Está en la página 1de 48

33 MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF & VARIATIF

Sebagai berikut :
1. Lesson Study
2. Examples Non Examples
3. Picture and Picture
4. Numbered Heads Together
5. Cooperative Script
6. Pembelajaran Berdasarkan Masalah
7. Explicit Instruction (Pengajaran Langsung)
8. Inside – Outside – Circle (Lingkaran kecil – Lingkaran besar)
9. Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)
10. Student Facilitator and Explaining
11. Course Review Horay
12. Talking Stick
13. Bertukar Pasangan
14. Snowball Throwing
15. Artikulasi
16. Mind Mapping
17. Student Teams – Achievement Divisions (STAD)
18. Kepala Bernomor Struktur (Modifikasi dari Number Heads)
19. Scramble
20. Word Square
21. Kartu Arisan
22. Concept Sentence
23. Make – A Match (Mencari Pasangan)
24. Take and Give
25. Tebak Kata
26. Metode Diskusi
27. Metode Jigsaw
28. Metode Investigasi Kelompok (Group Investigation)
29. Metode Inquiry
30. Metode Debat
31. Metode Role Playing
32. Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving)
33. Metode Team Games Tournament (TGT)

Keterangan :

1. Lesson Study
Lesson Study adalah suatu metode yang dikembankan di Jepang yang dalam bahasa Jepangnya
disebut Jugyokenkyuu. Istilah ‘lesson study’ sendiri diciptakan oleh Makoto Yoshida.
Lesson Study merupakan suatu proses dalam mengembangkan profesionalitas guru-guru di Jepang
dengan jalan menyelidiki/ menguji praktik mengajar mereka agar menjadi lebih efektif.
Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1. Sejumlah guru bekerjasama dalam suatu kelompok. Kerjasama ini meliputi:
a. Perencanaan.
b. Praktek mengajar.
c. Observasi.
d. Refleksi/ kritikan terhadap pembelajaran.
2. Salah satu guru dalam kelompok tersebut melakukan tahap perencanaan yaitu membuat rencana
pembelajaran yang matang dilengkapi dengan dasar-dasar teori yang menunjang.
3. Guru yang telah membuat rencana pembelajaran pada (2) kemudian mengajar di kelas
sesungguhnya. Berarti tahap praktek mengajar terlaksana.
4. Guru-guru lain dalam kelompok tersebut mengamati proses pembelajaran sambil mencocokkan
rencana pembelajaran yang telah dibuat. Berarti tahap observasi terlalui.
5. Semua guru dalam kelompok termasuk guru yang telah mengajar kemudian bersama-sama
mendiskusikan pengamatan mereka terhadap pembelajaran yang telah berlangsung. Tahap ini
merupakan tahap refleksi. Dalam tahap ini juga didiskusikan langkah-langkah perbaikan untuk
pembelajaran berikutnya.
6. Hasil pada (5) selanjutnya diimplementasikan pada kelas/ pembelajaran berikutnya dan
seterusnya kembali ke (2).
Adapun kelebihan metode ‘lesson study’ sebagai berikut:
1. Dapat diterapkan di setiap bidang mulai seni, bahasa, sampai matematika dan olahraga dan pada
setiap tingkatan kelas.
2. Dapat dilaksanakan antar/ lintas sekolah.

2. Examples Non Examples


Examples Non Examples adalah metode belajar yang menggunakan contoh-contoh. Contoh-contoh
dapat dari kasus / gambar yang relevan dengan KD.
Langkah-langkah:
1. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran.
2. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan lewat OHP.
3. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada siswa untuk memperhatikan /
menganalisa gambar.
4. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada
kertas.
5. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya.
6. Mulai dari komentar / hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin
dicapai.
7. Kesimpulan.
Kebaikan:
1. Siswa lebih kritis dalam menganalisa gambar.
2. Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar.
3. Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.
Kekurangan:
1. Tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar.
2. Memakan waktu yang lama.
3. Picture and Picture
Picture and Picture adalah suatu metode belajar yang menggunakan gambar dan dipasangkan /
diurutkan menjadi urutan logis.
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Menyajikan materi sebagai pengantar.
3. Guru menunjukkan / memperlihatkan gambar-gambar yang berkaitan dengan materi.
4. Guru menunjuk / memanggil siswa secara bergantian memasang / mengurutkan gambar-gambar
menjadi urutan yang logis.
5. Guru menanyakan alas an / dasar pemikiran urutan gambar tersebut.
6. Dari alasan / urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep / materi sesuai dengan
kompetensi yang ingin dicapai.
7. Kesimpulan / rangkuman.
Kebaikan:
1. Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing siswa.
2. Melatih berpikir logis dan sistematis.
Kekurangan:
1. Memakan banyak waktu.
2. Banyak siswa yang pasif.

4. Numbered Heads Together


Numbered Heads Together adalah suatu metode belajar dimana setiap siswa diberi nomor
kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa.
Langkah-langkah:
1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
2. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat
mengerjakannya.
4. Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil
kerjasama mereka.
5. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain.
6. Kesimpulan.
Kelebihan:
1. Setiap siswa menjadi siap semua.
2. Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
3. Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
Kelemahan:
1. Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru.
2. Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.

5. Cooperative Script
Skrip kooperatif adalah metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan secara lisan
mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari.
Langkah-langkah:
1. Guru membagi siswa untuk berpasangan.
2. Guru membagikan wacana / materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan.
3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang
berperan sebagai pendengar.
4. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok
dalam ringkasannya. Sementara pendengar menyimak / mengoreksi / menunjukkan ide-ide pokok
yang kurang lengkap dan membantu mengingat / menghapal ide-ide pokok dengan menghubungkan
materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.
5. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya, serta
lakukan seperti di atas.
6. Kesimpulan guru.
7. Penutup.
Kelebihan:
1. Melatih pendengaran, ketelitian / kecermatan.
2. Setiap siswa mendapat peran.
3. Melatih mengungkapkan kesalahan orang lain dengan lisan.
Kekurangan:
1. Hanya digunakan untuk mata pelajaran tertentu.
2. Hanya dilakukan dua orang (tidak melibatkan seluruh kelas sehingga koreksi hanya sebatas pada
dua orang tersebut).

6. Pembelajaran Berdasarkan Masalah


Problem Based Instruction (PBI) memusatkan pada masalah kehidupannya yang bermakna bagi
siswa, peran guru menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan
dialog.
Langkah-langkah:
1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan. Memotivasi siswa
terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
2. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan
dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)
3. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen
untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan
masalah.
4. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan
dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya.
5. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan
proses-proses yang mereka gunakan.
Kelebihan:
1. Siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya benar-benar diserapnya dengan
baik.
2. Dilatih untuk dapat bekerjasama dengan siswa lain.
3. Dapat memperoleh dari berbagai sumber.
Kekurangan:
1. Untuk siswa yang malas tujuan dari metode tersebut tidak dapat tercapai.
2. Membutuhkan banyak waktu dan dana.
3. Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini.

7. Explicit Instruction (Pengajaran Langsung)


Pembelajaran langsung khusus dirancang untuk mengembangkan belajar siswa tentang
pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang dapat diajarkan dengan pola selangkah
demi selangkah.
Langkah-langkah:
1. Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa.
2. Mendemonstrasikan pengetahuan dan ketrampilan.
3. Membimbing pelatihan.
4. Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik.
5. Memberikan kesempatan untuk latihan lanjutan.
Kelebihan:
1. Siswa benar-benar dapat menguasai pengetahuannya.
2. Semua siswa aktif / terlibat dalam pembelajaran.
Kekurangan:
1. Memerlukan waktu lama sehingga siswa yang tampil tidak begitu lama.
2. Untuk mata pelajaran tertentu.

8. Inside – Outside – Circle (Lingkaran kecil – Lingkaran besar)


Siswa saling membagi informasi pada saat yang bersamaan, dengan pasangan yang berbeda dengan
singkat dan teratur.
Langkah-langkah:
1. Separuh kelas berdiri membentuk lingkaran kecil dan menghadap keluar.
2. Separuh kelas lainnya membentuk lingkaran di luar lingkaran pertama, menghadap keluar.
3. Dua siswa yang berpasangan dari lingkaran kecil dan besar berbagi informasi. Pertukaran
informasi ini bisa dilakukan oleh semua pasangan dalam waktu yang bersamaan.
4. Kemudian siswa berada di lingkaran kecil diam di tempat, sementara siswa yang berada di
lingkaran besar bergeser satu atau dua langkah searah jarum jam sehingga masing-masing siswa
mendapat pasangan baru.
5. Sekarang giliran siswa berada di lingkaran besar yang membagi informasi. Demikian seterusnya.
Kelebihan:
Mendapatkan informasi yang berbeda pada saat bersamaan.
Kekurangan:
1. Membutuhkan ruang kelas yang besar.
2. Terlalu lama sehingga tidak konsentrasi dan disalahgunakan untuk bergurau.
3. Rumit untuk dilakukan.

9. Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)


Pada metode ini siswa dibentuk kelompok untuk memberikan tanggapan terhadap wacana/ kliping.
Langkah-langkah:
1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang yang secara heterogen.
2. Guru memberikan wacana / kliping sesuai dengan topik pembelajaran.
3. Siswa bekerjasama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi tanggapan
terhadap wacana / kliping dan ditulis pada lembar kertas.
4. Mempresentasikan / membacakan hasil kelompok.
5. Guru membuat kesimpulan bersama.
6. Penutup.
Kelebihan:
1. Siswa dapat memberikan tanggapannya secara bebas.
2. Dilatih untuk dapat bekerjasama dan menghargai pendapat orang lain.
Kekurangan:
Pada saat presentasi hanya siswa yang aktif yang tampil.

10. Student Facilitator and Explaining


Siswa / peserta mempresentasikan ide / pendapat pada rekan peserta lainnya.
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Guru mendemonstrasikan / menyajikan materi.
3. Memberikan kesempatan siswa / peserta untuk menjelaskan kepada peserta lainnya baik melalui
bagan / peta konsep maupun yang lainnya.
4. Guru menyimpulkan ide / pendapat dari siswa.
5. Guru menerangkan semua materi yang disajikan saat itu.
6. Penutup.
Kelebihan:
Siswa diajak untuk dapat menerangkan kepada siswa lain, dapat mengeluarkan ide-ide yang ada di
pikirannya sehingga lebih dapat memahami materi tersebut.
Kekurangan:
1. Adanya pendapat yang sama sehingga hanya sebagian saja yang tampil.
2. Banyak siswa yang kurang aktif.

11. Course Review Horay


Suatu metode pembelajaran dengan pengujian pemahaman menggunakan kotak yang diisi dengan
nomor untuk menuliskan jawabannya, yang paling dulu mendapatkan tanda benar langsung
berteriak horay.
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Guru mendemonstrasikan / menyajikan materi sesuai tpk.
3. Memberikan siswa tanya jawab.
4. Untuk menguji pemahaman, siswa disuruh membuat kotak 9 / 16 / 25 sesuai dengan kebutuhan
dan tiap kotak diisi angka sesuai dengan selera masing-masing.
5. Guru membaca soal secara acak dan siswa menulis jawaban di dalam kotak yang nomornya
disebutkan guru dan langsung didiskusikan, kalau benar diisi tanda benar (v) dan salah diisi tanda
silang (x)
6. Siswa yang sudah mendapat tanda v vertikal atau horisontal, atau diagonal harus segera berteriak
horay atau yel-yel lainnya.
7. Nilai siswa dihitung dari jawaban benar dan jumlah horay yang diperoleh.
8. Penutup.
Kelebihan:
1. Pembelajarannya menarik mendorong untuk dapat terjun ke dalamnya.
2. Melatih kerjasama.
Kekurangan:
1. Siswa aktif dan pasif nilainya disamakan.
2. Adanya peluang untuk curang.

12. Talking Stick


Metode pembelajaran dengan bantuan tongkat, siapa yang memegang tongkat wajib menjawab
pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari materi pokoknya.
Langkah-langkah:
1. Guru menyiapkan sebuah tongkat.
2. Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan
kepada siswa untuk membaca dan mempelajari materi pada pegangannya/ paketnya.
3. Setelah selesai membaca buku dan mempelajarinya guru mempersilahkan siswa untuk menutup
bukunya.
4. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu guru memberi pertanyaan
dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya, demikian seterusnya sampai
sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru.
5. Guru memberikan kesimpulan.
6. Evaluasi.
7. Penutup.
Kelebihan:
1. Menguji kesiapan siswa.
2. Melatih membaca dan memahami dengan cepat.
3. Agar lebih giat belajar (belajar dahulu).
Kekurangan:
Membuat siswa senam jantung.

13. Bertukar Pasangan


Siswa berpasangan kemudian bergabung dengan pasangan lain dan bertukar pasangan untuk saling
menanyakan dan mengukuhkan jawaban masing-masing.
Langkah-langkah:
1. Setiap siswa mendapat satu pasangan (guru biasa menunjukkan pasangannya atau siswa
menunjukkan pasangannya).
2. Guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya.
3. Setelah selesai setiap siswa yang berpasangan bergabung dengan satu pasangan lain.
4. Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan, masing-masing pasangan yang baru ini saling
menanyakan dan mengukuhkan jawaban mereka.
5. Temuan baru yang didapat dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan
semula.
Kelebihan:
1. Siswa dilatih untuk dapat bekerjasama, mempertahankan pendapat.
2. Semua siswa terlibat.
Kekurangan:
1. Memerlukan waktu yang lama.
2. Guru tidak dapat mengetahui kemampuan siswa masing-masing.

14. Snowball Throwing


Dibentuk kelompok yang diwakili ketua kelompok untuk mendapat tugas dari guru kemudian
masing-masing siswa membuat pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan) lalu
dilempar ke siswa lain yang masing-masing siswa menjawab pertanyaan dari bola yang diperoleh.
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan.
2. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk
memberikan penjelasan tentang materi.
3. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan
materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya.
4. Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kerja untuk menuliskan pertanyaan apa
saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok.
5. Kemudian kertas tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain
selama kurang lebih 5 menit.
6. Setelah siswa mendapat satu bola / satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk
menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian.
7. Guru memberikan kesimpulan.
8. Evaluasi.
9. Penutup.
Kelebihan:
1. Melatih kesiapan siswa.
2. Saling memberikan pengetahuan.
Kekurangan:
1. Pengetahuan tidak luas hanya berkutat pada pengetahuan sekitar siswa.
2. Tidak efektif.

