Está en la página 1de 27

Perkembangan Ekonomi Vietnam dan Perubahan Sosial Masyarakatnya

Oleh : Letare Arnaldo M

NIM : 0700637

Vietnam merupakan negara yang pertumbuhan ekonominya selalu tinggi


dalam 10 tahun belakangan. Pada tahun 2007 pertumbuhan itu bahkan
mencapai 8,5 persen atau yang tertinggi dari rata-rata pertumbuhan
ekonominya sebesar 7,5 persen. Bank-bank di sana juga tercatat paling agresif
menyalurkan kredit akibat tingginya permintaan akan bahan bangunan dan
material lainnya untuk sektor properti.

Perekonomian Vietnam berada dalam masa transisi dari ekonomi terpusat


yang direncanakan murni berdasarkan pertanian ke pasar ekonomi sosialis.
Seperti yang tertulis dalam karya Nirmala Ayu Nunggraini (2010), pada tahun
1986, Vietnam memulai pada sebuah reformasi ekonomi yang dikenal sebagai
‘Doi Moi’ yang membuka jalan bagi Vietnam. Pada dasarnya, reformasi
ekonomi ini termasuk rencana yang diarahkan pada pengembangan pasar
multi-sektoral, mereformasi perbankan, hukum, fiskal dan moneter sistem,
mengendalikan inflasi dan anggaran nasional; dan menciptakan lingkungan
yang kondusif untuk menarik investasi, khususnya investasi langsung asing.
Pertumbuhan tahunan dalam PDB rata-rata 8,2% untuk periode 1991-1995,
dan pertumbuhan beberapa tahun ke depan diharapkan berada dalam kisaran
9-10%. Meskipun PDB per kapita masih rendah bila dibandingkan dengan
negara-negara Asia Tenggara, jelas ada potensi kuat untuk pertumbuhan dan
investor asing telah berkelompok sejak proses reformasi dimulai.

Pertumbuhan produksi industri total telah melebihi 10% per tahun sejak tahun
1991. Oleh karena itu, industri dan konstruksi bersama-sama membentuk
sekitar 30% pada tahun 1995, naik dari 23% pada tahun 1990. Demikian pula,
sektor jasa telah berkembang menjadi 43% dari total PDB, naik dari 39% pada
tahun 1990. Hal ini menunjukkan bahwa struktur ekonomi Vietnam bergeser
dari pertanian menuju industri dan jasa.

Vietnam juga telah berhasil mengendalikan inflasi, yang telah turun dari angka
tiga digit sebelum reformasi menjadi 5,2% pada tahun 1993, 14,4% pada
tahun 1994 dan 12,7% yang diharapkan pada tahun 1995. Ini merupakan
prestasi cukup signifikan dalam waktu singkat.

Pertumbuhan dalam perdagangan internasional Vietnam juga amat


mengesankan. Hal ini dapat dilihat dari ekspor pada tahun 1994 total US $
4050000000, yang mengalami kenaikan dari US $ 2,4 miliar pada tahun 1990,
sedangkan total impor lebih dari dua kali lipat, dari US $ 2750000000 menjadi
US $ 5830000000 pada tahun 1990 dan 1994. Pertumbuhan impor ini tentu
saja didorong oleh permintaan atas barang modal, mengikuti aliran kuat dari
investasi langsung asing.

Ekspor utama Vietnam adalah minyak mentah, tekstil dan garmen, beras, kopi,
karet, batu bara, perikanan dan hasil olahan hutan. Meskipun produk pertanian
masih mendominasi dalam daftar ekspor, hal ini akan berubah seiring usaha
Vietnam memperluas basis industri nya. Dari segi produk impor, impor utama
Vietnam adalah produk minyak bumi, baja, pupuk, elektronik, mesin dan
peralatan.

Pada saat ini mitra dagang utama Vietnam adalah Jepang, Singapura, Hong
Kong, Taiwan, Korea dan Uni Eropa, dan perdagangan dengan negara Asia
merupakan 80% dari total keseluruhan perdagangan. Sebelum tahun 1990,
mitra utama Vietnam dalam perdagangan adalah negara-negara sosialis
terutama Uni Soviet. Pada masa sekarang, Vietnam telah memperluas pasar di
luar negerinya dengan mempromosikan industri berorientasi ekspor dan
menempatkan penekanan pada substitusi impor barang-barang manufaktur.

Di sisi lain pertumbuhan ekonomi tinggi tak bisa dipungkiri telah memicu
tumbuhnya kelas menengah di Vietnam. Kelas itu, kini bermunculan di Hanoi
dan Ho Chi Minh, dua kota terbesar di Vietnam dan membelanjakan uangnya
untuk menjemput kemewahan. Pada umumnya para remaja dan pemuda di
Vietnam mulai menerapakan gaya hidup hedonis seiring mereka mencari gaya
hidup modern. Sementara para wanitanya mulai menyukai membeli produk-
produk dengan merek yang mendunia seperti Louis Vuitton, Bulgari dan
Cartier. Louis Vuitton bahkan berencana meningkatkan gerainya di Hanoi
sampai tiga lantai untuk mengantisipasi banyaknya pembeli. Hitungan itu
dibuat berdasarkan jumlah pembeli yang mencapai 170 orang setiap minggu
dengan nilai belanja US$ 5 ribu per orang

Pendapatan per kapita Vietnam memang hanya berkisar US$ 480 atau masih
jauh lebih kecil dari pendapatan per kapita Indonesia yang mencapai US$ 830
atau Thailand yang sebesar US$ 1.987. Namun hampir setiap akhir pekan,
gerai-gerai mebel dan elektronik di Hanoi penuh sesak dipadati pengunjung.
Mereka datang bukan hanya sekadar untuk cuci mata, namun juga
menghamburkan uang: membeli sofa kulit seharga US$ 2.500 atau televisi
layar datar berukuran 50 inci seharga US$ 11 ribu.

Banyak faktor yang berperan untuk kenyataan konsumsi yang mencolok itu.
Beberapa analis menghubungkannya dengan korupsi pemerintah dan booming
di sektor properti. Namun tumbuhnya sektor swasta dalam empat tahun
terakhir, telah menyulap banyak keluarga di kota-kota besar mempunyai lebih
banyak uang dibanding masa sebelumnya. Banyak dari kekayaan mereka yang
tak terdata dan terbebas dari pajak.

Kalkulasi yang dibuat oleh Bank Dunia pada 2002, juga mengejutkan. Di dua
kota besar itu, setiap US$ 1 yang dibelanjakan penduduknya berharga lima
kali lebih besar dibanding nilai yang sama yang digunakan di Amerika. Dengan
kalimat lain, setiap empat orang di Hanoi dan Ho Chi Minh sebenarnya telah
membelanjakan US$ 20 ribu pada tahun itu.

