Está en la página 1de 87

EGERI

SN SE
TA

SI

M
UNIVER

AR
ANG
PENERAPAN PENDEKATAN CTL (CONTEXTUAL TEACHING &

LEARNING) UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS & HASIL

BELAJAR POKOK BAHASAN KOLOID SISWA KELAS XI SMA N 1

KENDAL

skripsi

Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pendidikan

oleh

Ratih Irawati

4301403013

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


2007
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia

skripsi pada.

Hari :

Tanggal :

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

Drs. Nuwachid Budi S, M.Si Drs. Kasmui, MSi

NIP. 130604215 NIP. 131931625

Mengesahkan,

Ketua Jurusan Kimia

Drs. Sigit Priatmoko, Msi

NIP. 131965839

ii
PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi FMIPA

UNNES pada tanggal

Panitia:

Ketua Sekretaris

Kasmadi Imam S. Drs. Sigit Priatmoko, Msi


NIP. 0000000 NIP. 131965839

Penguji Penguji/ Pembimbing I

Drs. Nuwachid Budi S, M.Si


NIP. 130604215
Penguji/ Pembimbing II

Drs. Kasmui, Msi


NIP. 131931625

iii
PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini adalah benar-benar hasil

karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau

seutuhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini

dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, Juli 2007

Ratih Irawati

NIM. 4301403013

iv
MOTTO

MOTTO

• ‘Sesungguhnya di samping kesukaran terdapat kemudahan’ (Al Insyirah 5).

• ‘No one can walk backward into future’ (Herghesheimer, Joseph).

• ‘The only good is knowledge, and the only evil is ignorance’ (Diogenes

Laertius).

Skripsi ini untuk:

1. Orang tuaku tercinta.

2. Kakakku; mba Mus, mba Nung, dan

mas Faizin yang selalu memberiku

motivasi dan semangat hidup.

3. Kakek dan Alm. Nenek yang selalu

mendoakanku.

4. Anis, Dyah, Trias, Yeni, Kristin

‘Geng 6’ yang berada di sampingku

dalam suka dan duka.

5. My self

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah S.W.T yang senantiasa melimpahkan rahmat,

hidayah, dan inayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Penerapan Pendekatan

CTL (Contextual Teaching & Learning) untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil

Belajar Pokok Bahasan Koloid Siswa Kelas XI SMA N 1 Kendal” dapat

terselesaikan. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh

gelar Sarjana Pendidikan Kimia di FMIPA UNNES.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberi kesempatan kepada

penulis untuk menyelesaikan studi Strata 1 jurusan Kimia FMIPA Unnes.

2. Dekan FMIPA Universitas Negeri Semarang yang telah memberi ijin untuk

melaksanakan penelitian.

3. Ketua Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang yang telah

membantu dalam hal administrasi.

4. Drs. Nurwachid Budi S, M.Si dan Drs. Kasmui, M.Si sebagai dosen

pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam

menyusun skripsi.

5. Drs. Sutopo, M.Pd sebagai kepala SMA N 1 Kendal yang telah memberi ijin

kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.

6. Nur Anni Kartikawati, S.Si sebagai guru kimia SMA N 1 Kendal yang

berkenan membantu dan bekerjasama dengan penulis selama penelitian.

vi
7. Teman-teman Pendidikan Kimia angkatan 2003 yang telah memberikan

bantuan kepada penulis.

8. Semua pihak yang telah berkenan membantu penulis baik selama penelitian

maupun selama penyusunan skripsi ini, yang tidak mungkin penulis sebutkan

satu persatu.

Akhirnya penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi penulis pada

khususnya dan bagi para pembaca pada umunya.

Semarang, Agustus 2007

Penulis

vii
ABSTRAK

Irawati, Ratih. 2007. Penerapan Pendekatan CTL (Contextual Teaching &


Learning) untuk Meningkatkan Aktivitas & Hasil Belajar Pokok Bahasan Koloid
Siswa Kelas XI SMA N 1 Kendal. Skripsi, Pendidikan Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang.
Pembimbing I Drs. Nurwachid Budi S, M.Si, Pembimbing II Drs. Kasmui, M.Si.
Kata kunci: Pendekatan kontekstual, aktivitas belajar, hasil belajar, koloid

Observasi awal pada siswa kelas XI IPA 1 SMA N 1 Kendal menunjukkan


rendahnya aktivitas siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Hasil observasi
kelas menunjukkan bahwa siswa kurang termotivasi untuk menjawab pertanyaan
yang diberikan guru dan sebagian besar siswa menganggap bahwa kimia
merupakan mata pelajaran yang sulit. Permasalahan tersebut menyebabkan hasil
belajar kimia kurang maksimal yang berdampak tidak tercapainya ketuntasan
belajar secara klasikal maupun individu.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan aktivitas dan hasil
belajar kimia pokok bahasan koloid dengan pendekatan CTL (Contextual
Teaching & Learning). Subyek penelitian ini adalah kelas XI IPA 1 tahun
pelajaran 2006/2007 dengan jumlah 43 siswa. Metode pengumpulan data yang
digunakan adalah dokumen data tentang kondisi awal siswa diambil dari nilai tes
semester I. Tes yang diberikan sebelum (pre tes) dan setelah (post tes) bertujuan
untuk mengetahui hasil belajar kognitif. Penilaian afektif, psikomotorik, aktivitas
siswa diperoleh dari pengamatan melalui lembar observasi, data analisis kuesioner
diperoleh melalui lembar kuesioner.
Berdasarkan data yang diperoleh, nilai rata-rata aktivitas siswa mengalami
peningkatan. Rata-rata nilai aktivitas siswa pada siklus I sebesar 64,4 dengan
ketuntasan secara klasikal 65,1%, pada siklus II rata-rata nilai 68,2 dengan
ketuntasan secara klasikal 74,4%, dan pada siklus III rata-rata nilai 71,7 dengan
ketuntasan secara klasikal 86. Adanya peningkatan aktivitas siswa juga disertai
dengan peningkatan hasil belajar. Hasil belajar kognitif pada siklus I rata-rata nilai
sebesar 69,7 dengan ketuntasan belajar klasikal 58,1%, rata-rata nilai siklus II
76,7 dengan ketuntasan belajar klasikal dan 72,1%, rata-rata nilai pada siklus III
sebesar 77dengan ketuntasan belajar klasikal 86%. Rata-rata nilai hasil belajar
psikomotorik pada siklus I sebesar 63,1 dengan ketuntasan belajar klasikal
62,8%, pada siklus II rata-rata nilai sebesar 65,4 dengan ketuntasan belajar
klasikal 74,4%, dan pada siklus III rata-rata nilai 70,2 dengan ketuntasan belajar
klasikal 88,4%. Rata-rata nilai hasil belajar afektif pada siklus I sebesar 62,6
dengan ketuntasan belajar klasikal 53,5%, pada siklus II rata-rata nilai 66,8
dengan ketuntasan belajar klasikal 72,1, dan rpada siklus III rata-rata nilai 69,5
dengan ketuntasan belajar klasikal 86%.
Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan, dengan penerapan pendekatan
kontekstual (CTL) dalam proses pembelajaran pokok bahasan koloid dapat
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas XI IPA 1 SMA N 1 Kendal.

viii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ................................................................................. i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................. ii

PENGESAHAN ......................................................................................... iii

PERNYATAAN ........................................................................................ iv

MOTTO ..................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ............................................................................... vi

ABSTRAK ................................................................................................. viii

DAFTAR ISI .............................................................................................. ix

DAFTAR TABEL ...................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xiv

BAB I. PENDAHULUAN

A. Alasan Pemilihan Judul ............................................................ 1

B. Penegasan Istilah ...................................................................... 5

C. Rumusan Masalah .................................................................... 6

D. Tujuan Penelitian ...................................................................... 6

E. Manfaat Penelitian ................................................................... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN

A. Tinjauan Pustaka ...................................................................... 7

1. Pengertian Belajar .............................................................. 7

ix
2. Aktivitas Siswa dalam Kegiatan Pembelajaran .................. 8

3. Hasil Belajar ....................................................................... 10

4. Pendekatan Kontekstual ..................................................... 12

5. Pendekatan Kontekstual dalam KTSP ................................ 18

6. Meningkatkan Hasil Belajar Kimia dengan Pendekatan


Kontekstual ......................................................................... 19

7. Penerapan Pendekatan Kontekstual dalam


Pembelajaran Pokok Bahasan Koloid ................................. 20

8. Kompetensi Dasar yang Ingin Dicapai ............................... 28

B. Hipotesis Tindakan .................................................................. 29

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subyek Penelitian .................................................. 30

B. Fokus Penelitian ....................................................................... 30

C. Rancangan Penelitian ............................................................... 31

D. Prosedur Penelitian Tindakan Kelas ........................................ 32

E. Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 34

F. Perangkat Penelitian ................................................................. 36

G. Metode Analisis Data ............................................................... 41

H. Tolok Ukur Keberhasilan ......................................................... 43

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ......................................................................... 45

1. Kondisi Awal ...................................................................... 45

2. Data Hasil Penelitian .......................................................... 46

B. Pembahasan .............................................................................. 58

x
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ................................................................................... 69

B. Saran ......................................................................................... 70

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 71

LAMPIRAN .............................................................................................. 72

xi
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Perbedaan pendekatan kontekstual dengan pendekatan tradisional ..... 17

2. Perbedaan larutan, sistem koloid, dan suspensi ................................... 20

3. Jenis-jenis sistem koloid ....................................................................... 21

4. Aplikasi kimia koloid dalam industri ................................................... 26

5. Nilai hasil belajar (kognitif) siklus I, II, dan III pada


pokok bahasan koloid melalui pendekatan kontekstual siswa
kelas XI IPA 1 SMA N 1 Kendal ......................................................... 47

6. Nilai psikomotorik pada pokok bahasan koloid melalui pendekatan


kontekstual siswa kelas XI IPA 1 SMA N 1 Kendal ............................ 50

7. Nilai afektif pada pokok bahasan koloid melalui pendekatan


kontekstual siswa Kelas XI IPA 1 SMA N 1 Kendal .......................... 52

8. Hasil observasi pelaksanaan tindakan guru siklus I, II, dan III


pada pokok bahasan koloid melalui pendekatan kontekstual
siswa Kelas XI IPA 1 SMA N 1 Kendal .............................................. 54

9. Hasil observasi aktivitas siswa siklus I, II, dan III pada pokok
bahasan koloid melalui pendekatan kontekstual siswa
kelas XI IPA 1 SMA N 1 Kendal ........................................................ 55

10. Hasil kuesioner pengamatan minat siswa siklus I, II, dan III
pada pokok bahasan koloid melalui pendekatan kontekstual siswa
kelas XI IPA 1 SMA N 1 Kendal ......................................................... 57

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Prosedur kerja penelitian tindakan kelas .............................................. 31

2. Diagram Peningkatan rata-rata hasil belajar kognitif ........................... 49

3. Diagram peningkatan persentase ketuntasan belajar kognitif secara


klasikal ................................................................................................. 49

4. Diagram peningkatan rata-rata hasil belajar psikomotorik ................... 51

5. Diagram peningkatan persentase ketuntasan belajar psikomotorik


secara klasikal ....................................................................................... 51

6. Diagram peningkatan rata-rata hasil belajar afektif .............................. 53

7. Diagram peningkatan persentase ketuntasan belajar afektif secara


klasikal .................................................................................................. 54

8. Diagram peningkatan rata-rata nilai aktivitas siswa ............................. 56

9. Diagram peningkatan persentase aktivitas siswa ................................. 56

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Daftar Nilai Semester I Tahun Pelajaran 2006/2007 .............................. 72

2. Kisi-kisi Soal Uji Coba Siklus I ............................................................ 74

3. Soal Uji Coba Siklus I .......................................................................... 75

4. Kisi-kisi Soal Uji Coba Siklus II .......................................................... 81

5. Soal Uji Coba Siklus II ......................................................................... 82

6. Kisi-kisi Soal Uji Coba Siklus III ........................................................ 88

7. Soal Uji Coba Siklus III ....................................................................... 89

8. Kunci Jawaban Soal Uji Coba .............................................................. 93

9. Analisis Validitas, Daya Pembeda, Tingkat Kesukaran, dan


Reliabilitas Soal Siklus I ....................................................................... 94

10. Analisis Validitas, Daya Pembeda, Tingkat Kesukaran, dan


Reliabilitas Soal Siklus II ...................................................................... 102

11. Analisis Validitas, Daya Pembeda, Tingkat Kesukaran, dan


Reliabilitas Soal Siklus III .................................................................... 110

12. Kisi-kisi Soal Siklus I .......................................................................... 117

13. Soal Siklus I ......................................................................................... 118

14. Kisi-kisi Soal Siklus II ......................................................................... 122

15. Soal Siklus II ........................................................................................ 123

16. Kisi-kisi Soal Siklus III ........................................................................ 128

17. Soal Siklus III ....................................................................................... 129

18. Kunci Jawaban Soal ............................................................................. 133

19. Lembar Observasi ................................................................................. 134

xiv
20. Lembar Pengamatan Minat Siswa ........................................................ 142

21. Rencana Pembelajaran ......................................................................... 143

22. Lembar Kerja Siswa ............................................................................. 169

23. Daftar Nilai Pre tes dan Post tes .......................................................... 175

24. Daftar Nilai Aktivitas Siswa Pokok Bahasan Koloid dengan


Pendekatan CTL Siwa Kelas XI IPA 1 ............................................... 177

25. Daftar Nilai Afektif Pokok Bahsan Koloid dengan Pendekatan


CTL Siswa Kelas XI IPA 1................................................................... 179

26. Daftar Nilai Psikomotorik Pokok Bahasan Koloid dengan


Pendekatan CTL Siswa Kelas XI IPA 1 .............................................. 181

27. Rekapitulasi Nilai Kinerja Guru ........................................................... 183

28. Hasil Kuesioner Minat Siswa pada Pokok Bahasan Koloid Melalui
Pendekatan Kontekstual Siswa Kelas XI IPA 1 SMA N 1 Kendal ...... 184

29. Foto Penelitian ..................................................................................... 185

30. Surat-surat Ijin Penelitian ..................................................................... 186

xv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Alasan Pemilihan Judul

Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan

merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui

proses pembelajaran dan atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh

masyarakat. Sesuai dengan UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional Pasal 3 pendidikan bertujuan untuk mengembangkan

potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung

jawab.

