Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
SKS :2
Semester :V
Program Studi : Teknik Lingkungan
Disusun Oleh :
Haryono S Huboyo
M.Arief Budihardjo
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2008
A.TINJAUAN MATA KULIAH
1.Deskripsi Singkat
Mata Kuliah Pencemaran Udara merupakan mata kuliah wajib bagi mahasiswa
program strata 1 (S-1) semester IV Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro. Mata Kuliah ini berkaitan dengan mata kuliah sebelumnya
yaitu Satuan Operasi, Mekanika Fluida dan Termodinamika. Mata kuliah ini
menjadi pengantar untuk memahami mata kuliah manajemen rekayasa
lingkungan, pemantauan dan analisis kualitas udara dan pencemaran udara dalam
ruang. Didalamnya dibahas tentang konsep dari pencemaran udara, sumber-
sumber pencemar, perilaku udara, efek dari zat pencemar terhadap lingkungan,
pengaruh, meteorology terhadap penyebaran polutan, model penyebaran dan
transport polutan, cara pengambilan sampel kualitas udara, monitoring kualitas
udara, teknik kontrol pencemaran udara dan alat-alat yang digunakan untuk
mengontrol pencemaran udara.
2. Relevansi ( Kegunaan)
Dalam merancang pengelolaan kualitas lingkungan, pengelolaan kualitas udara
termasuk dalam parameter penting yang harus ditinjau. Berbagai aktivitas manusia
baik di dunia industri, perdagangan maupun domestik banyak yang mengemisikan
polutan udara. Untuk itu perlu dikaji oleh mahasiswa tentang besaran pencemaran
udara yang ditimbulkan. Identifikasi pencemar merupakan langkah awal dalam
pengelolaan kualitas udara ini. Tentunya pemahaman tentang klasifikasi
pencemar, transport dan transformasi pencemar menjadi pengetahuan yang wajib
dimiliki pada awal perkuliahan.
Di dunia nyata, faktor meteorologis biasanya sudah tersedia oleh BMG, sehingga
dengan pemahaman tentang faktor ini akan mempermudah tentang analisis
kualitas udara. Monitoring sampel udara dan pemodelan pencemaran udara perlu
dikuasai untuk memahami analisis distribusi pencemaran sebagaimana dalam
perkiraan dampak terhadap kesehatan (mata kuliah Ekotoksikologi dan
Pencemaran). Langkah-langkah pengendalian (basah-kering) menjadi keahlian
yang wajib dimiliki untuk melakukan analisis terhadap pemenuhan baku mutu dan
dampak kesehatan.
3.3 Indikator
Indikator keberhasilan mahasiswa dalam setiap pertemuan/bahasan adalah akan
dapat :
• isu pencemaran udara terkini serta manfaat dan relevansi pencemaran
udara di bidang teknik lingkungan.
• menerangkan jenis-jenis pencemar partikel serta perilaku zat pencemar gas
dan partikel di atmosfer
• dampak keberadaan zat pencemar di udara terhadap cuaca, ekologi
• berbagai standar peraturan pencemaran udara (regional, nasional dan
internasional)
• analisis sumber pencemar udara serta levelnya, inventory emisi dan
kontribusi
• meteorologi udara di troposfer, microscale, mesoscale, macroscale
pencemaran udara
• pengertian transport, dispersi, transformasi, model dispersi
• kedudukan monitoring dalam manajemen kualitas udara (skala mikro, meso
dan makro)
• kedudukan pengendalian dalam manajemen kualitas udara serta distribusi
polutan dan gas pembawa
• metode pengendalian kering (settler, cyclone, EP, fabric filter)
• metode pengendalian basah (wet scrubber)
• metode pengendalian lain (absorpsi, adsorpsi, insinerasi)
B.POKOK BAHASAN I
KARAKTERISTIK ATMOSFER DAN FENOMENA PENCEMARAN UDARA
1.1 Pendahuluan
1.1.1. Deskripsi Singkat
Menjelaskan tentang komposisi bumi secara garis besar dan detail deskripsi
atmosfer yang meliputi komposisi, struktur vertikal serta manfaatnya.
1.1.2. Relevansi
Di dalam menganalisis perilaku pencemar dari permukaan bumi hingga ke receptor
serta model di atmosfer dibutuhkan pengetahuan tentang prinsip dasar atmosfer
ini. Untuk pengendalian pencemaran dan penilaian dampak kesehatan terhadap
fungsi ekologi terutama manusia, manfaat atmosfer bisa menjadi bahan
pertimbangan kebijakan pengendalian yang disusun. Sub pokok bahasan ini
merupakan dasar bagi semua mata kuliah yang berhubungan dengan pencemaran
udara di tingkat lanjut.
Hidrosfir
Hidrosfir terdiri utamanya dari lautan, tetapi termasuk seluruh permukaan air di
dunia, meliputi lautan pedalaman danau, sungai, dan air bawah tanah. Uap air
dalam jumlah besar juga pernah ada di dalam atmosfer.
Atmosfer
Atmosfer merupakan campuran gas yang melingkungi setiap benda yang
berhubungan dengan angkasa (seperti Bumi) yang memiliki medan gravitasi
kekuatan cukup untuk mencegah agar gas tidak lolos. Atmosfer adalah lapisan gas
yang menyebar dari permukaan lahan ke puncak atmosfer.
Banyak wilayah beriklim sedang yang mengalami 4 musim iklim berbeda, yang
ditentukan oleh posisi bumi dalam orbitnya mengelilingi Matahari. Keempat musim
tersebut, yaitu musim dingin, semi, panas, dan musim gugur digambarkan melalui
perbedaan-perbedaan dalam suhu rata-rata dan panjangnya siang hari.
Penyebaran polutan dalam atmosfer bervariasi tergantung pada musim di
sebagian besar daerah.
Musim-musim terjadi karena poros bumi yang miring sehubungan dengan bidang
orbitnya mengelilingi matahari. Oleh karena itu Kutub Utara dan Kutub Selatan
masing-masing contong ke arah matahari mengalami siang lebih lama, lebih
banyak sinar matahari dan dianggap sedang mengalami musim panas. Belahan
bumi yang miring menjauhi matahari mengalami suhu rendah, siang yang lebih
pendek dan sedang mengalami musim dingin. Oleh karena itu musim panas
dibelahan bumi utara sama dengan musim dingin di belahan bumi selatan.
Perubahan-perubahan suhu dan panjangnya siang hari yang menyertai perubahan
musim adalah sangat berlainan di garis lintang yang berbeda. Di kutub, musim
panas adalah siang yang panjang dan musim dingin adalah malam yang panjang.
Sebaliknya, didekat khatulistiwa, siang dan malam masing-masing tetap sekitar 12
jam lamanya di sepanjang tahun. Perubahan lebih jauh dalam hasil pemanasan
adalah karena tebalnya atmosfer melalui mana sinar matahari harus lewat
sehubungan dengan sudut insidennya.
Komposisi Atmosfer
Unsur-unsur pokok atmosfer bumi adalah nitrogen (78%) dan oksigen (21%). Gas-
gas atmosfer dalam sisanya yang 1% adalah argon(0,9%), karbondioksida
(0,03%), uap air dalam jumlah yang bervariasi, serta sejumlah sangat kecil dari
hidrogen, ozon, metan, karbonmonoksida, helium, neon, kripton, dan xenon.
Unsur-unsur pokok ini lebih lanjut ditunjukkan dalam tabel 1.1 dan 1.2 di bawah.
Manfaat atmosfer
Atmosfer melakukan sejumlah fungsi kritis dalam pelestarian kehidupan di bumi.
Mereka termasuk :
Melindungi bumi dari radiasi sinar matahari
Lapisan atmosfer dari 19 hingga 48 ke atas mengandung lebih banyak ozon,
yang dihasilkan oleh tindakan radiasi ultraviolet matahari. Lapisan ozon ini
mulai diperdulikan pada awal tahun 1970-an ketika diketemukan bahwa
bahan kimia yang dikenal sebagai khlorofluorokarbon (CFC), atau
khlorofluorometan , naik ke dalam atmosfer dalam jumlah besar.
Kepedulian ini berpusat pada kemungkinan bahwa senyawa-senyawa ini
melalui tindakan sinar matahari, dapat menyerang secara fotokimia dan
menghancurkan ozon stratosfir, yang melindungi permukaan bumi dari radiasi
ultraviolet yang berlebihan. Efek ini telah dibahas secara detil pada sesi
sebelumnya.
Air yang berpindah dari permukaan laut ke atmosfer dan daratan,
sebagaimana terlihat dalam siklus hidrologis
Gerakan air yang berkesinambungan antara bumi dan atmosfer dikenal
sebagai siklus hidrologis. Dibawah sejumlah pengaruh, dimana panas cukup
dominan, air diuapkan dari permukaanair dan daratan dan dilepaskan dari
sel-sel hidup. Uap ini bersirkulasi melalui atmosfer dan dijatuhkan dalam
bentuk hujan, atau salju.
Sebagai sumberdaya alam yang dibutuhkan untuk pernafasan dan
pertumbuhan
Pencemaran atmosfer oleh limbah atau produk samping gas, cairan atau
bahas padat yang dapat membahayakan kesehatan manusia dan kesehatan
serta kesejahteraan tanaman dan hewan, atau dapat menyerang bahan-
bahan, menurunkan daya penglihatan, atau menghasilkan bau-bau yang tidak
dikehendaki
Konsentrasi tinggi bahan-bahan berbahaya dalam kawasan pencemaran
yang tinggi dan, di bawah kondisi yang parah, dapat mengakibatkan luka-luka
dan bahkan kematian. Efek-efek eksposur jangka panjang pada konsentrasi
rendah tidak dapat dipastikan dengan baik, namun mereka yang paling
beresiko adakah anak-anak, orang tua, perokok pasif, pekerja yang
pekerjaannya memaksa mereka berhadapan dengan bahan-bahan beracun,
dan orang-orang yang sakit jantung dan paru-paru. Efek buruk pencemaran
udara lainnya adalah cedera potensial pada hewan ternak dan tanaman
pangan.
Untuk pencemaran udara, sebuah hubungan dose-response lazimnya
digunakan untuk menghubungkan perubahan-perubahan dalam tingkat
pencemaran ambien dengan hasil-hasil kesehatan. Studi bank dunia baru-
baru ini di Jakarta (Ostro 1994) dilakukan untuk mengestimasikan hubungan
dose-response guna memperkirakan hasil-hasil kesehatan di akarta.
1.2.2. Latihan
Setelah anda melihat struktur vertikal gradasi suhu terhadap ketinggian seperti
gambar dibawah ini, dimanakah fenomena pencemaran udara terjadi dan pada
kisaran ketinggian berapa?
Jawab :
Dengan melihat gradasi temperatur, maka
akan terjadi pemerangkapan polutan dari
bumi di daerah troposfer karena
perbedaan suhu yang berakibat
perbedaan kerapatan atmosfer.
Ketinggiannya sama dengan ketinggian
troposfer yaitu 10 km
1.3. Penutup
1.3.1. Tes Formatif
1. Sebutkan parameter gas dominan yang dikandung Atmosfer!
2. Mengapa suhu memiliki pola gradasi terhadap ketinggian?
3. Jelaskan peranan Atmosfer bagi kehidupan di bumi!
4. Sebutkan gas apa saja yang cukup berperan dalam mencemari Atmosfer
(minimal 4 macam) !
1.3.2. Umpan Balik
Cocokkan jawaban anda dengan kunci jawaban test formatif yang ada pada
bahasan berikut ini, hitunglah jawaban anda yang benar, kemudian gunakan
rumus ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi dalam bab
ini.
Rumus :
Tingkat penguasaan = Σ jawaban yang benar x 100%
4
Arti tingkat penguasaan yang anda capai adalah :
90% - 100% : baik sekali
80% - 89% : baik
70% - 79% : cukup
60% - 69% : kurang
0% - 59% : gagal
1.3.4. Rangkuman
Atmosfer yang merupakan bagian dari trilogi komposisi bumi (hidrosfer, litosfir dan
Atmosfer) memiliki peran yang cukup strategis bagi kehidupan di bumi. Atmosfer
berperan dalam siklus musim, memberikan fungsi kenyamanan bagi kehidupan
dari komposisi kimianya, melindungi bumi dari radiasi sinar matahari dan
peranannya sebagai sink bagi pencemar-pencemar udara dari bumi.
