Está en la página 1de 22

LAPORAN PRAKTIKUM

SATUAN OPERASI INDUSTRI


Kestimbangan Massa

Oleh:
Nama : Riando Simbolon
NPM : 240110080040
Hari, Tanggal Praktikum :
Sift/Kelompok :
Co. Ass : Ema Komalasari

LABORATORIUM TEKNIK PASCA PANEN


JURUSAN TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2010
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Untuk mendapatkan hubungan kuantitatif antara semua aliran bahan yang masuk
dan yang keluar sistem, perlu disusun suatu kesetimbangan dari bahan-bahan yang
masuk dan keluar sistem. Penyusunan kesetimbangan massa dari bahan yang masuk
dan keluar sistem proses dapat dilakukan dengan berdasar hukum kekalan massa yang
menyatakan bahwa massa tidak dapat diciptakan dan dihilangkan di dalam suatu
system proses fisis maupun kimia.
Kesetimbangan massa sangat berperan untuk menganalisis jumlah aliran massa
bahan pada setiap operasi. Dapat dikatakan bahwa kesetimbangan massa adalah audit
suatu operasi industri dari sisi jumlah atau aliran massa yang masuk, keluar, dan yang
terakumulasikan dalam sistem operasi (steady state atau unstedy state). Selain itu
kesetimbangan massa juga digunakan untuk menetapkan jumlah atau kuantitas
berbagai bahan dalam setiap aliran proses

1.2 Tujuan
1. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)
Mahasiswa dapat mempelajari kesetimbangan massa secara umum.
2. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)
a. Mempelajari keadaan sistem steady state dengan contoh larutan madu.
b. Menentukan model neraca massa steady state pada alir massa dan
unsteady state pada komponen madu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bentuk Persamaan Kesetimbangan Massa


Bentuk umum persamaan kesetembangan massa dari suatu bahan didalam suatu
system proses dapat dituliskan sebagai berikut :

Persamaan kesetimbangan massa tersebut diatas dipakai untuk penyusunan


kesetimbangan massa salah satu komponen bahan yang masuk dan keluar dari system
yang mengalami terjadinya reaksi kimia.
Bila tidak terjadi reaksi kimia didalam sistem proses, seperti halnya pada proses
pengeringan dan proses-proses fisis lainnya, maka massa tergenerasi dan massa
terkonsumsi masing-masing sama dengan nol (0). Demikian pula halnya bila
kesetimbangan massa ditunjukkan untuk massa total, bukan massa tergenarasi dan
massa terkonsumsi masing-masing juga sama dengan nol.
Dengan demikian untuk proses pengolahan yang hanya mengalami perubahan
fisis, persamaan kesetimbangan massa yang dipakai adalah :
− =
Hubungan yang ditunjukkan oleh persamaan diatas dapat berlaku untuk
kesetimbangan total juga setiap komponen bahan penyusunnya. Faktor waktu juga
perlu diperhatikan dalam penyusunan kesetimbangan massa, yaitu kesetimbangan
massa ditinjau untuk suatu periode waktu tertentu atau per satuan waktu. Bila ditinjau
per satuan waktu, maka persamaan tersebut dapat ditulis :
− =
Selanjutnya, bila proses berjalan pada keadaan steady state, maka massa
terakumulasi sama dengan nol, sehingga persamaan diatas menjadi :
− =0
Suatu proses dikatakan steady state adalah jika laju aliran umpan yang masuk
kedalam suatu sistem operasi sama dengan laju aliran produk tanpa terjadi akumulasi,
cirri tersbut dapat dituliskan sebagai berikut :
=