15. Artikulasi
Siswa membentuk kelompok berpasangan, kemudian seorang menceritakan materi yang
disampaikan oleh guru dan yang lain sebagai pendengar setelah itu berganti peran.
Langkah-langkah:
1. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
2. Guru menyajikan materi sebagaimana biasa.
3. Untuk mengetahui daya serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan dua orang.
4. Suruhlah seorang dari pasangan itu menceritakan materi yang baru diterima dari guru dan
pasangannya mendengar sambil membuat catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga
kelompok lainnya.
5. Suruh siswa secara bergiliran/ diacak menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman
pasangannya, sampai sebagian siswa sudah menyampaikan hasil wawancaranya.
6. Guru mengulangi / menjelaskan kembali materi yang sekiranya belum dipahami siswa.
7. Kesimpulan/ penutup.
Kelebihan:
1. Semua siswa terlibat (mendapat peran).
2. Melatih kesiapan siswa.
3. Melatih daya serap pemahaman dari orang lain.
Kekurangan:
1. Untuk mata pelajaran tertentu.
2. Waktu yang dibutuhkan banyak.
3. Materi yang didapat sedikit.

16. Mind Mapping


Suatu metode pembelajaran yang sangat baik digunakan untuk pengetahuan awal siswa atau untuk
menemukan alternatif jawaban.
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Guru mengemukakan konsep/ permasalahan yang akan ditanggapi oleh siswa , sebaiknya
permasalahan yang mempunyai alternatif jawaban.
3. Membentuk kelompok yang anggotanya 2-5 orang.
4. Tiap kelompok menginventarisasi/ mencatat alternatif jawaban hasil diskusi.
5. Tiap kelompok membaca hasil diskusinya dan guru mencatat di papan dan mengelompokkan
sesuai kebutuhan guru.
6. Dari data-data di papan siswa diminta membuat kesimpulan atau guru memberi bandingan sesuai
konsep yang disediakan guru.
Kelebihan:
1. Dapat mengemukakan pendapat secara bebas.
2. Dapat bekerjasama dengan teman lainnya.
Kekurangan:
1. Hanya siswa yang aktif yang terlibat.
2. Tidak sepenuhnya murid yang belajar.

17. Student Teams – Achievement Divisions (STAD)


Siswa dikelompokkan secara heterogen kemudian siswa yang pandai menjelaskan anggota lain
sampai mengerti.
Langkah-langkah:
1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi,
jenis kelamin, suku, dll.).
2. Guru menyajikan pelajaran.
3. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota kelompok. Anggota yang
tahu menjelaskan kepada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
4. Guru memberi kuis / pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh
saling membantu.
5. Memberi evaluasi.
6. Penutup.
Kelebihan:
1. Seluruh siswa menjadi lebih siap.
2. Melatih kerjasama dengan baik.
Kekurangan:
1. Anggota kelompok semua mengalami kesulitan.
2. Membedakan siswa.

18. Kepala Bernomor Struktur (Modifikasi dari Number Heads)


Siswa dikelompokkan dengan diberi nomor dan setiap nomor mendapat tugas berbeda dan nantinya
dapat bergabung dengan kelompok lain yang bernomor sama untuk bekerjasama.
Langkah-langkah:
1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
2. Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomornya terhadap tugas yang berangkai.
3. Jika perlu, guru bisa menyuruh kerjasama antarkelompok, siswa disuruh keluar dari kelompoknya
dan bergabung bersama beberapa siswa bernomor sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini,
siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil kerjasama mereka.
4. Laporan hasil kelompok dan tanggapan dari kelompok yang lain.
5. Kesimpulan.
Kelebihan:
1. Setiap siswa menjadi siap semua.
2. Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
3. Dapat bertukar pikiran dengan siswa yang lain.
Kekurangan:
1. Guru tidak mengetahui kemampuan masing-masing siswa.
2. Waktu yang dibutuhkan banyak.

19. Scramble
Metode pembelajaran dengan membagikan lembar kerja yang diisi siswa.
Langkah-langkah:
1. Guru menyajikan materi sesuai topik.
2. Membagikan lembar kerja dengan jawaban yang diacak susunannya.
Kelebihan:
1. Memudahkan mencari jawab.
2. Mendorong siswa untuk belajar mengerjakan soal tersebut.
Kekurangan:
1. Siswa kurang berpikir kritis.
2. Bisa saja mencontek jawaban teman lain.

20. Word Square


Siswa diberikan lembar kegiatan kemudian menjawab soal dan mengarsir huruf dalam kotak sesuai
jawaban.
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan materi sesuai kompetensi.
2. Guru membagikan lembar kegiatan sesuai contoh.
3. Siswa disuruh menjawab soal kemudian mengarsir huruf dalam kotak sesuai jawaban.
4. Berikan poin setiap jawaban dalam kotak.
Kelebihan:
1. Kegiatan tersebut mendorong pemahaman siswa terhadap materi pelajaran.
2. Melatih untuk berdisiplin.
Kekurangan:
1. Mematikan kreatifitas siswa.
2. Siswa tinggal menerima bahan mentah.

21. Kartu Arisan


Siswa dibentuk kelompok dan setiap jawaban digulung dan dimasukkan ke dalam gelas kemudian
siswa yang memegang kartu jawaban menjawab setelah dikocok terlebih dahulu.
Langkah-langkah:
1. Bentuk kelompok orang secara heterogen.
2. Kertas jawaban bagikan pada siswa masing-masing 1 lembar / kartu soal digulung dan dimasukkan
ke dalam gelas.
3. Gelas yang telah berisi gulungan soal dikocok, kemudian salah satu yang jatuh diberikan agar
dijawab oleh siswa yang memegang kartu jawaban.
4. Apabila jawaban benar maka siswa dipersilakan tepuk tangan atau yel-yel lainnya.
5. Setiap jawaban yang benar diberi poin 1 sebagai nilai kelompok sehingga nilai total kelompok
merupakan penjumlahan poin dari para anggotanya.
Kelebihan:
Pembelajaran yang menarik dihubungkan dengan kehidupan nyata.
Kekurangan:
1. Tidak semua terlibat dalam kegiatan pembelajaran.
2. Nilai tergantung pada individu yang mempengaruhi nilai teman lain.

22. Concept Sentence


Siswa dibentuk kelompok heterogen dan membuat kalimat dengan minimal 4 kata kunci sesuai
materi yang disajikan.
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan tujuan.
2. Guru menyajikan materi secukupnya.
3. Guru membentuk kelompok yang anggotanya kurang lebih 4 orang secara heterogen.
4. Menyajikan beberapa kata kunci sesuai materi/ tpk yang disajikan.
5. Tiap kelompok disuruh membuat beberapa kalimat dengan menggunakan minimal 4 kata kunci
setiap kalimat.
6. Hasil diskusi kelompok didiskusikan lagi secara pleno yang dipandu guru.
7. Kesimpulan.
Kelebihan:
1. Lebih memahami kata kunci dari materi pokok pelajaran.
2. Siswa yang lebih pandai mengajari siswa yang kurang pandai.
Kekurangan:
1. Hanya untuk mata pelajaran tertentu.
2. Untuk yang pasif mengambil jawaban dari temannya.

23. Make – A Match (Mencari Pasangan)


Siswa disuruh untuk mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban / soal sebelum batas
waktunya, yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin.
Langkah-langkah:
1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi
review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
2. Setiap siswa mendapat satu buah kartu.
3. Tiap siswa memikirkan jawaban / soal dari kartu yang dipegang.
4. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal
jawaban).
5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
6. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari
sebelumnya. Demikian seterusnya.
7. Kesimpulan.
8. Penutup.
Kelebihan:
Melatih untuk ketelitian, kecermatan dan ketepatan serta kecepatan.
Kekurangan:
Waktu yang cepat, kurang konsentrasi.

24. Take and Give


Siswa diberi kartu untuk dihapal sebentar kemudian mencari pasangan untuk saling
menginformasikan, selanjutnya siswa diberi pertanyaan sesuai dengan kartunya.
Langkah-langkah:
1. Siapkan kelas sebagaimana mestinya.
2. Jelaskan materi sesuai topik menit.
3. Untuk memantapkan penguasaan peserta, tiap siswa diberi masing-masing satu kartu untuk
dipelajari (dihapal) kurang lebih 5 menit.
4. Semua siswa disuruh berdiri dan mencari pasangan untuk saling menginformasikan materi sesuai
kartu masing-masing. Tiap siswa harus mencatat nama pasangannya pada kartu control.
5. Demikian seterusnya sampai tiap peserta dapat saling memberi dan menerima materi masing-
masing.
6. Untuk mengevaluasi keberhasilan, berikan siswa pertanyaan yang sesuai dengan kartunya (kartu
orang lain).
7. Strategi ini dapat dimodifikasikan sesuai keadaan.
8. Kesimpulan.
Kelebihan:
Dilatih memahami materi dengan waktu yang cepat.
Kekurangan:
Tidak efektif dan terlalu bertele-tele.
25. Tebak Kata
Metode ini menggunakan kartu yaitu kartu ukuran 10 x 10 cm dan diidi ciri-ciri kata lainnya yang
mengarah pada jawaban, yang kedua kartu ukuran 5 x 2 cm untuk menulis kata / istilah yang mau
ditebak.
Langkah-langkah:
1. Jelaskan materi menit.
2. Suruh siswa berdiri di depan kelas dan berpasangan.
3. Seorang siswa diberi kartu yang berukuran 10 x 10 cm yang nanti dibacakan pada pasangannya.
Seorang siswa lainnya diberi kartu berukuran 5 x 2 cm yang isinya tidak boleh dibaca (dilipat)
kemudian ditempelkan di dahi atau diselipkan di telinga.
4. Sementara siswa membawa kartu 10 x 10 cm membacakan kata-kata yang tertulis di dalamnya
sementara pasangannya menebak apa yang dimaksud pada kartu 10 x 10cm. Jawab yang tepat bila
sesuai dengan isi kartu yang ditempel di dahi.
5. Apabila jawabannya tepat (sesuai yang tertulis pada kartu) maka pasangan itu boleh duduk. Bila
belum tepat pada waktu yang telah ditetapkan boleh mengarahkan dengan kata-kata lain asal
jangan langsung memberi jawabannya.
Kelebihan:
Sangat menarik sehingga setiap siswa ingin mencobanya.
Kekurangan:
Bila siswa tidak menjawab dengan benar maka tidak semua siswa dapat maju karena waktu terbatas.

26. Metode Diskusi


Metode diskusi adalah suatu cara mengajar yang dicirikan oleh suatu keterikatan pada suatu topik
atau pokok pernyataan atau problem dimana para peserta diskusi dengan jujur berusaha untuk
mencapai atau memperoleh suatu keputusan atau pendapat yang disepakati bersama.
Diskusi sebagai metode pembelajaran lebih cocok dan diperlukan apabila guru hendak:
a. memanfaatkan berbagai kemampuan yang ada pada siswa
b. memberi kesempatan pada siswa untuk mengeluarkan kemampuannya
c. mendapatkan balikan dari siswa apakah tujuan telah tercapai
d. membantu siswa belajar berpikir secara kritis
e. membantu siswa belajar menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman-teman
f. membantu siswa menyadari dan mampu merumuskan berbagai masalah sendiri maupun dari
pelajaran sekolah
g. mengembangkan motivasi untuk belajar lebih lanjut.
Adapun kegiatan guru dalam pelaksanaan metode diskusi sebagai berikut:
a. Guru menetapkan suatu pokok atau problem yang akan didiskusikan atau guru meminta kepada
siswa untuk mengemukakan suatu pokok atau problem yang akan didiskusikan.
b. Guru menjelaskan tujuan diskusi.
c. Guru memberikan ceramah dengan diselingi tanya jawab mengenai materi pelajaran yang
didiskusikan.
d. Guru mengatur giliran pembicara agar tidak semua siswa serentak berbicara mengeluarkan
pendapat.
e. Menjaga suasana kelas dan mengatur setiap pembicara agar seluruh kelas dapat mendengarkan
apa yang sedang dikemukakan.
f. Mengatur giliran berbicara agar jangan siswa yang berani dan berambisi menonjolkan diri saja
yang menggunakan kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya.
g. Mengatur agar sifat dan isi pembicaraan tidak menyimpang dari pokok/problem.
h. Mencatat hal-hal yang menurut pendapat guru harus segera dikoreksi yang memungkinkan siswa
tidak menyadari pendapat yang salah.
i. Selalu berusaha agar diskusi berlangsung antara siswa dengan siswa.
j. Bukan lagi menjadi pembicara utama melainkan menjadi pengatur pembicaraan.
Kegiatan siswa dalam pelaksanaan metode diskusi sebagai berikut:
a. Menelaah topik/pokok masalah yang diajukan oleh guru atau mengusahakan suatu problem dan
topik kepada kelas.
b. Ikut aktif memikirkan sendiri atau mencatat data dari buku-buku sumber atau sumber
pengetahuan lainnya, agar dapat mengemukakan jawaban pemecahan problem yang diajukan.
c. Mengemukakan pendapat baik pemikiran sendiri maupun yang diperoleh setelah membicarakan
bersama-sama teman sebangku atau sekelompok.
d. Mendengar tanggapan reaksi atau tanggapan kelompok lainnya terhadap pendapat yang baru
dikemukakan.
e. Mendengarkan dengan teliti dan mencoba memahami pendapat yang dikemukakan oleh siswa
atau kelompok lain.
f. Menghormati pendapat teman-teman atau kelompok lainnya walau berbeda pendapat.
g. Mencatat sendiri pokok-pokok pendapat penting yang saling dikemukakan teman baik setuju
maupun bertentangan.
h. Menyusun kesimpulan-kesimpulan diskusi dalam bahasa yang baik dan tepat.
i. Ikut menjaga dan memelihara ketertiban diskusi.
j. Tidak bertujuan untuk mencari kemenangan dalam diskusi melainkan berusaha mencari pendapat
yang benar yang telah dianalisa dari segala sudut pandang.
Adapun kelebihan metode diskusi sebagai berikut:
a. Mendidik siswa untuk belajar mengemukakan pikiran atau pendapat.
b. Memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh penjelasan-penjelasan dari berbagai
sumber data.
c. Memberi kesempatan kepada siswa untuk menghayati pembaharuan suatu problem bersama-
sama.
d. Melatih siswa untuk berdiskusi di bawah asuhan guru.
e. Merangsang siswa untuk ikut mengemukakan pendapat sendiri, menyetujui atau menentang
pendapat teman-temannya.
f. Membina suatu perasaan tanggung jawab mengenai suatu pendapat, kesimpulan, atau keputusan
yang akan atau telah diambil.
g. Mengembangkan rasa solidaritas/toleransi terhadap pendapat yang bervariasi atau mungkin
bertentangan sama sekali.
h. Membina siswa untuk berpikir matang-matang sebelum berbicara.
i. Berdiskusi bukan hanya menuntut pengetahuan, siap dan kefasihan berbicara saja tetapi juga
menuntut kemampuan berbicara secara sistematis dan logis.
j. Dengan mendengarkan semua keterangan yang dikemukakan oleh pembicara, pengetahuan dan
pandangan siswa mengenai suatu problem akan bertambah luas.
Kelemahan metode diskusi sebagai berikut:
a. Tidak semua topik dapat dijadikan metode diskusi hanya hal-hal yang bersifat problematis saja
yang dapat didiskusikan.
b. Diskusi yang mendalam memerlukan banyak waktu.
c. Sulit untuk menentukan batas luas atau kedalaman suatu uraian diskusi.
d. Biasanya tidak semua siswa berani menyatakan pendapat sehingga waktu akan terbuang karena
menunggu siswa mengemukakan pendapat.
e. Pembicaraan dalam diskusi mungkin didominasi oleh siswa yang berani dan telah biasa berbicara.
Siswa pemalu dan pendiam tidak akan menggunakan kesempatan untuk berbicara.
f. Memungkinkan timbulnya rasa permusuhan antarkelompok atau menganggap kelompoknya
sendiri lebih pandai dan serba tahu daripada kelompok lain atau menganggap kelompok lain sebagai
saingan, lebih rendah, remeh atau lebih bodoh.

