Está en la página 1de 27

TUGAS REFERAT

BLOK ECCE III

PRESENTASI BOKONG

Pembimbing: dr.Adityono Sp.OG

Disusun oleh:

Kelompok v

Rezky Galuh Saputra G1A007020

Muhamad Ikbal G1A007023

Affan Sodiq G1A007033

Masrian Hendrianto G1A007044

Eko Dibyo H R G1A007118

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO

2011
BAB I

PENDAHULUAN

Presentasi bokong (breech presentation) terjadi ketika bokong janin lebih dulu memasuki

rongga panggul.Menjelang kehamilan aterm kavum uteri telah mempersiapkan janin pada letak

longitudinal dengan persentasi puncak kepala. Faktor-faktor predesposisi untuk persentasi

bokong di luar usia gestasi adalah relaksasi uterus yang disebabkan oleh multiparitas, janin

multiple, hidramnion, oligohidramnion, hidrosefalus, anensefalus, riwayat persentasi bokong,

anomaly uterus dan berbagai tumor di dalam panggul (Scheer K, Nubar J,2006).

Istilah breech (bokong) mungkin berasal dari kata yang sama dengan kata britches,yang

menggambarkan kain untuk menutupi selangkangan dan paha. Untuk alasan tertentu presentasi

bokong umumnya telah terjadi jauh sebelum aterm. Namun yang paling sering terjadi, sebelum

proses persalinan dimulai janin berputar spontan sehingga persentasinya persentasi kepala. Oleh

karena itu, persentasi bokong hanya terjadi pada sekitar 3 sampai 4 persen pelahiran bayi

tunggal (Cuningham Garry F,2005).

Prevalensi persentasi bokong berkisar antara 2-3 % dari seluruh kelahiran. Prevalensi

sanagat tergantung pada usia persalinan, sekitar 20% pada minggu ke-28 dan 16 % pada minggu

ke-32 dan 3-4 % pada cukup bulan sekitar 3-4%. Permasalahan utamanya ialah tidak

terdiagnosisnya lebih awal persentasi bokong ini (Sarwono,2007).

Fianu dan Vaclavinkova (1978) menunjukan hasil USG yang menyatakan bahwa

terdapat prevalensi persentasi bokong yang jauh lebih tinggi pada implantasi plasenta di daerah

kornu fundus uteri (73 %) dibandingkan dengan presentasi puncak kepala (5%). Frekuensi

persentasi bokong juga meningkat pada plasenta previa, meskipun hanya sedikit kasus persentasi

bokong yang berhubungan dengan plasenta previa. Tidak terdapat korelasi kuat antara persentasi

bokong dengan panggul sempit


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Etiologi

Menjelang kehamilan aterm , kavum uteri telah mempersiapkan janin pada letak

longitudinal dengan persentasi puncak kepala. Letak janin dalam uterus bergantung pada

proses adaptasi janin terhadap ruangan di dalam uterus. Pada kehamilan sampai kurang

lebih 32 minggu, jumlah air ketuban relative lebih banyak, sehingga memungkinkan

janin bergerak dengan leluasa. Dengan demikian janin dapat menempatkan diri dalam

persentasi kepala, letak sungsang atau letak lintang (Cuningham Garry F,2005).

Pada kehamilan triwulan terakhir janin tumbuh dengan cepat dan jumlah air

ketuban relatife berkurang. Karena bokong dengan kedua tungkai yang terlipat lebih

besar daripada kepala, maka bokong dipaksa untuk menempati ruang yang lebih luas di

fundus uteri, sedangkan kepala berada di ruangan yang lebih kecil di bawah segmen

uterus. Dengan demikian dapat dimengerti mengapa pada kehamilan belum cukup bulan,

frekuensi letak sungsang lebih tinggi, sedangkan pada kehamilan cukup bulan, janin

sebagian besar ditemukan pada persentasi kepala. Faktor-faktor lain yang memegang

peranan dalam terjadinya letak sungsang diantaranya adalah multiparitas, hamil kembar,

hidroamnion, hidrosefalus, plasenta previa dan panggul sempit. Kadang-kadang letak

sungsang disebabkan oleh kelainan uterus dan kelainan bentuk uterus. Plasenta yang

terletak di daerah kornu fundus uteri dapat pula menyebabkan letak sungsang, karena

plasenta mengurangi luas ruangan di daerah fundus (Sarwono,2007).

Pada persentasi bokong persisten , peningkatan frekuensi penylit dapat

diperkirakan diantranya; morbiditas dan mortalitas perinatal akibat pelahiran yang sulit,

berat lahir rendah pada pelahiran preterm, pertumbuhan terhambat, prolaps tali pusat,
plasenta previa, anomali janin neonates dan bayi, anomali dan tumor uterus dan janin

multiple (Cuningham Garry F,2005).

2. Prognosis

Baik ibu maupun janin akan menghadapi resiko yang lebih besar pada persentasi

bokong daripada persentasi kepala meski tidak sama derajatnya. Pada sebuah analisis

terhadap 57.819 kehamilan di Belanda Suttle dkk (1985) melaporkan bahwa bahkan

setlah dikoreksi berdasarkan usia kehamilan , defek congenital dan berat lahir, mortalital

perinatal lebih tinggi pada bayi dengan persentasi bokong. Mereka menyimpulkan bahwa

persentasi bokong tidak terjadi secara kebetulan melainkan merupakan konsekuensi

kualtas janin yang jelek. Krebs dkk (1999) melaporkan bahwa cerebral palsy pada janin

dengan persentasi bokong tidak terkait dengan metode pelahiran. Sehingga tampaknya

intervensi medis tidak mungkin mengurangi mortalitas perinatal yang menyertai

persentasi bokong.

