Está en la página 1de 11

BAB ADAB MENJENGUK ORANG SAKIT

Dari Al-Barra` bin ‘Azib radhiallahu ‘anhu dia berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkan kami dengan tujuh perkara dan melarang kami dari tujuh perkara: Beliau
memerintahkan kami agar mengikuti iringan jenazah, mengunjungi orang sakit, menjawab
undangan, menolong orang yang dizhalimi, berbuat baik bagi orang yang bersumpah, menjawab
salam, menjawab orang yang bersin, dan beliau melarang kami memakai bejana yang terbuat
dari perak, cincin emas, kain sutra, kain yang bercampur dengan sutra, al-qissi dan al-istibraq.”
HR Al-Bukhari. (1239), Muslim (2066) dan Ahmad (18034), At Tirmidzi (2809), An-Nasaa'I (1939),
dan perkara yang ke tujuh yang terlarang adalah : "al-mayaasir (judi)" Al-Bukhari tidak
menyebutkannya di dalam hadits ini namun Muslim yang menyebutkan lafazh tersebut.

Adab adab Menjenguk Orang Sakit


1. Keutamaan Menjenguk Orang Sakit.
Banyak Atsar menyebutkan keutamaannya di sini kami menyebutkan diantaranya :
hadits Tsauban radhiaallahu ‘anhu bekas budak rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
riwayatkan yang mana dia berkata : rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda : "barang
siapa yang menjenguk orang sakit maka dia senantiasa berada di taman kurma di surga[1]
sampai di kembali (ke rumah)"[2].
Dari Jabir bin Abdullah radhiallahu ‘anhu bahwasanya dia bersabda : saya mendengar Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda : " Barang siapa yang mengunjungi orang sakit niscaya dia
berada dalam naungan rahmat sampai apabila dia duduk tinggal padanya"[3] dan di dalam lafazh
yang lain : " Barang siapa yang mengunjungi orang sakit niscaya dia mendapatkan rahmat maka
apabila dia duduk di sampingnya dia tetap berada di dalam rahmat, dan apabila dia keluar dari
orang yang sakit dia teus diliputi rahmat sampai dia kembali ke rumahya"[4]. Dan dari Abu
Hurairah radhiallahu ‘anhu dia berkata : rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda :
"sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berfirman di hari kiamat : wahai anak cucu Adam saya sakit
dan kalian tidak menjengukku, anak cucu Adam berkata : wahai rabb bagaimana kami
menjenguk engkau sedangkan engkaulah rabb semesta alam? Allah berfirman : tidakkah kamu
tahu bahwa hambaku fulan sakit dan kamu tidak menjenguknya? Tidakkah kamu tahu kalau saja
kamu mengunjunginya niscaya kamu akan mendapatiku berada di sisinya….al-hadits"[5]. Dan
dari Ali radhiallahu ‘anhu dia berkata : saya mendengar rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallambersabda : "barang siapa yang mendatangi saudaranya yang muslim dalam rangka
menjenguknya, niscaya dia berjalan di kebun surga sampai dia duduk, dan apabila dia duduk
niscaya rahmat Allah akan meliputinya, dan apabila dia pergi menjenguk di waktu pagi niscaya
tujuh puluh malaikat akan mendoakannya sampai dia mendapati sore hari dan apabila di waktu
sore tujuh puluh malaikat akan mendoakannya sampai dia mendapati pagi"[6].

Dan setelah menyebutkan hadits-hadtis yang shahih dalam menjelaskan keutamaan


mengunjungi orang yang sakit, dan pahala bagi orang yang mengunjungi dapatkan dari
kunjungainnya, maka tidak sepantasnya meremehkan hal tersebut, bahkan harus untuk
bersegera kepadanya, dan selalu berada di atas amalan tersebut, sehingga rahmat dzat yang
Maha penyayang dan Maha pengasih dapat diraih, dan di dalam mengunjungi orang sakit ada
beberapa manfaat lainnya selain yang disebutkan tadi diantaranya : membersihkan hatinya
(orang yang sakit), memeriksan kebutuhan-kebutuhannya, mengambil nasehat dari musibah
yang menimpanya sebagaimana Ibnul Jauzi katakan[7].

2. Mengunjungi Anak Kecil yang Sakit.


Anak kecil apabila sakit maka mereka juga dikunjungi, sebagaimana orang-orang
dewasa. Yang demikian itu dikarenakan adanya makna yang menyebabkan orang dewasa
dikunjungi seperti adanya doa bagi yang sakit, meringankan sakitnya, meruqyahnya dengan
ruqyah syar'iyyah, dan akan mendapatkan pahala mengunjungi orang sakit bagi orang yang
berkunjung.
Dari Usamah bin Zaid radhiallahu ‘anhuma dia berkata : " Sesungguhnya salah seorang
anak perempuan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengutus seseorang kepada beliau –
dan ketika itu perawi sedang bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Sa'ad dan Ubai- yang
mana kami mengira bahwa anak perempuan saya akan menjumpai ajalnya maka mari kita
menyaksikannya bersama, maka nabi mengutus utusan kepadanya dengan ucapan salam dan
berkata : "sesungguhnya milik Allah apa yang dia ambil dan apa yang dia berikan dan setiap
sesuatu telah ditetapkan ajalnya di sisiNya, maka hendaknya kamu mengharap pahala dan
bersabar".
Namun anak perempuan beliau kembali mengutus utusan dengan mengucapkan sumpah atas
beliau, maka nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallambangkit dan kami pun bangkit bersama beliau,
ketika beliau berada di tempat kejadian anak kecil itu diangkat ke pangkuan nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam keadaan nafasnya tersengal-senggal, kedua mata nabi berlinangkan air
mata, maka Sa'ad berkata padanya : apa ini wahai rasulullah? Beliau berkata : ini adalah rahmat
yang Allah berikan di hati-hati yang Allah kehendaki dari para hambanya, dan Allah tidak akan
menyayangi dari para hambanya kecuali mereka yang penyayang"[8].