Apa yang terjadi di Hanoi dan Ho Chi Minh memang terasa timpang jika
dibandingkan dengan daya beli sebagian besar penduduk Vietnam yang
tinggal di pedesaan, karena setiap empat penduduk pedesaan hanya
membelanjakan US$ 2.500 atau delapan kali lebih kecil. Pertumbuhan
ekonomi tampaknya memang selalu menciptakan jarak antara yang miskin
dan kaya. Masalahnya menurut hitungan Bank Dunia, jarak itu masih belum
selebar ketimpangan yang terjadi di Cina. Karena di Vietnam, meskipun
sedikit, penduduk desanya juga mulai menikmati kemakmuran. Mereka juga
diuntungkan dengan kiriman dari keluarga mereka yang bekerja di Hanoi dan
Ho Chi Minh.
GAMBARAN TEORI MODERNISASI

Perspektif teori Modernisasi Klasik menyoroti bahwa negara Dunia Ketiga


merupakan negara terbelakang dengan masyarakat tradisionalnya. Sementara
negara-negara Barat dilihat sebagai negara modern. McClelland menyarankan
agar Dunia Ketiga mengembangkan dirinya untuk memiliki nilai-nilai
kebutuhan berprestasi yang dimiliki Barat untuk menumbuhkan dan
mengembangkan kaum wiraswasta modernnya. Artikel diatas,
menggambarkan keinginan kuat masyarakat untuk mengadaptasi nilai-nilai
“gaya hidup” Barat sebagai identitas modernnya. Secara kasat mata dapat
dikatakan telah terjadi proses homogenisasi budaya dunia. (fastfood) dengan
hanya mencontoh (akulturasi) atau melakukan “cultural borrowing”
(westernisasi). Hal ini sejalan dengan aliran pemikiran yang berakar pada
perspektif fungsionalisme maka aliran modernisasi memiliki ciri-ciri dasar
antara lain: ”Sumber perubahan adalah dari dalam atau dari budaya
masyarakat itu sendiri (internal resources) bukan ditentukan unsur luar”.

Modernisasi pada artikel diatas digambarkan tidak hanya menyentuh wilayah


teknis, tetapi juga menyentuh nilai-nilai, adanya karakteristik ditemukan
sebagian dari ciri-ciri manusia modern sebagaimana menurut Alex Inkeles
(1969-1983) dalam teorinya “Manusia Modern”, yaitu :

o Sikap membuka diri pada hal-hal yang baru.

o Tidak terikat (bebas) terhadap ikatan institusi maupun penguasa tradisional.

o Percaya pada keampuhan ilmu pengetahuan

o Menghargai ketepatan waktu

o Melakukan segala sesuatu secara terencana

Bila dalam teori Modernisasi Klasik, tradisi dianggap sebagai penghalang


pembangunan, dalam teori Modernisasi Baru, tradisi dipandang sebagai faktor
positif pembangunan. Sebagaimana digambarkan pada artikel tersebut,
masyarakat tradisional Vietnam pada dasarnya memiliki ciri yang dinamis,
mengolah “resistensi” serbuan budaya Barat sesuai dengan tantangan inetrnal
dan kekuatan eksternal yang mempengaruhinya. Teori ini merumuskan
implikasi kebijakan pembangunan yang diperlukan untuk membangun Dunia
Ketiga sebagai keterkaitan antara negara berkembang dengan negara maju
akan saling memberikan manfaat timbal balik, khususnya bagi negara
berkembang. Namun tidak dapat dipungkiri juga bahwa teori Modernisasi, baik
klasik maupun baru, melihat permasalahan pembangunan lebih banyak dari
sudut kepentingan Amerika Serikat dan negara maju lainnya.

Daftar Pustaka

Ensiklopedia Indonesia seri geografi, edisi baru (Asia)

Skripsi:

Nunggraini, Nirmala Ayu. 2010. Perubahan Ekonomi Vietnam Menuju World


Trade Organization (WTO). Universitas Muhammadiyah Malang

Internet
Rusdi GoBlog, Melihat Ekonomi Vietnam.

http://rusdimathari.wordpress.com/2008/02/03/melihat-ekonomi-vietnam/

http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|
id&u=http://www.adb.org/Documents/ERD/Working_Papers/WP042.pdf

Bloomberg ,Vietnam GDP Growth Quickens to 6.4% on Bank Lending


Mempercepat Pertumbuhan PDB Vietnam menjadi 6,4% pada Bank Lending
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|
id&u=http://www.businessweek.com/news/2010-06-30/vietnam-gdp-growth-
quickens-to-6-4-on-bank-lending.html

Wikipedia, Ekonomi Vietnam http://translate.google.co.id/translate?


hl=id&langpair=en|id&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Economy_of_Vietnam

Vietnam Makin Terbuka

Selasa, 25 Maret 2008 - 11:26 wib

TAY NINH - Pemimpin komunis di Vietnam mulai memberikan kebebasan


dalam upaya meningkatkan kerja sama perdagangan dengan Amerika Serikat
(AS).

Keterbukaan ini membuka pintu bagi para penganut agama di Vietnam,


khususnya aliran kepercayaan yang selama ini dilarang, Caodai. Caodai adalah
aliran kepercayaan yang telah menyebarkan kepercayaannya di Vietnam sejak
1920-an. Caodai menganggap Joan of Arc, Sun Yat Sen, serta Victor Hugo
sebagai orang suci.

Mereka menyatukan Barat dan Timur sehingga menghasilkan ajaran sendiri


dengan berpatok pada ajaran Buddha dan Katolik. Setelah kelompok komunis
Vietnam menguasai daerah bagian selatan pada 1975, Hanoi menekan Caodai
sehingga memaksa mereka untuk hidup sembunyi-sembunyi di tengah migran
dari seluruh dunia yang menempati daerah tersebut.

Namun, beberapa tahun belakangan Vietnam mulai mengizinkan pengikut


aliran kepercayaan untuk berekspresi. Hal ini karena Vietnam ingin
mengurangi imej bahwa negara tersebut melarang kebebasan beragama di
mata AS sehingga bisa menjadi rekan dagang utamanya.

Vietnam berencana untuk melakukan perdagangan bebas yang tergantung


pada sektor ekspor dan investasi asing.Perusahaan AS seperti Intel Corp dan
Ford Motor Co menanamkan investasi yang cukup besar di Vietnam.
Sebelumnya AS melakukan embargo terhadap Vietnam untuk urusan ekonomi
selama kepemimpinan Bill Clinton pada 1994.

Saat ini konsumen AS telah membeli satu per lima dari total ekspor Vietnam
sehingga membantu Vietnam meningkatkan pertumbuhan ekonominya hingga
mencapai 7,5 persen semenjak 2000. Terkadang, isu agama muncul di dalam
transaksi perdagangan.Kongres AS telah beberapa kali menegaskan bahwa
mereka adalah negara yang menjunjung kebebasan beragama ketika
melakukan negosiasi perdagangan dengan Vietnam.
Bahkan, Presiden George W Bush sempat mengunjungi Gereja Katedral yang
ada di Hanoi ketika menghadiri pertemuan ekonomi pada 2006. Pemimpin
Vietnam yakin bahwa mereka tidak akan bisa meningkatkan hubungan dengan
AS jika masih mengekang agama dan kepercayaan.

Maka, pemerintah mulai membuat jaringan dengan tokoh-tokoh agama.


Perdana Menteri Vietnam Nguyen Tan Dung mengunjungi Paus Benediktus XVI
di Vatikan tahun lalu untuk meningkatkan hubungan dengan gereja-gereja
Katolik.Agamaagama besar seperti Katolik, Buddha,dan Caodisme saat ini
dilindungi pemerintah yang ditetapkan sejak 2004.

Bagi Caodisme, sikap pemerintah ini membantu proses perekrutan ketika


masyarakat banyak yang pindah ke perkotaan untuk memperbaiki hidup
mereka sehingga membutuhkan agama sebagai pegangan. Lu Duc Ly, 25,
mengaku bahwa dia menganut Caodisme setelah dia pindah ke Kota Ho Chi
Minh yang berpenduduk sekitar 10 juta orang untuk bekerja sebagai penjaga
pintu.