Kemungkinan ini telah diduga sebelumnya oleh Hytten (1982) serta oleh Suzuki

dan Yamamuro (1985). Konsep ini diperkuat lagi dengan laporan dari Nelson dan

Ellenberg (1986) yang mengamati bahwa sepertiga anak dengan cerebral palsy yang

dilahirkan dengan persentasi bokong ternyata mengalami malformasi nonserebral

penting.

A. Morbiditas Maternal

Karena frekuensi pelahiran dengan tindakan lebih tinggi termasuk didalamnya sekio

sesarea, terdapat morbiditas maternal yang lebih tinggi dan mortalitas yang sedikit

lebih tinggi pada kehamilan yang dipersulit denan presentasi bokong persisten

( Collea dkk , 1980) Resiko ini juga cenderung meningkat lebih tinggi lagi bila

dilakukan seksio sesarea elektif (Bringham dan Lilford,1987). Biasanya persalinan

tidak berlangsung lama; (Hall dan Kohl,1956) melaporkan median lama persalinan

sebesar 9,2 jam untuk nulipara dan 6,1 jam untuk multipara.
B. Morbiditas dan Mortalitas Maternal

Prognosis bayi pada persentasi bokong jauh lebih buruk daripada presentasi

puncak kepala. Faktor penyebab utama kematian perinatal ini adalah pelahiran

prematur, kelainan kongenital, serta trauma lahir,. Hampir 30 tahun lalu, Brener dkk

(1974) melaporkan angka kematian total pada 1016 pelahiran sungsang sebesar 25

persen dibandingkan dengan 2,6 persen pada pelahiran bukan sungsang. Pada setiap

tahap kehamilan mereka menemukan bahwa kematian antepartum, intrapartum serta

kematian neonatal secara bermakna lebih tinggi pada pada persentasi bokong.

Kelainan kongenital diketahui sebesar 6,3% pada pelahiran bukan sungsang.

Di Rumah Sakit Karyadi Semarang, Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan dan

Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung didapatkan angka kematian perinatal masing-

masing kematian 38,5%,29,4% dan 16,8%. Eastman melaporkan angka-angka

kematian perinatal antara 12-14%. Sebab kematian perinatal yang terpenting adalah

prematuritas dan penanganan persalinan yang kurang sempurna dengan akibat

hipoksia atau perdarahan didalam tengkorak. Sedangkan hipoksia terjadi akibat

terjepitnya tali pusat antara kepala dan panggul pada waktu kepala memasuki rongga

panggul serta akibat retraksi uterus yang dapat menyebabkan lepasnya plasenta

sebelum lahir. Kelahiran kepala janin yang lebih lama dari 8 menit setelah umbilikus

dilahirkan, akan membahayakan kehidupan janin. Selain itu bila janin bernafas

sebelum hidung dan mulut lahir dapat membahayakan, karena mukus yang terhisap

dapat menyumbat jalan nafas. Bahaya afiksia janin juga terjadi akibat tali pusat yang

menumbung , hal ini sering dijumpai pada persentasi bokong kaki sempurna atau

bokong kaki tidak sempurna, tetapi jarang dijumpai pada persentasi bokong

(Sarwono,2007)

Perlukaan pada kepala janin terjadi karena kepala harus melewati panggul dalam

waktu yang lebih singkat daripada persalinan persentasi kepala, sehingga tidak ada

waktu bagi kepala untuk menyesuaikan diri dengan besar dan bentuk panggul.
Kompresi dan dekompresi kepala terjadi dengan cepat, sehingga mudah

menimbulkan luka pada kepala dan perdarahan dalam tengkorak (Sarwono,2007).

Pada sebuah penelitian serupa, Tank dkk (1971) mengkaji hasil akhir pelahiran

pervaginam yang traumatik. Saat autopsi, organ tubuh yang paling sering mengalami

perlukaan berdasarkan urutan frekuensinya adalah otak, medulla spinalis,hati,

kelenjar adrenal dan limpa. Pada penelitian retrospektif pada kasus-kasus kalsifikasi

adrenal yang idiopatik sangat sering ditemukan riwayat pelahiran sungsang.

3. Diagnosis

Hubungan yang bervariasi antara ekstremitas bawah dan bokong bayi dengan

persentasi bokong membentuk katagori presentasi bokong murni, sempurna dan tidak

sempurna. Pada presentasi bokong murni, tampak ekstremitas bawah mengalami fleksi

pada sendi panggul dan ekstensi pada sendi lutut sehingga kaki terletak berdekatan

dengan kepala. Persentasi bokong sempurna dibedakan dari persentasi murni satu atau

kedua lutut dalam keadaan fleksi. Pada persentasi bokong tak sempurna, satu atau kedua

sendi panggul tidak berada dalam keadaan fleksi dan satu atau kedua kaki atau lutu

terletak di bawah bokong sehingga kaki atau lutut bayi terletak paling bawah pada jalan

lahir. Persentasi bokong murni paling banyak dijumpai ketika diagnosis ditegakan

melalui pemeriksaan radiologis pada saat menjelang aterm (Alan H,2006).

