Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
PEMBAHASAN
c. Pandangan Interaksionis
Pandangan ini memiliki keyakinan bahwa konflik tidak hanya menjadi
kekuatan positif dalam kelompok namun juga sangat diperlukan agar
kelompoknya berkinerja aktif. Menurutnya, kelompok yang kooperatif, tenang,
damai dan serasi cenderung menjadi statis, apatis dan tidak peka terhadap
perubahan dan inovasi. Karena itu, sumbangan utamanya adalah mendorong
pemimpin kelompok mempertahankan tingakat konflik minimum yang
berkelanjutan, cukup untuk membuat kelompok itu bertahan hidup, kritis
terhadap dirinya sendiri dan kreatif.
1. Manajemen Konflik
Kuadran kedua ini memastikan bahwa kita memenangkan konflik dan pihak lain
kalah. Biasanya kita menggunakan kekuasaan atau pengaruh kita untuk
memastikan bahwa dalam konflik tersebut kita yang keluar sebagai
pemenangnya. Biasanya pihak yang kalah akan lebih mempersiapkan diri dalam
pertemuan berikutnya, sehingga terjadilah suatu suasana persaingan atau
kompetisi di antara kedua pihak. Gaya penyelesaian konflik seperti ini sangat
tidak mengenakkan bagi pihak yang merasa terpaksa harus berada dalam posisi
kalah, sehingga sebaiknya hanya digunakan dalam keadaan terpaksa yang
membutuhkan penyelesaian yang cepat dan tegas.
Agak berbeda dengan kuadran kedua, kuadran ketiga yaitu kita kalah – mereka
menang ini berarti kita berada dalam posisi mengalah atau mengakomodasi
kepentingan pihak lain. Gaya ini kita gunakan untuk menghindari kesulitan atau
masalah yang lebih besar. Gaya ini juga merupakan upaya untuk mengurangi
tingkat ketegangan akibat dari konflik tersebut atau menciptakan perdamaian
yang kita inginkan. Mengalah dalam hal ini bukan berarti kita kalah, tetapi kita
menciptakan suasana untuk memungkinkan penyelesaian yang paripurna
terhadap konflik yang timbul antara kedua pihak. Mengalah memiliki esensi
kebesaran jiwa dan memberi kesempatan kepada pihak lain untuk juga mau
mengakomodasi kepentingan kita sehingga selanjutnya kita bersama bisa
menuju ke kuadran pertama.
Kuadran pertama ini disebut dengan gaya manajemen konflik kolaborasi atau
bekerja sama. Tujuan kita adalah mengatasi konflik dengan menciptakan
penyelesaian melalui konsensus atau kesepakatan bersama yang mengikat
semua pihak yang bertikai. Proses ini biasanya yang paling lama memakan
waktu karena harus dapat mengakomodasi kedua kepentingan yang biasanya
berada di kedua ujung ekstrim satu sama lainnya. Proses ini memerlukan
komitmen yang besar dari kedua pihak untuk menyelesaikannya dan dapat
menumbuhkan hubungan jangka panjang yang kokoh . Secara sederhana proses
ini dapat dijelaskan bahwa masing-masing pihak memahami dengan sepenuhnya
keinginan atau tuntutan pihak lainnya dan berusaha dengan penuh komitmen
untuk mencari titik temu kedua kepentingan tersebut.
2. Membangkitkan Konflik
3. Mengorganisir Konflik
Variabel Pribadi mencakup sistem nilai individu setiap orang dan karakteristik
kepribadian yang menyebabkan idiosinkrasi(penyimpangan kaidah gramatikal pada
ragam bahasa seseorang) dan perbedaan individu. Namun, ada sebuah sistem yang
terabaikan padahal sebenarnya merupakan sumber yang oenting dalam menciptakan
potensi konflik. Perbedaan nilai merupakan penjelasan terbaik atas persoalan yang
beraneka seperti prasangka, ketidaksepakatan mengenai sumbangan seseorang pada
sebuah kelompok dan imbalan yang layak diterimanya, dan penilaian atas bagus
tidaknya sebuah buku.
b. Tahap II: Kognisi dan Persoalisi
Meskipun konflik tersebut dipersepsiakan, tidak berarti bahwa konflik tersebut
dipersonalisasikan. Dengan kata lain, seseorang mungkin menyadari bahwa dia dan
partnernya berada dalam kondisi tidak sepakat yang serius, namun hal itu tidak
membuatnya tegang atau cemas dan juga tidak berpengaruh apapun pada perasaannya
terhadap partnernya tersebut. Sebuah konflik terdapat pada tingkat terasakan apabila
individu-individu terlibat secara emosional, sehingga timbul kecemasan, ketegangna,
frustasi dan permusuhan.
Tahap ini merupakan tahap yang penting, karena disini konflik cenderung
didefinisikan. Emosi memainkan peran utama dalam membentuk persepsi. Umumnya
emosi negatif menghasilkan penyederhanaan berlebihan atas suatu persoalan.,
mengurangi kepercayaan, dan penafsiran negatif atas perilaku pihak lain. Sebaliknya,
perasaan positif meningkatkan kecenderungna melihat potensi hubungan antara setiap
unsur masalah, menggunakan pandangan yang lebih luas atas situasi dan
mengembangkan penyelesaian yang lebih inovatif.
b. Ketegasan
Tingkat sejauh mana suatu pihak berupaya memenuhi kebutuhannya sendiri.