27. Metode Jigsaw


Pada dasarnya, dalam model ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi komponen-
komponen lebih kecil. Selanjutnya guru membagi siswa ke dalam kelompok belajar kooperatif yang
terdiri dari empat orang siswa sehingga setiap anggota bertanggungjawab terhadap penguasaan
setiap komponen/subtopik yang ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya. Siswa dari masing-masing
kelompok yang bertanggungjawab terhadap subtopik yang sama membentuk kelompok lagi yang
terdiri dari yang terdiri dari dua atau tiga orang.
Siswa-siswa ini bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kooperatifnya dalam: a) belajar dan
menjadi ahli dalam subtopik bagiannya; b) merencanakan bagaimana mengajarkan subtopik
bagiannya kepada anggota kelompoknya semula. Setelah itu siswa tersebut kembali lagi ke
kelompok masing-masing sebagai “ahli” dalam subtopiknya dan mengajarkan informasi penting
dalam subtopik tersebut kepada temannya. Ahli dalam subtopik lainnya juga bertindak serupa.
Sehingga seluruh siswa bertanggung jawab untuk menunjukkan penguasaannya terhadap seluruh
materi yang ditugaskan oleh guru. Dengan demikian, setiap siswa dalam kelompok harus menguasai
topik secara keseluruhan.

28. Metode Investigasi Kelompok (Group Investigation)


Metode investigasi kelompok sering dipandang sebagai metode yang paling kompleks dan paling
sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini melibatkan siswa sejak
perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi.
Metode ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi
maupun dalam ketrampilan proses kelompok (group process skills). Para guru yang menggunakan
metode investigasi kelompok umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang
beranggotakan 5 hingga 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen. Pembagian kelompok dapat
juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu.
Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai
subtopik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas
secara keseluruhan. Adapun deskripsi mengenai langkah-langkah metode investigasi kelompok
dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Seleksi topik
Para siswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya
digambarkan lebih dahulu oleh guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-
kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang.
Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik.
b. Merencanakan kerjasama
Para siswa beserta guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum
yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih dari langkah a) di atas.
c. Implementasi
Para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah b). Pembelajaran harus
melibatkan berbagai aktivitas dan ketrampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa
untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru
secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.
d. Analisis dan sintesis
Para siswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah c) dan
merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.
e. Penyajian hasil akhir
Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari
agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai
topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinir oleh guru.
f. Evaluasi
Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan
kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok,
atau keduanya.

29. Metode Inquiry


Metode ini menekankan pada penemuan dan pemecahan masalah secara berkelanjutan. Kelebihan
metode ini mendorong siswa berpikir secara ilmiah, kreatif, intuitif dan bekerja atas dasar inisiatif
sendiri, menumbuhkan sikap objektif, jujur dan terbuka. Kelemahannya memerlukan waktu yang
cukup lama, tidak semua materi pelajaran mengandung masalah, memerlukan perencanaan yang
teratur dan matang, dan tidak efektif jika terdapat beberapa siswa yang pasif.

30. Metode Debat


Metode debat merupakan salah satu metode pembelajaran yang sangat penting untuk
meningkatkan kemampuan akademik siswa. Materi ajar dipilih dan disusun menjadi paket pro dan
kontra. Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dan setiap kelompok terdiri dari empat orang. Di
dalam kelompoknya, siswa (dua orang mengambil posisi pro dan dua orang lainnya dalam posisi
kontra) melakukan perdebatan tentang topik yang ditugaskan. Laporan masing-masing kelompok
yang menyangkut kedua posisi pro dan kontra diberikan kepada guru. Selanjutnya guru dapat
mengevaluasi setiap siswa tentang penguasaan materi yang meliputi kedua posisi tersebut dan
mengevaluasi seberapa efektif siswa terlibat dalam prosedur debat.
Pada dasarnya, agar semua model berhasil seperti yang diharapkan pembelajaran kooperatif, setiap
model harus melibatkan materi ajar yang memungkinkan siswa saling membantu dan mendukung
ketika mereka belajar materi dan bekerja saling tergantung (interdependen) untuk menyelesaikan
tugas. Ketrampilan sosial yang dibutuhkan dalam usaha berkolaborasi harus dipandang penting
dalam keberhasilan menyelesaikan tugas kelompok. Ketrampilan ini dapat diajarkan kepada siswa
dan peran siswa dapat ditentukan untuk memfasilitasi proses kelompok. Peran tersebut mungkin
bermacam-macam menurut tugas, misalnya, peran pencatat (recorder), pembuat kesimpulan
(summarizer), pengatur materi (material manager), atau fasilitator dan peran guru bisa sebagai
pemonitor proses belajar.

31. Metode Role Playing


Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan
imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan
memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan
lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan. Kelebihan metode Role
Playing:
1. Melibatkan seluruh siswa dapat berpartisipasi mempunyai kesempatan untuk memajukan
kemampuannya dalam bekerjasama.
2. Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.
3. Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu
yang berbeda.
4. Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan
permainan.
5. Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak.

32. Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving)


Metode pemecahan masalah (problem solving) adalah penggunaan metode dalam kegiatan
pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi
atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama.
Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan
masalah.
Adapun keunggulan metode problem solving sebagai berikut:
a. Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.
b. Berpikir dan bertindak kreatif.
c. Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis
d. Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.
e. Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.
f. Merangsang perkembangan kemajuan berfikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi
dengan tepat.
g. Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dunia kerja.
Kelemahan metode problem solving sebagai berikut:
a. Beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan metode ini. Misal terbatasnya alat-alat
laboratorium menyulitkan siswa untuk melihat dan mengamati serta akhirnya dapat menyimpulkan
kejadian atau konsep tersebut.
b. Memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan metode pembelajaran yang
lain.

33. Metode Team Games Tournament (TGT)


Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif
yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status,
melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement.
Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT
memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab,
kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
Ada 5 komponen utama dalam komponen utama dalam TGT yaitu:
1. Penyajian kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan
dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian
kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru,
karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game
karena skor game akan menentukan skor kelompok.
2. Kelompok (team)
Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari
prestasi akademik, jenis kelamin dan ras atau etnik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami
materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok
agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.
3. Game
Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat
siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-
pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab
pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan
mendapat skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.
4. Turnamen
Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan
presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja. Turnamen pertama guru membagi
siswa ke dalam beberapa meja turnamen. Tiga siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan pada meja
I, tiga siswa selanjutnya pada meja II dan seterusnya.
5. Team recognize (penghargaan kelompok)
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing team akan mendapat
sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan. Team mendapat
julukan “Super Team” jika rata-rata skor 45 atau lebih, “Great Team” apabila rata-rata mencapai 40-
45 dan “Good Team” apabila rata-ratanya 30-40.

1. Model Pembelajaran Klasikal


2. Model Pembelajaran Individual
3. Model Kooperatif
Keterangan :
1. Model Pembelajaran Klasikal

Urutan Kegiatan Pembelajaran


Guru menjelaskan definisi
Membuktikan rumus
Memberi contoh
Memberi soal latihan
2. Model Pembelajaran Individual
Model pembelajaran yang memperhatikan perbedaan individual.
Adapun pembelajaran individual mempunyai beberapa ciri:
Siswa belajar secara tuntas.
Setiap unit yang dipelajari memuat tujuan pembelajaran khusus yang jelas.
Keberhasilan siswa diukur berdasarkan pada sistem yang mutlak.
Siswa belajar sesuai dengan kecepatannya masing-masing.
Salah satu model pembelajaran individual yang sangat populer adalah modul.
Modul adalah suatu paket pembelajaran yang memuat suatu unit konsep pembelajaran yang dapat
dipelajari oleh siswa sendiri.

3. Model Pembelajaran Kooperatif


 Pembelajaran Kooperatif adalah pembelajaran yang mengharuskan siswa untuk bekerja dalam
suatu tim untuk menyelesaikan masalah, menyelesaikan tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk
tujuan bersama
Kegiatan Pembelajaran
 Kegiatan pra pembelajaran meliputi menyiapkan materi, menentukan skor awal, membagi siswa
dalam kelompok berdasarkan skor awal.
Melaksanakan kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran disesuaikan dengan model kooperatif
yang digunakan.
Menentukan skor peningkatan. Skor peningkatan dapat digunakan untuk memberikan penghargaan
kelompok
Beberapa Model Pembelajaran :
STAD (Student Achievement Division)
JIGSAW
TGT (Teams-Game-Tournaments)þ
Keterangan :
STAD
Langkah-langkah Pembelajaran
Guru menyampaikan materi
Siswa membetuk kelompok untuk menyelesakan masalah
Menyerahkan/mempresentasikan hasil kerja kelompok
Memberi tes/kuis
Memberikan penghargaan kelompok

JIGSAW
Langkah-langkah Pembelajaran
Siswa membaca topik ahli dan menetapkan anggota ahli untuk topik tertentu.
Diskusi grup ahli: Siswa dengan topik ahli yang sama bertemu untuk mendiskusikannya dalam
kelompok ahli.
 Laporan kelompok: Siswa ahli kembali ke kelompoknya masing-masing untuk menjelaskan topik
yang didiskusikannya kepada anggota kelompoknya
Tes:Siswa mengerjakan kuis individual yang mencakup semua topik.
Penghargaan kelompok
TEAM GAME TOURNAMENT
Langkah-langkah Pembelajaran
Mengajar: Guru menyampaikan materi
Belajar kelompok: siswa belajar dengan menggunakan lembar kerja dalam kelompok untuk
menguasai materi.
 Turnamen: siswa memainkan pertandingan akademik dalam regu yang berkemampuan homogen,
masing-masing meja turnamen berisi 3 anggota.
 Penghargaan kelompok: skor kelompok dihitung berdasarkan skor anggota kelompok turnamen,
dan kelompok baru diakui bila dapat melampaui kriteria minimal.

PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA


Pendekatan Konstruktivis
Pendekatan Pemecahan Masalah Matematika
Pendekatan Open-Ended
Pendekatan Realistik

Pendekatan Konstruktivis
Prinsip Utama: Pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa.
Guru seharusnya mengetahui pengetahuan awal yang ada pada siswa dan memanfaatkannya untuk
menyampaikan materi berikutnya.
 Tujuan membangun pemahaman. Belajar menurut pandangan konstruktivis tidak menekankan
untuk memperoleh pengetahuan yang banyak tanpa pemahaman.
Guru bukan seseorang yang harus selalu diikuti jawabannya. Di dalam kelas konstruktifis para
siswa diberdayakan oleh pengetahuannya sendiri. Mereka berbagi strategi penyelesaian, berdiskusi,
melakukan penyelidikan untuk menyelesaikan setiap masalah.
Pendekatan Pemecahan Masalah
 Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting dalam
proses pembelajaran maupun penyelesaiannya.
 Siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta ketrampilan yang
sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin.
Melalui kegiatan ini aspek-aspek kemampuan matematika menjadi penting seperti penerapan
aturan pada masalah yang tidak rutin, penemuan pola, pengeneralisasian, komunikasi matematika,
dan lain-lain dapat dikembangkan secara lebih baik.
Empat Fase Penyelesaian Masalah Menurut Polya
memahami masalah
merencanakan penyelesaian
menyelesaikan masalah sesuai rencana
melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah telah dikerjakan
Ada 3 hal yang perlu dipikirkan yang berkaitan dengan pemecahan masalah
Pembelajaran melalui pemecahan masalah
Pembelajaran tentang pemecahan masalah
Pembelajaran untuk pemecahan masalah.

Soal yang merupakan “masalah”


Soal rutin biasanya mencakup aplikasi suatu prosedur matematika yang sama atau mirip dengan hal
yang baru dipelajari.
Sedangkan dalam masalah tidak rutin, untuk sampai pada prosedur yang benar diperlukan
pemikiran yang lebih mendalam.
Strategi unuk memecahkan msalah
Strategi Act It Out
Membuat Gambar atau Diagram
Menemukan Pola
Membuat Tabel
Memperhatikan Semua Kemungkinan Secara Sistematik
Tebak dan Periksa
Strategi Kerja Mundur
Membuat Model
Menyelesaikan Masalah yang Mirip atau Masalah yang lebih Mudah.

Pendekatan Open-Ended
Pembelajaran dengan Open Ended biasanya dimulai dengan memberikan problem terbuka kepada
siswa.
 Kegiatan pembelajaran harus membawa siswa dalam menjawab permasalahan dengan banyak
cara dan mungkin juga banyak jawaban yang benar.
Pendidikan Realistik Matematika (RME)
Menurut Streefland (1991) terdapat lima prinsip utama dalam belajar mengajar yang berdasar pada
pengajaran realistik adalah:
Menggunakan masalah-masalah kontektual.
Menggunakan model-model, situasi, skema, dan simbol-simbol.
Membawa siswa dari tingkat informal ke tingkat formal.
Adanya kegiatan interaktif sebagai karakteristik dari proses pembelajaran matematika.
Intertwinning(membuat jalinan) antar topik atau antar pokok bahasan.
Beberapa alat peraga matematika
Alat untuk kekekalan Luas
Alat untuk kekekalan panjang
Alat kekekalan volume
Alat untuk teori kemungkinan
A lat untuk pengukuran
Macam-macam bangun geometri
Alat peraga untuk permainan

Model Pembelajaran Kooperatif


PEMBELAJARAN KOOPERATIF YANG BERKESAN

Apa dia pembelajaran kooperatif ?