Gambar 1 Klasifikasi Persentasi bokong (Joan P, Alison B, Brian A)


Diagnosis letak sungsang pada umumnya tidak sulit untuk ditegakan. Pada

pemeriksaan luar, di bagian bawah uterus tidak dapat diraba bagian yang keras dan bulat,

yakni kepala dan kepala teraba di fundus uteri. Kadang-kadang bokong janin teraba

teraba bulat dan dapat memberi kesan seolah-olah kepala, tetapi bokong tidak dapat

digerakan semudah kepala. Denyut jantung janin pada umumnya ditemukan setinggi atau

sedikit lebih tinggi daripada umbilikus. Apabila diagnosis letak sungsang dengan

pemeriksaan luar belum tidak dapat dibuat, karena misalnya dinding perut tebal, uterus

mudah berkontraksi atau banyaknya air ketuban, maka diagnosis ditegakan berdasarkan

pemeriksaan dalam ( Alan H,2006).

Pada pemeriksaan dalam persentasi bokong murni, kedua tuberositas iskiadika,

sacrum maupun anus biasanya teraba dan setelah terjadi penurunan lebih lanjut, genitalia

eksterna dapat dikenali. Terutama pada partus lama, bokong dapat sangat membengkak

sehingga menyebabkan kesulitan untuk membedakan muka dengan bokong; anus bisa

dikira mulut dan tuberositas iskhiadika dapat disangka tulang pipi, namun dengan

pemeriksaan yang cermat, kesalahan tersebut dapat dihindari karena jari tangan

pemeriksa akan menghadapi tahanan otot pada anus, selanjutnya pada saat jari

dikeluarkan maka akan berlumuran mekoneum (Alan H,2006).

Pada persentasi bokong sempurna, kaki dapat diraba sebelah bokong, sedangkan

pada persentasi kaki letak salah satu atau kedua kaki lebih rendah daripada bokong

(Gambar 1). Pada persentasi kaki, kanan atau kiri dapat ditentukan berdasarkan

hubungannya dengan ibu jari kaki. Ketika bokong turun lebih jauh ke dalam rongga

panggul, genitalia dapat diraba. Apabila masih ada keragu-raguan, harus

dipertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografik atau M.R.I ( Magnetic

Resonance Imaging) (Alan H,2006).


Gambar 2 Presentasi bokong kaki ganda pada persalinan

dengan selaput ketuban utuh (Cuningham F Garry,dkk).

USG idelanya digunakan untuk memastikan perkiraan klinis persentasi bokong

dan bila mungkin untuk mengidentifikasi adanya anomali janin. Bruck dan Shere (1997)

mengguankan USG intrapartum untuk mendeteksi leiomioma besar pada segmen bawah

uterus. Apabila persalinan direncanakan dengan seksio sesarea pemeriksaan sinar x tidak

diindikasikan. Namun apabila dipertimbangkan untuk pelahiran pervaginam tipe

persentasi bokong merupakan hal yang sangat penting diperhatikan. Paparan radiasi

dapat sangat dikurangi dengan menggunakan pelvimetri CT Scan (Kopelman dkk, 1986)

Teknik pencitraan ini dapat digunakan untuk memberikan informasi tentang tipe

persentasi bokong, ada tidaknya fleksi kepala bayi dan pengukuran panggul secara

akurat.
BAB III

PEMBAHASAN

Pada persentasi bokong baik ibu maupun janinnya menghadapi resiko yang lebih

besar daripada presentasi kepala (Kunzel, 1994). Pemeriksaan cepat harus dilakukan

untuk menentukan keadaan selaput ketuaban.

1. Penangan dalam kehamilan

Mengingat bahaya-bahayanya, sebaiknya persalinan dalam letak sungsang

dihindarkan. Untuk itu bila pada waktu pemeriksaan antenatal dijumpai letak

sungsang terutama pada primigravida, hendaknya diusahakan melakukan versi luar

menjadi persentasi kepala. Versi luar sebaiknya dilakukan pada kehamilan antara 34

dan 38 minggu. Pada umumnya versi luar sebelum minggu ke 34 belum perlu

dilakukan, karena kemungkinan besar janin masih dapat memutar sendiri, sedangkan

setelah minggu ke 38 versi luar sulit untuk berhasil dilakukan karena janin sudah

besar dan jumlah air ketuban relative telah berkurang.

Sebelum melakukan versi luar, diagnosis letak janin harus pasti, sedangkan

denyut jantung janin harus dalam keadaan baik. Apabila bokong sudah turun, bokong

harus dikeluarkan lebih dulu dari rongga panggul, tindakan ini dilakukan dengan

meletakan jari-jari kedua tangan penolong pada perut ibu bagian bawah untuk

mengangkat bokong janin. Kalau bokong tidak bisa dikeluarkan versi luar tidak ada

gunanya. Setelah bokong keluar dari panggul, bokong ditahan dengan satu tangan,

sedangkan tangan yang lain mendorong kepala kebawah sedemikian rupa, sehingga

fleksi tubuh bertambah. Selanjutnya kedua tangan bekerja sama untuk melakukan

putaran janin menjadi persentasi kepala. Selama versi dilakukan dan setelah versi luar

berhasil denyut jantung janin harus selalu diawasi. Sesudah janin berada dalam

keadaan persentasi kepala, kepala didorong masuk kedalam rongga panggul. Versi

luar hendaknya dilakukan dengan kekuatan ringan tanpa paksaan. Versi luar tidak ada

gunanya bila air ketuban terlalu sedikit, karena usaha tersebut tidak akan berhasil.
Kontraindikasi untuk melakukan versi luar ialah ; 1) panggul sempit, 2) Perdarahan

antepartum,3)hipertensi, 4) hamil kembar, 5) plasenta previa (Sarwono,2007).