= =0

Dimana F = Feed, P = Product


Dengan kata lain suatu operasi dikatakan dalam keadaan unsteady state ketika
laju alir umpan yang masuk kedalam suatu sistem operasi tidak sama dengan laju alir
produk sehingga mengakibatkan akumulasi dalam sistem, ciri tersebut dapat
dituliskan sebagai berikut:
= +
2.2 Pengenceran
Pengenceran adalah penambahan pelarut ke dalam suatu larutan jadi pada
prinsipnya jumlah mol zat sebelum dan sesudah diencerkan tetap, maka rumusnya
M1V1=M2V2, V2= V1 + Pelarut. Pengenceran adalah mencampur larutan pekat
(konsentrasi tinggi) dengan cara menambahkan pelarut agar diperoleh volume akhir
yang lebih besar. Jika suatu larutan senyawa kimia yang pekat diencerkan, kadang-
kadang sejumlah panas dilepaskan. Hal ini terutama dapat terjadi pada pengenceran
asam sulfat pekat. Agar panas ini dapat dihilangkan dengan aman, asam sulfat pekat
yang harus ditambahkan ke dalam air, tidak boleh sebaliknya. Jika air ditambahkan ke
dalam asam sulfat pekat, panas yang dilepaskan sedemikian besar yang dapat
menyebabkan air mendadak mendidih dan menyebabkan asam sulfat memercik. Jika
kita berada di dekatnya, percikan asam sulfat ini merusak kulit (Khopkar, 1990).
Pengenceran yaitu suatu cara atau metoda yang diterapkan pada suatu senyawa
dengan jalan menambahkan pelarut yang bersifat netral, lazim dipakai yaitu aquadest
dalam jumlah tertentu. Penambahan pelarut dalam suatu senyawa dan berakibat
menurunnya kadar kepekatan atau tingkat konsentrasi dari senyawa yang
dilarutkan/diencerkan (Brady,1999).
Dalam pembuatan larutan dengan konsentrasi tertentu sering dihasilkan
konsentrasi yang tidak kita inginkan. Untuk mengetahui konsentrasi yang sebenarnya
perlu dilakukan standarisasi.standarisasi sering dilakukan dengan titrasi. Zat-zat yang
didalam jumlah yang relative besar disebut pelarut (Baroroh, 2004). Dalam kimia,
pengenceran diartikan pencampuran yang bersifat homogen antara zat terlarut dan
pelarut dalam larutan. Zat yang jumlahnya lebih sedikit di dalam larutan disebut (zat)
terlarut atau solut, sedangkan zat yang jumlahnya lebih banyak daripada zat-zat lain
dalam larutan disebut pelarut atau solven (Gunawan, 2004.).
2.3 Teknik Pengenceran
Teknik pengenceran cairan pekat asam anorganik dan cairan pekat organik pada
dasarnya tidak begitu berbeda. Teknik pengenceran melibatkan teknik pengukuran
volum dan teknik pelarutan(teknik pencampuran). Tentang kedua teknik ini, beberapa
hal harus diperhatikan seperti diuraikan berikut ini:
a. Teknik pengenceran dari cairan pekat
Pra Pengenceran:
 Hitung volume cairan pekat dan volume akuades yang akan diukur
 Ukur volume akuades tersebut dan siapkan didalam gelas kimia teknik
pengukuran volume cairan pekat
 Mengingat sifat zat cair pekat, maka pengukuran volumenya harus dilakukan
diruang asam dan pembacaan skala volumenya harus sesegera mungkin
 Sebaiknya menggunakan masker pencampuran atau pelarutan
 Segera alirkan perlahan cairan pekat lewat batang pengaduk kedalam gelas
kimia berisi akuades diatas.
 Hitung balik, konsentrasi cairan hasil pengenceran; tambahkan sesuai dengan
kekurangan akuades
b. Teknik pengenceran dari cairan kurang pekat
Teknik pengenceran dari larutan tidak pekat menjadi larutan yang lebih encer
(misal dari 3M ke 1M) lebih mudah dilakukan dan tidak perlu diruang asam.
Caranya: ukur akuades (hasil hitung) dengan gelas ukurC (berukuran sesuai dengan
volume akhir larutan); kemudian tuangkan larutan lebih pekatnya kedalam gelas ukur
tersebut sampai volumenya mendekati tanda batas; lanjutkan penambahan tetes per
tetes sampai tanda batas volume akhir yang diharapkan.
c. Perhitungan volume dan konsentrasi cairan
Sebelum melakukan perhitungan volume cairan, catatlah harga kadar/konsentrasi
cairan yang akan diencerkan dari label kemasannya, dan tetapkan besarnya volume
larutan encer yang hendak dibuat. Asam - asam pekat yang diperdagangkan, pada
labelnya ditemukan dari harga molar, persen (b/b), dan massa jenisnya.
Hubungan pengenceran Molar (M) , Hubungan matematis yang diterapkan:

× = ×

Dimana: V = volume cairan(L)


M = molaritas(mol/L)

