenarnya merupakan program untuk membuat
presentasi namun fasilitas yang ada dapat dipergunakan untuk membuat program
pembelajaran bahasa. Program yang dihasilkanpun akan cukup menarik. Keuntungan lainnya
adalah bahwa program ini bisa disambungkan ke jaringan internet.
Memasukkan Teks, Gambar, Suara dan Video. Fasilitas yang penting dari
program apliokasi ini adalah fasilitas untuk menampilkan teks. Dengan fasilitas ini pembuat
program bisa menampilkan berbagai teks untuk berbagai keperluan misalnya untuk
pembelajaran menulis, membaca atau pembelajaran yang lain.
Cara memasukan teks ke dalam program aplikasi ini cukuip sederhana. Sesudah
pemakai menghidupkan komputer dan masuk program Power point 2000 dan sesudah
memilih jenis tampilan layar maka pemakai dapat menekan menu insert sesudah itu akan
muncul berbagai pilihan. Salah satu pilihan itu adalah insert textbox. Tekan menu ini dan
akan muncul kotak teks di dalam tampilan presentasi. Langkah berikutnya adalah mengkopi
teks yang ingin dimasukkan dan kemudian menempelkannya (paste) pada kotak yang
tersedia. Apabila tidak ingin mengkopi bisa juga menulis langsung dalan kotak teks yang
sudah tersedia.
Untuk memasukan gambar langkahnyapun sama dengan cara memasukkan teks.
Pertama tekan menu insert sesudah itu pilih menu insert picture. Sesudah menu ini dipilih
akan muncul dua pilihan from file ... dan from clip art... Apabila pemrogram ingin
memasukkan gambar dari file maka tekan pilihan pertama dan apabila ingin memakai gambar
dari clip art yang sudah ada di komputer maka tekan pilihan yang kedua.
Suara dan video merupakan dua fasilitas yang disediakan oleh Microsoft Powerpoint
2000 yang sangat mendukung pemrograman pembelajaran bahasa. Untuk memasukkan video
tekan menu insert dan selanjutnya tekan menu movies and sounds. Maka akan muncul dua
pilihan untuk masing-masing. Untuk suara (sounds) akan muncul sounds from file dan sounds
from Gallery demikian pula untuk movies akan muncul pilihan Movies from file atau Movies
from Gallery. Pemrogram tinggal memilih jenis file yang akan dimasukkan.
Membuat tampilan menarik. Tampilan yang manarik akan meningkatkan minat dan
motivasi pembelajar untuk menjalankan program. Ada beberapa fasilitas yang disediakan
untuk membuat tampilan menarik. Fasilitas yang pertama adalah background. Background
akan memperindah tampilan program. Ada beberapa jenis background yang ditawarkan, yang
pertama adalah dengan memberi warna, yang kedua dengan memberi tekstur dan yang ketiga
adalah memasang gambar dari file sendiri.
Langkah pemasangan background adalah dengan menekan menu format dan
kemudian menekan menu background. Sesudah itu akan muncul pilihan background fill,
more color dan fill effects. Apabila pemrogram ingin memilih warna yang sudah ada maka
tekan apply, apabila ingin memilih warna sendiri tekan more color, pilih warna dan tekan
apply, dan apabila ingin memberi tekstur atau gambar sendiri maka tekan fill effects, pilih
tekstur atau gambar dan tekan apply.
Fasilitas lain yang akan membuat tampilan lebih menarik adalah fasilitas animasi.
Dengan fasilitas ini gambar-gambar dan teks akan muncul ke layar dengan cara tampil yang
bervariasi. Fasilitas animasi ini memungkinkan gambar atau objek lain tampil dari arah yang
berbeda atau dengan cara yang berbeda. Objek bisa melayang dari atas, bawah, kanan, kiri,
atau dari sudut. Objek juga bisa muncul dari tengah atau dari pinggir. Dengan sedikit
kreatifitas fasilitas ini bisa menghasilkan language games yang menarik.
Pembuatan animasi dimulai dengan memilih objek yang akan dibuat animasi dengan
cara mengklik objek itu. Sesudah itu pilih menu Slide Show dan kemudian memilih menu
Custom Animation. Sesudah menekan menu itu akan muncul berbagai pilihan diantaranya
order and timing untuk mengatur urutan dan waktu tampil ke layar dan juga pilihan effects
untuk mengatur efek yang diinginkan.
Membuat Hyperlink. Fasilitas ini sangat penting dan sangat mendukung
pembelajaran bahasa karena dengan hyperlink program bisa terhubung ke program lain atau
ke jaringan internet. Hyperlink atau hubungan dalam satu program akan memungkinkan
programer memberikan umpan balik secara langsung terhadap proses pembelajaran.