Pada panggul sempit tidak ada gunanya melakukan versi luar, karena meskipun

berhasil menjadi persentasi kepala, akhirnya perlu dilakukan section sesarea. Versi

luar pada perdarahan antepartum tidak boleh dilakukan, karena dapat menambah

perdarahan akibat lepasnya plasenta. Pada penderita hipertensi, usaha versi luar dapat

menyebabkan solusio plasenta; sedangkan pada kehamilan kembar, selain janin yang

lain dapat menghalangi usaha versi luar tersebut, yang lebih berbahaya ialah janin

yang terletak dalam satu kantong amnion kemungkinan tali pusat kedua janin akan

saling melilit (Cuningham F Garry,2005).

Zhang dkk (1993) meninjau 25 laporan terpilih mengenai versi sefalik ekternal

yang diterbitkan antara tahun 1980 dan 1991. Beberapa poin yang dihasilkan patut

dipertimbangkan yaitu ;

1. Versi sefalik eksternal berhasil pada 65 % pasien


2. Jika versi sefalik berhasil, hampir semua janin tetap pada persentasi kepala dan

sebaliknya

Gambar 3 Versi Sefalik luar (Cuningham F Garry,dkk).

Faktor yang paling konsisten dihubungkan dengan keberhasilan versi

sefalik luar adalah paritas ( Zhang,dkk, 1993). Hellstrom dkk. (1990) hanya

berhasil mengidentifikasi 3 diantara 16 variabel yang dihubungkan dengan versi

luar yang berhasil. Faktor yang paling terpenting adalah paritas kemudian

persentasi janin lalu banyaknya cairan amnion. Usia gestasi juga penting ;

semakin dini versi luar dilakukan, semakin bersar peluang kesuksesannya.

Sebaliknya semakin jauh dari aterm dilakukannya versi eksternal, semakin tinggi

angka pembalikan spontannya (Westgren dkk, 1985).

2. Penanganan Persalinan
Dalam menolong persalinan dengan letak presentasi bokong atau lebih dikenal

dengan sebutan sungsang diperlukan banyak ketekunan dan kesabaran dibandingkan

dengan pertolongan persalinan presentasi kepala. Selama terjadi kemajuan pada

persalinan dan tidak ada tanda-tanda bahaya yang mengancam kehidupan dari janin,

maka penolong tidak perlu melakukan tindakan untuk mempercepat kelahiran dari

janin. Pertama hendaknya di lakukan pemeriksaan untuk melihat adanya kelainan atau

tidak sehingga dapat dilakukan seksio sesarea seperti pinggul sempit, plasenta previa,

atau adanya tumor dalam rongga panggul. Apabila tidak ditemukan kelainan tersebut

maka dapat dilakukan dengan pervaginam dengan memperhatikan kemajuan

persalinan dengan seksama terutama kemajuan pembukaan serviks dan penurunan dari

bokong (Sarwono,2007).

Infus intra vena mulai diberikan segera setelah wanita bersangkutan tiba di

kamar bersalin. Kemungkinan dilakukan induksi anestesi darurat, atau terjadinya

perdarahan akibat laserasi atau atonia uteri adalah dua diantara banyak alasan

dibutuhkannya akses intravena segera yang dapat digunakan untuk memasukkan obat

atau cairan, termasuk darah. Beberapa hal perlu diperhatikan sebelum dilakukan

persalinan pervagianam pada persentasi bokong diantaranya (Cuningham F

Garry,2005 ; Sarwono,2007) ;

A. Kala Persalinan

Penilaian terhadap dilatasi dan pendataran serviks serta station bagian

terbawah janin sangat diperlukan untuk merencakanan rute perlahiran. Jika proses

persalinan sudah berlangsung terlampau jauh, mungkin tidak cukup waktu lagi

untuk melakukan pelvimetri. Hal ini saja seyogyanya tidak langsung mendorong

pengambilan keputusan untuk melakukan seksio sesarea. Biswa dan Johnstone

(1993) menemukan bahwa pada 267 presentasi bokong aterm, hanya sedikit

seksio sesare yang tidak memberi hasil akhir yang buruk bagi neonatus ketika

pelvimetri radiologik tidak digunakan untuk memilih metode pelahiran.


Progresivitas persalinan yang memuaskan menjadi indikator terbaik terhadap

adekuasi kapasitas panggul.