"Ini adalah cara saya untuk menghabiskan waktu ketika saya tidak bekerja,"
ujarnya. Pengikut Caodisme kebanyakan berada di Tay Ninh. Sebagian ajaran
tersebut berpegang pada Vatikan yang kebanyakan mengikuti Katolik. Orang
suci yang mereka sembah kebanyakan berasal dari seorang nasionalis atau
tokoh revolusioner dalam sejarah.

Semenjak kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam rangka mengambil


simpati AS agar bisa menjadi rekan dagang utama Vietnam, Caodisme
mengalami ledakan pengikutnya. Kekuasaan terbesar Caodisme dipegang
Thuong Tam Thanh yang berusia 74 tahun. Dia mengaku khawatir apakah
tempat ibadah yang tersedia sekarang bisa menampung ribuan pengikut.

"Kami tidak pernah melihat pengikut sebanyak ini dalam 10 tahun terakhir,"
ujarnya. Di dalam Kuil Caodis Grand Divine, terpampang patung Yesus,
Buddha, dan Konfusius. Sementara sang pendeta menerangkan bahwa banyak
cara untuk mendapatkan pencerahan.Kebebasan mereka berekspresi baru
terlaksana belakangan ini, tetapi kebebasan tersebut belum terealisasi dalam
politik.

Beberapa kelompok Protestan yang aktif dalam komunitas suku dilarang


begitu pula dengan kelompok- kelompok Buddha yang ada di Vietnam. "
Memang beberapa hak beragama mulai terbuka akan tetapi masih banyak hal
lain yang masih dilarang," ujar Pastor Le Trong Cung,seorang pemuka Katolik
Roma di Hanoi.

Dia mengatakan, pengangkatan pastor ke beberapa provinsi harus disetujui


pemerintah. Hingga sekarang Gereja Katolik masih dilarang membuka sekolah
walaupun negara tersebut kekurangan institusi pendidikan. Meski demikian,
sikap pemerintah yang mengizinkan kebebasan beragama telah menambah
pengikut Katolik hingga menjadi tujuh juta orang pengikut.

Hal ini mengakibatkan masalah baru, yaitu persaingan antara Katolik dengan
Caodisme. Pemerintah Vietnam melegalkan Caodisme pada 1997 walaupun
beberapa ritual masih dilarang, seperti melakukan pemanggilan roh untuk
menunjuk pendeta.

Pemicu diizinkannya Caodisme terjadi pada 2006, ketika itu pemerintah


mengizinkan salah satu pendiri Caodisme untuk dikuburkan ke tanah airnya
dari Kamboja. Padahal, sebelumnya pemerintah melarang adanya upacara
agama apapun selama puluhan tahun."Kami telah mengalami berbagai
kesulitan selama ini, tetapi sekarang keadaannya jauh lebih baik," ujar Tanh.
(Rahma Regina/Sindo/rhs)

http://economy.okezone.com/read/2008/03/25/213/94430/213/vietnam-makin-
terbuka

Gelembung Aset Ancam Vietnam

Selasa, 23 Maret 2010 - 07:47 wib

HANOI - Bank Dunia menyatakan Vietnam menghadapi risiko


penggelembungan aset dan lonjakan harga seperti yang terjadi pada 2008.
Tapi, ancaman ini bisa menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi Vietnam.

"Sekarang kita kembali menghadapi situasi dimana impor tetap menjadi


tantangan utama pemerintah. Tapi, kita tetap yakin kebijakan pragmatisme
dan heterodox Vietnam membuat pemerintah mampu mempertahankan
pertumbuhan dan berkelanjutan," kata Wakil Presiden Bank Dunia untuk Asia
Timur dan Pasifik James Adams kemarin, seperti dikutip dari Reuters, Selasa
(23/3/2010).

Tapi, tantangan pemanasan ekonomi seperti yang tejadi 2008 tetap terbuka.
Sebab, volume perdagangan pasar modal sangat tipis sehingga ancaman
fluktuasi harga aset tetap ada.(Achmad Senoadi/Koran SI/css)

http://economy.okezone.com/read/2010/03/23/213/315088/213/gelembung-
aset-ancam-vietnam

Hanoi (12) - kemajuan ekonomi


Vietnam
OPINI | 19 February 2009 | 17:57

Majalah Vietnam Business Forum, English version, edisi Dec, 2008 dan koran2
Hanoi berbahasa Inggris menjadi bacaan saya di dua hari terakhir di Hanoi.
Menarik sekali mencermati investasi-investasi di Vietnam dan kemajuan
ekonomi yang sudah dicapai oleh Vietnam, berita itu ada dilaporan bisnis
dimedia itu. Inilah ringkasannya.

Vietnam National Shipping Lines (Vinalines) akan membangun Hai Phong


Container Depot di pelabuhan Hai Phongh City. Total investasi USD 30,17 juta
dan menjadi bagian dari Long Term and Medium Term of development
strategy sampai 2020. Menurut Vietnam Maritime Adm, terminal baru ini
mampu menghandle container sebanyak 4.500.000 TEU/yr = 375.000 TEU/mo
= 15.000 TEU/day. Bukan main besar sekali pelabuhan baru itu, lebih besar
dari Depo terminal container bekas milik Humpuss di Tg Priok, yang dijual
kepengusaha Hongkong.

Vina Capital akan invest di My Dinh Hanoi diatas tanah seluas 4 ha, disebut
sebagai New Urban Township atau The Time Square Hanoi populer disebut Big
C, letaknya ditengah kota dekat National Conventio Centre dan Nation Sports
Stadium di My Dinh Hanoi. Proyek ini akan menghabiskan dana sebesar USD
50 juta.

Vietnam Airlines telah menandatangani contract to buy another six ATR72-500


planes, senilai USD 112 juta, yang akan diserahkan pada bulan 2010. Yang
lima ATR72-500 planes sudah diserahkan December 2007 yang lalu. Vietnam
akan m4enjadi the biggest ATR fleet in Southeast Asia. Vietnam Airlines
sekarang mengoperasikan 50 planes, sebagian besar jenis ATR karena
modern, energy-sving and environmentally- friendly technology.

Vietnam akan memfokuskan kegiatannya dalam “Building Towards the Bogor


Community”. Dimana ada tiga hal yaitu 1)To boost regional economic
integration 2) to build a sustainable development. Vietnam has framework on
environment, liberalise commerce, service, intensify energy, efficiency of
energy usage, develop food program.

Asean Tourism Forum 2009 diadakan di Hanoi dari tgl 5-12 Januari 2009.
Persiapan2 yang intens (waktu itu) sedang dilakukan meliputi hotel room,
conference area, dan 250 volunteers yang sudah selesai ditrained. Para
sukarelawan ini akan mendampingi para delegasi dari negara2 Asean. Ada 572
kamar telah dibook oleh para delegasi Asean. Kabar beritanya, Forum Turisme
di haoi sukses besar, menteri turis pak Jero Wacik datang dengan rombongan
yang besar, yang terdiri dari pelaku industri turisme. Dari perhotelan, dari
agen perjalanan, dari Garuda semua datang untuk memasarkan produk2 turis
yang dimiliki oleh Indonesia.

Selama 11 bulan di tahun 2008, turis2 yang datang ke Vietnam berjumlah 3,8
juta orang. . naik 11% dibanding tahun 2007. Ada pantai berpasir putih
bernama Khanh Hoa, yang mulai diminati turis2, tetapi untuk ke Khanh Hoa
para turis harus menginap di Hanoi atau di Ho Chi Minh semalam, karena di
Khank Hoa tidak punya airport. Padahal booking kamar di Hanoi dan di Ho Chi
Minh sekarang sulit, Kamar2 penuh terus. Pantai berpasir putih macam seperti
di Khanh Hoa banyak dijumpai di tanah air kita tercinta.