3. Kunjungan Wanita kepada Laki-laki Yang Sakit :


Mengunjungi laki-laki yang sakit boleh bagi wanita walaupun mereka bukan mahram mereka,
akan tetapi hal itu disyaratkan apabila aman dari fitnah, adanya sitar (hijab), tidak adanya khalwat
(berdua-duaan), maka apabila syarat-syarat ini ada maka mengunjungi laki-laki yang sakit yang
bukan mahram boleh bagi wanita dan demikian pula sebaliknya, dari Aisyah radhiallahu ‘anha
dari ayahnya, dia berkata : " Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, Abu
Bakar dan Bilal radhiallahu ‘anhuma menderita demam, Aisyah berkata : Maka saya pun masuk
kepada mereka berdua dan saya berkata : Wahai ayahku bagaimana keadaanmu? Dan wahai
Bilal bagaimana keadaanmu? …..al-hadits". Dalam riwayat Ahmad : Urwah berkata : “ Ketika
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Al-Madinah para sahabat beliau mengeluh sakit
demikian pula Abu Bakar, ‘Amir bin Fuhairah maula Abu Bakar dan Bilal mengeluh sakit, maka
Aisyah meminta izin kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallamuntuk mengunjungi mereka, dan
Nabi mengizinkannya, dan Aisyah berkata kepada Abu Bakar : bagaimana keadaanmu? ….al-
hadits"[9].
Dan dari Ibnu Syihab dari Abu Umamah bin Sahl bin Hanif bahwasanya dia mengabarkan
kepadanya : " Bahwa ada seorang wanita yang miskin sedang sakit maka dia mengabarkan
kepada Rasulullan Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang sakitnya wanita tersebut, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa mengunjungi orang-orang miskin dan menanyakan
tentang keadaan mereka….al-hadits”[10]
Ibnu Abdil Bar berkata : “ Pada hadits ini menunjukkan pembolehan kunjungan wanita kepada
laki-laki walaupun laki-laki tersebut bukan mahramnya, dan masalah ini –menurut saya (penulis)
agar wanita itu Mutajallah[11] , dan apabila bukan Mutajallah maka tidak boleh, kecuali dia
bertanya kepadanya dan tidak melihat kepadanya[12].

4. Mengunjungi Orang Sakit Yang Sedang Pingsan :


Sebagian manusia menjauhkan diri untuk mengunjungi orang sakit yang tidak sadar
akan kehadiran orang-orang yang ada di sekitarnya, seperti orang yang dalam kondisi pingsan
yang muncul berulang-ulang, atau mereka yang dalam kehilangan kesadaran dalam jangka
waktu lama, dengan alasan orang yang sakit ini tidak menyadari keberadaannya dan tidak
merasakannya maka kalau begitu tidak perlu untuk menjenguknya, ini adalah pemahaman yang
salah dan argumen yang tidak ada dalilnya, dan dalil yang shahih justru menyelisihinya.
Dari Jabir bin Abdullah radhiallahu ‘anhuma dia berkata : " Saya pernah sakit maka nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallamdan Abu Bakar mendatangiku untuk menjengukku dengan berjalan
kaki, maka mereka mendapatiku dalam keadaan pingsan, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam berwudhu` dan memercikkan wudhu'nya kepadaku, aku pun sadar dan mendapati Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dekatku, maka saya berkata : “ Wahai Rasulullah, apa yang
seharusnya saya perbuat terhadap hartaku, bagaimana saya memutuskan warisan hartaku?
Namun beliau tidak menjawabku dengan satu kata pun sampai ayat tentang warisan turun"[13].
Ibnu Hajar berkata : “ Sekedar mengetahui keadaan orang yang sakit dengan
menjenguknya tidak menjadikan pensyariatan menjenguknya terhenti. Karena di balik hal itu
dapat membalut kekhawatiran keluarganya, dan mengharapkan berkah doa dari orang yang
menjenguknya, meletakkan tangannya di atas orang yang sakit, mengusap badannya,
meniupkan bacaan kepadanya ketika memohonkan perlindungan dan yang selainnya[14],[15].
5. Menjenguk Orang Musyrik Yang Sakit :
Sebagian ulama berpendapat makruh menjenguk orang kafir dikarenakan di dalam
perkara menjenguk mereka terkandung adanya pemuliaan[16]. Sebagian ulama lainnya
membolehkan menjenguk mereka apabila diharapkan masuk islam, dan pendapat ini lebih sesuai
dengan perbuatan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu telah
meriwayatkan : " Bahwa seorang budak milik orang Yahudi yang pernah membantu Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam sakit maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatanginya dalam
rangka menjenguknya, beliau berkata : Masuklah kamu ke dalam islam, maka orang itu pun
masuk islam"[17].
Dan dari Sa'id bin Al-Musyyib dari ayahnya beliau berkata : ketika kematian menghadiri Abu
Thalib Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallammendatanginya dan berkata : "katakanlah laa
ilaaha illallaah satu kalimat yang dengannya aku akan membelamu di sisi Allah"[18].

6. Waktu Menjenguk Orang Yang Sakit :


Tidak didapati adanya nash-nash dari al-ma'shum Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
menjelaskan waktu-waktu tertentu untuk menjenguk orang yang sakit dan menziarahinya, maka
selama demikian perkaranya dibolehkan menziarahi orang yang sakit pada waktu apapun di
malam atau siang hari selama tidak adanya hal yang memberatkan mereka. Karena diantara
makna yang terkandung dalam menjenguk orang yang sakit adalah untuk meringankan derita
orang yang sakit dan untuk menyenangkan hatinya bukan untuk memberatkannya Waktu ziarahi
itu bervariasi tergantung perbedaan zaman dan tempat, terkadang berziarah di malam hari
merupakan waktu yang dipersilahkan akan tetapi terkadang dimakruhkan di waktu yang lain.
Al-Marwadzi berkata : “ Saya bersama Abu Abdullah pernah menjenguk orang sakit di malam
hari dan waktu itu di bulan Ramadhan, kemudian beliau berkata kepada saya : di bulan
Ramadhan orang sakit itu di jenguk di malam hari “[19].
Dan demikian pula di waktu zhuhur karena kebiasaan yang berlaku manusia sedang tidur siang
dan mereka tinggal untuk beristirahat. Al-Atsram berkata : dikatakan kepada Abu Abdillah :
seseorang sedang sakit dan ketika itu matahari sedang naik di waktu musim panas, maka beliau
berkata : ini bukan waktu menjenguk[20].
Maka zaman perlu diperhatikan di dalam menjenguk orang sakit, maka waktu
menjenguk yang telah dikenali oleh penduduk negeri ini dan yang telah menjadi kebiasaan
mereka untuk menjenguk dan berziarah terkadang bukan waktu yang biasa dilakukan oleh
sebagian penduduk negeri lainnya.