1.3.5 Kunci Jawaban Tes Formatif
1.Parameter gas dominan yang dikandung Atmosfer adalah Nitrogen (78%
volume) dan Oksigen (20.9% volume)
2.Suhu dapat bergradasi terhadap ketinggian pada dasarnya dipengaruhi oleh
komposisi kimia yang ada di tiap ketinggian (dalam hal ini diwakili oleh 4 lapisan).
Keberadaan radiasi matahari yang sampai ke permukaan bumi akan diproses
berbeda pada tiap lapisan sesuai dengan kondisi komposisi dominan pada lapisan
tersebut.
3. Manfaat Atmosfer : Melindungi bumi dari radiasi sinar matahari, berperan dalam
siklus hidrologis dari atmosfer dan daratan, sebagaimana terlihat dalam siklus
hidrologis, sebagai sumberdaya alam yang dibutuhkan untuk pernafasan dan
pertumbuhan dan sebagai perantara emisi.
4. Gas pencemar : SOx, NOx, CO, CFC
DAFTAR PUSTAKA
Neiburger, Morris. 1995. Memahami Lingkungan Atmosfer Kita-Terjemahan.
Ardino Purbu. Bandung. ITB.
Ostro (1994) and Resosudamo (1996) presented in the Integrated Vehicle
Emission Strategy Workshop October 16-18, 2001, Jakarta, Indonesia
Soemarno, Sri.H (1999), Meteorologi Pencemaran Udara, diktat kuliah GM ITB,
Penerbit ITB
SENARAI
I.2 SUB POKOK BAHASAN FENOMENA PENCEMARAN UDARA
2.1 Pendahuluan
2.1.1. Deskripsi Singkat
Menjelaskan tentang definisi pencemaran udara, proses terjadinya dan identifikasi
sumber pencemar udara, karakterisasi pencemar udara baik partikulat maupun
gas
2.1.2. Relevansi
Di dalam identifikasi pencemaran udara dan menganalisis dampaknya, dibutuhkan
pengetahuan tentang identifikasi sumber pencemar, karakteristik fisik dan kimia
dari pencemar udara serta kemungkinan distribusinya di atmosfer.
2.2. Penyajian
2.2.1. Uraian
Pendahuluan
Menurut Badan Lingkungan Hidup Dunia, United Nations Environmental Program
pada ahun 1992, Indonesia berada di urutan ketiga negara terpolusi di dunia
setelah Mexico dan Bangkok (UNEP, 2007). Hal ini menunjukkan bahwa kota –
kota di Indonesia mengindikasikan pencemaran udara yang cukup tinggi.
Pencemaran udara didefinisikan sebagai masuknya satu atau lebih
kontaminan/polutan seperti debu, asap, bau, gas, dan uap ke atmosfer dalam
jumlah tertentu dan karakteristik tertentu serta dalam waktu tertentu pula yang
dapat membahayakan kehidupan manusia, hewan, tumbuhan, dan menggangu
kenyamanan dalam kehidupan. Selain polutan – polutan tersebut, aktivitas
manusia juga berperan besar dalam polusi udara (Peavy, 1985).
Miller, G. Tyler (1982), mendefinisikan pencemaran udara adalah sebagian udara
yang mengandung satu atau lebih bahan kimia konsentrasi yang cukup tinggi
untuk membahayakan manusia, hewan, vegetasi atau material. Secara skematik
Pencemaran udara dapat diuraikan dalam 3 komponen dasar seperti diagram di
bawah ini (Seinfeld, 1975):
1 2 3
Sumber emisi Atmosfer Reseptor
Polutan Transformasi kimia
Gambar 1.2 Proses Terjadinya Pencemaran Udara
Dust
fly ash
Spray
fumes
smoke
mists
Sumber emisi fugitif dari proses industri seperti penanganan, pengisian hingga
transfer material. Diperkirakan dari kompleks industri besi baja modern, 15 % emisi
TSP (Total Suspended Particulate) berasal dari stack, 25 % berasal dari debu
fugitif dan 60 % berasal dari debu jalan di dalam kompleks industri.
Emisi fugitif dari sumber non industri (pada umumnya disebut fugitive dust)
disebabkan dari debu jalanan umum, proses pertanian, konstruksi, dan
pembakaran. Kecuali yang disebut terakhir, semua proses itu terjadi akibat
interaksi antara material dan mesin atau angin. Sumber debu fugitif banyak
terdapat didaerah pedesaan (US EPA, 2005).
Sumber transportasi terdiri dari 2 kategori: buangan knalpot kendaraan dan
sumber lainnya, seperti ban, kopling, dan rem. Pada tahun 1978, sumber TSP dari
transportasi mencapai 1300000 TG. 75 % dari total TSP ini berasal dari kendaraan
di jalan raya. Partikulat yang berasal dari mesin, sebagian besar terbentuk dari
timbal halida, sulfat, dan materi karbon yang berukuran < 1 µm. Keseluruhan TSP
dari sumber gerak roda 40 % berukuran < 10 µm (20% < 1 µm) yang komponen
utamanya terdiri dari karbon. Sumber TSP akibat pengereman berukuran < 1 µm
dan dibentuk terutama dari asbes dan karbon (US EPA, 2005).
Polutan gas
Beberapa kategori polutan adalah SO2, NO2, NO, dan CO. SO2 dihasilkan dari
pembakaran sulfur atau materi lain yang mengandung sulfur. Sumber utama gas
SO2 adalah pembakaran bahan bakar fosil dari instalasi pembangkit listrik serta
beberapa industri lainnya. NOx terbentuk karena ada pembakaran di udara bebas.
Sumber berasal dari transportasi (sumber bergerak) serta sumber stasioner seperti
instalasi pembangkit tenaga listrik. Gas CO bersifat tidak berwarna, tidak berbau,
dan tidak berasa yang disebabkan adanya pembakaran yang tidak sempurna dari
bahan-bahan yang mengandung karbon. Instalasi pembangkit tenaga listrik dan
industri peleburan yang besar pada umumnya mampu mengoptimalkan setiap
pembakaran yang ada sehingga dapat mengurangi emisi CO (Cooper & Aley,
1986).
Tabel 1.5 Penyebab dari Emisi di Republik Federasi Jerman (1982)
Uraian Satuan SO2 Dust NOx CH CO Σ
Lalu lintas % 3.4 9.4 54.6 39.0 65.0 47.1
Rumah tangga % 9.3 9.2 3.7 1.0 21.0 16.3
Keperluan lain % 62.1 21.7 27.7 0.4 0.4 17.5
Industri % 25.2 59.7 14.0 13.6 13.6 19.1
Industri Semen % < 0,1 1.0 1.5 < 0.1 < 0.1 0.4
Total % 3.0 0.7 3.1 8.2 8.2 16.6
Sumber: Kroboth. K, 1986
2.2.2. Latihan
Identifikasi/perkirakan polutan yang berasal dari sektor transportasi, bagaimana
perilaku pencemarnya?
Jawab :
Emisi yang berasal dari sektor transportasi bisa berasal dari 2 kategori yaitu : dari
kendaraan (asap buangan, gesekan ban, kopling dan rem) dan luar kendaraan
(material jalan). Polutannya sangat beragam bisa berupa partikulat yang terdiri
atas timbal halida, sulfat, karbon, asbes. Bisa juga berupa gas seperti NOx,
CO,HC. Gas dan partikulat ini akan berada di udara begitu terlepas dari
sumbernya, ada yang terdeposisi di permukaan yang ada di sepanjang jalan, ada
yang berubah komposisi (bereaksi dengan unsur lain) dan ada yang terevaporasi.
2.3. Penutup
2.3.1. Tes Formatif
1. Jelaskan urutan proses terjadinya pencemaran udara!
2. Apakah perbedaan polutan yang tergolong primer dan sekunder?
3. Mengapa dimensi partikulat menggunakan equivalent spheres?
4. Jelaskan pengertian emisi fugitif!
2.3.2. Umpan Balik
Cocokkan jawaban anda dengan kunci jawaban test formatif yang ada pada
bahasan berikut ini, hitunglah jawaban anda yang benar, kemudian gunakan
rumus ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi dalam bab
ini.
Rumus :
Tingkat penguasaan = Σ jawaban yang benar x 100%
4
Arti tingkat penguasaan yang anda capai adalah :
90% - 100% : baik sekali
80% - 89% : baik
70% - 79% : cukup
60% - 69% : kurang
0% - 59% : gagal
2.3.3. Tindak Lanjut
Jika anda mencapai tingkat kepuasan 80% keatas, maka anda dapat meneruskan
dengan kegiatan belajar bab selanjutnya, tetapi jika tingkat penguasaan anda
belum mencapai 80%, maka anda harus mengulangi kegiatan belajar bab tersebut
terutama pada bagian yang anda belum kuasai. Untuk mencapai pemahaman
tersebut anda dapat menghubungi dosen pengampu di luar waktu kuliah.
2.3.4. Rangkuman
Pengetahuan tentang identifikasi sumber pencemar dapat dimulai dari identifikasi
polutan primer-sekunder disamping polutan yang bersifat alami dan antropogenik.
Karakteristik fisik partikulat dapat dilihat dari bentuk fisik, kecepatan
aerodinamisnya, dan karakteristik kimia partikulat dapat dilihat dari kandungan
unsur kimianya. Partikel/partikulat digolongkan menjadi partikel halus dan kasar
dengan sumber yang berbeda pula. Polutan gas lebih spesifik untuk tiap
senyawanya dan tidak dibedakan secara ukuran karena hampir seragam
ukurannya. Karakteristik kimia lebih mengemuka untuk polutan gas karena
kespesifikan kimianya.
2.3.5 Kunci Jawaban Tes Formatif
1.Urutan terjadinya pencemaran udara dimulai dari emisi polutan dari sumber
emisi kemudian sebagian terjadi transformasi kimia terhadap polutan dan sampai
ke reseptor melalui media atmosfer yang dinamis seperti dalam diagram dibawah :
1 2 3
Sumber emisi Atmosfer Reseptor
Polutan Transformasi kimia
2. Polutan primer : polutan yang kondisinya tidak berubah seperti pertama kali
diemisikan dari sumbernya, contohnya SO2, NO2. Sedangkan polutan sekunder
merupakan bentuk lanjut polutan primer karena berinteraksi dengan komponen lain
di atmosfer contoh ozon (oksidan fotokimia), garam sulfat, nitrat.
3. Dimensi partikulat menggunakan equivalent spheres karena bentuk dan dimensi
partikulat tidak beraturan sehingga perlu penyamaan “parameter ukuran” melalui
perbandingannya dengan bentuk materi bulat berdasar sifat aerodinamisnya.
4.Emisi fugitif merupakan emisi yang tidak memiliki saluran pembuangan (exhaust)
sehingga emisinya lebih tersebar dengan kuantitas, laju dan komposisi yang
berbeda-beda.
DAFTAR PUSTAKA
UNEP (2007) http://www.unep.org/tnt-unep/toolkit/Awareness/Tool4/index.html
Miller, G. Tyler, J.R.(1982). Living in The Environment, third edition. Wadsworth
Publishing Co. California.
Simpson, R. (1994). Air pollution, Notes on Lectures Devision of Environmental
Scienc. Grifith University. Queensland.
Copper, C. David and Alley, F. C. (1986). Air Pollution Control A Design Approach
2nd Edition. Maveland Press Inc, Illinois.
Crowford, Martin. (1980). Air Pollution Control Quality. Tata –Mc. Graw-Hill
Publishing Company Ltd, New Delhi.
Hinds, C. William. (2000). Particulate Air Pollution. www.Gooogle.com. Tanggal 15
Oktober 2005.
Seinfield, H. John. (1975). Air pollution Control, Phisical and Chemical
Fundamental. Mc. Graw-Hill, Inc. United States Of America.
Wark, Warner. (1981). Air Pollution, It`s Origin and Control, Harper and Row.
Xeller, H and Kroboth, K. (1986). Zement-Kalk-Gips.