Prime Minister Nguyen Tan Dung mengadakan meeting dengan 50 State


Groups and Corp. (Grup BUMN nya Vietnam) tgl 16 Dec 2008. Dilaporkan
bahwa 40% GDP disumbangkan oleh State Interprises of Vietnam di tahun
2008. Dihadiri oleh executive dari Banking. Coal, Energy, Textile and Garment,
Oil and Gas, Electricity, Rubber group, Construction dlll. Rupanya di Vietnam
tidak ada Menteri BUMN, semua BUMN lapor ke PM. Wah ramai deh

Industrial Estate yang terletak di pinggir jalan dari kota Hanoi ke airport Noi
Bai (40 km) dipenuhi dengan gedung pabrik modern dari Jepang. Ada pabrik
Panasonic besar dan luas, ada pabrik Yamaha juga besar dan luas, ada pabrik
Canon yang besar dan luas dan lain2 merk Jepang yang lebih kecil dari itu.
Pabrik2 itu kelihatan modern, luas, teratur. Selalu ada tempat untuk
menampung sepeda2 para karyawan, yang ukurannya luas juga. Saya juga
ingat dijalan menuju Halong Bay berdiri pabrik2 dari Korea yang besar2 dan
luas, umumnya pabrik sepatu, textile dan garment. Ada juga LG disitu.
Rupanya pabrik2 Jepang tidak mau hidup berdampingan dengan pabrik2
Korea, Mereka berdua bersaing dengan keras, bersaing di technologi, efisiensi
dan harga.

Vietnam relative pemain baru dibidang crude oil, namun sekarang sudah
menjadi nomer tiga di Asean, menghasilkan 400.000 barrel crude oil per day.
Guru Petroleum Vietnam yang pertama kali yang mengajarkan adalah
Pertamina. Ya benar Pertamina yang memberi peluang dengan menerima
kader Petroviet untuk belajar mengelola bisnis minyak bumi. Namun akhir2 ini,
Petroviet sudah berpaling muka, akhir2 ini banyak orang2 Petroviet yang
berguru ke Petronas Malaysia

Walau masih disebut ‘poor country’ namun GDP nya pertahun di tahun 2007
mencapai USD 280 Billion at PPP (purchasing power parity) Kalau dihitung cara
lain hanyalah USD 70,9 Biilion at nominal. Income per capita at nominal USD
828 karena penduduk Vietnam 86,1 juta.

Hasil pertanian cashew nuts terbesar didunia, sharenya 1/3 dari dunia. Hasil
persawahan di Vietnam yang ditanami padi menghasilkan padi, sekarang
nomer dua didunia setelah Thailand. Share GDP Vietnam hasil pertanian
mencapai 20% dari GDP total.

Selama puluhan tahun, Vietnam harus berjuang untuk menyediakan beras


untuk penduduknya sendiri. Ketahanan pangan di Vietnam mendapat
perhatian serius dari pemerintahnya. Apa yang terjadi sekarang ditahun
2008 ? Benar2 mencengangkan. Sudah dua-tiga tahun ini mulai 2006, Vietnam
surplus produksi beras rata2 4,5 juta ton. Luar biasa. Vietnam telah mampu
mengeksport berasnya ke luar negeri dan menjadi exporter kedua sesudah
Thailand. Vietnam telah menikmati menjadi Negara surplus beras, melewati
Philippines dan Indonesia. Export beras di tahun 2007 sebanyak lebih dari 3
juta ton, dengan harga rata2 USD 625 per ton, devisa yang dihasilkan USD 2
milyar. Angka yang fantastik.

Vietnam serius dalam membangun ekonomi, mengejar ketinggalannya.


Tujuannya menyamai Thailand dan Indonesia. Bagaimana Indonesia ? Apa mau
disamai oleh Vietnam dalam kemajuan ekonomi 10 tahun dari sekarang ?
Kalau melihat angka dibawah ini kemungkinan itu ada.

Vietnam Consultative Group Meeting 2008, yang diadakan baru2 ini di Hanoi,
memberikan gambaran ekonomi Vietnam secara makro. Prime Minister
Nguyen Tan Dung mengatakan bahwa Export turnover selama 11 bulan di
tahun 2008 tumbuh 34% dibanding 11 bulan di tahun 2007. Foreign
investment rose with total registered capital value reaching USD 60 billion.

GDP growth rate mencapai 6,7%, budget collection exceeding the annual
target by 23,5%. The rate of poor households fell to 13%. The World Bank
made the biggest pledge (hutang ke Vietnam) sebesar USD 1.66 billion. Uni
Eropa memberikan hutang USD 893,4 million. Total jumlah hutang USD 6
billion untuk tahun 2009 nanti.

Sumber : http://umum.kompasiana.com/2009/02/19/hanoi-12-kemajuan-
ekonomi-vietnam/
Potensi Ekonomi dan Perdagangan Vietnam
Sejak pembaruan dimulai tahun 1986, secara berangsur pembangunan
nasional Vietnam di segala bidang mengalami kemajuan. Perekonomian
bahkan tumbuh sebagai salah satu yang tertinggi di dunia, terus menerus dan
dalam jangka waktu panjang.

Hal itu tidak terlepas dari kebijakan pemerintah untuk membuka sektor
perekonomian bagi investasi asing.

Keamanan dan stabilitas politik yang cukup stabil, ditambah berbagai


kemudahan bagi FDI, menyebabkan Vietnam sebagai salah satu negara tujuan
utama FDI.

Pada tahun 2008, jumlah FDI melebihi USD 40 miliar. Dalam kondisi
perekonomian dunia menurun pada 2009, Vietnam masih mampu menarik FDI
lebih dari USD 10 miliar.

Pebisnis Indonesia, juga merupakan sebagai salah satu investor di Vietnam.


Investasi langsung Indonesia pada awal 2010 berjumlah sekitar USD 200 juta,
dan yang melalui negara ketiga jumlahnya lebih dari USD 2 miliar.

Vietnam juga mulai menonjol di bidang perdagangan internasional. Pada tahun


2008 perdagangan luar negerinya berjumlah USD 143,3 miliar, terdiri dari
ekspor USD 62,6 miliar dan impor USD 80,7 miliar.

Perdagangan Indonesia dan Vietnam pada tahun 2008 mencapai lebih dari
USD 2,5 miliar. Neraca perdagangan Indonesia selalu mengalami surplus.

Potensi kerja sama ekonomi, perdagangan dan investasi Indonesia dan


Vietnam cukup besar dan perlu dimanfaatkan.

Sumber :
http://www.deplu.go.id/hanoi/Pages/TipsOrIndonesiaGlanceDisplay.aspx?
IDP=2&l=id
Gejolak Perekonomian dan Pertumbuhan
Ekonomi Vietnam (Sumber : Makalah
Internasional oleh Siti Umi Hanik, Putri
Noorratih F., Ria Yuli A. P)
Vietnam sebagai negara yang dikenal dengan perekonomiannya yang rendah, bahkan
disebut sebagai negara yang miskin, mampu mengalami pertumbuhan ekonomi yang
sangat pesat pada tahun 2009. Bahkan saat ini, komoditas dagangnya berupa beras,
banyak diekspor oleh negara-negara lain.