B. Kondisi Janin

Ada tidaknya kelainan janin yang nyata, seperti hidrosefalus atau

anensefali, dapat dipastikan secara cepat dengan pemeriksaan USG atau sinar x.

upaya tersebut akan membantu memastikan bahwa tindakan seksio sesarea tidak

perlu dilakukan dalam kondisi darurat bila bayinya mengalami anomali tanpa

kemungkinan dapat bertahan hidup. Jika direncanakan suatu pelahiran

pervaginam, kepala janin tidak boleh berada dalam keadaan ekstensi. Terdapat

kemungkinan untuk memastikan fleksi kepala dan menyingkirkan kemungkinan

ekstensi melalui pemeriksaan USG. Yang paling sering, radiografi digital

menggunakan computed tomography pelvimetry menjadi pemeriksaan yang

memadai untuk mendokumentasikan fleksi atau tidak adanya ekstensi kepala

janin. Bila tidak mungkin, foto polos abdomen sudah cukup untuk melihat

keadaan tersebut.

C. Pemantauan Janin

Frekuensi denyut jantung janin direkam setidaknya tiap 15 menit sekali.

Sebagian besar pihak yang berwenang dalam hal ini lebih memilih melakukan

pemantauan frekuensi denyut jantung janin dan kontraksi uterus secara elektronik

dan kontinu. Bila selaput ketuban pecah, risiko prolaps tali pusat meningkat

secara nyata. Sehingga, pemeriksaan dalam (vaginal touche) harus segera

dilakukan setelah ketuban pecah untuk memeriksa kemungkinan prolaps tali

pusat. Pemeriksaan frekuensi denyut jantung janin untuk 5 hingga 10 menit

pertama setelah ketuban pecah harus dilakukan dengan seksama, untuk

memastikan tidak ada prolaps tali pusat yang terselubung.

D. Rute Pelahiran
Pilihan pelahiran perabdominan atau pervaginam didasarkan pada jenis

presentasi bokong, fleksi kepala janin, berat janin, kualitas kontraksi uterus dan

ukuran panggul ibu. Calon ibu harus diberi tahu mengenai semua fakta dan

ketidak pastian yang berhubungan dengan kehamilannya sebelum dilakukan

pelahiran sungsang. Dokter ahli kebidanan sebaiknya mempertimbangkan dan

biasanya bertindak sesuai, pilihan calon orangtua yang telah diberi tahu tersebut.

Pada proses persalinan persentasi bokong ada beberapa tahapan yang harus dilalui

berdasarkan jenis persentasi bokong janin diantaranya (Cuningham F Garry,2005 ;

Sarwono,2007) ;

A. Proses Pelahiran Bokong dan Badan

Idealnya, presentasi bokong murni dibiarkan lahir tanpa bantuan

setidaknya hingga batas umbilikus. Episiotomi harus dilakuakan, kecuali

perineum telah amat teregang. Episiotomi merupakan penatalaksanaan tambahan

yang penting pada pelahiran sungsang dari jenis apapun. Ketika bokong semakin

meregangkan perineum, pangkal paha belakang akan lahir, biasanya dari posisi

pukul 6 dan seringkali disertai tekanan yang cukup besar untuk menyebabkan

pelepasan mekonium pada saaat ini (Gambar 4) . Pangkal paha depan kemudian

lahir diikuti dengan putaran paksi luar ke posisi sakrum anterior (Gambar 5).
Gambar 4 Persentasi bokong murni tampak perineum meregang (Cuningham F Garry,dkk).

Sang ibu harus dibujuk untuk terus mengejan, karena tali pusat sekarang

terdorong ke dalam jalan lahir dan tertekan sehingga menyebabkan bradikardi

janin. Penurunan janin lebih lanjut memungkinkan tungkai lahir dengan mudah

dengan memuntir paha janin sebelah medial dengan jari yang sejajar dengan

femur dan memberikan tekanan ke lateral sehingga menyapu tingkai dari garis

tengah.

Gambar 5 Pangkal paha depan kiri telah lahir

dan telah terjadi putaran paksi luar (Cuningham F Garry,dkk).

Setelah tungkai lahir, bagian tulang panggul janin dipegang dengan dua

tangan menggunakan kain handuk yang dibasahi oleh air hangat. Jari-jari

penolong harus diletakkan di krista iliaka anterior superior dan ibu jari pada

sakrum, sehingga memperkecil kemungkinan cedera jaringan lunak perut janin

(Gambar 6 ). Gaya dorong ibu digunakan bersamaan dengan traksi ringan

memutar ke arah bawah yang dilakukan secara kontinu oleh penolong sehingga

janin dapat dilahirkan. Traksi ringan kebawah dilakukan bersama rotasi panggul

janin sebesar 180 derajat secara simultan baik dari posisi sakrum kiri ke kanan

atau dari kanan ke kiri (Gambar 7 dan 8).


Gambar 6 Pelahiran badan. Traksi rotasi ringan ke bawah

dilakukan sampai scapula jelas terlihat (Cuningham F Garry,dkk).

Perasat rotasi dan traksi ke bawah baru saja di gambarkan akan

mengurangi kejadian lengan menjungkit persisten. Lengan menjungkit meungkin

akan tersangkut pada pintu atas panggul dan di belakang simfisis pubis, sehingga

menghalangi penurunan lebih lanjut. Lengan menjungkit dapat terjadi pada

pelahiran sungsang pervaginam aterm, preterm dan kembar anak dua. Kejadian

ini dihubungkan dengan peningkatan cedera dan morbiditas janin-neonatus, dan

diperlukan perasat untuk mencegah penyulit ini. Perasat-perasat ini seringkali

mudah dilakukan oleh penolong pada ketinggian sejajar panggul ibu dan dengan

satu kaki di lantai. Saat skapula terlihat jelas, pelahiran diselesaikan seperti yang

akan dijelaskan untuk presentasi bokong sempurna dan tidak sempurna.

