Está en la página 1de 44

http://anshorysyakoer.blogspot.co.id/2011/10/problematika-guru-dalampendidikan_30.

html

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG


Berbicara tentang pendidikan, kita tidak bisa melupakan sosok seorang guru.
Seperti yang kita ketahui bahwa guru memiliki peran yang sangat penting
dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. Keberhasilan proses belajar
mengajar di kelas sebagian besar tergantung pada guru, karena guru dapat
menciptakan situasi belajar yang menyenangkan atau membosankan. Guru
juga menjadi fasilitator yang membawa siswa untuk terlibat dalam proses
belajar aktif. Di sisi lain, ada banyak masalah mungkin dihadapi oleh guru
dalam mensukseskan proses belajar mengajar. Selanjutnya, pendidikan Islam
tampaknya menghadapi masalah yang lebih rumit karena memiliki peran
yang lebih penting untuk menjadi pedoman dalam kehidupan manusia. Guru,
terutama guru dari lembaga pendidikan Islam harus menjadi guru yang
berkualifikasi dilengkapi dengan kompetensi akademis, pribadi, dan sosial. B.
RUMUSAN MASALAH Dari latar belakang di atas, dapat ditarik rumusan
sebagai

berikut:

1.

Apa

pengertian

problematika

guru/guru

PAI?

2.

Bagaimanakah model penelitian tentang problema guru? 3. Apa saja


problematika guru dalam pendidikan islam (PAI) di Indonesia? C. TUJUAN
PEMBAHASAN 1. Untuk mengetahui pengertian problematika guru PAI 2.
Untuk

mengetahui

model

penelitian

guru

PAI

3.

Untuk

mengetahui

problematika guru dalam PAI di Indonesia. BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian


Problematika Guru/Guru PAI 1. Problematika Istilah problema/problematika
berasal dari bahasa Inggris yaitu "problematic" yang artinya persoalan atau
masalah. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, problema berarti hal yang
belum dapat dipecahkan; yang menimbulkan masalah; permasalahan; situasi
yang dapat didefinisi sebagai suatu kesulitan yang perlu dipecahkan, diatasi
atau disesuaikan.[1] Menurut Endang Porwanti (1994 : 20) menyatakan
bahwa "problema/problematika adalah suatu kesenjangan antara harapan
dan kenyataan yang diharapkan dapat menyelesaikan atau dapat diperlukan
atau dengan kata lain dapat mengurangi kesenjangan itu." Jadi, problema
adalah berbagai persoalan-persoalan sulit yang dihadapi dalam proses
pembelajaran, baik yang datang dari individu guru (faktor eksternal) maupun
dalam proses pembelajaran yang berlangsung di sekolah (faktor intern).[2] 2.
Guru/Guru PAI Dalam pengertian yang sederhana, guru adalah orang yang
memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan
masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat
tertentu, tidak mesti dilembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid,
di surau/mushalla, dirumah, dan sebagainya.[3] Guru merupakan jabatan
atau profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Sedangkan
yang

dimaksud

dengan

guru

agama

adalah

"orang

dewasa

yang

bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik dengan memberikan


pertolongan terhadap mereka dalam perkembangan jasmani dan rohaninya
agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi

tugasnya sebagai hamba atau khalifah Allah maupun sebagai makhluk sosial
serta makhluk individu yang mandiri".[4] Pendidikan agama adalah usahausaha secara sistematis dan progmatis dalam membantu anak didik agar
mereka

hidup

sesuai

dengan

ajaran

Islam.

(Zuhairini,

1983

27).

Berdasarkan definisi diatas, dapat difahami bahwa guru pendidikan agama


islam adalah orang dewasa yang memiliki keahlian dalam ilmu keguruan
yang bertugas untuk mendidik dan mengajar anak hingga memperoleh
kedewasaan baik jasmani maupun rohani yang pada akhirnya anak didik
tersebut mampu menjalankan tugasnya sebagai khalifah Allah SWT, serta
mampu berinteraksi sosial di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.

