Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
Prosiding
Semiloka Teknologi Simulasi dan
Komputasi serta Aplikasi 2004
Perkembangan Simulasi dan Komputasi dalam
Industri di Indonesia Saat Ini
Jakarta, 30 Nopember 2004
Node 1
Node 1
Node 3
Node 1
Node 3
Switch
Node 2
Node 3
Switch
Switch
Diselenggarakan oleh:
Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Informasi dan Elektronika
Kelompok Teknologi Integrasi Sistem Jaringan Komputer dan Komputasi
CS omputational
cience &
E ngineering
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Berkat dan Rahmat-Nya
maka Semiloka ini telah dapat diselenggarakan dengan baik.
Teknologi Simulasi dan Komputasi di Indonesia pada saat ini masih banyak yang terdapat dalam
lingkup akademis saja, dan hanya sedikit yang sudah diaplikasikan langsung dalam industri. Dalam
Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi tahun 2004 ini, untuk lebih mendorong
perkembangan teknologi simulasi dan komputasi di Indonesia serta aplikasinya, kami mengundang
pembicara yang berkecimpung dalam teknologi ini dan juga memang berkecimpung langsung di industri. Di
samping itu juga diundang pembicara dari pihak akademis yang memang terlibat dalam state of the art dari
penelitian dan pengembangan aplikasi teknologi ini.
Semiloka ini menyajikan makalah-makalah ilmiah berkualitas terkait dengan teknologi simulasi dan
komputasi, dalam bidang aplikasi simulasi, teknik pemodelan, analisa dan aplikasi komputasi, yang berasal
dari LPND dan lingkup akademis (universitas). Terlihat beberapa produk perangkat lunak simulasi dan
komputasi baik yang masih taraf pengembangan, prototype ataupun yang sudah jadi yang dipromosikan
dalam makalah ilmiah semiloka ini. Di samping itu juga ada beberapa makalah yang menampilkan teknik
analisa dan terapannya dilapangan.
Semiloka ini memang masih dalam skala kecil, dan belumlah dapat dikatakan mewakili kondisi
nasional. Akan tetapi dari makalah dan hasil yang diajukan dalam prosiding ini, dapat dikatakan
perkembangan teknologi simulasi dan komputasi di Indonesia masih tetap berjalan dan diharapkan dapat
berkembang menjadi lebih baik.
Semoga buku prosiding ini dapat membantu mempercepat permasyarakatan teknologi simulasi
dengan harapan akan semakin banyak timbul produk-produk teknologi simulasi dan komputasi dari dalam
negeri.
iii
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
iv
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
SUSUNAN PANITIA
Pembina:
Ir. Martin Djamin, M.Sc., Ph.D., APU (Deputi Kepala Bidang TIEML – BPPT)
Drs. Sulistyo, MS (Direktur P3TIE – BPPT)
Ir. Bambang Heru Tjahyono (BPPT)
Komite Teknis
Dr. -Ing. Edi Legowo (BPPT) (Ketua)
Dr. Ir. Ade Jamal (BPPT)
Dr. Dwi Handoko (BPPT)
Dr.-Ing. Wahyu Sediono (BPPT)
Komite Pelaksana
Dr. Alief N. Yahya (BPPT) (Ketua)
Lebong Andalaluna, M.Eng (BPPT)
Agus Sainjati, M.Sc (BPPT)
Made Gunawan, M. Eng (BPPT)
Ir. Aris Suwarjono (BPPT)
Ir. Tri Sampurno (BPPT)
Ir. Vitria Pragesjvara (BPPT)
v
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Dr –Ing. Edi Legowo iii
Susunan Panitia v
Daftar Isi vi
Makalah Undangan
Pengembangan Hemisphere Structure of Hidden Layer Neural Networks dan Optimasi
Strukturnya Menggunakan Algoritma Genetika
Benyamin Kusumoputro, Ph.D., Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Indonesia 1
Simulasi
1. Pemodelan dan Simulasi Antrian Kendaraan di Gerbang Tol
Wahyu Sediono dan Dwi Handoko, P3TIE-BPPT 11
3. Pengaruh Ukuran Butir Terhadap Kuat Fatik Baja: Simulasi dan Eksperimen
DR- Ing. H. Agus Suhartono, UPT LUK Puspiptek, Serpong 21
Analisa
4. Perbandingan Metode Monte Carlo dan Metode Partikel Terbobot Stokastik
untuk Solusi Numerik Persamaan Boltzmann
Endar H. Nugrahani, Departemen Matematika, FMIPA, Institut Pertanian Bogor 33
Aplikasi
6. Perkembangan dan Aplikasi Teknologi Simulasi dan Komputasi Iklim dan
Kelautan di Indonesia
Edvin Aldrian, UPTHB – BPP Teknologi 45
7. Aplikasi Neural Networks untuk Prediksi Aliran Sungai (Studi Kasus DAS Cidanau,
Indonesia dan DAS Terauchi, Jepang)
Budi I. Setiawan dan Rudiyanto,
Dept. of Agricultural Engineering, Bogor Agricultural University 61
vi
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
10. Evaluasi Mutu Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) dengan Pengolahan
Citra Digital dan Jaringan Syaraf Tiruan
Zainul Arham, Usman Ahmad, Suroso
Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor 81
12. Visualisasi dan Database Pengisian Botol pada Industri Kimia Berbasis
Mikrokontroler dengan Pemrograman Visual Basic 6.0
A. Sofwan, M. Abror dan O.Namara,
Jurusan Teknik Elektro - Fakultas Teknologi Industri, Institut Sains dan Teknologi Nasional 93
13. Pengaturan Sistem Kerja Kecepatan Motor DC pada Mesin Produksi Kempa
Tablet Berbasis Fuzzy
A.Sofwan dan A.Irfan, Institut Sains Dan Teknologi Nasional 97
vii
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
viii
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
Invited Paper
Abstract
1
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
2
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
menggunakan modifikasi struktur lapis Jumlah sub lapis pada lapis tersembunyi
tersembunyi dalam arsitektur perceptron lapis yang optimal adalah sama dengan jumlah objek 3
jamak. Modifikasi struktur ini dilakukan dengan dimensi yang akan dikenali. Pada realisasi awal
mengganti setiap neuron dalam lapis tersembunyi sistem CSHL-NN yang dikembangkan, jumlah
JST perceptron lapis jamak konvensional dengan node pada setiap sub-lapis tersembunyi adalah
beberapa neuron yang membentuk sebuah sama dengan jumlah image yang dilatihkan
lingkaran. Dengan demikian maka dalam sistim (jumlah vektor sudut pandang yang dilatihkan)
JST perceptron lapis jamak yang baru, lapis untuk setiap objek 3 dimensi yang akan dikenali.
tersembunyi nya merupakan tumpukan dari Namun sistem awal CSHL-NN ini mengamati objek
sekumpulan neuron berbentuk lingkaran seperti 3D dari arah satu lingkaran penuh (00 sampai
dapat dilihat dalam Gb.1, sedangkan Gb.2 dengan 3600), sedangkan pada penelitian ini
menunjukkan apabila lapis tersembunyi terbentuk hanya akan dilakukan pengamatan dari bagian
dari sejumlah lingkaran yang akan membentuk separuh depan objek 3 dimensi saja.
sejumlah silinder sebagai lapis tersembunyinya.
Lapis masukan dari sistim perceptron lapis 2.2 Reduksi Dimensi dengan Metode Eigenface
jamak ini, seperti dalam sistim perceptron lapis
jamak konvensional, terdiri dari sekumpulan Misalkan learning set terdiri dari N citra
neuron dengan jumlah sama besar dengan jumlah wajah : {x1, x2, …, xN}, masing-masing terdiri dari n
pixel dalam citra gambar masukan. Jumlah neuron pixel, dimana n = lebar*tinggi citra. Asumsi bahwa
dalam lapis keluaran sistim JST ini juga sama setiap citra merupakan anggota salah satu dari C
dengan sistim perceptron lapis jamak kelas citra wajah : {X1, X2, …, Xc}. Setiap citra
konvensional, terdiri dari beberapa neuron yang dapat direpresentasikan sebagai vektor baris xi, i =
berkaitan dengan jumlah objek yang sedang 1...N, berdimensi n. Nilai n merupakan dimensi
diamati. Dalam percobaan yang akan dilakukan ruang citra, sehingga xi berada dalam ruang citra
disini, maka sudut pengamatan citra objek diambil berdimensi n. Rata-rata vektor citra, µ, dapat
dengan sudut pandang yang bergerak dari -900 diperoleh melalui persamaan berikut :
sampai dengan 900 dengan interval 100. 1 N
Sistim jaringan perceptron lapis jamak
dengan lapis tersembunyi berbentuk silinder ini
µ=
N
∑x
i =1
i
dikembangkan untuk dapat mengenali objek 3 Selisih vektor citra dengan rata-rata vektor
dimensi melalui image 2 dimensi, dengan adalah :
melibatkan informasi sudut pandang pengamat
untuk dapat digunakan dalam proses Φ i = xi − µ
pembelajaran sistim maupun pengenalannya. dengan i = 1...N. Matriks kovarian ST, disebut juga
Metoda ini menggunakan pasangan berarah sebagai matriks total-scatter citra, didefinisikan
antara vektor sudut pandang citra 2 dimensi sebagai:
dengan vektor posisi neuron pada lapis
S T = AT A dengan A = [Φ1, Φ2, …, ΦN].
tersembunyi untuk dapat menghasilkan sebuah
faktor yang berperan dalam menentukan besarnya Transformasi Karhunen-Loeve atau PCA
perubahan bobot dari neuron dalam lapis terhadap vektor citra akan menghasilkan vektor-
tersembunyi tersebut. vektor ciri yang memiliki total-scatter :
Kedua vektor anggota pasangan berarah
yang digunakan adalah : 1) Vektor Sudut
WS T W T
Pandang d(k) yang menunjukkan arah dan sudut dengan W adalah matriks tranformasi. Matriks
pandang dari pusat objek 3 dimensi ke posisi transformasi W yang dipilih adalah matriks dengan
kamera terhadap suatu acuan, dan 2) Vektor kolom-kolom ortonormal yang dapat
Posisi Neuron vs yang menunjukkan arah dari memaksimalkan determinan dari total-scatter
pusat linkaran neuron terhadap neuron tertentu vektor-vektor ciri. Atau :
pada sub lapis tersembunyi.
Kedua buah vektor anggota pasangan
W = arg max | WS T W T |
W
berarah tersebut akan menghasilkan dua faktor = [w1; w2; …; wm]
tambahan yang dinotasikan dengan fah dan fbh.
Kedua faktor tambahan ini, yang mengkaitkan dengan wi, i = 1…m, adalah kumpulan vektor
antara kedua vektor pasangan berarah, eigen dari ST (dalam bentuk vektor baris) yang
merupakan faktor yang sangat penting dalam bersesuaian dengan m nilai eigen terbesar.
menentukan besar perubahan bobot pada Vektor-vektor eigen ini, yang disebut juga pricipal
algoritma pembelajaran dan pengenalannya [19]. components, memiliki dimensi yang sama dengan
3
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
4
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
5
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
- Jumlah neuron yang terbuang pada awal matematik yang mengkaitkan antara setiap neuron
proses = 50% dalam struktur lapis tengah HSHL-NN dan
pengembangan algoritma Sistim Pengenal Wajah
Fungsi fitness
berbasis HSHL-NN.
Fungsi fitness yang dipakai sama dengan
optimasi bobot, yaitu banyaknya neuron yang
terbuang dibagi nilai error.
Jumlah _ node _ yang _ tebuang
f (x ) =
error
6
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
(a) (b)
Gb 5a. Capturing device dan posisi kamera yang Gb 5b. Sistem hardware untuk Sistem Pengenal
dapat diubah menyesuaikan dengan data yang Wajah sedang dipergunakan untuk membuat
akan dipakai database dari seorang model
Perangkat Keras Capturing Device. Gambar 5 memperlihatkan posisi kamera dan cara
kerja perangkat keras Capturing Device ini,
Perangkat keras Capturing device ini terdiri dari: sedangkan salah satu hasilnya dapat dilihat pada
1 unit alat tempat pengambil citra objek Gb. 6.
(capturing device) untuk meletakkan objek yang
akan diambil citranya (dalam hal ini manusia). Perangkat Keras Komputer
3 kamera dipasang pada capturing device pada
sudut 0, 15, dan 45 derajat vertikal. Kamera Perangkat keras yang digunakan, terdiri dari
tersebut dihubungkan dengan 2 unit SUN Unix ♦ 2 unit SUN Sparc Station 4 untuk menangkap
workstation. citra.
♦ 3 unit SUN Camera II untuk mengambil citra
Cara kerja Perangkat Keras Capturing objek.
Device dapat dijelaskan sebagai berikut. Obyek ♦ 3 unit Komputer untuk memproses citra yang
didudukkan di kursi capturing device kemudian telah diambil
obyek diambil citranya untuk 19 sudut, yaitu sudut
–90, -80, -70, -60, -50, -40, -30, -20, -10, 0, 10, 20, Perangkat Lunak Komputer
30, 40, 50, 60, 70, 80, dan 90 derajat horizontal.
Tiga kamera akan menangkap citra dalam 3 sudut Untuk dapat menjalankan seluruh proses
vertikal yaitu 0, 15, dan 45 derajat. Jadi untuk tiap pengambilan data dan penyimpanannya dalam
obyek, citra yang ditangkap adalah 19 * 3 = 570 perangkat keras komputer, maka beberapa
citra yang berformat .pcx. perangkat lunak yang dipergunakan dapat
dijelaskan sebagai berikut.
7
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
8
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
yang memberikan kontribusi negatif terhadap conference 1992, 489-507, David Hogg and
pengenalan sistem. Pemotongan sejulah neuron Roger Boyle eds, Springer Verlag, 1992.
ini dilakukan dengan menggunakan algoritma 9. M. Turk and A. Pertland, “Face recognition
genetika. Studi pendahuluan menunjukkan bahwa using Eigenfaces”, Proc. IEEE CCVP’91, pp.
jaringan neural yang sudah teroptimasi ini akan 586-591, 1991.
menghasilkan tingkat pengenalan yang lebih 10. M. Loeve, Probability Theory, Princeton, N.J.
tinggi. Juga penggunaan representasi data dalam Van Nostrand, 1955.
ruang eigen akan pula meningkatkan pengenalan 11. S. Ullmann and R. Basri, “Recognition of linear
sistem secara keseluruhan. Untuk mendapatkan combination of models,” IEEE Trans. PAMI,
representasi ruang eigen yang optimal berkaitan vol13, no.10, pp. 992-1007, 1991.
dengan sejumlah data citra wajah, maka penelitian 12. T. Poggio and S. Edelman, “ A network that
awal menunjukkan bahwa penentuan eigen vector learns to recognize three dimensional objects,”
yang akan digunakan tidaklah harus berdasarkan Nature, vol. 343, no. 6255, pp. 263-266, 1990.
urutan nilai eigen yang terbesar. Algoritma 13. R. Nevatia and T. O. Binford, “Description and
genetika dapat dipergunakan untuk menentukan recognition of curved object,” Artificial
sejumlah eigen vector yang paling memberikan Intelligence, 8, 77-98 (1977).
kontribusi tingkat pengenalan yang tinggi 14. O. D. Faugeras and M. A. Hebert, “3-D
walaupun tidak mempunyai urutan nilai eigen recognition and positioning algorithm using
terbesar. Hal ini disebabkan karena citra wajah geometrical matching between primitive
yang dibentuk dalam ruang spatial tidaklah surface,” Proc. Int. Joint Conf. Artificial
merupakan representasi yang ideal, karena Intelligence, 996-1002 (1993).
kemungkinan terjadinya distorsi citra pada saat 15. P. Horand and R. C. Bolles, “3DPO’s startegy
pengolahan data awal maupun pada saat for matching three dimensional objects in
pengambilan citra itu sendiri. range data,” Proc. Int. Conf. Robotics, Atlanta,
GA, USA, 75-85 (1985)
16. A. Pentland, B. Moghaddam and T. Starner, “
REFERENSI
View-based and modular eigenspaces for face
recognition,” Proc. IEEE Conf. Computer
1. R. Chellapa, C.L. Wilson and S. Shihorey, “
Vision and Pattern Recognition, Seattle, June,
Human and machine recognition of faces”,
1994
Proceeding of the IEEE, 83(5):705-740, 1995
17. Miyanaga et al, “ A recognition system of three
2. A. Samal and P.A. Iyengar, “ Automatic
dimensional objects using parallel/pipelined
recognition and analysis of human faces and
nonliniear signal processing”, IEEE Proc. of
facial expressions: A survey” Pattern
Signal Processing Symposium, pp 135-139,
Recognition, 25(1):65-77, 1992
1095
3. D. Valentine, H. Abdi, A.J. O’Toole and G.W.
18. S.Z. Li and J.Lu “ Face recognition using the
Cottrell, “Connectionist models of face
nearest feature line method” IEEE Trans. On
processing: A Survey, Pattern Recognition, 27
neural networks, vol 10, no.2, pp 439-443,
(9), 1209-1230, 1994
1999
4. R. Brunelli and T. Poggio, “Face recognition
19. B. Kusumoputro, “3-D face reconstruction
through geometrical features”, Proceedings of
recognition system using cylindrical hidden
ECCV 92, Santa Margherita Ligure, pp. 792-
layer neural networks and its optimization
800, 1992.
through genetic algorithms”, IASTED
5. R. Brunelli and T. Pogio,”Face recognition:
International Conference Artificial Intelligence
Features versus template,” IEEE Trans Pattern
and Computational Intelligence, Tokyo, 118-
Analysis and Machine Intelligence, vol 15, no
123, 2002
10, 1042-1052, 1993.
20. J. H. Holland, “ Adaptation in natural and
6. I. Craw, D. Tock and A. Bennet, “Finding face
artificial systems”, Ann Arbor, University of
features”, Proceedings of ECCV 92, Santa
Michigan Press, (1975).
Margherita Ligure, G. Sandini, ed, Sprineger-
21. D. E. Goldberg, “Genetic Algorithm in Search,
Verlag, pp. 93-96, 1992.
Optimization, and Machine Learning”, Addison
7. M. Kirby and L. Sirovich, “Application of the
– Wesley, (1989).