1. I. Sejarah Perekonomian Vietnam

Vietnam merupakan salah satu negara kecil yang terletak di kawasan Asia Tenggara.
Kemerdekaan Vietnam berakhir setelah kedatangan Perancis pada abad 19 SM. Hak-hak
pemerintah dan sipil negara Vietnam pada saat itu tidak dihiraukan oleh Perancis. Perancis
tetap menjadikan Vietnam sebagai negara kolonial. Sampai pada Perang Dunia II, Jepang
mengadakan penyerbuan ke wilayah Indochina. Jepang mengeksploitasi sumber daya
Vietnam demi kepentingan militernya dan penyerbuan ke Burma. Menyusul kekalahan
Jepang, pasukan nasionalis melawan pasukan kolonial Perancis pada Perang Indochina
Pertama yang dimulai pada tahun 1945 hingga 1954. Perancis mengalami kekalahan besar
pada Pertempuran Dien Bien Phu dan dalam waktu singkat setelah itu ditarik dari Vietnam.
Negara-negara yang berperang dalam Perang Vietnam membagi Vietnam menjadi Vietnam
Utara dan Vietnam Selatan sesuai Perjanjian Geneva (Geneva Accords).[1]

Dampak dari pengambil-alihan kontrol, komunis Vietnam melarang partai politik lain,
menahan tersangka yang dipercayai berkolaborasi dengan Amerika Serikat dan memulai
kampanye masal tentang kolektifisasi pertanian dan pabrik-pabrik. Rekonstruksi negara
yang porak poranda akibat perang terjadi sangat lambat dan masalah kemanusiaan serius
dan masalah-masalah ekonomi menghadapi rezim komunis. Pada 1978, Militer Vietnam
menginvasi Kamboja untuk melepaskan bekas rekan mereka, Khmer Rouge, dari
penindasan. Aksi ini memperburuk hubungan dengan RRT, yang meluncurkan serangan
mendadak kepada Vietnam Utara pada 1979. Konflik ini menyebabkan Vietnam lebih
semakin bergantung terhadap bantuan ekonomi dan militer dari Soviet. Dalam sebuah
perubahan sejarah pada 1986, Partai Komunis Vietnam mengimplementasikan reformasi
pasar bebas (free-market) yang dikenal sebagai Doi Moi (Renovasi). Dengan kekuasaan
negara tetap tak tertandingi, kepemilikan pribadi atas pertanian-pertanian dan perusahaan-
perusahaan, deregulasi dan investasi asing dipacu. Namun demikian, kekuatan Partai
Komunis Vietnam atas semua organ-organ pemerintahan tetap kuat.

Pada perubahan sejarah pada tahun 1986, Partai Komunis Vietnam menerapkan reformasi
pasar bebas yang dikenal sebagai Đổi Mới(Renovasi). Dengan kekuasaan negara yang
tetap tidak terlawankan, kepemilikan swasta atas pertanian dan perusahaan-perusahaan,
deregulasi dan investasi asing dipacu. Ekonomi Vietnam mencapai pertumbuhan yang
cepat dalam produksi bidang pertanian dan perindustrian, konstruksi dan perumahan,
ekspor dan investasi asing. Vietnam sekarang adalah satu diantara negara dengan
pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia. Secara politis, reformasi belum terjadi. Partai
Komunis Vietnam mempertahankan kontrol atas semua organ-organ pemerintah.[2]

1. II. Gejolak dan Pertumbuhan Perekonomian Vietnam

Penjajahan dan perang saudara yang terjadi di Vietnam menyebabkan perekonomian


Vietnam terpuruk. Vietnam bahkan disebut sebagai negara miskin, karena tidak sekalipun
mengalami pertumbuhan ekonomi yang baik. Namun, keberadaan Vietnam sebagai
anggota ketujuh ASEAN, makin memicu mereka untuk ikut berperan dalam membangun
ekonominya dengan membuka diri. Dengan Doi Moi, yakni reformasi ekonomi dari
ekonomi sentralis ke ekonomi pasar. Mereka terus menggerakkan pembangunan mutu
sumber daya manusia sebagai konsekuensi membuka diri.

Dengan reformasi kebijakan ekonomi internal dan lingkungan politik, sosial, dan ekonomi
dunia yang cepat berubah, yang tetap menjadi isu bagi mereka adalah bagaimana memilih
suatu model pembangunan yang cocok bagi Vietnam. Vietnam telah melalui suatu masa
penuh derita di bawah kolonialisme. Ideal antroposentrik itu merupakan antipoda dari
"pertumbuhan demi pertumbuhan", sedangkan yang terakhir itu yang dianut sejumlah
negara berkembang.

Ideal "pertumbuhan demi pertumbuhan" memang mempunyai daya tariknya tersendiri,


tetapi dalam kondisi Vietnam, mau tak mau harus ada pengorbanan sementara untuk
memungkinkan negara mencapai pertumbuhan yang cepat. Salah satunya adalah
digerakkannya investasi asing (PMA) dengan berbagai fasilitas seperti tax holidays, hak
guna bangunan bagi investor 75 tahun.

Transformasi ekonomi ke ekonomi pasar mempersiapkan gelombang baru dalam konteks


ASEAN. Sejak Doi Moi, banyak perusahaan asing telah memasuki Vietnam, yakni
Taiwan, Hong Kong, Jepang, dan Korea Selatan. Investor Asia menebarkan investasinya
dalam struktur sosial dalam kaidah perdagangan, profesi, dan penghasilan yang telah
mengalami perubahan drastis beriringan dengan restrukturisasi ekonomi.

Ekonomi pasar telah membawa tuntutan suatu perubahan dalam kualifikasi sumber daya
manusia dalam perdagangan dan profesi secara lebih bermutu. Baik dalam wilayah urban
maupun pedesaan, sistem nilai sosial yang selama ini menentukan kedudukan sosial dalam
perdagangan dan profesi, maupun masing-masing individu dalam masyarakat, telah
mengalami perubahan. Tetapi, yang pasti hidup dalam harmoni tetap built-in dalam
manusia Vietnam.

Produksi beras tahun 2006 adalah 34,8 juta ton. Angka itu lebih besar daripada tahun 1999
yakni 34,2 juta ton. Pertanian dan perikanan juga meningkat. Produksi ikan dalam tahun
2000 sebesar 2 juta ton dan lebih besar 7 persen daripada tahun 1999.

Kebijakan yang mendorong pembangunan pertanian, ekonomi rumah tangga memiliki


dampak positif pada pembangunan sektor pertanian. Sekalipun demikian, Pemerintah
Vietnam tetap mencemaskan dampak meluapnya Sungai Mekong (Mekong River Delta),
yang setiap tahunnya menyebabkan banjir di daerah sepanjang Sungai Mekong.

Dalam sektor industri, sejak tahun 2000 Pemerintah Vietnam melaksanakan berbagai
langkah dengan mendukung produksi terutama industri yang memiliki keunggulan
bersaing, seperti minyak mentah, garmen, dan sepatu kulit. Langkah-langkah
pendukungnya termasuk subsidi atas bunga pinjaman, pengecualian atau pengurangan bea
masuk impor, pajak pertambahan nilai (VAT), dan asistensi pemerintah dalam pemasaran
secara periodik (bulanan atau triwulanan).

Sektor nonpemerintah telah mencapai tingkat pertumbuhan tinggi, dan yang juga dinikmati
investor asing. Kebijakan industri yang ditetapkan sejak 2000 meliputi dihapusnya 145
jenis lisensi. Tahun 2001 merupakan tahun penting, sebagai tahun awal rencana lima tahun
dan strategi pembangunan sosial 10.