Oleh

karena

itu,

guru

merupakan

salah

satu

komponen

manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha
pembentukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang potensial di bidang
pembangunan. (Sardiman, 2007 : 125).[5] Jadi problematika guru dalam
pendidikan agama islam adalah persoalan-persoalan sulit yang dihadapi
dalam proses pembelajaran oleh guru yang bertugas untuk mendidik dan
mengajar anak didik hingga memperoleh kedewasaan baik jasmani maupun
rohani dalam pendidikan agama islam. B. Model Penelitian Tentang Problema
Guru Dalam hubungannya dengan usaha memecahkan problema guru,
Himpunan Pendidikan Nasional (National Education Association) di Amerika
Serikat pernah melakukan penelitian tentang hal tersebut secara nasional
sejak tahun 1968 yang lalu sebagai berikut:[6] 1. Prosedur Pengumpulan
data dilakukan oleh bagian penelitian, N. E. A (National Education

Association) melalui survey pendapat umum guru (Opinion Survey) 1968 di


kalangan guru-guru sekolah negeri yang dijadikan samel secara nasional.
Kuesioner yang dibuat terdiri dari 17 macam pertanyaan tentang problema
guru yang dipandang potensional. Responden diminta untuk menunjukkan
bagi masing-masing guru mana suatu problema pokok dan tidak sama sekali
bukan problema di lingkungan sekolah masing-masing. Kemudian data yang
terkumpul dari kuesioner itu dijadikan landasan analisis. 2. Hasil yang
diperoleh Mereka mendapat 5 aspek pokok yang menyangkut kondisi dan
kompensasi tugas mengajar guru yang dipandang sebagai problema major + 25% dari responden dan -+ 40% responden yang menganggapnya sebagai
problema minor. Ini menempatkan sejumlah guru yang mempunyai problema
dalam aspek-aspek tersebut dalam kedudukan antara 65-75%. Adapun 5
Aspek pokok tersebut menyangkut hal-hal sebagai berikut: a. Sedikitnya
waktu untuk istirahat dan untuk persiapan pada waktu dinas di sekolah. b.
Ukuran kelas yang terlalu besar. c. Kurangnya bantuan administrative. d. Gaji
yang kurang memadai. e. Kurangnya bantuan kesejahteraan. Adapun aspek
yang berbeda pada ranking kedua adalah hal-hal yang berhubungan dengan
aspek-aspek yang lebih khusus tentang kegiatan sekolah, antara lain:[7] 1)
Bantuan yang memadai dari guru-guru khusus. 2) Tidak adanya bantuan
masyarakat kepada sekolah. 3) Pengelompokan murid yang kurang efektif
dalam kelas-kelas. 4) Rapat-rapat guru yang tidak efektif. Ada 3 aspek yang
memperoleh persentase paling rendah dalam deretan daftar problema
major, yaitu: a. Perkumpulan guru-guru local yang tidak efektif. b. Kurangnya

kesempatan untuk mengembangkan profesi, dan c. Sikap negative rekanrekan

pengajar

terhadap

tugas

mengajar.