Tujuan yang diharapkan ini sulit dicapai apabila siswa dianggap

sebagai obyek pembelajaran dengan kegiatan yang mengutamakan

pembentukan intelektual dan tidak melatih mereka menjadi insan yang kreatif,

mandiri, demokratis serta bertanggung jawab.

Untuk mencapai tujuan di atas, pemerintah telah melakukan

pembaharuan melalui pengembangan kurikulum, dari kurikulum lama yang

cenderung content based menjadi kurikulum yang berbasis kompetensi

(competency based). Sesuai dengan amanat Garis Besar Haluan Negara

(GBHN) 1999-2004, Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas)

menetapkan kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum 1994 menjadi


2

kurikulum 2004 yang telah dilakukan mulai tahun ajaran 2004/2005.

Kurikulum tersebut diperbaharui dengan kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) yang mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar

Nasional Pendidikan untuk tersusunnya kurikulum pada tingkat satuan

pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah dengan mengacu kepada

standar isi dan standar kompetensi lulusan serta berpedoman pada panduan

yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Kurikulum

tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun dan

dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan.

Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip berikut:

1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan

peserta didik dan lingkungannya.

2. Beragam dan terpadu.

3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.

4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan.

5. Menyeluruh dan berkesinambungan.

6. Belajar sepanjang hayat.

7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah

(www.sma1-sltg.sch.id).

Perubahan kurikulum ini tentunya harus diikuti dengan penggunaan

pendekatan atau strategi pembelajaran yang sesuai.


3

Sains berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara

sistematis, sehingga sains bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan

yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip tetapi merupakan

suatu proses penemuan. Pendidikan sains menekankan pada pemberian

pengalaman langsung atau mengembangkan kompetensi agar siswa mampu

memahami alam sekitar secara ilmiah. Oleh karena itu, pendekatan yang

diterapkan dalam pembelajaran sains adalah memadukan antara pengalaman

proses sains dan pemahaman produk sains. Kimia merupakan salah satu

bagian dari sains yang erat kaitannya dengan alam.

Pembelajaran kimia yang dilakukan di SMA Negeri 1 Kendal selama

peneliti melakukan observasi adalah sebagai berikut:

a. Pendahuluan berupa upaya untuk menarik perhatian siswa ke dalam topik

bahasan melalui penjelasan tujuan, penjajagan pengetahuan prasyarat atau

memotivasi dengan menunjukkan manfaat mempelajari topik tersebut.

b. Kegiatan inti yaitu pengenalan konsep yang dibahas melalui metode

cermah sehingga materi bahasan dipahami siswa dilanjutkan dengan

latihan.

c. Kegiatan penutup yang dapat berupa pengambilan kesimpulan, rangkuman

atau pemberian tugas sehubungan dengan topik yang dibahas.

d. Masih terdapatnya pembelajaran yang hanya berlangsung satu arah,

aktivitas siswa hanya mendengar dan mencatat, siswa cenderung pasif,

jarang bertanya, mengemukakan pendapat atau menyanggah pendapat.


4

e. Kegiatan praktikum yang dilakukan hanya untuk membuktikan materi

yang telah diterima dari guru atau teori yang ada di buku/LKS dengan kata

lain siswa hanya memahami apa yang pernah ia terima.

f. Secara klasikal, siswa yang ketuntasannya mencapai 65% sebesar 16,3%.

Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching & Learning/CTL)

merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi

yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa

membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan

dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Nurhadi

2004: 103). Kelebihan pendekatan ini yaitu hasil pembelajaran diharapkan

alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer

pengetahuan dari guru ke siswa. Dengan konsep tersebut guru tidak hanya

sekedar memberikan informasi tetapi lebih banyak berurusan dengan strategi

untuk membantu siswa mencapai tujuannya.

Pada pokok bahasan Koloid, guru harus dapat mengaitkan antara

materi dengan kehidupan sehari-hari siswa. Berkaitan dengan hal tersebut

diatas maka peneliti mengadakan penelitian berupa tindakan kelas tentang

‘Penerapan Pendekatan CTL (Contextual Teaching & Learning) Untuk

Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Pokok Bahasan Koloid Siswa Kelas

XI SMA Negeri 1 Kendal’.


5

B. Penegasan Istilah
Agar tidak terjadi kesalahpahaman istilah maka perlu ditegaskan istilah-

istilah berikut:

1. Aktivitas Belajar

Aktivitas berarti keaktifan, kegiatan, kesibukan. Aktivitas belajar

adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh siswa pada saat proses

pembelajaran untuk mencapai hasil belajar (Hamalik 2005: 171). Aktivitas

yang akan diamati selama pembelajaran adalah aktivitas fisik meliputi

bertanya, mengemukakan pendapat, menjawab pertanyaan guru, dan

mendengarkan penyajian bahan.

2. Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh

pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar (Anni 2004: 4).

Hasil belajar dalam penelitian ini adalah hasil prestasi belajar kimia

berupa nilai setelah siswa melakukan proses belajar mengajar kimia pada

pokok bahasan koloid.

3. Pendekatan Kontekstual

Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu

guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata

dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang

dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan mereka sebagai anggota

keluarga dan masyarakat. (Nurhadi 2004: 103).


6

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan hal-hal yang diuraikan pada alasan pemilihan judul diatas

maka permasalahan yang akan diteliti “Apakah dengan pendekatan

kontekstual dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar kimia pokok

bahasan Koloid siswa kelas XI SMA Negeri 1 Kendal”?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

peningkatan aktivitas dan hasil belajar kimia pokok bahasan Koloid dengan

menggunakan pendekatan kontekstual.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi siswa

Memudahkan siswa dalam memahami dan menguasai konsep kimia

melalui pengalaman nyata dalam pembelajaran.

2. Bagi guru

Memberi konsep yang jelas mengenai pendekatan kontekstual sebagai

upaya untuk mengembangkan ilmu pendidikan.

3. Bagi sekolah

Penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan bagi pelaksanaan Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan, sebagai salah satu acuan dalam upaya

meningkatkan mutu sekolah secara institusioanl.


7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN

A. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Belajar

Menurut Hamalik (2005: 28) belajar adalah suatu proses perubahan

tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Slameto (2003: 2)

mengemukakan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang

untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman

dari enteraksi dengan lingkungan. Gagne dan Berliner menyatakan bahwa

belajar merupakan proses yang didalamnya terjadi perubahan perilaku karena

hasil dari pengalaman (Anni 2004: 2).

Dari pendapat-pendapat diatas, belajar merupakan suatu proses yang

ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang berupa tingkah laku,

pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, dan sikap karena pengalaman atau

interaksi dengan lingkungan. Belajar yang efektif dimulai dari lingkungan

belajar yang berpusat pada siswa, siswa aktif dan guru sebagai fasilitator.

Selain itu pengajaran harus berpusat pada ‘bagaimana cara siswa

menggunakan pengetahuan baru, dan menumbuhkan komunitas belajar dalam

bentuk kerja kelompok sangat diperlukan’(Depdiknas 2002: 5).

Darsono (2000: 30-31) mengemukakan ciri-ciri belajar antara lain:

a. Belajar dilakukan dengan sadar dan mempunyai tujuan sebagai arah

kegiatan dan sebagi tolok ukur keberhasilan.


8

b. Belajar merupakan suatu proses interaksi antara individu dengan

lingkungan, berarti individu harus aktif dengan menggunakan berbagai

potensi yang dimiliki untuk belajar, misalnya perhatian, minat, pikiran,

emosi, motivasi, dan lain-lain.

c. Belajar mengakibatkan terjadinya perubahan yang bersifat internal dalam

aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik yang terpisah satu dengan yang

lain pada diri orang yang belajar. Siswa akan belajar lebih baik jika

lingkungan yang diciptakan alamiah. Belajar akan bermakna jika siswa

mengalami apa yang dipelajari, bukan mengetahui semata. Siswa diberi

kesempatan untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri.

2. Aktivitas Siswa dalam Kegiatan Pembelajaran

Menurut Gulo (2002: 73) belajar adalah seperangkat kegiatan, terutama

kegiatan mental intelektual, mulai dari kegiatan paling sederhana sampai

kegiatan yang rumit, seperti kegiatan fisik maliputi melihat, mendengar,

meraba dengan alat indera manusia yang diteruskan pada struktur kognitif

orang yang bersangkutan.

Proses belajar menuntut siswa untuk aktif mencari, menemukan dan

menggunakan pengetahuan yang dimiliki untuk mendapatkan suatu konsep

pelajaran dengan bantuan guru. Oleh karena itu, dalam pembelajaran kimia,

pembelajaran diusahakan sedemikian rupa sehingga keaktifan siswa betul-

betul terwujud.

Hamalik (2005: 171) mengemukakan bahwa pengajaran yang efektif

adalah pengajaran yang menyediakan kesempatan belajar atau melakukan


9

aktivitas sendiri. Aktivitas belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh

siswa pada saat proses pembelajaran untuk mencapai hasil belajar. Untuk

mencapai hasil belajar yang optimal dalam pembelajaran perlu ditekankan

adanya aktivitas siswa baik secara fisik, mental, intelektual, maupun

emosional. Di dalam pembelajaran siswa dibina dan dikembangkan

keaktifannya melalui tanya jawab, berpikir kritis, diberi kesempatan untuk

mendapatkan pengalaman nyata dalam melaksanakan praktikum, pengamatan,

diskusi, dan mempertanggungjawabkan segala hasil pekerjaan yang

ditugaskan.

Menurut Dierich dalam Hamalik (2005: 172), aktivitas siswa dapat

digolongkan menjadi delapan, yaitu:

a Aktivitas visual, meliputi membaca, melihat gambar, mengamati

eksperimen, demonstrasi, dan mengamati orang lain bekerja atau bermain.

b Aktivitas lisan (oral), meliputi mengemukakan fakta atau konsep,

menghubungkan kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran,

mengemukakan pendapat, wawancara, dan diskusi.

c Aktivitas mendengarkan, meliputi mendengarkan penyajian bahan dan

percakapan atau diskusi kelompok.

d Aktivitas menulis, meliputi menulis cerita, laporan, membuat rangkuman,

mengerjakan tes, dan mengisi angket.

e Aktivitas menggambar, meliputi menggambar, membuat grafik, chart, dan

diagram peta.
10

f Aktivitas metrik, meliputi melakukan percobaan, memilih alat, dan

membuat model.

g Aktivitas mental, meliputi merenungkan, mengingat, memecahkan

masalah, menganalisis, dan membuat keputusan.

h Aktivitas emosional, meliputi minat, membedakan, berani, dan tenang.

Dalam proses belajar mengajar, guru perlu menimbulkan aktivitas siswa

dalam berpikir maupun berbuat. Dalam berbuat siswa dapat menjalankan

perintah, melaksanakan tugas, membuat grafik, diagram, intisari dari pelajaran

yang disajikan oleh guru. Bila siswa berpartisipasi secara aktif, maka ia

memiliki ilmu/ pengetahuan yang baik (Slameto 2003: 36).

3. Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar

setelah mengalami aktivitas belajar (Anni 2004: 4). Pada umumnya hasil

belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga ranah yaitu kognitif, afektif, dan

psikomotorik.

Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk

didalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis,

mensintesis dan kemampuan mengevaluasi. Kemampuan yang penting pada

ranah kognitif adalah kemampuan menerapkan konsep-konsep untuk

memecahkan masalah yang ada di lapangan (Anni 2004: 6).

Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap,

emosi, dan nilai (Anni 2004: 7).


11

Ranah psikomotorik mencakup menunjukkan adanya kemampuan fisik

seperti ketrampilan motorik dan syaraf, manipulasi objek, dan koordinasi

syaraf (Anni 2004: 9).

Untuk mencapai hasil belajar yang optimal, ada beberapa faktor yang

mempengaruhi, yaitu:

a. Faktor dari dalam siswa, yaitu kemampuan yang dimiliki siswa, motivasi

belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan,

sosial, ekonomi, faktor psikis dan fisik.

b. Faktor dari luar diri siswa, yaitu kualitas pengajaran atau tinggi rendahnya

proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Menurut Slameto (2003: 92-93) ada beberapa syarat yang diperlukan

untuk melaksanakan pengajaran yang efektif, yaitu:

1) Belajar secara aktif, baik mental maupun fisik. Di dalam belajar siswa harus

mengalami aktivitas mental, seperti belajar dapat mengembangkan

kemampuan intelektual, berfikir kritis, menganalisis dan aktivitas fisik,

seperti mengerjakan sesuatu, membuat peta dan lain-lain.

2) Guru harus mempergunakan banyak metode pada waktu mengajar. Variasi

metode mengakibatkan penyajian bahan pelajaran lebih menarik perhatian

siswa, mudah diterima siswa, dan kelas menjadi hidup. Metode panyajian

yang selalu sama akan membosankan siswa.

3) Kurikulum yang baik dan seimbang. Kurikulum sekolah yang memenuhi

tuntutan masyarakat dikatakan bahwa kurikulum itu baik dan seimbang.


12

Kurikulum juga harus mampu mengembangkan segala segi kepribadian

siswa, di samping kebutuhan siswa sebagai anggota masyarakat.

4) Pelajaran di sekolah perlu dihubungkan dengan kehidupan yang nyata di

masyarakat. Bentuk-bentuk kehidupan di masyarakat dibawa ke sekolah,

agar siswa mempelajari sesuai dengan kenyataan.