Pembelajaran kooperatif telah menjadi salah satu pembaharuan dalam pergerakan refomasi
pendidikan. Pembelajaran kooperatif sebenarnya merangkumi banyak jenis bentuk pengajaran dan
pembelajaran. Asasya ia menggalakkan pelajar belajar bersama-sama dengan berkesan melalui
pembentukan kumpulan yang homogen seperti dalam pendidikan inklutif. Ianya boleh digunakan
oleh pelbagai kumpulan umur dan dalam pelbagai mata pelajaran.Pembelajaran koopeatif
dilaksanakan secara kumpulan kecil supaya pelajar-pelajar dapat berkerjasama dalam kumpulan
untuk mempelajari isi kandungan pelajaran dengan pelbagai kemahiran sosial. Secara dasarnya,
pembelajaran kooperatif melibatkan pelajar bekerjasama dalam mencapai satu-satu objektif
pembelajaran (Johnson & Johnson, 1991). Selain dari itu, ciri-ciri umumnya ialah:

Ciri- ciri pembelajaran kooperatif


Pendekatan Pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa ciri tertentu, diantaranya ialah :
1. Matlamat kumpulan
Matlamat kumpulan ialah kejayaan kumpulan dalam mencapai kecemerlangan dalam menguasai
sesuatu konsep yang di ajar. Matlamat ini dicapai melalui usaha bersama semua bersama ahli di
dalam kumpulan. Dalam kumpulan ini setiap ahli kumpulan mempunyai peranan tertentu dan jelas
dalam usaha kumpulan mencapai matlamat yang ditetapkan.
2. Interaksi sosial ditekankan.
Setiap ahli kumpulan akan berinteraksi secara bersemuka dalam kumpulan. Interaksi yang serentak
berlangsung pada masa yang sama untuk setiap kumpulan melalui perbincangan yang akan
menyebabkan lebih ramai individu yang turut serta mengambil bahagian. Setiap ahli kumpulan perlu
berhubung rapat, saling memenuhi dan bantu-menbantu.
3. Pelajar perlu saling bergantungan positif untuk mencapai objektif gerak kerja.
Kejayaan kumpulan bergantung kepada pembelajaran individu yang ahli sesuatu kumpulan. Setiap
ahli mempunyai tanggungjawab ke atas keberkesanan pembelajaran kumpulan. Prinsip ini dikenali
sebagai saling bergantungan secara positif. Untuk mencapai kejayaan dalam prinsip ini, tugas perlu
diagihkan kepada semua ahli kumpulan untuk menyumbang jawapan atau hasil dapatan.
Tanggungjawab individu bermakna setiap pelajar mesti melaksanakan tugas masing-masing yang
diberikan untuk menyumbang kepada sesuatu projek. Penyertaan pula bermaksud semua pelajar
mempunyai peluang yang sama untuk mengambil bahagian dan menyumbang secara bersama.

Apakah kelebihan pembelajaran kooperatif ?

Walaupun pembelajaran kooperatif menimbulkan keresahan kepada ibubapa yang khuatirkan


kecairan pembelajaran apabila pelajar yang cerdas berada di dalam kumpulan yang kurang cerdas,
tetapi mengikut Slavin ( 1991) ia akan memberi faedah kepada golongan yang berbeza kebolehan
yang belajar dalam satu kumpulan. Kajian menunjukkan pembelajaran kooperatif boleh
meningkatkan pencapaian dan kemahiran kognitif pelajar. Jika dijalankan dengan sempurna, setiap
pelajar mempunyai tanggungjawab untuk memahiri sesuatu subtopik serta berpeluang berkongsi
pengetahuannya dengan ahli kumpulan yang lain. Untuk tujuan ini , pelajar perlu betul-betul
memahami subtopik itu, bukan sekadar menghafal sesuatu topik. Ini mengakibatkan pemprosesan
pada aras yang lebih tinggi,yang meningkatkan daya ingatan dan seterusnya membolehkan mereka
menunjukkan pencapaian yang lebih baik.
Kajian juga menunjukkan pembelajaran kognitif boleh memberbaiki kemahiran sosial pelajar. Ahli-
ahli dalam kumpulan perlu bekerjasama untuk mencapai objektif pembelajaran. Secara tidak
langsung, mereka perlu mempelajari atau memperbaiki kemahiran sosial mereka. Pelajar yang
bersuara perlahan perlu meninggikan suara supaya didengari dan difahami oleh ahli kumpulan lain.
Teguran sesama ahli perlu dilakukan dengan sewajarnya agar dinamik kumpulan tidak hancur dan
gerak kerja berjalan lancar.
Mengikut Kagan (1994) , pembelajaran kooperatif bagi golongan berbakat telah membawa banyak
keberkesanan atau faedah seperti berikut :

Membaiki hubungan sosial

Meningkatkan pencapaian

Meningkatkan kemahiran kepimpinan

Meningkatkan kemahiran sosial

Meningkatkan tahap kemahiran aras tinggi

Meningkatkan kemahiran teknologi

Meningkatkan keyakinan diri.

Beberapa bentuk pembelajaran kooperatif

1.Kaedah Jigsaw II
Dalam kaedah ini, setiap ahli kumpulan menjadi 'juru' dalam sub-unit sesuatu topik. Setelah masing-
masing memahami bahagian masing-masing, setiap 'juru' mengajarnya pula kepada ahli kumpulan
yang lain. Soal-jawab atau perbincangan yang berlaku semasa proses ini membolehkan 'juru' dan ahli
sama-sama memikirkan pembentangan yang diberi, ini meningkatkan pemahaman dan ingatan.
Selain dari itu, kaedah ini juga memberi peluang kepada pelajar yang kurang cemerlang dan
mengajar mereka untukmenjadi 'juru' dan mengajar mereka yang mempunyai prestasi akademik
lebih baik daripadanya, secara tidak langsung meningkatkan keyakinan diri mereka.
2.Kaedah STAD
STAD merupakan akronim bagi Student Teams Achievement Divisions. Pembelajaran dalam
kumpulan kecil dilakukan bagi sesuatu topik. Kaedah perbincangan ini boleh menggunakan kaedah
Jigsaw II atau pendekatan lain. Selepas itu kuiz bertulis secara individu akan diberikan untuk menguji
pemahaman pelajar. Setiap pelajar akan mendapat markah individu, peningkatan kemajuan yang
ditunjukkan oleh setiap pelajar akan dikira dengan mengambil markah terbaru dan ditolak dengan
purata markah pelajar itu sendiri. Perbezaan markah individu akan dikumpulkan untuk menjadi
markah kumpulan. Di sebabkan markah kumpulan diperolehi berdasarkan peningkatan ahli
kumpulan, ahli kumpulan akan saling bekerjasama supaya mendapat markah yang maksimum.
3. TAI
TAI( Team Assisted Individualization) dibentuk menggabungkan antara motivasi dan insentif kepada
kumpulan. Program yang diberikan mestilah bersesuaian dengan kemahiran yang dipunyai oleh
setiap pelajar. Pelajar dalam setiap kumpulan mestilah terdiri daripada pelajar yang mempunyai
keupayaan yang berbeza-beza. Ahli kumpulan yang bekerja secara berpasangan akan bertukar-tukar
helaian jawapan kerja yang telah dibuat. Ahli kumpulan bertanggungjawab memastikan rakan-rakan
dalam kumpulan bersedia untuk menduduki ujian akhir setiap unit. Skor mingguan yang diperolehi
oleh kumpulan akan dijumlahkan , kumpulan yang melebihi skor yang ditetapkan akan diberikan sijil.

Beberapa strategi meningkatkan keberkesanan pembelajaran kooperatif

Pembahagian kumpulan yang membolehkan ahli-ahli dalam kumpulan bekerja dengan berkesan
bersama-sama.Faktor yang paling utama di sini ialah bilangan ahli dalam kumpulan. Kumpulan kecil
mengandungi tiga atau empat ahli didapati paling efektif. Kumpulan yang terlalu besar kurang efektif
kerana pembabitan ahli kumpulan cenderung menjadi tidak sama rata. Disamping itu, pembentukan
kumpulan sebaiknya dilakukan oleh guru bagi mengelakkan pelajar berkumpul sesama 'klik' mereka
sahaja.

Tugasan perlu distruktur sebegitu rupa supaya ahli kumpulan saling bergantung untuk mencapai
objektif yang ditentukan. Elakkan memberi tugasan yang boleh diselesaikan tanpa perlu pembabitan
setiap ahli kumpulan. Ini boleh menyebabkanada ahli kumpulan yang 'lepas tangan' ataupun
dipinggirkan oleh orang lain, dan bagi pelajar ini, pengalaman pembelajaran sepenuhnya tidak dapat
dicapai.

Jadikan tanggungjawab pencapaian terletak di kedua-dua tahap individu dan kumpulan. Satu cara
ialah melalui pemberian markah. Setiap pelajar mendapat markah individu dan markah kumpulan
bergantung kepada markah individu. Dengan cara itu setiap pelajar mempunyai motivasi untuk
melakukan yang terbaik untuk diri sendiri dan juga kumpulan.

Berikan garispanduan tingkahlaku dan kemahiran berkomunikasi kepada pelajar. Guru perlu
menjelaskan kepada pelajar apakah tingkahlaku yang wajar dan tidak wajar semasa pembelajaran
kooperatif berlaku. Guru juga perlu meberikan asas kemahiran komunikasi misalnya bagaimana
menyuarakan pendapat dan bagaimana menghadapi percanggahan pendapat.

Pastikan jenis dan amaun interaksi antara pelajar berpatutan. Guru perlu mengawasi interaksi yang
berlaku semasa pelajar menjalankan aktiviti kumpulan di dalam kelas. Perbincangan yang berlaku
seharusnya yang berkaitan dengan tugasan . Interaksi juga harus berlaku di antara setiap ahli
kumpulan dan tidak meminggirkan mana-mana ahli kumpulan. Perbincangan dan keputusan juga
tidak dimonopoli oleh ahli kumpulan tertentu sahaja.

BIBLIOGRAFI
B.Bennett, C. Rolheiser-Bennett, L.Stevann(1991) Cooperative Learing Where Heart Meets Mind.
Johnson, d.W.,& Johnson, R.T (1991). Learrning together and alone : Cooperative, Competitive, and
individualistic learning ( 3rd Ed.). Upper Saddle river, NJ: Prentice-Hall.
Krongthong Khairiree. Nota Edaran Kursus SMWB-10 (10 Jun-27 Julai 2002.
Slavin, R. (1986) Using Student Team Learning ( 3 rd. ed ). Baltimore, Johns Hopkins University,
Centre For Research On Elementary And Middle Schools.
Slavin, R. (1990) Cooperative Learning : Theory, Research ang Practice. Englewood Cliff, NJ: Prentice
Hall.

Sumber : http://www.geocities.com/gardner02_8/ilmiah1.htm
Diposkan oleh Padiya di 21:13 0 komentar
Model Pembelajaran Kontekstual
PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

Diterbitkan Januari 29, 2008 kurikulum & pembelajaran Tags: CTL, kurukulum, pembelajaran,
pembelajaran kontekstual
Pengembangan Pembelajaran Kontekstual
Oleh : Depdiknas

A. Latar belakang

Ada kecendrungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika
lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang
dipelajarinya, bukan memgetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi
terbukti berhasil dalam kompetisi menggingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak
memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang
Pendekatan kontektual (Contextual Teaching and Learning /CTL) merupakan konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil
pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlansung alamiah
dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke
siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil
Dalam kelas kontektual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru
lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas
sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas
(siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru.Begitulah peran
guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual

B. Pemikiran tentang belajar.

Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecenderungan pemikiran tentang belajar sebagai
berikut.

1. Proses belajar

- Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru,
dan bukan diberi begitu saja oleh guru.
- Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki sesorang itu terorganisasi dan
mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan.
- Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah,
tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
- Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.
- Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya,
dan bergelut dengan ide-ide.
- Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan terus
seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan sesorang.

2. Transfer Belajar

- Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain.
- Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sedikit demi sedikit)
- Penting bagi siswa tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana ia menggunakan pengetahuan
dan keterampilan itu

3. Siswa sebagai Pembelajar

- Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak
mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru.
- Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru. Akan tetapi,
untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting.
- Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara yang baru dan yang sudah
diketahui.
- Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada siswa
untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk
menerapkan strategi mereka sendiri.

4. Pentingnya Lingkungan Belajar

- Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari guru akting di
depan kelas, siswa menonton ke siswa akting bekerja dan berkarya, guru mengarahkan.
- Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan baru
mereka.Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya.
- Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian yang benar.
- Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.

C. Hakekat Pembelajaran Kontekstual

Pembelajarn kontekstual (Contextual Teaching and learning) adalah konsep belajar yang membantu
guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif,
yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan ( Inquiri), masyarakat
belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian sebenarnya (Authentic
Assessment)

D. Pengertian Pembelajaran Kontekstual

1. Merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk
memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan
konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki
pengetahuan/ keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu
permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya.

2. Merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya
dengan situasi dunia nyata dan mendorong pebelajar membuat hubungan antara materi yang
diajarkannya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat

E. Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Tradisional

Kontekstual

1. Menyandarkan pada pemahaman makna.


2. Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa.
3. Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.
4. Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata/masalah yang disimulasikan.
5. Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa.
6. Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang.
7. Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir
kritis, atau mengerjakan proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok).
8. Perilaku dibangun atas kesadaran diri.
9. Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman.
10. Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan diri. yang bersifat subyektif.
11. Siswa tidak melakukan hal yang buruk karena sadar hal tersebut merugikan.
12. Perilaku baik berdasarkan motivasi intrinsik.
13. Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting.
14. Hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik.