Karhunen-Loeve procedure for the
22. Lina and B. Kusumoputro, “Determination of 3-
characterization of human face”, IEEE Trans
D image viewpoint using modified nearest
PAMI, vol 12, no.1, pp. 103-108, 1990.
feature line method in its eigenspace domain”,
8. I. Craw and P. Cameron, “Face recognition by
WSEAS Transactions on Computers, Vol. 2,
computer,” Proc. British Machine Vision
No. 1, 140 – 147, 2003
9
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
10
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
Center for the Assessment and Application of Information Technology and Electronics (P3TIE-BPPT)
Communication and Computation Technology Division
BPPT Building II 4th Fl., Jl. M. H. Thamrin No. 8, Jakarta 10340
E-mail: sediono@yahoo.com, dwih@inn.bppt.go.id
Abstract
The traffic situations in Indonesian big cities, especially in the capital city, are so
crowded that traffic jam can be found anywhere at anytime. This traffic condition
may causes several problems such noise problem, environmental problem, energy
loss problem and others. Even it is easy to understand if this undesirable
conditions could give the influence on the national productivity at all levels of
society. In order to decrease such traffic jam problems, a well planned traffic rules
may usefully to reduce the traffic jam. Currently, we are developing traffic
simulation tools in BPPT, in order to be applied in the traffic planning. In this paper
a model of traffic conditions at the highway gate driven by the vehicles in- and out-
flow is introduced. This modeling is so flexible that it can also be used to model
various queuing systems such as queues at the cashiers of supermarket and in the
bank. By using this model we can also perform simple traffic analyses in the
highway gate.
11
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
Untuk mengatasi kemacetan lalu lintas, kami apabila tetap dipaksakan untuk digunakan di jalan
tengah mengembangkan perangkat lunak simulasi tol. Perilaku pengemudi yang kurang mentaati
lalu lintas yang berguna untuk perencanaan lalu peraturan berkendera di jalan tol juga dapat
lintas. Dengan perangkat lunak itu, kondisi lalu memperlambat arus kendaraan. Bahkan, tidak
lintas atas sebuah skema aturan lalu lintas dapat jarang kebiasaan para pengemudi yang jelek ini
diprediksikan sebelum diterapkan [DwiH02]. dapat menyebabkan kemacetan total pada saat
terjadi kecelakaan.
Pada makalah ini, sebagai bagian dari simulator
lalu lintas yang dikembangkan, diambil contoh Komponen pemroses berfungsi menentukan cepat
kasus antrian kendaraan yang terjadi di gerbang lambatnya sebuah kendaraan masuk ke dalam
tol, penulis telah membuat model situasi lalu lintas atau keluar dari antrian. Dalam kasus antrian di
yang berbasis pada arus masuk dan arus keluar gerbang tol kecepatan pemrosesan ini sangat
kendaraan. Model antrian ini telah dipengaruhi oleh kecekatan petugas melayani
diimplementasikan ke dalam sebuah program transaksi pembayaran tol, kecepatan
komputer, dan cukup fleksibel sehingga dapat mesin/hardware pemroses dan kehandalan
diterapkan untuk berbagai problem antrian, seperti software yang mendukung proses di gerbang tol.
antrian di bank dan antrian di kasir-kasir toko.
Dengan program aplikasi ini kita dapat membuat
simulasi arus kendaraan di gerbang tol. Analisa- Dalam implementasinya ke dalam program
analisa sederhana mengenai berbagai kondisi arus software, sifat-sifat kedua komponen antrian
kendaraan pun dapat dikerjakan dengan program terutama ditentukan oleh dua parameter berikut:
ini. panjang (kapasitas) antrian l dan waktu
pemrosesan t. Selain kedua faktor l dan t, arus
kendaraan yang menjadi indikator kemacetan lalu
Model Antrian lintas ditentukan pula oleh jumlah jalur m sebelum
gerbang tol, jumlah gerbang tol g dan jumlah jalur
Dalam bentuknya yang mendasar suatu sistem n sesudah gerbang tol [Lie97]. Dalam gambar 1
antrian dapat digambarkan dengan sebuah model ditampilkan sebuah sistem antrian di gerbang tol
yang terdiri dari komponen antrian dan komponen yang terdiri dari jalur m = 1, n = 1 dan g = 3.
pemroses [Wal91, Dai92]. Untuk kasus antrian di
gerbang tol, panjang komponen antrian ditentukan
oleh berbagai faktor seperti kondisi fisik jalan raya, Simulasi
kondisi fisik kendaraan, perilaku pengguna jalan
raya dan arus kendaraan di jalan tol. Kondisi jalan Struktur data simulasi dapat diturunkan dari model
raya yang buruk atau penyempitan jalan dapat yang telah disepakati di atas (gambar 1). Dengan
menimbulkan antrian yang panjang. Kelayakan menentukan parameter-parameter l, t, m, n, dan g
kendaraan juga sangat mempengaruhi situasi kita dapat membuat model suatu sistem antrian di
antrian, misalnya: mobil tua yang sudah tidak layak gerbang tol.
pakai akan dapat memperlambat arus kendaraan
12
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
Diskusi
13
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
depan gerbang tol dan jumlah gerbang yang aktif. [Kra98] U. Kramer and M. Neculau,
Hasil simulasi menunjukkan bahwa panjang Simulationstechnik, Hanser, Muen-chen, 1998
antrian yang kita inginkan sangat ditentukan oleh
arus kendaraan yang telah didefinisikan [Lie97] E. Lieberman and A. K. Rathi, "Traffic
sebelumnya (parameter t, m dan g). Simulation", Traffic Flow Theory, Oak Ridge
National Laboratory, 1997
14
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
Abstract
Wave propagation prediction models are very crucial in determining propagation
characteristics for any arbitrary installation on the implementation of mobile radio
communication system. The prediction models are required for proper coverage
planning and the determination of multipath effects as well as interference. Our
preceding researches show that multipath propagation can be observed at many
scatterers on the building surface.
This paper presents the development of simulation techniques for the estimation of
electromagnetic wave propagation characteristics on the building surface. Physical
Optics (PO) approximation is performed to approximate equivalent currents and the
total fields on the integration surface. A model of the rectangular microstrip array
antenna was scanned spatially to detect multipath wave scattering. Superresolution
method was also applied as an approach to handle signal parameters (DOA, TOA)
of the individual incoming waves scattered from building surface roughness. The
experimental and simulation results of the signal parameters of the arrival waves
are compared in order to investigate accuracy of the prediction model.
15
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
(4)
Dengan G(r|r’) adalah green function, r’ dan r
2.2. Medan Radiasi pada Transmiter
menyatakan masing-masing koordinat titik sumber
Gelombang elektromagnetik yang diapancarkan dan titik tujuan. Sedangkan J(r’) adalah distribusi
dari tansmitter menggunakan rumus dibawah ini : arus listrik pada titik tujuan.
16
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
η−Z
α= (6) Sedangkan tahap II mempunyai langkah-langkah
η+Z yaitu :
• Menentukan luasan untuk pergerakan antena
η = µ0 / ε 0 (7) penerima dan koordinat dari mikrostrip patch
• Menentukan sudut azimuth dan elevasi (θ, φ).
dengan H adalah incident magnetic field atau untuk arah antara titik koordinat patch antena
medan magnetik yang datang, α merupakan dengan titik pusat semua elemen pada
koefisien refleksi, η adalah impedansi gelombang permukaan gedung
pada ruang bebas, µ adalah permebilitas dan ε
• Menghitung kuat medan listrik untuk setiap
adalah dielektrik konstan.
patch pada antenna penerima dengan sumber
dari semua elemen di permukaan gedung
• Menghitung total medan listrik dengan
2.5. Tehnik Simulasi
menjumlahkan kontribusi dari setiap elemen
Perhitungan propagasi gelombang pada dari permukaan gedung dengan memasukan
permukaan gedung dapat dibagi menjadi 2 tahap faktor dari gain antenna penerima
perhitungan yaitu : • Mengulangi kembali langkah diatas untuk
Tahap I menghitung distribusi arus listrik pada panjang gelombang yang berbeda
permukaan gedung dan tahap kedua menghitung • Mengulangi kembali langkah diatas untuk
medan listrik total pada antena penerima posisi yang berbeda dalam spatial region
(receiver).
2.6. Model Spatial Scanning
17
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Bila satu garis vertikal ditarik keatas akan
mempunyai beberapa poin, hal itu menjelaskan
3.1. Hasil Simulasi bahwa dalam satu titik observasi terdapat
beberapa signal (multipath) yang datang. Nampak
Setelah dilakukan proses pengolahan sinyal sebagian besar signal yang datang mempunyai
dengan 3D Unitary ESPRIT, didapatkan signal
sudut datang yang sama dengan sudut spekular
parameter untuk setiap multipath signal yang refleksi. Pada gambar 6 memperlihatkan bahwa
datang. Proses simulasi akan menganalisa sudut elevasi bernilai nol, hal tersebut
karakteristik gelombang propagasi yang terscatter
menunjukkan bahwa sebagian besar signal yang
dari permukaan gedung untuk 70 titik observasi. datang mempunyai sudut spekular. Sedangkan
Satu titik observasi merupakan hasil analisa dari tiga garis yang berbeda menjelaskan batas antara
signal multipath yang diterima dengan
jendela dengan dinding batu-bata (bricks). Tampak
menggunakan 10 x 10 patch di antena penerima, pada grafik ada signal datang yang berasal dari
jadi setiap titik observasi dilakukan pengolahan permukaan gedung yang terbuat dari batu bata
data matriks 2 dimensi dengan jumlah 100 elemen.
(bricks), bricks I berarti datang dari arah atas dan
Sedangkan parameter signal yang diperoleh terdiri bricks II datang dari arah bricks bagian bawah.
dari sudut azimuth, sudut elevasi, time delay dan
signal power. Dari parameter tersebut
menunjukkan bahwa karakteristik multipath signal
terdiri dari gelombang refleksi, spekular diffraksi
dan second order scattering. Untuk mengetahui
distribusi dari jenis multipath signal untuk semua
titik observasi akan digambarkan dalam bentuk
grafik untuk setiap signal parameter untuk 70 titik
observasi.
18
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
4. KESIMPULAN
3.1.2. Time of Arrival (TOA)
Paper ini telah menjelaskan estimasi karakteristik
Untuk mengetahui akurasi data dari parameter propagasi gelombang elektromagnetik untuk
signal seperti DOA dan TOA dapat dengan aplikasi komunikasi bergerak dengan
membandingkan dengan hasil data eksperimen. menggunakan tehnik simulasi dengan metode
Gambar 9 menunjukkan hasil perbandingan antara Physical Optics. Metode ini mempunyai akurasi
path gain (power) dan delay time antara data yang cukup signifikan, hal itu terlihat dari hasil
eksperimen dan simulasi dengan metode POA perbandingan signal parameter antara simulasi
untuk bidang pantul jendela. Untuk path gainnya dan eksperimennya. Kesalahan estimasi cukup
kesalahan rata-ratanya adalah 7 dB. Sedangkan besar untuk permukaan gedung yang berupa
untuk delay timenya kesalahannya cukup kecil.. obyek batu bata, hal itu dikarenakan diskritisasi
elemen-elemen permukaan gedungnya sebesar
0.3 lambda cukup besar sehingga areal antara
batu-bata belum terwakili. Model propagasi
gelombang terdifraksi mempunyai sesuai dengan
Keller’s Law of diffraction.
DAFTAR PUSTAKA
1. H. Budiarto, K. Horihata, K. Haneda, and J.
Takada,”Experimental study of Non-specular
Wave Scattering from Building Surface
Roughness for the Mobile Propagation
Modeling ”, IEICE Trans. On Communications
(Accepted Oct. 29, 2003).
Gambar 9 Perbandingan time delay dan path gain 2. H. Budiarto, K. Horihata, K. Haneda, and J.
untuk bidang pantul jendela Takada, ”Polarimetric Measurement of Non-
19
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
20
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
Abstract
The present research results recognize that the growth of microcracks is
significantly influenced by the microstructure of the material. In order to take into
account the influence of the microstructure on the damage process a simulation.
model is suggested in this paper which considers the local stress state in addition
to the random nature of the material structure in the form of grain boundaries and
slip systems.
Special emphasis is given to the microcrack behaviour for different grain sizes
which is loaded by an axial tension compression loading with regard to their
influence on the microcrack growth and the simulated life time. It can be shown,
that a grain size causes a significant changing in the crack growth behaviour. The
results generated by means of the simulation model are compared and verified with
those experiences.
21
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
22
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
da
Gambar 1. Simulasi: mikrostruktur, keadaan
= B∆σ 1β ⋅ a χ − C (4)
dN
tegangan dan orientasi tegangan (5)
Simulasi selesai bila jumlah siklus tegangan
Kondisi tegangan pada bidang geser tiap tercapai, atau retak mikro mencapai panjang yang
butir tergantung dari orientasi masing-masing butir telah ditetapkan. Panjang retak didefinisikan
dan pembebanan yang dilakukan. Tegangan yang sebagai garis lurus jarak antar kedua ujung retak.
dipergunakan disini adalah tegangan bidang Jika retak terbentuk dari penggabungan beberapa
diperbukaan bahan. Letak nukleasi retak retak mikro, panjang retak diwakili oleh ujung-
dihasilkan dari generator random. Bentuk dari ujung tretak yang memiliki jarak paling jauh. Pada
bakalan retak adalah titik yang tidak memiliki simulasi ini panjang retak akhir ditetapkan 500 µm.
panjang, yang mewakili retak yang memiliki Simulasi ini belum mempertimbangkan retak
panjang nol. Di simulasikan bahwa nuklesi retak yang tumbuh ke arah dalam dari material. Lebih
sudah ada pada awal simulasi dan pertumbuhan lanjut deformasi dari mikrostruktur, pengerasan
butir dan pertumbuhan butir terjadi langsung saat regang dan pengaruh pembukaan retak serta
pembebanan pertama dilakukan.. tekstur dan anisotropy material belum
Saat retak tahap I memiliki panjang yang dipertimbangkan.
cukup untuk memungkinkan terjadinya pembukaan Pelaksanaan kegiatan meliputi persiapan
pada ujung retak, mulailah terjadi perkembangan material, pembuatan specimen dan komponen.
perambatan retak tahap 2. Pada titik ini, pengaruh Hasil yang dicapai yaitu mengetahui mekanisme
mikrostruktur menjadi berkurang, dan retak dapat pengaruh besar butir terhadap kekuatan dan umur
digambarkan dengan mekanika continuum. fatik dengan metode eksperimen, perhitungan dan
Diasumsaikan bahwa selama tahap transisi terjadi simulasi.
kompetisi antara pertumbuhan butir tahap I dan
pertumbuhan butir tahap II. Persamaan 3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
pertumbuhan retak tahap 2 yang diajukan oleh
Hobson, Brown dan de los Rios (7). digunakan Hasil uji laboratorium dan hasil perhitungan
pada simulasi ini, diberikan sebagai berikut:
da
= B∆σ ωβ ⋅ a χ (3)
dN 3.1 Komposisi Kimia
dimana ∆σ mewakili tegangan tarik yang tegak
Pemeriksaan komposisi kimia dimaksudkan
lurus terhadap bidang retak dan β, B and D adalah
untuk mengetahui unsur-unsur yang terkandung
parameter material yang ditentukan dari
dalam material. Hasil pemeriksaan komposisi kimia,
percobaan. Parameter material yag digunakan
yaitu : C 1%, Si 0,3 % Mn 1% dan S 0,5%.Variasi
diambil dari Hobson (7). Panjang retak pada
komposisi kimia akibat proses annealing dan
transisi dari tahap 1 ke tahap 2 dapat disebutkan
dekarburisasi diminimalkan dengan melakukan
dengan jumlah butir yang dilewati retak. Taylor and
pengujian hanya pada penampang dalam dari
Knott (8) mengusulkan 3 butir sebagai fasa transisi
benda uji.
tahap 1 ke tahap 2. Pada daerah transisi
pertumbuhan retak dihitung berdasarkan nilai yang
3. 2. Metalografi
lebih tinggi antara persamaan 1 dan persamaan 2
(5)
. Selain pertumbuhan retak akibat beban
Hasil pemeriksaan metalografi diperlihatkan
berulang, perambatan yang sangat cepat bisa
pada gambar 2 hingga gambar 4. Dari
terjadi pada eksperimen yaitu diakibatkan oleh
23
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
pengamatan struktur mikro diketahui bahwa baja fasa ferit dan sebagian kecil fasa perlit.
yang diperiksa merupakan baja karbon rendah. Pengukuran dan perhitungan besar butir
Struktur mikro terdiri atas matriks ferit diselingi oleh dilakukan dengan metode planimetri (Jeffris
sebagian kecil fasa pearlit. Pemeriksaan struktur method) yaitu menghitung besar butir persatuan
mikro menunjukkan bahwa annealing pada tahap luas pada lingkaran berdiameter 79,8 mm (luas
suhu lebih rendah menyebabkan rekristalisasi dan lingkaran 5000 mm2) (4).
menghaluskan butir. Pada suhu yang lebih tinggi
terjadi perkembangan besar butir . Perhitungan matematis :
1 M2
N A = f ⋅ n1 + n 2 f = (5)
2 5000
A = NA −1 × 10 6
1
()
1 −
d= A 2 = NA 2 × 10 3
G = 3,32 ⋅ log N A − 2,92
Keterangan:
NA = banyaknya butir/luar (pcs/mm2)
F = bilangan Jeffris
Gambar 2. Struktur mikro baja SC 10 suhu M = perbesaran (x)
annealing 930oC, 45 menit. A = luas rata-rata butir ( µm 2 )
d = diameter butir rata-rata ( µm )
G = nomor besar butir (ASTM)
24
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
3.4 Pengujian Kekerasan lebih sulit. Butiran dengan ukuran lebih kecil berarti
penghalang pergerakan dislokasi semakin banyak
Penjejakan dilakukan pada 5 (lima) tempat dan jarak antar penghalang tersebut semakin
pada penampang lintang sampel hasil uji struktur dekat sehingga semakin menyulitkan terjadinya
mikro yang sudah licin permukaannya. Penjejakan deformasi yang mengakibatkan peningkatan
pada penampang lintang sampel kekerasan dan sifat mekanis lainnya.
Pengukuran diameter jejak arah vertikal dan
horizontal dengan menggunakan mikroskop 3.5 Hubungan Besar Butir dan Kekuatan Fatik
pengukur jejak. Nilai rata-rata hasil uji kekerasan
diberikan pada Tabel 2. Terdapat hubungan antara sifat kekerasan
dan kuat tarik. Tabor(10) mengajukan suatu metode
Tabel 2. Hasil Pengujian Kekerasan. yang dapat digunakan untuk menentukan daerah
plastis kurva tegangan regangan sejati dari hasil
No Benda Uji BHN pengukuran kekerasan. Pada dasarnya metode
1 A 930oC 134 tersebut bersifat empiris, karena distribusi
2 A 1000 oC 130 tegangan yang komplek pada jejak indentasi
3 A 1140oC 136 menghalangi hubungan yang jelas dengan
distribusi tegangan pada uji tarik maupun uji tekan.