5) Dalam interaksi belajar mengajar, guru harus banyak memberi kebebasan

siswa untuk menyelidiki sendiri, mencari pemecahan masalah sendiri. Hal

ini menumbuhkan rasa tanggung jawab yang besar terhadap sesuatu yang

dikerjakan siswa dan kepercayaan pada diri sendiri.

4. Pendekatan Kontekstual

a. Hakekat Pendekatan Kontekstual

Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu

guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata

siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang

dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan mereka sebagai anggota

keluarga dan masyarakat (Nurhadi 2004: 103). Pengetahuan dan

ketrampilan siswa diperoleh dari siswa mengkonstruksi sendiri

pengetahuan dan ketrampilan baru ketika ia belajar.

Dengan pendekatan kontekstual proses pembelajaran diharapkan

berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami,

bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Siswa mempelajari yang

bermanfaat dan berupaya menggapainya. Dalam upaya itu, siswa

memerlukan guru sebagai pengarah dan pembimbing.


13

b. Penerapan Pendekatan Kontekstual di Kelas

Penerapan pendekatan kontekstual dalam kelas cukup mudah. Secara

garis besar, langkah-langkah pendekatan kontekstual adalah sebagai

berikut:

1) Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna

dengan cara bekerja sendiri dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan

dan ketrampilan barunya.

2) Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik.

3) Mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.

4) Menyiapkan ‘masyarakat belajar’ (belajar dalam kelompok-kelompok).

5) Menghadirkan ‘model’ sebagai contoh pembelajaran.

6) Melakukan refleksi di akhir pertemuan.

7) Melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara. (Nurhadi

2004: 106).

c. Tujuh Komponen Pendekatan Kontekstual

Pendekatan kontekstual memiliki tujuh komponen utama yang harus

diterapkan dalam pembelajarannya (Depdiknas 2002: 10). Ketujuh

komponen tersebut diuraikan sebagai berikut:

1) Konstruktivisme (Construktivism)

Konstruktivisme merupakan landasan berfikir secara filosofi

pendekatan kontekstual, pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit

demi sedikit, hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit)

dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat


14

fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat.

Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna

melalui pengalaman nyata.

a) Dalam pandangan konstruktivis, ‘strategi memperoleh’ lebih

diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan

mengingat pengetahuan. Untuk itu, tugas guru adalah memfasilitasi

proses tersebut dengan menjadikan pengetahuan bermakna dan

relevan bagi siswa

b) Memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya

sendiri, dan

c) Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam

belajar (Nurhadi 2004: 33-34).

2) Menemukan (Inquiry)

Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran

berbasis kontekstual. Pengetahuan dan ketrampilan siswa diperoleh

bukan dari hasil mengingat seperangkat fakta tetapi dari menemukan

sendiri. Siklus inquiry: merumuskan masalah, observasi, bertanya,

mengajukan dugaan (hipotesis), pengumpulan data dan penyimpulan.

(Nurhadi 2004: 43).

3) Bertanya (Questioning)

Pertanyaan dapat digunakan untuk berbagai macam tujuan, bentuk,

dan jawaban yang ditimbulkannya. Dalam kelas, guru mengajukan

pertanyaan untuk bercakap-cakap, merangsang siswa berfikir,


15

mengevaluasi belajar, memulai pengajaran, memperjelas gagasan, dan

meyakinkan apa yang diketahui siswa.

Menurut Nurhadi (2004: 46) dalam pembelajaran yang produktif,

kegiatan bertanya berguna untuk:

a) Menggali informasi, baik administrasi maupun akademis

b) Mengecek pemahaman siswa

c) Membangkitkan respon kepada siswa mengetahui sejauh mana

keingintahuan siswa

d) Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa

e) Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru

f) Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa

g) Menyegarkan kembali pengetahuan siswa.

Aktivitas bertanya dapat ditemukan ketika siswa berdiskusi,

bekerja dalam kelompok, ketika menemui kesulitan, ketika mengamati,

dan sebagainya.

4) Masyarakat Belajar (Learning Community)

Dalam masyarakat-belajar, hasil pembelajaran dapat diperoleh dari

kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari sharing

antarteman, antarkelompok, dan antara mereka yang belum tahu.

(Nurhadi 2004: 47)

Masyarakat belajar (learning community) mengandung arti sebagai

berikut:

a) Adanya kelompok belajar yang berkomunikasi untuk berbagai

gagasan dan pengalaman.

b) Ada kerja sama untuk memecahkan masalah.


16

c) Ada tanggung jawab kelompok, semua anggota dalam kelompok

mempunyai tanggung jawab yang sama.

d) Ada komunikasi dua arah atau multi arah.

e) Ada kesediaaan untuk menghargai pendapat orang lain.

5) Pemodelan (Modelling)

Maksudnya dalam sebuah pembelajaran ketrampilan atau

pengetahuan tertentu ada model yang bisa ditiru (Nurhadi 2004: 49).

6) Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau

berfikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa

yamg lalu (Nurhadi 2004: 51).

Refleksi diperlukan karena pengetahuan harus dikontekstualkan

agar sepenuhnya dipahami dan diterapkan secara luas.

7) Penilaian Sebenarnya (Authentic Assesment)

Assesment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa

memberikan gambaran perkembangan belajar siswa untuk memastikan

bahwa siswa mengalami proses belajar yang benar (Nurhadi 2004: 52).

Gambaran tentang kemajuan belajar siswa diperlukan di sepanjang

proses pembelajaran maka assesment tidak dilakukan di akhir periode,

tetapi dilakukan bersamaan dengan proses pembelajaran.

Karakteristik Autentic Assesment:

a) Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung

b) Bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif

c) Yang diukur ketrampilan dan performansi, bukan mengingat fakta

d) Berkesinambungan

e) Dapat digunakan sebagai feed back.


17

d. Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Tradisional

Menurut Nurhadi (2004: 35-36) perbedaan pendekatan kontekstual

dengan pendekatan tradisional (behaviorisme/ struktural/ objektivisme)

adalah.

Tabel 1. Perbedaan pendekatan kontekstual dengan pendekatan tradisional


No Pendekatan kontekstual Pendekatan tradisional
1. Siswa terlibat secara aktif dalam Siswa adalah penerima informasi
proses pembelajaran. secara pasif.
2. Siswa belajar dari teman melalui Siswa belajar secara individual.
kerja kelompok, diskusi, dan
saling mengoreksi.
3. Pembelajaran dikaitkan dengan Pembelajaran sangat abstrak dan
kehidupan nyata atau masalah teoritis.
yang disimulasikan.
4. Bahasa diajarkan dengan Bahasa diajarkan dengan pendekatan
pendekatan komunikatif, yakni struktural, rumus diterangkan
siswa diajak menggunakan sampai paham, kemudian dilatihkan.
bahasa dalam konteks nyata.
5. Siswa menggunakan kemampuan Siswa secara pasif menerima rumus
berpikir kritis, terlibat penuh atau kaidah (membaca,
dalam mengupayakan terjadinya mendengarakan, mencatat,
proses pembelajaran yang efektif, menghafal) tanpa memberikan
dan membawa skemata masing- kontribusi ide dalam proses
masing ke dalam proses pembelajaran.
pembelajaran.
6. Pengetahuan yang dimiliki Pengetahuan adalah penangkapan
manusia dikembangkan oleh terhadap serangkaian fakta, konsep
manusia itu sendiri. Manusia atau hukum yang berada di luar diri
menciptkan atau membangun manusia.
pengetahuan dengan cara
memahami pengalaman.
7. Hasil belajar diukur dengan Hasil belajar diukur hanya dengan
berbagai cara, seperti: proses tes.
bekerja, hasil karya, penampilan,
tes, dan lain-lain.
8. Pembelajaran terjadi di berbagai Pembelajaran hanya terjadi dalam
tempat, konteks, dan setting. kelas.
9. Perilaku dibangun atas kesadaran Perilaku dibangun atas kebiasaan.
diri.
18

5 Pendekatan Kontekstual dalam KTSP

Pendekatan kontekstual merupakan suatu konsep belajar, guru

menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa

membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan kehidupan

mereka sehari-hari sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Pendekatan

kontekstual merupakan pendekatan yang membuat hubungan antara

pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-

hari sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Pendekatan kontekstual

merupakan pendekatan yang memungkinkan siswa untuk menguatkan,

memperluas, menerapkan pengetahuan dan ketrampilan akademik mereka

dalam berbagai tatanan kehidupan baik disekolah maupun diluar sekolah.

Selain itu, siswa dilatih memecahkan masalah yang mereka hadapi dalam

suatu situasi, misalnya dalam bentuk stimulasi, dan masalah yang memang ada

dalam dunia nyata. Dengan pendekatan kontekstual siswa belajar diawali

dengan pengetahuan, pengalaman dan konteks keseharian yang mereka miliki

dikaitkan dengan konsep mata pelajaran yang dipelajari di kelas, dan

selanjutnya dimungkinkan untuk mengimplementasikan dalam kehidupan

keseharian mereka (Nurhadi 2004: 4-7).

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan berdasarkan panduan penyusunan

kurikulum yang disusun oleh BSNP. Kurikulum dikembangkan berdasarkan

prinsip-prinsip berikut:

a. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan

peserta didik dan lingkungannya.

b. Beragam dan terpadu.

c. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.

d. Relevan dengan kebutuhan kehidupan.


19

e. Menyeluruh dan berkesinambungan.

f. Belajar sepanjang hayat.

g. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.

(www.sma1-sltg.sch.id).

Dengan demikian, pendekatan kontekstual sesuai dengan Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) karena melalui pembelajaran dengan

pendekatan kontekstual siswa akan dibawa tidak hanya masuk ke kawasan

pengetahuan, tetapi juga sampai pada penerapan pengetahuan.

6. Meningkatkan Hasil Belajar Kimia Dengan Pendekatan Kontekstual

Kimia merupakan ilmu alam, hal-hal yang dipelajari ada dilingkungan

kehidupan kita. Belajar kimia tidak bisa hanya dengan duduk, mendengarkan

ceramah atau cerita saja. Sehingga diperlukan suatu pembelajaran yang efektif

dan kondusif.

Karakteristik pembelajaran efektif adalah memudahkan siswa belajar

sesuatu yang bermanfaat, seperti: fakta ketrampilan, nilai, konsep, dan

bagaimana hidup serasi dengan sesama atau sesuatu hasil yang diinginkan.

Dalam kondisi pembelajaran kondusif, melibatkan siswa secara aktif dalam

mengamati, mengoperasikan alat atau berlatih menggunakan objek konkrit

disertai dengan diskusi yang sesuai, diharapkan siswa dapat bangkit sendiri

untuk berfikir, menganalisis data, menjelaskan ide, bertanya, berdiskusi dan

menulis apa yang dipikirkan sehingga memberi kesempatan siswa untuk

mengkonstruksikan pengetahuan sendiri.


20

7. Penerapan Pendekatan Kontekstual Dalam Pembelajaran Pokok

Bahasan Koloid

Pokok materi koloid pada kelas XI IPA semester II yang dipelajari secara

rinci adalah sebagai berikut:

a. Komponen dan Pengelompokkan Sistem Koloid

Istilah “koloid” diusulkan oleh Thomas Graham (1805-1869) dari

Inggris pada tahun 1861. Sewaktu meneliti proses difusi berbagai zat

dalam medium cairan, Graham mengamati bahwa zat-zat seperti lem kanji,

gelatin, getah dan albumin berdifusi sangat lambat dan tidak mampu

menembus membran tertentu. Kelompok zat-zat ini dinamakan koloid,

yang berarti ’seperti lem” (bahasa Yunani: kolla = lem, oidos = seperti).

Dewasa ini istilah koloid dipakai untuk menyatakan ukuran pertikel

serta sistem campuran. Partikel-partikel suatu zat dikatakan berukuran

koloid apabila berdiameter antara 10-5cm sampai 10-7cm. Yang disebut

sistem koloid adalah suatu campuran zat-zat yang tersebar merata dengan

berukuran koloid dalam suatu zat lain.

Perbedaan larutan, sistem koloid, dan suspensi dapat dirangkum dalam

Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Perbedaan larutan, sistem koloid, dan suspensi


No. Larutan Sistem koloid Suspensi
1. Satu fasa Dua fasa Dua fasa
2. Jernih Tidak jernih Tidak jernih
-7
3. Diameter partikel Diameter partikel 10 Diameter partikel
<10-7 cm – 10-5cm >10-5 cm
4. Tidak dapat disaring Tidak dapat disaring Dapat disaring
5. Tidak memisah jika Tidak memisah jika Memisah jika
didiamkan didiamkan didiamkan
21

Sebagaimana halnya larutan yang tersususun dari zat terlarut dan pelarut,

sistem koloid juga tersusun dari dua komponen, yaitu fasa terdispersi,

yaitu zat yang tersebar merata serta fasa pendispersi, yaitu zat medium

tempat partikel-pertikel koloid itu tersebar.

Baik fasa terdispersi maupun fasa pendispersi dalam suatu sistem

koloid dapat berupa gas, cair atau padat. Namun perlu dikemukakan

bahwa campuran gas dengan gas tidaklah membentuk sistem koloid, sebab

semua gas akan bercampur homogen dalam segala perbandingan.