Tradisional

1. Menyandarkan pada hapalan


2. Pemilihan informasi lebih banyak ditentukan oleh guru.
3. Siswa secara pasif menerima informasi, khususnya dari guru.
4. Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis, tidak bersandar pada realitas kehidupan.
5. Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai saatnya diperlukan.
6. Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu.
7. Waktu belajar siswa sebagian besar dipergunakan untuk mengerjakan buku tugas, mendengar
ceramah, dan mengisi latihan (kerja individual).
8. Perilaku dibangun atas kebiasaan.
9. Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan.
10. Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau nilai rapor.
11. Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut akan hukuman.
12. Perilaku baik berdasarkan motivasi entrinsik.
13. Pembelajaran terjadi hanya terjadi di dalam ruangan kelas.
F. Penerapan Pendekatan Kontekstual Di Kelas

Pembelajaran Kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan
kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual dalam kelas cukup
mudah. Secara garis besar, langkahnya sebagai berikut ini.
Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan
mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya
1. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik
2. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
3. Ciptakan masyarakat belajar.
4. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
5. Lakukan refleksi di akhir pertemuan
6. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara

G. Tujuh Komponen Pembelajaran Kontekstual

1. Konstruktivisme
- Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan
awal.
- Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan

2. Inquiry
- Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman.
- Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis

3. Questioning (Bertanya)
- Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa.
- Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry

4. Learning Community (Masyarakat Belajar)


- Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar.
- Bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri.
- Tukar pengalaman.
- Berbagi ide

5. Modeling (Pemodelan)
- Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar.
- Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya

6. Reflection ( Refleksi)
- Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari.
- Mencatat apa yang telah dipelajari.
- Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok
7. Authentic Assessment (Penilaian Yang Sebenarnya)
- Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa.
- Penilaian produk (kinerja).
- Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual

H. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual

1. Kerjasama
2. Saling menunjang
3. Menyenangkan, tidak membosankan
4. Belajar dengan bergairah
5. Pembelajaran terintegrasi
6. Menggunakan berbagai sumber
7. Siswa aktif
8. Sharing dengan teman
9. Siswa kritis guru kreatif
10. Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor
dan lain-lain
11. Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil
pratikum, karangan siswa dan lain-lain

I. Menyusun Rencana Pembelajaran Berbasis Kontekstual

Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas
yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan
bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam program tercermin
tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, materi pembelajaran, langkah-langkah
pembelajaran, dan authentic assessmennya.
Dalam konteks itu, program yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa yang
akan dikerjakannya bersama siswanya.
Secara umum tidak ada perbedaan mendasar format antara program pembelajaran konvensional
dengan program pembelajaran kontekstual. Sekali lagi, yang membedakannya hanya pada
penekanannya. Program pembelajaran konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang
akan dicapai (jelas dan operasional), sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual lebih
menekankan pada skenario pembelajarannya.
Atas dasar itu, saran pokok dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berbasis
kontekstual adalah sebagai berikut.
1. Nyatakan kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa yang
merupakan gabungan antara Standar Kompetensi, Kompetensi dasar, Materi Pokok dan
Pencapaian Hasil Belajar.
2. Nyatakan tujuan umum pembelajarannya.
3. Rincilah media untuk mendukung kegiatan itu
4. Buatlah skenario tahap demi tahap kegiatan siswa
5. Nyatakan authentic assessmentnya, yaitu dengan data apa siswa dapat diamati partisipasinya
dalam pembelajaran.
Sumber : http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/29/pembelajaran-kontekstual/
Diposkan oleh Padiya di 20:53 0 komentar

Model Pembelajaran Portofolio


MODEL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO:SEBUAH TINJAUAN KRITIS
Oleh :Drs. Arief A. Mangkoesapoetra, M.Pd.

Judul: MODEL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO: SEBUAH TINJAUAN KRITISBahan ini cocok untuk
Informasi / Pendidikan Umum.Nama & E-mail (Penulis): arief mangkoesapoetra Saya Guru di SMAN
21 BANDUN G Topik: Model Pembelajaran Tanggal: 25 Agustus 2004

I. Latar Belakang Masalah


Masalah utama dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) ialah penggunaan metode
atau model pembelajaran dalam menyampaikan materi pelajaran secara tepat, yang memenuhi
muatan tatanan nilai, agar dapat diinternalisasikan pada diri siswa serta mengimplementasikan
hakekat pendidikan nilai dalam kehidupan sehari-hari-belum memenuhi harapan seperti yang
diinginkan. Hal ini berkaitan dengan kritik masyarakat terhadap materi pelajaran PKn yang tidak
bermuatan nilai-nilai praktis tetapi hanya bersifat politis atau alat indoktrinasi untuk kepentingan
kekuasaan pemerintah. Metode pembelajaran dalam Proses Belajar Mengajar (PBM) terkesan
sangat kaku, kurang fleksibel, kurang demokratis, dan guru cenderung lebih dominan one way
method. Guru PKn mengajar lebih banyak mengejar target yang berorientasi pada nilai ujian akhir, di
samping masih menggunakan model konvensional yang monoton, aktivitas guru lebih dominan
daripada siswa, akibatnya guru seringkali mengabaikan proses pembinaan tatanan nilai, sikap, dan
tindakan; sehingga mata pelajaran PKn tidak dianggap sebagai mata pelajaran pembinaan warga
negara yang menekankan pada kesadaran akan hak dan kewajiban tetapi lebih cenderung menjadi
mata pelajaran yang jenuh dan membosankan. Untuk menghadapi kritik masyarakat tersebut di
atas, suatu model pembelajaran yang efektif dan efisien sebagai alternatif, yaitu model
pembelajaran berbasis portofolio (porfolio based learning), yang diharapkan mampu melibatkan
siswa dalam keseluruhan proses pembelajaran dan dapat melibatkan seluruh aspek, yaitu kognitif,
afektif, dan psikomotorik siswa, serta secara fisik dan mental melibatkan semua pihak dalam
pembelajaran sehingga siswa memiliki suatu kebebasan berpikir, berpendapat, aktif dan kreatif.
II. Dasar Pemikiran
Model Pembelajaran Portofolio dalam PKn Menurut ERIC Digest (2000), "Portfolios are used in
various professions together typical..; art students assamble a portfolio for an art class..". Portofolio
merupakan kumpulan hasil karya siswa sebagai hasil belajarnya. Portofolio, selain sangat bermanfaat
dalam memberikan informasi mengenai kemampuan dan pemahaman siswa serta memberikan
gambaran mengenai sikap dan minat siswa terhadap pelajaran yang diberikan, juga dapat
menunjukkan pencapaian atau peningkatan yang diperoleh siswa dari proses pembelajaran (Stiggins,
1994 : 20). Melalui model pembelajaran portofolio, selain diupayakan dapat membangkitkan minat
belajar siswa secara aktif, kreatif, juga dapat mengembangkan pemahaman nilai-nilai kemampuan
berpartisipasi secara efektif, serta diiringi suatu sikap tanggung jawab. Adapun alasan penggunaan
model pembelajaran portofolio, yang mendasari kegiatan serta proses pembelajaran PKn mengacu
pada pendekatan sistem : (1) CTL, 'Contextual Teaching Learning', dan (2) 'Model Kegiatan Sosial dan
PKn'. (1) CTL, 'Contextual Teaching Learning' CTL adalah suatu bentuk pembelajaran yang memiliki
karakteristik berikut : a. keadaan yang mempengaruhi langsung kehidupan siswa dan
pembelajarannya; b. dengan menggunakan waktu/kekinian, yaitu masa yang lalu, sekarang, dan
yang akan datang; c. lawan dari textbook centered; d. lingkungan budaya, sosial, pribadi, ekonomi,
dan politik; e. belajar tidak hanya menggunakan ruang kelas, bisa dilakukan di dalam kehidupan
keluarga, masyarakat, bangsa dan negara; f. mengaitkan isi pelajaran dengan dunia nyata dan
memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dengan penerapannya dalam kehidupan
mereka; dan g. membekali siswa dengan pengetahuan yang fleksibel dapat diterapkan dari satu
permasalahan ke permasalahan lain, dari satu konteks ke konteks lain. Model CTL disebut juga
REACT, yaitu Relating (belajar dalam kehidupan nyata), Experiencing (belajar dalam konteks
eksplorasi, penemuan dan penciptaan), Applying (belajar dengan menyajikan pengetahuan untuk
kegunaannya), Cooperating (belajar dalam konteks interaksi kelompok), dan Transfering (belajar
dengan menggunakan penerapan dalam konteks baru/konteks lain) (2) 'Model Kegiatan Sosial dan
PKn' Model yang dipelopori oleh Fred Newman ini mencoba mengajarkan pada siswa bagaimana
mempengaruhi kebijakan umum, dengan demikian pendekatan tersebut mencoba memperbaiki
kehidupan siswa dalam masyarakat atau negara, dengan mencoba mengembangkan kompetensi
lingkungan yang merupakan kemampuan siswa untuk mempengaruhi lingkungan, dan memberikan
dampak pada keputusan-keputusan kebijakan, memiliki tingkat kompetensi dan komitmen sebagai
pelaksana yang bermoral. Model ini mendorong partisipasi aktif siswa dalam kehidupan politik,
ekonomi dan sosial dalam masyarakat. Kedua model di atas, yang menjadi dasar acuan pendekatan
sistem pada model pembelajaran portofolio membina siswa dalam rangka pemerolehan kompetensi
lingkungan dan membekali siswa dengan life skill : civic skill, civic life, serta dapat mengembangkan
dan membekali siswa bagaimana belajar ber-PKn-dengan pengetahuan dan keterampilan intelektual
yang memadai serta pengalaman praktis agar memiliki kompetensi dan efektifitas dalam
berpartisipasi, juga untuk membina suatu tatanan nilai terutama nilai kepemimpinan pada diri siswa,
agar siswa dapat mempertanggungjawabkanb ucapan, sikap, perbuatan pada dirinya sendiri,
kemudian pada masyarakat, bangsa, dan negara. Implementasi model pembelajaran portofolio akan
menjadikan PBM PKn yang sangat menyenangkan bagi siswa, bila pembelajaran tersebut beserta
komponennya memiliki kegunamanfaatan bagi siswa dan kehidupannya.
III. Kelemahan, Peluang, dan Ancaman
Selain hal-hal positif, keunggulan, dan kelebihan model portofolio di atas, kita pun harus mencermati
beberapa kelemahan, peluang, dan ancaman yang terdapat di dalam proses pembelajaran PKn in
action, seperti dipaparkan di bawah ini..

a. Kelemahan Model Pembelajaran Portofolio :


1. Diperlukan waktu yang cukup banyak, bahkan diperlukan waktu di luar jam pembelajaran di
sekolah, sehingga untuk menuntaskan satu studi kasus atau suatu kebijakan publik diperlukan lebih
dari 20 jam pelajaran seperti yang telah ditentukan dalam jadwal;
2. Kurangnya pengetahuan/daya nalar guru yang bersangkutan;
3. Belum diberikannya hak otonomi mengajar sebagai pengembang kurikulum praktis di kelas;
4. Diperlukan tenaga dan biaya yang cukup besar;
5. Kurangnya jalinan komunikasi antara pihak sekolah, keluarga, dan masyarakat khususnya para
birokrat/instansi yang dikunjungi oleh para siswa untuk dimintai keterangannya; dan
6. Belum terbiasanya pembiasaan jalinan kerjasama kelompok tim para siswa, dengan kesadaran,
karena jika ide atau gagasan terlalu banyak dan tidak dapat dipertemukan, masalah akan sulit
dipecahkan.

b. Peluang Model Pembelajaran Portofolio :


1. Dalam kurikulum baru, diharapkan topik materi pembelajaran tidak terlalu banyak, namun dimuat
satu sampai 2 topik atau materi pelajaran per semester, sehingga model pembelajaran portofolio
dapat dilaksanakan tanpa kekurangan waktu atau menyalahi apa yang telah digariskan dalam
kurikulum. Model ini dapat dilakukan satu tahun satu kali;
2. Hak otonomi mengajar pada guru dalam mengembangkan kemampuan, kemauan, daya nalar,
serta fungsi perannya sebagai fasilitator, mediator, motivator,. Dan rekonstruktor pembelajaran di
dalam kelas;
3. Tukar pendapat, informasi, pengetahuan untuk meningkatkan daya nalar dan pengetahuan
dengan rekan guru pada MGMP PKn setempat;
4. Kerjasama/kolaborasi antara Kepala Sekolah dan pihak Dewan Sekolah/Komite Sekolah untuk
menangani masalah pendanaan;
5. Kerjasama/kolaborasi antara pihak sekolah dengan pemerintah setempat;
6. Siswa dapat mengunjungi instansi/lembaga pemerintah yang terkait untuk mencari atau
memperoleh informasi yang dibutuhkan.
c. Ancaman Model Pembelajaran Portofolio :
1. Belum diberikannya hak otonomi mengajar, sehinga guru masih terikat pada keharusan sebagai
pelaksanan kurikulum, sedangkan guru harus dapat menjadi pengembang kurikulum praktis di dalam
kelas;
2. Kurang kesadaran guru dalam mengembangkan kemampuan dan kemauan dalam melaksanakan
fungsi perannya;
3. Tidak ada dukungan moril serta bantuan dana dari pihak sekolah;
4. Kurangnya kerjasama antara para guru, Kepala Sekolah, Dewan Sekolah, Orang Tua Siswa, dan
instansi/lembaga pemerintah serta masyarakat setempat
IV. Penutup
Pembelajaran PKn merupakan pendidikan nilai di tingkat persekolahan (SD, SLTP, dan SLTA). Dalam
upaya meningkatkan kinerja profesional guru, yaitu membelajarkan siswa dapat belajar ber-PKn
dalam laboratorium demokrasi, guru PKn dapat menggunakan pembelajaran portofolio sebagai
salah satu alternatif pemecahan pembelajaran yang inovatif, yang secara langsung menjadi wahana
pembinaan nilai kepemimpinan pada diri siswa dan secara tidak langsung menjadi wahana
implementasi pendidikan budi pekerti bagi siswa. Model pembelajaran portofolio-metode
pemecahan masalah- dapat digunakan untuk mengembangkan berbagai potensi kebermaknaan
siswa, baik berkenaan dengan aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik siswa, terutama
pembinaan tatanan nilai, yaitu kepemimpinan diri pada siswa. Model ini sangat potensial dalam
meningkatkan motivasi atau semangat belajar siswa, dengan tujuan agar siswa menjadi A Good
Young Citizenship yang berkualitas sebagai warga negara yang cerdas, kreatif, partisipatif, prospektif,
dan bertanggung jawab. Penggunaan model pembelajaran portofolio dalam pembelajaran PKn
berimplikasi luas terhadap khasanah piranti professional guru sebagai seorang fasilitator, director-
motivator, mediator, rekonstruktor pembelajaran bagi siswa, dalam upaya mengembangkan dan
membekali sejumlah keterampilan dan wawasan life skill kewarganegaraan siswa, yaitu : civic life,
civic skill, civic participation, yang wajib dimiliki oleh setiap insan, agar siswa dapat hidup
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sesuai dengan hak dan kewajibannya. Penulis adalah
Guru SMAN 21 Bandung, meraih gelar Magister Pendidikan program studi Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial dari Program Pascasarjana UPI Bandung dengan judicium "cum laude" (25
Pebruari 2004). E-mail : arief_mangkoesapoetra@yahoo.com
PUSTAKA ACUAN
Center for Indonesian Civic Education. (1998). Kami Bangsa Indonesia. Bandung : Proyek
Kewarganegaraan. Djahiri, A.K. (2000). Model Pembelajaran Portofolio Terpadu dan Utuh. Bandung :
PPKnH UPI dan CICED. ERIC Digest (2000). "Portfolio Assessment". Arts-ED 3334603. Popham, W.J.
(1995). Classroom Assessment : What Teachers Need to Know. USA : Allyn & Bacon - A Simon &
Schuster Company. Stiggins, R.J. (1991). Student-Centered Classroom Assessment. New York :
MacMillan Cottage, Publishing Company. Winataputra, U.S. (1999). Rancangan Perintisan Model
Pembelajaran Portofolio di Delapan Propinsi. Bandung : UT dan CICED.
Saya arief mangkoesapoetra setuju jika bahan yang dikirim dapat dipasang dan digunakan di
Homepage Pendidikan Network dan saya menjamin bahwa bahan ini hasil karya saya sendiri dan sah
(tidak ada copyright). .