Kadang-kadang, diperlukan ekstraksi pada presentasi bokong murni dan

hal ini dapat dilakukan dengan traksi sedang oleh satu jari yang diletakkan pada

tiap lipat paha dan diperlancar dengan episiotomy yang cukup lebar (Gambar 7).

Jika traksi sedang tidak berhasil melahirkan bayi dengan presentasi bokong,

pelahiran pervaginam hanya dapat dilakukan melalui dekomposisi presentasi

bokong. Tindakan ini mencakup manipulasi intauterin untuk mengubah


presentasi bokong murni menjadi presentasi kaki. Prsedur ini lebih mudah

dikerjakan jika ketuban sudah pecah lama. Pada kasus demikian, uterus mungkin

relaksasi farmakologis dengan anestesi umum, magnesium sulfat intravena, atau

nitrogliserin dosis rendah (50 sampai 100 µg) atau β-mimetik seperti terbutalin

(250µg).

Gambar 7 Ekstraksi Bokong Murni menggunakan

jari tangan pada lipat paha (Cuningham F Garry,dkk).

Dekomposisi bokong dilakukan dengan perasat yang dianamai sesuai

penemunya, Pinard (1889). Perasat Pinard akan membantu menurunkan kaki

janin sehingg berada dalam jangkauan penolong (Gambar 8) . Dua jari tangan

penolong menyusuri salah satu ekstrimitas bawah hingga mencapai sendi lutut

lalu mendorong bagian tersebut ke lateral. Biasanya tindakan ini akan diikuti oleh

fleksi spontan, dan kaki bayi akan terasa menyentuh punggung tangan. Dengan

demikian, kaki bayi ini dapat dipegang dan diturunkan.


Gambar 8 Perasat Pinard (Cuningham F Garry,dkk).

Saat dilakukan ekstraksi total pada presentasi bokong lengkap atau tidak

lengkap, tangan penolong msuk lewat vagina untuk memegang kedu kaki bayi.

Kedua pergelangan kaki dipegang dengan jari telunjuk berada diantaranya dan,

dengan melakukan traksi ringan, kaki bayi akan melewati vulva. Jika kedua kaki

bayi sukar dipegang, mula-mula satu kaki ditarik ke dalam vagina tapi jangan

sampai melewati introitus, dan kemudian kaki yang satunya dapat dikeluarkan

dengan cara yang sama. Kini kedua belah kaki bayi sudah dipegang dan dapat

ditarik secara bersamaan lewati vulva (Gambar 9)

Gambar 9 Ektraksi bokong. Traksi pada kaki dan pergelangan kaki (Cuningham F Garry,dkk).

Setelah kedua tungkai bayi mulai tampak pada mulut vulva, traksi ringan

ke arah bawah tetap dianjurkan. Setelah tungkai muncul, secara berurutan bagian

tubuh yang lebih tinggi dipegang, pertama betis kemudian paha ( Gambar 10 ).
Gambar 10 Ektraksi bokong.Traksi paha (Cuningham F Garry,dkk).

Setelah bokong tampak di vulva, panggung bayi biasanya akan berputar

ke anterior. Ibu jari penolong diletakkan di atas sacrum bayi dan jari-jari tangan

pada bagian pangkal paha, kemudian pelahiran sungsang dengan bantuan dapat

dilakukan seperti setelah dijelaskan sebelumnya (Gambar 6). Dengan terlihatnya

scapula, punggung bayi cenderung mengadakan rotasi spontan ke arah sisi ibu

yang merupakan arahnya semula (Gambar 10).

Aturan utama penentu keberhasilan ekstraksi presentasi bokong adalah

melakukan traksi dan rotasi ke bawah secara ringan dan kontinu sampai separuh

bagian bawah scapula dilahirkan dari mulut vulva, tanpa mencoba untuk

melahirkan bahu dan lengan sebelum salah satu aksila terlihat. Kegagalan

mematuhi aturan ini sering membuat prosedur yang seharusnya bisa dilakukan

dengan mudah menjadi sulit. Terlihatnya salah satu aksila bayi menunjukkan saat

yang tepat untuk melahirkan bahu. Tidak ada bedanya bahu mana yang lebih

dulu dan terdapat dua metode pelahiran bahu sebagaimana akan diuraikan di

bawah.
Pada metode pertama, dengan terlihatnya kedua belah scapula, trunkus

diputar sedemikian rupa sehingga bahu dan lengan depan tampak pada vulva dan

dapat dengan mudah dibebaskan serta dilahirkan lebih dulu (Gambar 11).

Gambar 11 Ekstraksi bokong.Skapula tampak dan

badan janin diputar (Cuningham F Garry,dkk).

Penolong tampak sedang memutar trunkus janin berlawaan arah jarum

jam untuk melahirkan bahu dan lengan kanan badan janin kemudian diputar ke

arah yang berlawanan, untuk melahirkan bahu dan lengan yang lain

Pada metode kedua, jika rotasi trunkus tidak berhasil, bahu belakang harus

dilahirkan lebih dulu. Kaki, janin dipegang dengan satu tangan dan ditarik ke atas

melewati lipat paha dalam ibu tempat permukaan ventral bayi menghadap.