Dengan demikian kita mengenal delapan jenis sistem koloid, seperti

tercantum dalam Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Jenis-jenis sistem koloid


Fasa Medium Sistem Koloid Contoh
Terdispersi Pendispersi
Gas Cair Busa Buih sabun, buih ombak,
krim kocok
Gas Padat Busa padat Batu apung
Cair Gas Aerosol cair Kabut, pengeras rambut
(hair spray).
Cair Cair Emulsi Susu cair, santan
Cair Padat Gel Keju, mentega, selai
Padat Gas Aerosol padat Asap, debu tersebar di udara
Padat Cair Sol Lem kanji, cat, tinta
Padat Padat Sol padat Kaca, permata, aliase
(perunngu, kuningan)

Dari tabel di atas jelas bahwa proses-proses di alam sekitar kita banyak

berhubungan dengan sistem koloid. Kegunaan dari cabang ilmu “Kimia

Koloid” terdapat di berbagai bidang. Protoplasma dalam sel-sel makhluk

hidup merupakan sistem koloid, sehingga kimia diperlukan untuk

menerangkan reaksi-reaksi dalam sel. Tanah liat yang dicampurkan ke


22

dalam air yang mengandung sedikit NaOH juga merupakan sistem koloid,

dan pemahaman tentang koloid sangat membantu dalam meningkatkan

kesuburan lahan. Dalam bidang industri, kimia koloid banyak

dimanfaatkan pada pembuatan berbagai produk, antara lain biskuit, keju,

mentega, cat, tinta, kosmetika, dan insektisida. Fakta-fakta ini

menunjukkan betapa luas peranan sistem koloid dalam kehidupan kita.

b. Sifat-sifat Koloid

1) Efek Tyndall

Jika seberkas cahaya masuk ke ruangan gelap melalui suatu celah,

maka berkas cahaya itu akan terlihat jelas. Sebab partikel-pertikel debu

dalam ruangan yang berukuran koloid akan menghamburkan cahaya

tersebut.

Peristiwa penghamburan cahaya oleh partikel koloid disebut efek

Tyndall, karena hal ini mula-mula diterangkan oleh John Tyndall (1820-

1893), ahli fisika bangsa Inggris.

Efek Tyndall dapat digunakan untuk membedakan sistem koloid dan

larutan sejati. Partikel-pertikel dalam larutan yang berupa molekul atau ion

terlalu kecil untuk menghamburkan cahaya, sehingga berkas cahaya dalam

larutan tidak terlihat. Sebaliknya, cahaya yang melewati sistem koloid

akan terlihat nyata.


23

2) Gerak Brown

Partikel-pertikel koloid tersebar merata dalam medium pendispersi dan

tidak memisah meskipun didiamkan yang disebabkan karena adanya gerak

terus-menerus secara zig-zag tetapi gesit dari partikel-pertikel tersebut.

Gerakan zig-zag dari partikel koloid dalam medium pendispersinya

disebut gerak Brown, berdasarkan nama ahli botani bangsa Inggris yang

menemukan gerakan ini pada tahun 1827, yaitu Robert Brown (1773-

1858).

Gerak Brown membuktikan teori kinetik molekul, sebab gerakan

tersebut adalah akibat tabrakan antara partikel koloid dengan molekul-

molekul medium pendispersinya dari segala arah. Oleh karena momentum

partikel koloid jauh lebih besar dari molekul mediumnya, maka partikel

koloid bergerak pada garis lurus sampai arah dan kecepatannya diubah

oleh tabrakan berikutnya.

3) Adsorpsi Koloid

Adsorpsi adalah peristiwa penyerapan suatu molekul atau ion pada

permukaan suatu zat. Suatu sistem koloid mempunyai kemampuan

mengadsorpsi, sebab partikel-partikel koloid memiliki permukaan yang

sangat luas. Sifat adsorpsi dari koloid dapat kita saksikan antara lain, pada

proses-proses berikut ini.

a) Pada penyembuhan sakit perut oleh serbuk karbon (norit), campuran

serbuk karbon dengan cairan usus akan membentuk sistem koloid yang

mampu mengadsorpsi kuman-kuman yang berbahaya.


24

b) Pada proses pemurnian gula pasir, gula yang masih kotor (berwarna

coklat) dilarutkan dalam air panas, lalu dialirkan melalui sistem koloid

yang berupa tanah diatom atau karbon. Kotoran pada gula akan

teradsorpsi, sehingga diperoleh gula yang putih bersih.

4) Muatan Koloid Dan Elektroforesis

Partikel-partikel koloid dapat bermuatan listrik sebagai akibat dari

penyerapan ion pada permukaan partikel koloid tersebut. Sebagai contoh,

koloid Fe(OH)3 dalam air akan menyerap kation-kation sehingga ia

bermuatan positif, sedangkan koloid As2S3 bermuatan negatif karena

menyerap ion-ion. Kestabilan suatu koloid selain disebabkan adanya gerak

Brown juga disebabkan adanya muatan listrik pada permukaan partikel

koloid. Gaya tolak-menolak di antara muatan yang sama mencegah

pemisahan atau penggumpalan sehingga sistem koloid menjadi stabil.

Pergerakan partikel koloid di bawah pengaruh medan listrik disebut

elektroforesis. Pada peristiwa elektroforesis, partikel-partikel koloid

dinetralkan muatannya dan digumpalkan pada elektrode.

Beberapa kegunaan dari elektroforesis antara lain sebagai berikut.

a) Untuk menentukan muatan suatu koloid.

b) Untuk mengurangi zat-zat pencemar udara yang dikeluarkan dari

cerobong asap pabrik. Cerobong asap pabrik bagian dalam dilengkapi

dengan “pengendap elektrostatika” berupa lempengan logam yang

diberi muatan listrik, yang akan menarik dan menggumpalkan debu-

debu halus dalam asap buangan.


25

5). Koagulasi Koloid

Partikel-partikel koloid dapat mengalami koagulasi (penggumpalan)

dengan cara penambahan suatu elektrolit yang muatannya berlawanan.

Sifat koagulasi partikel koloid antara lain, dapat kita amati pada proses-

proses berikut ini.

a) Pada proses penjernihan air, ditambahkan tawas (Al2(SO4)3 yang

menyediakan ion Al3+ untuk mengendapkan partikel lumpur.

b) Jika bagian tubuh kita mengalami luka, maka ion Al3+ atau Fe3+ segera

menetralkan partikel albuminoid yang dikandung darah, sehingga

terjadi penggumpalan yang menutupi luka.

6). Koloid Liofil dan Koloid Liofob

Berdasarkan sifat adsorpsi dari partikel koloid terhadap medium

pendispersinya, terdapat dua macam koloid.

a) Koloid liofil yaitu koloid yang “senang cairan” (bahasa Yunani: lyo =

cairan; philia = senang). Partikel-partikel koloid akan mengadsorpsi

molekul cairan, sehingga terbentuk selubung di sekeliling partikel

koloid itu. Jika medium pendispersinya air, istilah yang dipakai adalah

hidrofil (senang air). Contoh koloid liofil adalah lem kanji, protein,

dan agar-agar.

b) Koloid liofob, yaitu koloid yang “benci cairan” (phobia = benci).

Partikel-partikel tidak mengadsorpsi molekul cairan. Jika mediumnya

air, istilah yang dipakai ialah hidrofob (benci air). Contoh koloid

hidrofob adalah sol sulfida dan sol-sol logam.


26

c. Pembuatan Koloid
1) Cara Kondensasi
Salah satu cara pembuatan koloid adalah cara kondensasi,
menggumpalkan partikel-partikel larutan yang terlalu kecil menjadi
partikel yang berukuran koloid. Partikel-partikel larutan yang berupa
ion, atom atau molekul dapat dikondensasi atau digumpalkan menjadi
ukuran koloid melalui cara fisis ( penurunan kelarutan) atau cara kimia
(reaksi-reaksi tertentu).
2) Cara Dispersi
Suatu koloid dapat dibuat melalui cara dispersi yaitu
menghaluskan partikel-partikel suspensi yang terlalu besar menjadi
partikel-partikel yang berukuran koloid (Anshory 1999: 122-134).
d. Koloid dalam Kehidupan Sehari-hari
Koloid banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, seperti di alam,
industri, makhluk hidup, dan pertanian. Di industri, aplikasi koloid untuk
produksi cukup luas. Hal ini disebabkan sifat karakteristik koloid yang
penting, yaitu dapat digunakan untuk mencampur zat-zat yang tidak dapat
saling melarutkan secara homogen dan bersifat stabil untuk produksi skala
besar.
Contoh aplikasi kimia koloid dalam industri dapat dilihat pada tabel 4
berikut.
Tabel 4. Aplikasi kimia koloid dalam industri
Jenis industri Contoh aplikasi
Industri makanan Keju, mentega, susu
Industri kosmetika dan perawatan Krim, pasta gigi
tubuh
Industri cat Cat
Industri kebutuhan rumah tangga Sabun
Industri pertanian Pestisida, dan insektisisda
Industri farmasi Penisilin untuk suntikan
27

Aplikasi sistem koloid lainnya, yaitu:

1) Pemutihan gula

Gula tebu yang masih berwarna dapat diputihkan. Hal ini dilakukan

dengan melarutkan gula ke dalam air, kemudian dialirkan melalui

sistem koloid tanah diatome atau karbon. Partikel koloid akan

mengadsorpsi zat warna tersebut.

2) Pengambilan partikel koloid asap dan debu dari gas buangan pabrik

Contoh alat yang menggunakan prinsip elektroforesis adalah pengendap

Cottrel. Alat ini digunakan untuk memisahkan partikel koloid seperti

asap dan debu yang terkandung dalam gas buangan pabrik. Hal ini

bertujuan untuk mengurangi zat polusi udara, disamping dapat

digunakan untuk memperoleh kembali debu berharga seperti debu

arsenik oksida.

3) Pembentukan delta di muara sungai

Air sungai mengandung partikel koloid pasir dan tanah liat yang

bermuatan negatif. Sedangkan air laut mengandung ion Na+, Mg2+, dan

Ca2+ yang bermuatan positif. Ketika air sungai bertemu air laut, maka

ion positif dari air laut akan menetralkan muatan pasir dan tanah liat.

Akibatnya, terjadi koagulasi yang membentuk suatu delta.

4) Penggumpalan darah

Darah mengandung sejumlah koloid protein yang bermuatan negatif.

Jika terdapat luka kecil, maka luka tersebut dapat diobati dengan pensil

stiptik atau tawas yang mengandung ion Al3+ dan Fe3+. Ion ini akan
28

menetralkan muatan partikel koloid protein dan membantu

penggumpalan darah.

5) Proses penjernihan air

Air mengandung partikel koloid tanah dan lainnya yang bermuatan

negatif. Untuk memperoleh air jernih, maka partikel koloid harus

dipisahkan yang dilakukan dengan penambahan tawas Al2(SO4)3.

Tawas mengandung ion Al3+ yang cukup kecil tetapi bermuatan. Ion

Al3+ terhidrolisis membentuk partikel koloid Al(OH)3 yang bermuatan

positif.

Al3+ + 3H2O Al(OH)3 + 3H+

Al(OH)3 menghilangkan muatan negatif dari partikel koloid lumpur

sehingga terjadi koagulasi. Al(OH)3 mengendap bersama-sama lumpur

(Johari 2004: 297-299).

8 Kompetensi Dasar yang Ingin Dicapai

Kompetensi dasar yang ingin dicapai dalam pembelajaran pokok bahasan

koloid adalah:

a. Mengelompokkan koloid berdasarkan hasil pengamatan dan

penggunaannya di industri.

b. Mengidentifikasi sifat-sifat koloid dan penerapannya dalam kehidupan

sehari-hari.

c. Membuat berbagai koloid dengan bahan-bahan yang ada di sekitar.

(Depdiknas 2003: 122).


29

Diharapkan kompetensi dasar tersebut dapat tercapai sehingga siswa dapat

menghubungkan dan menerapkan materi pelajaran dalam kehidupan sehari-

hari dapat berhasil sehingga bermanfaat dalam kehidupan siswa di kemudian

hari. Pendekatan kontekstual sangat tepat digunakan dalam pembelajaran ini

karena selain pendekatan konsep dan pendekatan ketrampilan proses,

pendekatan ini juga melibatkan siswa secara aktif dan mengaitkan materi

pelajaran dengan kehidupan nyata.

Proses pembelajaran dengan pendekatan kontekstual yang melibatkan siswa

secara aktif diharapkan dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk

mengkonstruksi pengetahuan mereka sehingga hasil pembelajaran menjadi

lebih bermakna bagi siswa.

B. Hipotesis Tindakan

Penggunaan metode penelitian tindakan kelas dengan menggunakan

pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa

kelas XI SMA Negeri 1 Kendal.


30

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang menggunakan

data pengamatan langsung terhadap jalannya proses pembelajaran di kelas. Data

yang diperoleh dianalisis melalui beberapa tahapan dalam siklus-siklus tindakan.

A. Lokasi dan Subyek Penelitian

Tempat pelaksanaan penelitian di SMA N 1 Kendal yang beralamatkan

di Jl Raya Barat No. 126 Kendal, kelas XI IPA 1 semester II tahun ajaran

2006/2007 dengan jumlah 43 siswa yaitu 25 siswa perempuan dan 18 siswa

laki-laki.

B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian merupakan apa yang menjadi titik perhatian dalam

suatu penelitian. Fokus penelitian juga biasa disebut dengan obyek penelitian

atau variabel penelitian. Dalam penelitian tindakan kelas ini, yang menjadi

fokus penelitian adalah hasil belajar yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan

psikomotorik serta aktivitas belajar siswa yang meliputi aktivitas fisik siswa

kelas XI IPA 1 semester 2 dalam pembelajaran kimia melalui pendekatan

kontekstual.
31

C. Rancangan Penelitian

Prosedur kerja dalam penelitian ini merupakan siklus kegiatan yang

minimal terdiri atas tiga siklus. Masing-masing siklus meliputi perencanaan,

tindakan, observasi, dan refleksi. Prosedur kerja tersebut secara garis besar

dapat dijelaskan dengan deskripsi umum penelitian tindakan kelas (Arikunto

2006: 74).