Peavy, Howard S, Rowe, Donald R, Tchobanoglous, George, (1985),
Environmental Engineering, McGraw Hill Inc, Singapore
Colls, Jeremy. (2002). Air Pollution, Second Edition, Spon Press Tylor & Francis
Group, London.
SENARAI
C.POKOK BAHASAN II
PENCEMARAN UDARA DITINJAU DARI ASPEK KESEHATAN DAN
PERATURAN
1.1 Pendahuluan
1.1.1. Deskripsi Singkat
Pokok bahasan ini menjelaskan tentang deteksi pencemaran udara dihubungkan
dengan dampak kesehatan. Pembahasan dimulai dari korelasi pencemaran udara
dengan insidensi gangguan kesehatan. Gangguan kesehatan diulas mendalam
terutama dari pencemar partikulat karena efek keterhirupannya ke saluran
pernafasan berdasar ukuran. Dampak pencemaran udara juga dibahas terhadap
material dan tanaman.
1.1.2. Relevansi
Dengan mengetahui dampak pencemaran udara yang begitu luas bagi kehidupan
manusia termasuk terhadap material dan tanaman, maka dapat dilakukan langkah-
langkah pencegahan dini di sumber dan optimalisasi penghindaran reseptor dari
paparan pencemaran udara yang bersifat akumulatif.
D3
(a) Nasopharyngeal (b)
D
compartment
D4
A
Sistem
(c) Tracheobronchial (d) Gastro-
R intestinal
compartment
D5
A (e) (f)
Alveolar
H (pulmonary)
compartment
(h) (g)
(i)
Limpa
(j)
Gambar 2.1
Proses Clearance Debu Pada Saluran Pernapasan
Sumber : Goldsmith & Friberg
Keterangan dan mekanisme :
D1 : semua debu yang terhirup
D2 : debu yang dikeluarkan melalui pernapasan
D3 : debu yang tersimpan dalam Nasopharyngeal compartment
D4 : debu yang tersimpan dalam Tracheobronchial compartment
D5 : debu yang tersimpan dalam Alveolar (pulmonary) compartment
a :debu dari Nasopharyngeal compartment masuk langsung ke darah
b :dengan proses mucociliary clearance dari Nasopharyngeal compartment masuk ke traktus
gastrointestinal
c :debu dari Tracheobronchial compartment masuk langsung ke darah
d :dengan proses mucociliary clearance dari Tracheobronchial compartment ke traktus
gastrointestinal
e :debu dari alveolar compartment masuk langsung ke darah
f :debu dari alveolar compartment oleh makrofag ditransfer secara mucociliary escalator, masuk ke
dalam traktus gastrointestinal
g :debu dari alveolar compartment oleh makrofag ditransfer secara mucociliary escalator, masuk ke
dalam traktus gastrointestinal, tetapi prosesnya lambat
h :Secara lambat, debu dikeluarkan dari alveolar compartment oleh sistem limfe
I :Secara lambat, debu dikeluarkan dari alveolar compartment oleh sistem limfe dan ke dalam darah
J :Absorbsi debu oleh traktus gastrointestinal dan masuk ke darah
Berdasar penelitian Price (1994), faktor utama penyebab kanker paru-paru adalah
rokok, tetapi debu yang ada di udara juga berpengaruh meskipun pengaruhnya
kecil, baik yang berasal dari kendaraan bermotor, industri, dan lain sebagainya.
Debu yang bisa menimbulkan penyakit dipengaruhi oleh :
1. Ukuran partikel, yang paling berbahaya adalah yang berukuran 1 sampai 5
µm, karena partikel yang lebih besar tidak dapat mencapai alveoli
2. Kadar dan lamanya paparan, biasanya yang diperlukan kadar tinggi untuk
dapat mengalahkan kerja escalator silia, dan paparan yang lama
3. Sifat dari debu itu sendiri
4. Faktor meteorologi, seperti angin, kelembaban, perubahan temperatur
Menurut Slamet (1994), efek partikulat terhadap paru-paru berbeda dari gas,
karena ditentukan oleh diameter, bentuk, kepadatannya, sifat kimia dan fisikanya.
Partikulat yang kecil akan lebih lama tersuspensi di dalam udara, sedangkan ynag
lebih besar akan mengendap dengan berbagai kecepatan, sehingga kemungkinan
masuknya ke dalam paru-paru akan berbeda pula. Semakin lama ia dapat
bertahan dalam udara, semakin besar kemungkinannya untuk dapat memasuki
paru-paru.
Terdapat korelasi yang kuat antara pencemaran udara dengan penyakit bronchitis
kronik (menahun). Walaupun merokok hampir selalu menjadi urutan tertinggi
sebagai penyebab dari penyakit pernafasan menahun akan tetapi sulfur oksida,
asam sulfur, partikulat, dan nitrogen dioksida telah menunjukkan sebagai
penyebab dan pencetusnya asthma brochiale, bronchitis menahun dan
emphysema paru.
Hasil-hasil penelitian di Amerika Serikat sekitar tahun 70-an menunjukkan bahwa
bronchitis kronik menyerang 1 di antara 5 orang laki-laki Amerika umur antara 40-
60 tahun dan keadaan ini berhubungan dengan merokok dan tinggal di daerah
perkotaan yang udaranya tercemar.
Hubungan yang sebenarnya antara pencemaran udara dan kesehatan atau pun
timbulnya penyakit yang disebabkannya sebetulnya masih belum dapat
diterangkan dengan jelas betul dan merupakan problema yang sangat komplek.
Banyak faktor-faktor lain yang ikut menentukan hubungan sebab akibat ini. Namun
dari data statistik dan epidemiologik hubungan ini dapat dilihat dengan nyata.
WHO Inter Regional Symposium on Criteria for Air Quality and Method of
Measurement telah menetapkan beberapa tingkat konsentrasi pencemaran udara
dalam hubungan dengan akibatnya terhadap kesehatan/lingkungan sebagai
berikut:
a. Tingkat I : Konsentrasi dan waktu expose di mana tidak ditemui akibat
apa-apa, baik secara langsung maupun tidak langsung.
b. Tingkat II : Konsentrasi di mana mungkin dapat ditemui iritasi pada
panca indera, akibat berbahaya pada tumbuh-tumbuhan, pembatasan
penglihatan dan akibat lain pada lingkungan (adverse level).
c. Tingkat III : Konsentrasi di mana mungkin timbul hambatan pada fungsi-
fungsi faali yang fital serta perubahan yang mungkin dapat menimbulkan
penyakit menahun atau pemendekan umur (serious level).
d. Tingkat IV : Konsentrasi di mana mungkin terjadi penyakit akut atau
kematian pada golongan populasi yang peka (emergency level).
Tabel 2.1
Pengaruh Partikulat Terhadap Kesehatan Manusia Berdasarkan Ukurannya
Konsentrasi
Disertai dengan Waktu Pengaruh
( µg/m3 )
3
750 715 µg/m SO2 Rata-rata 24 jam Peningkatan jumlah penyakit
Rata-rata 24 jam yang lebih besar
300 630 µg/m3 SO2 Rata-rata 24 jam Pasien bronkitis kronis
Rata-rata menjadi akut
200 250 µg/m3 SO2 tahunan Peningkatan ketidakhadiran
Rata-rata pekerja-pekerja industri
100 – 130 120 µg/m3 SO2 tahunan Peningkatan penyakit
pernapasan pada anak-anak
100 Rata-rata Sulfur diatas Rata-rata dua Peningkatan angka kematian
30 mg/cm2/mo SO2 tahunan jika lebih dari 50 tahun
Rata-rata Sulfur diatas Peningkatan angka kematian
80 - 100 jika lebih dari 50 sampai 69
30 mg/cm2/mo SO2
tahun
Sumber : Peavy (1985)
1.2.2. Latihan
Jelaskan pengaruh terhadap kesehatan dari adanya pencemaran udara seperti
tercantum dalam gambar di bawah ini :
DAFTAR PUSTAKA
Cooper, C David & Alley, F.C (1994). Air Pollution Control, A Design Approach,
Second Edition. Waveland Press. Inc, United States.
Anderson PJ, JD Wilson and FC Hiller (1990), Chest, Vol 97, 1115-1120, American
College of Chest Physicians
Price, Sylvia. A and Lorraine M. Wilson (1994) Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Buku 2 Edisi 4, Penerbit Buku kedokteran EGC, Jakarta
Peavy, Howard S, Donald R. Rowe, George Tchobanoglous (1985), Environmental
Engineering, McGraw-Hill Book Company
Slamet, Juli Soemirat (1994), Kesehatan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada
Press
Goldsmith J. R. and Friberg L. T (1977), Effects of air pollution on human health. In
Air Pollution (edited by Sten A. C.), Vol. II, third edition
USEPA, (1991), Air Pollution and Health Risk, http://Www.Epa.Gov/Ttn/Atw/
3_90_022.Html, accessed 27 Desember 2005.
SENARAI
2.1 Pendahuluan
2.1.1. Deskripsi Singkat
Setelah mengetahui dampak yang ditimbulkan dari pencemaran udara, sub pokok
bahasan ini menjelaskan tentang regulasi/aturan yang digunakan dalam
mengendalikan fenomena pencemaran udara. Tentunya sebagai bahan referensi
adalah kesehatan manusia. Aturan yang akan dibahas tidak hanya yang ada di
Indonesia, namun juga dilengkapi secara garis besar peraturan tentang polusi
udara di negara maju sebagai pembanding.
2.1.2. Relevansi
Dengan mengetahui berbagai aturan pencemaran udara baik dalam skala lokal,
nasional dan internasional maka siswa akan memiliki informasi yang dapat
diperbandingkan dan dijadikan acuan dalam pembahasan pengelolaan
pencemaran udara untuk skala lokal dan nasional.
2.1.3.1 Standar Kompetensi
Dengan diberikannya prinsip-prinsip dasar pengetahuan tentang regulasi/peraturan
pencemaran udara ini maka diharapkan mahasiswa memperoleh standar
kompetensi dalam sikap dan perilaku berkarya (berpikir kritis, mandiri, kreatif,
inovatif dan tanggap terhadap lingkungan) melalui diskusi tugas identifikasi dan
analisis peraturan pencemaran udara, tugas mandiri pengelompokan peraturan.
2.2. Penyajian
2.2.1. Uraian
Peraturan di Negara-Negara Maju
Peraturan yang mengatur tentang pencemaran udara secara internasional
merupakan hasil konvensi dunia. Peraturan secara internasional ini digunakan jika
terjadi pencemaran udara yang melibatkan beberapa Negara atau lintas Negara.
Contoh konvensi yang telah ada yaitu :
a. Kyoto protocol
b. Konvensi Wina
c. Konvensi Stockholm
Tetapi jika pencemaran udara yang terjadi tidak berdampak pada Negara lain,
perturan yang digunakan merupakan peraturan yang berlaku di Negara itu sendiri.
Di Amerika menganut sistem common law, yaitu hukum – hukumnya tidak
dibukukan dan hanya mengandalkan putusan dari hakim. Clean Air Act yang
diundangkan tahun 1990 diturunkan dalam bentuk National Ambient Air Quality
Standards (40 CFR part 50) oleh EPA. Clean Air Act terdiri atas 2 tipe standar
yaitu Primary standards yang mengatur batasan untuk melindungi kesehatan
publik termasuk yang berkategori golongan “sensitif” seperti penderita asma, anak
serta lanjut usia dan secondary standards yang melindungi kesejahteraan publik
seperti jarak pandang, kerusakan ke pertanian, tanaman, hewan dan bangunan.