6. Meringankan Orang Yang Sakit ketika Dikunjungi :


Sepatutnya bagi orang yang menjenguk agar jangan berlama-lama duduk dan tinggal di
sisi orang yang sakit, karena orang yang sakit tersibukkan dengan rasa lapar dan sakitnya. Dan
ketika orang yang menjenguk berdiam lama di sisi orang yang sakit akan memberatkan bagi
orang yang sakit bahkan terkadang menambah sakitnya, oleh karena itu diantara perkara yang
baik ketika menjenguk orang sakit adalah dengan meringankannya.
Dari Ibnu Thawus dari ayahnya dia berkata : “ Menjenguk orang sakit yang paling baik adalah
yang paling ringan … “
Al-Auza'iy berkata : “ Saya pernah bepergian menuju Bashrah ingin menjumpai Muhammad bin
Sirin, namun saya mendapatinya dalam keadaan sakit di perutnya, maka kami pun masuk
kepadanya untuk menjenguknya dalam keadaan berdiri …
Asy-Sya'bi berkata : “ Kunjungan orang-orang desa yang pandir lebih memberatkan bagi orang
yang sakit daripada sakit yang dideritanya, mereka mendatanginya bukan pada waktunya dan
berlama-lama duduk di sisinya[21].
Akan tetapi sepatutnya untuk diketahui bahwa apabila orang yang sakit menyukai orang
yang menjenguk tinggal lebih lama di sisinya dan terus menerus menziarahinya, maka lebih
utama bagi orang yang menjenguk untuk memenuhi keinginan orang yang sakit dikarenakan di
dalam amalan tersebut terkandung sesuatu yang dapat memasukkan kebahagiaan bagi orang
yang sakit, dan menyenangkan hatinya sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjenguk Sa'ad bin Mu'adz ketika terkena musibah di hari peperangan Khandak. Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mendirikan kemah bagi Sa'ad di dalam
masjid agar dia dapat menjenguknya dari dekat[22].
Maka sahabat mana yang tidak menyenangi keberadaan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallamdi
sisinya dan berulang-ulang menziarahinya.

8. Dimanakah Orang Yang Menjenguk Duduk? :


Disunnahkan bagi orang yang menjenguk untuk duduk di samping kepala orang yang
sakit. Hal ini pernah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan dan orang-orang shalih setelah
beliau. Di dalam hadits Anas radhiallahu ‘anhu dia berkata : " Adalah seorang budak Yahudi yang
sering membantu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , lantas dia jatuh sakit maka Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam menjenguknya. Beliau duduk di samping kepalanya dan berkata kepadanya : “
Masuklah ke dalam islam….al-hadits"[23].
Dan dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, dia berkata : " Apabila Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjenguk orang yang sakit beliau duduk di sisi kepalanya … al-hadits"[24]
Dari Ar-Rabi' bin Abdillah dia berkata : “ Saya pernah pergi bersama Al-Hasan menjumpai
Qatadah untuk menziarahinya, dan dia duduk di sisi kepalanya. Lalu beliau bertanya kepadanya
kemudian mendoakan kesembuhan baginya…[25].
Berkaitan dengan adab duduk orang yang menjenguk di samping kepala orang yang
sakit ada beberapa faedah diantaranya : Bahwa pada hadits tersebut adanya anjuran untuk
bersikap ramah kepada orang yang sakit. Diantaranya juga orang yang menjenguk
memungkinkan untuk meletakkan tangannya kepada orang yang sakit, mendoakan kesembuhan
baginya dan meniupkannya kepadanya, dan perbuatan yang semisal dengan itu.

9. Bertanya Orang Yang Sakit tentang keadaannya Dan Memberi semangat bagi orang yang
sakit terseut :
Termasuk perkara yang baik dalam menjenguk orang sakit adalah bertanya kepada
orang yang sakit tentang keadaannya dan apa yang menimpanya sebagaimana yang ada di
dalam hadits Aisyah radhiallahu anha, dia berkata : ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam datang ke Al-Madinah, sementara Abu Bakar dan Bilal dalam keadaan sakit demam,
maka Aisyah berkata : “ Maka saya pun masuk untuk melihat keadaan mereka berdua, lalu saya
bertanya : “ Wahai ayahku bagaimana keadaanmu, dan wahai Bilal bagaimana keadaanmu….al-
hadits[26].
Dan juga diantara perkara yang baik ketika menjenguk orang sakit adalah
menghilangkan kesusahan di karenakan sakit seperti mengucapkan kepadanya : Laa ba'sa
alaika satasyfi biidznillah (sakit ini tidaklah mengapa atas mu, kamu akan sembuh dengan izin
Allah), atau sesungguhnya penyakit ini bukan penyakit yang berbahaya niscaya Allah akan
memberikan kesehatan kepadamu –insya Allah- . Ucapan semacam ini, selama tidak nampak
padanya tanda-tanda dekatnya ajal. Dan yang demikian itu karena menganggap jauh dari ajal
orang yang sakit, banyak membantu cepatnya proses kesembuhan dari penyakit, dan
pengobatan ini sangat manjur dan sudah dikenal dikalangan manusia.
Faedah : Keluhan orang yang sakit tidak lepas dari dua keadaan : Pertama : Keluhan tersebut
dengan cara menampakkan kecemasan dan keputus asaan, dan ini tidak diragukan adalah
perkara yang makruh karena menunjukkan akan lemahnya iman dan tidak adanya keridhaan
terhadap ketetapan Allah dan takdirnya.
Kedua : Dengan cara mengabarkan tentang keadaan tanpa adanya niatan untuk memohon
kepada para makhluk atau ketergantungan kepada mereka, dan hal ini tidak diragukan tentang
bolehnya dan dalil menguatkan akan bolehnya hal tersebut.
Dari Al-Qasim bin Muhammad dia berkata : "Aisyah berkata : “ Aduh kepalaku, rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata : “ Yang demikian itu kalau saja terjadi dan saya masih
hidup niscaya saya akan memohonkan ampunan untukmu dan mendoakan kesembuhan
untukmu. Aisyah berkata : “ Demi Allah sungguh saya menyangka engkau menyukai kematianku,
dan kalaulah hal itu terjadi mungkin engkau akan berada di akhir hari engkau dalam keadaan
menjadi pengantin dengan sebagian istri-istri engkau.” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
berkata : “ Bahkan saya yang mengaduhkan sakit kepalaku … al-hadits"[27].
Dari Ibnu Mas'ud radhiallahu ‘anhu dia berkata : "Ssaya pernah masuk kepada Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam dan beliau dalam keadaan sakit demam, saya pun menyentuh beliau dengan
tangan saya dan berkata : “ Sesungguhnya engkau mengalami demam yang sangat, beliau
berkata : “ Benar sebagaimana demamnya dua orang dari kalian”.
Abdullah bin Mas'ud berkata : “Apakah anda akan mendapat dua pahala? “ Beliau berkata : “ Iya,
tidak lah seorang muslim yang tertimpa musibah berupa sakit dan musibah lainnya kecuali Allah
akan menggugurkan dosa-dosa kesalahannya sebagaimana pohon menggugurkan daunnya"[28]