Siklus I Permasalah Rencana Pelaksanaan


an Tindakan Tindakan

Tersele Refleksi I Observasi I


saikan

Rencana Tindakan Pelaksanaan


Siklus II
Tindakan

Tersele Refleksi II Observasi II


saikan

Siklus III Rencana Tindakan Pelaksanaan


Tindakan

Tersele Refleksi III Observasi III


saikan

Gambar 1. Prosedur kerja penelitian tindakan kelas


32

D. Prosedur Penelitian Tindakan Kelas

Seperti yang telah dikemukakan di atas, penelitian tindakan kelas ini

dilaksanakan secara bertahap, yaitu melalui siklus 1, 2, dan 3. Jadi dalam hal

ini, bila setelah diberi perlakuan belum ada peningkatan hasil, maka akan

diadakan perbaikan pada siklus berikutnya. Penjabaran pelaksanaan kegiatan

yang dilakukan setiap siklus adalah sebagai berikut:

1. Menentukan permasalahan

Sebelum dilakukan perlakuan terhadap siswa, peneliti melakukan

observasi situasi dan kondisi siswa, guru dan proses pembelajaran agar

mengetahui akar permasalahan dan bentuk perlakuan yang cocok untuk

dilaksanakan.

2. Perencanaan tindakan

a. Dokumentasi kondisi awal meliputi nilai mata pelajaran kimia sebelum

siklus serta wawancara guru dan siswa guna memberi gambaran

permasalahan yang mendasar dalam penguasaan materi.

b. Merumuskan tindakan sebagai alternatif solusi yaitu melalui

pendekatan kontekstual.

c. Membuat media panduan sebagai alat bantu siswa dengan pokok

bahasan koloid.

d. Membuat rencana pembelajaran yang berisi ketentuan pembelajaran

menggunakan pendekatan kontekstual dengan bantuan media panduan

setiap sub pokok materi.

e. Menyusun rancangan percobaan mengenai:


33

1) Perbedaan larutan, koloid, dan suspensi

2) Sifat-sifat koloid

3) Pembuatan koloid

f. Menyusun evaluasi dan kisi-kisi soal.

g. Menyusun daftar nilai kognitif.

h. Menyusun lembar observasi aktivitas, psikomotorik, afektif dan

kinerja guru yang akan digunakan pada saat pembelajaran.

i. Menyusun lembar pengamatan minat siswa terhadap pembelajaran

kimia melalui pendekatan kontekstual.

3. Pelaksanaan Tindakan

a. Sebelum mengajar, peneliti dan siswa mengadakan kontrak

pembelajaran yang dilakukan pada pertemuan pertama. Disini, peneliti

menjelaskan metode pembelajaran yang akan dilaksanakan.

b. Untuk setiap pertemuan dilakukan pembelajaran sesuai ketentuan yang

direncanakan dalam rencana pembelajaran.

c. Dalam siklus I, materi yang diajarkan adalah jenis-jenis koloid. Siklus

II membahas tentang sifat-sifat koloid, sedangkan siklus III mengenai

pembuatan koloid.

d. Diadakan pre tes di tiap siklus sebelum pelaksanaan proses

pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual.

e. Memberi tes di akhir siklus (post tes).

4. Observasi

a. Observasi dilakukan oleh guru kelas dan peneliti, yaitu mengamati

jalannya proses pembelajaran.


34

b. Observasi pelaksanaan pembelajaran menggunakan pendekatan

kontekstual menggunakan media Lembar Kerja Siswa dan

memperhatikan tanggapan siswa terhadap tindakan tersebut serta

mengenali kesulitan-kesulitan yang dialami siswa.

c. Observasi aktivitas siswa, dan afektif selama pembelajaran

berlangsung.

d. Observasi psikomotorik saat melakukan praktikum.

e. Observasi kinerja guru selama pembelajaran berlangsung.

f. Menelaah hasil pre tes dan post tes untuk menilai segi kognitif dengan

memperhatikan reaksi dan tindakan siswa selama pelaksanaan tes.

5. Refleksi

Mendiskusikan hasil pengamatan untuk perbaikan pada pelaksanaan

siklus berikutnya.

6. Analisis Data

Hasil yang diperoleh pada tahap pemantauan dikumpulkan, dianalisis,

dan dievaluasi oleh peneliti sehingga dapat diketahui apakah ada

peningkatan hasil belajar dan aktivitas saat siklus pertama.

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Dokumentasi

Hal ini dilakukan dengan mengambil dokumen atau data-data yang

mendukung penelitian meliputi nama-nama siswa yang menjadi subyek

penelitian dan data nilai ulangan semester 1 bidang studi kimia yang
35

diambil dari daftar nilai SMA N 1 Kendal. Data ini akan digunakan untuk

analisis tahap awal.

2. Pemberian tugas terstruktur

Tugas terstruktur diberikan kepada siswa untuk mempelajari dan

mengerjakan soal yang telah dirancang peneliti, dikerjakan secara

individual ataupun berkelompok.

3. Tes

Tes ini digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa dikaitkan

dengan penggunaan pendekatan kontekstual. Metode tes ini diberikan

sebelum dan setelah siswa diberi perlakuan. Sebelum tes digunakan untuk

memperoleh data siswa sebagai subyek penelitian, terlebih dahulu

diadakan uji coba soal pada kelas di luar kelas penelitian. Uji coba soal

yang telah dilaksanakan, bertempat di kelas XII IPA 2 SMA N 1 Kendal.

4. Lembar observasi

Untuk mengetahui mengenai kemampuan segi psikomotorik dan

afektif, dilakukan dengan membuat lembar observasi. Dalam lembar

observasi ini dicantumkan indikator-indikator yang dapat dijadikan acuan

untuk mengamati kemampuan siswa dari segi psikomotorik, afektif selama

pembelajaran berlangsung.

Untuk mengetahui pengaruh penggunaan pendekatan kontekstual

terhadap aktivitas siswa, maka diperlukan lembar observasi sebagai upaya

untuk mengamati pengaruh perlakuan.

5. Lembar Pengamatan Minat Siswa

Untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh pendekatan kontesktual

diserap oleh siswa, maka dilakukan penyebaran lembar pengamatan minat

siswa pada akhir pertemuan yang diisi siswa, dan selanjutnya dianalisis.
36

F. Perangkat Penelitian

Pada tahap ini dilakukan penyusunan instrumen penelitian yang meliputi:

1. Instrumen penelitian

Perangkat penelitian ini terdiri atas rencana pembelajaran, tugas

rumah, lembar observasi aktivitas siswa, psikomotorik, afektif, dan kinerja

guru, lembar pengamatan minat siswa, serta alat ukur hasil belajar yaitu tes

kognitif.

Instrumen berupa lembar soal sebagai alat ukur hasil belajar kognitif

diuji cobakan di luar sampel. Dari hasil uji coba kemudian dianalisis untuk

menentukan soal-soal yang layak dipakai untuk instrumen penelitian.

2. Analisis instrumen

Dalam sebuah penelitian, data mempunyai kedudukan yang sangat

penting, karena data merupakan penggambaran variabel yang diteliti, dan

berfungsi sebagai alat pembuktian hipotesis. Instrumen yang baik harus

memenuhi dua persyaratan penting yaitu valid dan reliabel. (Arikunto

2002: 144).

a. Analisis validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat

kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan

valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan (Arikunto 2002:

144).
37

Rumus yang digunakan adalah:

Mp − Mt p
rp bis = (Arikunto 2002: 79)
St q

Keterangan:
rp bis = koefisien korelasi biserial
Mp = rata-rata skor siswa yang menjawab benar
Mt = rata-rata skor seluruh siswa
St =standar deviasi skor total
p = proporsi siswa yang menjawab benar
q = 1-p

n−2
thitung =
1 − (rpbis ) 2

dengan n = jumlah soal

thitung yang diperoleh dengan rumus tersebut dibandingkan dengan

n siswa pada taraf signifikasi 5%. Item-item yang mempunyai thitung

lebih besar dari ttabel termasuk item yang valid. Dan item yang kurang

dari ttabel termasuk item yang tidak valid perlu direvisi atau tidak

digunakan (Arikunto 2002: 145).

Berdasarkan hasil perhitungan, validitas dengan n = 39 dan taraf

signifikasi 5% diperoleh ttabel 1,687. Hasil perhitungan validitas untuk

soal uji coba siklus 1, 2 dan 3 diperoleh data sebagai berikut:

Siklus 1

Dari 30 soal yang diujicobakan, 19 soal valid

Butir soal yang tidak valid : 1, 3, 11, 13, 17, 20, 21, 22, 26, 29, dan

30.

Butir soal yang valid : 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 12, 14, 15, 16, 18,

19, 23, 24, 25, 27, dan 28.


38

Siklus II

Dari 30 soal yang diujicobakan, 24 soal valid.

Butir soal yang tidak valid : 7, 13, 20, 22, 28, dan 30.

Butir soal yang valid : 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10, 11, 12, 14, 15, 16,

17, 18, 19, 21, 23, 24, 25, 26, 27, dan 29.

Siklus III

Dari 20 soal yang diujicobakan, 15 soal valid.

Butir soal yang tidak valid : 2, 5, 6, 10, dan 12.

Butir soal yang valid : 1, 3, 4, 7, 8, 9, 11, 13, 14, 15, 16, 17, 18,

19, dan 20.

b. Analisis reliabilitas

Sebuah tes dikatakan reliabel apabila tes tersebut dapat

menunjukkan hasil yang ajeg, jika tes tersebut digunakan pada

kesempatan yang lalu. Rumus yang digunakan adalah KR-20, dengan

rumus sebagai berikut:

⎛ k ⎞ ⎛ S 2 − ∑ pq ⎞
r11 = ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ (Arikunto 2002: 101)
⎝ k −1⎠ ⎜ S 2 ⎟
⎝ ⎠

Keterangan:

r11 = reliabilitas tes secara keseluruhan


p = proporsi siswa yang menjawab benar
q = 1-p
S2 = varians total
k = banyak soal
39

Hasil perhitungan reliabilitas dengan n = 39 dan taraf signifikasi 5%

diperoleh r tabel sebesar 0,316. Soal uji coba siklus 1, siklus 2, dan siklus

3 diperoleh r11 berturut-turut sebesar 0,822 ; 0,846 ; 0,79. Ketiga harga r11

tersebut lebih besar daripada r tabel, sehingga termasuk reliabel.

c. Analisis daya pembeda

Rumus untuk menentukan daya pembeda adalah:

BA B
DP = − B (Arikunto 2002: 213)
JA JB

Keterangan:
DP = daya pembeda
BA = jumlah siswa yang menjawab benar pada butir soal kelompok
atas
BB = jumlah siswa yang menjawab benar pada butir soal kelompok
bawah
JA = banyaknya siswa pada kelompok atas
JB = banyaknya siswa pada kelompok bawah

Kriteria soal-soal berdasarkan daya pembedanya sebagai berikut:

0,00 ≤ DP ≤ 0,20 daya pembedanya jelek

0,20< DP ≤ 0,40 daya pembedanya cukup

0,40< DP ≤ 0,70 daya pembedanya baik

0,70< DP ≤ 1,00 daya pembedanya baik sekali

bila D negatif, semua tidak baik, jadi butir soal yang mempunyai nilai

D negatif sebaiknya dibuang.

Berdasarkan hasil analisis data ujicoba yang telah dilakukan,

analisis daya beda soal untuk setiap siklusnya adalah sebagai berikut:
40

Siklus I

Kriteria jelek : 1, 3, 11, 13, 17, 20, 21, 22, 26, 29, dan 30 (soal

dibuang)

Kriteria cukup : 8, 10, 18, 19, dan 27

Kriteria baik : 2, 4, 5, 6, 7, 9, 12, 14, 15, 23, 24, dan 25.

Kriteria baik sekali : 16 dan 28.

Siklus II

Kriteria jelek : 7, 13, 20, 22, 28, dan 30 (soal dibuang)

Kriteria cukup : 1, 5, 8, 10, 11, 12, 14, 15, 16, 17, 18, 21, dan 27.

Kriteria baik : 2, 3, 4, 6, 9, 19, 23, 24, 25, 26, dan 29.

Siklus III

Kriteria jelek : 5, 10, dan 12 (soal dibuang).

Kriteria cukup : 1, 2, 4, 6, 8, 9, 11, 13, 14, 15, 17, dan 19.

Kriteria baik : 3, 7, 16, 18, dan 20.

d. Analisis tingkat kesukaran

JBA + JBB
IK =
JS A + JS B

Keterangan:

IK = indeks kesukaran
JBA = jumlah yang benar pada butir soal kelompok atas
JBB = jumlah yang benar pada butir soal kelompok bawah
JSA = jumlah siswa pada kelompok atas
JSB = jumlah siswa pada kelompok bawah

Kriteria yang menunjukkan tingkat kesukaran soal adalah

0,00< IK ≤ 0,30 dikategorikan soal sukar

0,30< IK ≤ 0,70 dikategorikan soal sedang

0,70< IK ≤ 1,00 dikategorikan soal mudah


41

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh taraf kesukaran sebagai

berikut.

Siklus I

Soal mudah : 3, 7, 19, 27, dan 20.

Soal sedang : 1, 2, 4, 5, 6, 8, 9, 10, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 22,

23, 24, 26, 28, dan 29.

Soal sukar : 11, 21, 25, dan 30

Siklus II

Soal mudah : 1, 2, 3, 14, 15, 24, dan 29.

Soal sedang : 4, 5, 6, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 16, 17, 18, 19, 21, 23,

dan 25.

Soal sukar : 7, 20, 22, 26, 27, 28, dan 30

Siklus III

Soal mudah : 1, 9, 11, dan 18.

Soal sedang : 2, 3, 4, 5, 8, 14, 15, 16, 19, dan 20.

Soal sukar : 6, 7, 10, 12, 13, dan 17.

G. Metode Analisis Data

Pada penelitian ini digunakan metode deskriptif dengan membandingkan

hasil belajar siswa sebelum tindakan dengan hasil belajar siswa setelah

tindakan.
42

Langkah-langkah pengolahan data sebagai berikut:

1. Merekapitulasi nilai tes semester I dan nilai pre tes dan post tes pada tiap

siklus.