Hubungan dengan program lain akan memperkaya fasilitas yang mendukung pembelajaran
dan hubungan dengan internet akan membuka berbagai kemungkinan pembelajaran yang
lebih luas, pribadi dan otentik.
Langkah pembuatan hyuperlink adalah dengan memilih objek yang akan kita link ke
program lain atau internet. Sesudah kita memilih objek kita mengklik menu insert dan
kemudian mengklik menu hyperlink maka akan muncul dialog box dan kemudian kita
menuliskan alamat yang dituju misalnya sebuah file atau sebuah situs web dan kemudian
mengklik OK maka objek itu akan tersambung ke alamat yang ditulis. Cara yang kedua
adalah melalui menu slide show dan kemudian menekan action settings, sesudah itu akan
muncul dialog box. Dengan mengisikan alamat dan mengklik OK maka objek akan
tersambung ke alamat yang diinginkan.
Fasilitas-fasilitas diatas adalah fasilitas utama dalam pengembangan materi
pembelajaran bahasa dengan Microsoft Powerpoint 2000. Fasilitas yang lain adalah fasilitas
tambahan untuk membuat tampilan program lebih menarik dan mudah digunakan.
5.6 Rangkuman
Media pembelajaran adalah alat atau materi lain yang menyajikan bentuk informasi
secara lengkap dan dapat menunjang proses belajar mengajar atau perangkat lunak (soft
ware) dan atau perangkat keras (hard ware) yang berfungsi sebagai alat belajar dan alat bantu
belajar. Prinsip yang digunkan sebagai pertimbangan untuk memilih dan menentukan media
pembelajaran membaca adalah fungsional, ketersediaan, murah, dan menarik.
Menurut jenisnya, media terdiri atas media audio (dengar), media visual (pandang),
media audio-visual (pandang-dengar), media grafis, media transparansi, media proyeksi, dan
media berprograma. Media-media itu sangat membantu tugas pengajar dalam menyampaikan
materi pembelajaran kepada siswa. Namun kendalanya, tidak semua media yang sesuai
dengan materi dan tujuan pembelajaran tersedia. Oleh karena itu, seorang pengajar harus bisa
merencanakan dan membuat media sendiri. Ada dua jenis media yang sederhana tetapi sangat
efektif penggunaannya yaitu media grafis dan media transparansi.
Media pembelajarn yang dilakukan dalam pembelajaran kompetensi dasar
menemukan informasi secara cepat dari dagram atau tabel, yaitu dengan menggunakan
berbagai macam contoh tabel dan diagram yang dikemas dengan menarik. Berbagai macam
contoh tabel dan diagram ditampilakan busa dengan media grafis (menempel gambar tabel
atau diagram di kertas), menggunakan media OHP dan menggunakan media power point
yaitu memasukkan contoh tabel dan diagrma dan menampilkannya dalam slide. Hal ini lebih
sering digunakan karena lebih menarik.
5.7 Evaluasi
Jawablah pertanyaan di bawah ini secara singkat dan jelas!
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan media pembelajaran!
2. Sebutkanlah dan jelaskan prinsip pemilihan media pembelajaran membaca!
3. Jelaskanlah media yang dapat digunakan dalam pembelajaran membaca!
4. Buatlah media pembelajaran yang dapat digunakan pembelajaran membaca!
BAB VI
EVALUASI PEMBELAJARAN MEMBACA INTENSIF DAN EKSTENSIF
SMP/MTs DAN SMA/MA
6.1 Pengantar
Kompetensi dasar yang perlu dimiliki mahasiswa setelah mengkaji bab ini adalah
mampu memahami evaluasi pembelajaran membaca intensif dan ekstensif SMP/MTs dan
SMA/MA. Untuk mencapai kompetensi dasar tersebut, materi yang dikaji bab ini adalah
pengertian evaluasi pembelajaran; ruang lingkup evaluasi pembelajaran membaca; tujuan,
fungsi, prinsip,dan acuan evaluasi pembelajaran membaca; evaluasi dalam pembelajaran
membaca; dan contoh evaluasi dalam pembelajaran membaca.
Contoh 1
Bentuk Soal Pilihan Ganda. Keunggulan dari bentuk soal pilihan ganda ini, antara lain
adalah sebagai berikut:pensekoran mudah, cepat, serta objektif, dapat mencakup ruang
lingkup bahan/materi yang luas, mampu mengungkap tingkat kognitif rendah sampai
tinggi.Sementara, selain memilliki keunggulan, soal pilihan ganda juga memiliki kelemahan,
antara lain adalah sebagai berikut: menuliskan soalnya relatif lebih sulit dan lama ,memberi
peluang siswa untuk menebak jawaban, kurang mampu meningkatkan daya nalar siswa.