Berdasarkan hasil rencana sosio-ekonomi lima tahun, 1996-2000, dibuatlah rencana 2001-
2010 tersebut. Target untuk lima tahun pertama (2001-2005) ditetapkan pertumbuhan GDP
tahunan sebesar 7 persen dan ke depan sejak tahun 2005 diancangkan kenaikan GDP untuk
akhir tahun 2005 dua kali lipat.
Mulai tahun 2001 sebagai awal telah ditetapkan beberapa target. Pertama, restrukturisasi
bank pemerintah dan meningkatkan kinerja sistem bank komersial. Kedua, memelihara
tingkat pertumbuhan ekspor yang tinggi, dengan memperbaiki kemampuan/kompetensi
dalam menarik investasi asing (Foreign Direct Investment) dan Bantuan Resmi untuk
Pembangunan dari luar negeri (Official Development Assistance). Ketiga, secara kontinu
merenovasi dan membangun pendidikan, penelitian ilmiah dan menangani secara
professional isu-isu kemasyarakatan.

Kriteria spesifik untuk pembangunan sosioekonomi mulai 2002-an, GDP meningkat 7,5
persen, pertanian meningkat dari 4 ke 4,5 persen, industri manufaktur meningkat dari 9,5
ke 10 persen, jasa meningkat dari 6,5 ke 7,5 persen, perkiraan inflasi 4 ke 5 persen. Defisit
anggaran pendapatan dan belanja tidak melampaui tingkat pertumbuhan GDP. Tingkat
pertumbuhan penduduk 1,47 persen.

Bagi pebisnis Indonesia, ada beberapa produk utama Vietnam yang patut dikenali dan
dicermati. Produk-produk itu di antaranya garmen dan tekstil, barang elektronika, sepatu,
produk air kemasan, beras, kopi, karet, batu bara, minyak mentah, tembaga, kertas, jenis
paper board, dan sebagainya. Produk di atas menjadi saingan dalam ekspor, patut diteliti
dari mutu, harga, penyerahan dan pelayanan purnajual).

Dengan menelaah daya beli mereka, produk-produk yang dapat kita masukkan ke Vietnam
di antaranya elektronika, kendaraan bermotor, sepeda motor, dan komoditi pertanian.
Saingan utama bagi Indonesia adalah Thailand dan Malaysia.

Para pemimpin Vietnam dengan tegas menjalankan good governance secara bertahap,
demi pertumbuhan ekonomi dan peningkatan produktivitas, dengan memperkecil
"korupsi".

Wirausahawan, pedagang, dan industrialis, yang sebelum tahun 1985-an tidak dihargai
masyarakat, kini memiliki kedudukan makin dihargai dan meningkat dalam jumlah. Bisnis
swasta skala menengah dan kecil telah memperoleh stimulus dari pemerintah dan makin
memiliki daya tarik bagi kaum muda yang tadinya lebih suka bekerja dalam sektor
perusahaan negara Vietnam.

Rumah tangga petani makin memegang peranan yang lebih aktif. Organisasi komunitas
seperti koperasi dan kerajinan yang diatur pemerintah, makin berkurang peranannya.
Peralihan ke suatu ekonomi pasar di satu pihak telah memberi stimuli, tetapi di pihak lain
disadari memperbesar tingkat risiko dalam usaha ekonomi dibandingkan sebelumnya.

Meskipun demikian, optimisme makin memasyarakat sejak Doi Moi, apalagi sejak
masuknya Vietnam dalam ASEAN dan pulihnya hubungan diplomatik dengan AS. Banyak
akademisi dan bisnis Vietnam berpendapat meningkatkan kesejahteraan mutlak dilakukan.
Mereka tidak sudi lagi membuang-buang waktu untuk pertengkaran yang bersifat
ideologis, yang mereka anggap hanya pemborosan waktu, energi, dana, infrastruktur fisik,
dan sumber daya manusia yang kompeten.

Sama seperti halnya di negara Asia lain, mereka tampaknya menganggap bahwa jalan
(road map) menuju kebebasan politik adalah melalui kebebasan ekonomi. Di mana ada
sumber dana, di situlah keputusan penting akan diambil, yang pada hakikatnya
peningkatan kesejahteraan manusia. Muncullah kelas menengah wira usaha baru yang pada
masa depan akan ikut memberikan warna pada keputusan-keputusan politik demi
kemakmuran rakyat mereka.

Pembangunan berkesinambungan menuntut suatu interaksi harmonis antara pertumbuhan


ekonomi dan kemajuan sosial. Harmoni dan keseimbangan ini yang terus diupayakan
bangsa Vietnam. Pertama, pertumbuhan ekonomi versus kebutuhan dasar rakyat. Kedua,
pertumbuhan ekonomi versus pemerataan pendapatan nasional. Ketiga, akumulasi modal
versus pembangunan sumber daya manusia.

Prioritas utama adalah pertumbuhan ekonomi. Dengan menyadari realita kebutuhan akan
pertumbuhan, ternyata model pertumbuhan yang didorong ekspor negara industri baru Asia
yang berhasil mempunyai daya tarik dan kenaikan ekspor serta arus modal asing dalam
tahun-tahun belakangan ini, menumbuhkan optimisme bagi berbagai kalangan pembuat
kebijakan dan bisnis. Mereka menganggap bantuan luar negeri dan investasi sebagai
dorongan yang menentukan pada take off , dan karena itu industri yang berorientasi pada
ekspor diberi prioritas utama.

Di balik optimisme menerapkan model pertumbuhan yang didorong ekspor itu, masih
terdapat kecemasan tentang bagaimana menggerakkan rakyat Vietnam untuk itu. Meskipun
masih mengalami kelangkaan sumber daya manusia yang profesional dalam berbisnis,
kebanyakan bisnis Vietnam (sama seperti bisnis di Asia Tenggara dan Asia Timur)
merupakan bagian integral dari keluarga dengan kepala keluarga berperan sebagai CEO-
nya.[3]

1. III. Kesimpulan

Vietnam merupakan negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi sangat pesat saat ini.
Kolonialisme dan adanya konflik perpecahan pada masa lalu, justru membuat Vietnam
bangkit dengan konsep “Doi Moi”nya, yaitu renovasi atau pasar bebas. Seperti yang
dijelaskan David Ricardo dalam teori mengenai Keuntungan Komparatif, perdagangan
intenasional, dalam hal ini pasar bebas, membuka peluang Vietnam untuk meningkatkan
perekonomiannya. Dan hal tersebut terbukti di tahun 2009 Vietnam berhasil mencapai
pertumbuhan ekonomi yang paling pesat.

Salah satu bukti dari kemajuan Vietnam yaitu Vietnam akan membuka sebuah
terminal baru, yaitu Hai Phong Container Depot di pelabuhan Hai Phongh City, yang
akan menghabiskan dana sebesar US$ 30, 17 juta dan menjadi. Terminal baru ini
mampu menghandle container sebanyak 4.500.000 TEU/yr = 375.000 TEU/mo =
15.000 TEU/day.

[1] Wikipedia.org/sejarah vietnam. 06:51, 22 September 2009. Diakses pada 20 Maret


2010.