2. Menghitung nilai rerata atau persentase hasil belajar siswa sebelum

dilakukan tindakan dengan hasil belajar setelah dilakukan tindakan pada

tiap siklus untuk mengetahui adanya peningkatan hasil belajar.

3. Penilaian

a. Data nilai hasil belajar (kognitif) diperoleh dengan menggunakan

rumus:

jumlah jawaban benar


nilai siswa = X 100%
Jumlah seluruh soal (Arikunto 2002: 236)

b. Nilai rata-rata siswa dicari dengan rumus sebagai berikut:

X =
∑x
N

Keterangan:
X = nilai rata-rata
∑ x = jumlah nilai
N = jumlah peserta tes

c. Untuk penilaian afektif dan psikomotorik digunakan rumus sebagai

berikut:

n
NP % = X 100%
N

Keterangan:

NP% = Persentase nilai siswa yang diperoleh


n = jumlah skor yang diperoleh
N = jumlah skor maksimal
43

d. Untuk analisis hasil observasi keaktifan siswa yang diperlukan untuk

mengetahui sejauh mana keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran.

Rumus yang digunakan adalah deskriptif persentase yang

menggambarkan besarnya persentase keaktifan siswa dalam proses

pembelajaran.

n
NP % = X 100%
N

Keterangan:

NP% = Persentase nilai siswa yang diperoleh


n = jumlah skor yang diperoleh
N = jumlah skor maksimal

e. Ketentuan Persentase Ketuntasan Belajar Kelas

Ketuntasan belajar kelas =


∑ Sb X 100%
∑k
Keterangan:

∑ Sb = jumlah siswa yang mendapat nilai ≥ 65% dari seluruh


tujuan pembelajaran (Mulyasa 2004: 199)
∑k = jumlah siswa dalam sampel

H. Tolok Ukur Keberhasilan

Menurut Arikunto (2002: 190), manfaat tolok ukur adalah:

1. menyamakan ukuran bagi pengumpul data agar tidak banyak terpengaruh

faktor subyektif

2. menjaga kestabilan data yang dikumpulkan dalam waktu yang berbeda

3. mempermudah peneliti dalam mengolah data agar siapapun dapat

melakukannya.
44

Menurut Mulyasa (2004: 99) seorang peserta didik tuntas belajar jika ia

mampu menyelesaikan, menguasai kompetensi atau mencapai tujuan

pembelajaran minimal 65% dari seluruh tujuan pembelajaran. Sedangkan

keberhasilan kelas dilihat dari jumlah peserta didik yang mampu mencapai

minimal 65%, sekurang-kurangnya 85% dari jumlah peserta didik yang ada di

kelas tersebut.
45

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Kondisi Awal

Kondisi awal subjek penelitian diperoleh melalui observasi penulis dengan

guru bidang studi kimia dan siswa. Berdasarkan hasil observasi, diketahui

bahwa siswa kelas XI IPA 1 SMA N 1 Kendal mempunyai hasil belajar yang

rendah dan aktivitas siswa di kelas yang masih kurang. Hal ini dapat dilihat

dari hasil tes semester I didapatkan nilai rata-rata kelas sebesar 56,8, dan 7

dari 43 siswa (16,3%) yang mencapai ketuntasan dalam tes semester I

tersebut (lampiran 1).

Rendahnya hasil belajar siswa dapat disebabkan oleh beberapa faktor, baik

dari dalam diri siswa itu sendiri ataupun pengaruh lingkungan. Metode yang

diterapkan guru sudah cukup baik, namun kurang bervariasi, yaitu hanya

menggunakan metode ceramah dan tugas. Sehingga ada beberapa siswa yang

merasa kesulitan untuk menyerap pelajaran.

Menurut siswa, kesulitan dalam memahami materi kimia disebabkan

karena materinya sulit, banyak rumus dan hafalan. Apabila hal ini tidak segera

diatasi, maka akan mempengaruhi hasil belajar siswa dalam mempelajari

materi koloid, karena pada materi koloid banyak hafalan.

Berdasarkan kondisi awal tersebut, perlu dilakukan tindakan untuk

membantu siswa dalam memahami materi kimia dan mengubah pandangan


46

siswa bahwa kimia bukanlah pelajaran yang sulit dan membosankan. Langkah

yang diambil penulis adalah dengan menerapkan penggunaan pendekatan

kontekstual. Pendekatan kontekstual, merupakan suatu konsep belajar, guru

menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa

membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan

dalam kehidupan mereka sehari-hari sebagai anggota keluarga dan

masyarakat. Pendekatan kontekstual merupakan pendekatan yang

memungkinkan siswa untuk menguatkan, memperluas, menerapkan

pengetahuan dan ketrampilan akademik mereka dalam berbagai tatanan

kehidupan baik disekolah maupun diluar sekolah. Proses pembelajaran dengan

pendekatan kontekstual yang melibatkan siswa secara aktif diharapkan dapat

memberi kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan

mereka sehingga hasil pembelajaran menjadi lebih bermakna.

2. Data Hasil Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini meliputi tiga siklus. Setiap siklus terdiri atas

tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Data hasil

penelitian ini diperoleh dari hasil observasi yang dilakukan oleh penulis dan

guru mitra (observer) selama proses pembelajaran berlangsung, baik pada

siklus I, II, maupun III.

a. Hasil belajar

1). Hasil belajar kognitif

Nilai hasil belajar kognitif diperoleh setelah seluruh siswa

menjawab soal-soal yang diberikan. Pada siklus I soal yang diberikan


47

sebanyak 20 dengan materi perbedaan larutan, koloid, dan suspensi

serta jenis-jenis koloid. Sedangkan pada siklus II soal yang diberikan

sebanyak 24 meliputi materi sifat-sifat koloid, dan pada siklus III soal

yang diberikan sebanyak 15 meliputi materi pembuatan koloid. Bentuk

soal yang diberikan merupakan soal pilihan ganda. Siswa dikatakan

menguasai materi apabila sekurang-kurangnya 65% dari jumlah soal

dapat dijawab dengan benar. Ketuntasan belajar secara klasikal dinilai

berhasil apabila sekurang-kurangnya 85% dari jumlah siswa

menguasai materi. Data hasil belajar (kognitif) pre tes (sebelum) dan

post tes (setelah) diberikan pembelajaran melalui pendekatan

kontekstual untuk setiap siklus dapat dilihat pada tabel 5 berikut.

Tabel 5. Nilai hasil belajar (kognitif) siklus I, II, dan III pada pokok
bahasan koloid melalui pendekatan kontekstual siswa kelas
XI IPA 1 SMA N 1 Kendal
Siklus
I II III
No Pencapaian Pre Post Pre Post Pre Post
tes tes tes tes tes tes
1. Nilai terendah 31,6 42,1 45,8 58,3 53,3 60
2. Nilai tertinggi 87,5 94,7 95,8 95,8 93,3 93,3
3. Rata-rata nilai 62,9 69,7 71,4 76,7 72,9 77
4. Ketuntasan 48,8 58,1 62,8 72,1 76,7 86,0
belajar (%)
Keterangan: Data hasil belajar kognitif dapat dilihat pada lampiran 23.

Berdasarkan tabel 5, indikator keberhasilan untuk ketuntasan

belajar, yaitu sekurang-kurangnya 85% siswa memperoleh nilai lebih

besar atau sama dengan 65. Pada siklus I, rata-rata nilai pre tes adalah

62,9 dan rata-rata nilai post tes adalah 69,7 sehingga daya serap secara

individu telah berhasil tetapi secara klasikal daya serapnya masih


48

rendah. Ketuntasan belajar belum mencapai 85% sehingga penelitian

tindakan kelas pada siklus I belum berhasil.

Hasil belajar pada siklus II mengalami peningkatan, yaitu dengan

rata-rata pre tes adalah 71,4 dan rata-rata nilai post tes adalah 76,7.

Secara individu daya serapnya telah berhasil tetapi secara klasikal daya

serapnya belum mencapai 85% sehingga penelitian tindakan kelas

pada siklus II belum berhasil.

Hasil belajar pada siklus III, rata-rata nilai pre tes kelas sebesar

72,9 dan rata-rata nilai post tes sebesar 77. Daya serap secara individu

telah berhasil dan ketuntasan belajar secara klasikal telah mencapai

kriteria yang ditentukan, karena ketuntasan belajar mencapai 86%,

sehingga penelitian tindakan kelas pada siklus III telah berhasil.

Rata-rata nilai post tes dan persentase ketuntasan belajar secara

klasikal meningkat dari siklus I ke siklus II sebesar 7 dan 14%.

Sedangkan dari siklus II ke siklus III rata-rata nilai post tes dan

persentase ketuntasan belajar meningkat sebesar 0,3 dan 13,9%,

sehingga secara keseluruhan penelitian tindakan kelas ini dikatakan

telah berhasil.

Peningkatan hasil belajar kognitif dapat ditunjukkan dalam

diagram berikut.
49

Peningkatan rata-rata hasil belajar kognitif

100
76,7 77
69,7 71,4 72,9
80
62,9
Rata-rata 60 rata-rata pre tes
nilai 40 rata-rata post tes

20
0
1 2 3
Siklus ke-

Gambar 2. Diagram peningkatan rata-rata hasil belajar kognitif

Peningkatan persentase ketuntasan belajar


kognitif secara klasikal

100,00% 86%
80,00% 72,10%
Persentase

58,10%
60,00%
Ketuntasan belajar
kognitif secara
40,00% klasikall

20,00%
0,00%
1 2 3
Siklus ke-

Gambar 3. Diagram peningkatan persentase ketuntasan belajar kognitif


secara klasikal

2). Hasil belajar psikomotorik

Nilai psikomotorik diperoleh dari lembar observasi yang

didasarkan pada 4 indikator. Hasil yang diperoleh kemudian dianlisis

dan memperoleh nilai sebagai berikut.


50

Tabel 6. Nilai psikomotoirk pada pokok bahasan koloid melalui


pendekatan kontekstual siswa kelas XI IPA 1 SMA N 1
Kendal
Siklus ke-
No. Pencapaian
I II II
1. Nilai terendah 50 50 60
2. Nilai tertinggi 70 70 80
3. Rata-rata nilai 63,1 65,4 70,2
4. Ketuntasan belajar (%) 62,8 74,4 88,4
Keterangan: Data hasil belajar psikomotorik dapat dilihat pada
lampiran 26.

Berdasarkan pengamatan penulis ketika praktikum, didapatkan

hasil nilai psikomotorik seperti tertera pada tabel 6 di atas. Penilaian

tersebut didasarkan pada beberapa indikator. Berdasarkan pengamatan

dan hasil penilaian, disimpulkan bahwa dengan menggunakan

pendekatan kontekstual siswa semangat selama praktikum karena

bahan yang digunakan untuk praktikum ada dalam kehidupan sehari-

hari.

Berdasarkan pada tabel 6, indikator keberhasilan untuk ketuntasan

belajar yaitu sekurang-kurangnya 85% siswa memperoleh nilai lebih

besar atau sama dengan 65. Pada siklus I, rata-rata nilai adalah 63,1

sehingga secara individu daya serapnya masih rendah. Dalam hal ini,

penelitian tindakan kelas siklus I belum berhasil.

Hasil belajar psikomotorik pada siklus II mengalami peningkatan

yaitu dengan rata-rata kelas 65,4 dan ketuntasan belajar secara klasikal

sebesar 74,4%. Daya serap secara individu telah berhasil, namun

secara klasikal belum berhasil.

Hasil belajar psikomotorik pada siklus III telah mencapai target,

yaitu dengan rata-rata kelas 70,2 dan ketuntasan belajar secara klasikal

sebesar 88,4%.
51

Rata-rata nilai psikomotorik dan persentase ketuntasan belajar

secara klasikal meningkat dari siklus I ke siklus II sebesar 2,3 dan

11,6%. Sedangkan dari siklus II ke siklus III rata-rata nilai

psikomotorik dan persentase ketuntasan belajar meningkat sebesar 4,8

dan 14%. Sehingga secara keseluruhan penelitian tindakan kelas ini

dikatakan berhasil.

Peningkatan hasil belajar psikomotorik dapat ditunjukkan dalam

diagram berikut.

Peningkatan rata-rata hasil belajar


psikomotorik

75 70,2
Nilai rata-rata

70 65,4
63,1 Rata-rata
65
kelas
60
55
1 2 3
Siklus ke-

Gambar 4. Diagram peningkatan rata-rata hasil belajar psikomotorik

Peningkatan persentase ketuntasan belajar psikomotorik


secara klasikal
100,00% 88,40%
74,40%
80,00% 62,80%
Persentase

60,00%
Persentase
40,00% siswa yang
20,00% tuntas
0,00% belajar

1 2 3
Siklus ke-

Gambar 5. Diagram peningkatan persentase ketuntasan belajar


psikomotorik secara klasikal
52

3). Hasil belajar afektif

Nilai afektif diperoleh dari lembar observasi yang didasarkan pada

10 indikator. Hasil yang diperoleh kemudian dianalisis dan

memperoleh nilai sebagai berikut.

Tabel 7. Nilai afektif pada pokok bahasan koloid melalui pendekatan


kontekstual siswa kelas XI IPA 1 SMA N 1 Kendal
Siklus ke-
No. Pencapaian
I II II
1. Nilai terendah 42 48 60
2. Nilai tertinggi 74 76 76
3. Rata-rata nilai 62,6 66,8 69,5
4. Ketuntasan belajar (%) 53,5 72,1 86
Keterangan: Data hasil belajar afektif dapat dilihat pada lampiran 25.

Berdasarkan pengamatan penulis ketika pembelajaran berlangsung,

diperoleh hasil nilai afektif seperti tertera pada tabel 7 di atas.