Bentuk Soal Uraian. Keunggulan dari bentuk soal uraian ini, antara lain adalah
sebagai berikut: dapat mengukur kemampuan mengorganisasikan pikiran, menganalisis
masalah, dan mengemukakan gagasan secara rinci, relatif mudah dan cepat menuliskan
soalnya, mengurangi faktor menebak dalam menjawab. Sementara, selain memiliki
keunggulan, soal uraian juga memiliki kelemahan, antara lain adalah jumlah materi yang
dapat diungkap terbatas pengoreksian/ scoring lebihsukar dan subjektif, tingkat reliabilitas
soal relaitf lebih rendah.
Diskusikan dengan teman sebangkumu mengenai bagaimana supaya seorang mahasiswa bisa
lulus tepat waktu!
Contoh 2
Hal tersebut diakui Tim Sosialisasi Budi Pekerti Ditjen, Dikmenum, Diknas Pusat,
Handoko dan Drs. Husein, M.Si. ketika melakukan sosialisasi pendidikan budi pekerti di
SMUN 5 Denpasar. Kesan dan sindiran bahwa pendidikan budi pekerti kita sudah luntur dan
sedang “sakit jiwa” makin diperkuat dengan kejadian yang mencoreng dunia pendidikan.
Barangkali, salah satu penyebabnya adalah sekolah terlalu diforsir untuk mengejar prestasi
akademis. Sementara, pendidikan moral anak didiknya dilupakan. Oleh karena itu, sekolah
yang unggul di bidang akademis belum tentu unggul dalam membentuk moral anak yang
berbudi pekerti. Atas dasar itulah, secara serempak tahun ini pelajaran budi pekerti akan
mulai diujicobakan, khususnya di sekolah yang dijadikan uji coba.
Kunci pendidikan ini, menurut Drs. Nyoman Artha, Kepala Sekolah SMUN 5
Denpasar terletak pada guru. Tugas guru tidak lagi sebagai guru mata pelajaran, tetapi harus
merangkap sebagai guru budi pekerti. Guru tidak boleh berkata kasar, tetapi harus menjadi
anutan dalam perilaku dan menghilangkan karakter yang tidak baik di hadapan siswa. Untuk
memasukkan materi budi pekerti, dituntut kreativitas guru dengan lebih banyak membaca,
mendengar, dan melihat ke lapangan materi-materi budi pekerti, kemudian ditransfer kepada
siswa.
Selain guru, masyarakat sebagai lingkungan siswa juga harus mendukung siswa
menjadi manusia yang berbudi pekerti. Apalagi faktor lingkungan keluarga/rumah tangga
sebagai tempat pertama dan utama bagi siswa mendapatkan pendidikan budi pekerti. Tanpa
dukungan kedua lingkungan tersebut, sangat tidak mungkin meluruskan siswa yang bengkok
hanya mengandalkan pendidikan di sekolah.
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………
Identifikasilah ide pokok dalam teks bacaan yang berjudul “Pendidikan Budi Pekerti: Guru
Harus Mampu Jadi Figur Ideal"!
1. Paragraf 1
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………
2. Paragraf 2
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………
3. Paragraf 3
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………....
4. Paragraf 4
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………
5. Paragraf 5
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
Kunci Jawaban
Tabel
Rubrik Penilaian
1 2 3 4 5
Jumlah 20 100
Keterangan:
Tabel 4
Kurang Baik
Menemukan ide pokok tiap paragraf
Sangat kurang
a. Mampu menemukan ide pokok lima
paragra
b. Mampu menemukan ide pokok empat
paragraf
c. Mampu menemukan ide pokok tiga
paragraf
d. Mampu menemukan ide pokok dua paragraf
e. Hanya mampu menemukan ide pokok satu
paragraf
Dari semua skor yang diperoleh diubah dalam bentuk nilai dengan rumus:
Skor ideal
Tabel 5
2 Baik 70-84
3 Cukup 60-69
4 Kurang 50-59
CONTOH 3
Kompetensi Dasar : membacakan berita
Indikator : mampu membacakan berita dengan intonasi, lafal, mimik, dan jeda
yang tepat
Tabel 6
Rubrik Penilaian
Rubrik A
Aspek Pertanyaan Pemandu Teramati/tidak Bukti
yang dinilai
Kejelasan isi Apakah pemenggalan kata
atau frasa memperjelas
rincian isi berita?
Kelengkapan isi Apakah isi berita lengkap?
Kesesuaian isi Apakah isi sesuai dengan
judul?
Ketepatan intonasi Apakah intonasi sesuai
dengan kalimat?
Rubrik B
Aspek yang Pertanyaan Pemandu 1 2 3 4
dinilai
Kejelasan isi Apakah pemenggalan kata
atau frasa memperjelas
rincian isi berita?