Hasil-hasil

penelitian

ini

mempunyai arti penting bagi para administrator kependidikan di Negara kita


yang sedang berkembang ini. Bahkan di Negara maju seperti Amerika
Serikat saja masih terdapat keluhan di kalangan guru-guru sekolah negeri.
Masalah di bidang pengajaran yang belum mencukupi kebutuhan hidup dan
lain sebagainya yang tercermin dalam penelitian di atas. C. Problematika
Guru PAI 1. Problematika Guru Secara Umum Ada beragam problem yang
dihadapi oleh guru, yang secara umum dapat diuraikan sebagai berikut:[8]
a) Rendahnya penguasaan IPTEK Memasuki era persaingan global sekarang
ini, penguasaan IPTEK menyebabkan rendahnya kualitas nilai SDM. Hal ini
merupakan ancaman sekaligus tantangan yang nyata bagi guru khususnya
dan bangsa Indonesia pada umumnya dalam menjaga eksistensi guru
dimasa depan. b) Rendahnya kesejahteraan guru Hal lain yang juga
merupakan problem yang harus dihadapi oleh guru adalah rendahnya gaji
guru sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya secara memadai.
Seringkali orientasi kerja guru dituntut hanya semata-mata mengabdikan
dirinya untuk kepentingan profesi dan mengabaikan kebutuhan dasar
tersebut. Akibatnya kesejahteraan guru rendah dan timbulah keinginan
memperbaiki kesejahteraan itu. Dalam keadaan seperti ini, tenaga dan
pikiran guru akan lebih tersita untuk memenuhi kebutuhannya daripada
tuntutan profesinya. c) Kurangnya minat guru dalam meningkatkan kualitas
keilmuannya dengan melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Dalam hal ini seharusnya semua pihak memberi kelonggaran dan dukungan
sepenuhnya supaya guru mendapatkan kesempatan seluas-luasnya. d)
Rendahnya minat baca. Dengan cara menyadari tentang pentingnya
pengembangan wawasan keilmuan dan pengetahuan serta kemajuan dalam
dunia pendidikan sehingga guru bisa memiliki tingkat intelektual yang
matang. e) Guru seharusnya menyadari bahwa tugasnya yang utama adalah
mengajar dalam pengertian menata lingkungan agar terjadi kegiatan belajar
pada peserta didik. Berbagai kasus menunjukkan bahwa diantara para guru
banyak yang merasa dirinya sudah dapat mengajar dengan baik, meskipun
tidak dapat menunjukkan alasan yang mendasari asumsi itu. Asumsi keliru
tersebut seringkali menyesatkan dan menurunkan kreatifitas sehingga
banyak guru yang suka mengambil jalan pintas dalam pembelajaran baik
dalam perencanaan pelaksanaan maupun dalam evaluasi pembelajaran. f)
Aspek psikologi menunjukkan pada kenyataan bahwa peserta didik yang
belajar pada umumnya memiliki taraf perkembangan yang berbeda satu
dengan lainnya sehingga menuntut materi yang berbeda pula. g) Tidak
semua guru memiliki kemampuan untuk memahami peserta didik dengan
berbagai keunikannya agar mampu membantu mereka dalam menghadapi
kesulitan belajar. Dalam hal ini, guru dituntut memahami berbagai model
pembelajaran yang efektif agar dapat membimbing peserta didik secara
optimal. h) Dalam kaitannya dengan perencanaan, guru dituntut untuk
membuat persiapan mengajar yang efektif dan efisien. Namun dalam
kenyataannya dalam berbagai alasan, banyak guru mengambil jalan pintas

dengan tidak membuat persiapan ketika melakukan pembelajaran, sehingga


guru mengajar tanpa persiapan. i) Sering terjadi persiapan pembelajaran
(Mall Educative). Banyak guru yang memberikan hukuman kepada peserta
didik tidak sesuai dengan jenis kesalahan. Dalam pada itu seringkali guru
memberikan tugas yang harus dikerjakan peserta didik diluar kelas
(pekerjaan rumah) namun jarang sekali guru yang mengoreksi pekerjaan
siswa dan mengabaikannya tanpa memberi komentar, kritik, dan saran
untuk kemajuan peserta didik. Seharusnya guru menerapkan kedisiplinan
secara tepat waktu dan tepat sasaran. j) Guru sering mengabaikan
perbedaan individu peserta didik. Sebagaimana diketahui bahwa peserta
didik memiliki perbedaan individual yang sangat mendasar yang perlu
diperhatikan dalam pembelajaran. Peserta didik memiliki emosi yang sangat
variatif dan sering memperlihatkan sejumlah perilaku tampak aneh. Setiap
peserta didik memiliki perbedaan yang unik, memiliki kekuatan, kelemahan,
minat, dan perhatian yang berbeda-beda. Latar belakang keluarga, latar
belakang sosial ekonomi dan lingkungan, membuat peserta didik berbeda
dalam aktivitas, inteligensi, dan daya kompetensinya. Dalam hal ini tidak
sesuai dengan apa yang harus menjadi hak dan kewajiban seorang guru,
bahwa hak seorang guru adalah:[9] 1) Memperoleh penghasilan di atas
kebutuhan

hidup

minimum

dan

jaminan

kesejahteraan

social;

2)

Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi


kerja; 3) Memperoleh perlindungan dalam melaksanaan tugas dan hak atas
kekayaan intelektual; 4) Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan

kompetensi; 5) Memperoleh dan memanfaatjkan sarana dan prasarana


pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan; 6)
Memiliki kebebasan dalam penilaian dan ikut menentukan kelulusan,
penghargaan dan/sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah
pendidikan,

kode

etik

guru,

dan

peraturan

perundang-undangan;

7)

Memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan


tugas; 8) Memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi; 9)
Memiliki

kesempatan

untuk

berperan

dalam

penentuan

kebijakan

pendidikan; 10) Memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan


meningkatkan

kualifikasi

akademik

dan

kompetensi;

dan/atau

11)

Memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya. 2. Arti


Pendidikan dan Pendidikan Islam Pendidikan Islam menurut Langgulung
setidak-tidaknya tercakup al: yaitu al tarbiyah al diniyah (pendidikan
keagamaan), talim al din (pengajaran agama), al talim al diny (pengajaran
keagamaan), al talim al Islamy (pengajaran keislaman) tarbiyah al muslimin
(pendidikan orang-orang islam), al tarbiyah fi al islam (pendidikan dalam
islam), al tarbiyah inda al muslimin (pendidikan dikalangan orang-orang
islam), dan al tarbiyah al Islamiyah (pendidikan islam). Didalam konteks
pendidikan Islam, pendidikan berarti pandangan hidup, sikap hidup, dan
keterampilan hidup tersebut harus bernafaskan atau dijiwai oleh ajaran dan
nilai-nilai Islam yang bersumber dari al-Quran dan as Sunnah/al Hadits.
Pandangan yang dikotomis antara aspek kehidupan dunia dan akhirat
memandang dengan sebelah mata terhadap pendidikan yang berkaitan

dengan agama Islam pendidikan keagamaan dihadapkan dengan pendidikan


non keagamaan. Karena itu pengembangan pendidikan Islam hanya berkisar
pada aspek kehidupan ukhrowi yang terpisah dengan kehidupan duniawi,
atau aspek kehidupan rohani yang terpisah dengan kehidupan jasmani
pendidikan (agama) islam hanya mengurusi persoalan ritual dan spiritual.
Sementara kehidupan politik, ekonomi, ilmu pengetahuan teknologi dan
sebagainya dianggap sebagai urusan duniawi yang menjadi bidang garap
pendidikan

umum

(non

agama)

pandangan

dikotomis

inilah

yang

menimbulkan dualisme dalam sistem pendidikan. Istilah pendidikan agama


dan pendidikan umum atau ilmu agama dan ilmu umum. Islam memang
tidak pernah membedakan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu umum
(keduniaan), dan atau tidak berpandangan dikotomis mengenai ilmu
pengetahuan. Kalau dalam sistem pendidikan nasional, pendidikan diarahkan
untuk mengembangkan manusia seutuhnya yaitu manusia yang beriman
dan bertaqwa, maka dalam konteks pendidikan Islam justru harus berusaha
lebih dari itu. Dalam arti pendidikan Islam bukan sekedar diarahkan untuk
mengembangkan manusia yang beriman dan bertaqwa, tetapi justru
berusaha mengembangkan manusia untuk menjadi pimpinan bagi yang
bertaqwa. Tujuan akhir pendidikan Islam itu diarahkan pada peningkatan
manusia yang menyembah pada Allah dan takut pada-Nya. 3. Problema Guru
dalam Pendidikan Islam Dengan dijelaskannya mengenai problema guru
dalam pendidikan secara umum maupun pendidikan islam secara khusus di
atas, pembahasan dapat ditekankan sebagai berikut:[10] 1. Tidak semua

guru memiliki kepribadian yang matang sesuai dengan profesinya dan


berperilaku yang Islami. Seharusnya guru memiliki kepribadian beretika
sesuai dengan jabatan keguruannya, karena bagaimanapun seorang guru
akan tetap dijadikan uswatun hasanah oleh murid-muridnya. 2. Tidak semua
guru menguasai ilmu pengetahuan atau bidang keahliannya dan wawasan
pengembangannya yang bernuansa Islam karena bagaimanapun seorang
guru yang akan menginspirasi muridnya kepada ilmu pengetahuan dalam
perspektif islam haruslah menguasai ilmu pengetahuan sendiri dan sekaligus
mampu memberi nafas keislaman. 3. Tidak semua guru menguasai
keterampilan untuk membangkitkan minat murid kepada ilmu pengetahuan
yang bernuansa Islam. Seharusnya sebagai guru berupaya bagaimana
membangkitkan
mendapatkan

minat

wawasan

baca

sehingga

keilmuan.