Penilaian tersebut didasarkan pada beberapa indikator. Berdasarkan

pengamatan dan hasil penilaian, disimpulkan bahwa dengan

menggunakan pendekatan kontekstual siswa berminat dalam

pembelajaran karena materi yang diajarkan dikaitkan dengan

kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan pada tabel 7, indikator keberhasilan untuk ketuntasan

belajar yaitu sekurang-kurangnya 85% siswa memperoleh nilai lebih

besar atau sama dengan 65. Pada siklus I, rata-rata nilai adalah 62,6

sehingga secara individu daya serapnya masih rendah. Dalam hal ini,

penelitian tindakan kelas siklus I belum berhasil.

Hasil belajar afektif pada siklus II mengalami peningkatan yaitu

dengan rata-rata kelas 66,8 dan ketuntasan belajar secara klasikal


53

sebesar 72,1%. Daya serap secara individu telah berhasil, namun

secara klasikal belum mencapai 85%.

Hasil belajar afektif pada siklus III telah mencapai target, yaitu

dengan rata-rata kelas 69,5 dan ketuntasan belajar secara klasikal

sebesar 86%.

Rata-rata nilai afektif dan persentase ketuntasan belajar secara

klasikal meningkat dari siklus I ke siklus II sebesar 4,2 dan 18,6%.

Sedangkan dari siklus II ke siklus III rata-rata nilai afektif dan

persentase ketuntasan belajar meningkat sebesar 2,7 dan 13,9%,

sehingga secara keseluruhan penelitian tindakan kelas ini dikatakan

berhasil.

Peningkatan hasil belajar afektif dapat ditunjukkan dalam diagram

berikut.

Peningkatan rata-rata hasil belajar afektif

72
69,5
70
Nilai rata-rata

68 66,8
66 Peningkatan rata-rata
64 62,6 hasil belajar siswa
62
60
58
1 2 3
Siklus ke-

Gambar 6. Diagram peningkatan rata-rata hasil belajar afektif


54

Peningkatan persentase ketuntaan belajar afektif secara


klasikal

100,00% 86%
Peresentase 80,00% 72,10%
Peningkatan
60,00% 53,50% persentase siswa
40,00% yang tuntas
belajar
20,00%
0,00%
1 2 3
Siklus ke-

Gambar 7. Diagram peningkatan persentase ketuntasan belajar afektif


secara klasikal

b. Hasil observasi kinerja guru

Observasi tentang pelaksanaan tindakan guru terdiri atas 14 item yang

diamati bersama-sama dengan pelaksanaan tindakan dalam proses

pembelajaran melalui pendekatan kontekstual. Kinerja pelaksanaan

tindakan guru berdasarkan pada kesesuaian pembelajaran guru dengan

rencana pembelajaran. Data yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8. Hasil observasi pelaksanaan tindakan guru siklus I, II, dan III
pada pokok bahasan koloid melalui pendekatan kontekstual
siswa kelas XI IPA 1 SMA N 1 Kendal
No. Kegiatan Persentase
1. Siklus I 71,4%
2. Siklus II 80%
3. Siklus III 95%
Keterangan: Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 27.

Hasil observasi kinerja guru dari siklus I ke siklus II mengalami

peningkatan sebesar 8,6%. Sedangkan dari siklus II ke siklus III

peningkatannya sebesar 15%. Kinerja guru sudah baik dari siklus I dan

kenaikan persentase disebabkan karena guru makin terbiasa dengan proses


55

pembelajaran dan mulai memahami karakter siswa, sehingga pada setiap

perencanaan siklus lebih matang.

c. Hasil observasi aktivitas siswa

Observasi tentang aksivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran

melalui pendekatan kontekstual pada pokok bahasan koloid terdiri atas 4

indikator. Secara garis besar, hasil observasi aktivitas siswa dapat dilihat

pada tabel 9.

Tabel 9. Hasil observasi aktivitas siswa siklus I, II, dan III pada pokok
bahasan koloid melalui pendekatan kontekstual siswa kelas XI
IPA 1 SMA N 1 Kendal
No. Keterangan Siklus I Siklus II Siklus III
1. Aktivitas siswa kurang - - -
2. Aktivitas siswa cukup 9,3% 2,3% -
3. Aktivitas siswa baik 79% 67,5% 48,9%
4. Aktivitas siswa sangat baik 11,7% 30,2% 51,1%
5. Rata-rata nilai aktivitas siswa 64,4 68,2 71,7
6. Persentase ketuntasan nilai 65,1% 74,4% 86%
aktivitas secara klasikal
Keterangan: data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 24.

Pada siklus I, aktivitas siswa dengan kriteria cukup mencapai 9,3%,

baik 7%, dan sangat baik 11,7%. Sedangkan nilai rata-rata aktivitas siswa

sebesar 64,4 dengan ketuntasan secara klasikal 65,1%. Indikator

keberhasilan untuk ketuntasan belajar yaitu sekurang-kurangnya 85%

siswa memperoleh nilai lebih besar atau sama dengan 65. Dari nilai rata-

rata yang diperoleh, aktivitas belajar siswa masih rendah dan ketuntasan

belajar secara klasikal belum mencapai target.

Pada siklus II, aktivitas siswa dalam proses pembelajaran meningkat.

Hal ini nampak dari semakin banyak siswa yang menjawab pertanyaan

dari guru, semakin berkurangnya siswa yang bicara sendiri. Meningkatnya

aktivitas siswa dengan kriteria cukup hanya 2,3%, aktivitas siswa baik
56

67,5%, dan aktivitas sangat baik 30,2%. Nilai rata-rata aktivitas siswa

pada siklus II sebesar 68,2 dengan ketuntasan belajar secara klasikal

74,4%. Ketuntasan aktivitas belajar siswa belum mencapai target.

Pada siklus III, penelitian dikatakan berhasil karena telah mencapai

indikator keberhasilan yaitu dengan nilai rata-rata aktivitas siswa sebesar

71,7 dengan ketuntasan belajar 86% dan meningkatnya aktivitas siswa

dengan kriteria baik 48,9% dan kriteria sangat baik sebesar 51,1%.

Peningkatan aktivitas siswa dapat ditunjukkan dalam diagram berikut.

Peningkatan rata-rata nilai aktivitas


siswa

75
Rata-rata nilai

71,7
68,2 Rata-rata
70 aktivitas
64,4 siswa
65

60
1 2 3
Siklus ke-

Gambar 8. Diagram peningkatan rata-rata nilai aktivitas siswa

Peningkatan persentase ketuntasan aktivitas siswa

100,00% 86%
74,40%
80,00% 65,10%
Persentase

60,00% Persentase
40,00% ketuntasan
aktivitas siswa
20,00%
0,00%
1 2 3
Siklus ke-

Gambar 9. Diagram peningkatan persentase aktivitas siswa


57

d. Hasil pangamatan minat siswa

Melalui lembar kuesioner berupa pengamatan minat siswa, penulis

setidaknya mengetahui sejauhmana ketertarikan siswa terhadap proses

pembelajaran yang telah dilaksanakan. Hal ini dapat dikatakan sebagai

umpan balik dari proses pembelajaran. Indikator yang ditanyakan pada

siswa terdiri dari 8 item. Hasil analisis siswa dirangkum pada tabel 10

berikut.

Tabel 10. Hasil kuesioner pengamatan minat siswa siklus I, II, dan III pada pokok
bahasan koloid melalui pendekatan kontekstual siswa kelas XI IPA 1
SMA N 1 Kendal
Jumlah
No. Pertanyaan S TS STS
SS
1. Saya senang terhadap pembelajaran pokok
materi koloid yang baru saja dilaksanakan 16 27 - -
(yaitu dengan pendekatan kontekstual/ CTL).
2. Saya lebih tertarik dengan pembelajaran yang
dikaitkan dengan kejadian sehari-hari di 21 22 - -
lingkungan/ pengalaman saya seperti yang
diterapkan guru.
3. Saya tidak bosan ketika kegiatan pembelajaran 19 19 5 -
berlangsung.
4. Saya selalu bekerjasama dengan teman satu 20 22 1 -
kelompok, teman sekelas, dan guru.
5. Teman dalam kelompk dapat membantu saya 23 19 1 -
dalam menerima pokok materi koloid.
6. Saya merasa lebih mudah memahami materi
pelajaran dengan pembelajaran (dengan 16 26 1 -
pendekatan kontekstual/ CTL).
7. Saya benar-benar memahami kesimpulan akhir 10 27 6 -
yang saya buat.
8. Setiap pembelajaran, saya ingin proses
pembelajaran dikaitkan dengan kejadian 22 21 - -
sehari-hari di lingkungan atau pengalaman
saya seperti yang diterapkan guru.
58

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis data, dapat diketahui bahwa penggunaan

pendekatan kontekstual dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa

dalam proses pembelajaran. Hal ini dapat terjadi karena pendekatan

kontekstual, merupakan suatu konsep belajar, guru menghadirkan situasi dunia

nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara

pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-

hari sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Pendekatan kontekstual

merupakan pendekatan yang memungkinkan siswa untuk menguatkan,

memperluas, menerapkan pengetahuan dan ketrampilan akademik mereka

dalam berbagai tatanan kehidupan baik disekolah maupun diluar sekolah.

Proses pembelajaran dengan pendekatan kontekstual yang melibatkan siswa

secara aktif diharapkan dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk

mengkonstruksi pengetahuan mereka sehingga hasil pembelajaran menjadi

lebih bermakna.

Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga siklus. Pembahasan pelaksanaan

tiap siklusnya adalah sebagai berikut:

1. Silus I

Berdasarkan hasil tes semester I, sebelum penulis melakukan

penelitian, hasil belajar siswa belum memenuhi harapan. Hal ini dapat

diketahui dari nilai rata-rata kelas sebesar 56,8, dan 7 dari 43 siswa

(16,3%) yang mencapai ketuntasan dalam tes semester I tersebut. Bertolak

dari kondisi awal tersebut dilakukan penelitian tindakan kelas untuk


59

mengoptimalkan hasil belajar melalui penerapan pendekatan kontekstual

dalam proses pembelajaran pada pokok bahasan koloid.

Pada awal pembelajaran guru memberikan apersepsi dan motivasi

yang berhubungan dengan materi yang akan dibahas agar siswa lebih siap

menghadapi bahan pelajaran dan mempunyai rasa ingin tahu yang kuat

terhadap materi yang akan dibahas. Kegiatan pendahuluan tersebut diikuti

dengan kegiatan inti. Kegiatan inti dalam proses pembelajaran yang

dilakukan adalah guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok kecil

yang terdiri dari 4-5 siswa, kemudian guru membagikan lembar kerja

siswa/ LKS, setelah itu siswa secara berkelompok melaksanakan kegiatan

praktikum sesuai dengan petunjuk pada LKS. Kemudian masing-masing

kelompok mendiskusikan hasil pengamatannya. Setiap kelompok mengisi

lembar kerja siswa/ LKS dengan bantuan guru. Setiap kelompok diberi

kesempatan untuk mempresentasikan hasil pengamatannya kemudian

diadakan sharing klasikal dan reflkesi.

Kegiatan penutup dalam pembelajaran ini berupa diskusi dan menarik

simpulan dari materi yang telah dipelajari dengan bimbingan guru. Dalam

kegiatan ini siswa diberi kesempatan untuk menanyakan materi yang

kurang dipahami siswa, sedangkan guru menyatukan kerangka berfikir

siswa dengan menjelaskan bagian-bagian yang penting.

Dalam kegiatan pengamatan pada saat praktikum, diharapkan siswa

dapat menggunakan pengetahuan awalnya untuk membangun pengetahuan

baru. Pada kegiatan pengamatan, siswa akan mengalami proses induktif


60

(berdasar fakta nyata) sehingga siswa dapat membangun makna, kesan

dalam memori atau ingatannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Dimyati

(2002: 45) yang mengatakan bahwa dalam belajar melalui pengalaman

langsung, siswa tidak sekedar mengamati tetapi harus menghayati, terlibat

langsung dalam perbuatan dan bertanggung jawab terhadap hasilnya. Hal

tersebut juga didukung oleh pendapat Nurhadi (2002: 105) yang

menyatakan bahwa dalam proses pembelajaran siswa membangun sendiri

pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar

mengajar.

Dalam kegiatan diskusi akan menciptakan aktivitas bertanya yang

berguna untuk menggali informasi yang dimiliki siswa, mengecek

pemahaman, dan membangkitkan respon siswa. Bertanya dalam

pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong,

membimbing, dan menilai kemampuan berfikir siswa. Bertanya adalah

suatu strategi yang digunakan secara aktif oleh siswa untuk menganalisis

dan mengeksplorasi gagasan-gagasan (Nurhadi 2004: 45).

Dalam kegiatan sharing klasikal siswa saling melengkapi hasil

temuannya antara satu kelompok dengan kelompok lain. Selain itu, untuk

menyamakan konsep antara siswa yang satu dengan siswa yang lain dan

antara guru dengan siswa dengan memperhatikan keterlibatan dan

keaktifan siswa.

Proses pembelajaran pada siklus I dengan penerapan pendekatan

kontekstual diperoleh rata-rata hasil belajar siswa 69,7 dengan ketuntasan


61

belajar secara klasikal 58,14% pada hasil belajar kognitif. Meningkatnya

nilai rata-rata dan ketuntasan belajar secara klasikal tersebut berarti

pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari meningkat. Pada hasil

belajar psikomotorik diperoleh nilai rata-rata 63,14 dengan ketuntasan

belajar secara klasikal 62,8%. Pada hasil belajar afektif, diperoleh nilai

rata-rata 62,6 dengan ketuntasan belajar secara klasikal 53,5%.

Peningkatan nilai rata-rata pada siklus I ini karena siswa terlibat

langsung secara aktif dalam proses pembelajaran. Hal tersebut sesuai

pendapat John Dewey dalam Dimyati (2002: 116) yang menyatakan

bahwa belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk

dirinya sendiri, guru sekedar pembimbing dan pengarah. Dalam setiap

kegiatan belajar, siswa selalu menampakkan keaktifan baik dari kegiatan

fisik yang mudah diamati sampai kegiatan psikis yang sulit untuk diamati.