2.4 Refraktometer
Refraktometer adalah alat untuk mengukur nilai kadar garam pada air dan
digunakan untuk mengukur kadar atau konsentrasi bahan terlarut misalnya : Gula,
Garam, Protein dan sebagainya. Alat ini sangat mudah dalam penggunaan dan
perawatannya. Untuk menjaga ke akuratan pembacaan dari refraktometer ini maka
kita harus mengenal tiap bagian-bagian dari alat ini.
Alat ini terdiri dari :
1) Probe Refraktometer : Probe berwarna biru ini merupakan bagian yang
paling sensitif dari refraktometer. Probe berfungsi untuk membaca kadar
garam pada air. Jangan biarkan probe tergores, karena akan mengurangi ke
akuratan pembacaan.
2) Penutup Probe Refraktometer : Penutup probe berwarna putih transparan,
berfungsi untuk melindungi probe dari debu, atau benda-benda lain yang
dapat membuat probe tergores. Selain itu penutup probe juga berfungsi
untuk menjaga air tidak tergeser/jatuh saat di teteskan ke dalam probe. Saat
digunakan untuk pengukuran buka penutup probe ke arah atas tetaskan air
yang akan di ukur lalu turunkan penutup probe secara perlahan.
3) Mur Kalibrasi : Mur kalibrasi berfungsi untuk menyesuaikan nilai bacaan
dari refraktometer, di gunakan apabila refraktometer ketika membaca air
aquades tidak menunjukkan nilai nol.
4) Handle/Pegangan : Handle/Pegangan berupa grid yang memanjang dari
bagian mur kalibrasi sampai pengatur cahaya. Handle/ pegangan berfungsi
untuk memegang refraktometer. Grid membuat refraktometer mudah
dipegang.
5) Pengatur Cahaya : pengatur cahaya berfungsi untuk mengatur cahaya yang
masuk, sehingga dalam melihat hasil bacaan menjadi lebih jelas.
6) Lensa : lensa berfungsi untuk mata dalam melihat hasil bacaan dari kadar
garam pada air.

Setelah kita mengenal bagian – bagian dari refraktometer, kita dapat dengan
mudah menggunakan dan merawat refraktometer. Untuk membersihkan probe
refraktometer yang telah di gunakan dapat dilakukan dengan menggunakan tissue
yang di basahi oleh air aqudes. Tissue yang telah basah di sapukan ke probe secara
perlahan dan searah.
Contoh, gambar cara membersihkan refraktometer.

Sumber. gambar http://petambakaceh.org/article. com


Prinsip kerja
Prinsip kerja dari refractometer sesuai dengan
namanya adalah dengan memanfaatkan refraksi cahaya.
Seperti terlihat pada Gambar di samping sebuah
sedotan yang dicelupkan ke dalam gelas yang berisi air
akan terlihat terbengkok. Pada Gambar kedua sebuah
sedotan dicelupkan ke dalam sebuah gelas yang berisi
lauran gula.
Terlihat sedotan terbengkok lebih tajam. Fenomena ini terjadi karena adanya refraksi
cahaya. Semakin tinggi konsentrasi bahan terlarut (Rapat Jenis Larutan), maka
sedotan akan semakin terlihat bengkok secara proporsional. Besarnya sudut
pembengkokan ini disebut Refractive Index (nD). Refractometer ditemukan oleh Dr.
Ernst Abbe seorang ilmuwan dari German pada permulaan abad 20.
Adapun prinsip kerja dari refractometer dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Dari gambar dibawah ini terdapat 3 bagian yaitu : Sample, Prisma dan Papan
Skala. Refractive index prisma jauh lebih besar dibandingkan dengan sample.
2. Jika sample merupakan larutan dengan konsentrasi rendah, maka sudut refraksi
akan lebar dikarenakan perbedaan refraksi dari prisma dan sample besar. Maka
pada papan skala sinar “a” akan jatuh pada skala rendah.
3. Jika sample merupakan larutan pekat / konsentrasi tinggi, maka sudut refraksi akan
kecil karena perbedaan refraksi prisma dan sample kecil. Pada gambar terlihar
sinar “b” jatuh pada skala besar.