Tabel 2.2 National Ambient Air Quality Standards di Amerika
Primary Standards Secondary Standards
Pollutant Level Averaging Time Level Averaging
Time
Carbon 9 ppm 8-hour (1) None
Monoxide (10 mg/m3)
35 ppm 1-hour (1)
(40 mg/m3)
Lead 0.15 µg/m3 (2) Rolling 3-Month Same as Primary
Average
1.5 µg/m3 Quarterly Average Same as Primary
Nitrogen 0.053 ppm Annual Same as Primary
Dioxide (100 µg/m3) (Arithmetic Mean)
Particulate 150 µg/m3 24-hour (3) Same as Primary
Matter (PM10)
Particulate 15.0 µg/m3 Annual (4) Same as Primary
Matter (PM2.5) (Arithmetic Mean)
35 µg/m3 24-hour (5) Same as Primary
Ozone 0.075 ppm (2008 8-hour (6) Same as Primary
std)
0.08 ppm (1997 8-hour (7) Same as Primary
std)
0.12 ppm 1-hour (8) Same as Primary
(Applies only in limited
areas)
Sulfur 0.03 ppm Annual 0.5 ppm 3-hour (1)
Dioxide (Arithmetic Mean) (1300
0.14 ppm 24-hour (1) µg/m3)
Di Inggris sudah diadopsi Clean Air Act 1993 CHAPTER 11 Statutory Instruments
2007 No. 64 serta The Air Quality Standards Regulations 2007 Made 15th
January 2007. Jepang menerapkan Environmental Quality Standards in Japan -
Air Quality yang meliputi Environmental Quality Standards, Environmental Quality
Standards for Benzene, Trichloroethylene, Tetrachloroethylene and
Dichloromethane dan Environmental Quality Standards for Dioxins yang
dikeluarkan oleh Ministry of the Environment Government of Japan.
Peraturan Pencemaran Udara di Indonesia
Dari segi ketentuan atau peraturan, peraturan di indonesia tidak kalah dengan
peraturan di amerika. Karena undang undang lingkungan di indonesia sangat
bagus. Bedanya pada aplikasi peraturannya saja, negara maju lebih responsif
daripada di Indonesia.
Peraturan yang ada di Indonesia merupakan peraturan yang berkiblat pada Eropa
karena masa lalu Indonesia yang pernah dijajah oleh Belanda. Sistem yang dianut
oleh Indonesia adalah sisil law, dimana hukum- hukumnya dibukukan ke dalam
Undang – Undang.Indonesia telah meratifikasi hukum yang ada. Meratifikasi
adalah memasukkan ketentuan asing, biasanya berupa konvensi atau traktat
(perjanjian). Caranya adalah dengan membuat UU mengenai ratifikasi ketentuan –
ketentuan tersebut. Peraturan yang ada di Indonesia yang mengatur tentang
pencemaran udara diantaranya yaitu (Tamin, 2004) :
1 UU No.23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
2 PP No.41/1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara
3 KepMen KLH No.45/1997 tentang Indeks Standar Pencemaran Udara
4 Kep Kepala Bappedal No.107/1997 tentang Perhitungan dan Pelaporan
Informasi PSI
5 KepMen KLH No.KEP/MENLH/1995 tentang Emisi Sumber Tidak Bergerak
6 Kep Kepala Bappedal No. 205/1997 tentang Pedoman Teknis Pengendalian
Pencemaran Udara dari Sumber Tidak Bergerak
7 KepMen KLH No.129/2003 tentang Standar Emisi untuk Kegiatan Minyak dan
Gas
8 KepMen KLH No.35/93 tentang Standar Emisi untuk Kendaraan Bermotor
9 KepMen KLH No.141/2003 tentang Standar Emisi untuk Tipe Baru dan
Produksi Masa Kini Kendaraan Bermotor
10 KepMen KLH No.252/2004 tentang Keterbukaan Informasi baik Sumber Tidak
Bergerak dan Sumber Bergerak
11 KepMen KLH No. 50/96 tentang Standar Tingkat Kebauan
PP NO 41 tahun 1999 ini memuat tentang definisi dari pencemaran udara,dan hal
– hal yang terkait dengan pencemaran udara, misalnya pengertian mengenai
udara ambien, baku mutu udara ambien, pihak berwenang yang terkait seperti
Mentri yang ditugasi untuk mengelola lingkungan hidup, dan Gubernur. Kemudian
dibahas mengenai langkah-langkah perlindungan mutu udara, yang meliputi:baku
mutu udara ambien, status mutu udara ambien, baku mutu emisi dan ambang
batas, tingkat gangguan, indeks standar pencemar. Setelah perlindungan, yaitu
pengendalian terhadap pencemaran udara yang meliputi pencegahan pencemaran
udara untuk persyaratan penataan lingkungan hidup, penanggulangan dan
pemulihan akibat pencemaran udara, pemberitahuan keadan darurat oleh Menteri
jika cemaran pada udara membahayakan. Pihak – pihak yang melakukan
perbuatan yang mengakibatkan pencemaran udara akan dikenai sanksi dan ganti
rugi yang ketentuannya dijelaskan dalam PP ini. Selain itu juga terdapat lampiran
baku mutu udara ambien nasional seperti tercantum di bawah ini.
2.2.2. Latihan
1. Dalam peraturan pencemaran udara di Amerika, apakah kegunaan primary
standards dan secondary standards? Apakah Indonesia dapat mengadopsinya?
Jawab : Primary standards digunakan untuk melindungi kesehatan manusia
(publik), sedang secondary standards untuk melindungi kepentingan publik
termasuk tanaman, hewan dan bangunan. Indonesia belum/tidak mengadopsi
primary dan secondary standards karena kebutuhan pengendalian pencemaran
masih untuk kategori primer dan peraturan ke kepentingan publik diserahkan ke
kebijakan tiap instansi dan pemerintah daerah yang bersangkutan.
2.3. Penutup
2.3.1. Tes Formatif
1. Sebutkan 3 konvensi dunia yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas
udara!
2. Mengapa dalam peraturan tersebut untuk suatu rentang waktu persyaratan
paparan yang lebih rendah, maka batas konsentrasinya parameter yang
terkait menjadi lebih tinggi?
3. Dalam baku mutu udara ambien nasional, parameter PM2.5 baru
diberlakukan pada tahun 2002. Bagaimana konsekuensinya?
4. Mengapa dalam baku mutu udara ambien nasional, metode pengukuran
parameter-parameter juga dicantumkan?
2.3.2. Umpan Balik
Cocokkan jawaban anda dengan kunci jawaban test formatif yang ada pada
bahasan berikut ini, hitunglah jawaban anda yang benar, kemudian gunakan
rumus ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi dalam bab
ini.
Rumus :
Tingkat penguasaan = Σ jawaban yang benar x 100%
4
Arti tingkat penguasaan yang anda capai adalah :
90% - 100% : baik sekali
80% - 89% : baik
70% - 79% : cukup
60% - 69% : kurang
0% - 59% : gagal
2.3.3. Tindak Lanjut
Jika anda mencapai tingkat kepuasan 80% keatas, maka anda dapat meneruskan
dengan kegiatan belajar bab selanjutnya, tetapi jika tingkat penguasaan anda
belum mencapai 80%, maka anda harus mengulangi kegiatan belajar bab tersebut
terutama pada bagian yang anda belum kuasai.
2.3.4. Rangkuman
Setelah mengetahui dampak yang ditimbulkan dari pencemaran udara, sub pokok
bahasan ini menjelaskan tentang regulasi/aturan yang digunakan dalam
mengendalikan fenomena pencemaran udara. Tentunya sebagai bahan referensi
adalah kesehatan manusia. Aturan yang akan dibahas tidak hanya yang ada di
Indonesia, namun juga dilengkapi secara garis besar peraturan tentang polusi
udara di negara maju sebagai pembanding.
2.3.5 Kunci Jawaban Tes Formatif
1. Konvensi tersebut adalah : a. Kyoto protocol b. Konvensi Wina c. Konvensi
Stockholm
2. Hal ini berhubungan dengan studi dosis-response dimana untuk keterpaparan
konsentrasi yang kecil maka manusia dapat bertahan hidup lebih lama demikian
sebaliknya
3. Konsekuensinya mulai tahun 2002 setiap daerah wajib melakukan pengukuran
konsentrasi PM2.5 di udara ambien. Pihak-pihak yang mengemisikan PM2.5 juga
dianjurkan untuk mengukurnya agar tahu kontribusinya terhadap udara ambien.
4. Untuk pengukuran suatu parameter sangat banyak metodenya. Agar terjadi
keseragaman untuk perbandingan dengan baku mutu, maka metodenya
distandarkan. Metode yang dijadikan standar dalam baku mutu merupakan metode
yang akurat dan dapat diusahakan di seluruh Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Clean Air Act USA
Clean Air Act UK
Japan Environmental Quality Standards
Tamin, Ridwan D (2005), Assistant Deputy for Vehicles Emissions Pollution
Control, Policy And Regulation Of Air Pollution In Indonesia, paper presented
in Training of Trainer BASIC URBAN AIR QUALITY MANAGEMENT CAI Net,
September 19 – 23, 2005, Bandung
SENARAI
D.POKOK BAHASAN III
METEOROLOGI DAN SEBARAN PENCEMARAN UDARA
1.1 Pendahuluan
1.1.1. Deskripsi Singkat
Sub pokok bahasan ini menjelaskan tentang dasar-dasar sebaran polutan dalam
pencemaran udara. Berbagai tahap sebaran tersebut adalah proses adveksi,
dilusi, difusi dan dispersi, peranan angin dalam distribusi polutan, faktor turbulensi
di atmosfer, temperatur dan kestabilan atmosfer serta kelembaban udara. Setiap
tahap penjelasan akan diberikan rumus-rumus ataupun bagan untuk memperjelas
keterangan.
1.1.2. Relevansi
Materi ini diharapkan sebagai jembatan penghubung antara materi dasar
pengetahuan atmosfer dengan pengetahuan tentang model sebaran. Dengan
mengetahui dasar-dasar sebaran polutan di atmosfer, maka diharapkan
mahasiswa lebih mudah mempelajari sistem model pencemaran udara.
Sirkulasi Angin
Angin merupakan udara yang bergerak sebagai akibat perbedaan tekanan antara
daerah yang satu dan lainnya. Perbedaan pemanasan udara menyebabkan
naiknya gradien tekanan horisontal, sehingga terjadi gerakan udara horisontal di
atmosfer. Oleh karena itu, perbedaan temperatur antara atmosfer di kutub dan di
ekuator (khatulistiwa), serta antara atmosfer di atas benua dengan di atas lautan
menyebabkan gerakan udara dalam skala yang sangat besar. Angin lokal terjadi
akibat perbedaan temperatur setempat.
Pada skala makro, pergerakan angin sangat dipengaruhi oleh temperatur
atmosfer, tekanan pada permukaan tanah, dan gerak rotasi bumi. Angin bergerak
dari tekanan tinggi ke rendah, tetapi dengan adanya gaya Coriolis maka angin
akan bergerak tidak sesuai dengan yang seharusnya. Fenomena ini terjadi sampai
jarak ribuan kilometer dan terlihat dengan munculnya area semipermanen
bertekanan sedang di atas lautan dan daratan. Pada skala meso dan mikro,
keadaan topografi sangat berpengaruh pada pergerakan angin. Perbedaan
ketinggian permukaan tanah mempunyai efek pada kecepatan angin dan arah
pergerakan angin. Cahaya bulan, angin laut dan angin darat, angin lembah, kabut
di pantai, sistem presipitasi angin, dan pemanasan global adalah contoh-contoh
dari pengaruh topografi regional dan lokal pada kondisi atmosfer. Fenomena skala
meso akan terjadi sampai ratusan kilometer dan skala mikro mencapai 10
kilometer.
Gambar 3.1. Siklus angin secara global
(Sumber: Liu & Liptak, 2000)
35%
28%
21%
14%
7%
WEST EAST
WIND SPEED
(Knots)
>= 22
17 - 21
11 - 17
SOUTH
7 - 11
4-7
1-4
Calms: 16.67%
Setelah matahari terbenam dan beberapa jam pendinginan oleh radiasi, suhu
udara di daratan akan menjadi lebih rendah dibandingkan pada lautan. Lalu aliran
udara akan berpindah dari daratan yang bersuhu rendah ke lautan yang bersuhu
tinggi. Hal ini akan menyebabkan terjadinya angin darat.
Turbulensi
Secara garis besar, pola gerakan atmosfer dapat dibedakan menjadi dua macam,
yaitu aliran laminar dan aliran turbulen. Difusi turbulen terjadi pada aliran turbulen,
menyebabkan terjadinya percampuran dalam atmosfer, baik arah horisontal
maupun vertikal. Komponen penentu tingkat turbulensi di atmosfer adalah
stabilitas atmosfer atau stabilitas udara.
