Está en la página 1de 3

Alami belum tentu aman

Written by cezz on 20. Oct, 2008 in Dunia Kesehatan

KETIKA pengobatan modern semakin mahal dan tidak selalu berujung pada
kesembuhan, obat-obatan herbal semakin banyak dilirik orang. Meski begitu, sebaiknya
tetap hati-hati. Walaupun terbuat dari bahan alami, herbal juga bisa membahayakan bila
dikonsumsi sembarangan. Simak beberapa kasus ”kecelakaan” akibat minum obat-obat
herbal.

Di sebuah seminar tentang tanaman obat di Universitas Indonesia awal tahun lalu, Eko,
bapak berusia 50-an tahun, bercerita tentang pengalamannya dengan herbal.

Setelah minum ramuan mahkota dewa, ia pingsan. Usut punya usut, Eko yang ingin
sembuh dari penyakit hipertensi ini merebus lima buah mahkota dewa berikut bijinya. Air
rebusan itu lalu dia minum banyak-banyak dengan harapan penyakitnya cepat sembuh. Ia
pingsan karena tekanan darahnya turun drastis.

Prapti Utami, dokter yang menekuni pengobatan herbal dan tergabung dalam
Perhimpunan Dokter Indonesia Pengembang Kesehatan Tradisional Timur, menuturkan
pengalaman lain yang dialami pasiennya sebelum akhirnya ditangani Prapti.

Pasien yang masih remaja itu juga pingsan gara-gara ikut-ikutan ibunya minum ramuan
jati belanda untuk melangsingkan badan. ”Dia punya masalah dengan mag, sementara jati
belanda punya efek mengiritasi lambung,” kata Prapti.

Ia mengingatkan, meskipun terbuat dari bahan alam, herbal juga mengandung zat kimia
aktif seperti obat-obatan kimia umumnya. Karena itu, penggunaan herbal sebaiknya
dikonsultasikan dengan dokter yang mendalami masalah herbal.

Prapti mencontohkan, daun ungu sebagai bahan baku herbal memiliki kandungan
flavonoid yang berfungsi mematikan bakteri. Daun ini juga memiliki kandungan steroid
alami yang berguna untuk antiperadangan dan juga mengandung alkaloida untuk
melunakkan tinja.

Perlu diagnosis

Herbal tidak bisa diminum sembarangan karena respons tiap individu bisa berbeda satu
sama lain. ”Meski punya keluhan sama, belum tentu herbal yang diberikan cocok antara
satu pasien dan pasien lain,” kata Prapti.

Karena itu, sebelum memberi pengobatan herbal, dokter akan mendiagnosis lebih dulu
penyakit pasien. Seperti pengobatan umumnya, diagnosis ini ditegakkan melalui
wawancara dengan pasien, pemeriksaan fisik, dan kalau perlu diadakan pemeriksaan
laboratorium atau radiologi.
Dari diagnosis ini akan diketahui riwayat kesehatan pasien dan risiko reaksi interaksinya
terhadap herbal. ”Diagnosis ini perlu dilakukan karena metabolisme tubuh masing-
masing individu berbeda,” lanjut Prapti.

Mencari dokter yang mendalami soal herbal tidak lagi sulit. Sekarang banyak dokter yang
menggabungkan ilmu kedokteran dengan pengobatan herbal. Selain klinik-klinik herbal,
di beberapa rumah sakit, seperti Rumah Sakit Dokter Soetomo Surabaya atau Rumah
Sakit Bethesda Yogyakarta, juga sudah membuka pengobatan herbal. Di Purwakarta,
Jawa Barat, juga sudah ada rumah sakit khusus herbal.

Herbal juga memiliki efek samping seperti obat-obatan kimia. Efek samping yang
muncul bisa bermacam-macam, seperti diare, tubuh gemetar, tekanan darah turun drastis,
mual, atau pusing. Jika muncul efek samping semacam itu, kata Prapti, pasien harus
segera berkonsultasi dengan dokter.

Menurut Prapti, biasanya satu herbal dikonsumsi bersama dengan herbal lain untuk saling
melengkapi atau mengurangi efek samping. Misalnya, jati belanda yang biasa digunakan
untuk pelangsing memiliki efek samping mengiritasi lambung. Karena itu, konsumsi jati
belanda harus bersamaan dengan temulawak atau kunir putih untuk mengurangi iritasi
lambung.

Patut diingat, selama pengobatan, baik dengan herbal maupun obat buatan, sebaiknya
pasien minum dua liter air per hari. Ini untuk membersihkan ginjal. ”Sebenarnya, tanpa
minum herbal pun kita tetap harus minum banyak untuk kesehatan ginjal,” tutur Prapti.

Butuh kesabaran

Mencari kesembuhan dengan pengobatan herbal adakalanya dibutuhkan kesabaran.


Pasalnya, tidak seperti obat-obatan kimia, pengobatan dengan herbal ini membutuhkan
waktu relatif lebih lama. ”Justru kalau ada obat herbal bisa cespleng (langsung sembuh),
kita patut curiga,” kata Ida Marlinda, peneliti obat di Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia (YLKI).

Menurut Ida, herbal yang cespleng biasanya dicampur dengan bahan kimia obat (BKO)
tertentu. YLKI pernah menerima pengaduan seorang ibu di Kalimantan. Ibu itu ingin
anaknya yang kurus karena susah makan jadi doyan makan dan bertambah gemuk. Si ibu
lalu membeli jamu kemasan penambah nafsu makan.

Dalam waktu satu bulan, anaknya benar-benar menjadi gemuk dan berat badannya
bertambah lebih dari 3 kilogram. ”Ternyata herbal itu dicampur steroid,” kata Ida. Tidak
berapa lama, anak itu mengalami moonface (wajah membulat).

Ada juga kasus seorang anak berpenyakit asma tiba-tiba sembuh setelah minum jamu
yang dikemas praktisi pengobatan tradisional. Setelah diteliti, jamu itu mengandung
tetrasiklin (antibiotik). Jadi, sebaiknya memang tidak sembarang membeli obatobatan
herbal.
sumber :
Lusiana Indriasari dan
http://kompas.co.id/read/xml/2008/04/27/10524814/alami.belum.tentu.aman

También podría gustarte