Dari penjelasan di atas jelas bahwa konsentrasi larutan akan berpengaruh secara
proporsional terhadap sudut refraksi. Pada prakteknya Refractometer akan ditera pada
skala sesuai dengan penggunaannya. Sebagai contoh Refractometer yang dipakai
untuk mengukur konsentrasi larutan gula akan ditera pada skala gula. Begitu juga
dengan refractometer untuk larutan garam, protein dll.
Konsentrasi bahan terlarut sering dinyatakan dalam satuan Brix(%) yaitu
merupakan pronsentasi dari bahan terlarut dalam sample (larutan air). Kadar bahan
terlarut merupakan total dari semua bahan dalam air, termasuk gula, garam, protein,
asam dsb. Pada dasarnya Brix(%) dinyatakan sebagai jumlah gram dari cane sugar
yang terdapat dalam larutan 100g cane sugar. Jadi pada saat mengukur larutan gula,
Brix(%) harus benar-benar tepat sesuai dengan konsentrasinya.
2.5 Satuan Brix (%)
Brix merupakan ukuran kepekaan larutan gula yang didefinisikan sebagai jumlah
(gram) zat padat total yang terlarut per setiap 100 gram larutan gula. Brix dapat
diukur berdasarkan berat jenis menggunakan piknometer atau timbangan brix (brix-
hidrometer) atau berdasarkan index bias memakai brix-refraktometer. Kedua metode
tersebut pada dasarnya memiliki tingkat akurasi yang tinggi, namun pemilihannya
dalam prkatek sangat tergantung kepada kepentingan atau tujuan. Refraktometer
lebih praktis dan mudah dipakai dibanding brix hidrometer, tetapi jumlah contoh
yang diamati hanya sedikit. Sebaliknya, hidrometer bisa mengukur kadar Brix
dengan jumlah contoh agak banyak, tapi perlu waktu analisi lebih lama.
Analisis Brix dengan Refraktometer
Prosedur :
1. Contoh nira disaring dengan saringan kasa ukuran 200 mesh
2. Refraktometer dikalibrasi untuk mendapatkan titik nol, pada ruangan ber
AC dan suhu udara sekitar 20 oC. Air murni diteteskan pada prisma
refraktometer, kemudian alat puteran pengatur pelangi diatur sedemikian
rupa sehingga warna merah dan biru dari pelangi tepat berimpit atau
segaris menjadi warna gelap yang tajam. Skala brix diputar sampai garis
batas gelap dan terang tepat pada titik perpotongan garis silang. Angka brix
yang ditunjukkan oleh perpotongan garis batas dengan skala brix harus
tepat nol.
3. Prisma refraktometer dilap dengan kertas tisu atau kertas isat.
4. Sebanyak 1-2 tetes nira diteteskan pada prisma refraktometer
5. Skala brix diputar sampai didapat garis batas gelap dan terang tepat pada
perpotongan garis silang
6. Angka brix ditunjukkan oleh perpotongan garis batas gelap-terang

Perhitungan :

1. Sebagaimana pada prosedur hidrometer, koreksi pembacaan untuk


refraktometer juga dilakukan pada berbagai suhu.
2. Bila terbaca skala 20%, kemudian koreksi pada suhu pembacaan (misal 32
oC) sekitar 0,5, maka nilai terkoreksi brix adalah:
3. Brix terkoreksi = (20 + 0,5) % = 20,5%
BAB III
METODOLOGI PENGAMATAN DAN PENGUKURAN

3.1 Alat dan Bahan


a. Bahan :
 Air 500 ml
 Madu 120 ml
 Keretas Tissue
b. Alat :
 Peralatan proses kontinyu berpengaduk
 Gelas ukur 100 ml dan 200 ml
 Stopwatch
 Refraktometer
 Timbangan.