4.

siswa

Tidak

mudah

semua

guru

menerima
siap

untuk

mengembangkan profesi yang berkesinambungan agar ilmunya keahliannya


selalu baru (Up to date). Karena itu peningkatan study lanjut kegiatankegiatan penelitian intensif, diskusi, seminar, pelatihan dan lain-lainnya yang
mendukung peningkatan dan pembangunan keahliannya serta mendukung
survivenya studi. Seharusnya guru mau meningkatkan study lanjut dan kalau
sudah luas ilmunya dia yang seluas-luasnya utamanya yang sesuai dengan
bidangnya masing-masing. Problematika yang ada pada dunia pendidikan
pada umumnya bukanlah permasalahan yang berdiri sendiri, melainkan
terkait baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan perkembangan
Iptek dan aspek kehidupan-kehidupan yang lain, baik ekonomi, politik, sosial

budaya. Berbagai tantangan yang dihadapi dunia pendidikan pada umumnya


juga harus dihadapi oleh pendidikan agama sebagai bagian dari proses
pendidikan bangsa. 4. Solusi Untuk mengatasi problematika guru di atas,
diperlukan kerja sama dari kita semua untuk dapat saling membantu agar
guru

mampu

meneliti,

keprofesionalannya,

dan

mendapatkan
menyulut

guru

income
untuk

tambahan
kreatif

dari
dalam

mengembangkan sendiri media pembelajarannya. Bila semua itu dapat


terwujud, maka kualitas pendidikan kitapun akan meningkat.[11] BAB III
PENUTUP A. KESIMPULAN Problematika yang ada pada dunia pendidikan
pada umumnya bukanlah permasalahan yang berdiri sendiri, melainkan
terkait baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan perkembangan
Iptek dan aspek kehidupan-kehidupan yang lain, baik ekonomi, politik, sosial
budaya. Berbagai tantangan yang dihadapi dunia pendidikan pada umumnya
juga harus dihadapi oleh pendidikan agama sebagai bagian dari proses
pendidikan bangsa. Pendidikan Islam pada dasarnya memiliki problem yang
sangat komplek baik itu secara internal dan eksternal. Tantangan internal
menyangkut sisi pendidikan agama sebagai program pendidikan baik dari
segi orientasi pendidikan agama Islam yang kurang tepat, sempitnya
pemahaman terhadap esensi ajaran Islam. Sedangkan tantangan eksternal
berupa berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdampak
pada munculnya perubahan sosial, ekonomi, budaya dan kemajemukan
masyarakat beragama yang belum siap menerima beda paham. Berbagai
problem pendidikan Islam tersebut sebenarnya dihadapi oleh semua pihak.

Namun, sebagai guru yang terkait langsung dengan pelaksanaan pendidikan


Islam dituntut harus mampu menjawab dan mengantisipasi berbagai
problem sebagai tantangan yang harus diselesaikan dengan baik. Dan untuk
mengantisipasinya perlulah seorang guru memiliki profil yang mampu
menampilkan sosok kualitas personal, sosial dalam menjalankan tugasnya.
DARTAR PUSTAKA Arifin, Muzayyin. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta:
PT.

Bumi

Aksara.

2003.