Proses annealing mengakibatkan Akan tetapi metode tersebut memperlihatkan
penurunan kekerasan. Pada temperatur annealing kecocokan pada berbagai logam, sehingga layak
yang lebih tinggi kekerasan terus mengalami untuk diperhatikan apabila situasi tidak
penurunan. memungkinkan untuk melakukan pengujian tarik
Hubungan antara besar butir dan kekerasan logam.
ditunjukkan pada Gambar 5. Bila dikorelasikan Kekuatan luluh ofset 0,2% dapat ditentukan
antara ukuran butir dan sifat kekerasan maka akan dengan ketelitian yang baiki dari pengujian
didapat kecenderungan (trend), dari gambar kekerasan Vickers 2. Terdapat pula hubungan
tersebut tampak jelas hubungan bahwa rekayasa yang sangat berguna antara kekerasan
peningkatan diameter butir diikuti dengan Brinell dengan kekuatan tarik maksimum dari
terjadinya penurunan kekerasan. paduan baja karbon biasa dan medium yang
mengalami perlakuan panas.
Menurut DIN 50350(11) kekuatan tarik dapat
135 diturunkan dari Nilai kekerasan Vickers
134 berdasarkan rumus
Kekerasan (BHN)
133
132
131
y = 150.48x-0.0475 σ u = 3,38 ⋅ VHN (6)
130 R2 = 0.9999
129
128 Persamaan tersebut berlaku untuk kekerasan
127 antara 80 VHN hingga 650 VHN. Pada standard
126
125 DIN 50351 (11) diberikan korelasi antara nilai
0 10 20 30 40 50 kekerasan Brinell dan kekuatan tarik yaitu:
Diameter Butir (mikro m)
σ u = 3,5 ⋅ BHN (7)
Gambar 5. Hubungan antara Kekerasan dan
Diameter Butir. Menunurut Hueck (12,13) kuat luluh pada baja dapat
dihitung dari kuat tarik berdasarkan rumus:
Kekerasan merupakan sifat ketahanan
bahan terhadap deformasi plastis (indentasi). σ y = 1,09σ u − 77 (8)
Deformasi merupakan pergerakan dislokasi.
Pergerakan dislokasi terjadi dalam butir dengan sehingga dapat digambarkan hubungan antara
lebih mudah dan pada saat mencapai batas butir kuat tarik, kuat luluh vs temperatur anil, serta
dislokasi tersebut akan terhambat pergerakannya. hubungan antara tegangan luluh dan besar butir
Hambatan terhadap dislokasi menyebabkan untuk menguji dan mengevaluasi apakah formula
penumpukan dislokasi pada batas butir. yang diusulkan oleh Hall-Pecht (2,3) berlaku untuk
Tumpukan tersebut menyebabkan gaya tolak yang bahan dan keadaan yang terjadi pada penelitian
bekerja untuk melawan gerakan dislokasi ini. Persamaan (1) merupakan persamaan yang
berikutnya. Sehingga deformasi selanjutnya akan
25
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
sangat umum dan harus digunakan secara hati- memiliki hubungan yang erat. Nilai koefisien
hati. korelasi berkisar antara 0 hingga 1. Semakin dekat
dengan 1 maka nilai perkiraan berdasarkan kurva
450
yang kita buat semakin dapat dipercaya(14). Secara
440
kuantitatif dinyatakan bahwa,
430
• 0,90<R<1,00: hubungan sangat kuat
Kuat luluh (MPa)
420
410
• 0,70<R<0,90 hubungan kuat
400
• 0<R<0,50 hubungan lemah dan
R2 = 0.9932 sangat lemah
390
370
korelasi R adalah sebesar 0,99. Nilai tersebut
360
menandakan bahwa hubungan antara besar butir
350
dan kuat luluh dapat diwakili oleh persamaan 9 di
0 10 20 30 40 50
atas dengan keterkaitan hubungan yang sangat
Besar butir (mikro meter)
kuat.
Dari hasil ini dapat diketahui bahwa
persamaan Hall-Pecht dapat diterapkan pada
Gambar 6. Hubungan Diameter Butir dan Kuat material baja karbon rendah yang telah mengalami
luluh annealing, dengan batasan-batasan yaitu material
tersebut belum mengalami pengerjaan yang
Pada penggambaran regresi hubungan menyebabkan pengerasan regang, dan butir yang
kuat luluh dan besar butir, data pengujian dari baja didapat dari hasil annealing relatif homogen.
dalam kondisi awal (as recieved), tidak digunakan Perhitungan kekuatan dan ketahanan fatik
karena dikhawatirkan baja tersebut masih memiliki dapat diturunkan dari sifat-sifat mekanis
tegangan sisa hasil pengerjaan selama proses bahan(11,12). Hubungan antara fatik limit dan titik
pembuatan yang dapat mempengaruhi sifat luluh dapat dinyatakan dengan hubungan:
kekerasan dan kekuatan bahan.
Data-data untuk menggambarkan hubungan σ w = 0,436σ y + 77 (10)
antara kuat luluh vs besar butir atau persamaan
Hall-Petch diambil dari data pengujian dari
specimen yang mengalami proses annealing pada dari persamaan (10) didapat,
1
suhu 930 oC hingga 1140 oC yang memiliki ukuran −
butir relatif lebih homogen karena proses σ w = 161,3 + 95 ⋅ D 2 (11)
rekristalisasi telah selesai. Hubungan antar kuat
luluh dan besar butir diberikan pada Gambar 6 . Hasil perhitungan ini menunjukkan
−
1 hubungan bahwa kekuatan fatik berbanding
σy = 370 + 218 ⋅ D 2 (9) terbalik dengan akar pangkat dua dari besar butir,
yang berarti peningkatan ukuran butir akan
Dimana : menurunkan kekuatan fatik bahan.
σ y = tegangan luluh
370 = “tegangan gesek" yang merupakan 3.6 Hasil Simulasi
ketahanan kisi kristal tehadap
pergerakan dislokasi ( σ i ) Simulasi pengaruh besar butir tehadap umur
218 = “parameter pengancing" yang fatik dilakukan dengan data masukan sebagai
menjadi ukuran kontribusi berikut.
pengerasan relatif oleh batas butir
(k) • Amplitudo tegangan σa=254 dan 330
D = diameter butir Mpa
• Pembebanan : tarik tekan aksial
Pembuatan garis regresi kurva hubungan • Kriteria kegagalan (akhir simulasi) a =
antara kuat luluh vs besar butir disertai dengan 500 µm
perhitungan koefisien determinasi, R2 (R-squared
value) dan koefisien korelasi, R. Koefisien- Gambar 7 dan 8 menunjukkan perambatan
koefisien tersebut merupakan indikator apakah retak dalam butir akibat beban aksial tarik tekan
nilai perkiraan yang didapat dari hasil penarikan untuk amplitudo σa=254 dan 330 Mpa. Retak
garis kurva (garis regresi) dengan data pengujian mula-mula merambat dengan arah ϕ = ±45o
26
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
sebagai retak geser dan selanjutnya berambat makin pendek akibat gradien kurva S-N yang
tegak lurus tegangn nominal. Frekuensi makin landai, bandingkan dengan (7).
penggabungan retak tampak lebih sering pada Gambar 10 menunjukkan bahwa dengan
tegangan lebih tinggi dibanding tegangan yang berkurangnya pembebanan, fraksi kerusakan pada
lebih rendah.Dari sini dapat dijelaskan bahwa retak tahap 1 bertambah. Peningkatan fraksi kerusakan
mikro yang bergabung akibat tegangan yang lebih tahap 1 pada besar butir yang lebih kecil
tinggi juga meningkat. Gambar 9 menunjukkan cenderung bertambah di banding pada ukuran butir
bahwa dengan peningkatan besar butir umur yang lebih besar. Hal ini menyebabkan gradien
(ketahanan fatik) menurun, sehingga pengaruh kemiringan kurva S-N pada ukuran butir yang lebih
besar butir pada daerah fatik siklus tinggi dominan. kecil lebih landai disbanding ukuran diameter yang
Penyebab dari hal tersebut adalah hambatan lebih besar.
mikrostruktur (batas butir) akibat meningkatnya Menurut Luetc (17) butiran yang lebih kecil
ukuran butir berkurang. Perambatan retak pada memiliki peranan penting dalam menghambat
butir yang lebih besar berlangsung lebih cepat perambatan retak mikro. Pada umur fatik hingga
dibanding pada butir-butir yang lebih kecil, lihat 104 siklus, fraksi umur bisa dibagi menjadi 2
gambar 7. bagian yang sama antara kerusakan yang
Pada besar butir yang lebih kecil (45 µm) diakibatkan untuk perambatan retak mikro tahap 1
perambatan retak didominasi olehperambatan dan perambatan retak tahap 2. Penurunan
retak tahap 1, sedangkan pada ukuran butir yang ukuuran butir mengakibatkan pengurangan jarak
blebih besar (120 µm) tahp perambatan yang terhadap hambatan mikrostruktur, sehingga
paling dominan adalah perambatan retak tahap 2. tahanan terhadap perambatan retak tahap 1
Berkurangnya ketahanan fatik akibat peningkatan meningkat. Keadaan ini dapat dijelaskan secara
ukuran butir dalam simulasi telah dibuktikan memuaskan melali\ui simulasi ini, yang
bedasarkan simulasi dan eksperimen serta menerangkan bahwa perambatan retak tahap 1
penelitian lain (15, 16). dan tahap 2 merupakan bagian menentukan dalam
Bila batas simulasi adalah panjang retak menentukan umur fatik. Penurunan besar butir
100 µm dan bukan 500 µm. ketahanan fatik akan menyebabkan bagian perambatan retak tahap 1
meningkat sehingga meningkatkan umur fatik.
27
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
600
500 Riss 1
Riss 1
(µm)
a (µm)
400
Panjang Retak
300
Risslänge
2
3 200
2
100
3
0
0 1 104 2 104 3 104
600
Riss 1
Riss 1 500
(µm)
a (µm)
400
Panjang Retak
300
Risslänge
2 200
100
2
0
0 1 104 2 104 3 104
(b) N = 22148 d = 60 µm σ Jumlah Siklus (N)N
Schwingspiele
600
500
Riss 1
Riss 1
(µm)
a (µm)
400
Panjang Retak
300
Risslänge
3 2
200
2
100
3
0
0 1 104 2 104 3 104
(c) N = 12258 d = 120 µm σ Jumlah Siklus (N) N
Schwingspiele
Gambar 7: Gambar simulasi dan kurva hubungan antara panjang retak dan jumlah siklus beban pada
berbagai ukuran butir σ = 254 MPa , Pembebanan aksial tarik tekan.
28
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
600
500 Riss 1
(µm)
a (µm)
3 400
Riss 1
2
Panjang Retak
300
Risslänge
200
2 3
100
0
0 2 103 4 103 6 103
Jumlah Siklus (N) N
Schwingspiele
(a) N = 3471 d = 45 µm
600
3
Riss 1 500 Riss 1
(µm)
Retaka (µm)
400
2
300
Risslänge
2
3
Panjang
200
100
0
0 2 103 4 103 6 103
Jumlah Siklus (N) N
Schwingspiele
(b) N = 3140 d = 60 µm σ
600
500 Riss 1
(µm)
Retaka(µm)
400
3
300 2
Risslänge
Riss 1 3
Panjang
2 200
100
0
0 2 103 4 103 6 103
Schwingspiele
Jumlah Siklus (N)N
(c) N =2691 d = 120 µm
Gambar 8: Gambar simulasi dan kurva hubungan antara panjang retak dan jumlah siklus beban pada
berbagai ukuran butir σ = 330 MPa , Pembebanan aksial tarik tekan.
29
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
σa (MPa)
k = 5,6
300
k = 5,5
k = 6,8
d = 45 µm
d = 60 µm
Simulasi
Simulation d = 120 µm
Besar Butir : σ
Beanspruchung
45 µm, 60 µm, a
Korngröße
120 µm d = 45 µm,
60 µm, 120 µm
200
3 4 5
10 10 10
Schwingspiele
Jumlah Siklus (N) N
Gambar 9. Kurva S-N hasil simulasi untuk ukuran butir yang berbeda dengan pembebanan tarik tekan.
Perbandingan perambatan tahap
3
254 MPa
330 MPa
1 dan tahap 2
0
45 60 120
Besar Butir (µm)
Gambar 10. Rasio perbandingan antara perampbatan retak tahap 1 dan tahap 2 pada masing-masing
ukuran butir.
30
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
31
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
32
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
PERBANDINGAN
METODE MONTE-CARLO DAN
METODE PARTIKEL TERBOBOT STOKASTIK
UNTUK SOLUSI NUMERIK PERSAMAAN BOLTZMANN
Endar H. Nugrahani
Departemen Matematika, FMIPA, Institut Pertanian Bogor
Abstract
Particle methods are well known tools to solve the kinetic Boltzmann equation
numerically. The usual procedure of such method is the direct simulation Monte-
Carlo, which directly simulate the collision between particles. The second method
of interest is the stochastic weighted particle method, which is developed to
improve the previous method. The main idea of the second method is to use
random weight transfer between particles during collisions. In order to reduce the
stochastic fluctuations, this method provides a way to increase the number of
particles. But if the additional particles cannot be compensated in some natural
way, then this number should be reduced. Several reduction procedures have
been proposed. Some numerical results using both methods are presented. It is
shown that the second method could give some better results in some ways.
33
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
xi (t ) = xi (t k ) + (t − t k )vi (t k ), t ∈ [t k , t k +1 ] .
34
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
35
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
36
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
3.2 Simulasi Self-similar dengan SWPM simulasi langsung Monte-Carlo (DSMC) adalah
metode yang umum diterapkan, akan tetapi
Bagian berikutnya dari studi simulasi numerik ternyata tidak cukup mampu memberikan hasil
diberikan untuk memberikan penyelesaian bagi yang memuaskan pada daerah dengan kepadatan
besaran α – moment berikut rendah.
Di lain pihak simulasi dengan metode partikel
Φ[|| v ||α ](t ) = ∫ || v ||α f (v, t )dv terbobot stokastik (SWPM) terbukti mampu
ℜ3 memberikan hasil yang lebih memuaskan. Metode
ini dapat memberikan pendugaan yang baik di
dengan f(v,t) adalah penyelesaian self-similar daerah dengan kepadatan partikel rendah. Lebih
menurut Bobylev dan Cercignani (3) dengan lanjut metode ini juga terbukti mampu memberikan
distribusi awal berikut: dugaan numerik bagi fungsi distribusi awal yang
∞ divergen, asalkan banyaknya partikel yang
4 ds 1 disimulasikan adalah cukup besar.
π ∫ (1 + s )
f (v ) = M || v ||, 2
2 2 s
0
DAFTAR PUSTAKA
dengan M(.) adalah distribusi Maxwell.
Keunikan dari model self-similar adalah bentuk 1. G. A. Bird. Molecular Gas Dynamics. Clarendon
distribusinya yang divergen, sehingga secara Press, Oxford, 1976.
umum konservasi energi tidak dapat 2. A. V. Bobylev. Exact solutions of the Boltzmann
dipertahankan (9). Sehingga solusi numerik α – equation. Sov. Phys. Dokl., 20(12): 822 – 824,
moment tersebut hanya dapat dilakukan pada nilai 1975.
3. A. V. Bobylev and C. Cercignani. Self-similar
α tertentu.
solutions of the Boltzmann equation and their
Pada contoh ini dipilih α = 0,75 dan metode applications. J. Statist. Phys., 106(5-6): 1039 –
yang dipergunakan adalah SWPM dengan 1071, 2002.
prosedur reduksi deterministik. Hasil simulasi 4. Matheis and W. Wagner. Convergence of the
disajikan pada Gambar 6. Hasil simulasi tersebut stochastic weighted particle method for the
memberikan gambaran bahwa metode SWPM Boltzmann equation. Preprint 739, WIAS,
terbukti cukup mampu untuk memberikan hasil Berlin, 2002.
numerik bagi pendugaan fungsi distribusi yang 5. E. H. Nugrahani and S. Rjasanow. On the
bukan maxwellian. Akan tetapi dapat dilihat bahwa stochastic weighted particle method. In M.
kedekatan hasil simulasi numeri ini akan sangat Griebel and M. A. Schweitzer, editors,
tergantung pada jumlah partikel awal yang Meshfree methods for partial differential
dipergunakan dalam simulasi, semakin kecil equations, Volume 26 of Lecture notes in
jumlah partikel maka pendugaan akan semakin computational science and engineering, pages
jauh dari solusi analitik eksak. 319 – 326. Springer, Berlin, 2003.
6. S. Rjasanow and W. Wagner. A Stochastic
Weighted Particle Method for the Boltzmann
Equation. J. Comput. Phys., 124: 243 – 253,
1996.
7. S. Rjasanow, T. Schreiber and W. Wagner.
Reduction of the number of particles in the
stochastic weighted particle method for the
Boltzmann equation. J. Comput. Phys., 145(1):
382 – 405, 1998.
8. Wagner, W. A convergence proof for Bird’s
direct simulation Monte-Carlo method for the
Boltzmann equation. J. Stat. Phys., 66(3-4):
Gambar 6. Simulasi self-similar pada α – moment 1011-1044, 1992.
dengan metode SWPM. 9. E. H. Nugrahani. Beiträge zur Numerik der
Boltzmann Gleichung. Dissertation. University
4. KESIMPULAN of Saarland, Germany, 2003.
37
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
38
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
Abstract
Railing of a long span bridge deck has two main functions: a windshield as well as
an aerodynamics appendages. Other aerodynamics aspect that is important to the
bridge designer is the deck height above water level.
The following paper will describe several analysis results from a case study of a
long span bridge to be build in Indonesia.
39
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
40
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
4. HASIL SIMULASI DAN DISKUSI disimulasikan pada kecepatan angin 5m/s, 10 m/s
dan 20 m/s.
4.1 Efek Railing Jelas terlihat bahwa karakteristik aliran
angin sekitar dek jembatan memiliki pola aliran
yang berbeda-beda pada ketiga kecepatan
tersebut. Begitupula, medan aliran sekitar dek,
memiliki beberapa zona pusaran angin (vortex):
dibawah dek, diatas lajur kendaraan roda 2 dan
diatas lajur kendaraan roda 4.
Untuk pusaran angin diatas lajur kendaraan
roda 4 kecepatan pusarannya sangat rendah dan
umumnya tak berpengaruh pada kendaraan,
sehingga tidak terlalu menganggu kenyamanan.
Namun untuk pengendara sepeda motor yang
lebih sensitif, efek pusaran ini akan terasa.
Dari segi besarnya kecepatan angin, dapat
dilihat bahwa secara keseluruhan kecepatan angin
yang melintasi dek adalah kecepatan rendah,
maksimum 30% dari kecepatan angin bebas.
Kecepatan Angin Bebas 5 m/sec. Sedangkan pusaran angin di bawah dek,
penting untuk dicermati karena dapat
menyebabkan perbedaan tekanan yang
berfluktuasi antara bagian atas dan bawah. Hal ini
biasa terjadi pada angin yang sangat turbulen.
Efek ini juga dapat terlihat dari kenaikan
displacement dek ketika kecepatan angin tinggi.
41
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
Gambar 3. Peta Aliran dan Vektor Kecepatan Gambar 4. Distribusi Tekanan Medan Aliran)
42
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
Dari simulasi ini dapat pula diketahui Koeffisien gaya angkat (CL) meningkat
distribusi tekanan (Cp) dipermukaan dek jembatan, tinggi dibanding koeffisien gaya hambat (CD).