10. Menangis Ketika Sakit :


Yaitu bagaimanakah hukumnya? Apakah hal tersebut disyariatkan ataukah terlarang?
Yang nampak bagi kami berdasarkan perbuatan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah boleh.
Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma meriwayatkan dia berkata : " Sa'ad bin Ubadah
menderita suatu penyakit, kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguknya bersama
Abdurrahman bin ‘Auf dan Sa'ad bin Abi Waqqaash dan Abdullah bin Mas'ud radhiallahu ‘anhum
maka ketika beliau masuk kepada Sa'ad bin Ubadah beliau mendapatinya berada di dalam
kerumunan keluarganya, beliau berkata : “ Apakah telah wafat?” Mereka berkata : “ Tidak wahai
Rasulullah, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menangis, dan ketika kaum tersebut
melihat tangisan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , mereka menangis. Nabi bersabda : “
Tidakkah kalian mendengar bahwa Allah tidak mengadzab hanya karena tetesan air mata dan
tidak pula dengan kesedihan hati akan tetapi Allah mengadzab dikarenakan ini beliau
mengisyaratkan kepada lisan atau Allah akan mengasihani, sesungguhnya mayyit diadzab
dikarenakan tangisan keluarganya atas kematiannya"[29].
Hadits ini menunjukkan bolehnya menangis di sisi orang yang sakit, dan terlebih lagi di sisi
mayyit akan tetapi tangisan yang tidak ada jeritan histeris, disebabkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam melarang ratapan.

11. Doa Apa Saja Yang Diucapkan Di Sisi Orang Yang Sakit :
Sepatutnya bagi orang yang menjenguk orang sakit agar tidak mengucapkan suatu
ucapan kecuali yang baik, karena malaikat mengaminkan atas ucapannya itu. Hal itu telah
dijelaskan di dalam hadits Ummu Salamah radhiallahu ‘anha, beliau berkata : Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : " Apabila kalian menghadiri orang yang sakit atau mayyit
maka ucapkanlah ucapan yang baik, karena sesungguhnya malaikat mengaminkan atas apa
yang kalian ucapkan “, Ummu Salamah berkata : “ Ketika Abu Salamah meninggal saya
mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, saya berkata : “ Wahai Rasulullah sesungguhnya
Abu Salamah telah meninggal ”. Nabi bersabda : “ Ucapkanlah : Wahai Allah ampunkanlah
bagiku dan baginya, dan balaslah aku dari musibahku dengan balasan yang baik “, Ummu
Salamah berkata : “ Aku berkata : maka Allah membalasku dengan orang yang lebih baik bagiku
daripada Abu Salamah yaitu Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam "[30].
Disunnahkan bagi orang yang menjenguk agar mendoakan orang yang sakit dengan
memohon rahmat dan ampunan, dan agar dibersihkan dari dosa-dosa serta keselamatan dan
kesehatan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajarkan beberapa doa, sepatutnya bagi
orang yang menjenguk untuk berdoa dengan doa tersebut, karena doa-doa tersebut bersumber
dari al-ma'shum yang telah diberi jawami al-kalim (kalimat yang ringkas lagi penuh hikmah), yang
tidak berucap dari hawa nafsu hanyalah berupa wahyu yang diwahyukan kepadanya, diantara
doa-doa beliau :
a. "Mudah-mudahan tidak apa-apa, mudah-mudahan dapat mensucikan insya Allah".
Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma : "bahwasanya nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallammasuk ke
rumah salah seorang arab badui dalam rangka menjenguknya. Ibnu Abbas berkata : “ Apabila
beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi rumah orang yang sakit untuk menjenguknya
beliau berkata : " Mudah-mudahan tidak apa-apa, mudah-mudahan dapat mensucikan dari dosa
insya Allah".
Maka Nabi berkata kepadanya : “ Mudah-mudah tidak apa-apa, mudah-mudahan dapat
mensucikan dari dosa insya Allah. Arab badui itu berkata : “ Engkau mengatakan dapat
mensucikan? Sekali-kali tidak, bahkan dia adalah demam yang ditakuti – atau yang bergejolak –
atas orang tua renta , dan membuatnya diusung kekubur.
Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata : “Alangkah baiknya jikalau begitu"[31].
Ucapan beliau : "Mudah-mudahan tidak mengapa " yaitu bahwa sakit itu dapat menggugurkan
dosa kesalahan, maka apabila mendapat kesehatan maka seseorang telah mendapat dua
faedah. Dan kalau saja tidak maka dia mendapat pahala pengguguran dosa.
Dan perkataan beliau : "Mudah-mudahan dapat mensucikan dosa" kedudukannya sebagai
khabar dari mubtada' mahdzuuf. Yaitu sakit yang mensucikan bagimu dari dosa-dosamu yaitu
sebagai pensuci, sebagaimana penjelasan Ibnu Hajar[32].
Ada beberapa faedah yang terkandung di dalam hadits ini yaitu bahwa seyogyanya bagi orang
yang sakit agar menerima doa kebaikan orang lain untuknya, dan jangan sampai menggerutu
dari doa kebaikan untuk mensucikan dari mereka untuknya dengan doa pensucian dari dosa-
dosanya sebagaimana keadaan Arab badui tadi yang ada di dalam hadits.
b. "Ya Allah Sembuhkanlah ….Fulan" Sekali – Atau Tiga Kali.
Doa ini terdapat di dalam hadits Sa'ad bin Abi Waqqash, ketika Rasulullah menjenguknya ketika
dia dalam keadaan sakit, dan dalam hadits tersebut : " Kemudian Nabi meletakkan tangannya di
atas kening beliau kemudian mengusap tangannya di atas wajah dan perutku kemudian berkata :
“ Ya Allah sembuhkanlah Sa'ad ..." Dan dalam riwayat Muslim : " Ya Allah sembuhkanlah Sa'ad
Ya Allah sembuhkanlah Sa'ad sampai tiga kali"[33].
Ibnul Jauzi berkata : “ Pada sabda beliau : "Ya Allah sembuhkanlah Sa'ad" merupakan dalil atas
disunnahkannya mendoakan kesehatan/kesembuhan untuk orang yang sakit[34].
c. "Saya Memohon Kepada Allah Yang Maha Agung Penguasa Arsy Yang Agung Agar Berkenan
Menyembuhkanmu" Sebanyak Tujuh Kali.
Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda: "
Barang siapa yang menjenguk orang yang sakit yang ajalnya belum hadir dan mengucapkan di
sisinya sebanyak tujuh kali : “ Saya memohon kepada Allah yang maha agung penguasa Arsy
yang agung agar berkenan menyembuhkanmu. Niscaya Allah akan memberinya kesembuhan
dari penyakit tersebut"[35].
d. "Ya Allah Sembuhkanlah Hambamu Yang Membunuh Musuh UntukMu Dan Senantiasa
Berjalan Menuju Shalat [dalam riwayat yang lain : Berjalan Menuju Jenazah Yang Hendak
Dikubur]"
Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma, dia berkata : Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : "
Apabila seseorang datang menjenguk orang yang sakit hendaknya dia mengucapkan : Ya Allah
sembuhkanlah hambamu yang membunuh musuh untukMu dan senantiasa berjalan menuju
shalat " Dalam riwayat Abu Daud : " atau yang berjalan kepadamu menuju jenazah yang akan
dikubur"[36].