Baharuddin,

Profesi

Keguruan,

Malang:

IKIP

Malang.1995 Hasan, M. Ali dan Mukti Ali. Kapita Selekta Pendidikan Agama
Islam. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya.2003. Muhaimin.Paradigma Pendidikan
Islam,Jakarta.Rosda.2003.
Populer.Surabaya.Karya

Rajasa,

Sutan.Kamus

Utama

Ilmiah

Surabaya.2002

http://aadesanjaya.blogspot.com/2010/10/problema-yangdihadapi-guru-paidalam.html.pada

tanggal

28oktober

2011pukul

10.34

http://al-

ysn.blogspot.com/2011/05/problematika-guru-.html. pada tanggal 29oktober


2001.pukul.14.15

http://www.slideshare.net/srijadi/uu-no-14-2005-guru-dan-

dosen.pada tanggal 29 0ktober 2011 pukul 23.11 [1] Sutan Rajasa.Kamus


Ilmiah Populer.Surabaya.Karya Utama Surabaya .2002.hlm.499. [2] Di akses
dari.http://aadesanjaya.blogspot.com/2010/10/problema-yang-dihadapi-gurupai-dalam.html.pada tanggal.28oktober 2011 pukul 10.34 [3] M. Ali Hasan
dan Mukti Ali, Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Pedoman
Ilmu Jaya, 2003), hlm. 122. [4]Muhaimin.Paradigma Pendidikan Islam,
(

Jakarta.Rosda.2003).hlm163

[5]

http://aadesanjaya.blogspot.com/2010/10/problema-yang-dihadapi-guru-pai-

dalam.html.pada tanggal.28oktober2011pukul 10.34 [6] Muzayyin Arifin,


Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003), hlm.110111. [7] Ibid. hlm.111-113 [8]Baharuddin, Profesi Keguruan, (Malang: IKIP
Malang.1995).hlm156. [9] Undang-undang RepublikIndonesia No14, Tahun
2005 Diakses dari;http://www.slideshare.net/srijadi/uu-no-14-2005-guru-dandosen.pada tanggal 29 0ktober 2011 pukul 23.11 [10] Di akses dari;http://alysn.blogspot.com/2011/05/problematika-guru-.html. pada tanggal 29oktober
2001.pukul.14.15 [11] M. Ali Hasan dan Mukti Ali, Kapita Selekta Pendidikan
Agama

Islam,

(Jakarta:

Pedoman

Ilmu

Jaya,

2003),

Copy the BEST Traders and Make Money : http://bit.ly/fxzulu

hlm.

225.

http://www.academia.edu/3633649/PUBLIKASI_ILMIAH_GURU
PUBLIKASI ILMIAH GURU
Download

Publikasi Ilmiah Guru


Page 1
PUBLIKASI ILMIAH GURU

Endang Asriyanti Amin Sikki

Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional sebagaimana diamanatkan


olehUndang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Undang UndangNo 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005tentang Standar Nasional Pendidikan akan menfasilitasi guru
untuk dapat mengembangkankeprofesiannya secara berkelanjutan. Merujuk dari aturan
tersebut diatas yaitu PP Nomor 19Tahun 2005 dan khususnya lagi Permendiknas Nomor
16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru pasal 1 ayat
1 bahwa setiap guru wajib memenuhistandar kualifikasi akademik dan kompetensi guru
yang berlaku secara nasional. Salah satukompetensi yang wajib dipenuhi guru adalah
standar

professional.Melakukan

tindakan

reflektif

untuk

peningkatan

kualitas

pembelajaran adalah salah satupoin kompetensi professional yang harus dimiliki oleh

guru. Seorang guru yang baik harusmampu melakukan refleksi terhadap pembelajaran
yang telah dilaksanakan, mampumemanfaatkan hasil refleksi untuk perbaikan dan
pengembangan pembelajaran dalam matapelajaran yang diampu dan mampu
melakukan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkankualitas pembelajaran dalam
mata pelajaran yang diampu.Guru dalam melaksanakan pengembangan keprofesian
bekelanjutan harus mampumelakukan publikasi ilmiah berupa hasil penelitian atau
gagasan ilmu bidang pendidikan formal.Karya tulis terdiri atas laporan hasil penelitian,
makalah ilmiah, tulisan ilmiah popular, artikelilmiah dalam bidang pendidikan, buku teks
pelajaran, buku teks pengayaan, buku tekspedoman, modul/diktat pembelajaran, buku
dalam bidang pendidikan, dan karya terjemahanguru.Pengembangan keprofesian
berkelanjutan di atas dan pelaksanaan tindakan reflektif dalam salah satu kompetensi
professional guru harus dapat ditingkatkan, namun dalam