Semakin dekat ke permukaan bumi, semakin
Distribusi Cp Perm ukaan Dek d=0.05m
besar gaya angkatnya, namun separasi aliran
0.4 akan lebih mudah terjadi dibawah dek. Hal ini
0.3
dapat dilihat dari distribusi tekanan disekitar dek.
0.2
5. KESIMPULAN
0.1
Cp
0
-1.5 -1 -0.5 -0.1 0 0.5 1 1.5 permukaan dek, namun disekitar dek muncul
-0.2 beberapa pusaran angin. Maksimum kecepatan
-0.3
pusaran angin diperkirakan 30% dari kecepatan
angin bebas.
-0.4
Untuk mengurangi efek pusaran angin,
x/chord
salah satu metoda yang dianjurkan adalah
membuat porositas railing yang tidak uniform tapi
Distribusi Cp Perm ukaan Dek d=0.20m
0.4
gradual. Dengan demikian terjadi pula aliran shear
yang melawan pusaran tersebut. Tidak dianjurkan
0.3
membuat railing dengan porositas mendekati nol,
0.2 karena akan menambah gaya hambat yang besar
0.1 pada dek.
Cp
43
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
44
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
Abstract
The development of computing technology allows us to perform the simulation of
the earth system climate. The most popular climate model is the atmosphere
followed by the ocean model. From both types of models, there have been several
variances of climate models, which eventually form an integrated earth system
model. The application of climate model in Indonesia has been pioneered and
done for several purposes. In doing a climate simulation, huge amount of data is
required. For that purpose, international data sharing is needed among countries to
foster the advancement of the climate simulation and computation. The progress of
computing technology especially the personal computer helps developing nations
to perform computation with affordable computers at high performance such as the
linux cluster.
45
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
dibuat dengan dimensi waktu atau salah satu bentuk orografi bumi yang curam. Dengan konsep
dimensi ruang. Kelebihan utama model adalah non hidrostatis, model dapat bekerja dengan
dapat memberikan solusi secara komprehensif orografi yang curam dan biasanya bagus dipakai
dan memberikan visualisasi yang lebih baik untuk untuk model resolusi tinggi yang sangat
hubungan beberapa parameter yang ada. memperhatikan aspek lokal. Model iklim global dan
Kekurangan dari model biasanya terletak dari regional biasanya bersifat hidrostatis, sedangkan
resolusi temporal dan spasial. Kemampuan model model yang sangat lokal bersifat non hidrostatis,
mensimulasikan feno-mena iklim dan cuaca akan contohnya adalah model proses permukaan untuk
meningkat pada fenomena berskala spasial dan model iklim bagi pertanian dan perkotaan.
temporal yang sesuai dengan kemampuan model. Sebagai dasar utama model iklim laut
Pada perkembangan saat ini model telah adalah proses dinamika laut dimana persamaan
dapat mengakomodir rumusan teoritis untuk gerak adalah fokus utamanya. Sama seperti model
bekerja pada dimensi waktu dan ruang secara 3 atmosfir, model laut juga dapat dibagi sebagai
dimensi. Akibat kemajuan dunia komputasi, maka model hidrostatik dan non hidrostatik dengan
saat ini hampir tidak ada masalah untuk pemakaian yang serupa. Pada model dengan
menjalankan model berbagai parameter secara tingkat detail yang tinggi dan skala lokal maka
komprehensif dan massive (dalam jumlah besar). model non hidrostatik lebih dibutuhkan.
Kemampuan terakhir inilah yang dibutuhkan untuk Sedangkan untuk skala global model hidrostatik
dunia model iklim yang membutuhkan perhitungan lebih disukai. Permasalahan konveksi daerah
yang massive dan komprehensif. Saat ini hampir turbulensi batas seperti di atmosfir juga dikenal di
semua komputer tercanggih di dunia dipakai untuk model laut. Persamaan fisis dari lapisan mixing
perhitungan pemodelan iklim dan cuaca tempat utama turbulensi dan konveksi sangat
(http://www.top500.org/). kompleks sehingga banyak pendekatan yang telah
diupayakan. Proses konveksi lebih berhubungan
2. SISTIM IKLIM dengan perpindahan masa dan energi secara
vertikal, sedangkan proses serupa dalam skala
Pada awalnya perkembangan model iklim horisontal dikenal dengan proses adveksi.
dilakukan terpisah-pisah antara beberapa kompo- Parameter input utama bagi daerah lapisan atas
nen iklim. Semua model iklim mengacu pada dua adalah flux (aliran) air dan energi dari atmosfir
unsur utama iklim yaitu energi dan siklus air serta aliran air dari daratan. Perbedaan utama
(Gambar 1). Siklus air terjadi di atmosfir, lautan, model laut dan atmosfir adalah skala waktu gerak
daratan dan dalam es di permukaan, sehingga yang lebih cepat untuk atmosfir. Parameter utama
model iklim utama terbagi antara model atmosfir, dalam dinamika laut adalah profil salinitas dan
laut, hidrologi permukaan dan varian dari model es suhu. Sehingga proses dinamika laut sering
seperti sea-ice model dan ice hidrology (Gambar disebut sebagai thermohaline circulation.
2). Hingga saat ini komponen utama model iklim Sedangkan parameter utama untuk muka laut
selalu mengacu pada model atmosfir. Pada adalah suhu dan tinggi muka laut.
perkembangannya, berbagai komponen model Seperti atmosfir, laut juga memiliki daerah
tersebut menyatu menuju satu arah yaitu model batas. Perbedaan utamanya adalah batas laut
iklim kebumian terpadu (integrated earth system yang terdiri dari batas atas (muka laut), batas
model) daerah domain dan batas dasar laut. Yang terakhir
Dalam perkembangannya terdapat adalah perbedaan utama antara laut dan atmosfir
beberapa varian pemodelan iklim atmosfir dimana atmosfir sering dianggap tidak memiliki
diantaranya model iklim global, model iklim batas atas. Batas bawah laut sangat penting untuk
regional atau limited area model, model per- mengetahui arah aliran masa air laut sehingga
awanan dan model lokal skala resolusi tinggi untuk berperan penting pada proses konveksi dan
proses di permukaan tanah dan lapis batas adveksi yang akhirnya mempengaruhi profil
atmosfir. Dari jenis dinamika perlapisan model salinitas dan suhu. Batas lapis dasar laut juga
atmosfir dan demikian juga model laut dibedakan penting bagi proses sedimentasi daerah pesisir.
dengan model hidrostatik dan model non Karena daerah batas dasar laut sudah bersifat
hidrostatik. Model hidrostatik mengacu pada statis dengan data topologi laut, maka input utama
perubahan minimal antar lapisan sehingga model laut ada di permukaan laut. Untuk model
diasumsikan tidak terjadi proses perpin-dahan laut regional membutuhkan juga parameter di
masa secara vertikal dan aliran masa udara daerah batas domain. Untuk hal ini biasanya
bersifat laminar mengikuti orografi bumi. Konsep model laut mendapatkan data daerah domain dari
hidrostatis ini bersifat idealis dan membantu data rata-rata klimatologi lautan. Data klimatologi
perhitungan agar tidak terlalu rumit, tetapi didapat dari data rata-rata iklim 30 tahunan dan
kekurangan utama adalah konsep ini menafikan data yang sering dipakai saat ini adalah koleksi
46
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
Levitus (1998). Untuk atmosfir data daerah batas 2.50 untuk keluaran NCEP/ NCAR. Sebagai contoh
domain didapat dari data observasi harian sebuah model iklim atmosfir regional yang bekerja
terutama data satelit, sedangkan di bawah laut, pada skala resolusi 55 km membutuhkan sekitar
data serupa tidak ada sehingga hal ini adalah 247 parameter input setiap 6 jam untuk bekerja
salah satu masalah utama untuk model laut. Model yang terdiri dari data permukaan dan 20 lapisan.
laut global mendapatkan informasi permukaan dari Data dalam jumlah besar tersebut akan
reanalisa atmosfir permukaan atau dari keluaran diinterpolasikan pada bagian batas model kedalam
model atmosfir global. Parameter laut permukaan periode waktu pemodelan seperti misalnya 5 menit
yang dibutuhkan oleh model laut adalah tekanan atau 300 detik.
permukaan, suhu permukaan yang biasa diwakili Saat ini data tersebut tersedia di internet
oleh suhu 2 m, angin permukaan, stress angin dan membutuhkan hubungan internet kecepatan
permukaan, tutupan awan, radiasi matahari di tinggi untuk keperluan mengakses data tersebut
permukaan dan curah hujan permukaan. bagi pemodelan yang kontinyu. Untuk keperluan
Perbedaan utama dari dinamika laut dan jangka panjang dibutuhkan kerja sama
atmosfir adalah lama adaptasi atau waktu memori internasional agar ada ketersediaan data yang
diantara keduanya dimana atmosfir memiliki memadai secara terus menerus. Pada dasarnya
ingatan yang cepat dan laut yang lama. Sifat ini data yang dikumpulkan, sebagian besar didapat
diperlukan untuk memulai suatu model iklim dari hasil pengukuran meteorologis negara-negara
atmosfir dan laut. Sebuah model iklim akan dimulai di dunia ini.
pada masa initiasi tertentu dan dijalankan menurut Metoda numerik matematik merupakan
kondisi saat tertentu. Untuk atmosfir, peran dari engine matematis utama dalam pemodelan 3
masa lalu terhadap iklim saat ini tidak terlalu besar dimensi. Parameter fisika secara spasial akan
sehingga diperlukan masa initiasi yang pendek. didekati oleh dua pendekatan yaitu metoda
Sedangkan untuk lautan diperlukan masa initiasi element hingga (finite element), finite difference
yang panjang. Biasanya untuk keperluan model dan metoda spektral. Karena unsur atmosfir bumi
atmosfir hanya butuh jam-jaman, sedangkan yang bersifat global dan kontinyu, metoda spektral
initiasi model laut global membutuhkan hingga 30 yang berbasis pada penerapan fungsi-fungsi
tahun. Daya ingat yang cepat dari atmosfir matematis spektral sinusoidal lebih dipakai. Pada
memiliki kerugian dalam hal gangguan yang persepsi spektral, semua fungsi dapat
sangat lokal sekalipun untuk model iklim global. direpresentasikan dalam bentuk spektral
Pengaruh sekecil apapun berpengaruh terhadap frekuensinya sehingga dapat didekati dengan
cuaca saat tertentu. Fenomena ini dikenal dengan pendekatan fungsi-fungsi sinusoidal. Untuk
nama butterfly effect. Prinsip serupa tidak terjadi di pendekatan temporal, kedua metoda diatas juga
laut karena resistensi masa laut akibat memori dapat dipakai. Untuk kestabilan model diperlukan
yang lama menahan pengaruh lokal dalam waktu bahwa nilai resolusi temporal dibagi resolusi
singkat untuk berperan besar. spasial jauh lebih kecil dari satu.
Perhitungan kekekalan energi dan
3. METODA KOMPUTASI momentum dan hukum kontinuitas masa
merupakan basis hukum dinamika alam.
Pemodelan iklim seringkali juga terbentur Diperlukan perhitungan yang seimbang antara
oleh ketersediaan data pengamatan, sehingga energi yang masuk dan keluar serta kekekalan
model iklim lebih banyak bekerja dengan data momentum. Kekekalan momentum menjamin
yang terinterpolasi. Saat ini data pengamatan perhitungan energi kinetis sedangkan hukum
harian dari seluruh dunia dikumpulkan secara kontinuitas masa menjamin perhitungan energi
elektronis untuk kepentingan pemodelan iklim. potensial. Sebagai sumber utama energi di
Saat ini ada dua pemakai utama dari data tersebut atmosfir yang pada akhirnya menjalankan angin
yaitu dari European Centre for Medium Weather adalah energi radiasi matahari dan bumi. Sumber
Forecast (ECMWF) yaitu konsorsium Eropa untuk utama dinamika laut adalah angin permukaan
masalah cuaca dan iklim. Pemakai kedua adalah yang digerakkan oleh perbedaan energi akibat
dari NCEP/NCAR yaitu dari Amerika Serikat. radiasi matahari, sehingga akhirnya seluruh
Selain kedua pemakai utama tersebut Jepang, dinamika atmosfir dikendalikan oleh perhitungan
Australia dan Kanada juga mengadakan energi radiasi matahari dan bumi yang tepat.
pemodelan iklim mereka sendiri. Data-data Biasanya dalam sebuah model iklim atmosfir,
observasi meteorologi pada umumnya bersifat perhitungan energi ini memakai hingga 30% dari
terbuka dan boleh dipakai oleh siapa saja untuk sumber daya komputer yang ada.
kepentingan khalayak umum sehingga tersedia di Dalam mengaplikasikan teori-teori fisika dan
jaringan internet. Data tersebut tersedia setiap 6 dinamika kedalam model, perlu dilakukan pende-
jam untuk resolusi 1.1280 keluaran ECMWF dan katan dengan berbagai parameterisasi seperti
47
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
proses pembentukan awan yang merupakan berbagai kriteria lainnya. Pembagian grid yang
media sentral transfer energi dan masa udara paling sederhana dan umum adalah kotak-kotak
serta proses turbulensi dan berbagai gelombang seperti papan catur. Akan tetapi pemilihan sistim
(Gambar 3). Pada model iklim laut juga proses grid ini hanya baik untuk daerah tropis. Untuk
turbulensi atau mixing serta gelombang laut akibat daerah kutub, misalnya, pemilihan tetap kotak-
angin adalah faktor penting untuk di parameter- kotak papan catur yang direpresentasikan dalam
risasi. Pada model laut yang berdiri sendiri, proses koordinat cartesian bujur dan lintang bumi.
fluks uap air dan energi antara atmosfir dan laut Sehingga dalam perhitungan bujur dan lintang
juga memegang peranan penting sehingga perlu terlihat tidak kotak-kotak. Selain itu daerah kutub
diparameterisasi dengan benar karena akan juga bermasalah karena berseberangan dengan
mempengaruhi nilai SST dan besarnya mixing di berbagai belahan bumi (barat dan timur), serta
lapisan permukaan. terkadang memotong garis penanggalan.
Data untuk model iklim tergantung pada Diperlukan perhitungan tambahan untuk
modus peruntukan modelnya. Ada dua modus mengkoreksi berbagai reinter-pretasi tersebut.
pengope-rasian model yaitu modus iklim dan Cara grid terbaru memakai sistim curvilinear grid
modus forecasting atau peramalan. Modus iklim (Gambar 4), dengan cara ini sebuah model dapat
mengacu pada pengkajian cuaca atau iklim yang memiliki kutub dimana saja diinginkan dan memiliki
sudah berlalu, sedangkan modus ramalan untuk beberapa kutub sekaligus. Keuntungan dengan
cuaca mendatang. Model iklim regional dapat sistim ini model dapat memiliki daerah yang lebih
dipakai untuk kedua modus tersebut, karena detail pada wilayah tertentu tanpa mengabaikan
fungsi dari model iklim regional adalah sebagai aspek dinamika global (Gambar 4). Aspek
alat kaca pembesar kondisi iklim global. Hasil dari perbedaan grid merupakan perhatian utama para
model iklim global biasanya diberikan sebagai pemodelan iklim dimana mereka membutuhkan
input untuk model iklim regional dimana dinamika metoda agar antara model iklim dapat
proses yang terjadi kembali dihitung dalam skala berkomunikasi pada grid yang berbeda.
regional. Sedangkan untuk model global dapat Resolusi kerja model iklim global hingga
juga dipakai untuk modus iklim tetapi untuk modus lokal bervariasi dan biasanya ditentukan oleh nilai
forecast memiliki keterbatasan. Untuk modus spektralnya. Nilai spektral adalah berapa banyak
forecast dibutuhkan kedua model iklim laut dan gelombang spektral dalam satuan radius bumi
atmosfir yang dijalankan sekaligus dimana terjadi yang direpresentasikannya. Contohnya model
feedback antara keduanya. Masing masing model resolusi T42 bekerja dengan nilai spektral 42 yaitu
tersebut tidak dapat jalan sendiri sendiri untuk bisa menyelesaikan 42 gelombang melingkari
modus ramalan karena masing masing saling bumi atau dengan resolusi sekitar 3.875 derajat
membu-tuhkan untuk data di permukaan laut. atau 400 km persegi di daerah equator. Pada
Untuk modus ramalan hanya membutuhkan data perhitungan awal dipakai model resolusi T21,
awal atau inisial dan model akan berjalan dengan tetapi saat ini sudah banyak model iklim global
sendirinya setelah itu. Untuk data awal biasanya bekerja pada resolusi T106, T256 dan resolusi
dipakai data kondisi terakhir saat ini. Untuk model yang lebih tinggi lagi (Gambar 5). Contoh pada
non ramalan dan non global, data dipenuhi dengan resolusi T106 bekerja pada resolusi 110 km
kebutuhan di daerah batas. Untuk model atmosfir persegi di daerah equator. Pada model regional
global biasanya membutuhkan data SST, dan lokal, bisa bekerja pada 0.5, 1/6 derajat atau
sedangkan untuk model laut global membutuhkan hingga 1 km persegi. Proyek Earth Simulator di
data atmosfir di permukaan laut. Sedangkan untuk Yokohama Jepang saat ini mengembangkan
model iklim regional baik model laut maupun model iklim atmosfir global dengan resolusi T1279
atmosfir membutuhkan juga data di daerah batas atau setara dengan 15km, sedangkan versi laut
domain di laut atau di atmosfir pada masing yang dipakai memakai resolusi spasial 11 km yang
masing lapisan. Untuk keperluan pemodelan mana hasilnya dapat mensimulasikan arus lintas
atmosfir data tersebut biasanya didapat dari hasil Indonesia melalui selat Makassar secara detail.
reanalisa cuaca terdahulu. Selain data tersebut Saat ini semua model iklim sudah dapat
yang bersifat dinamis, diperlukan juga data statis berjalan pada semua platform komputer. Karena
permukaan seperti data orografi dan tutupan membutuhkan komputasi dengan kinerja tinggi,
lahan. Data tutupan lahan berisi data jenis hampir seluruh model iklim bekerja pada komputer
vegetasi yang mana darinya akan diambil berbasis Unix dan dengan bahasa Fortran.
informasi albedo, leaf area index (LAI), rasio Kendala dalam pengolahan data adalah jenis data
tutupan hutan dan kekasaran permukaan. yang berbeda antara computer mainframe (big-
Semua model iklim bekerja pada sistim grid endian) dan computer PC berbasis linux (little-
tertentu. Terdapat banyak grid sistim dan endian). Dengan memakai program konversi,
pemilihannya berdasarkan kebutuhan dan masalah tersebut bukanlah hambatan lagi, karena
48
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
hampir seluruh model dibuat dalam bahasa Pemakaian jenis berikutnya yang popular
Fortran yang memiliki kemampuan numeris yang adalah peramalan dan prediksi iklim dan cuaca.