Dengan cara ini, pengungkitan dilakukan terhadap bahu belakang, yang meluncur

keluar melewati tepi perineum, dan biasanya akan diikuti oleh kelahiran lengan

serta tangan (Gambar 12 ). Kemudian, dengan menekan tubuh janin, bahu depan

muncul di bawah arkus pubis, dan lengan serta tangan biasanya mengikuti secara

spontan (Gambar 13). Sesudah itu, punggung bayi cenderung mengadakan rotasi

spontan kearah simfisis pubis ibu. Jika rotasi gagal, rotasi tersebut dapat tercapai

dengan melakukan gerakan rotasi manual pada badan bayi. Pelahiran kepala

kemudia dapat diselesaikan.


Gambar 12 Ektraksi bokong. Traksi ke atas untuk melahirkan bahu belakang,

dilakukan oleh pembebasan lengan belakang (inset) (Cuningham F Garry,dkk).

Gambar 13 Ektraksi bokong.Pelahiran bahu depan dengan traksi ke bawah (Cuningham F Garry,dkk).

B. Proses Pelahiran Kepala

Proses pelahiran kepala dapat dilakukan dengan teknik perasat mauriceau.

Tahapan perasat mauriceau adalah sebagai berikut. Jari telunjuk dan jari tengah

salah satu tangan penolong diletakkan pada maksila janin untuk memfleksikan

kepala, sementara badan janin disandarkan pada telapak tangan dan lengan bawah

penolong. Lengan bawah penolong ditunggangi oleh tungkai janin. Penolong

kemudian mengait leher bayi dengan dua jari tangan yang lain, dan dengan

memegang kedua bahu, dilakukan traksi ke bawah sampai suboksipitalis terlihat

dibawah simfisis. Penekanan supra pubik ringan oleh asisten akan membantu

kepala janin tetap dalam keadaan fleksi. Badan janin kemudian diangkat kearah

abdomen ibu, dan secara berturut-turut mulut, hidung, dahi, serta akhirnya

oksiput akan tampak di perineum. Perlu ditekankan bahwa pada perasat ini
penolong menggunakan kedua tangannya secara bersamaan dalam posisi tandem

untuk menghasilkan traksi ringan kontinu ke arah bawah secara bilateral pada

leher dan maksila janin. Pada saat yang sama, tekanan suprapubik yang diberikan

dengan tepat oleh asisten akan membantu pelahiran kepala (Gambar 14)

Gambar 14 Perasat Mauriceau (Cuningham F Garry,dkk).

Sangat jarang terjadi, punggung gagal berputar ke depan. Bila hal ini

terjadi, rotasi punggung ke depan dapat dilakukan dengan melakukan tarikan kuat

pada tungkai janin atau bagian tulang panggulnya. Jika punggung masih tetap

menghadap kebelakang, ekstraksi dapat dilakukan dengan perasat Mauriceau dan

melahirkan janin dengan punggung menghadap kebawah. Jika hal ini tidak

mungkin dilakukan janin masih dapat dilahirkan dengan perasat Prague

termodifikasi. Perasat ini direkomendasikan oleh Kiwisch (1846). Perasat

termodifikasi yang dipraktikan sekarang dilakukan dengan dua jari untuk

memegang bahu janin dari bawah sementara tangan yang lain menarik kaki e atas

ke arah abdomen ibu.


Gambar 15 Perasat Prague termodifikasi (Cuningham F Garry,dkk).

Forseps piper atau forsep Laufe divergen dapat digunakan secara lektif

atau bila firasat Mauricau tidak bisa dikerjakan dengan mudah. Kedua daun

forceps tidak boleh dipasang pada after comong head sebelum bagian kepala ini

masuk ke dalam panggul dengan traksi ringan disertai penekanan suprapubik dan

telah cakap. Menyangga badan janin dengan handuk juga dapat mencegah lengan

menghalangi jalan lahir.

Pada saat sekarang ini seksio sesarea menduduki tempat yang sangat

penting dalam menghadapi persalinan letak sungsang. Bila dicurigai adanya

kesempitan panggul ringan sedangkan versi luar tidak berhasil, maka tidak boleh

dilakukan partus percobaan seperti pada presentasi kepala. Dalam keadaan ini

mungkin panggul dapat dilalui oleh bokong dan bahu akan tetapi ada

kemungkinan timbul kesulitan pada saat melahirkan kepala. Karena itu letak

sungsang pada janin yang besar dan disproporsi sefalopelvik meskipun ringan

merupakan indikasi mutlak melakukan seksio sesarea. Selain itu juga harus

dipertimbangkan kepada dengan wanita primitua, pada wanita riwayat infertilitas

dan pada riwayat obstetrik kurang baik. Karena persalinan pervaginam letak

sungsang dengan bayi premature kurang baik maka di anjurkan untuk melakukan

seksio sesarea (Sarwono,2007)


Sebagai kesimpulan dapat dikatakan bahwa pada letak sungsang tanpa

disproporsi sevalopelvik dapat diambil sikap menunggu sambil mengawasi

dengan seksama kemajuan persalinan, sampai umbilikus dilahirkan. Sesudah itu

persalinan tidak boleh terlalu lama dan apabila ada hambatan bahu dan kepala

harus dilahirkan dalam waktu singkat dengan manual aid. Ekstraksi pada kaki

atau bokong hanya dilakukan apabila dalam kala II terdapat tanda-tanda bahaya

bagi ibu atau janin, atau apabila kala II berlangsung lama. Pada saat ini seksio

sesarea memegang peranan yang sangat penting dalam penanganan letak

sungsang (Sarwono,2007)

Gambar 16 A.Daun forceps pipper sebelah kiri B.Daun sebelah kanan dipasang C.Pelahiran dengan
Porseps (Cuningham F Garry,dkk).