Publikasi Ilmiah Guru


Page 2
implementasinya, guru menghadapi berbagai masalah dalam menulis karya tulis
ilmiah.Masalah itu adalah sebagai berikut:

1) Lemahnya motivasi guru dalam menulisLemahnya motivasi guru dalam menulis


perlu segera dicari apa penyebabnya sehinggamutu pendidikan dapat meningkat.
Lemahnya motivasi guru dalam menulis dapat dilihatpada beberapa indikator sebagai
berikut:a. lemahnya kemampuan guru dalam menulis bahan ajar.Lemahnya

kemampuan guru dalam menulis bahan ajar dapat disebabkan karenamemang masih
belum mantapnya kualitas guru itu sendiri, kurangnya pelatihan
workshop/training
yang berorientasi pada tujuan agar setelah
workshop/training
tersebut, guru memiliki bekal kemampuan untuk menulis bahan ajar.Kualitas guru
sebenarnya lambat laun semakin meningkat seiring dengan upayapemerintah pusat
dengan program penyetaraan tingkat pendidikan ataupeningkatan kualifikasi guru
dimana guru-guru yang masih D1/D3 diberikan programbantuan untuk meningkatkan
kualifikasinya dengan mengambil program D4/S1.Selain itu, adanya kebijakan
pemerintah daerah untuk memberikan izin kepadaguru-guru yang ingin melanjutkan
pendidikan sehingga sekarang ini sudah banyakguru yang berkualifikasi S2 bahkan ada
beberapa guru yang sedang mengikutiprogram S3. Namun perlu disadari bahwa seiring
dengan meningkatnya kualifikasipendidikan tidak berarti bahwa kemampuan guru
dalam menulis juga meningkat.Menulis adalah suatu kompetensi yang erat kaitannya
dengan 4 kompetensi lainnyadalam berbahasa. Keterampilan berbahasa ada 4 macam
yaitu: keterampilanmenyimak, bicara, membaca dan menulis. Guru di Indonesia belum
mampumenggunakan keempat kompetensi ini dalam kehidupan sehari-hari. Guru
diIndonesia

hanya

menggunakan

kompetensi

menyimak,

membaca

dan

berbicara,itupun hanya dalam kapasitas menjelaskan dan bercerita. Sementara guru


masihsangat awam dengan kompetensi menulis. Pelatihan/
workshop

guru dalam bidangpenulisan masih kurang.b. Lemahnya kemampuan guru dalam


melakukan administrasi pendidikan Administrasi pendidikan yang dilakukan oleh
guru berkaitan dengan kapasitas gurusebagai pendidik yang harus menulis dan
melaporkan kegiatan belajar-mengajar murid. Masih banyak guru yang belum mampu
membuat silabus, Rencana
Publikasi Ilmiah Guru
Page 3
Pelaksanaan Pembelajaran, menulis
lesson plan
. Selain itu, guru juga lemahmembuat administrasi pendidikan lainnya seperti menulis
perkembangan siswadalam belajar.c. Lemahnya guru dalam menulis karya tulis imiah
atau artikel-artikel lainnya.Kita jarang menemukan tulisan-tulisan guru yang dimuat di
jurnal-jurnal ilmiah.2) Kurangnya membacaHal ini dapat dilihat dari proses pembelajaran
yang jarang mampu merangsang muridagar menulis dan membaca. Menulis
mempunyai keterkaitan yang sangat erat dengankemampuan membaca karena
membaca adalah gerbang untuk mendapatkan informasisedangkan informasi adalah
sumber untuk menuangkan dalam bentuk tulisan.Bila kita membaca hasil penelitian
PISA (
Programme for International Student Assessment)
akan membuat kita tercengang. Arif Tiro 2009 menulis bahwa prestasi literasimembaca
siswa Indonesia pada ketiga PISA (2000, 2003, 2006) secara signifikan beradadi bawah
rerata internasional dan peringkat 10 negara terendah. Dengan demikian,
perluperhatian khusus terhadap berbagai aspek yang mempengaruhi literasi tersebut,