Model Pembelajaran Generatif

MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF (MPG)

1. Pengertian Pembelajaran GeneratifPembelajaran Generatif (PG) merupakan terjemahan dari


Generative Learning (GL). Menurut Osborno dan Wittrock dalam Katu (1995.b:1), pembelajaran
generatif merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan pada pengintegrasian secara
aktif pengetahuan baru dengan menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki mahasiswa
sebelumnya. Pengetahuan baru itu akan diuji dengan cara menggunakannya dalam menjawab
persoalan atau gejala yang terkait. Jika pengetahuan baru itu berhasil menjawab permasalahan yang
dihadapi, maka pengetahuan baru itu akan disimpan dalam memori jangka panjang.2. Landasan
Teoritik dan Empirik Pembelajaran GeneratifPembelajaran generatif memiliki landasan teoritik yang
berakar pada teori-teori belajar konstruktivis mengenai belajar dan pembelajaran. Butir-butir
penting dari pandangan belajar menurut teori konstruktivis ini menurut Nur (2000:2-15) dan Katu
(1995.a: 1-2), diantaranya adalah : a. Menekankan bahwa perubahan kognitif hanya bisa terjadi jika
konsepsi-konsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan
dalam upaya memahami inforamasi-informasi baru.b. Seseorang belajar jika dia bekerja dalam zona
perkembangan terdekat, yaitu daerah perkembangan sedikit di atas tingkat perkembangannya saat
ini. Seseorang belajar konsep paling baik apabila konsep itu berada dalam zona tersebut. Seseorang
bekerja pada zona perkembangan terdekatnya jika mereka terlibat dalam tugas yang tidak dapat
mereka selesaikan sendiri, tetapi dapat menyelesaikannya jika dibantu sedikit dari teman sebaya
atau orang dewasa.c. Penekanan pada prinsip Scaffolding, yaitu pemberian dukungan tahap demi
tahap untuk belajar dan pemecahan masalah. Dukungan itu sifatnya lebih terstruktur pada tahap
awal, dan kemudian secara bertahap mengalihkan tanggung jawab belajar tersebut kepada
mahasiswa untuk bekerja atas arahan dari mereka sendiri. Jadi, mahasiswa sebaiknya lansung saja
diberikan tugas kompleks, sulit, dan realistik kemudian dibantu menyelesaikan tugas kompleks
tersebut dengan menerapkan scaffolding.d. Lebih menekankan pada pengajaran top-down daripada
bottom-up. Top-down berarti mahasiswa langsung mulai dari masalah-masalah kompleks, utuh, dan
autentik untuk dipecahkan. Dalam proses pemecahan masalah tersebut, mahasiswa mempelajari
keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan untuk memecahkan masalah kompleks tadi
dengan bantuan guru/dosen atau teman sebaya yang lebih mampu.e. Menganut asumsi sentral
bahwa belajar itu ditemukan. Meskipun jika kita menyampaikan informasi kepada mahasiswa, tetapi
mereka harus melakukan operasi mental atau kerja otak atas informasi tersebut untuk membuat
informasi itu masuk ke dalam pemahaman mereka.f. Menganut visi mahasiswa ideal, yaitu seorang
mahasiswa yang dapat memiliki kemampuan pengaturan diri sendiri dalam belajar.g. Menganggap
bahwa jika seseorang memiliki strategi belajar yang efektif dan motivasi, serta tekun menerapkan
strategi itu sampai suatu tugas terselesaikan demi kepuasan mereka sendiri, maka kemungkinan
sekali mereka adalah pelajar yang efektif dan memiliki motivasi abadi dalam belajar.h. Sejumlah
penelitian (Slavin, 1997: )yang menunjukkan pengaruh positif pendekatan-pendekatan konstruktivis
yang melandasi pembelajaran generatif terhadap variabel-variabel hasil belajar tradisional,
diantaranya adalah : dalam bidang matematika (Carpenter dan Fennema, 1992), bidang sains (Neale,
Smith, dan Johnson, 1992), membaca (Duffi dan Rochler, 1986), menulis (Bereiter dan Scardamalia,
1987). Penelitian Knapp (1995) menemukan suatu hubungan positif pendekatan-pendekatan
konstruktivis dengan hasil belajar.3. Tahapan Pembelajaran GeneratifLangkah-langkah atau tahapan
pembelajaran generatif menurut Katu (1995. b:5-6), terdiri atas 5 tahap dengan penjelasan sebagai
berikut :a. Tahap-1 : PengingatanPada tahap awal ini, dosen menuliskan topik dan melibatkan
mahasiswa dalam diskusi yang bertujuan untuk menggali pemahaman mereka tentang topik yang
akan dibahas. Mereka diajak untuk mengungkapkan pemahaman dan pengalaman mereka dalam
kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan topik tersebut. Mereka diminta mengomentari
pendapat teman sekelas dan membandingkannya dengan pendapat sendiri. Tujuan dari tahap
pengingatan ini adalah untuk menarik perhatian mahasiswa terhadap pokok yang sedang dibahas,
membuat pemahaman mereka menjadi eksplisit, dan sadar akan variasi pendapat di antara mereka
sendiri. Untuk membuat suasana menjadi kondusif, dosen diharapkan tidak akan menilai mana
pendapat yang “salah” dan mana yang “benar”. Yang perlu dilakukan adalah membuat mereka
berani mengemukakan pendapatnya tanpa takut disalahkan. Sebaiknya pertanyaan yang diajukan
dosen adalah pertanyaan terbuka.b. Tahap-2 : Tantangan dan KonfrontasiSetelah dosen mengetahui
pandangan sebagian mahasiswanya, dosen mengajak mereka untuk mengemukakan fenomena atau
gejala-gejala yang diperkirakan muncul dari suatu peristiwa yang akan didemonstrasikan kemudian.
Mereka diminta mengemukakan alasan untuk mendukung dugaan mereka. Mereka juga diajak untuk
menanggapi pendapat teman satu kelas mereka yang berbeda dari pendapat sendiri. Dosen
diharapkan untuk mencatat dan mengelompokkan dugaan dan penjelasan yang muncul di papan
tulis. Secara sadar dosen mempertentangkan pendapat-pendapat yang berbeda itu. Setelah itu
dosen melaksanakan demonstrasi dan meminta mahasiswa untuk mengamati dengan seksama
gejala yang muncul. Dosen perlu memberikan kesempatan kepada mereka untuk mencerna apa
yang mereka amati, akan merasa terganggu dan mengalami konflik kognitif dalam pikirannya.
Setelah itu barulah dosen menayakan apakah gejala yang mereka amati itu sesuai atau tidak dengan
pikiran mereka. Dengan menggunakan cara dialog yang timbal balik dan saling melengkapi,
diharapkan mereka dapat menemukan jawaban atas gejala yang mereka amati. Dalam hal ini dosen
menyiapkan perangkat demonstrasi, tampilan gambar, atau grafik yang dapat membantu mahasiswa
menemukan alternatif jawaban atas gejala yang diamati.c. Tahap-3 : Reorganisasi Kerangka Kerja
KonsepPada tahap ini dosen membantu mahasiswa dengan mengusulkan alternatif tafsiran menurut
fisikawan dan menunjukkan bahwa pandangan yang dia usulkan dapat menjelaskan secara koheren
gejala yang mereka amati. Mahasiswa diberikan beberapa persoalan sejenis dan menyarankan
mereka menjawabnya dengan pandangan alternatif yang diusulkan dosen. Diharapkan mereka akan
merasakan bahwa pandangan baru dari dosen tersebut mudah dimengerti, masuk akal, dan berhasil
dalam menjawab berbagai persoalan. Diharapkan mahasiswa mulai mereorganisasi kerangka
berpikir mereka dengan melakukan perubahan struktur dan hubungan antar konsep-konsep. Proses
reorganisasi ini tentu membutuhkan waktu.d. Tahap-4 : Aplikasi KonsepPada tahap ini, dosen
memberikan berbagai persoalan dengan konteks yang berbeda untuk diselesaikan oleh mahasiswa
dengan kerangka konsep yang telah mengalami rekonstruksi. Maksudnya adalah memberi
kesempatan kepada mahasiswa untuk menerapkan pengetahuan/keterampilan baru mereka pada
situasi dan kondisi yang baru. Keberhasilan mereka menerapkan pengetahuan dalam situasi baru
akan membuat para mahasiswa makin yakin akan keunggulan kerangka kerja konseptual mereka
yang sudah direorganisasi. Pelatihan ini dimaksudkan juga untuk lebih menguatkan hubungan antar
konsep di dalam kerangka berpikir yang baru mengalami reprganisasi.c. Tahap-5 : Menilai
KembaliDalam suatu diskusi, dosen mengajak mahasiswanya dalam menilai kembali kerangka kerja
konsep yang telah mereka dapatkan.4. Beberapa Petunjuk Pelaksanaan Pembelajaran
GeneratifDalam melaksanakan pembeljaran generatif,menuru Sutrisno (1995:3), dosen perlu
memperhatikan beberapa hal, diantaranya adalah sebagai berikut :a. Menyajikan demonstrasi untuk
menantang intuisi mahasiswa. Setelah dosen mengetahui intuisi yang dimiliki mahasiswa, dosen
mempersiapkan demonstrasi yang menghasilkan peristiwa yang dapat berbeda dari intuisi
mahasiswa. Dengan melihat peristiwa yang berbeda dari dugaan mereka maka di dalam pikiran
mereka timbul perasaan kacau (dissonance) yang secara psikologis membangkitkan perasaan tidak
tenteram sehingga dapat memotivasi mereka untuk mengurangi perasaan kacau itu dengan mencari
alternatif penjelasan.b. Mengakomodasi keinginan mahasiswa dalam mencari alternatif penjelasan
dengan menyajikan berbagai kemungkinan kegiatan mahasiswa antara lain berupa
eksperimen/percobaan, kegiatan kelompok menggunakan diagram, analogi, atau simulasi, pelatihan
menggunakan tampilan jamak (multiple representation) untuk mengaktifkan mahasiswa dalam
proses belajar. Variasi kegiatan ini dapat membantu mahasiswa memperoleh penjelasan yang cukup
memuaskan.c. Untuk lebih memperkuat pemahaman mereka maka dosen dapat memberikan soal-
soal terbuka (open-ended questions), soal-soal kaya konteks (context-rich problems) dan pertanyaan
terbalik (reverse questions) yang dapat dikerjakan secara kelompok.
Sumber : http://anwarholil.blogspot.com/2008/04/pembelajaran-generatif-mpg.html
Diposkan oleh Padiya di 19:06 0 komentar

Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah


MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH
Pembelajaran berdasarkan masalah telah dikenal sejak zaman John Dewey, yang sekarang ini mulai
diangkat sebab ditinjau secara umum pembelajaran berdasarkan masalah terdiri dari menyajikan
kepada siswa situasi masalah yang otentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan
kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri।A. Pengertian Pembelajaran Berdasarkan
MasalahPembelajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran
proses berpikir tingkat tinggi। Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang
sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan
sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks
(Ratumanan, 2002 : 123).Menurut Arends (1997), pembelajaran berdasarkan masalah merupakan
suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang otentik dengan
maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan ketrampilan
berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri। Model pembelajaran ini
juga mengacu pada model pembelajaran yang lain, seperti “pembelajaran berdarkan proyek
(project-based instruction)”, ” pembelajaran berdasarkan pengalaman (experience-based
instruction)”, “belajar otentik (authentic learning)” dan ”pembelajaran bermakna (anchored
instruction)”.B. Ciri-ciri khusus Pembelajaran Berdasarkan MasalahMenurut Arends (2001 : 349)
berbagai pengembang pengajaran berdasarkan masalah telah memberikan model pengajaran itu
memiliki karakteristik sebagai berikut (Krajcik, 1999; Krajcik, Blumenfeld, Marx, & soloway, 1994;
Slavin, Maden, Dolan, & Wasik, 1992, 1994; Cognition & Technology Group at Vanderbilt, 1990).1।
Pengajuan pertanyaan atau masalah. Bukannya mengorganisasikan di sekitar prisip-prinsip atau
ketrampilan akademik tertentu, pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran
di sekitar pertanyaan dan masalah yang dua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi
bermakna untuk siswa. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata autentik, menghindari jawaban
sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu.2। Berfokus pada
keterkaitan antar disiplin. Meskipun pembelajaran berdasarkan masalah mungkin berpusat pada
mata pelajaran tertentu (IPA, matematika, ilmu-ilmu sosial), masalah yang akan diselidiki telah
dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa meninjau masalah itu dari banyak mata
pelajaran. Sebagai contoh, masalah polusi yang dimunculkan dalam pelajaran di teluk Chesapeake
mencakup berbagai subyek akademik dan terapan mata pelajaran seperti biologi, ekonomi,
sosiologi, pariwisata, dan pemerintahan.3। Penyelidikan autentik. Pembelajaran berdasarkan
masalah mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata
terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan
hipotesis, dan membuat ramalan, mengumpul dan menganalisa informasi, melakukan eksperimen
(jika diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan. Sudah barang tentu, metode
penyelidikan yang digunakan, bergantung kepada masalah yang sedang dipelajari.4। Menghasilkan
produk dan memamerkannya.pembelajaran berdasarkan masalah menuntut siswa untuk
menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang
menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Produk tersebut
dapat berupa transkrip debat seperti pada pelajaran ”Roots and wings”. Produk itu dapat juga
berupa laporan, model fisik, video maupun program komputer. Karya nyata dan peragaan seperti
yang akan dijelaskan kemudian, direncanakan oleh siswa untuk mendemonstrasikan kepada teman-
temannya yang lain tentang apa yang mereka pelajari dan menyediakan suatu alternatif segar
terhadap laporan tradisional atau makalah.5। Kolaborasi. Pembelajaran berdasarkan masalah
dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan
atau dalam kelompok kecil. Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat
dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk
mengembangkan keterampilan sosial dan ketrampilan berfikir.C. Manfaat Pembelajaran
Berdasarkan MasalahPembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru
memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa। Pembelajaran berda- sarkan masalah
dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemam -puan berpikir, pemecahan
masalah, dan keterampilan intelektual; belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan
mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi; dan menjadi pebelajar yang otonom dan mandiri
(Ibrahim, 2000 : 7).Menurut Sudjana manfaat khusus yang diperoleh dari metode Dewey adalah
metode pemecahan masalah। Tugas guru adalah membantu para siswa merumuskan tugas-tugas,
dan bukan menyajikan tugas-tugas pelajaran. Objek pelajaran tidak dipelajari dari buku, tetapi dari
masalah yang ada di sekitarnya.डी. Langkah-langkah Pembelajaran Berdasarkan MasalahPengajaran
berdasarkan masalah terdiri dari 5 langkah utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa
dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa।Sintaks
Pembelajaran Berdasarkan MasalahTahap-1Orientasi siswa pada masalahGuru menjelaskan tujuan
pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau
cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahanmasalah
yang dipilih।Tahap-2Mengorganisasi siswa untuk belajarGuru membantu siswa untuk
mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut।
Tahap-3Membimbing penye lidi kan individual maupun kelompok.Guru mendorong siswa untuk
mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan
dan pemecahan masalahTahap-4Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.Guru membantu
siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model
serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya।Tahap-5Menganalisis dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah.Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau
evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.(Sumber: Ibrahim,
2000 : 13.