Dalam penelitian JICA (1995) dinyatakan bahwa parameter untuk mengetahui
stabiltas atmosfer dikemukakan oleh Pasquill dan diperbarui oleh Gifford lalu
dimodifikasi oleh Senshu. Stabiltas atmosfer ini dibagi menjadi 7 (tujuh) kelas
stabilitas, yang dibedakan dengan huruf A, B, C, D, E, dan F. Klasifikasi dari
stabilitas atmosfer dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3.1. Klasifikasi stabilitas atmosfer
Siang Hari Malam Hari
Kecepatan
Net Radiasi (γ, cal/cm2/h)
Angin
(m/sec) γ≥30 30>γ≥15 15>γ≥7.5 7.5>γ≥0 0>γ≥-1.8 -1.8>γ≥-3.6 -3.6>γ
U<2 A A-B B dD nD G G
2≤U<3 A-B B C dD nD E F
3≤U<4 B B-C C dD nD nD E
4≤U<6 C C-D dD dD nD nD E
U≤6 C dD dD dD nD nD E
Sumber : The Study On The Integrated Air Quality Management For Jakarta Metropolitan Area
Keterangan dari klasifikasi kelas :
A = sangat tidak stabil
B = tidak stabil
C = sedikit tidak stabil
D = netral
E = stabil
F = sangat stabil
G = lebih stabil dari kelas F
Secara umum, polutan-polutan di atmosfer terdispersi dalam 2 cara yaitu melalui
kecepatan angin dan turbulensi atmosfer. Turbulensi atmosfer terjadi akibat dari
gerakan angin yang berfluktuasi dan memiliki frekuensi lebih dari 2 cycles/hr.
Fluktuasi turbulensi terjadi pada arah vertikal dan horisontal, hal ini merupakan
mekanisme yang efektif untuk menghilangkan polutan di udara. Turbulensi
menyebabkan terjadinya aliran udara melalui 2 cara : pusaran thermal dan
pusaran mekanis
Pergerakan eddies (pergerakan pusaran) mempunyai pengaruh yang sangat besar
dalam proses turbulensi. Akibat pergerakan eddies akan menimbulkan
pencampuran dan pengenceran konsentrasi zat pencemar di udara, baik secara
vertikal maupun horisontal. Pergerakan eddies yang berbeda mengakibatkan
perbedaan bentuk penyebaran plume yang diemisikan oleh sumber ke atmosfer,
macam bentuk penyebaran plume tersebut adalah sebagai berikut :
1. Penyebaran plume pada pergerakan eddies yang kecil, plume bergerak
dengan pusaran kecil dalam garis lurus dan pembesaran pada potongan
melintang.
2. Penyebaran plume pada pergerakan eddies yang luas, akan menimbulkan
bentuk yang kecil tetapi mempunyai liuk yang lebar
3. Penyebaran plume pada pergerakan eddies yang bervariasi, akan
membentuk plume berukuran besar dan mempunyai liuk yang besar. Plume
ini akan bergerak pada angin permukaan (down wind)
Perubahan profil kecepatan angin selama siang dan malam hari karena kondisi
atmosfer, akan berbeda. Pada malam hari, kondisi atmosfer lebih stabil sehingga
profil kecepatan angin lebih landai dibandingkan profil pada siang hari. Perbedaan
profil kecepatan angin ini juga dipengaruhi oleh faktor kekasaran permukaan, hal
ini akan merubah gradien kecepatan angin karena ketinggian seperti terlihat pada
gambar berikut ini.
Gambar 3.4. Variasi Angin Sesuai Ketinggian Untuk
Tingkat Kekasaran Permukaan Yang Berbeda
(Sumber: Liu & Liptak, 2000)
Temperatur
Perubahan temperatur pada setiap ketinggian mempunyai pengaruh yang besar
pada pergerakan zat pencemar udara di atmosfer. Perubahan temperatur ini
disebut lapse rate. Turbulensi yang terjadi tergantung pada temperatur. Di
atmosfer sendiri diharapkan akan terjadi penurunan temperatur dan tekanan
sesuai dengan pertambahan tinggi.
Udara ambien dan adiabatic lapse rates mempengaruhi terbentuknya stabilitas
atmosfer. Dalam keadaan dimana temperatur sekumpulan udara lebih tinggi dari
sekitarnya, maka kerapatan dari udara yang bergerak naik dengan kecepatan
rendah lebih kecil daripada kerapatan udara lingkungannya dan udara berhembus
secara kontinu. Pada saat udara bergerak turun akan terbentuk aliran udara
vertikal dan turbulensi terbentuk. Keadaan atmosfer dalam kondisi di atas
dikatakan tidak stabil (unstable).
Ketika sekumpulan udara menjadi lebih dingin dibandingkan dengan udara
sekitarnya, sekumpulan duara itu akan kembali ke elevasinya semula. Gerakan ke
bawah akan menghasilkan sekumpulan udara yang lebih hangat dan akan kembali
ke elevasi semula. Dalam kondisi atmosfer seperti ini, gerakan vertikal akan
diabaikan oleh proses pendinginan adiabatik atau pemanasan, dan atmosfer akan
menjadi stabil (stable).
Jika sekumpulan udara terbawa ke atas akan melalui bagian yang mengalami
penurunan tekanan dan akibatnya kumpulanan udara itu akan menyebar. Ekspansi
tadi memerlukan kerja untuk melawan lingkungannya dan terjadi penurunan
temperatur. Biasanya proses ini berlangsung singkat karena itu untuk
menganalisanya dilakukan anggapan tidak terjadi transfer panas pada sekumpulan
udara yang ditinjau serta sekumpulan udara mempunyai kerapatan dan temperatur
sama. Kondisi atmosfer seperti ini dikatakan netral (neutral) dan dikenal dengan
lapse rate adiabatic.
Ketiga kondisi atmosfer ini terlihat pada gambar berikut ini :
Kelembaban Udara
Kelembaban adalah konsentrasi uap air air di udara. Konsentrasi dapat dinyatakan
sebagai kelembaban mutlak, kelembaban spesifik, atau kelembaban relatif. Dalam
kaitannya dengan penguapan air yang di udara yang menyebabkan berubahnya
temperatur, kandungan air dalam suhu kamar dapat mencapai 3% pada 30 °C (86
°F), dan tidak lebih dari sekitar 0.5 % pada 0 °C (32 °F). Kelembaban Relatif
adalah perbandingan menyangkut tekanan uap air di dalam gas apapun terutama
udara ke keseimbangan tekanan penguapan air, di mana gas dinyatakan jenuh
pada temperatur tersebut, dinyatakan dalam persentase perbandingan antara
massa air saat ini per volume gas dan massa per volume dari gas jenuh (Roberts,
2005). Salah satu faktor yang mempengaruhi pergerakan atmosfer secara vertikal
adalah kepadatan atau densitas udara. Densitas udara sendiri menurut Nevers
(2000) dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban. Hukum kesetimbangan gas
menyatakan bahwa kerapatan dipengaruhi perubahan nilai berat molekul (M) dan
suhu (T). Adapun berat molekul sendiri dipengaruhi oleh fraksi mol uap air sebesar
0,023 RH. Kerapatan merupakan massa volume satuan suatu zat. Massa adalah
ukuran jumlah zat, dimana sifat massa itu menimbulkan kelembaban, yaitu
menentang perubahan jumlah gerakan dan menghasilkan daya tarik gravitasi
bahan-bahan lain (Neiburger, 1995).
Kelembaban relatif dalam atmosfer merupakan unsur yang sangat penting untuk
cuaca dan uap air dalam udara. Tinggi rendahnya kelembaban udara dapat
menentukan besar kecilnya kandungan bahan pencemar baik di ruang tertutup dan
ruang terbuka akibat adanya pelarut bahan pencemar yang menyebabkan
terjadinya pencemaran. Sedangkan kelembaban udara juga dipengaruhi oleh
bangunan gedung dan pohon penghijauan di pinggir jalan dan sinar matahari.
Ditambahkan oleh Lakitan (1994), kelembaban udara yang lebih tinggi pada udara
dekat permukaan pada siang hari disebabkan karena penambahan uap air hasil
evapotranspirasi dari permukaan. Proses ini berlangsung karena permukaan tanah
menyerap radiasi matahari selama siang hari tersebut. Pada malam hari akan
berlangsung proses kondensasi atau pengembunan yang memanfaatkan uap air
yang berasal dari udara. Oleh karena itu kandungan uap air di udara dekat
permukaan tersebut akan berkurang.
Kelembaban udara umumnya adalah kelembaban relatif. Perbandingan antara
tekanan uap air aktual dengan tekanan uap air pada kondisi tempat jenuh,
umumnya dinyatakan dengan persen (%). Tekanan uap air adalah tekanan parsial
uap air dalam udara bebas di suatu tempat tertentu dengan jumlah tertentu.
.
Urban Heat Island
Akumulasi panas dalam daerah perkotaan pada siang hari akan mengakibatkan
keseimbangan radiatif pada malam hari yang berbeda dengan daerah pedesaan di
sekitarnya yang menyimpan panas lebih sedikit pada siang hari. Oleh karena itu,
akan terjadi suatu gumpalan panas di daerah perkotaan, yang isotermalnya
biasanya terletak di daerah pusat kota. Intensitas gumpalan panas ini akan
bergantung kepada :
• Kecepatan angin kritis di atas gumpalan panas,
• Awan dan presipitasi,
• Lapisan pencampuran (mixing layer).
1.2.2. Latihan
Buatlah contoh bunga angin berdasar contoh data meteorologi (angin) yang anda
peroleh minimum dalam waktu 1 hari (24 jam). Data angin yang harus ada isiannya
adalah waktu terjadinya (jam), besar kecepatan angin (bisa dalam km/jam atau
knot), arah angin (dalam tiga angka derajat sudut).
Jawab : Lihat referensi yang sudah ada, data meteorologi dapat diperoleh dari
stasiun BMG setempat.
1.3. Penutup
1.3.1. Tes Formatif
1. Jelaskan pengertian dilusi dalam pencemaran udara
2. Sebutkan aspek meteorologi yang erat kaitannya dengan sebaran polutan?
3. Bagaimana perubahan profil kecepatan angin selama siang dan malam
hari?
4. Sebutkan keadaan-keadaan yang terjadi yang berhubungan dengan
ambient lapse rate?
1.3.2. Umpan Balik
Cocokkan jawaban anda dengan kunci jawaban test formatif yang ada pada
bahasan berikut ini, hitunglah jawaban anda yang benar, dan gunakan rumus ini
untuk mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi dalam bab ini.
Rumus :
Tingkat penguasaan = Σ jawaban yang benar x 100%
4
Arti tingkat penguasaan yang anda capai adalah :
90% - 100% : baik sekali
80% - 89% : baik
70% - 79% : cukup
60% - 69% : kurang
0% - 59% : gagal
1.3.4. Rangkuman
Pencemar udara akan dipancarkan oleh sumbernya dan kemudian mengalami
transportasi, dispersi, atau pengumpulan karena kondisi meteorologi maupun
topografi. Proses adveksi, dilusi, difusi dan dispersi dapat terjadi secara simultan
di atmosfer. Pergerakan angin dapat terjadi pada skala mikro, meso dan makro.
Stabilitas atmosfer digunakan untuk menilai gerakan udara sehingga pengaruh
pencampuran dan pengenceran zat pencemar di udara dapat diprediksi.
Kestabilan atmosfer dipengaruhi oleh temperatur ambien dan lapse rate. Tinggi
rendahnya kelembaban udara dapat menentukan besar kecilnya kandungan bahan
pencemar baik di ruang tertutup dan ruang terbuka akibat adanya pelarut bahan
pencemar yang menyebabkan terjadinya pencemaran.
DAFTAR PUSTAKA
Cooper, C David & Alley, F.C. (1994). Air Pollution Control, A Design Approach,
Second Edition. Waveland Press. Inc, United States.
Liu, David H.F & Liptak, Béla G. (2000). Air Pollution, Lewis Publishers, New York.