3.2 Prosedur Percobaan


1. Pasang peralatan tangki kontinyu
2. Pelajari dan uji coba terlebih dahulu peralatan tersebut sebelum digunakan
dengan menggunakan air sebagai bahan
3. Dalam uji coba tersebut tentukan volume maksimum tangki (V) ketika
pengaduk sedang berjalan dan tentukan laju alir input (QF ; ml/detik) output
(QR : ml/detik) sehingga tercapai kondisi steady state (QF=QR)
4. Praktikum dibagi dalam dua kelompok
Kelompok 1 : menguji kosentrasi larutan madu
Kelompok 2 : menguji kosentrasi larutan gula
5. Sediakan air dalam dua buah gelas ukur dengan volume yang sama
6. Lakukan perhitungan brix untuk mengetahui berapa banyak madu atau gula
yang harus dilarutkan dalam air pada gelas ukur, setelah diketahui beratnya
dari hasil perhitungan dengan rumus : [ X = x / ( x + Vair)]
7. Timbang bahan yang akan dihitung kosentrasinya ( madu dan atau gula)
8. Madu dan gula yang telah di timbang masukan ke dalam gelas ukur kemudian
diaduk dengan menggunakan batang pengaduk .
9. Teteskan campuran larutan madu dan atau gula pada refraktometer untuk
diketahui nilai kosentrasinya.
10. Jalankan masing-masing operasi sesuai dengan perlakuan diatas dan periksa
kosentrasi gula dan kosentrasi madu (0Brix) setiap 3 menit pada pengeluaran
tangki atau interval pemeriksaan gula dapat disesuaikan dengan laju alir
11. Buat grafik kosentrasi gula dan kosentrasi madu (ln(Xf-X)) terhadap waktu (t)
berdasarkan hasil percobaan dan tentukan model persamaan dari grafik
tersebut ( y = ax + b )
12. Bandingkan antara proses pemekatan dan pengenceran pada larutan gula
maupun pada larutan madu.
BAB IV
HASIL PERCOBAAN

4.1 Data hasil pengamatan pengenceran dan pengentalan konsentrasi madu


Pada perhitungan menggunakan kalkulator didapat nilai ,

=
+
120
= × 100
120 + 500
= 19,3
Pada praktikum menggunakan refraktometer didapatkan nilai = 16,1
Hasil percobaan yang telah dihitung Q dan ln(Xf-X)-nya sebagai berikut :
Waktu o o
Brix ln(Xf-X) Brix ln(Xf-X)
(Menit) Pengentalan Pengenceran
0 0 2,7788 16,1 ~
3 1 2,7146 16,1 ~
6 2 2,6461 16,1 ~
9 2,1 2,6391 16,1 ~
12 2,1 2,6391 16,0 -2,3025
15 2,5 2,6101 16,0 -2,3025
18 2,6 2,6026 16,0 -2,3025
21 2,7 2,5952 15,9 -1,6094
24 2,8 2,5877 15,7 -0,9162
27 2,9 2,5802 15 ,6 -0,6931

4.2 Data hasil pengamatan pengenceran dan pengentalan konsentrasi gula


Pada perhitungan menggunakan kalkulator didapat nilai ,

=
+
500
= × 100
500 + 2500
= 16,67
Pada praktikum menggunakan refraktometer didapatkan nilai = 18,9
Hasil percobaan yang telah dihitung Q dan ln(Xf-X)-nya sebagai berikut :
o o
Waktu Brix Brix
ln(Xf-X) ln(Xf-X)
(Menit) Pengentalan Pengenceran
0 0 2,939 18,9 ~
3 0 2,939 18,9 ~
6 0 2,939 18,9 ~
9 0,5 2,912 18,9 ~
12 1 2,885 18,9 ~
15 1 2,885 18,9 ~
18 1 2,885 18,3 -0,51
21 1 2,885 17,9 0

4.3 Grafik
 Grafik pengentalan konsentrasi madu terhadap waktu :

Grafik Pengentalan Madu


3.5
3
Brix (kadar air)

2.5
2 y = 0,089x + 0,867
R² = 0,783 Kadar Brix
1.5
Linear Kadar Brix
1
0.5
0
0 10 20 30
t (waktu)

Grafik Pengentalan Madu


2.8
2.75
2.7
ln(Xf-X)

2.65 ln(Xf-X)
2.6 Linear ln(Xf-X)

2.55 y = -0,006x + 2,723


R² = 0,804
2.5
0 10 20 30
t (waktu)
 Grafik pengenceran konsentrasi madu terhadap waktu :

Grafik Pengenceran Madu


16.3
16.2
16.1
Brix (kadar air)

16 Kadar Brix

15.9 Linear Kadar Brix


y = -0,017x + 16,19
15.8
R² = 0,789
15.7
15.6
15.5
0 10 20 30
t (waktu)

Grafik Pengenceran Madu


0
0 10 20 30
-0.5

-1
ln(Xf-X)

-1.5 ln(Xf-X)
y = 0,055x - 2,687
R² = 0,638 Linear ln(Xf-X)
-2

-2.5

-3
t (waktu)
 Grafik pengentalan konsentrasi gula terhadap waktu :

Grafik Pengentalan Gula


1.4
1.2
1
Brix (kadar air)

0.8
y = 0,061x - 0,083 Kadar Brix
0.6
R² = 0,832 Linear Kadar Brix
0.4
0.2
0
-0.2 0 5 10 15 20 25

t (waktu)