lebih baik dari bahasa pemrograman lainnya. Pemakaian jenis inilah yang sangat diharapkan
Kemudian kinerja dari sebuah model iklim oleh masyarakat umum, dimana diharapkan ada
tergantung pada besarnya grid sistem yang keluaran yang sesuai dengan cuaca yang akan
dipakai dan kompleks-nya parameter yang datang. Kesulitan dari peramalan datang dari
dihitung. Ada model iklim yang dibuat dengan berbagai sebab seperti asimilasi data pengamatan,
metoda perhitungan sederhana untuk kasus kesalahan numeris pemodelan akibat berbagai
khusus dan ada yang sudah terinte-grasi dalam faktor konstanta, kesalahan prediksi akibat faktor
komponen-komponen parameter fisis yang internal model yang dipakai atau faktor internal
lengkap. Saat ini model iklim sudah memadai iklim regional. Faktor internal model dapat
untuk dijalankan pada sebuah PC. Selanjutnya, memberikan kontribusi kesalahan apabila terjadi
dengan perkembangan teknologi linux cluster pemilihan waktu dan jarak resolusi yang kurang
maka kemampuan super komputer dapat segera memadai sehingga terjadi instabilitas model.
diimbangi dengan kombinasi paralel komputer Kejadian ekstrem yang tidak terkontrol atau kurang
berbasis linux. Hal ini akan sangat menguntungkan sempurnanya perambatan fisis di atmosfir pada
bagi negara berkembang karena biasanya grid yang dipakai juga dapat membuat ketidak-
tersangkut pada biaya yang mahal untuk menda- stabilan pemodelan. Faktor internal sistim iklim
patkan fasilitas komputasi dengan kinerja tinggi. regional juga berpengaruh terhadap model apabila
Biasanya sebuah model iklim dijalankan daerah tersebut dipengaruh oleh gejala regional
hanya untuk perhitungan numeris saja, sedangkan atau global yang kuat seperti El Nino. Apabila hal
untuk menampilkan data dan hasil simulasi itu terjadi maka kemampuan prediksi model dapat
dilakukan pre dan post processing untuk mengolah menurun hingga kapasitas minimum. Pemakaian
data tersebut lebih lanjut. Data keluaran model model untuk peramalan dan prediksi biasanya
diolah dengan berbagai tools atau aplikasi dipakai untuk iklim yang sedang dan akan terjadi.
tambahan. Pemakaian model iklim berikutnya adalah
untuk menguji skenario iklim yang dapat terjadi
4. APLIKASI MODEL IKLIM dimasa datang. Seperti diterangkan di atas, model
dapat dipakai untuk melakukan eksperimen di
Perkembangan model iklim atmosfir saat ini alam tanpa merusak alam itu sendiri. Skenario
telah jauh untuk mengakomodir perkembangan perubahan iklim global dan bagaimana kondisi
ilmu pengetahuan sehingga dalam model atmosfir iklim pada abad mendatang merupakan hal yang
dilengkapi dengan modul proses kimia untuk paling sering disimulasikan (Gambar 8). Sebagai
masalah polusi, pemanasan global, ekonomi dan contoh hasil simulasi scenario perubahan iklim
kesehatan. Pemanfaatan model iklim juga telah terhadap intensitas curah hujan Indonesia
diperluas dari sekedar untuk melakukan prediksi ditampilkan oleh Hulme dan Sheard (1999) pada
cuaca dan iklim ke depan dan ke belakang, juga Gambar 9. Pemakaian model untuk jenis ini
untuk pengkajian skenario perubahan iklim global, sekarang cukup meluas hingga pembahasan
peristiwa ledakan nuklir, penyebaran polutan, faktor sosial ekonomi masyarakat akibat dampak
skenario geografis seperti perubahan lahan akibat perubahan iklim global tersebut. Pemakaian model
aforestasi dan deforestasi. untuk skenario iklim biasa dilakukan pada iklim
Pemakaian model iklim yang paling besar yang telah lama terjadi pada pemakaian iklim
adalah untuk melakukan pengkajian iklim dengan paleo atau pada iklim yang masih jauh akan terjadi
melihat pola dan perilaku iklim seperti variabilitas seperti pada skenario pengaruh gas-gas rumah
tahunan atau pada jangka waktu yang lebih lama kaca atau perubahan iklim global.
lagi seperti kajian variabilitas iklim lautan Indonesia Pemakaian model iklim untuk keperluan
oleh Aldrian 2003 (Gambar 6) dan variabilitas praktis lainnya seperti masalah polusi dan asap
hujan oleh Aldrian et al (2004a). Kajian iklim perlu kebakaran hutan juga dilakukan seperti pada
dilakukan karena hasil pengamatan lapangan pengkajian penyebaran asap kebakaran hutan di
sangat terbatas pada titik-titik pengamatan tertentu Indonesia oleh Heil dkk (2004; Gambar 10). Dari
dan tidak dapat memberikan gambaran hasil kajian dan simulasi skenario iklim, berbagai
komprehensif antara beberapa parameter kebijakan para pengambil keputusan yang
sekaligus. Keuntungan spasial dan temporal dari berhubungan dengan data cuaca dan iklim dapat
hasil kajian model iklim harus selalu dikaitkan lebih terpadu guna lagi. Yang pada akhirnya
dengan hasil observasi yang terbatas tersebut. pemakaian model iklim diharapkan merupakan
Pengkajian dengan model iklim biasanya dilakukan salah satu upaya mengerti mekanisme dan proses
pada iklim yang lampau atau telah terjadi seperti mitigasi bencana iklim dan cuaca.
pada Aldrian et al. 2004a (Gambar 7).
49
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
5. MENUJU PEMODELAN KEBUMIAN keluaran model bersifat terlalu ektrim seperti curah
TERINTEGRASI hujan yang terlalu tinggi.
Salah satu varian model iklim yang lagi tren
Model iklim kedua yang paling banyak saat ini adalah model iklim bidang biogeokimia di
dipakai setelah model iklim atmosfir adalah model atmosfir dan lautan. Untuk aplikasi di atmosfir
iklim laut. Perbedaan utama model laut dan diperlukan hubungan dari pemakaian berbagai zat-
atmosfir adalah skala waktu gerak yang lebih zat kimia seperti DDT dan bagaimana pengaruh
cepat untuk atmosfir. Parameter utama dalam penyebarannya terhadap ekologi lokal, regional
dinamika laut adalah profil suhu dan salinitas. dan global. Untuk wilayah laut masalah biogeo-
Sehingga proses dinamika laut sering disebut chemistry diperlukan untuk mengetahui siklus
sebagai thermohaline circulation. Sedangkan karbon yang terjadi dan hubungannya terhadap
parameter utama untuk muka laut adalah suhu dan upaya peredaman dampak pemanasan global dan
tinggi muka laut. Aplikasi model laut sering mekanisme penyebaran zat-zat kimia di muara
dipergunakan untuk kajian aliran masa air laut sungai atau wilayah pesisir seperti kasus Buyat
untuk kepentingan fisika laut dan perikanan. Model yang baru lalu atau pencemaran red tide di teluk
laut regional sering dipakai untuk pengkajian Jakarta bulan Maret 2004.
daerah pesisir untuk masalah sedimentasi dan Semakin tingginya kompleksitas model iklim
polutan. Model iklim laut adalah komponen utama sebenarnya memberikan bahaya tersendiri pada
untuk melakukan prediksi iklim bulanan dan tiga interpretasi hasil karena kompleksitas berarti
bulanan karena sifat lautan yang lama bereaksi semakin banyak faktor turunan kesalahan dari
dalam dinamikanya. Pemakaian kedepan dari asumsi teori yang dipakai dari masing masing
model laut adalah pengembangan untuk masalah model. Pemakaian model-model yang kompleks
biogeokimia laut seperti proses pelarut gas-gas lebih kepada penggunaan sebagai modeling an-
rumah kaca dan model biologi laut untuk perikanan sich yaitu pemakaian model sebagai alat untuk
serta hubungan proses biologi dan fisika laut. mengerti proses komprehensif di belakang dari
Sebagai contoh telah diketahui hubungan parameter yang diinginkan. Diperlukan proses
keberadaan zat besi di muka laut terhadap panjang agar dapat diambil umpan balik dari
populasi zooplanton dan pada akhirnya proses tersebut untuk memperbaiki model yang
mendinginkan lapisan atmosfir permuka-an yang dipakai. Sehingga hasil model lebih sering dipakai
menghambat proses pemanasan global. untuk verifikasi data lapangan daripada dipakai
Keberadaan proses biologi juga dicurigai sebagai untuk prediksi proses-proses kompleks.
pemicu gejala El Nino dan La Nina. Pemakaian model untuk prediksi lebih banyak
Beberapa varian lain dari model iklim yang untuk model atmosfir. Pemakaian model lebih
juga dipakai adalah model es laut, model hidrologi banyak untuk verifikasi, dimana sering dipakai
permukaan, model proses permukaan tanah, sebagai media kontrol untuk eksperimen berbagai
model transport kimia laut dan atmosfir, model skenario ilmiah. Pemakaian model untuk jenis ini
biogeokimia dan model iklim sosial ekonomi. jelas berbahaya karena hasil yang didapat sering
Masing masing model juga terdapat dalam skala mengabaikan proses kompleks yang terjadi di
regional dan global. Kecendrungan model selalu alam dan seringkali menyederhanakannya dengan
mengarah ke perhitungan global dalam tujuan melihat perbedaan antara hasil model kontrol dan
untuk membuat suatu model sistim iklim dunia. model skenario belaka. Apalagi apabila kita
Sehingga pendekatan untuk menggabungkan melihat aspek turunan asumsi kesalahan teori.
beberapa model merupakan suatu trend Walau demikian model adalah satu satunya alat
pemakaian model iklim tersendiri. Gambar 11 eksperimen yang paling murah dan aman bagi
memberikan ilustrasi proses penggabungan antara lingkungan serta mudah dilakukan.
model iklim atmosfir regional dengan model iklim Proyek perpaduan berbagai model iklim
laut global untuk wilayah Indonesia (Aldrian et al. adalah upaya besar yang saat ini dilakukan untuk
2004b). Penggabungan dua buah model iklim tidak memahami lebih komprehensif berbagai isu iklim
selalu mulus karena banyak faktor terkait. Sebagai dan lingkungan global. Masalah terbesar adalah
contoh antara model iklim laut dan atmosfir dapat resolusi model dan sistim parameterisasi proses.
terjadi proses redam yang mengalir ke kedua Saat ini sebuah komputer tercanggih di dunia telah
model tersebut. Hal ini karena proses tarik menarik dipasang di Earth Simulator Project di Yokohama
dua gelombang yang berbeda fase dan frekuen- Jepang (http://www.es.jamstec.go.jp/esc/eng/) un-
sinya. Proses redam tersebut dapat berarti positif tuk melakukan penelitian tersebut. Diharapkan
karena pada model iklim yang lepas satu sama dapat dilakukan simulasi iklim dunia pada resolusi
lain, biasanya tidak ada kontrol dinamis di daerah 1 hingga 3 km dengan model global. Model ini
lapis batas model sehingga seringkali hasil diharapkan dapat memberikan proses konvektif
50
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
laut atmosfir yang sesuai dengan realitas di alam, Ffield, A., K. Vranes, A. L. Gordon, R. D. Susanto,
meskipun hanyalah pendekatan. 1999, Temperature variability within Makassar
Strait, Geophys. Res. Lett., 27, 237-240
6. CATATAN AKHIR
Godfrey, J. S., 1996, The effect of the Indonesian
Pemakaian model iklim atmosfir dan laut throughflow on circulation and heat exchange
untuk Indonesia relatif masih baru. Keterbatasaan with the atmosphere: A review. J. Geophys.
sumber daya manusia dan komputer untuk Res., 101, 12,217–12,337.
masalah ini merupakan hambatan tersendiri. Untuk
kebutuhan wilayah yang sedemikian luas, Gordon, A. L., R. D. Susanto, A. Ffield, 1999,
Indonesia membutuhkan pengamatan iklim Throughflow within Makassar Strait, Geophys.
terpadu yang cukup mencakup seluruh wilayah Res. Lett., 26, 3325-3328
Indonesia. Hal tersebut membutuhkan biaya yang
sangat besar. Data hujan sendiri yang merupakan Heil, A., B. Langmann, E. Aldrian, 2004,
model utama verifikasi berbagai model iklim tidak Indonesian peat and vegetation fire emissions:
tersusun rapi dan memadai. Kebutuhan komputer Factors influencing large-scale smoke-haze
mungkin dapat diatasi dengan teknologi murah dispersion, Mitigation and Adaptation Strategy
seperti linux cluster, tetapi untuk penggunaan data for Global Change, in press
membutuhkan kerjasama internasional yang
handal untuk kelangsungan model tersebut. Hulme, M. and Sheard, N., 1999, Climate Change
Kompleksitas masalah lingkungan dan iklim di Scenarios for Indonesia Climatic Research
Indonesia dewasa ini mendorong kita cepat atau Unit, Norwich, UK, 6pp.
lambat untuk mengadopsi pemakaian model iklim. http://www.cru.uea.ac.uk
Saat ini tersedia banyak model iklim di internet
yang dapat diakses secara gratis dan dipakai IPCC panel, 2001, IPCC Report „Climate Change
sebagai model iklim komunitas. 2001: The Scientific Basis“,
51
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
a Doctoral degree from Max Planck Institut für ECHAM GCM, Jan – March and July – September
Meteorologie, Germany, 2003. Work as a scientist 1999; Advanced Course: Climate change in the
in UPT Hujan Buatan, BPPT since November mediterranean region part I: physical Aspects, The
1993. Lecturer of Marine Meteorology at Abdus Salam International Center for Theoretical
University of Indonesia since 2004. Participating in Physics ICTP, Trieste, Italy, March 2001; short
several short courses: STMDP preparation course on Meteorology: Predictability, Diagnostics
program, 1988-1989; short course on Meteorology and Seasonal Forecasting, European Center for
in UI, March 1995; training on data analysis of Medium Range Weather Forecast (ECMWF),
wind profiler radar in Radio Atmospheric Science Reading, UK, April 2001; PRISM/COACh Summer
Center, Kyoto University, Japan, November 1995; School on Climate Modelling, Max Planck Institut
basic training Geographic Information System, für Meteorologie-KNMI The Netherlands, Les
Geography Dept. UI, June 1996; International Diablerets, Switzerland; School on the physics of
Hydrology Programme Training Course with topic the Equatorial Atmosphere, ICTP, Trieste, Italy,
Ice and Snow Hydrology, IHAS, Nagoya University September 2001; Seminar on Predictability of
and UNESCO, March 1998; Visiting scientist in Weather and Climate, ECMWF, Reading, UK,
Max Planck Institut für Meteorologie, Hamburg, September 2002.
learn the Indonesian climate variability and
52
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
Gambar 2. Perkembangan model iklim pada 2.5 dasa warsa terakhir dan kedepan yang menunjukkan
berbagai komponen model dikembangkan terpisah dan kemudian dicouple (kombinasikan) menjadi
sebuah model iklim yang komprehensif dari IPCC panel (2001)
53
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
Gambar 3. Hubungan antara berbagai komponen iklim dan komponen model dalam sebuah model iklim,
dalam contoh ini dipakai model iklim global ECHAM keluaran Max Planck Institute for Meteorology
Jerman.
54
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
Gambar 4. Contoh penerapan resolusi grid T21, T42, T63 dan T106 (dari kiri ke kanan).
Gambar 5. Salah satu penerapan grid sistim curvilinear untuk model iklim laut global dimana memakai
perhitungan detail pada wilayah tertentu. Pada model grid ini kutub utara dipindahkan ke wilayah Cina
dan kutub selatan di wilayah Australia agar mendapatkan detail untul benua maritim Indonesia. Kedua
kutub, karena dilingkari oleh zona kutub dan menghindari singulariti, harus diletakkan di daratan,
sehingga posisi yang paling praktis adalah di kedua wilayah tersebut, dari Aldrian (2004b)
55
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
Gambar 6. Sistim arus laut permukaan akibat angin monsoon di Indonesia bagian timur sebagai keluaran
dari model iklim laut dari Aldrian (2003)
56
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
Gambar 7. Contoh keluaran model iklim atmosfir regional REMO untuk wilayah Sulawesi (REMO-ERA)
pada resolusi 0.5 derajat dan REMO 1/6 pada resolusi 1/6 derajat dan dibandingkan dengan data
reanalisa keluaran Eropa yaitu ERA15 yang merupakan input untuk model tersebut dan data penakar
(rain gauge) pada resolusi 0.5 derajat. Hasil pada gambar tersebut menunjukkan bahwa fenomena
lokal di Maluku dan Sulawesi Tengah bagian Timur hilang pada keluaran ERA15 tetapi muncul pada
keluaran model REMO di kedua resolusi yang berbeda, dari Aldrian dkk (2004a).
57
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
Gambar 8. Beberapa prediksi peningkatan tinggi muka air laut hingga tahun 2100 dari hasil keluaran
beberapa model iklim dan scenario dari IPCC panel (2001)
Gambar 9. Trend perubahan intensitas hujan di Indonesia pada beberapa skenario model iklim (Hulme and
Sheard, 1999)
58
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
Gambar 10. Salah satu penerapan model iklim dalam mempelajari penyebaran asap kebakaran hutan
tahun 1997 dengan memakai skenario normal (kiri), tanpa lahan gambut (tengah) dan memakai
meteorologi tahun 1996 (kanan), dari Heil dkk (2004).
59
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
Gambar 11. Salah satu penerapan penggabungan model iklim laut (MPI-OM) dan atmosfir (REMO) dengan
memakai perangkat lunak penggabung (OASIS) dan data atmosfir yang sama (ERA/NCEP). Skema
ini telah dipakai untuk membuat model atmosfir laut yang dapat berinteraksi diantara keduanya pada
permukaan laut. Penggabungan hanya terjadi diwilayah Indonesia sedangkan diluar wilayah tersebut
hanya model iklim laut global yang bekerja, dari Aldrian (2004b).
60
Prosiding Semiloka Teknologi Semulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
Abstract
Hydrological models are necessary in assessing water resources and valuable tool
for water resources management. This paper describes applications of artificial
neural networks (ANN) for Cidanau watershed in Indonesia and Terauchi
watershed in Japan. Back-propagation was used in the learning rule of ANN. A
series of daily rainfall, evapotranspiration and discharge data for 4 years (1996-
1999) from Cidanau watershed and data for 4 years (1986-1989) from Terauchi
watershed was used. The accuracy is evaluated by statistical performance index,
the shape of hydrographs and the flood peaks. The results show that ANN is
successful in predicting watershed discharge in Cidanau watershed and Terauchi
watershed. These hydrological models have been developed in form of application
program under Windows and applicable to use in other watershed.