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN TERPADU


Prabowo (2000:3) mengatakan bahwa pembelajaran terpadu sebagai suatu proses mempunyai
beberapa ciri yaitu : (1) berpusat pada siswa (student centered), (2) proses pembelajaran
mengutamakan pemberian pengalaman langsung, serta (3) pemisahan antar bidang studi tidak
terlihat jelas. Dari beberapa ciri pembelajaran terpadu di atas, menunjukkan bahwa model
pembelajaran terpadu adalah sejalan dengan beberapa aliran pendidikan modern yaitu termasuk
dalam aliran pendidikan progresivisme. Aliran pendidikan progresivisme memandang pendidikan
yang mengutamakan penyelenggaraan pendidikan di sekolah berpusat pada anak (child-centered),
sebagai reaksi terhadap pelaksanaan pendidikan yang masih berpusat pada guru dan pada bahan
ajar. Tujuan utama sekolah adalah untuk meningkatkan kecerdasan praktis, serta untuk membuat
anak lebih efektif dalam memecahkan berbagai problem yang disajikan dalam konteks pengalaman
(experience) pada umumnya (William F. O’neill, 1981).Tujuan pendidikan aliran progresivisme adalah
melatih anak agar kelak dapat bekerja, bekerja secara sistematis, mencintai kerja, dan bekerja
dengan otak dan hati. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan seharusnya dapat
mengembangkan sepenuhnya bakat dan minat setiap anak. Kurikulum pendidikan progresif adalah
kurikulum yang mengakomodasi pengalaman-pengalaman (atau kegiatan) belajar yang diminati oleh
setiap siswa (experience curriculum). Sedangkan metode pendidikan progresif lebih berupa
penyediaan lingkungan dan fasilitas yang memungkinkan berlangsungnya proses belajar secara
bebas pada setiap anak untuk mengembangkan bakat dan minatnya (Mudyaharjo, 2001).Adapun
model-model pembelajaran terpadu sebagaimana yang dikemukakan oleh Fogarty, R (1991 : 61– 65)
yaitu sebanyak sepuluh model pembelajaran terpadu. Kesepuluh model pembelajaran terpadu
tersebut adalah :1) the fragmented model ( Model Fragmen )2) the connected model ( Model
Terhubung )3) the nested model ( Model Tersarang )4) the sequenced model ( Model Terurut )5) the
shared model ( Model Terbagi )6) the webbed model ( Model Jaring Laba-Laba )7) the threaded
model ( Model Pasang Benang )8) the integrated model ( Model Integrasi )9) the immersed model
( Model Terbenam ), dan10) the networked model ( Model Jaringan )Dari kesepuluh model
pembelajaran terpadu di atas dipilih tiga model pembelajaran yang dipandang layak dan sesuai
untuk dapat dikembangkan dan mudah dilaksanakan di pendidikan dasar (Prabowo, 2000:7). Ketiga
model pembelajaran terpadu yang dimaksud adalah model terhubung (connected), model jaring
laba-laba (webbed), model keterpaduan (integrated ).Berdasarkan karakteristik yang dimiliki oleh
masing-masing model pembelajaran tersebut, maka model pembelajaran yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah model terhubung (the connected model), karena model terhubung ini
penekanannya terletak pada perlu adanya integrasi inter bidang studi itu sendiri. Selain itu, Model
terhubung ini juga secara nyata menghubungkan satu konsep dengan konsep lain, satu topik dengan
topik lain, satu keterampilan dengan keterampilan lain, tugas yang dilakukan dalam satu hari dengan
tugas yang dilakukan pada hari berikutnya, serta ide-ide yang dipelajari pada satu semester dengan
semester berikutnya. Pemanfaatan penerapan model terhubung (connected) ini sangat relevan
dengan konsep Cahaya (dalam fisika) dan konsep Sistem Indera pada manusia (dalam biologi), agar
dapat terwujud pemampatan/ pengurangan waktu dalam pembelajaran pada konsep-konsep
tersebut (Reduce Instructional Time). Hal ini terkait dengan upaya menghindari terjadinya penjejalan
kurikulum dalam proses pembelajaran, sebagai akibat dari mengejar target kurikulum.Beberapa
kelebihan dari model terhubung (connected) adalah sebagai berikut : (1) dampak positif dari
mengaitkan ide-ide dalam satu bidang studi adalah siswa memperoleh gambaran yang luas
sebagaimana suatu bidang studi yang terfokus pada suatu aspek tertentu. (2) siswa dapat
mengembangkan konsep-konsep kunci secara terus menerus, sehingga terjadilah proses
internalisasi. (3) menghubungkan ide-ide dalam suatu bidang studi sangat memungkinkan bagi siswa
untuk mengkaji, mengkonseptualisasi, memperbaiki, serta mengasimilasi ide-ide secara terus
menerus sehingga memudahkan untuk terjadinya proses transfer ide-ide dalam memecahkan
masalah.Di samping mempunyai kelebihan, model terhubung ini juga mempunyai kekurangan
sebagai berikut : (1) masih kelihatan terpisahnya antar bidang studi, (2) tidak mendorong guru untuk
bekerja secara tim, sehingga isi dari pelajaran tetap saja terfokus tanpa merentangkan konsep-
konsep serta ide-ide antar bidang studi, dan (3) dalam memadukan ide-ide dalam satu bidang studi,
maka usaha untuk mengembangkan keterhubungan antar bidang studi menjadi terabaikan.Sintaks
(pola urutan) dari model pembelajaran terpadu tipe connected (terhubung) menurut Prabowo
(2000:11 – 14) sebagai berikut :1. Tahap Perencanaan :1.1. menentukan tujuan pembelajaran
umum1.2. menentukan tujuan pembelajaran khusus2. Langkah-langkah yang ditempuh oleh guru :
2.1. menyampaikan konsep pendukung yang harus dikuasai siswa.(materi prasyarat)2.2.
menyampaikan konsep-konsep yang hendak dikuasai oleh siswa2.3. menyampaikan keterampilan
proses yang dapat dikembangkan2.4. menyampaikan alat dan bahan yang akan digunakan /
dibutuhkan2.5. menyampaikan pertanyaan kunci3. Tahap Pelaksanaan, meliputi :3.1. pengelolaan
kelas; dengan membagi kelas kedalam beberapa kelompok3.2. kegiatan proses3.3. kegiatan
pencatatan data3.4. diskusi secara klasikal4. Evaluasi, meliputi :4.1. evaluasi proses , berupa :-
ketepatan hasil pengamatan- ketepatan dalam penyusunan alat dan bahan- ketepatan siswa saat
menganalisis data4.2. evaluasi produk :- penguasaan siswa terhadap konsep-konsep / materi sesuai
dengan tujuan pembelajaran khusus yang telah ditetapkan.4.3. evaluasi psikomotor :- kemampuan
penguasaan siswa terhadap penggunaan alat ukur.

Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing

PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING


Ciri Penemuan terbimbingPembelajaran penemuan terbimbing merupakan salah satu bagian dari
pembelajaran penemuan yang banyak melibatkan siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Dilihat
dari segi kadar aktivitas interaksi antara guru dan siswa, dan antara siswa dengan siswa, maka
penemuan terbimbing merupakan kombinasi antara pembelajaran langsung dan pembelajaran tidak
langsung.Ada hubungan yang kuat antara kadar dominansi guru dengan kesiapan mental untuk
menginternalisasi konsep-konsep, yaitu usia dan perkembangan mental siswa, dan hubungan antara
pengetahuan awal dan konstruksi konsep IPA yang dimiliki siswa dengan kemampuan siswa untuk
mengikuti pembelajaran penemuan, baik secara terbimbing maupun secara bebas.Siswa hanya
dapat memahami konsep-konsep sains sesuai dengan kesiapan intelektualnya, semakin muda siswa
yang dihadapi oleh guru, guru perlu lebih banyak menyajikan pengalaman kepada mereka untuk
menggali pengetahuan awal dan membimbing mereka untuk membentuk konsep-konsep. Siswa
yang lebih dewasa, membutuhkan lebih sedikit keterlibatan aktif guru karena mereka lebih banyak
berinisiatif untuk bekerja dan guru akan berfungsi sebagai fasilitator, nara sumber, pendorong, dan
pembimbing.Pembelajaran dengan penemuan, siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui
keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip. Selain itu, dalam
pembelajaran penemuan siswa juga belajar pemecahan masalah secara mandiri dan keterampilan-
keterampilan berfikir, karena mereka harus menganalisis dan memanipulasi informasi (Slavin,
1994).Namun dalam proses penemuan ini siswa mendapat bantuan atau bimbingan dari guru agar
mereka lebih terarah sehingga baik proses pelaksanaan pembelajaran maupun tujuan yang dicapai
terlaksana dengan baik. Bimbingan guru yang dimaksud adalah memberikan bantuan agar siswa
dapat memahami tujuan kegiatan yang dilakukan dan berupa arahan tentang prosedur kerja yang
perlu dilakukan dalam kegiatan pembelajaran (Ratumanan, 2002).Beberapa keuntungan
Pembelajaran penemuan terbimbing yaitu siswa belajar bagaimana belajar (learn how to learn),
belajar menghargai diri sendiri, memotivasi diri dan lebih mudah untuk mentransfer, memperkecil
atau menghindari menghafal dan siswa bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri (Carin,
1995b: 107).Pembelajaran penemuan terbimbing membuat siswa melek sains dan teknologi, dan
dapat memecahkan masalah, karena mereka benar-benar diberi kesempatan berperan serta di
dalam kegiatan sains sesuai dengan perkembangan intelektual mereka dengan bimbingan guru.
Penemuan terbimbing yang dilakukan oleh siswa dapat mengarah pada terbentuknya kemampuan
untuk melakukan penemuan bebas di kemudian hari (Carin, 1993b).Kegiatan pembelajaran
penemuan terbimbing mempunyai persamaan dengan kegiatan pembelajaran yang berorientasi
pada keterampilan proses. Kegiatan pembelajaran penemuan terbimbing menekankan pada
pengalaman belajar secara langsung melalui kegiatan penyelidikan, menemukan konsep dan
kemudian menerapkan konsep yang telah diperoleh dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan
kegiatan belajar yang berorientasi pada keterampilan proses menekankan pada pengalaman belajar
langsung, keterlibatan siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran, dan penerapan konsep dalam
kehidupan sehari-hari, dengan demikian bahwa penemuan terbimbing dengan keterampilan proses
ada hubungan yang erat sebab kegiatan penyelidikan, menemukan konsep harus melalui
keterampilan proses. Hal ini didukung oleh Carin (1993b: 105), “Guided discovery incorporates the
best of what is known about science processes and product.” Penemuan terbimbing mamadukan
yang terbaik dari apa yang diketahui siswa tentang produk dan proses sains.
Tahapan Pembelajaran Penemuan Terbimbing
Pembelajaran penemuan terbimbing dikembangkan berdasarkan pandangan kognitif tentang
pembelajaran dan prinsip-prinsip konstruktivis. Menurut prinsip ini siswa dilatih dan didorong untuk
dapat belajar secara mandiri. Dengan kata lain, belajar secara konstruktivis lebih menekankan
belajar berpusat pada siswa sedangkan peranan guru adalah membantu siswa menemukan fakta,
konsep atau prinsip untuk diri mereka sendiri bukan memberikan ceramah atau mengendalikan
seluruh kegiatan kelas.Konstruktivis adalah salah satu pilar dari Contextual Teaching and Learning,
dimana siswa diharapkan membangun pemahaman oleh diri sendiri dari pengalaman-pengalaman
baru berdasarkan pada pengalaman awal dan pemahaman yang mendalam dikembangkan melalui
pengalaman-pengalaman belajar bermakna.Pembelajaran penemuan terbimbing mempunyai
kesamaan dengan pembelajaran berdasarkan masalah dan inquiri yang juga penerapannya
berdasarkan teori konstruktivis, maka penemuan terbimbing termasuk salah satu pembelajaran yang
sesuai dengan Contextual Teaching and Learning (CTL).Menurut Sund (dalam Suryosubroto, 1996:
193), discovery merupakan bagian dari inquiri, atau inquiri merupakan perluasan proses discovery
yang digunakan lebih mendalam. Discovery adalah proses mental dimana siswa mengasimilasi suatu
konsep atau suatu prinsip. Proses mental tersebut misalnya mengamati, menggolongkan, membuat
simpulan dan sebagainya.Pembelajaran penemuan ada persamaannya dengan pembelajaran
berdasarkan masalah.Menurut Ibrahim dan Nur (2000: 23), kedua model ini menekankan
keterlibatan siswa secara aktif, orientasi induktif lebih ditekankan daripada deduktif, dan siswa
mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri. Pembelajaran berdasarkan masalah (PBI) membantu
siswa menjadi pebelajar yang mandiri dan otonom melalui bimbingan guru yang secara berulang-
ulang mendorong dan mengarahkan siswa untuk mencari penyelesaian terhadap masalah nyata.
Namun pembelajaran penemuan dan PBI berbeda dalam beberapa hal yang penting yaitu, pada
penemuan terbimbing sebagian besar didasarkan pada pertanyaan-pertanyaan berdasarkan disiplin,
dan penyelidikan siswa berlangsung di bawah bimbingan guru terbatas pada lingkungan
kelas.Berbeda dengan pembelajaran penemuan terbimbing, pembelajaran berdasarkan masalah
dimulai dengan masalah kehidupan nyata yang bermakna yang memberikan kesempatan kepada
siswa dalam memilih dan melakukan penyelidikan yang diperlukan untuk memecahkan masalah
tersebut. Selain itu, karena masalah itu merupakan masalah kehidupan nyata, pemecahannya
memerlukan penyelidikan antara disiplin (Arends, 1997).Tahap-tahap pembelajaran1. Orientasi
siswa pada masalahGuru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan,
memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang diberikan guru.2.
Mengorganisasikan siswa dalam belajarGuru membantu siswa mendefenisikan dan
mengorganisasikan tugas-tugas yang berkaitan dengan masalah serta menyediakan alat.3.
Membimbing penyelidikan individual maupun kelompokGuru mendorong siswa untuk
mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan
dan pemecahan masalah.4. Menyajikan / mempresentasikan hasil kegiatan. Guru membantu siswa
dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model yang
membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.5. Mengevaluasi kegiatanGuru membantu
siswa untuk merefleksi pada penyelidikan dan proses penemuan yang digunakan.Sumber: (Ibrahim
dan Nur, 2000: 13)Karena pembelajaran penemuan terbimbing merupakan pembelajaran penemuan
dan bimbingan guru, dan ada persamaannya dengan pembelajaran berdasarkan masalah, oleh sebab
itu dalam penelitian ini menggunakan tahapan dengan mengadaptasi dari tahapan PBI.Carin (1993a)
memberikan petunjuk dalam merencanakan dan menyiapkan pembelajaran penemuan terbimbing
sebagai berikut:1. Menentukan tujuan yang akan dipelajari oleh siswa.2. Memilih metode yang
sesuai dengan kegiatan penemuan.3. Menentukan lembar pengamatan untuk siswa.4. Menyiapkan
alat dan bahan secara lengkap.5. Menentukan dengan cermat apakah siswa akan bekerja secara
individu atau secara kelompok yang terdiri dari 2,3 atau 4 siswa.6. Mencoba terlebih dahulu kegiatan
yang akan dikerjakan oleh siswa untuk mengetahui kesulitan yang mungkin timbul atau
kemungkinan untuk modifikasi.Selanjutnya, untuk mencapai tujuan di atas Carin (1993a)
menyarankan hal-hal sebagai berikut:a. Memberikan bantuan agar siswa dapat memahami tujuan
kegiatan yang dilakukan.b. Memeriksa bahwa semua siswa memahami tujuan kegiatan prosedur
yang harus dilakukan.c. Sebelum kegiatan dilakukan menjelaskan pada siswa tentang cara bekerja
yang aman.d. Mengamati setiap siswa selama mereka melakukan kegiatan.e. Memberikan waktu
yang cukup kepada siswa untuk mengembalikan alat dan bahan yang digunakan.f. Melakukan diskusi
tentang kesimpulan untuk setiap jenis kegiatan.

MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF YANG DIREKOMENDASIKAN DI SMP NASIONAL KPS

1. EXAMPLES NON EXAMPLES


Langkah-langkah :
a. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran
b. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui OHP
c. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada siswa untuk
memperhatikan/menganalisa gambar
d. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada
kertas
e. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya
f. Mulai dari komentar/hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin
dicapai
g. Kesimpulan

2. PICTURE AND PICTURE


Langkah - Langkah :
a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
b. Menyajikan materi sebagai pengantar
c. Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan materi
d. Guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian memasang/ mengurutkan gambar-gambar
menjadi urutan yang logis
e. Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut
f. Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep/materi sesuai dengan
kompetensi yang ingin dicapai
g. Kesimpulan/rangkuman

3. NUMBERED HEAD TOGETHERS


Langkah-langkah :
a. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor
b. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya
c. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat
mengerjakannya/mengetahui jawabannya
d. Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil
kerjasama mereka
e. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain
f. Kesimpulan

4. COOPERATIVE SCRIPT
Skrip kooperatif : metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan
bergantian secara lisan mengikhtisarkan, bagian-bagian dari materi yang dipelajari Langkah-langkah :

a. Guru membagi siswa untuk berpasangan


b. Guru membagikan wacana/materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan c. Guru dan
siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan
sebagai pendengar
d. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok
dalam ringkasannya.
e. Sementara pendengar
f. Menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap g. Membantu
mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan
materi lainnya
h. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya. Serta
lakukan seperti diatas
i. Kesimpulan Siswa bersama-sama dengan Guru
j. Penutup

5. KEPALA BERNOMOR STRUKTUR


Langkah-langkah :
a. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor
b. Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomor dan diberikan tugas yang berangkai
Misalnya : siswa nomor satu bertugas mencatat soal. Siswa nomor dua mengerjakan soal dan siswa
nomor tiga melaporkan hasil pekerjaan dan seterusnya
c. Jika perlu, guru bisa menyuruh kerja sama antar kelompok. Siswa disuruh keluar dari kelompoknya
dan bergabung bersama beberapa siswa bernomor sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini
siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil kerja sama mereka
d. Laporkan hasil dan tanggapan dari kelompok yang
lain
e. Kesimpulan

6. STUDENT TEAMS ACHIEVMENT DIVISION (STAD)


Langkah-langkah :
a. Membentuk kelompok yang anggotanya = 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi,
jenis kelamin, suku, dll)
b. Guru menyajikan pelajaran
c. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok.
Anggotanya tahu menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu
mengerti.
d. Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling
membantu
e. Memberi evaluasi
f. Kesimpulan

7. JIGSAW (MODEL TIM AHLI)


Langkah-langkah :
a. Siswa dikelompokkan ke dalam kelompok 2 - 5 anggota tim
b. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda
c. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan
d. Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/sub bab yang sama
bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka
e. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian
mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya
mendengarkan dengan sungguh-sungguh
f. Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi
g. Guru memberi evaluasi
h. Penutup

8. PROBLEM BASED INTRODUCTION (PBI)


Langkah-langkah :
a. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan. Memotivasi siswa
terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
b. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan
dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)
c. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen untuk
mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan
masalah.
d. Guru membantu siswa dalam merencanakan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan
membantu mereka berbagi tugas dengan temannya
e. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan
proses-proses yang mereka gunakan
f. Penutup

9. ARTIKULASI
Langkah-langkah :
a. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai
b. Guru menyajikan materi sebagaimana biasa
c. Untuk mengetahui daya serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan dua orang
d. Suruhlan seorang dari pasangan itu menceritakan materi yang baru diterima dari guru dan
pasangannya mendengar sambil membuat catatan-catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu
juga kelompok lainnya
e. Suruh siswa secara bergiliran/diacak menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman
pasangannya. Sampai sebagian siswa sudah menyampaikan hasil wawancaranya
f. Guru mengulangi/menjelaskan kembali materi yang sekiranya belum dipahami siswa
g. Kesimpulan/penutup

10. MIND MAPPING


Langkah-langkah :
a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
b. Guru mengemukakan konsep/permasalahan yang akan ditanggapi oleh siswa/sebaiknya
permasalahan yang mempunyai alternatif jawaban
c. Membentuk kelompok yang anggotanya 2-3 orang
d. Tiap kelompok menginventarisasi/mencatat alternatif jawaban hasil diskusi
e. Tiap kelompok (atau diacak kelompok tertentu) membaca hasil diskusinya dan guru mencatat di
papan dan mengelompokkan sesuai kebutuhan guru
f. Dari data-data di papan siswa diminta membuat kesimpulan atau guru memberi bandingan sesuai
konsep yang disediakan guru

11. MAKE A MATCH


Langkah-langkah :
a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik
yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban
b. Setiap siswa mendapat satu buah kartu
c. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang
d. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal
jawaban)
e. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin
f. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari
sebelumnya
g. Demikian seterusnya
h. Kesimpulan/penutup

12. THINK PAIR AND SHARE


Langkah-langkah :
a. Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai
b. Siswa diminta untuk berfikir tentang materi/permasalahan yang disampaikan guru
c. Siswa diminta berpasangan dengan teman
sebelahnya (kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing
d. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya
e. Berawal dari kegiatan tersebut mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan
menambah materi yang belum diuangkapkan para siswa
f. Guru memberi kesimpulan
g. Penutup

13. DEBATE
Langkah-langkah :
a. Guru membagi 2 kelompok peserta debat yang satu pro dan yg lainnya
kontra
b. Guru memberikan tugas untuk membaca materiyang akan didebatkan oleh kedua kelompok
diatas
c. Setelah selesai membaca materi. Guru menunjuk salah satu anggotanya kelompok pro untuk
berbicara saat itu ditanggapi atau
dibalas oleh kelompok kontra demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa bisa
mengemukakan pendapatnya.
d. Sementara siswa menyampaikan gagasannya guru menulis inti/ide-ide dari setiap pembicaraan di
papan tulis. Sampai sejumlah ide yang diharapkan guru terpenuhi
e. Guru menambahkan konsep/ide yang belum terungkap
f. Dari data-data di papan tersebut, guru mengajak siswa membuat kesimpulan/rangkuman

14. ROLE PLAYING


Langkahlangkah :
a. Guru menyusun/menyiapkan skenario yang akan ditampilkan
b. Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario dua hari sebelum kbm
c. Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya 5 orang
d. Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai
e. Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan
f. Masing-masing siswa duduk di kelompoknya, masing-masing sambil memperhatikan mengamati
skenario yang sedang diperagakan
g. Setelah selesai dipentaskan, masing-masing siswa diberikan kertas sebagai lembar kerja untuk
membahas
h. Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya
i. Guru memberikan kesimpulan secara umum
j. Evaluasi
k. Penutup

15. GROUP INVESTIGATION


Langkah-langkah :
a. Guru menyiapkan sebuah tongkat
b. Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan
kepada siswa untuk membaca dan mempelajari materi pada pegangannya/paketnya
c. Setelah selesai membaca buku dan mempelajarinya mempersilahkan siswa untuk menutup
bukunya
d. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu guru memberikan pertanyaan
dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya, demikian seterusnya sampai
sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru
e. Guru memberikan kesimpulan
f. Evaluasi
g. Penutup

16. TALK STIK


Langkah-langkah :
a. Guru menyiapkan sebuah tongkat
b. Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan
kepada siswa untuk membaca dan mempelajari materi pada pegangannya/paketnya
c. Setelah selesai membaca buku dan mempelajarinya mempersilahkan siswa untuk menutup
bukunya
d. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu guru memberikan pertanyaan
dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya, demikian seterusnya sampai
sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru
e. Guru memberikan kesimpulan
f. Evaluasi
g. Penutup

17. BERTUKAR PASANGAN


Langkah-langkah :
a. Setiap siswa mendapat satu pasangan (guru biasa menunjukkan pasangannya atau
siswa menunjukkan pasangannya
b. Guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya
c. Setelah selesai setiap pasangan bergabungdengan satu pasangan yang lain
d. Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan masing-masing pasangan yang baru ini saling
menanyakan dan mengukuhkan jawaban mereka
e. Temuan baru yang didapat dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan
semula
f. Penutup

18. SNOWBALL THROWING


Langkah-langkah :
a. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan
b. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk
memberikan penjelasan tentang materi
c. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan
materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya
d. Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk menuliskan satu
pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok
e. Kemudian kertas tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain
selama ± 15 menit
f. Setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk
menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian
g. Evaluasi
h. Penutup

19. STUDENT FACILITATOR AND EXPAINING


Langkah-langkah :
a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
b. Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi
c. Memberikan kesempatan siswa/peserta untuk menjelaskan kepada peserta untuk menjelaskan
kepada peserta lainnya baik melalui bagan/peta konsep maupun yang lainnya
d. Guru menyimpulkan ide/pendapat dari siswa e. Guru menerangkan semua materi yang disajikan
saat itu
f. Penutup

20. COURSE REVIEW HORAY


Langkah-langkah :
a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
b. Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi
c. Memberikan kesempatan siswa tanya jawab
d. Untuk menguji pemahaman, siswa disuruh membuat kotak 9/16/25 sesuai dengan kebutuhan dan
tiap kotak diisi angka sesuai dengan seler masingmasing
siswa
e. Guru membaca soal secara acak dan siswa menulis jawaban di dalam kotak yang nomornya
disebutkan guru dan langsung didiskusikan, kalau benar diisi tanda benar (Ö) dan salan diisi tanda
silang (x)
f. Siswa yang sudah mendapat tanda Ö vertikal atau horisontal, atau diagonal harus berteriak horay
… atau yel-yel lainnya
g. Nilai siswa dihitung dari jawaban benar jumlah horay yang diperoleh
h. Penutup

21. EXPLISIT INTRUCTION (PEMBELAJARAN LANGSUNG)


Pembelajaran langsung khusus dirancang untuk mengembangkan belajar siswa tentang
pengetahuan proseduran dan pengetahuan deklaratif yang dapat diajarkan Langkah-langkah :
a. Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa
b. Mendemonstrasikan pengetahuan dan ketrampilan
c. Membimbing pelatihan
d. Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik
e. Memberikan kesempatan untuk latihan lanjutan

22. INSIDE OUTSIDE CIRCLE (LINGKARAN KECIL-LINGKARAN BESAR)


Langkah-langkah :
a. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang yang secara heterogen
b. Guru memberikan wacana/kliping sesuai
dengan topik pembelajaran
c. Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi
tanggapan terhadap wacana/kliping dan ditulis pada lembar kertas
d. Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok
e. Guru membuat kesimpulan bersama
f. Penutup

23. COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION (CIRC)


Langkah-langkah :
a. Membentuk
kelompok yang anggotanya 4 orang yang secara heterogen
b. Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik
pembelajaran
c. Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi tanggapan
terhadap
wacana/kliping dan ditulis pada lembar kertas
d. Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok
e. Guru membuat
kesimpulan bersama f. Penutup

También podría gustarte