Grafik Pengentalan Gula


2,950
2,940
2,930
2,920
ln(Xf-X)

y = -3,21x + 2943 ln(Xf-X)


2,910
R² = 0,832
2,900 Linear ln(Xf-X)
2,890
2,880
2,870
0 5 10 15 20 25
t (waktu)
 Grafik pengenceran konsentrasi gula terhadap waktu :

Grafik Pengenceran Gula


19.2
19
Brix (kadar air)

18.8
18.6
y = -0,039x + 19,11 Kadar Brix
18.4
R² = 0,572 Linear Kadar Brix
18.2
18
17.8
0 5 10 15 20 25
t (waktu)

Grafik Pengenceran Gula


0
0 5 10 15 20 25
-0.1

-0.2
y = 0,014x - 0,595
ln(Xf-X)

-0.3
R² = 0,333 ln(Xf-X)
-0.4
Linear ln(Xf-X)
-0.5

-0.6

-0.7
t (waktu)
BAB V
PEMBAHASAN

Praktikum kali ini mahasiswa dihadapkan pada penerapan teori kesetimbangan


massa (mass balance). Sampel yang digunakan pada praktikum ini berupa madu.
o
Sebelum memulai praktikum, praktikan terlebih dahulu mencari kadar Brix
awal dari larutan yang akan duji, dengan perhitungan menggunakan kalkulator, yang
o
hasilnya akan dijadikan pembanding dengan kadar Brix dari hasil pencampuran
madu dan air dengan menggunakan refraktometer. Kadar oBrix dari larutan
menggunakan kalkulator sebesar 19,3 oBrix , sedangkan hasil dari refraktometer
sebesar 16,1 oBrix . Hal itu terjadi karena kemungkinan pada saat pengujian pelarutan
madu dengan air tidak terjadi secara sempurna, menurut kelompok kami terjadi
pengendapan(akumulasi) larutan madu pada semua sisi pada gelas ukur, sehingga
terjadi perbedaan oBrix dari refraktometer dengan perhitungan menggunakan
kalkulator.
o
Langkah selanjutnya adalah mencari kadar Brix awal dari air, yang dilanjutkan
o
mencari kadar Brix larutan madu yang dicampur air dengan menggunakan
refraktometer, Aduk kedua gelas ukur secara bersama-sama secara konstan dengan
selang waktu 3 menit dan lakukan perhitungan kembali.
Dari data dan grafik yang didapatkan pada saat praktikum, untuk proses
pengentalan, semakin lama waktu, maka oBrix dari larutan madu semakin tinggi. Hal
ini mengindikasikan bahwa larutan tersebut mengalami proses pemekatan seiring
dengan waktu. Secara matematis dapat dituliskan bahwa, proses pengentalan
merupakan fungsi dari waktu.
( )=
Derajat brix dari air sebelum dilakukan praktikum dihitung dengan
menggunakan refraktometer didapatkan 0 oBrix . Menit ke-27 ketika pencatatan
waktu dihentikan, larutan menjadi semakin pekat yang ditunjukkan dengan angka
2,9 oBrix pada refraktometer, air disebelah kiri mengalami pengentalan. Hal ini
disebabkan karena larutan madu pada gelas ukur sebelah kanan, berpindah dan
bercampur dengan air yang terdapat pada gelas ukur yang dihubungkan oleh selang di
sebelah kiri (tampak seperti gambar diatas)
o
Sedangan untuk proses pengenceran, semakin lama waktu, maka kadar Brix
dari larutan madu semakin rendah. Hal ini berarti bahwa larutan tersebut mengalami
proses pengenceran seiring dengan waktu. Derajat brix dari madu sebelum dilakukan
praktikum dihitung dengan menggunakan refraktometer didapatkan 16,1 oBrix .
Menit ke-27 ketika pencatatan waktu dihentikan, larutan menjadi semakin encer
yang ditunjukkan dengan angka 15,6 oBrix pada refraktometer. Hal ini disebabkan
karena madu pada gelas ukur sebelah kanan, berpindah dan bercampur dengan air
yang terdapat pada gelas ukur yang dihubungkan oleh selang di sebelah kiri.
Data pengenceran pada tabel pengenceran di atas, memiliki nilai yang tidak
konstan penurunan oBrix nya,. Terjadi keanehan pada data, dimana pada saat proses
awal dilakukan hingga menit ke 9, data tidak berubah, yakni tetap menunjukan angka
16,1 oBrix . Hal ini mungkin karena pada saat praktikum, kelompok kami melakukan