SENARAI
II.2 SUB POKOK BAHASAN SEBARAN PENCEMARAN UDARA
2.1 Pendahuluan
2.1.1. Deskripsi Singkat
Sub pokok bahasan ini menjelaskan tentang dasar-dasar sebaran polutan dalam
pencemaran udara. Berbagai tahap sebaran tersebut adalah proses adveksi,
dilusi, difusi dan dispersi, peranan angin dalam distribusi polutan, faktor turbulensi
di atmosfer, temperatur dan kestabilan atmosfer serta kelembaban udara. Setiap
tahap penjelasan akan diberikan rumus-rumus ataupun bagan untuk memperjelas
keterangan
2.1.2. Relevansi
Materi ini diharapkan sebagai jembatan penghubung antara materi dasar
pengetahuan atmosfer dengan pengetahuan tentang model sebaran. Dengan
mengetahui dasar-dasar sebaran polutan di atmosfer, maka diharapkan
mahasiswa lebih mudah mempelajari sistem model pencemaran udara..
2.2. Penyajian
2.2.1. Uraian
Model Dispersi Pencemaran Udara
Secara umum model pencemaran udara terdiri atas dua model utama yaitu model
sebaran (dispersion model) dan model penerima (receptor model). Dengan
semakin berkembangnya sektor – sektor yang menimbulkan pencemaran udara
akan membuat peningkatan kadar polutan di udara tetapi kita tidak akan tahu
berapa konsentrasi polutan di masa datang. Oleh karena itu dibutuhkan suatu
model sebaran pencemaran udara yang membantu kita untuk mengetahui
bagaimana perilaku polutan-polutan udara di lingkungan. Model ini adalah model
kualitas udara yang seperti, model sejenisnya, memerlukan pekerjaan
pendahuluan yang akan membutuhkan waktu, terutama dalam penyiapan data
masukan sumber emisi dan intensitas emisi serta data meteorologi. Ada banyak
alasan mengapa model sangat diperlukan antara lain : dapat diketahui sumber
mana yang bertanggungjawab atas besarnya konsentrasi polutan yang diterima
oleh receptor, memprediksi perubahan konsentrasi sesuai dengan waktu,
membuat target emisi untuk sumber-sumber yang tingkat pencemarannya tinggi.
Menrut Soedomo (1990), model yang dikembangkan terdiri atas beberapa sub-
model, yaitu :
1. Submodel emisi sumber
Data masukan untuk submodel emisi adalah informasi sumber pencemar yang
ditekankan pada penggunaan energi pada sektor transportasi. Data yang
masuk dalam submodel ini akan menghasilkan emission load dari sumber emisi
transportasi, dan akan diolah datanya bersama-sama dengan hasil dari
submodel meteorologi untuk membuat model dispersi pencemar.
2. Submodel meteorologi
Data masukan untuk submodel meteorologi meliputi data arah dan kecepatan
angin, radiasi sinar matahari, dan ketinggian lapisan pencampur. Submodel ini
digunakan untuk menghitung frekuensi distribusi dari data meteorologi selama
1 tahun. Hasil keluaran submodel ini akan menjadi masukan dalam submodel
dispersi bersama dengan data keluaran submodel emisi.
3. Submodel dispersi pencemar
Menurut Colls (2002) untuk model dispersi pencemar dapat dibagi menjadi 3
model utama yaitu :
1. Model Eulerian
Secara numerik model ini dapat digunakan untuk menyelesaikan perhitungan
difusi atmosfer. Selain itu dapat juga digunakan untuk mengetahui pergerakan
emisi dari sumber titik di atmosfer. Alat untuk sensor eulerian adalah windvane
atau anemometer.
2. Model Gaussian
Model ini dibuat berdasarkan distribusi probabilitas normal gaussian dari ektor
angin dan fluktuasi konsentrasi polutan. Model ini hampir sam dengan model
eulerian tetapi lebih diperuntukkan dalam skala lebih besar.
3. Model Lagrangian
Berdasarkan proses dari pergerakan massa udara atau proses dari dispersi
partikel. Dalam pengukuran untuk model ini digunakan balon natural densitas.
F a k to r -
fa k to r
M e te o ro lo g i
Qp ⎛ y2 ⎞
C ( x, y , z ) = ⎜
. exp − ⎟.F
2πσ yσ z u ⎜ 2σ 2 ⎟
⎝ y ⎠
dimana :
⎧⎪ ⎡ ( z − He )2 ⎤ ⎡ ( z + He )2 ⎤ ⎫⎪
F = ⎨exp ⎢− ⎥ + exp ⎢− ⎥⎬
⎪⎩ ⎣ 2σ z 2σ z ⎦ ⎪⎭
2 2
⎦ ⎣
Source
Ground
Image
Source
Q ⎡ y2 ⎤ ⎡ He 2 ⎤
C= exp ⎢− ⎥ exp ⎢− 2 ⎥
πσ y σ z u ⎢⎣ 2σ y ⎥⎦
2
⎣⎢ 2σ z ⎦⎥
Qp ⎛ ( x − ut )2 y2 ⎞
C ( x, y , z ) = . exp⎜− − ⎟.F
(2π )1 / 2 σ σ yσ z ⎜
⎝ 2σ x
2
2σ y
2 ⎟
⎠
Persamaan Gaussian Puff digunakan jika tidak terdapat angin di sumber emisi
atau kecepatan anginnya sama dengan 0 (nol), kondisi ini disebut sebagai kondisi
tenang (calm condition).
Keterangan persamaan Gaussian :
C = konsentrasi pada titik perhitungan (ppm)
x = jarak dari sumber ke titik perhitungan searah arah angin (m)
y = jarak dari sumber ke titik perhitungan arah kanan atas dari arah angin
z = tinggi pada titik perhitungan (m)
Q = emission rate dari polutan (m3/dt)
u = rata-rata kecepatan angin (m/dt)
He = tinggi stack efektif
σy,z = koefisien difusi dalam arah y dan z (m)
α / γ = rate of increase of the horizontal/vertical plume width (m/dt)
t = waktu dari stack atau pipa pembuangan gas (dt)
Nilai He (tinggi stack efektif) sama dengan tinggi stack awal, karena cerobong
kendaraan bermotor diletakkan horisontal (tidak ada penambahan tinggi), berbeda
dengan cerobong industri dan rumah tangga yang diletakkan vertikal; sehingga :
He = Ho (tinggi awal stack)
Lebar Difusi Kepulan
Nilai dari σy, σz menggambarkan lebar dari distribusi konsentrasi polutan yang
keluar dari stack (pipa gas buang). Nilai σy adalah lebar difusi kepulan secara
horisontal, sedangkan nilai σz untuk lebar vertikal difusi kepulan. Persamaan JEA
(Japan Environmental Agency) untuk mensimulasikan tabel Pasquill-Gifford
digunakan untuk persamaan plume. Persamaannya sebagai berikut :
σ y ( x ) = γ y .x
αy
σ z ( x ) = γ z .x α z
dimana :
αy, γy, αz, γz = konstanta yang tergantung dari stabilitas atmosfer (Tabel 3.2)
x = jarak dari sumber ke titik perhitungan searah arah angin (m)
Tabel 3.2 Nilai Konstanta Untuk Lebar Difusi Kepulan Persamaan Plume
Kelas Arah horisontal Arah vertikal
Stabilitas αy γy x αz γz x
1.122 0.0800 0~300
0.901 0.426 0~1000
A 1.514 0.00855 300~500
0.851 0.602 1000~
2.109 0.000212 500~
0.914 0.282 0~1000 0.964 0.1272 0~500
B
0.865 0.396 1000~ 1.094 0.0570 500~
0.924 0.1772 0~1000
C 0.918 0.1068 0~
0.855 0.232 1000~
0.826 0.1046 0~1000
0.929 0.1107 0~1000
D 0.632 0.400 1000~10000
0.889 0.1467 1000~
0.555 0.811 10000~
0.788 0.0928 0~1000
0.921 0.0864 0~1000
E 0.565 0.433 1000~10000
0.897 0.1019 1000~
0.415 1.732 10000~
0.784 0.0621 0~1000
0.929 0.0554 0~1000
F 0.526 0.370 1000~10000
0.899 0.0733 1000~
0.323 2.41 10000~
0.794 0.0373 0~1000
0.921 0.0380 0~1000 0.637 0.1105 1000~2000
G
0.896 0.0452 1000~ 0.431 0.529 2000~10000
0.222 3.62 10000~
Sumber : JEA, 1993
Lebar Difusi Kepulan untuk Persamaan Puff
Tabel JEA yang diperoleh dari grafik Turner (1970) digunakan untuk persamaan
puff terlihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.3.Nilai α Dan γ Untuk Persamaan Puff
Kelas Stabilitas α γ
A 0.948 1.569
B 0.781 0.474
C 0.635 0.208
D 0.470 0.113
E 0.439 0.067
F 0.439 0.048
G 0.439 0.029
Sumber : JEA, 1993
2.2.2. Latihan
Perkiraan konsentrasi SO2 pada sisi hilir dari sebuah PLTU 1.000 MW pada jarak
1 km dan 5 km, yang menggunakan 10.000 ton batubara per hari sebagai bahan
bakarnya, kadar sulfur 1%, tinggi stack efektif 250 m, angin bergerak dengan
kecepatan 3m/det, diukur pada kondisi sedikit cerah, siang hari pada ketinggian
10 m.
x, km τ y, m τz, m
1 140 125
5 540 500
Kondisi atmosferik tidak stabil, kecepatan angin pada ketinggian stack efektif
adalah sebesar:
v = v1 (H/z1)n = 3(250/10)0,25 = 6,6 m/det.
Jumlah sulfur
= 10.000 ton/hari x 1/100
= 100 ton/hari (27.777.700 mg/detik)
Emisi SO2
= (64/32)(27.777.700)mg/det
= 55.555.400 mg/det.
Pada ground level concentration maximum (GLC), konsentrasi SO2 adalah:
C1 km = [55.555.400 /3,14.6,6 x 140 x 125] exp-[{2502/2(125)2}]
= 750 mg/m3
C5km = [55.555.400 /3,14.6,6 x 540 x 500] exp-[{2502/2(500)2}]
= 315 mg/m3
2.3. Penutup
2.3.1. Tes Formatif
1. Secara umum sebutkan dua model utama dalam pencemaran udara!
2. Sebutkan data apa yang diperlukan dalam submodel emisi sumber?
3. Sebutkan asumsi yang digunakan dalam pembuatan simulasi model!
4. Pendekatan apa yang digunakan dalam persamaan Gauss?
DAFTAR PUSTAKA
Neiburger, Morris. (1995). Memahami Lingkungan Atmosfer Kita-Terjemahan.
Ardino Purbu. Bandung. ITB.
Perkins H.C, (1974), Air Pollution (International Student Edn) McGrawHill, New
York
Turner D.B (1970), Workbook of Atmospheric Dispersion Estimates. Office of Air
Programs Pub. No.AP-26, Environmental Protection Agency, U.S.A.
Colls, Jeremy. 2002. Air Pollution, Second Edition, Spon Press Tylor & Francis
Group, London.
Cooper, C David & Alley, F.C. (1994). Air Pollution Control, A Design Approach,
Second Edition. Waveland Press. Inc, United States.
SENARAI
D.POKOK BAHASAN IV PEMANTAUAN DAN INVENTORI EMISI DALAM
PENCEMARAN UDARA
1.1 Pendahuluan
1.1.1. Deskripsi Singkat
Sub pokok bahasan ini menjelaskan tentang dasar-dasar pemantauan kualitas
udara. Aspek yang dinilai adalah bagaiman data pemantauan dapat dinilai andal,
dapat dipercaya dan memiliki rentang toleransi keakuratan pengukuran. Polutan
yang dipantau meliputi kelompok pencemar indikatif dan spesifik. Jaringan stasiun
pengamat melalui pendekatan kurva serta perhitungan juga menjadi bahasan di
sini. Frekuensi sampling kualitas udara dan metode-metode pengukuran menjadi
bahasan terakhir di sub pokok bahasan pemantauan kualitas udara.
1.1.2. Relevansi
Materi ini diharapkan dapat menjadi dasar dalam mata kuliah Pemantauan dan
Analisis Kualitas Udara di semester VI. Dengan memahami metode pemantauan
maka akan mempermudah memahami aspek pengendalian pencemaran udara.