Terbagi menjadi lima maksud penanganan konflik:
1) Persaingan (tegas dan tidak kooperatif)
Persaingan merupakan keinginan memuaskan kepentingan seseorang,
tidak memperdulikan dampak pada pihak lain dalam konflik tersebut.
2) Kolaborasi (tegas dan kooperatif)
Kolaborasi merupakan situasi yang di dalamnya pihak-pihak yang
berkonflik sepenuhnya saling memuaskan kepentingan semua pihak.
Dalam kolaborasi, maksud pihak-pihak tersebut adalah memecahkan
masalah dengan mengklarifikasi perbedaa, bukan dengna
mengakomodasi berbagai sudut pandang.
3) Penghindaran (tidak tegas dan tidak kooperatif)
Penghindaran merupakan keinginan menarik diri dari atau menekan
konflik.
4) Akomodasi (kooperatif dan tidak tegas)
Akomodasi merupakan kesediaan satu pihak dalam konflik untuk
memperlakukan kepentingan pesaing di atas kepentinganny sendiri.
5) Kompromi (kisaran tengah dalam hal ketegasan dan kekooperatifan)
Kompromi merupakan suatu situasi yang di dalamnya masing-masing
pihak yang berkonflik bersedia mengorbankan sesuatu. Oleh sebab itu
karakteristik khas kompromi adalah bahwa setiap pihak bermaksud
melepaskan sesuatu.
a. Pernyataan
b. Tindakan
e. Tahap V: Hasil
Hasil Fungsional
1) Pemecahan Masalah
3) Perluasan sumberdaya
4) Penghindaran
5) Penghalusan
6) Kompromi
7) Komando otoritatif
Hasil Disfungsional
Pada dasarnya negosiasi adalah cara bagaimana kita mengenali, mengelola dan
mengendalikan emosi kita dan emosi pihak lain. Di sinilah seringkali banyak di antara
kita tidak menyadari bahwa negosiasi sebenarnya lebih banyak melibatkan apa yang
ada di dalam hati atau jiwa seseorang. Ini seperti gambaran sebuah gunung es, di
mana puncak yang kelihatan merupakan hal-hal yang formal, tuntutan yang
dinyatakan dengan jelas, kebijakan atau prosedur perusahaan, maupun hubungan atau
relasi bisnis yang didasarkan pada hitungan untung rugi.
Sedangkan yang sering dilupakan dalam proses negosiasi adalah hal-hal yang
tidak kelihatan, seperti misalnya hasrat, keinginan, perasaan, nilai-nilai maupun
keyakinan yang dianut oleh individual yang terlibat dalam konflik atau yang terlibat
dalam proses negosiasi. Hal-hal yang di dalam inilah justru seringkali menjadi kunci
terciptanya negosiasi yang sukses dan efektif. Negosiasi sebenarnya melibatkan tiga
hal pokok yang disebut sebagai Negotiation Triangle, yaitu terdiri dari HEART (yaitu
karakter atau apa yang ada di dalam kita yang menjadi dasar dalam kita melakukan
negosiasi), HEAD (yaitu metoda atau teknik-teknik yang kita gunakan dalam
melakukan negosiasi), HANDS (yaitu kebiasaan-kebiasaan dan perilaku kita dalam
melakukan negosiasi yang semakin menunjukkan jam terbang kita menuju
keunggulan atau keahlian dalam bernegosiasi).
c. Proses perundingan
Persiapan dan perencanaan
a. Definisi aturan dasar
b. Penjelasan dan pembenaran
c.Tawar – menawar dan pemecahan masalah
d. Penutupan dan pelaksanaan
Setelah menyelesaikan perencanaan dan menyusun suatu strategi, bersiaplah
menetapkan aturan-aturan dasar dan prosedur dengan pihak lain mengenai
perundingan itu sendiri. Pada tahap ini pihak-pihak dalam perundingan akan
mempertukarkan usulan atau tuntutan awal. Bila pendirian awal telah dipertukarkan,
kemudian menerangkan, menegaskan, memperjelas, memperkuat dan membenarkan
permintaan. Ini merupakan kesempatan saling mendidik dan memberi informasi
mengenai persoalan, penting dan tidaknya persoalan dan bagaimana cara
mengatasinya.
Hakikatnya adalah proses aktual memberi-dan-menerima sebagai upaya
memperbincangkan persetujuan (kompromi). Langkah terakhir adalah memformalkan
persetujuan dengan berjabat tangan.
4) Konsultan adalah pihak ketiga yang terampil dan tidak berat sebelah
yang berupaya memudahkan pemecahan masalah melalui komunikasi
dan analisis, yang dibantu dengan pengetahuannya mengenai manajemen
konflik. Ia lebih kepada perbaikan hubungan antara pihak berkonflik
sehingga dapat mencapai penyelesaian sendiri. Ia mengarahkan belajar
memahami dan bekerjasama, serta membina persepsi dan sikap yang
baru dan positif antar pihak berkonflik.