Ketepatan Apakah pelafalan kata tepat?
pelafalan
Ketepatan Apakah ekspresi wajah dan
mimik dan gerakan tubuh menunjang isi?
gerakan
Ketepatan Apakah intonasi sesuai
intonasi dengan kalimat?
Volume suara Apakah suara cukup keras
sehingga dapat didengar
dengan jelas?
Rubrik C
Nama Pelafalan Mimic Intonasi Suara Isi
Rubrik D
No. Aspek yang Dinilai Skor
1. Isi
a. Relevansi (kesesuaian antara informasi yang tertulis dengan yang
dibaca)
……. Sesuai skor 2
……… Tidak sesuai, skor 0
b. Kejelasan isi ( pemenggalan tepat sehingga memperjelas isi)
… jelas, skor 3 (tidak terdapat kesalahan pemenggalan)
…. cukup, skor 2 (terdapat 1 atau 2 kesalahan)
…. kurang, skor 1 ( terdapat 3 atau 4 kesalahan)
…. tidak jelas, skor 0 (banyak kesalahan)
c. Suara
….. dapat dijangkau semua pendengar , skor 3
…… dapat dijangkau sebagian pendengar, skor 2
….. sangat lemah tidak dapat didengar , skor 1
6.6 Evaluasi
6.7 Evaluasi
Jawablah pertanyaan di bawah ini secara singkat dan jelas!
1. Jelasakan apa yang dimaksud dengan evaluasi pembelajaran!
2. Sebutkanlah ruang lingkup evaluasi pembelajaran membaca!
3. Jelaskanlah apa yang dimaksud dengan tujuan, prinsip, dan acuan evaluasi
pembelajaran membaca!
4. Buatlah contoh evaluasi dalam pembelajaran membaca!
DAFTAR PUSTAKA
Brown, James W. 1977. AV Instruction, Technology, Media, and Methods. New York: McGraw-
Hill.
Graves, Donald. 2001. Emergent Reading and Writing Connection. School Improvement
in Maryland. (tersedia). http: //www.mdk12.org/practices/good_
instruction/projectbetter/elangarts/ela-97-99.html.
Haryadi. 2006. Retorika Membaca: Model, Metode, dan Teknik. Semarang: Rumah Indonesia.
Lee, Kwuang-wu. 2000. English Barriers to the Use of Computer-assisted Language Learning.
The Internet TESL Journal, Vol. VI, No. 12, December 2000.
http:/www.aitech.ac.jp/~iteslj/
Nurhadi. 2004. Pendekatan Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas
Negeri Malang.
Puskur. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Penilaian Berbasis Kelas. Jakarta: Pusat
Kurikulum Balitbang Diknas.
Resnick, L. 1987. Education and Learning to Think. Washington, D.C.: National Academy
Press.
Ruseffendi, E.T., dkk. 1982. Media Pendidikan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta:
Depdikbud, P3G.
Silberman, Melvin L. 2004. Active Learning. 101 Cara Belajar Siswa Aktif. Bandung: Penerbit
Nusamedia dan Penerbit Nuansa.
Semiawan, C. 2003. “Pendidikan, Mutu Pendidikan, dan Peranan Guru” dalam Guru di
Indonesia: Pendidikan, Pelatihan, dan Perjuangannya Sejak Jaman Kolonial hingga Era
Reformasi. Jakarta: Depdiknas, Dirjen Dikdasmen, Dittendik.
Haryadi dilahirkan di Kudus, Jawa Tengah pada tanggal 5 Oktober 1967. Ia menamatkan
gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra di IKIP Semarang tahun 1992, Magister Pendidikan
Bahasa Indonesia di Universitas Negeri Semarang tahun 2003, dan sedang menempuh program
Doktor Pendidikan Bahasa di Universiras Negeri Semarang.
Penulis menjadi dosen pada Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri
Semarang, pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah IKIP PGRI
Semarang, dan pada Program Studi PGSD Universitas Terbuka UPBJJ Semarang. Mata kuliah
pokok yang diampu pada perguruan tinggi tersebut adalah membaca, materi dan pembelajaran
Bahasa Indonesia di SD, pragmatik, dan fonologi. Tidak hanya mengajar, ia juga menjadi
pembimbing skripsi bidang membaca dan pragmatik pada Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia
dan pembimbing tamu pada Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro bidang
kajian membaca. Selain dosen, penulis menjadi narasumber pada pelatihan guru MTs dan MA
bidang studi Bahasa Indonesia se-Jawa Tengah, instruktur PLPG Rayon 12 (Semarang),
koordinator bidang studi Bahasa Indonesia pada PLPG Rayon 12, dan asesor guru bidang studi
Bahasa Indonesia Rayon 12.