61
Prosiding Semiloka Teknologi Semulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
y j = f (H j )
(11)
(2) ∂v ji
Nilai output pada hidden layer kemudian dikalikan dimana α adalah momentum (konstanta 0<α<1).
dengan pembobot wkj dan menghasilkan nilai Ik Proses perhitungan pembobot antara output
yang merupakan nilai input fungsi aktivasi output layer dan hidden layer dilakukan dengan
layer. persamaan berikut:
Nilai output zk pada output layer dihitung wkjnew = wkjold + ∆wkj (t + 1) (12)
dengan menggunakan fungsi aktivasi f dengan
masukan Ik. Hal ini telah diformulasikan dalam dan pembobot antara hidden layer dan input layer
persamaan 3 dan 4. dilakukan dengan persamaan berikut:
I k = ∑ wkj y j (3) v new
ji ji + ∆v ji (t + 1)
= v old (13)
j
62
Prosiding Semiloka Teknologi Semulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
b) Model 2 (4 – 5 – 1) : 4 node input yaitu Pada tabel 1 disajikan hasil kinerja masing-
rainfall, evapotranspirasi, runoff t-1, runoff masing model yang berupa korelasi (R) dan Root
t-2; 5 node hidden layer dan 1 node output Means Square Error (RMSE) untuk DAS Terauchi
layer yaitu runoff t. dan DAS Cidanau. Korelasi dan RMSE hubungan
c) Model 3 (5 – 5 – 1) : 5 node input yaitu runoff (discharge) hitung dengan observasi baik itu
rainfall, evapotranspirasi, runoff t-1, runoff hasil training DAS Terauchi maupun DAS Cidanau
t-2, runoff t-3; 5 node hidden layer dan 1 menunjukan bahwa model 1 memberikan hasil
node output layer yaitu runoff t. yang terbaik.
Sedangkan untuk verifikasi DAS terauchi,
Rainfall (t) model 3 menujukan hasil yang terbaik baik itu
dilihat dari korelasi maupun RMSE. Sedangkan
Evapotranspiration (t)
verifikasi DAS Cidanau, model 1 menujukan hasil
yang terbaik. Penurunan korelasi antara hasil
Runoff (t-n)
training dan verifikasi DAS terauchi tidak
Runoff (t-n+1) Runoff (t)
mengalami perubahan sebesar yang terjadi pada
DAS Cidanau. Hal ini diduga data DAS Cidanau
Output layer terdapat kesalahan data yang lebih besar dari
pada Das Terauchi. Atau mungkin juga terjadi
Runoff (t-2)
perubahan penggunaan lahan pada DAS Cidanau.
Hidden layer Sehingga hasil verifikasi DAS Cidanau tidak sebaik
Runoff (t-1)
saat training. Padahal dalam penyusunan model
Input layer ini pengunaan lahan dianggap tetap atau tidak
Gambar 1. Arsitektur model ANN untuk prediksi terjadi perubahan penggunaan lahan.
runoff DAS Terauchi 1986-1987 hasil training
Model 1 disajikan pada Gambar 2 dan hasil
Laju pembelajaran, konsatanta momentum verifikasi DAS Terauchi 1988-1989 model 1 pada
dan gain fungsi sigmoid diberi nilai sama yaitu 0.9. Gambar 3. Terlihat pada hidrograf DAS Terauchi
Pemberhentian proses pembelajaran didasarkan 1986-1987 untuk puncak maksimum belum bisa
pada jumlah iterasi. Pada penelitian ini terjangkau sedangkan untuk puncak rendah sudah
pembelajaran berhenti jika iterasi mencapai 5000. dengan baik tergambarkan oleh model 1.
Software ANN yang digunakan adalah Backpro2N Sedangkan saat verifikasi baik itu puncak
yang ditulis dalam bahasa pemrograman computer maksimum maupun minimum sudah dapat
Borland Delphi 5. tergambarkan dengan baik oleh model 1. DAS
Kinerja model ANN dilihat dari indikator Cidanau 1996-1997 hasil training Model 1
keeratan linier runoff observasi dan perhitungan disajikan pada Gambar 4 dan hasil verifikasi DAS
yang berupa R (Coefficient of Correlation) dan Cidanau 1998-1999 model 1 pada Gambar 5.
indikator error yang berupa RMSE (Root Square Terlihat pada hidrograf DAS Cidanau 1996-1997
Mean Error). Evaluasi model juga dapat dilihat untuk puncak maksimum bisa terjangkau begitu
secara kualitatif deviasi time of peak dan pula untuk puncak rendah sudah dengan baik
perbandingan kurva yang memberikan tergambarkan oleh model 1. Sedangkan saat
keseluruhan gambaran keandalan model. verifikasi baik itu puncak minimum sudah dapat
tergambarkan dengan baik oleh model 1 dan
4. HASIL DAN PEMBAHASAN sebaliknya puncak tinggi belum bisa terjangkau.
63
Prosiding Semiloka Teknologi Semulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
150 0
125 50
Discharge (mm/d)
100 100
Rainfall (mm/d)
75 150
50 200
25 250
0 300
0 60 120 180 240 300 360 420 480 540 600 660 720
day
100 0
50
75
Discharge (mm/d)
100
Rainfall (mm/d)
50 150
200
25
250
0 300
0 60 120 180 240 300 360 420 480 540 600 660 720
day
Rainfall Q calculated Q observed
Gambar 3. Hidrograf DAS Terauchi 1988-1989 hasil verifikasi model 1
64
Prosiding Semiloka Teknologi Semulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
75 0
50
Discharge (mm/d)
Rainfall (mm/d)
50
100
150
25
200
0 250
0 60 120 180 240 300 360 420 480 540 600 660 720
day
75 0
50
Discharge (mm/d)
Rainfall (mm/d)
50
100
150
25
200
0 250
0 60 120 180 240 300 360 420 480 540 600 660 720
day
65
Prosiding Semiloka Teknologi Semulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
Ketiga Model ANN yang dibuat telah Prof. Dr. Ir. Budi I. Setiawan,
mampu dengan baik menduga runoff DAS MAgr lahir di Tasikmalaya, 28
Terauchi dan DAS Cidanau. Dari ketiga model Juni 1960. Menamatkan S1
yang dikembangkan model 1 (3 – 5 – 1) tahun 1983 di Institut Pertanian
memberikan hasil yang terbaik baik itu untuk DAS Bogor (IPB) dalam bidang
Terauchi maupun DAS Cidanau. Teknik Pertanian, Menamatkan
S2 tahun 1990 dan S3 tahun
DAFTAR PUSTAKA 1993 di The University of Tokyo,
Jepang dalam bidang Teknik Pertanian. Saat ini
1. V. P. Sing, and D. A. Woolhiser, Mathematical penulis bekerja sebagai staf pengajar pada
and Modeling of Watershed Hydrology. Departemen Teknik Pertanian FATETA IPB.
Journal of Hydrologic Engineering. Vol. 7, no. Penulis juga menjadi anggota pada organisasi
4. July 21, pp 270~292, 2002. profesi ilmiah:
2. L. Fu, Neural Networks In Computer a. JSIDRE (Japan Society of Irrigation,
Intelligence, McGraw-Hill, Inc, Singapore, Drainage and Reclamation Engineering)
1994. b. ISPWEE (International Society of Paddy
3. D. W. Patterson, Artificial Neural Networks and Water Environmental Engineering)
Theory and Application, Printice Hall, New c. ICIS (Indonesian Society on Computer and
York, 1996. Informations Sciences)
4. T. Fukuda, and Y. Nakano, Collections Of d. PERTETA (Perhimpunan Teknik Pertanian
Hydrologic Data For Terauchi Watershed. Indonesia)
Laboratory Of Irrigation And Water Utilization, e. HATHI (Himpunan Ahli Teknik Hidraulik
Kyushu University, Japan. (Unpublished), Indonesia)
2001.
5. A. Heryansyah, M. Y. J. Purwanto and A. Rudiyanto, STP lahir di
Goto, Runoff Modelling in Cidanau Watershed, Jombang, 28 Agustus 1980.
Banten Province, Indonesia, Proceedings of Menamatkan S1 tahun 2002 di
the 2nd Seminar Toward Harmonization Institut Pertanian Bogor (IPB)
Between Development and Environmental dalam bidang Teknik Pertanian.
Conservation in Biological Production, JSPS- Saat ini penulis menjadi
DGHE Core University Program in Applied mahasiswa Sekolah Pasca-
Biosciences, The University of Tokyo, Japan, sarjana pada Program Studi
pp 13~18, 2003. Ilmu Keteknikan Pertanian, IPB. Penulis juga
menjadi anggota pada organisasi profesi ilmiah
PERTETA (Perhimpunan Teknik Pertanian
Indonesia).
66
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
Abstract
Linier programming is the method commonly used in optimizing feed formulation.
The use of computer is required to perform the calculations. This paper discuss
the use of Microsoft Excel program commonly known as spreadsheet program, to
solve the feed formulation problem using linier programming. The Results
showed that this program able to produce similar result obtained from the
references models provided with special linier programming utility software.
67
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
68
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
24. Jagung + dedak padi + Dedak gandum + 9. P3 < 4.50 (selang produksi 3)
Bungkil kelapa + Bungkil kedelai + Tp ikan 10. P4 < 4.50 (selang produksi 4)
+ Tp. Daging tulang + minyak sawit + 11. P5 < 4.50 (selang produksi 5)
dicalcium phosphat = 100 12. P6 < 2.25 (selang produksi 6)
13. P7 < 2.25 (selang produksi 7)
2.2. Model Formulasi Pakan Ternak Sapi Perah 14. P8 < 2.25 (selang produksi 8)
Konsep Maximum Profit (Church, D.C., 15. P9 < 10.00 (selang produksi 9)
1990) 16. X9 > 0.05 (batas bawah garam)
17. X9 < 0.10 (batas atas garam)
Pada model ini perhitungan formulasi
dilakukan dengan mengkaitkan kemampuan 2.3. PEMODELAN MENURUT MICROSOFT
produksi ternak dengan kandungan nutrisi ransum EXCEL
yang dikonsumsi, sehingga pada model ini selain
data tentang kandungan nutrisi masing-masing Di dalam program Microsoft Excel
bahan pakan, juga diperlukan data produksi ternak permodelan linier programing untuk model di atas
itu sendiri (dalam contoh ini adalah data produksi dilakukan dengan cara :
susu sebagai fungsi dari energi laktasi netto), a. Mengasumsikan semua fungsi bersifat linier
seperti terlihat pada Lampiran Tabel 2, dan Tabel b. Mengasumsikan semua aktifitas bernilai positif
3.. Produksi ternak dinilai sebagai income, dan c. Fungsi objektif memaksimumkan atau
harga bahan pakan sebagai pengeluaran, dan meminimumkan subjek sebagai Target Cell
fungsi objektifnya adalah memaksimum-kan d. Kumpulan Variabel sebagai Changing Cell
keuntungan. e. Kumpulan fungsi Kendala sebagai Subject to
the Constraints
PEMODELAN MAKSIMUM PROFIT
3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Maksimumkan Keuntungan : Hasi dari penelitian ini disajikan pada Tabel
5, dan Tabel 6. Pada Tabel 5 terlihat bahwa
0.25 SUSU – 0.1056 X1 – 0.0865 X2 – 0.292 X3 – perhitungan yang dilakukan oleh Microsoft Excel
0.072 X4 – 0.2348 X5 – 0.1419 X6 – 0.1348 X7 – secara keseluruhan sama dengan hasil penelitian
0.1254 X8 – 0.066 X9 yang dilakukan oleh Adrizal, dan Marimin, 2003 hal
ini menunjukkan bahwa dalam model linier konsep
Dengan Kendala : least cost ratio ini program Microsoft Excel mampu
melakukannya.
1. X1 + X2 + X3 + X4 + X5 + X6 + X7 + X8 Dari tabel 6 terlihat bahwa terdapat perbedaan
+ X9 < 22.2 (asupan bahan kering) pada perhitungan kandungan biji kapas dalam
2. 1.89 X1 + 2.42 X2 + 2.07 X5 + 2.66 X6 + konsentrat dan perbandingan Hijauan dan
1.21 X7 + 1.70 X8 + X7 – 0.33 P1- 0.51 konsentrat, hal ini terjadi karena Microsoft Excel
P2 - 0.77 P3 - 1.1 P4 – 1.21 P5 – 1.34 P6 - tidak mempunyai fasilitas yang otomatis untuk
1.7 P7 - 2.38 P8 – 3.22 P9 > 12.36 menghitung permasalahan ini, tetapi secara
(energi) keseluruhan hasil perhitungan yang substansi
3. 0.107 X1 + 0.1 X2 + 0 X3 + 0 X4 + 0.515 tidak terdapat perbedaan antara model perhitugan
X5 + 0.249 X6 + 0.16 X7 + 0.08 X8 + 0 dari Church, D.C. 1990 dengan perhitungan yang
X9 – 0.074 SUSU > 0.881 (Protein) dilakukan oleh program Microsoft Excel, karena
4. 0.0005 X1 + 0.0002 X2 + 0.237 X3 + program ini sudah mampu mengatasi fungsi-fungsi
0.3607 X4 + 0.0036 X5 + 0.0015 X6 + kendala yang dikehendaki.
0.0135 X7 + 0.0027 X8 + 0 X9 – 0.0026
SUSU > 0.0264 (Ca) 4. KESIMPULAN DAN SARAN
5. 0.0036 X1 + 0.0031 X2 + 0.1884 X3 +
0.002 X4 + 0.0075 X5 + 0.0073 X6 + 4.1. Kesimpulan
0.0022 X7 + 0.002 X8 + 0 X9 – 0.0019 Program Microsoft Excel melalui program
SUSU > 0.024 (P) tambahan terintegrasinya yaitu solver secara
6. SUSU – P1 – P2 – P3 – P4 – P5 – P6 – umum dapat dipergunakan sebagai alat bantu
P7 – P8 – P9 = 0 untuk memecahkan persoalan penyusunan
7. P1 < 9.00 (selang produksi 1) ransum pakan menggunakan metode linier
8. P2 < 9.00 (selang produksi 2) programing
69
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
70
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
LAMPIRAN
KENDALA
Minimum 300
22 2.5 - 0.9 0.42 1.25 0.42 0.20 0
Maksimum 305
23 7 5 1.2 - - - - 0
Tabel 2. Representasi Linier dari Produksi Susu terhadap Energi Netto untuk Laktasi (NEl)
71
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
Bahan Kering
As fed
Variabel Bahan Pakan MEm
NE l NEg,
, PK Ca P
BK, $/t $/kg Mcal Mcal/
Mcal/ % % %
% on /kg kg
kg
X1 Barley 89.0 94 0.1056 1.89 2.12 1.45 10.7 0.05 0.36
X2 Jagung 89.0 77 0.0865 2.42 2.24 1.55 10 0.02 0.35
X3 Dicalcium 100.0 29 0.2920 - - - - 23.70 18.84
Phosphat 2
X4 Tepung 100.0 72 0.0720 - - - - 36.07 0.02
Kapur
X5 Bungkil 89.0 20 0.2348 2.07 2.09 1.43 51.5 0.36 0.75
Kedele 9
X6 Biji Kapas 93.0 13 0.1419 2.66 2.41 1.69 24.9 0.15 0.73
2
X7 Hay Alfalfa 89.0 12 0.1348 1.21 1.24 0.68 16.0 1.35 0.22
0
X8 Silase 27.9 35 0.1254 1.70 1.56 0.99 8.0 0.27 0.20
Jagung
X9 Garam 100 66 0.0660 - - - - - -
SUSU Jumlah total produksi susu Kebutuhan produksi
72
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
Tabel 5. Tabel Hasil Formulasi Ransum Ayam Broiler Periode Starter Menggunakan Konsep Least Cost
Ratio
Tabel 6. Tabel Hasil Formulasi Ransum Sapi Perah Menggunakan Konsep Maksimum Profit
Bahan Kering
Menurut Perhitungan
Variabel Bahan Pakan Church,D.C. 1990 Microsoft Excel
X1 Barley, kg 0.00 0
X2 Jagung, kg 10.085 10.08463
X3 Dicalcium Phosphat, kg 0.000 0
X4 Tepung Kapur, kg 0.316 0.316129
X5 Bungkil Kedelai, kg 0.000 0
X6 Biji Kapas, kg 11.749 11.74924
X7 Hay Alfalfa, kg 0.000 0
X8 Silase Jagung, kg 0.000 0
X9 Garam, kg 0.050 0.05
Keuntungan, $/ekor/hari 7.748 7.7487
Produksi Susu Optimum, kg/hari 41.257 41.25708
Jumlah Pakan, kg/ekor/hari 22.200 22.2
Energi, NEl, Mcal 55.658 55.65779
PK, Kg 3.934 3.934024
Ca, kg 0.134 0.133668
P, kg 0.121 0.121698
Biji kapas dalam konsentrat 52.925 0
Hijauan : Konsentrat 0 : 100 0
73
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
74
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
Abstract
75
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
76
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
77
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
proses belajar dengan memperbaiki data lebih banyak kearah penelitian atau monitoring
training lingkungan sesaat. Buoy dapat dipindahkan
Pada proses pembelajaran dalam penelitian sewaktu-waktu diperairan yang akan diteliti sesuai
ini akan dimasukkan sebagian data angka-angka dengan permintaan user. Dan hasil pengamatan
parameter hasil pengujian, baik yang diperoleh dari akan langsung diketahui dalam hitungan detik
hasil skala laboratorium maupun dari hasil tanpa melalui proses di laboratorium seperti
mesokosm sebagai data pembelajaran. proses penghitungan plakton dengan
Sedangkan data lainnya akan dimasukkan menggunakan mikroskop.
sebagai data pengujian.
78
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
79
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
80
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
ABSTRACT
The limonia aurantifolia can be classified as a special fruit for Indonesia’s social
culture, the circumstance can be witnessed on cultural and religious ceremonies,
together with excellent ingredients in traditional medicine and food. Quality of the
limonia aurantifolia determined by weight and maturity levels (age pluck after flower
bloom) The area, texture and color indexes were extracted from 200 object sample
images using the developed image processing software. The area attributed to
weight and texture and color indexes attributed to maturity levels. The features
extracted from the image were used as input for artificial neural network, that
modelled to use 5 and 9 inputs on 6, 9, 13 and 15 hidden layers. The training of
artificial neural network used value of 0.8 for momentum constant and learning
rate constant, 1.0 for sigmoid function in 3000 iteration. The results showed that
quality provided the highest accurateness of validation of 95.85%.
81
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
0
daerah 35 Lintang Utara sampai 40 Lintang
0 mengubah citra masukan berbentuk analog
Selatan dan ketinggian pada 1000 meter di atas menjadi citra digital, alat digitasi tersebut dapat
permukaan laut. Suhu optimum bagi pertumbuhan berupa penjelajahan silod-state yang
tanaman jeruk antara 25 0C - 30 0C. Secara umum menggunakan matriks sel yang sensitif terhadap
jeruk nipis termasuk tanaman tahunan (perennial) cahaya yang masuk. Alat masukan citra yang
yang masa reproduksinya terjadi berulang-ulang. umum digunakan adalah kamera CCD (Charge
Buah jeruk nipis berwarna hijau menandakan Coupled Device).
belum masak, dan akan berubah menjadi kuning Warna merupakan respon psycho-
kecoklat-coklatan, bentuknya bulat sampai bulat physiological dan intensitas yang berbeda.