12. Meletakkan Tangan Di Atas Tubuh Orang Yang Sakit :


Disunnahkan bagi orang yang menjenguk agar meletakkan di atas jasad orang yang sakit dan
mendoakannya. Meneladani Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam , dan terkadang meletakkan
tangan ini ada pengaruh di dalam meringankan sakit atau menghilangkannya secara
keseluruhan, akan tetapi tidak mungkin untuk mengharuskan hal tersebut dikarenakan tidak
adanya nash-nash yang khusus didalam masalah tersebut ".
Ibnul Baththal berkata : “ Meletakkan tangan di atas tubuh orang yang sakit adanya sikap
menghibur baginya dan untuk mengetahui seberapa parah sakitnya agar seseorang mendoakan
kesembuhan untuknya sesuai sakitnya yang nampak. Mungkin saja seseorang merukyahnya
dengan tangannya dan mengusap di atas tempat yang sakit dengan rukyah yang dapat memberi
manfaat kepada orang yang sakit, apabila yang menjenguk adalah orang yang shalih “.
Saya katakan (Ibnu Hajar): “ Terkadang orang yang menjenguk mengetahui pengobatan dan
mengetahui penyakit sehingga dia dapat menerangkannya pengobatan yang sesuai bagi orang
yang sakit sesuai dengan penyakitnya itu[37].
Dan penyebutan tentang peletakan tangan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia datang
di beberapa hadits. Di dalam hadits Sa'ad bin Abi Waqqash yang telah dikemukakan didepan : "
Kemudian Nabi meletakkan tangannya di atas keningnya, kemudian mengusapkan tangannya di
atas wajah dan perut saya kemudian mengucapkan : Ya Allah sembuhkanlah Sa'ad…..al-hadits".
Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, beliau berkata : " Apabila Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjenguk orang yang sakit beliau meletakkan tangannya di atas tempat yang terasa sakit
kemudian mengucapkan : Bismillah"[38].

13. Meruqyah Orang Yang Sakit :


Disunnahkan bagi orang yang menjenguk untuk meruqyah (menjampi) orang yang sakit,
sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melakukannya, terlebih lagi apabila orang
yang menjenguk termasuk orang yang bertakwa dan shaleh. Dikarenakan ruqyah orang seperti
ini lebih bermanfaat daripada orang yang selainnya, sebab keshalehan mereka dan
ketakwaannya.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah meruqyah sebagian orang yang sakit dari keluarganya
dan dari selain keluarganya, dan beliau membolehkan kepada sebagian sahabatnya atas ruqyah
mereka, kami akan bawakan diantara ruqyah tersebut apa yang dapat kami sebutkan berikut ini,
diantaranya adalah :
a. Ruqyah Dengan Al-Mu'awwidzat.
Dari Aisyah Ummul Mu'minin radhiallahu anha, dia berkata : " Apabila salah seorang dari
keluarga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sakit, beliau meniupkan[39] kepadanya dari al-
mu'awwidzat[40]…..al-hadits"[41].
b. Ruqyah dengan Fatihatul Kitab.
Tentang hal ini ada kisah yang terjadi pada Abu Sa'id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu bersama
pemimpin satu kaum yang terkena sengatan berbisa. Lalu Abu Sa'id radhiallahu ‘anhu
meruqyahnya dengan fatihatul kitab, kemudian Abu Sa'id diberi sepotong kambing, namun beliau
enggan untuk menerimanya dan berkata : “ Sampai saya sebutkan hal itu kepada Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka datanglah dia kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
menyebutkan hal itu kepada beliau, beliau berkata : “ Wahai rasulullah, demi Allah tidaklah saya
meruqyah kecuali dengan fatihatul kitab, beliau tersenyum dan berkata : "Bagaimana engkau
bisa tahu bahwa surat itu adalah ruqyah?" kemudian beliau berkata : “Ambillah pemberian itu dari
mereka, dan bagikan satu bagian untukku bersama kalian"[42].
c. Meruqyah dengan "hilangkanlah kesusahan, wahai rabb manusia, sembuhkanlah engkaulah
penyembuh tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dariMu, kesembuhan yang tidak
menyisakan penyakit"
Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, " Apabila Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi
orang yang sakit atau didatangkan kepadanya orang yang sakit, beliau mengucapkan : “
Hilangkanlah kesusahan wahai Rabb manusia sembuhkanlah, engkaulah penyembuh tidak ada
kesembuhan kecuali kesembuhan darimu, kesembuhan yang tidak menyisakan penyakit" adapun
pada riwayat dari Muslim : " Apabila beliau mendapati salah seorang dari kami mengeluh sakit
beliau mengusapnya dengan tangan kanannya kemudian mengucapkan : " Hilangkanlah
kesusahan wahai Rabb manusia… al-hadits"[43].
d. Ruqyah dengan "dengan nama Allah saya meruqyahmu, dari segala sesuatu yang
mengganggumu, dari kejahatan setiap jiwa atau mata yang hasad, Allah yang
menyembuhkanmu, dengan nama Allah saya meruqyahmu".
Dari Abu Sa'id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu : " Bahwa Jibril datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam dan berkata : wahai Muhammad apakah kamu mengeluh sakit? Beliau berkata : “ Iya “.
Jibril mengucapkan : “ Dengan nama Allah saya meruqyahmu dari segala sesuatu yang
mengganggumu, dari kejahatan jiwa atau mata yang hasad, Allah yang menyembuhkanmu,
dengan nama Allah saya meruqyahmu " [44].
e. Ruqyah dengan bacaan "dengan nama Allah tanah negeri kami dengan ludah sebagian dari
kami dapat menyembuhkan penyakit kami dengan izin rabb kami".
Dari Aisyah radhiallahu ‘anha : " Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengucapkan
kepada orang yang sakit : Dengan nama Allah tanah negeri kami dengan ludah sebagian dari
kami dapat menyembuhkan penyakit kami dengan izin Rabb kami" Lafazh dari riwayat Muslim : "
Apabila seseorang mengeluh ada sesuatu darinya ataukah ada bisul atau luka, beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam mengucapkannya dengan jarinya seperti ini. Sufyan meletakkan jari telunjuknya
di atas tanah kemudian mengangkatnya : " Dengan nama Allah, tanah negeri kami dengan ludah
sebagian dari kami dapat menyembuhkan penyakit kami dengan izin Rabb kami"[45]. An-Nawawi
berkata : “ Makna hadits ini: bahwa beliau mengambil dari ludahnya sendiri di atas jari
telunjuknya, kemudian meletakkannya di atas tanah dan melekatkan sesuatu dengan jari tersebut
dari tanah dan mengusap dengan tanah di atas tempat luka atau penyakit dan mengucapkan doa
dalam keadaan mengusap wallahu a'lam [46].
Catatan penting : sebagian manusia ketika menziarahi orang yang sakit sangat bersemangat
untuk menyertakan seikat bunga mawar yang dia berikan kepada orang yang sakit, dan sebagian
lainnya menuliskan padanya ungkapan-ungkapan dan harapan-harapan kesembuhan yang
segera dan yang semisal ini, dan hal ini menurut mereka lebih utama apa diberikan kepada orang
sakit. Sedangkan sebagian besar diantara kaum manusia mengetahui bahwa taqlid (ikut-ikutan)
ini datangnya negeri orang-orang Nashara, yang mana kita dilarang bertasyabbuh
(menyerupakan diri) dengan mereka, dan bertasyabbuh kepada orang-orang Yahudi dan
Nashara merupakan perkara yang diharamkan.
Maka sangat mengherankan keadaan mereka yang menggantikan doa pensucian dosa, rahmat,
ampunan dan kesehatan bagi orang yang sakit dengan ungkapan-ungkapan kosong, dan
harapan-harapan yang tidak dapat mempercepat dan tidak pula mengakhirkan! Dan
menggantikan ruqyah (jampi) yang syar'i dari ayat-ayat Al-Qur`an dan hadits-hadits Nabi dengan
seikat bunga mawar yang mungkin dapat layu sehari atau dua hari setelahnya! Ya Allah
tunjukkanlah kami jalanMu yang lurus bukan jalannya orang-orang yang dimurkai dan bukan pula
orang-orang yang sesat. Amin.