[2] Ibid

[3] Bob Widyahartono dalam Vietnam dengan Kebijakan Ekonomi "Doi Moi", diakses
pada 20 Maret 2010

Sumber : http://ochin.student.umm.ac.id/2010/07/13/gejolak-perekonomian-dan-
pertumbuhan-ekonomi-vietnam-sumber-makalah-internasional-oleh-siti-umi-hanik-putri-
noorratih-f-ria-yuli-a-p/
Vietnam dengan Kebijakan Ekonomi "Doi
Moi"

Bob Widyahartono

Kunjungan Presiden Vietnam ke AS baru-baru ini memperoleh liputan media


luas. Peristiwa itu membuktikan kemampuan Vietnam dan niat tulus untuk
memantapkan hubungan dengan secara gradual meninggalkan bekas
traumatis Perang Vietnam yang memang telah usai 1975.

Apa kita perlu menelaah kemajuan Vietnam, kemajuan yang mereka rintis dan
lakoni sebagai sesama anggota ASEAN?

Penyatuan Vietnam berlangsung pada 1976, dan tak disangkal, sejak 1978
Vietnam bersungguh-sungguh mencari alur pembangunan yang cocok dengan
kondisi unik mereka. Apalagi sejak 1975-an AS memblokade ekonomi dan baru
mencairkan blokade pada tahun 2000-an.

Vietnam merupakan suatu negara skala menengah. Luasnya sekitar 331.700


kilometer persegi, dengan jumlah penduduk sebanyak 79,7 juta (tahun 2005).
Tanahnya subur dengan sumber daya alam melimpah. Cadangan batu bara,
minyak dan gas, bauksit, melimpah. Selain itu, tenaga kerja muda terhitung
lebih muda usia dan berpendidikan lebih baik dibandingkan dengan negara
berkembang lain, dengan pendapatan per kapita setingkat. Mereka
berketerampilan baik (good workmanship), kreatif, dan senantiasa menghargai
inovasi. Karena itu cepat menyerap kemajuan ilmu dan teknologi. GDP per
kapita adalah US$ 566 pada 2006.

Jauh-jauh hari, perekonomian Vietnam, kata Vu Tuan Anh dalam tulisannya


"Development in Vietnam: Policy Reforms and Economic Growth" (ISEAS,
Singapore 1994), memasuki periode reformasi ekonomi dari 1975 sampai
1992, dan selanjutnya dapat dibagi dalam tiga tahap.

Pertama, antara 1976-1979, penyatuan negara yang membalikkan ekonomi ke


dalam suatu kesatuan terintegrasi yang sesuai dengan prinsip-prinsip
perencanaan sentralistis. Kedua, antara 1980-1986, melakukan percobaan dan
penyesuaian kembali kebijakan ekonomi yang mengarahkan negara ke arah
liberalisasi perdagangan. Ketiga, antara 1986-1992, memastikan orientasi
dasar bagi pembaruan kebijakan ekonomi. Mulai tahun 1987, diperkenalkan
pula kebijakan Doi Moi (Reformasi Ekonomi).

Reformasi Ekonomi

Keberadaan Vietnam sebagai anggota ketujuh ASEAN, makin memicu mereka


untuk ikut berperan dalam membangun ekonominya dengan membuka diri.
Sebutannya Doi Moi, yakni reformasi ekonomi dari ekonomi sentralis ke
ekonomi pasar. Mereka terus menggerakkan pembangunan mutu sumber daya
manusia sebagai konsekuensi membuka diri.
Dengan reformasi kebijakan ekonomi internal dan lingkungan politik, sosial,
dan ekonomi dunia yang cepat berubah, yang tetap menjadi isu bagi mereka
adalah bagaimana memilih suatu model pembangunan yang cocok bagi
Vietnam. Vietnam telah melalui suatu masa penuh derita di bawah
kolonialisme. Ideal antroposentrik itu merupakan antipoda dari "pertumbuhan
demi pertumbuhan", sedangkan yang terakhir itu yang dianut sejumlah negara
berkembang.

Ideal "pertumbuhan demi pertumbuhan" memang mempunyai daya tariknya


tersendiri, tetapi dalam kondisi Vietnam, mau tak mau harus ada pengorbanan
sementara untuk memungkinkan negara mencapai pertumbuhan yang cepat.
Salah satunya adalah digerakkannya investasi asing (PMA) dengan berbagai
fasilitas seperti tax holidays, hak guna bangunan bagi investor 75 tahun.

Transformasi ekonomi ke ekonomi pasar mempersiapkan gelombang baru


dalam konteks ASEAN. Sejak Doi Moi, banyak perusahaan asing telah
memasuki Vietnam, yakni Taiwan, Hong Kong, Jepang, dan Korea Selatan.
Investor Asia menebarkan investasinya dalam struktur sosial dalam kaidah
perdagangan, profesi, dan penghasilan yang telah mengalami perubahan
drastis beriringan dengan restrukturisasi ekonomi.

Ekonomi pasar telah membawa tuntutan suatu perubahan dalam kualifikasi


sumber daya manusia dalam perdagangan dan profesi secara lebih bermutu.
Baik dalam wilayah urban maupun pedesaan, sistem nilai sosial yang selama
ini menentukan kedudukan sosial dalam perdagangan dan profesi, maupun
masing-masing individu dalam masyarakat, telah mengalami perubahan.
Tetapi, yang pasti hidup dalam harmoni tetap built-in dalam manusia Vietnam.

Produksi beras tahun 2006 adalah 34,8 juta ton. Angka itu lebih besar daripada
tahun 1999 yakni 34,2 juta ton. Pertanian dan perikanan juga meningkat.
Produksi ikan dalam tahun 2000 sebesar 2 juta ton dan lebih besar 7 persen
daripada tahun 1999.

Kebijakan yang mendorong pembangunan pertanian, ekonomi rumah tangga


memiliki dampak positif pada pembangunan sektor pertanian. Sekalipun
demikian, Pemerintah Vietnam tetap mencemaskan dampak meluapnya
Sungai Mekong (Mekong River Delta), yang setiap tahunnya menyebabkan
banjir di daerah sepanjang Sungai Mekong.

Sektor Industri

Dalam sektor industri, sejak tahun 2000 Pemerintah Vietnam melaksanakan


berbagai langkah dengan mendukung produksi terutama industri yang
memiliki keunggulan bersaing, seperti minyak mentah, garmen, dan sepatu
kulit. Langkah-langkah pendukungnya termasuk subsidi atas bunga pinjaman,
pengecualian atau pengurangan bea masuk impor, pajak pertambahan nilai
(VAT), dan asistensi pemerintah dalam pemasaran secara periodik (bulanan
atau triwulanan).

Yang menarik adalah sektor nonpemerintah telah mencapai tingkat


pertumbuhan tinggi, dan yang juga dinikmati investor asing. Kebijakan industri
yang ditetapkan sejak 2000 meliputi dihapusnya 145 jenis lisensi.

Tahun 2001 merupakan tahun penting, sebagai tahun awal rencana lima tahun
dan strategi pembangunan sosial 10.
Berdasarkan hasil rencana sosio-ekonomi lima tahun, 1996-2000, dibuatlah
rencana 2001-2010 tersebut. Target untuk lima tahun pertama (2001-2005)
ditetapkan pertumbuhan GDP tahunan sebesar 7 persen dan ke depan sejak
tahun 2005 diancangkan kenaikan GDP untuk akhir tahun 2005 dua kali lipat.