Peralatan Sampling
Pengkondisian
Sampel
Pengumpulan
Sampel
Kontrol Aliran
& Pengukuran pada
Analyzer
Udara Bergerak
Udara Keluar
Berdasarkan perhitungan
Penentuan jumlah stasiun pemantauan berdasarkan perhitungan hanya digunakan
untuk stasiun pemantauan pencemar SO2 dan TSP. Rumus perhitungan tersebut
sebagai berikut:
N = Nx + Ny + Nz
Cm − Cs
Nx = 0.0965 × X
Cs
Cs − Cb
Ny = 0.0096 × Y
Cs
Nz = 0,0004Z
dimana:
N = Jumlah stasiun pemantauan
Cm = Nilai isopleth maksimum (ug/m3)
Cs = Nilai standar kualitas udara ambien (ug/m3)
Cb = Nilai isopleth minimum, dengan nilai kontur 10 (ug/m3)
X = Luas area dimana konsentrasi pencemar > baku mutu (km2)
Y = Luas area dimana konsentrasi pencemar < baku mutu >
Z = Luas area dimana konsentrasi pencemar ≤ background (km2)
Metoda Analisa
Berbagai jenis metode pengukuran analitik dapat digunakan untuk analisis zat
pencemar udara, dari mulai metode analitik yang sederhana dengan waktu
pengukuran yang lama seperti titrasi atau gravimetri sampai metode analitik yang
paling mutakhir, yaitu menggunakan prinsip-prinsip fisiko-kimia yang mampu
mengukur zat pencemar secara otomatis dengan waktu pengukuran berskala
detik, serta tidak memerlukan larutan pereaksi.
1.2.2. Latihan
Gambarkan stasiun pemantauan kualitas udara beserta diagram komponennya!
Jawab :
1.3. Penutup
1.3.1. Tes Formatif
1. Sebutkan 2 hal yang menjadi tolok ukur keterpercayaan dan keabsahan
data dalam pemantauan kualitas udara!
2. Sebutkan 2 hal pengakategorian zat pencemar dalam rangka pemantauan
kualitas udara, berikan pula contohnya!
3. Jelaskan hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemantauan kualitas
udara ambien!
4. Jelaskan teknik absorpsi dalam pemantauan kualitas udara!
1.3.2. Umpan Balik
Cocokkan jawaban anda dengan kunci jawaban test formatif yang ada pada
bahasan berikut ini, hitunglah jawaban anda yang benar, dan gunakan rumus ini
untuk mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi dalam bab ini.
Rumus : Tingkat penguasaan = Σ jawaban yang benar x 100%
4
Arti tingkat penguasaan yang anda capai adalah :
90% - 100% : baik sekali
80% - 89% : baik
70% - 79% : cukup
60% - 69% : kurang
0% - 59% : gagal
1.3.4. Rangkuman
Aspek penting dalam pemantauan kualitas udara adalah bagaiman data dapat
dinilai andal, dapat dipercaya dan memiliki rentang toleransi keakuratan
pengukuran. Polutan yang dipantau secara garis besar dikelompokkan menjadi
pencemar indikatif dan spesifik. Jaringan stasiun pengamat dapat dirancang
melalui pendekatan kurva serta perhitungan. Frekuensi sampling kualitas udara
dan metode-metode pengukuran menjadi hal yang diperhitungkan dalam
pemantauan kualitas udara.
DAFTAR PUSTAKA
“EPA (1997) Traceability Protocol for Assay and Certification of Gaseous
Calibration Standards” September 1997 as amended, EPA-600/R-97/121
Butler, F.E, J.E. Knoll, and M.R. Midgett (1985). Development and Evaluation of
Methods for Determining Carbon Monoxide Emissions. Quality Assurance
Division, Environmental Monitoring Systems Laboratory, U.S. Environmental
Protection Agency, Research Triangle Park, NC. June 1985. 33 pp.
National Institute for Occupational Safety and Health (1976). Recommendations for
Occupational Exposure to Nitric Acid. In: Occupational Safety and Health
Reporter. Washington, D.C. Bureau of National Affairs, Inc. 1976. p. 149
Standard Methods of Chemical Analysis (1962). 6th ed. New York, D. Van
Nostrand Co., Inc. 1962. Vol. 1, pp. 329-330.
Standard Method of Test for Oxides of Nitrogen in Gaseous Combustion Products
(Phenoldisulfonic Acid Procedure) (1968). In: 1968 Book of ASTM
Standards, Part 26. Philadelphia, PA. ASTM Designation D 1608—60.
SENARAI
II.2 SUB POKOK BAHASAN INVENTORI EMISI
2.1 Pendahuluan
2.1.1. Deskripsi Singkat
Sub pokok bahasan ini menjelaskan tentang dasar-dasar dan teknik inventori emisi
dalam pengelolaan kualitas udara. Bahasan dimulai dari dasar mengapa inventori
emisi diperlukan, tahap-tahap perencanaan inventori emisi, cakupan inventori
emisi dan prosedur estimasi emisi.
2.1.2. Relevansi
Materi ini diharapkan dapat menjadi dasar dalam pengelolaan kualitas lingkungan.
Dengan memahami metode inventori emisi maka akan mempermudah memahami
aspek pengendalian pencemaran udara.
2.2. Penyajian
2.2.1. Uraian
Umum
Inventori emisi merupakan kumpulan informasi secara kuantitas tentang
pencemaran udara dari keseluruhan sumber yang berada pada suatu wilayah
geografis selama periode waktu tertentu. Inventori emisi menyediakan informasi
dari semua sumber emisi beserta lokasi, ukuran, frekuensi, durasi waktu, serta
kontribusi relatif emisi. Inventroi emisi tersebut nantinya dapat digunakan sebagi
dasar acuan untuk tindakan pencegahan terhadap pencemaran udara pada masa
yang akan datang serta membantu dalam menganalisa aktivitas yang berperan
dalam peningkatan pencemaran di area geografi dalam studi yang dilakukan
(Canter, 1996)
Inventori emisi menyajikan perhitungan kuantitas suatu kontaminan yang
diemisikan oleh sumber tertentu dan dikombinasikan dengan emisi yang berasal
dari sumber lainnya. Metodologi dasar dari enventori emisi menggunakan rata-rata
emisi untuk setiap aktivitas yang didasarkan pada kuantitas penggunaan material
seperti bahan bakar. Penting untuk diperhatikan bahwa inventori emisi
menampilkan perhitungan rata-rata emisi dalam periode waktu tertentu dan tidak
mengindikasikan emisi yang aktual dalam satuan hari (Wilton, 2001).
Inventori emisi dapat memberikan indikasi tentang kondisi udara di lingkungan dan
gambaran kualitas udara yang ada. Dalam kaitannya dengan instrumen
pengelolaan kualitas udara, inventori emisi dapat digunakan untuk mengidentifikasi
sumber permasalahan mengenai kuallitas udara dan membantu dalam
mengidentifikasi alternatif pengelolaan untuk menyelesaikan permasalahan
pencemaran udara. Komponen selain inventori emisi dalam strategi pengolaan
kualitas udara antara lain pemantauan, pembuatan tujuan kualitas udara, analisis
damapak meteorologi serta analisis biaya-manfaat. Terdapat hubungan antara
pemantauan, model dan inventori emisi seperti terlihat pada gambar di bawah ini :
2.2.2. Latihan
Sebuah industri kertas akan melakukan test emisi VOC dalam bentuk toluene
karena bahan dasar pelarut adalah toluene. Data yang dirata-rata kan dalam
percobaan tiga kali test adalah sebagai berikut :
Stack flow rate (Qs) = 10,000 scf
Emission concentration (Ce) = 96 ppm (as toluene)
Fugitive emission capture (Effcap) = 0.90 (reasonably available control technology
(RACT)
Data lain yang didapat : jam operasi = 16 jam/hari, 312 hari/tahun
Solvent input rate (Mi) = 500 ton/tahun
Molecular weight (toluene) = 92
Unit correction factor (f) = 1.58 x 10-7 (lb-mole-min)/(jam-ppm-scf)
Rata-rata laju beban massa (the average mass loading rate) (Mo):
Mo = (f)(MW)(Ce)(Qs)
= (1.58 x 10-7)(92)(96)(10,000)
= 14 lb/hr
The emission control efficiency (Effcon) is dihitung:
Effcon = (Mi-Mo)/Mi
= [500 - ((14)(16)(312)/2,000)]/500
= 0.93 (93 percent control)
2.3. Penutup
2.3.1. Tes Formatif
1.Informasi apa saja yang disediakan dalam inventori emisi?
2. Dalam perencanaan inventori emisi, hal apa saja yang harus dipersiapkan ?
3. Dimanakah inventori emisi pada sumber titik dilakukan ?
4. Sebutkan berbagai cara metode perhitungan emisi!
2.3.4. Rangkuman
Teknik inventori emisi sangat bermanfaat dalam pengelolaan kualitas udara.
Inventori emisi menyajikan perhitungan kuantitas suatu kontaminan yang
diemisikan oleh sumber tertentu dan dikombinasikan dengan emisi yang berasal
dari sumber lainnya. Perlu perencanaan yang komprehensif dalam melakukan
inventori emisi. menampilkan perhitungan rata-rata emisi dalam periode waktu
tertentu dan tidak mengindikasikan emisi yang aktual dalam satuan hari
Inventori emisi meliputi tahap-tahap perencanaan inventori emisi, cakupan
inventori emisi dan prosedur estimasi emisi. Prosedur estimasi emisi adalah :
metode CEMs, metode source tests, metode kesetimbangan massa (material
balances), metode faktor emisi, metode model emisi, metode pendekatan
(engineering judgement).
SENARAI
D.POKOK BAHASAN V
PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA
1.1 Pendahuluan
1.1.1. Deskripsi Singkat
Pokok bahasan ini menjelaskan tentang konsep pengendalian pencemaran udara.
Pembahasan dimulai dari siklus pencemaran udara yang dihubungkan dengan
konsep pengendalian. Jenis-jenis pengendalian dapat berupa modifikasi pada
sebaran, perubahan proses, penggunaan alat pengendali. Alat pengendali yang
dipilih memenuhi best available control technology.
1.1.2. Relevansi
Dengan mengetahui konsep pengendalian pencemaran udara, maka dapat dipilih
metode pengendalian yang tepat dalam kasus pencemaran udara. Sub pokok
bahasan ini merupakan bagian besar dari konsep pengelolaan kualitas lingkungan
secara umum. Diharapkan mahasiswa dapat mengitegralkan konsep ini dalam
pengelolaan kualitas lingkungan.
Standar kontrol
Pencegahan korosi
Pemilihan Alat
Evaluasi Sumber Kontrol Peraturan
1.3. Penutup
1.3.1. Tes Formatif
1. Dimanakah posisi konsep pengendalian dalam pola pikir pengendalian
pencemaran udara?
2. Apakah mungkin dalam sebuah aktivitas manusia untuk memenuhi produksi
barang tidak memerlukan alat pengendali pencemaran udara?
3. Sebutkan tiga alternatif pendekatan pengendalian pencemaran udara !
4. Apa yang dimaksud dengan prakondisi gas dan fleksibilitas dalam
pemilihan alat pengendali pencemaran udara?
1.3.4. Rangkuman
Konsep pengendalian pencemaran udara merupakan bagian penting dalam siklus
pencemaran udara. Jenis-jenis pengendalian dapat berupa modifikasi pada
sebaran, perubahan proses, penggunaan alat pengendali. Alat pengendali yang
dipilih haruslah memenuhi best available control technology setelah melalui
pertimbangan teknis, ekonomis dan stakeholder yang terlibat.
SENARAI
2.1 Pendahuluan
2.1.1. Deskripsi Singkat
Sub pokok bahasan ini menjelaskan tentang jenis-jenis alat pengendali dimulai dari
yang sederhana seperti settling chamber hingga yang rumit dan mahal seperti
Electrostatic Presipitator. Untuk tiap alat pengendali akan dijelaskan prinsip kerja
dan dilengkapi dengan keuntungan dan kerugian serta peruntukannya.
2.1.2. Relevansi
Dengan mendalami aspek pengendalian kering ini maka diharapkan tingkat
pemenuhan terhadap baku mutu akan terjadi sehingga dampak kesehatan yang
muncul dapat diminimalisasi. Dalam prinsip perancangan alat ini, maka konsep
mikro meteorologi di pokok bahasan III perlu dibuka kembali.
g : percepatan gravitasi
dp : diameter partikel
rp : densitas partikel
r :densitas gas
m : viscositas gas
K : faktor cunningham
2.2.2. Latihan
Pabrik semen akan memasang EP sebagai alat pengendali pencemaran udaranya.