14. Mentalqin (menuntun) Orang Yang Sakit Mengucapkan Syahadat Apabila Ajal Menjemputnya
Dan Menutupkan Kedua Matanya Serta Mendoakan Kebaikan baginya Apabila Telah Mati :
Ketika ajal orang yang sakit semakin dekat dan tanda-tanda kematian telah nampak atasnya,
maka disunnahkan bagi orang yang menjenguknya untuk mengingatkan bagi orang yang sakit
akan rahmat Allah luas dan agar jangan dia putus asa dari rahmat tersebut, berdasarkan hadits
Jabir radhiallahu ‘anhu dia berkata : “Saya mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tiga
hari sebelum kematiannya beliau berkata : " Janganlah salah seorang dari kalian mati kecuali dia
berbaik sangka kepada Allah Azza wa Jalla"[47].
Para Ulama berpendapat : Makna berbaik sangka kepada Allah -Ta'ala- : Seseorang menyangka
bahwa Allah akan merahmatinya dan memaafkannya, An-Nawawi yang mengucapkanya[48].
Dan juga disunnahkan baginya untuk menalqin (menuntun) untuk mengucapkan syahadat
dengan lemah lembut. Dari Abu Sa'id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu dia berkata : Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : " Talqinkanlah (tuntunkanlah) orang yang akan mati
diantara kalian kalimat Laa ilaaha illallaah"[49].
An-Nawawi berkata : “ Perintah mentalqin (menuntun) ini adalah perintah yang bersifat sunnah,
dan para ulama telah sepakat akan disyariatkannya talqin ini dan mereka memakruhkan kalau
terlalu sering dilakukan kepada orang yang sakit dan terus menerus agar jangan sampai berkeluh
kesah dengan keadaannya yang tertekan dan beratnya penderitaannya sehingga dia
membencinya di dalam hati dan mengucapkan ucapan yang tidak layak.
Para ulama berpendapat : “ Apabila orang yang sakit telah mengucapkannya sekali, jangan
dipaksa untuk mengulanginya kecuali kalau dia mengucapkan perkataan yang lain setelahnya
maka dia diminta untuk mengulanginya lagi agar syahadat tersebut menjadi akhir dari
perkataannya[50].
Dan apabila orang yang sakit itu mati maka disunnahkan bagi orang yang menghadiri
kematiannya untuk memejamkan kedua matanya dan mendoakan kebaikan untuknya,
berdasarkan hadits Ummu Salamah radhiallahu ‘anha dia berkata : “ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam masuk kepada Abu Salamah dan pandangannya telah menatap keatas, maka beliau
memejamkannya, kemudian bersabda : " Sesungguhnya ruh apabila telah digenggam
pandangan mata akan mengikutinya".
Orang-orang dari keluarganya pun histeris, maka beliau bersabda : " Janganlah kalian
mendoakan kejelekan atas diri-diri kalian kecuali dengan doa yang baik. Sesungguhnya malaikat
mengaminkan atas apa yang kalian katakan" Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda : " Ya Allah berilah ampunan kepada Abu Salamah, angkatlah derajatnya bersama
orang-orang yang mendapat hidayah, dan gantikanlah pada anak keturunannya bersama orang-
orang yang masih tersisa, berikanlah ampunan kepada kami dan kepadanya wahai Rabb
semesta alam, lapangkanlah baginya di dalam kuburnya, dan berikanlah baginya cahaya di
dalamnya"[51].