Mulai tahun 2001 sebagai awal telah ditetapkan beberapa target. Pertama,
restrukturisasi bank pemerintah dan meningkatkan kinerja sistem bank
komersial. Kedua, memelihara tingkat pertumbuhan ekspor yang tinggi,
dengan memperbaiki kemampuan/kompetensi dalam menarik investasi asing
(Foreign Direct Investment) dan Bantuan Resmi untuk Pembangunan dari luar
negeri (Official Development Assistance). Ketiga, secara kontinu merenovasi
dan membangun pendidikan, penelitian ilmiah dan menangani secara
professional isu-isu kemasyarakatan.

Kriteria spesifik untuk pembangunan sosioekonomi mulai 2002-an, GDP


meningkat 7,5 persen, pertanian meningkat dari 4 ke 4,5 persen, industri
manufaktur meningkat dari 9,5 ke 10 persen, jasa meningkat dari 6,5 ke 7,5
persen, perkiraan inflasi 4 ke 5 persen. Defisit anggaran pendapatan dan
belanja tidak melampaui tingkat pertumbuhan GDP. Tingkat pertumbuhan
penduduk 1,47 persen.

Bagi pebisnis Indonesia, ada beberapa produk utama Vietnam yang patut
dikenali dan dicermati. Produk-produk itu di antaranya garmen dan tekstil,
barang elektronika, sepatu, produk air kemasan, beras, kopi, karet, batu bara,
minyak mentah, tembaga, kertas, jenis paper board, dan sebagainya. Produk
di atas menjadi saingan dalam ekspor, patut diteliti dari mutu, harga,
penyerahan dan pelayanan purnajual).

Dengan menelaah daya beli mereka, produk-produk yang dapat kita masukkan
ke Vietnam di antaranya elektronika, kendaraan bermotor, sepeda motor, dan
komoditi pertanian. Saingan utama bagi Indonesia adalah Thailand dan
Malaysia.

Peranan Pelaku Ekonomi

Para pemimpin Vietnam dengan tegas menjalankan good governance secara


bertahap, demi pertumbuhan ekonomi dan peningkatan produktivitas, dengan
memperkecil "korupsi".

Wirausahawan, pedagang, dan industrialis, yang sebelum tahun 1985-an tidak


dihargai masyarakat, kini memiliki kedudukan makin dihargai dan meningkat
dalam jumlah. Bisnis swasta skala menengah dan kecil telah memperoleh
stimulus dari pemerintah dan makin memiliki daya tarik bagi kaum muda yang
tadinya lebih suka bekerja dalam sektor perusahaan negara Vietnam.

Rumah tangga petani makin memegang peranan yang lebih aktif. Organisasi
komunitas seperti koperasi dan kerajinan yang diatur pemerintah, makin
berkurang peranannya. Peralihan ke suatu ekonomi pasar di satu pihak telah
memberi stimuli, tetapi di pihak lain disadari memperbesar tingkat risiko
dalam usaha ekonomi dibandingkan sebelumnya.

Meskipun demikian, optimisme makin memasyarakat sejak Doi Moi, apalagi


sejak masuknya Vietnam dalam ASEAN dan pulihnya hubungan diplomatik
dengan AS. Banyak akademisi dan bisnis Vietnam berpendapat meningkatkan
kesejahteraan mutlak dilakukan. Mereka tidak sudi lagi membuang-buang
waktu untuk pertengkaran yang bersifat ideologis, yang mereka anggap hanya
pemborosan waktu, energi, dana, infrastruktur fisik, dan sumber daya manusia
yang kompeten.

Sama seperti halnya di negara Asia lain, mereka tampaknya menganggap


bahwa jalan (road map) menuju kebebasan politik adalah melalui kebebasan
ekonomi. Di mana ada sumber dana, di situlah keputusan penting akan
diambil, yang pada hakikatnya peningkatan kesejahteraan manusia. Muncullah
kelas menengah wira usaha baru yang pada masa depan akan ikut
memberikan warna pada keputusan-keputusan politik demi kemakmuran
rakyat mereka.

Pembangunan berkesinambungan menuntut suatu interaksi harmonis antara


pertumbuhan ekonomi dan kemajuan sosial. Harmoni dan keseimbangan ini
yang terus diupayakan bangsa Vietnam. Pertama, pertumbuhan ekonomi
versus kebutuhan dasar rakyat. Kedua, pertumbuhan ekonomi versus
pemerataan pendapatan nasional. Ketiga, akumulasi modal versus
pembangunan sumber daya manusia.

Prioritas utama adalah pertumbuhan ekonomi. Dengan menyadari realita


kebutuhan akan pertumbuhan, ternyata model pertumbuhan yang didorong
ekspor negara industri baru Asia yang berhasil mempunyai daya tarik dan
kenaikan ekspor serta arus modal asing dalam tahun-tahun belakangan ini,
menumbuhkan optimisme bagi berbagai kalangan pembuat kebijakan dan
bisnis. Mereka menganggap bantuan luar negeri dan investasi sebagai
dorongan yang menentukan pada take off , dan karena itu industri yang
berorientasi pada ekspor diberi prioritas utama.

Di balik optimisme menerapkan model pertumbuhan yang didorong ekspor itu,


masih terdapat kecemasan tentang bagaimana menggerakkan rakyat Vietnam
untuk itu. Meskipun masih mengalami kelangkaan sumber daya manusia yang
profesional dalam berbisnis, kebanyakan bisnis Vietnam (sama seperti bisnis di
Asia Tenggara dan Asia Timur) merupakan bagian integral dari keluarga
dengan kepala keluarga berperan sebagai CEO-nya .

Kembalinya "Wishing Stars"

Dengan Doi Moi, terdapat semacam premis bahwa etnik keturunan China
diharapkan menjadi "bintang harapan" (wishing stars) bagi restrukturisasi
ekonomi Vietnam. Sebelum 1975 (Amerika Serikat angkat kaki dari Vietnam)
penduduk etnik China di Ho Chi Minh City (dulunya Saigon) adalah 800.000
dengan penguasaan: 50 persen bisnis keuangan dan perbankan, 80 persen
industri manufaktur, dan 90 persen impor-ekspor. Maka, setelah tahun 1986,
jumlah etnik itu adalah 520.000 dan telah menggenjot perbaikan (recovery).
Hasilnya, kembalinya sekitar sepertiga dari kekuatan ekonominya yang
mereka miliki sebelum 1985, seperti ditulis David Ch'ng dalam The Overseas
Chinese Entrepreneurs in East Asia -background, business practices and
international networks, 1995).

Para "bintang harapan" ini memiliki jaringan kerja atau guanxi yang rapi, tanpa
banyak ulah, dengan etnik China dari Taiwan, Hong Kong, dan Asia lain, yang
melakukan investasi di Vietnam. Dasar jaringan kerja mereka adalah "sun
yang" atau "shin yung" (yang diterjemahkan sebagai kredibilitas atau
trustworthy). Sama seperti pelaku bisnis negara tetangga mereka, format
bisnis mereka tetap UKM. Mereka belum berpikir ke skala besar, karena tidak
sesuai dengan modern socialist market economy mereka.
Pada dasarnya sama seperti bangsa Asia lain, umumnya bangsa dan pelaku
bisnis Vietnam berbudaya lembut sambil mencari harmoni sosial (keluarga dan
masyarakat) dalam proses peningkatan mutu kesejahteraan dan kehidupan
sebagai bangsa Asia. Keasiaan mereka tetap menonjol.

Penulis adalah pengamat ekonomiAsia Timur dan dosen FE Universitas


Tarumanagara Jakarta

Sumber : http://202.169.46.231/News/2007/06/26/Editor/edit01.htm

También podría gustarte