Persepsi warna dalam pengolahan citra tergantung
telur berdiameter ± 3 - 6 cm. Ketebalan kulit
pada tiga faktor, yaitu: spectral reflectance
buahnya ± 0.2 - 0.5 mm dan permukaannya
(menentukan bagaimana suatu permukaan
memiliki banyak kelenjar. Buahnya kadang-kadang
memantulkan warna), spectral content (kandungan
memiliki papila atas yang berwarna kuning kehijau-
warna dari cahaya yang menyinari permukaan)
hijauan. Struktur buah jeruk(8) (Gambar 1) terdiri-
dan spectral response (kemampuan merespon
dari flavedo (lapisan kulit luar yang mempunyai
warna dari sensor dalam imaging system). Adapun
kantong minyak) dan albedo sebagai sumber
model warna yang dikembangkan dalam
pectin, daging buah berbalir dan bersegmen
pengolahan saat ini adalah: RGB (Red Green
(Segmen buahnya berdaging hijau kekuning-
Blue), CMY(K) (Cyan, Magenta, Yellow), YCbCr
kuningan dan mengandung banyak sari buah yang
(Luminasie dan dua komponen krominasi Cb dan
beraroma harum) serta biji buah (biji buah terdapat
Cr) dan HSI (Hue, Saturation, Intensity).
pada sebagian segmen buah yang berdaging).
Persepsi pandangan manusia pada setiap
Sari buahnya asam sekali yang berisikan asam
panjang gelombang tidak menggunakan sensor
sitrat berkadar 7 - 8% dari berat daging buah.
akan tetapi menggunakan 3 pusat stimulus warna
Ekstrak sari buahnya sekitar 41% dari bobot buah
RGB(15). Didasarkan pada pendekatan tersebut
yang sudah masak(9).
maka dalam penelitian ini menggunakan model
Kantong Minyak warna RGB. Tingkat RGB pola bit dikomposisikan
Balir Buah dari tiga warna tersebut dan masing-masing warna
Albedo mempunyai 28 atau 256 bit (0 - 255)(13).
Segmen Buah Model warna RGB yang dapat dinyatakan
dalam bentuk indeks warna RGB dengan cara
menormalisasi setiap komponen warna dengan
Biji Flavedo persamaan sebagai sebagai berikut:
R
r= (1)
Gambar 1. Bagian-bagian buah jeruk nipis. R+G+ B
G
2.2. Pengolahan Citra Digital g= (2)
Pengolahan citra digital merupakan proses R+G+ B
pengolahan dan analisis yang banyak melibatkan B
persepsi visual. Citra digital dapat diperoleh secara b= (3)
otomatik dari sistem penangkap citra membentuk
R+G+ B
suatu matriks yang elemen-elemennya Dengan tekstur akan didapat informasi citra
menyatakan nilai intensitas cahaya atau tingkat untuk memprediksi kondisi objek dari sifat
permukaannya. Pengukuran tekstur dilakukan
keabuan setiap piksel. Citra f(x,y) disimpan dalam
memori komputer (bingkai penyimpan citra/frame terdiri dari energi, kontras, homo-genitas dan
grabber) dalam bentuk array N x M dari contoh entropy (Haralic, 1973). Energi berfungsi untuk
mengukur konsentrasi pasangan gray level pada
diskrit dengan jarak yang sama sebagai berikut :
matriks co-occurance, kontras berfungsi untuk
f (0,0) f (0,1) ............... f (0, m − 1) mengukur perbedaan lokal dalam citra, homoge-
f (1,0) f (1,1) ............... f (1, m − 1) nitas berfungsi untuk mengukur kehomogenan
. . . variasi gray level lokal dalam citra dan entropi
F ( x, y ) = . . . . berfungsi untuk mengukur keteracakan dari
...............
. . . distribusi perbedaan lokal dalam citra.
. . .
f (n,0) f (n,1) ............... f ( n, m − 1)
2.3. Jaringan Syaraf Tiruan
Jaringan Syaraf Tiruan (JST) adalah model
Citra masukan diperoleh dari kamera yang sistem komputasi yang bekerja seperti sistem
telah dilengkapi dengan alat digitasi yang syaraf biologis pada saat berhubungan dengan
82
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
dunia luar (Fauset, 1994). Model JST yang Jika setiap noda pada lapisan hidden telah
digunakan dalam penelitian ini adalah arsitektur menerima nilai net input, langkah selanjutnya
feedforward (umpan maju). Sedangkan konsep adalah memasukkan nilai net input setiap noda
belajar yaitu algoritma belajar backpro-pagation ke dalam fungsi aktivasi (fungsi sigmoid),
momentum yang merupakan perkembang-an dari sebagaimana pada persamaan 6.
algoritma belajar backpropagation standar. 1
JST Backpropagation (BP) pertama kali f ( Z ij ) = −σ ( Z ij )
(6)
diperkenalkan oleh Rumelhart, Hinton dan William 1 + exp
pada tahun 1986, kemudian Rumelhart dan Mc dimana σ : konstanta fungsi sigmoid.
Clelland mengem-bangkannya pada tahun 1988,
JST BP dengan satu lapisan tersembunyi (hidden),
( )
Z j = f Z ij (7)
arah sinyal pada fase feedforward. Sedangkan 1
dasar pelatihan dari algoritma JST BP adalah Yk = (8)
1 + exp
−σ ( ∑ Z jW jk )
memodifikasi bobot interkoneksi Wnj pada jaringan
sehingga sinyal kesalahan mendekati nol (Bishop, 3. Perbaikan nilai pembobot (Weight)
1992). Nilai output dari setiap noda pada output layer
Jaringan syaraf tiruan tersusun atas hasil perhitungan pada jaringan dibandingkan
sekumpu-lan neuron (simpul) yang terinterkoneksi dengan nilai target yang diberikan dengan
dan terror-ganisasi dalam lapisan-lapisan. Setiap persamaan jumlah kuadrat galat, sebagaimana
simpul mem-proses sinyal dengan fungsi pada persamaan 9.
akivasinya yaitu fungsi sigmoid logistic(3), fungsi 1 in
tersebut pada persamaan sebagai berikut : E= ∑ (Tk − Yk )2 (9)
1 2 k
f (x ) =
(
1 − e −x ) (4) dimana : Tk adalah nilai target yang diberi-kan
dan Yk adalah output dari hasil perhi-tungan
Besarnya nilai β dan α yang harus pada jaringan. Algoritma ini memper-kecil galat
digunakan dalam proses belajar, sedangkan nilai β dengan cara perambatan balik. Pada setiap
dan α terse-but tergantung pada permasalahan lapisan dilakukan perubahan pembobot
yang dihadapi. dengan menggunakan perhitung-an
matematika yang disebut dengan meto-de
delta rule. Perubahan pembobot (W) dalam
hidden yang didapatkan sesuai deng-an
Xi persamaan :
Vi W Yk
∆W jk = αδ k Z j (10)
dimana ∆Wjk: perubahan nilai pembobot Wij ,
α: konstanta laju pembelajaran, δk: Galat
Zj output ke k, Zj: fungsi sigmoid. Perubahan
Z pembobot (W) dalam hidden yang didapat-kan
sesuai dengan persamaan :
Gambar 2. Model JST BP ∆Vij = αδ j X i (11)
Adapun algoritma pelatihan Sehingga nilai perbaikan pembobot dapat
backpropagation lebih rinci(2) (sesuai dengan dibuat persamaan sebagai berikut:
Gambar 2) adalah sebagai berikut:
W jk (br ) = W jk (lm) + ∆W jk (12)
1. Inisialisasi pembobot (Weight)
Pembobot awal dipilih secara acak (random), Vij (br ) = Vij (lm) + ∆Vij (13)
kemudian setiap sinyal input diberikan ke
Nilai laju pelatihan harus dipilih antara 0
dalam noda dalam input layer, lalu sistem akan
sampai dengan 0.9. Laju pelatihan menen-
mengirim sinyal ke noda dalam hidden layer .
tukan kecepatan pelatihan sam-pai sistem
2. Perhitungan nilai aktivasi
mencapai keadaan optimal. Prisip dasar
Setiap noda pada hidden layer, dihitung nilai
algoritma backpropagation adalah memper-
net inputnya dengan cara menjumlahkan
kecil galat hingga mencapai minimum global.
seluruh ha-sil perkalian antara noda input (Xi)
Minimum lokal adalah dimana galat sistem
dengan pem-bobotnya (Vij), sebagaimana
turun, akan tetapi bukan merupakan solusi
pada persamaan 5.
n
yang baik bagi jaringan tersebut. Pemilihan
Z ij = ∑ X iVij (5) nilai laju pelatihan sangat penting karena jika
i =1
nilainya besar akan membuat sistem jaringan
83
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
melompati nilai minimum lokalnya dan akan a. Jeruk nipis di atas kain hitam dan putih
berosilasi sehingga tidak menca-pai sebagai latar belakang dan terfokus oleh
konvergensi. Sebaliknya nilai laju pela-tihan kamera CCD dengan jarak 18.2 cm.
yang kecil menyebabkan sistem jaringan Sedangkan lampu pijar yang ditutupi dengan
terjebak dalam minimum lokal dan kertas karton diletakkan pada ketinggian 35.5
memerlukan waktu yang lama selama proses cm di atas buah jeruk nipis dengan sudut
pelatihan. Untuk menghindari keadaan pencahayaan 350 .
tersebut maka ditambahkan suatu nilai b. Citra jeruk nipis direkam dengan ukuran: 256 x
konstanta momentum antara 0 sampai dengan 192 piksel dan tingkat intensitas cahaya RGB:
0.9 pada sistem tersebut, dengan demikian 256
nilai laju pelatihan dapat ditingkatkan dan c. Citra jeruk nipis direkam dalam file bereks-
osilasi pada sistem dapat diminimumkan. tensi bmp dengan 145 KB.
Perubahan nilai pembobot setelah dilakukan d. Binerisasi citra jeruk nipis untuk memisahkan
penambahan konstanta momentum sesuai latar belakang dan objek, sebagaimana pada
dengan persamaan sebagai berikut: Gambar 3.
∆W jk (br ) = αδ k Z j + β∆W jk (lm) (14) e. Proses thresholding yang akan didapat hasil
pengolahan citra digital, yaitu: nilai luas
∆Vij (br ) = αδ j X i + β∆Vij (lm) (15) proyeksi, indeks warna merah (r), hijau (g),
dimana β adalah konstanta momentum. biru (b), energi, entropy, kontras dan
4. Iterasi homogenitas, sebagaimana pada Gambar 4.
Proses (2) dan (3) dilakukan secara berulang-
ulang dan setiap perulangan mencakup
pemberian contoh pasangan nilai input-output,
perhitungan nilai aktivasi dan perubahan nilai
pembobot.
Kinerja jaringan dapat juga dinilai berdasarkan nilai
RMSE, sebagaimana pada persamaan 16.
RMSError =
∑ (Y
k − Tk ) 2 (16) Gambar 3. Proses bine- Gambar 4. Proses
n Risasi citra jeruk nipis. thresholding
dimana : Yk=nilai prediksi jaringan, Tk=nilai target f. Setelah data hasil pengolahan citra didapat,
yang diberikan pada jaringan dan n=jumlah contoh maka data tersebut digunakan sebagai
data pada set validasi. masukan JST untuk dapat menentukan mutu
jeruk nipis, sebagaimana pada Tabel 1.
3. METODOLOGI PENELITIAN Adapun model yang digunakan sebagai-mana
3.1. Bahan dan Alat Penelitian pada Gambar 5.a. dan 5.b.
Bahan penelitian yang digunakan adalah
LP
jeruk nipis segar dengan berbagai tingkat mutu (A,
B, C dan D) masing-masing 50 buah sampel. r
Peralatan yang digunakan untuk pengolahan g O1
citra adalah kamera charge Coupled device (CCD- b O2
OC-05 D (Digital video camera)), 4 buah lampu (5 eg O3
W / 220 V / 50 Hz.), kertas karton putih dan
et O4
perangkat lunak dalam bahasa MS. VB. 6.0 under
windows ME. Peralatan untuk pengolahan kt
konvensional adalah Timbangan digital (METTLER hm
PM-48000), Rheome-ter model CR-30,
Gambar 5.a. Model 1 JST mutu.
refraktometer digital (Atago model PR-201 (0- O1
LP
60%)), jangka sorong (caliper), penggaris dan
penggaris busur. r
O2
g
3.2. Prosedur Penelitian b O3
Jeruk nipis segar dengan berbagai mutu, kt
terlebih dahulu dibersihkan dari noda/kotoran yang
hm O4
melekat permukaan kulit buah. Adapun prosedur
penelitian adalah sebagai berikut : Gambar 5.b. Model 2 JST mutu.
84
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
(awal tua/tua)
0.40
B 0 1 0 0 16 – 20 bh/kg
(awal tua/tua) 0.35
C 0 0 1 0 10 – 15 bh/kg
(matang/lewat 0.30
matang) 100 120 140 160 180 200
(matang/lewat
matang) Gambar 8. Sebaran nilai indeks warna merah
dengan umur petik SBM
g. Pelatihan JST pada dua model tersebut Indeks warna hijau dapat membeda-kan
menggunakan algoritma backpropaga-tion, umur petik 140 hari pada ambang batas bawah
dimana sebelum melakukan pelatihan terlebih 0.392 dengan umur petik 160 hari dan umur petik
dahulu menentukan nilai laju konstanta 160 hari pada ambang batas bawah 0.377 dengan
momentum dan fungsi aktivasi. Adapun dalam umur petik 180 hari, akan tetapi indeks warna hijau
percoba-an ini nilai konstanta yang digunakan tidak dapat membedakan umur petik 120 hari
adalah parameter nilai laju pembelajaran (α) = dengan umur petik 140 hari dan umur petik 160
0.8, parameter nilai konstanta mo-mentum (β) hari. Gambar 9 memperlihatkan sebaran nilai
= 0.8 dan parameter nilai fungsi aktivasi = 1. indeks warna hijaudengan umur petik SBM.
Jumlah pengulangan sebanyak 3000 kali,
0.45
sebagaimana terli-hat pada Gambar 6.
Indeks Warna Hijau
0.21
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Evaluasi Tingkat Kematangan Jeruk Nipis 0.18
85
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
RMSE
11 memperlihatkan sebaran nilai kontras dengan 0.0175
umur petik SBM.
0.0170
Fitur homogenitas dapat membedakan umur
petik 180 hari pada ambang atas 0.762 dengan 0.0165
120 hari dan 140 hari, akan tetapi data 6 9 12 15
homogenitas antara umur petik 120 hari dan 140 HIDDEN
hari dengan 160 hari tidak menunjukkan Gambar 13. Grafiks RMSE tingkat mutu
perbedaan yang signifikan. Gambar 12 model 1 dengan sejumlah
memperlihatkan sebaran nilai homogenitas hidden pada iterasi 3000
dengan umur petik SBM.
3.0 Tabel 2 mengindikasikan hasil validasi mutu
2.5 dengan jumlah hidden 6, 9, 12 dan 15. Setelah
2.0 diverifikasi hasil model 1 dengan persamaan 17
Kontras
0.8
TOTAL 89.58 89.58 87.50 95.83
0.6
5. KESIMPULAN
1) Indeks warna merah dapat membedakan umur
0.3 petik 120 hari dengan 140 hari dan umur petik
100 120 140 160 180 200
Umur Petik SBM (hr)
140 hari dengan umur petik 160 hari, indeks
warna hijau dapat membedakan umur petik
Gambar 12. Sebaran homogenitas 140 hari dengan 160 hari dan umur petik 160
dengan umur petik SBM. hari dengan umur petik 180 hari, indeks warna
4.2. Pelatihan dan Validasi Jaringan Syaraf biru dapat membedakan umur petik 120 hari
Tiruan dengan 160 dan 180 hari.
Nilai laju pembelajaran (α) = 0.8, konstanta 2) Dalam pengolahan data tekstur yang dapat
momentum (β) = 0.8, nilai fungsi aktivasi = 1 dan digunakan adalah fitur kontras dan
jumlah iterasi =3000 dengan jumlah lapisan homogenitas, Fitur kontras dapat
tersembunyi 6, 9, 12 dan 15. membedakan umur petik 180 hari dengan 120
Kinerja jaringan terletak pada RMSE, dan 140 hari, Fitur homogenitas dapat
semakin rendah nilai RMSE yang dihasilkan pada membedakan umur petik 180 hari dengan 120
pelatihan, maka semakin baik kinerja jaringan. hari dan 140 hari.
Hasil pelatihan JST pada mutu model 1 dipilih, 3) Keakuratan model JST yang paling ideal
dengan spesifikasi model: 8 parameter input, 15 adalah menggunakan parameter hasil
lapisan tersembunyi dan 4 keluaran karena pengolahan citra sebagai data masukan
terendah nilai errornya dan paling tepat dalam tingkat mutu (r, g, b, energi, entropi, kontras,
menentukan mutu. Adapun keterkaitan antara homogenitas dan luas proyeksi) dapat
lapisan tersembunyi dengan error sebagaimana menentukan mutu buah jeruk nipis dengan
ter-lihat pada Gambar 13. tingkat keakuratan 95.83 %.
86
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
87
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
88
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
Abstract
Knowledge Management (KM) dapat mempercepat pembelajaran bersama untuk
mengembangkan sumber daya manusia yang mampu meningkatkan kemampuan
daya saing dan merespons perubahan pasar secara proaktif. Pemahaman
terhadap knowledge management sangat diperlukan untuk mengetahui
pengaruhnya dalam organisasi. Pendekatan kesisteman melalui system dynamic
dapat dipergunakan untuk mengetahui pengaruh knowledge management tersebut
dengan baik. Tulisan ini menjelaskan penggunaan system dynamic untuk
mengetahui pengaruh knowledge management dalam peningkatan sumber daya
manusia melalui pembelajaran bersama.