[1] Al-Baghawi berkata tentang penjelasan hadits ini : perkataan Nabi "di dalam khiraaful Jannah
dan didiriwayatkan dalam riwayat lainnya (di dalam makhaariful jannah) dan [khurfatul Jannah),
dan kata ini adalah bentuk jamak dari mikhraf, Al-Asma'iy berkata : dia adalah kebun kurma,
dinamakan demikian dikarenakan yang demikian itu selama terjadi musim rontok, yaitu :
menutupi….Ibnu Al-Anbari berkata : yang dimaksudkan yaitu memetik buah-buahan kebun,
diantara penggunaannya di dalam kalimat yaitu : pohon kurma merontokkan kurma-kurmanya,
maka nabi memisalkan apa yang orang yang mengunjungi orang sakit dapatkan dari pahala
dengan apa yang pohon kurma dapatkan dari hasil buahnya. (Syarhus Sunnah 5/216).
[2] HR. Muslim (2578), Ahmad (21868) dan At-Tirmidzi (967).
[3] HR. Al-Bukhari di dalam Al-Adab Al-Mufrod (522), dan hadits ini termasuk diantara
balaqhaatnya Imam Malik (bab mengunjungi orang sakit dan orang yang terkena musibah) Ibnu
Abdil Baar berkata tentang hadits ini : "hadits ini hadits Madani yang shahih". (At-Tamhid 24/273).
Dan hadits ini Al-Albani menshahihkannya di dalam shahih Al-Adab Al-Mufrad.
[4] HR. Ibnu Abdil Baar dengan sanadnya yang sampai kepada Jabir bin Abdullah radhiallahu
anhuma. (At-Tamhid 24/263).
[5] HR. Muslim (2569) dan lafazh hadits ini miliknya, dan Ahmad (8989).
[6]HR. Ahmad (756), Abu Daud (3098), Ibnu Majah (1442) dan hadits ini sesuai lafazh darinya,
dan Al-Albani berkata : "shahih" : (1191).
[7] Kasyful Musykil Min Hadits As-Shahihain. no. (710), (2/236) dengan perubahan seperlunya.
[8] HR. Al-Bukhari (5655), Muslim (923) Ahmad (21269) An-Nasaa'I (1868) dan Abu Daud (3125).
[9] HR. Al-Bukhari (5654) dan beliau memberikannya bab : bab kunjungan wanita kepada laki-laki
yang sakit, dan Ummu Ad-Darda' mengunjungi seorang laki-laki yang sakit dari kalangan sahabat
yang tinggal di masjid dari kalangan Al-Anshar. dan Muslim meriwayatkan hadits ini juga (1376)
tanpa menyebutkan kunjungan Aisyah radhiallahu anha kepada keduanya (Abu Bakar dan Bilal).
Dan Ahmad (23839), dan Malik (1648).
[10] HR. Malik di dalam Al-Muwaththa' (531) dan Ibnu Abdil Bar berkata : tidak ada perselisihan
atas Malik di dalam kitab Al-Muwaththa' tentang dimursalkannya hadits ini………dan hadits ini
adalah hadits yang musnad yang bersambung dan shahih dari selain hadits Malik. (At-Tamhid
6/254).
[11] Di dalam Al-Lisan : ….kata tajaalat yaitu Asnat dan kaburat (telah dewasa), dan di dalam
hadits Ummu Shabiyyah : kami dahulu di dalam masjid adalah wanita-wanita yang tajaalalna
yaitu telah dewasa, dan dikatakan : jallat fa hiya Jalilah (wanita itu besar maka dia adalah jalilah)
dan tajallat fa hiya mutajallah (wanita itu telah dewasa maka dia adalah mutajallah). (11/116) dan
materi kata tersebut : ‫ج ل ل‬
[12] At-Tamhid (6/255).
[13] HR. Al-Bukhari (5651), Muslim (1616), Ahmad (13886), At-Tirmidzi (2098), An-Nasaa'i (138),
Abu Daud (2886), Ibnu Majah (2728) dan Ad-Darimi (733).
[14] Fathul Baari : (10/119). Dan Ibnul Munir berkata : di dalam hadits jabir tidak ada keterangan
yang sharih (jelas) bahwa keduanya telah mengetahui Jabir pingsan sebelum dijenguk, maka
bisa saja pingsannya Jabir bertepatan dengan kehadiran keduanya. [namun Ibnu Hajar
membantah hal tersebut dan mengatakan : ] saya katakan : bahkan yang zhahir dari konteks
yang ada terjadinya hal tersebut ketika datangnya keduanya dan sebelum masuknya keduanya
kepadanya, dan sekedar mengetahui keadaan orang yang sakit dengan
menjenguknya………..dst. (10/118-119).
[15] Catatan : Di sebagian negeri arab timbul pemikiran untuk mematikan orang yang sakit yang
mati akalnya, yang demikian itu dengan jalan memberikan suntikan yang mematikannya, dan
mereka berhujjah bahwa orang yang sakit ini menurut undang-undang kedokteran adalah mayat
tidak ada kemungkinan untuk hidup, dan hanya masalah waktu saja, dan kami memberikan
suntikan ini untuk menenangkannya dari sakit yang mungkin dia dapatkan ketika hidupnya.
Maka dikatakan kepada mereka : kalian dengan cara seperti ini dan dengan metode seperti ini
tidak meringankannya bahkan kalian menghalanginya dan menghalangi selainnya, karena
tetapnya dia di atas garis kehidupan dan dia dalam keadaan seperti itu, akan menjadikannya
berfikir akan kesalahan-kesalahannya, dan mengangkat derajatnya apabila dia bagian dari ahlu
iman dan ahlu ihsan. Dalam hadits Ibnu Mas'ud radhiallahu ‘anhu dia berkata : Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallambersabda : "tidaklah ada dari seorang muslim yang menderita sakit maka
tidaklah ada dari selain sakit itu kecuali Allah akan menggugurkan kesalahan-kesalahannya
sebagaimana pohon menggugurkan daunnya" HR. Al-Bukhari (5667) dan selainnya.
Dan tetapnya dia di atas garis kehidupan memungkinkan dia mendapatkan doa yang baik, dan
Allah Azza wa Jalla mengabulkannya, maka dia pun sembuh dari sakitnya itu –dan Allah
Mahakuasa atas segala sesuatu - , ataukah dosa-dosanya diampuni berkat doa-doa kaum
muslimin kepadanya, dan tetapnya dia di atas garis kehidupan merupakan renungan akan
kesalahan-kesalahan keluarganya yang menangung kesedihan dan kemalangan. Dari Abu
Hurairah dari nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallambeliau bersabda : "tidaklah seorang muslim yang
tertimpa keletihan, tidak pula penyakit, kesusahan, kesedihan, gangguan, dan tidak pula
kemurungan sekalipun duri yang menusuknya kecuali Allah akan menggugurkan dengannya dari
kesalahan-kesalahannya" HR. Al-Bukhari (5642) dan selainnya.
Dan tetapnya dia di atas garis kehidupan adanya kebaikan yang terus menerus dan tidak akan
terputus lebih khusus lagi apabila yang sakit itu adalah seorang ayah atau seorang ibu. Dan
tetapnya dia di atas garis kehidupan akan memperbanyak pahala dengan menjenguk orang sakit
dan menziarahinya, maka disebabkan adanya makna-makna yang bermanfaat ini yang telah
kami sebutkan dan selain dari makna-makna tersebut maka kita mengetahui akan kekejian
perkataan orang yang mengatakan : tidak ada faedah mengaharap-harap tetapnya orang yang
mati kesadarannya dalam keadaan hidup dan bahwa kematian itu lebih baik untuknya. Wallahu
a'lam.
[16] Lihat At-Tamhid (24/276).
[17] HR. Al-Bukhari (5657), Ahmad (12381) dan Abu Daud (3095).
[18] HR. Al-Bukhari (6681), Muslim (24), Ahmad (23162), dan An-Nasaa'i (2035).
[19] Al-Adab Asy-Syar'iyah (2/190).
[20] Al-Adab Asy-Syar'iyah (2/189). Akan tetapi kalau kebiasaan manusia berziarah di waktu
zhuhur maka hal itu tidaklah makruh.
[21] At-Tamhid karya Ibnu Abdil Bar (24/277) bersamaan dengan mendahulukan dan
mengakhirkan teksnya.
[22] Al-Bukhari (463).
Takhrij haditsnya telah berlalu.
[23] HR. Al-Bukhari di dalam Al-Adabul Mufrod (536) dan Al-Albani menshahihkannya dengan no.
hadits (416).
[24] HR. Al-Bukhari di dalam Al-Adabul Mufrod (537) dan Al-Albani berkata : "sanadnya shahih "
(417).
[25]
[26] Takhrij haditsnya telah berlalu.