C. Analgesik dan anesthesia untuk persalinan dan pelahiran sungsang

Analgesia epidural continue pernah dianjurkan oleh beberapa pakar..

sebagai tindakan ideal bagi wanita in partu dengan kondisi janin presntasi bokong

(Kunzel, 1994;Mokriski, 1994). Analgesia untuk episitomi dan manipulasi

intravaginal yang diperlukan untuk ekstraksi bokong dapat dicapai dengan

melakukan blok pudendal dan infiltrasi local pada perineum. Nitrogen oksida

plus inhalasi oksigen dapat meredakan nyeri lebih lanjut. Bila diperlukan

anaestesi umum dapat dilakukan induksi secara cepat dengan tiopental ditambah

pelumpuh otot dan diberi nitrogen oksida untuk rumatannya.


BAB III

KESIMPULAN

1. Presentasi bokong (breech presentation) terjadi ketika bokong janin lebih dulu memasuki

rongga panggul

2. Prevalensi persentasi bokong berkisar antara 2-3 % dari seluruh kelahiran. Prevalensi sanagat

tergantung pada usia persalinan, sekitar 20% pada minggu ke-28 dan 16 % pada minggu ke-

32 dan 3-4 % pada cukup bulan sekitar 3-4%. Permasalahan utamanya ialah tidak

terdiagnosisnya lebih awal persentasi bokong ini

3. Persalinan Persentasi bokong dapat menyebabkan afiksia pada janin dan perdarahan di dalam

tengkorak janin

4. Diagnosis Presentasi bokong bisa dilakukan dengan cara pemeriksaan luar, pemeriksaan

dalam dan pencitraan

5. Penanganan persentasi bokong pada awal kehamilan adalah Versi luar

6. Perasat yang bisa dilakukan pada persalinan pada persantasi bokong adalah Mauriceau,

Prague termodifikasi

7. Forseps piper atau forsep Laufe divergen dapat digunakan apabila perasat Maurieau tidak

dapat diguanakan

8. Pada saat ini seksio sesarea memegang peranan yang sangat penting dalam penanganan letak

sungsang
Daftar Pustaka

Alan H,De Cherney,Lauren Nathan, T Murphy Goodwin.2006.Current Obstetric and

Gynecologic Diagnosis and treatment.McGraw-Hill Medical.USA.45

Brenner WE, Bruce RD, Hendricks CH : The characteristics and peils of breech presentation.

Am J Obstet Gynecol 118:700, 1974

Bruck LR, Sherer DM : Intrapatum sonography of the lower uterine segment in patients with

breech-presenting fetuses. Am J Perinatol 14:315, 1997

Collea JV, Rabin SC, Weghorst GR, Quilligan EJ : The randomize management of term frank

breech presentation: Vaginal delivery vs cesarean section. Am J. Obstet Gynecol

131:186, 1978

Cuningham F Garry dkk.2005.Obsteri Williams.Presentasi Bokong dan Pelahiran

Sungsang.EGC.Jakarta559-85

Fianu S, Vaclavinka V: The site of placental attachment as a factor in the aetiology of breech

presentation. Acta obstet Gynecol Scand 57:371, 1978

Hall JE, Kohl SG: Breech presentation: A study of 146 cases. Am J Obstet Gynecol 72:977,

1956

Hart David McKay, Jane Norman.2000.Gynecolog Illustrated.Breech Presentation. Churchill

Livingstone.USA.40-6

Kopelman JN. Duff P, Karl RT, Schipul AH, Read JA: Computed tomographic pelvimetry in the

evaluation of breech presentation. Obstet Gynecol 68:455, 1986

Krebs L, Topp M, Langhoff Roos J : The realtion of brechh presentation a term to cerebral palsy

. Br J Obstet Gynecol 106:943,1999

Kunzel W:Recommendations of the FIGO Committee on Perinatal Health on guidelines for the

management of brecch delivery. Int J Gynecol Obstet 44:297,1994


Mokriski B: Abnormal presentation and multiple gestation . In Chestnut, DH (ed):Obsetric

Anesthetia.St.Louis, Mosby 1994 p669

Pinard A : On version by external maneuvers. In: Traite de Palper Abdominal .Paris.1889

Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu kebidanan. 2007. Yayasan Bina Pustaka, Jakarta. 616-622.

Scheer K, Nubar J:Variation of fetal presentation with gestational age. Am J Obstet Gynecol

125:269,1979

Suzuki S, Yamamuro T : Fetal Movement and fetal presentation.Early Hum Dev 11:255, 1985

Tank ES, Davis R Holt JF , Moerley GW : Mechanism of trauma during breech delivery.Obstet

Gynecol 38:761,1971

Zhang J, Bowes WA, Fortney JA:Efficacy of external chepalic version, including safety, cost

benefits analysis, and impact on the cesarean delivery rate. Obstet Gynecol 82:306,1993.

También podría gustarte