pengadukan kurang konstan, pada awal kami mengaduk dengan lambat sampai menit
ke-9, tetapi dipertengahan pada menit ke-12 proses pengadukan dipercepat yang
mengakibatkan berubahnya nilai kadar oBrix pada tabel. Pada grafik pengenceran
grafik dimulai dari menit ke-12, karena pada awal sampai menit ke-9 didapatkan hasil
error dalam perhitungan menggunakan kalkulator.
Langkah kerja yang harus dilakukan dengan benar-benar teliti karena
mengandung titik kritis diantaranya yaitu:
1. Pengadukan
Pengadukan harus konstan dan merata, Supaya larutan itu bercampur dengan
sempurna, sehingga ketika melakukan pengukuran dengan menggunkan
refrraktometer didapatkan hasil yang mendekati akurat. Pada praktikum kali
ini praktikan mendapatkan perbedaan derajat brix yang berbeda,
Kadar oBrix dari larutan menggunakan kalkulator sebesar 19,3 oBrix ,
sedangkan hasil dari refraktometer sebesar 16,1 oBrix ,Hal itu terjadi karena
kemungkinan pada saat pengujian pelarutan madu dengan air tidak terjadi
secara sempurna, menurut kelompok kami terjadi pengendapan(akumulasi)
larutan madu pada semua sisi pada gelas ukur, sehingga terjadi
perbedaan oBrix dari refraktometer dengan perhitungan menggunakan
kalkulator.
2. Penyusunan alat
Memastikan agar jangan ada madu ataupun air yang keluar atau masuk gelas
ukur melalui selang sebelum melakukan pengujian. Selang terlipat sehingga
proses transper uap terganggu dan berpengaruh pada konsentrasi kadar gula/
atau madu tersebut.
3. Pengukuran
Pada saat melakukan pengukuran, praktikan harus teliti karena akan
mempengaruhi hasil dari praktikum ini. Proses untuk mencapai
kesetimbangan relatif lama, dilihat dari hasil diatas beda dari tiap pengukuran
sekitar (± 0,1- 0,5) selama 3 menit sekali.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum kali ini dapat disimpulkan:
O Pada praktikum kali ini, praktikan mendapatkan perbedaan derajat brix yang
berbeda, Kadar oBrix dari larutan menggunakan kalkulator sebesar
19,3 oBrix , sedangkan hasil dari refraktometer sebesar 16,1 oBrix ,Hal itu
terjadi karena kemungkinan pada saat pengujian pelarutan madu dengan air
tidak terjadi secara sempurna.
O Terjadi pengendapan (akumulasi) larutan madu pada semua sisi pada gelas
ukur, sehingga terjadi perbedaan oBrix dari refraktometer dengan perhitungan
menggunakan kalkulator.
O Proses yang terjadi pada praktikum kesetimbangan massa adalah proses
unsteady state karena adanya pengendapan ( akumulasi ) madu pada sistem
(gelas ukur).
o
O Proses pengenceran, semakin lama waktu, maka kadar Brix dari larutan
madu semakin rendah.
o
O Proses pengentalan, semakin lama waktu, maka kadar Brix dari larutan
madu semakin tinggi.
O Proses pengentalan dan pengenceran dari 0 menit sampai menit ke-27 tidak
terjadi penurunan atau peningkatan yang signifikan.
6.2 Saran
O Praktikan harus mengurangi titik krisis pengujian, karena akan mempengaruhi
hasil dari praktikum.
O Praktikan harus menggunakan perlatan yang otomatis/electrik untuk
melakukan praktikum, supaya hasil yang diinginkan tercapai.
O Sebaiknya alat dan bahan praktikum disediakan paling telat satu jam sebelum
praktikum agar proses praktikum berjalan lancar.
DAFTAR PUSTAKA

Toledo, R. T. 1993. Fundamentals of Food Process Engineering, Chapman & Hall,


New York.

Setiasih, I.S. 2008. Prinsip Keteknikan Pengolahan Pangan. Bandung: Widya


Padjadjaran.

Nurjanah, sarifah.2010.Modul Kuliah Satuan Operasi Industri. Jatiangor : Unpad

También podría gustarte