[27] HR. Al-Bukhari (5666) Ahmad meriwayatkanya dari jalan Abdullah bin Abdullah bin Utbah
(2538) Ibnu Majah (1465) dan Ad-Darimi (80).
[28] HR. Al-Bukhari (5667) Muslim (25 71), Ahmad (3611) dan Ad-Darimi (2771).
[29] HR. Al-Bukhari (1304) dan Muslim (924).
[30] HR. Muslim (919), Muslim (25958), At-Tirmidzi (977) An-Nasaa'I (1825) dan Ibnu Majah
(1447).
[31] HR. Al-Bukhari (3616).
[32] Fathul Baari (10/124).
[33] HR. Al-Bukhari (5659), Muslim (1628) dan Ahmad (1443), dan At-Tirmidzi (2116), An-Nasaa'i
(3616), Malik (1495) Ad-Darimi (3196) tanpa menyebutkan doa.
[34] Kasyful Musykil min hadits As-Shahihain (1/233) nomer (164).
[35] HR. Ahmad (2138), At-Tirmidzi (2083) dan Abu Daud (3106) dan lafazh ini dari beliau, dan
Al-Albani menshahihkannya.
[36] HR. Ahmad (6564) dan lafazh hadits darinya, dan Abu Daud (3107) dan Al-Albani
menshahihkannya.
[37] Fathul Baari (10/126).
[38] Ibnu Hajar berkata di dalam Al-Fath (10/126) : Abu Ya'la mengeluarkannya dengan sanad
yang hasan.
[39] An-Nafats : lebih sedikit daripada At-Tafl, karena At-Tafl terjadi ada kecuali ada bersamanya
sesuatu dari ludah, dan An-Nafats : sesuatu yang menyerupai An-Nafakh. Beliau mengatakannya
di dalam lisanul arab (2/195) Bahasan : ‫ن ف ث‬
[40] Al-Hafizh berkata : yang dimaksudkan dengan Al-Mu'awwidzat adalah surat qul a'udzu
birabbil falaq, qul a'udzu birabbin naas, dan menggabungkan entah itu dengan tinjauan bahwa
yang paling sedikit dari bentuk jamak adalah dua, ataukah dengan tinjauan bahwa yang
dimaksudkan dengan kalimat-kalimat yang ada dari kedua surat tersebut, dan adanya
kemungkinan bahwa yang dimaksudkan dengan Al-Mu'awwidzat adalah kedua surat ini bersama
dengan surat Al-Ikhlash dan yang demikian itu dimaksudkan secara muthlaq menurut kebiasaan,
dan ini yang dijadikan sandaran. Fathul Bari (7/738).
[41] HR. Al-Bukhari (5748), Muslim (2192) dan lafazh hadits ini ada pada periwayatan beliau,
Ahmad (23207), Abu Daud (3902), Ibnu Majah (3529) dan Malik (1755).
[42] HR. Al-Bukhari (2276), Muslim (2201) dan lafazh ini sesuai lafazh riwayat beliau, Ahmad
(10686), Abu Daud (3418) dan Ibnu Majah (2156).
[43] HR. Al-Bukhari (5675), Muslim (2191), Ahmad (24317) dan Ibnu Majah (3520).
[44] HR. Muslim (2186), Ahmad (11140), At-Tirmidzi (972) dan Ibnu Majah (3523).
[45] HR. Al-Bukhari (5745), Muslim (2194), Ahmad (24096), Abu Daud (3895) dan Ibnu Majah
(3521).
[46] Syarah Shahih Muslim jilid ke tujuh (14/151).
[47] HR. Muslim (2877), Ahmad (13711), Abu Daud (3113) dan Ibnu Majah (4167).
[48] Syarah Muslim karya An-Nawawi jilid ke sembilan (17/176).
[49] HR. Muslim (916), Ahmad (10610) At-Tirmidzi (976), An-Nasaa'i (1826) Abu Daud (3117)
dan Ibnu Majah (1445).
[50] Syarah shahih Muslim jilid ke tiga (6/183).
[51] HR. Muslim (920) dan lafazh hadits ini ada padanya, dan Ahmad (26003), Ibnu Majah (3118)
dan Ibnu Majah (1454).

Adab Berkunjung/Mengunjungi Orang Sakit - Tata Cara yang Baik Menjenguk Orang Sakit di
Rumah, Rumah Sakit, Dsb - Tips Umum
Tue, 15/08/2006 - 1:05pm — godam64
Berikut ini akan dibahas mengenai tata cara dan adab yang baik dalam menjenguk orang yang
sedang sakit baik di rumah maupun di rumah sakit. Pada umumnya orang yang sakit akan
memiliki suatu perubahan sikap dari keadaan normalnya. Sikap yang berubah itu bisa
bermacam-macam, bisa menjadi lebih sensitif, mudah marah, acuh tak acuh, menjadi lebih
sopan, dan lain sebagainya.

Selain itu mungkin di sekitar orang yang sakit terdapat orang lain seperti orang tua, saudara,
teman, kekasih, tetangga, tamu dan lain sebagainya baik yang sudah kita kenal maupun yang
belum dikenal. Oleh sebab itu kita sebaiknya menjaga sikap dan sopan santun selama
berkunjung ke orang yang sedang sakit tersebut agar tidak menimbulkan hal-hal yang tidak
diinginkan.

Adab mengunjungi orang sakit :

1. Bersikap sopan dan ramah


2. Memakai pakaian yang layak, sopan dan tidak mengundang syahwat
3. Memberikan bantuan jika dibutuhkan
4. Tidak mengganggu pasien dan penunggunya di rumah sakit atau klinik
5. Jangan berkunjung jika yang sakit sedang tidur atau istirahat
6. Mendoakan si sakit agar cepat lekas sembuh
7. Niat berkunjung dengan ikhlas dan dengan itikad yang baik pula
8. Tidak membawa makanan yang dilarang bagi si sakit
9. Tidak menakut-nakuti yang sedang sakit akan penyakit yang diderita
10. Tidak melakukan tindak kejahatan
11. Menghibur si sakit

Apabila orang yang kita kunjungi sedang sekarat dan seorang muslim maka ada baiknya kita
bantu mengingatkan untuk mengucapkan dua kalimah syahadat "laa ilaaha illalaah".

También podría gustarte