Sebelum EP dipasang settling chamber sebagai pre-treatment dengan ukuran
lebar 4 m, panjang 15 m dan tinggi 1.5 m. Ukuran diameter yang partikel yang
boleh lolos ke EP adalah <10 mikron. Laju aliran gas terukur masuk ke settling
chamber 0.6 m3/detik. Aliran udara mengikuti hukum Stokes dengan faktor
Cunningham : 1.25. Dengan data :
Berapakan efisiensi penangkapan untuk diameter 10 mikron tersebut ?
Jawab :
2.3. Penutup
2.3.1. Tes Formatif
1. Apakah maksudnya settling chamber dapat dianggap sebagai pre-cleaner?
2. Bagaimana prinsip kerja cyclone?
3. Sebutkan 2 tipe fabric filter yang sering digunakan!
4. Bagaimana tahap-tahap pengolahan dengan EP?
2.3.4. Rangkuman
Jnis-jenis alat pengendali kering dimulai dari yang sederhana adalah settling
chamber sedang yang rumit dan mahal seperti Electrostatic Presipitator. Tiap alat
pengendali kering memiliki prinsip kerja yang berbeda. Settling chamber hanya
mengandalkan gaya gravitasi, cyclone mengandalkan gaya sentrifugal dan
gravitasi, fabric filter dengan gaya intersepsi, difusi, gravitasi dan EP dengan gaya
elektrostatik dan gravitasi. Efisiensi tertinggi dicapai EP disusul fabric filter,
sedangkan terendah adalah settling chamber.
DAFTAR PUSTAKA
______.(2006) .http://yosemite.epa.gov/ 12bles5.pdf. 25 Februari 2006
______. 2005. Fabric Clean Pulse-Jet Fabric Filter.
http://www.flsmidth.com/flsmidth+airtech/english/contact/brochures/produc
t+brochures/fabricfilterfabriclean.pdf. diakses pada 27 Desember 2005
______. 2005. PTP Indarung V
Beachler, David S., Joseph, Jerry., and Pompelia, Mick. 1995. Fabric Filter
Operation Review. USA : North Carolina State University.
http://yosemite.epa.gov/oaqps/eogtrain.nsf/DisplayView/SI_412A_0-
5?OpenDocument. diakses pada 30 Desember 2005
Bethea, M. Robert. 1978. Air Pollution Control Tecnology. New York: Van Nostrand
Reinhold Company.
Buonicore and Davis. 1992. Air Pollution Engineering Manual. New York: Van
Nostrand Reinhold Company.
Copper, C. David and Alley, F. C. 1986. Air Pollution Control A Design Approach
2nd Edition. Maveland Press Inc, Illinois.
Davis and Cornwell.1998. Introduction to Environmental Engineering. Mc. Graw-
Hill Company Inc, Singapore.
Mycock, John C.,et al. 1995. Air Pollution Control Engineering and Technology.
CRC Press Inc.
SENARAI
3.1 Pendahuluan
3.1.1. Deskripsi Singkat
Menjelaskan tentang prinsip-prinsip yang menjadi dasar penyusunan ruang-ruang
kota, meliputi : sumbu, simetri, hirarki, irama, datum dan transformasi.
3.1.2. Relevansi
Didalam Interpretasi Ruang, pemahaman mengenai prinsip penyusunan ruang-
ruang kota sangat diperlukan, terutama bertujuan untuk memudahkan mahasiswa
menyusun massa 3d pada suatu tapak dengan memperhatikan faktor-faktor
penguat keberadaan suatu ruang kota.
3.3. Penutup
3.3.1. Tes Formatif
3.3.2. Umpan Balik
3.3.3. Tindak Lanjut
3.3.4. Rangkuman
3.3.5 Kunci Jawaban Tes Formatif
DAFTAR PUSTAKA
Copper, C. David and Alley, F. C. 1986. Air Pollution Control A Design Approach
2nd Edition. Maveland Press Inc, Illinois.
Nevers, Noel De. 2000. Air Pollution Control Engineering 2nd Edition. Mc. Graw-
Hill Company Inc, Singapore.
SENARAI
4.1 Pendahuluan
4.1.1. Deskripsi Singkat
Menjelaskan tentang prinsip-prinsip yang menjadi dasar penyusunan ruang-ruang
kota, meliputi : sumbu, simetri, hirarki, irama, datum dan transformasi.
4.1.2. Relevansi
Didalam Interpretasi Ruang, pemahaman mengenai prinsip penyusunan ruang-
ruang kota sangat diperlukan, terutama bertujuan untuk memudahkan mahasiswa
menyusun massa 3d pada suatu tapak dengan memperhatikan faktor-faktor
penguat keberadaan suatu ruang kota.
4.2. Penyajian
4.2.1. Uraian
Pengendalian emisi gas
Beberapa instalasi pencemaran udara juga dilengkapi pengendalian emisi gas
yang ikut dikeluarkan dengan partikulat. Bahkan ada yang hanya memiliki emisi
gas tanpa partikulat sehingga pengendalian ini penting untuk diaplikasikan.
Pengendalian emisi gas ditujukan untuk mengendalikan gas-gas yang termasuk
pencemar seperti tercantum dalam PP.41 Tahun 1999 yaitu : SO2, NO2, HC, CO,
F, Cl, SO4.
Berikut secara garis besar pengendalian emisi gas tersebut :
Kontrol SOx
Pengendaliannya juga dilakukan di sumbernya sehingga mengefisienkan
pengendalian akhirnya. Cakupan kontrolnya adalah sebagai berikut :
Konversi bahan bakar ke rendah kandungan sulfurnya
Contohnya memilih gas alam yang rendah kandungan sulfurnya. Implikasi :
biaya lebih mahal dan kelayakan bahan bakar berkurang
Desulfurisasi
Penyisihan sulfur dari bahan bakar. Contohnya dengan gasifikasi batubara,
ekstrasi pelarut
Pembuatan cerobong yang tinggi
Mereduksi konsentrasi di bagian bawah (ground level concentration).
Catatan : bukan satu-satunya solusi untuk alat kontrol.
Desulfurisasi gas sisa (flue gas desulfurization)
Pembuatan asam sulfat dari SO2
Reaksi – reaksi yang terjadi :
SO2 + 1/2O2 Æ SO3
SO3 + H2O Æ H2SO4
Kontrol NOx
Adapun pengendalian terhadap NOx hampir sama dengan kontrol SOx yaitu :
Penerapan pembakaran di luar kondisi stoikiometris
Pembatasan penambahan oksigen selain untuk bahan bakar, sehingga
membatasi terbentuknya NO dan NO2
Absorpsi
Definisi : penyisihan kontaminan gas dari suatu proses dengan melarutkan gas ke
cairan. Mekanisme : terjadi kontak yang sangat tinggi antara campuran gas
dengan cairan sehingga sebagian besar gas-gas terlarut dalam cairan.
Dalam desain absorber, efisiensi maksimum tercapai bila :
Tersedianya daerah kontak yang luas
Terjadinya pencampuran yang baik antara gas dan cairan
Tersedianya waktu kontak yang cukup antar fase
Tingkat solubilitas yang tinggi dari polutan ke absorbent
Jadi parameter yang harus diperhatikan : kelarutan gas, volatilitas gas, tingkat
korosif, kekentalan (viscosity), stabilitas kimia, toksisitas dan biaya (kalau bukan
pelarut air).
Desain umum absorber seperti halnya wet scrubber, karena pada dasarnya pada
penyisihan partikulat dengan wet scrubber polutan gas yang diemisikan juga ikut
disisihkan.
Dua jenis absorber yang umum dipakai adalah plate absorber dan packed tower
absorber. Plate absorber menggunakan pelat-pelat horizontal yang dipasang pada
menara absorber, gas –gas mengalir melalui lubang-lubang pada pelatnya.
Sementara untuk packed absorber menggunakan packing material. Parameter
desain absorber meliputi : jumlah pancaran, diameter dan tinggi menara.
Keuntungan absorber : dapat dipakai untuk gas dengan suhu tinggi, tidak
memakan tempat, meminimalkan terjadinya kebakaran, melembabkan gas yang
keluar.
Kerugian absorber : korosif, menimbulkan masalah meteorologi, hasil
penyisihannya sulit direcovery.
Adsorpsi
Proses adsorpsi menempelkan satu atau lebih kontaminan gas ke permukaan
padatan. Adsorbent biasanya merupakan padatan yang memiliki porositas yang
tinggi, sehingga proses adsorpsi berlangsung pada bagian internal padatan
tersebut.
Mekanisme : melekatnya gas-gas pada permukaan padat atau cair (adsorbent)
akibat perbedaan konsentrasi. Jenisnya ada 2 :
Adsorpsi fisik : hasil dari gaya-gaya tarik intermolekul antara adsorbent
dengan material yang diserap
Adsorpsi kimia : hasil interaksi kimia antara bahan adsorbent dengan
material yang diserap
Faktor-faktor yang mempengaruhi adsorpsi :
Temperatur : semakin tinggi suhu semakin menurunkan adsorpsi gas
polutan
Tekanan : semakin tinggi tekanan, maka proses adsorpsi akan semakin
tinggi
Kecepatan gas : semakin tinggi kecepatan akan menurunkan waktu kontak
kontaminan dengan adsorbent sehingga menurunkan tingkat adsorpsi
Kandungan partikulat : adanya partikulat akan menurunkan efisiensi proses
adsorpsi.
Metode regenerasi : Injeksi udara panas ke dalam absorber kemudian
dikondensasi.
Jenis-jenis adsorbent yang dipakai : karbon aktif, activated alumina, silica gel
Gambar Skematik Instalasi Adsorber (US EPA, 1991)
Kondensasi
Mekanisme : Konversi gas atau uap menjadi cairan melalui penurunan suhu dan
atau penaikan tekanan.
Tipenya :
Kondenser kontak langsung : medium pendingin dengan uap-kondensat
saling kontak dan bergabung
Kondenser kontak tak langsung : medium pendingin dan uap-kondensat
dipisahkan oleh suatu area permukaan
Kondenser biasanya digunakan sebagai pre-treatment bagi alat kontrol gas lain
karena dapat mengurangi volume gas yang harus diolah.
Gambar Skematik Instalasi Kondenser (US EPA, 1991)
Insinerasi
Pembakaran sempurna antara udara (oksigen), limbah dan bahan bakar dengan
kondisi temperatur yang tinggi, pengadukan turbulen antar komponen, waktu
tinggal yang cukup. Dengan pembakaran sempurna akan didapat perubahan
hidrokarbon menjadi CO2 dan air. Destruksi termal kebanyakan senyawa organik
terjadi antara 590 C – 650 C, namun operasi insinerator mencapai suhu lebih dari
980 C untuk menjamin pembakaran organik yang komplet.
Ada 2 tahap dalam pembakaran :
pembakaran bahan bakar
terjadi cukup cepat dan irreversibel serta menghasilkan gas dengan suhu
cukup tinggi
pembakaran polutan.
Terjadi oksidasi polutan dari gas yang sudah bersuhu tinggi tadi menjadi
produk yang tidak berbahaya
Operasi insinerasi bertipe :
Otomatis
Operator tinggal menyetel tombol on dan off
Semi-otomatis
Operator harus menyetel input-input yang diminta sistem kontrol melalui
tombol-tombol dan valve tertentu
Manual
Semua kontrol insinerasi disetel secara manual oleh operator kecuali
kondisi darurat untuk dimatikan masih bersifat otomatis.
4.2.2. Latihan
4.3. Penutup
4.3.1. Tes Formatif
4.3.2. Umpan Balik
4.3.3. Tindak Lanjut
4.3.4. Rangkuman
4.3.5 Kunci Jawaban Tes Formatif
DAFTAR PUSTAKA
EPA. 1978. Technology Transfer Handbook--Industrial Guide for Air Pollution Control.
EPA. 1991. Handbook: Control Technologies for Hazardous Air Pollutants.
Environmental Protection Agency. Research Triangle Park, North Carolina.
SENARAI