Pendapat John Dewey didukung oleh Nurhadi (2004: 8-9) yang

menyatakan bahwa dalam proses belajar mengajar siswa membangun

sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar

mengajar.

Perolehan ketuntasan belajar secara klasikal pada siklus I sebesar

58,14% belum memenuhi target yang diterapkan, yaitu sekurang-

kurangnya 85% siswa yang mampu mencapai nilai 65. Perolehan

ketuntasan belajar secara klasikal yang belum memenuhi target ini

disebabkan dari keaktifan siswa yang kurang optimal selain itu guru masih
62

kurang bisa mengelola kelas. Siswa masih enggan bertanya pada guru jika

mengalami kesulitan.

Berdasarkan hasil observasi yang diuraikan di atas, maka di akhir

siklus diadakan refleksi oleh penulis dan guru mitra terhadap pelaksanaan

pembelajaran selama siklus I berlangsung. Hasil refleksi yang

dilangsungkan adalah sebagai berikut:

a. Perlu meningkatakan motivasi bagi siswa untuk meningkatkan

aktivitas selama proses pembelajaran.

b. Perlu diberikan tugas awal sebelum materi dipelajari agar siswa

memiliki persiapan materi.

c. Perlu memberi penguatan kepada siswa yang bertanya dan yang mau

mengerjakan soal di papan tulis, agar dapat memotivasi siswa yang

lain untuk turut aktif dalam pembelajaran.

d. Pengelolaan terhadap waktu pembelajaran perlu diperhatikan dan harus

sesuai dengan alokasi waktu yang telah direncanakan.

e. Selama mengelola kelas perlu perhatian yang khusus kepada siswa

yang ramai misalnya dengan menegur, agar tidak menganggu teman

yang lain sehingga suasana kelas menjadi kondusif.

f. Perlu adanya persiapan dan perencanaan yang matang mengenai

kegiatan, alat, bahan, dan sarana lain yang diperlukan dalam proses

pembelajaran selanjutnya.

Hasil refleksi tersebut menjadi masukan untuk perbaikan kondisi

pembelajaran yang akan dilaksanakan pada siklus II.


63

2. Siklus II

Perbaikan-perbaikan dari hasil refleksi pada siklus I yang diterapkan

pada siklus II ternyata tampak hasilnya. Hal ini dapat diketahui dari proses

pembelajaran yang berjalan lancar. Siswa dapat menyesuaikan diri dengan

kondisi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual.

Kesiapan siswa dalam pembelajaran lebih baik dibandingkan dengan

siklus I.

Pada observasi pelaksanaan siklus II diperoleh nilai rata-rata hasil

belajar pada siklus II adalah 76,7 dengan ketuntasan belajar secara kalsikal

72,1% pada hasil belajar kognitif. Pada hasil belajar psikomotorik

diperoleh rata-rata 65,35 dengan ketuntasan belajar secara kalsikal 74,4%.

Pada hasil belajar afektif diperoleh nilai rata-rata 66,83 dengan ketuntasan

secara klasikal sebesar 72,1%. Perolehan hasil belajar tersebut

menunjukkan adanya peningkatan jika dibandingkan hasil belajar pada

siklus I. Nilai rata-rata pada siklus II meningkat dari 69,7 pada siklus I

menjadi 72,1 pada siklus II. Ketuntasan belajar secara klasikal mengalami

peningkatan dari 58,14 pada siklus I menjadi 72,1% pada siklus II pada

hasil belajar kognitif yang juga diikuti pada hasil belajar afektif dan

psikomotorik.

Meningkatnya nilai rata-rata dan ketuntasan belajar secara klasikal

tersebut berarti pemahaman siswa terhadap konsep yang dipelajari

meningkat. Peningkatan nilai rata-rata pada siklus II ini dipengaruhi oleh

meningkatnya keaktifan siswa.


64

Berdasarkan hasil observasi, diketahui bahwa aktivitas belajar siswa

meningkat selama proses pembelajaran siklus II dibandingkan pada siklus

I. Nilai rata-rata aktivitas belajar siswa pada siklus II meningkat dari 64,41

pada siklus I menjadi 68,25 pada siklus II dan ketuntasan belajar secara

klasikal meningkat dari 65,1% pada siklus I menjadi 74,4% pada siklus II.

Peningkatan ini dapat dilihat dari siswa aktif mengajukan pertanyaan,

menjawab pertanyaan, dan mendengarkan penyajian bahan. Adapun data

hasil observasi dapat dilihat pada lampiran 17.

Pada saat melakukan sharing secara klasikal menunjukkan keaktifan

siswa sudah merata. Meningkatnya nilai rata-rata dan ketuntasan belajar

secara klasikal tidak lepas dari meningkatnya kinerja guru dengan

memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ditemukan pada siklus I.

Tindakan perbaikan tersebut terlihat dari cara guru dalam membimbing

siswa menemukan jawaban sendiri. Selain itu guru berusaha untuk

memotivasi siswa dengan cara memberikan pertanyaan-pertanyaan yang

pada akhirnya menuntun siswa untuk menemukan jawabannya sendiri

sehingga siswa benar-benar belajar mencari jawaban dan guru hanya

memberi rangsangan dan bimbingan. Menurut pendapat Slameto (2003:

97) dalam proses belajar mengajar, guru mempunyai tugas untuk

mendorong, membimbing, dan memberi fasilitas belajar bagi siswa untuk

mencapi tujuan.

Hasil belajar pada siklus II masih perlu ditingkatkan lagi karena

ketuntasan belajar secara klasikal belum mencapai 85%. Hal tersebut


65

menunjukkan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran masih perlu

ditingkatkan lagi, sehingga pemahaman siswa terhadap konsep yang

dibahas akan lebih optimal.

Keterlibatan siswa yang masih belum optimal disebabkan adanya

berbagai kendala diantaranya siswa yang masih bercanda sendiri dengan

temannya, masih ada siswa yang pasif, tidak mau menjawab pertanyaan

dari guru atau mengemukakan pendapatnya. Selain itu, guru kurang bisa

memanfaatkan waktu dengan baik dan kekurangtegasan guru dalam

mengorganisasi siswa pada saat pengamatan.

Berdasarkan anlisis data di atas, selanjutnya diadakan refleksi atas

proses pembelajaran yang telah berlangsung dan diperoleh hasil sebagai

berikut:

a. Guru harus meningkatkan pengelolaan pembelajaran dalam kelas

b. Lebih memotivasi siswa khususnya pada siswa yang pasif pada saat

proses belajar mengajar.

c. Guru harus berusaha memanfaatkan waktu dengan baik dan tegas

dalam mengorganisasikan siswa pada saat pengamatan.

Meskipun rata-rata hasil belajar telah memenuhi target, namun

ketuntasan secara klasikal belum memenuhi target. Hasil refleksi ini

digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk merencanakan proses

pembelajaran pada siklus berikutnya.


66

3. Siklus III

Materi yang dipelajari pada siklus III adalah mengenai pembuatan

koloid. Proses pembelajaran melalui pendekatan kontekstual berlangsung

lancar.

Berdasarkan observasi pelaksanaan siklus III diperoleh bahwa nilai

rata-rata hasil belajar kognitif sebesar 77 dengan ketuntasan secara

klasikal 86%. Rata-rata hasil belajar psikomotorik sebesar 70,2 dengan

ketuntasan secara klasikal 88,4%. Rata-rata hasil belajar afektif sebesar

69,5 dengan ketuntasan secara klasikal 86%. Pencapaian hasil belajar

tersebut telah memenuhi target yang ditetapkan untuk indikator yaitu,

sekurang-kurangnya 85% siswa mendapat nilai ≥ 65. Jika dibandingkan

dengan hasil belajar pada siklus I, siklus II dan sebelum tindakan hasil

belajar tersebut mengalami peningkatan. Hal ini berarti pemahaman siswa

terhadap materi yang dipelajari meningkat. Meningkatnya pemahaman

siswa tersebut dipengaruhi oleh meningkatnya kinerja guru dan keaktifan

siswa dalam proses pembelajaran. Pada siklus III, nilai rata-rata aktivitas

sebesar 71,7 dengan keruntasan klasikal sebesar 86%.

Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa guru telah meningkatkan

kinerjanya dalam mengelola proses pembelajaran. Kinerja guru selama

proses pembelajaran siklus III termasuk dalam kriteria sangat baik.

Melalui teguran yang tegas, guru dapat mengendalikan siswa yang ramai

sehingga kondisinya lebih kondusif. Guru juga memotivasi siswa supaya

aktif bertanya, mengajukan pendapat, dan menjawab pertanyaan dari guru.


67

Selain itu, guru berkeliling dari satu kelompok ke kelompok lain untuk

memberikan bimbingan dan arahan kepada siswa yang masih tampak

bingung terhadap materi. Hal ini menyebabakan seluruh kelompok merasa

diperhatikan sehingga keaktifan siswa meningkat.

Dalam proses pembelajaran terjadi peningkatan jumlah siswa yang

aktif mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, dan mereka juga

sudah melakukan praktikum dengan tertib dan tepat waktu. Terlihat

kerjasama kelompok juga menunjukkan peningkatan. Peningkatan

banyaknya siswa yang terlibat aktif selama proses pembelajaran

merupakan salah satu indikator yang menunjukkan motivasi siswa untuk

belajar meningkat.

Selain diadakan post tes sebagai evaluasi, pada akhir pembelajaran

siklus III, siswa juga diberi kuesioner pengamatan minat siswa terhadap

pembelajaran yang telah dilakukan, yang berhubungan dengan pendekatan

kontekstual. Ternyata tanggapan siswa secara umum cukup baik, hal ini

ditunjukkan dengan hasil kuesioner yang dapat dilihat pada tabel 10.

Siswa merasa tertarik mengikuti pembelajaran dan menyukai suasana

kelas. Kondisi demikian dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan

aktivitas dan hasil belajarnya. Penggunaan pendekatan kontekstual dapat

digunakan untuk proses pembelajaran. Melalui pembelajaran demikian,

siswa tidak mengalami kesulitan dan merasa bahwa materi kimia bukanlah

hal yang harus ditakutkan.


68

Seperti pada siklus II, pada akhir siklus III juga diadakan refleksi

terhadap pelaksanaan proses pembelajaran. Hasil kegiatan refleksi siklus

III adalah sebagai berikut:

a. Sebagian besar siswa mempunyai aktivitas yang tinggi selama

pembelajaran, yaitu dengan rata-rata nilai aktivitas sebesar 71,7.

b. Tanggapan siswa terhadap pembelajaran cukup baik.

c. Penggunaan pendekatan kontekstual dapat membantu siswa dalam

memahami materi.

Hasil refleksi ini menunjukkan pelaksanaan pembelajaran pada siklus

III dinilai cukup berhasil dan telah memenuhi target penulis seperti yang

tercantum dalam indikator keberhasilan.

Uraian di atas menunjukkan bahwa adanya peningkatan aktivitas dan

hasil belajar dari siklus I sampai siklus III setelah diterapkannya

pembelajaran melalui pendekatan kontekstual. Hal ini sesuai dengan

penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ambarwati (2005: 57)

diperoleh simpulan bahwa dengan menggunakan pendekatan kontekstual

(CTL) pada konsep sistem gerak dapat meningkatkan aktivitas dan hasil

belajar siswa MTS N Parakan Kabupaten Temanggung.


69

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada

Bab IV dapat disimpulkan bahwa melalui penerapan pendekatan kontekstual

aktivitas dan hasil belajar siswa kelas XI IPA 1 SMA N 1 Kendal dapat

meningkat. Peningkatan ini dapat dilihat dari:

1. Rata-rata nilai aktivitas siswa sebesar 64,4 pada siklus I, 68,2 pada siklus

II dan 71,7 pada siklus III.

2. Rata-rata nilai hasil belajar kognitif pada post tes sebagai evaluasi sebesar

69,7 pada siklus I, 76,7 pada siklus II, dan 77 pada siklus III.

3. Rata-rata nilai hasil belajar psikomotorik sebesar 63,1 pada siklus I, 65,4

pada siklus II, dan 70,2 pada siklus III.

4. Rata-rata nilai hasil belajar afektif sebesar 62,6 pada siklus I, 66,8 pada

siklus II, dan 69,5 pada siklus III.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka saran yang dapat

diberikan adalah:

1. Penerapan pendekatan kontekstual perlu dikembangkan pada topik lain

yang mempunyai permasalahan yang sama.


70

2. Jika akan diterapkan pendekatan kontekstual perlu adanya sistem kontrol

yang baik oleh guru pada saat siswa melaksanakan pengamatan dan

diskusi sehingga siswa benar-benar memanfaatkan waktu untuk

memahami materi dengan baik.


71

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, Fitriana. 2005. Skripsi: Penerapan Pendekatan Kontekstual Untuk


Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa pada Konsep Sistem
Gerak di MTS N Parakan Kabupaten Temanggung. Semarang:
UNNES.

Anni, Chatarina.T. 2004. Psikologi Belajar. Semarang: UPT MKK UNNES.

Anshory, Irfan. 1999. Acuan Pelajaran Kimia SMA. Jakarta: Erlangga.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.


Jakarta: Rineka Cipta.

. 2002. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Darsono, Max, dkk. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang : IKIP


Semarang Press.

Depdiknas. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and


Learning). Jakarta: Dirjendikdasmen.

. 2003. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian.


Jakarta: Dirjendikdasmen.

Dimyati. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Gulo. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo.

Hamalik, Oemar. 2005. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Johari. 2004. Kimia SMA. Jakarta: Erlangga.

Mulyasa. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Rosda Karya.

Nurhadi. 2004. Kurikulum 2004 Pertanyaan dan Jawaban. Jakarta: Grasindo.

. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK.


Malang: Universitas Negeri Malang.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:


PT Rineka Cipta.

www.sma1-sltg.sch.id/modules.php/.htm [accessed 21 / 03 / 2007]


72

También podría gustarte