89
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
proses tersebut akan menjadi satu budaya dari Penerapan KM akan memberikan pengaruh
perusahaan tersebut, dan akhirnya perusahaan terhadap proses bisnis perusahaan:
akan membentuk organisasi yang berbasis pada
pengetahuan. 1. Penghematan waktu dan biaya. Dengan
Projek Knowledge Management (KM) dapat adanya sumber pengetahuan yang terstruktur
diklasifikasikan dalam beberapa tipe yaitu (4) : dengan baik, maka perusahaan akan mudah
untuk menggunakan pengetahuan tersebut
1. Mengumpulkan dan menggunakan ulang untuk konteks yang lainnya, sehingga
pengetahuan terstruktur. Pengetahuan sering perusahaan akan dapat menghemat waktu
tersimpan dalam beberapa bagian dari output dan biaya.
yang dihasilkan perusahaan, seperti disain 2. Peningkatan aset pengetahuan. Sumber
produk, proposal dan laporan projek, prosedur- pengetahuan akan memberikan kemudahaan
prosedur yang sudah diimplementasikan dan kepada setiap karyawan untuk
terdokumentasikan dan kode-kode software memanfaatkannya, sehingga proses
yang mana semuanya dapat dipergunakan pemanfaatan pengetahuan di lingkungan
ulang untuk mengurangi waktu dan sumber perusahaan akan meningkat, yang akhirnya
yang diperlukan untuk membuatnya kembali. proses kreatifitas dan inovasi akan terdorong
2. Mengumpulkan dan berbagi pelajaran yang lebih luas dan setiap karyawan dapat
sudah dipelajari (lessons learned) dari praktek- meningkatkan kompetensinya.
praktek. Tipe projek ini mengumpulkan penge- 3. Kemampuan beradaptasi. Perusahaan akan
tahuan berasal dari pengalaman yang harus dapat dengan mudah beradaptasi dengan
diinterpretasikan dan diadopsi oleh user dalam perubahan lingkungan bisnis yang terjadi.
kontek yang baru. Projek ini biasanya melibat- 4. Peningkatan produktfitas. Pengetahuan yang
kan sharing pengetahuan atau pelajaran sudah ada dapat digunakan ulang untuk
melalui database seperti lotus notes. proses atau produk yang akan dikembangkan,
3. Mengidentifikasi sumber dan jaringan sehingga produktifitas dari perusahaan akan
kepakaran. Projek ini bermaksud untuk menja- meningkat.
dikan kepakaran lebih mudah terlihat dan
mudah diakses bagi setiap karyawan. Dalam
hal ini adalah untuk membuat fasilitas koneksi 3. MODEL SIMULASI
antara orang yang mengetahui pengetahuan
dan orang yang membutuhkan pengetahuan. Tulisan ini memberikan satu model pengaruh
4. Membuat struktur dan memetakan pengeta- penerapan knowledge management (KM) untuk
huan yang diperlukan untuk meningkatkan pengembangan sumber daya manusia (SDM)
performansi. Projek ini memberikan pengaruh dalam perusahaan pengembangan sistem
seperti pada proses pengembangan produk teknologi informasi. Perusahaan yang bergerak
baru atau disain ulang proses bisnis dengan dalam bidang teknologi informasi sangat kental
menjadikan lebih explisit atau terbuka dari dengan penyimpanan dan penggunaan sumber
pengetahuan yang diperlukan pada tahap- pengetahuan untuk menyelesaikan projek atau
tahap tertentu. pengembangan sistem. Sehingga proses
5. Mengukur dan mengelola nilai ekonomis dari pembelajaran untuk mendukung proses
pengetahuan. Banyak perusahaan mempunyai pengembangan SDM tidak hanya bertumpu pada
aset intelektual yang terstuktur, seperti hak proses pelatihan formal saja, tetapi mungkin
patent, copyright, software licenses dan data- diperoleh melalui pengalaman atau diskusi-diskusi.
base pelanggan. Dengan mengetahui semua Untuk membangun model pengaruh KM pada
aset-aset ini memungkinkan perusahaan untuk proses pengembangan SDM dapat digunakan
membuat revenue dan biaya untuk diagram cuase-effect. Dan dari diagram ini akan
perusahaan. mudah dibangun simulasi yang menggunakan
teknik System Dynamic.
6. Menyusun dan menyebarkan pengetahuan Personal knowledge (pengetahuan yang
dari sumber-sumber external. Perubahan dimiliki pribadi) akan membentuk organizational
lingkungan bisnis yang cepat dan tidak knowledge (pengetahuan yang dimiliki
menentu telah meningkatkan kepentingan dan perusahaan). Bertambahnya pengetahuan yang
kesungguhan pada business intelligence dimiliki pribadi akan bertambahnya pula
system. Dalam projek ini perusahaan pengetahuan yang dimiliki oleh perusahaan, atau
berusaha mengumpulkan semua laporan dari sebaliknya (Gambar 1).
luar yang berhubungan dengan bisnis. Dalam
projek ini diperlukan editor dan analyst untuk
menyusun dan memberikan konteks terhadap
informasi-informasi yang diperoleh tersebut.
90
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
+
Staff Interaksi Antar Peningkatan OK
Pribadi +
Rekrutasi Peningkatan PK
+
91
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
92
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
Abstract
The safety factor of system operator in chemical industry is very important for the
system operator. In these globalization era where the operation controller machine
is remotely operated, the operators can work in safety room for controlling of
chemical product area as dangerous localisation. One of the applications of
chemical production process in this research is a visualization and product
database of water vessel filling. In this liquid filling process is used a
microcontroller type MCS-51 as a transmitter and as data receiver of used sensor.
Beside that, installed computer and his database were operated on real time to
make a with various parameter integrated system. The process of production
control consists of 4 steps, which are process monitoring, quality control, reporting
and product data archive.
93
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
II. Konfigurasi
Gambar 2.
Program visualisasi pengisian botol
Kontroler
Kontroler ini merupakan alat pengendali dari
sistem ini dan dipilih untuk menggunakan
Mikrokontroler jenis MCS-5`1 yang juga telah
diprogram untuk mengendalikan mesin mesin
produksi.
Gambar 1. Diagram Blok
Mesin Produksi
PC Pada bagian mesin produksi Pengisian Botol
PC atau Personal Computer digunakan sebagai digunakan berbagai perangkat, yaitu: Konveyor
GUI (Graphical User Interface) yang berfungsi beserta motor penggeraknya, mesin pompa,
untuk mengendalikan dan sekaligus memonitoring solenoid, limit switch dan level tank. Sistem
sistem serta menyimpan data-data produksi guna tersebut dapat dilihat pada gambar 3 berikut:
pengarsipan.
94
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
Tombol Maintenance
95
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
96
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
Abstract
The Fuzzy Logic control has presented for a speed controlling of DC motor of
Tablet product machine “kempa tablet” The Fuzzy Logic control is a summe of
functions, which are built on the MATLAB. Control system based on designed of
motor DC with programmable fuzzy logic from computer programs. The Fuzzy
Logic Toolbox in MATLAB is a tool for problemsolving with fuzzy logic principle.
Research by this program is very interest, because it can make a good result of
linearity of some problem parameters. This Paper discusses about a models of
linear, time invariant (LTI) dynamical systems using functions from the Control
System Toolbox. It begins by developing a simple single-input, single-output
(SISO) model of a DC motor and describes the various model representations.
Typically, control engineers is began by a developing a mathematical description of
the dynamical system.This to-be-controlled system is called a plant. An used plant
in this research is the DC motor. This research develops the differential equations
that describe the electromechanical properties of a DC motor with an inertial load.
The result shows a good linearity models of used Control System Toolbox.
r u y
PENGENDALI PLANT
+
-
Gambar 1
Pengendali Kecepatan Diagram Blok Sistem Motor
97
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
Dari gambar 1 dapat dilihat prinsip kerja Model persamaan tersebut dinyatakan dalam
pengendali yang berguna untuk mempertahankan bentuk berikut:
kondisi perputaran motor yang mana akibat •
perputaran ini bisa menghasilkan kecepatan x = Ax + Bu ( 1)
motor yang akan dikendalikan oleh pengendali dan y = Cx + Du
close loop (loop tertutup) umpan balik akan
membantu pengendali untuk menentukan nilai
response yang dihasilkan input r (masukan) dan matriksnya sebagai berikut :
maupun output y (keluaran) sehingga nantinya
hasil keluaran sesuai dengan hasil yang − 10.00 1.00 0
diinginkan. A= ; B=
− 0.02 − 2.00 2
Adapun keluaran y merupakan kecepatan motor
DC (Arus Searah) dari sistem motor yang C = [1 0] D = [0 0] (II)
bebasiskan pada simulasi komputer dengan
software MATLAB. Data motor DC yang digunakan Selanjutnya, dibuat simulasi dari sistem motor DC
dalam simulasi MATLAB tersebut, menggunakan dengan Lup terbuka (Open Loop), seperti dalam
data motor dari web site www.engin.umich.edu [3] gambar 2 berikut ini :
sebagai berikut:
98
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
Gambar 3
Keluaran Lup Terbuka dari simulasi Sistem motor DC
Dari Gambar 3 diatas Terlihat bahwa keluaran dari Locus maka akan terlihat gambar sebagai berikut:
sistem motor Dc ini memiliki waktu penetapan
(settling time) sekitar 2,07 detik dan parameter
kecepatan 0.1 rad/s, sehingga sistem ini masih
kurang sempurna dan kurang memuaskan sebab
sistem ini membutuhkan waktu penetapan (settling
time) yang sangat lama jadi respon sistem ini
kurang praktis dan dari parameter kecepatan yang
telah ditetapkan respon sistem membutuhkan
waktu sekitar 3 detik untuk mencapai keadaan
tunak (steady state). Jadi yang diinginkan adalah
ketika peralatan ini dihidupkan, motor harus
berkombinasi dengan sistem secepat mungkin dan
sistem mencapai keadaan tunak dengan waktu Gambar 4
yang cepat. Maka dari itu perlu adanya pengendali Diagram Root Locus dari sistem motor DC
untuk mengendalikan sistem tersebut yang
mengatur besar amplitude dan waktu penetapan,
sehingga kecepatan motor dc ini konstan dan Dari gambar terlihat bahwa ada satu pasang
seimbang tanpa mengalami overshoot. poles pada sumbu nyata (real-axis) dalam gambar
tersebut yaitu poles yang terletak disebelah kiri
Untuk menentukan pengendali apa yang sesuai pada sumbu nyata bernilai –10 dan poles yang
untuk sistem maka, program MATLAB terletak di sebelah kanan pada sumbu nyata (real
menyediakan suatu fasilitas yang gunanya untuk axis) bernilai –2. Sekarang yang dibutuhkan dari
melihat kestabilan sistem yaitu Root Locus. sistem ini adalah waktu penetapan (settling time)
dan overshoot sekecil mungkin. Damping yang
Maka dari itu bisa dilihat kestabilan sistem dari besar yang cocok untuk titik pada root locus dekat
persamaan Transfer Function yaitu persamaan: sumbu nyata (real axis) dan respon cepat dari
sistem yang cocok untuk titik pada root locus jauh
di sebelah kiri dari sumbu imajiner (imaginary axis).
θ a (s) Ka
Gm( f . f ) (s) = = Untuk menemukan gain yang cocok untuk titik
Va (s) s{(Ra + sLa )(sJ + F) + Ka Kb } pada root locus, maka dari fasilitas MATLAB
Dengan memasukkan persamaan tersebut ke berupa perintah rlocfind, maka bisa ditemukan
dalam program MATLAB dengan fasilitas Root gain dan plot step response. Dengan simulasi dari
MATLAB terlihat gambar diagram Root Locus.
99
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
RIWAYAT PENULIS
100
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
Abstract
The heart failure is the most common reasons of death nowdays, but if the medical
help is given directly, the patient’s life may be saved in many cases. Numerous
heart deseas can be detected by means of analysing cardiogram. This paper
presents an algorithm for extracting characteristic features of ECG signals. The
features are used to detect lifethreatening arrhytmias.
berkonstraksi lebih cepat dari pada bagian ditunjukan oleh gambar 1, biasanya merupakan
ventrikel sehingga terjadi pengisian darah di gabungan dari gelombang P, Q, R, S, T dan U.
ventrikel sebelum dipompa ke seluruh tubuh. Masing-masing gelombang tersebut
Pada jantung terdapat beberapa sel pemicu merepresentasikan proses kelistrikan jantung [2].
denyut jantung yang dapat merubah sistem Kegunaan elektrokardiogram ini yang sangat
kelistrikan jantung. Sinyal ECG mereflesikan bermanfaat untuk mengetahui kondisi jantung
peristiwa kelistrikan yang terjadi dalam jantung. pasien, sehingga menjadikan alat ini sebagai
Aktifitas kelistrikan dalam jantung ini dapat peralatan standar bagi semua rumah sakit.
101
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
E1 [n]
diamati [3]. Salah satu cara yang banyak dilakukan
adalah dengan menggunakan bantuan komputer E 2 [n] = 10 (2)
untuk mengetahui karakteristik dari sinyal. Dengan [E max − E min ]
cara ini, maka deteksi bentuk sinyal (P, QRS, T),
interval yang memisahkan mereka, durasi, dimana E max dan E min adalah nilai maksimum
fluktuasi dapat dilakukan dengan lebih teliti.
Akuisisi rekaman ECG berkualitas tinggi sangat dan minimum dari E1 dalam interval waktu
penting untuk mendeteksi munculnya gejala tertentu.
arrhythmias pada serangan jantung mendadak. Sinyal yang sudah diskala kemudian
Kesulitan-kesulitan di atas dapat dikuadratkan untuk memperkirakan kekuatannya
ditanggulangi dengan merancang sebuah dan dihaluskan dengan moving window integrator
perangkat lunak yang dapat menganalisa secara [2,5],
online maupun offline gelombang ECG dan 2
N1
kemudian mendiagnosanya sehingga probabilitas 1
penyakit yang diderita dapat diketahui. Beberapa E3 [n] = ∑ (E2 [n + i]) (3)
hal yang bisa diharapkan adalah adanya
2 N 1 + 1 i = − N1
peningkatan ketelitian membaca pola ECG dan sinyal E3[n] merepresentasikan perkiraan kekuatan
pengurangan durasi waktu dalam memeriksa jangka pendek ECG yang sudah difilter sekitar
kompleks QRS ventrikular . waktu n.
Proses dynamic thresholding kemudian
II. PEMROSESAN SINYAL DAN DETEKSI QRS dilakukan untuk mendeteksi onset dan offset
gelombang QRS [2,5]
Analisa data ECG secara lebih detail dapat
E3 [n + 1] − T [n ]
diuraikan sebagai berikut. Proses ekstrasksi T [n + 1] = T [n] + +B (4)
informasi yang terkait dengan karakteristik sinyal K
ECG seperti durasi sinyal, luas area dan lebar
gelombang QRS dilakukan oleh perangkat lunak [ ] []
dimana T n + 1 dan T n adalah nilai T yang
dalam komputer. Diagram blok dari algorithma
yang digunakan untuk mendeteksi karakteristik
baru dan nilai T yang lama. E 3 n + 1 adalah [ ]
sinyal ECG dapat dilihat pada Gambar 2. [2] sinyal ECG yang telah difilter, dan B adalah nilai
Pemrosesan sinyal ECG dilakukan secara offset. Adanya noise dan gangguan bentuk
simultan melalui dua jalur pemroses. Jalur pertama gelombang kadang masih menyebabkan
digunakan untuk memproses sinyal berfrekuensi kesalahan deteksi gelombang QRS. Threshold
tinggi (gelombang QRS), sedangkan jalur kedua dapat diadaptasikan dalam berbagai situasi
digunakan untuk menapis sinyal berfrekuensi berdasarkan faktor pembobot K. Terakhir, setelah
rendah (gelombang P dan T). Pada jalur pertama, menggunakan dynamic threshold maka posisi
gelombang ECG ditapis dengan menggunakan kompleks QRS dapat diketahui dengan mencari
filter lolos pita untuk mengekstrak komponen dari []
lokasi sinyal E 3 n maksimum dalam periode
gelombang QRS. Setelah pemfilteran, beberapa deteksi QRS.
tahapan pemrosesan dilakukan seperti baseline Dalam penelitian ini untuk klasifikasi
removal, pengkuadratan, penyekalaan dan gelombang QRS digunalan metoda Minimum
penapisan dengan menggunakan moving average. distance classifier. Dibandingkan metoda lainnya,
102
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
Sinyal ECG
Puncak R
Analisa
Diagnosa
103
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
Gambar 3 Sinyal EKG Asli Sebelum Tahap Digital Bandpass Filter dilakukan
Lalu window digerakkan sebanyak 512 Setelah proses base line removal dilakukan,
langkah selanjutnya yang dilakukan adalah proses
averaging, scaling dan squaring. Untuk proses
squaring, sinyal dikuadratkan dan dihaluskan
bentuknya dengan menggunakan moving window
integrator. Lebar window integrator yang
digunakan sama dengan 5. Gambar 6 menunjukan
hasil dari proses squaring tersebut.
Garis batas (threshold) digunakan sebagai
batas acuan untuk mendeteksi kompleks QRS.
Garis threshold ini akan mengikuti sinyal ECG,
Gambar 4 Fungsi Pembobot (Weighting Function) namun apabila terjadi perubahan yang mendadak,
Untuk Perkiraan Garis Dasar [2] maka garis ini tidak akan mampu mengikuti sinyal
ECG tersebut. Sehingga area gelombang akan
sampel dan prosedur diatas diulangi. Alasan berada di atas garis threshold dan area tersebut
dilakukan ini adalah untuk menghilangkan dianggap sebagai kandidat kompleks QRS.
diskontinuitas dari pendekatan kurva pada akhir Dengan menemukan nilai maksimum dari
window. Hasil yang didapatkan setelah proses suatu sinyal pada periode deteksi tertentu, maka
base removal dapat dilihat pada Gambar 5. Dari lokasi puncak R dapat diketahui seperti yang
gambar tersebut terlihat bahwa garis dasarnya terlihat pada Gambar 7.
mendekati nilai nol.
104
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
105
Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2004
3. L. Schamroth, An Introduction to
electrocardiography, Blackwell Scientific
Gambar 9 Lima QRS Berurutan Yang Dijadikan
Publication, Oxford, 1990.
Input Dalam Analisa
4. MIT/BIH Arrhythmia Database, Harvard
University & Massachusetts Institute of
Dari hasil tersebut dapat ditentukan
Technology Division of Health Sciences and
beberapa karakteristik yang akan digunakan dalam
Technology, Cambridge, MA.
diagnosis yaitu :
• Interval antar kelima kompleks QRS (t1, t2, t3, t4)
dalam satuan detik. 5. J.G. Proakis and D. G. Manolakis, Digital Signal
Processing. Principles, Algorithms and
• Denyut jantung per menit.
Applications, Third Edition, Prentice Hall Inc.,
New York, 1996.
• Jumlah kompleks QRS ventrikular diantara lima
denyut yang dianalisa.
• Varian interval. 6. K. P. Lin, and W.H. Chang, “ A Technique for
• Waktu yang terhitung sejak kompleks QRS Automated Arrhythmia Detection of Holter ECG,
terakhir. Engineering in Medicine and Biology Society,
Vol. I, 1997, pp. 183-184.
Kelima hal di atas menjadi variabel dalam
expert system, dimana untuk setiap variabel 7. Ricardo Poli et al. , “A Genetic Algorithm
didefinisikan sebuah subset fuzzy dengan nilai Approach to Design of Optimal QRS Detectors,
yang telah ditentukan dari berbagai sumber [2]. IEEE Trans. on Biomedical Engineering, 11(42),
1995, pp.1137-1141.
106