terutamauntuk sekolah swasta di desa dan kota kecil. Di samping itu, dua hal yang juga
perlumendapat perhatian, yaitu (1) terjemahan makna, struktur kalimat, latar bacaan
yangsesuai, dan format pertanyaan dalam soal PISA dan (2) penguasaan anak didik
terhadapstrategi membaca, keterampilan membaca, dan pengetahuan bahasa, serta
latihan denganberbagai bentuk dan konteks soal yang memerlukan latihan berpikir
lateral, interpretatif,kritis, dan aplikatif. Penekanan yang perlu diberikan adalah anak
belajar untuk membaca(
learning to read
) dan membaca untuk belajar (
reading to learn
) sebagai wacana membuatsiswa sebagai pebelajar mandiri.Keterampilan membaca
kebanyakan orang Indonesia sangat rendah termasuk didalamnya anak didik kita. Hal
ini dilihat dari hasil
The Mainstreaming Good Practices inBasic Education (MGP-BE):
Kepada anak SD/MI kelas awal dilakukan dua kali tes membaca, skor reratakemampuan
membaca (tes 1: 56,4% dan tes 2: 19,9%)
Anak SD/MI kelas tinggi diberikan tes kemampuan membaca bahasa Indonesiadan tes
menulis dalam bahasa Indonesia. Skor rerata kemampuan membaca

http://abdulmuiz18.blogspot.co.id/2012/02/profesi-guru-problematikadan.html
Sunday, February 26, 2012

PROFESI GURU: PROBLEMATIKA DAN TANTANGANNYA

Sejak disahkankannya Undang-undang No.14 tentang Guru dan Dosen


tahun 2005, pamor profesi guru mulai naik. Profesi ini mulai diminati lagi
oleh banyak orang. Apalagi dengan adanya sertifikasi guru dalam jabatan di
tahun 2007. Telah banyak guru yang mengikuti sertifikasi agar dapat
memperoleh sertifikat guru guna dijuluki guru profesional.
Lain dulu lain sekarang. Profesi guru sekarang ini mulai banyak
diminati. Pamornya naik bagaikan selebritis yang mulai naik daun. Banyak
media membicarakannya dan banyak media memuji perannya. Tetapi juga
tidak sedikit media yang mencaci-makinya karena kekurang profesionalan
guru itu sendiri dalam melaksanakan pekerjaannya.
Dan dalam makalah ini kami akan coba membahas hal tersebut di
atas, yaitu tentang profesi guru, problematika guru, serta tantangan seorang
guru di masa sekarang ini.
A. Problematika guru.

Profesi guru dan problematika yang dihadapinya akan kami coba


uraikan dalam makalah ini. Bukan berarti kami hendak merendahkan
profesi guru, tapi sebaliknya berupaya mengungkapkan problem
sekaligus solusi yang dihadapinya karena guru juga manusia yang
punya kekurangan dan kelebihan.
Problem pertama guru yang terlihat jelas sekarang ini adalah
kurangnya minat guru untuk meneliti. Banyak guru yang malas untuk
meneliti di kelasnya sendiri dan terjebak dalam rutinitas kerja sehingga
potensi ilmiahnya tak muncul kepermukaan. Banyak guru menganggap
kalau meneliti itu sulit. Sehingga karya tulis mereka dalam bidang
penelitian tidak terlihat sama sekali. Padahal setiap tahun, depdiknas
selalu

rutin

melaksanakan

lomba

keberhasilan

guru

dalam

pembelajaran (LKGDP) tingkat nasional yang diselenggarakan oleh


direktorat Profesi Guru.1[1]
Biasanya para guru akan sibuk meneliti bila mereka mau naik
pangkat saja. Karenanya guru harus diberikan bekal agar dapat
melakukan sendiri Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK adalah sebuah
penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri dengan jalan
merencanakan, melaksanakan, dan merefleksikan tindakan secara
kolaboratif

dan

partisipatif

dengan

tujuan

untuk

memperbaiki

kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat.


1[1] Purwanto, Profesi Guru dan problematika yang dihadapinya,
http://purwanto.web.id/

Problem kedua guru adalah masalah kesejahteraan. Guru


sekarang masih banyak yang belum sejahtera. Terlihat jelas dikotomi
antara guru berplat merah (Baca PNS) dan guru berplat hitam (baca
Non PNS). Banyak guru yang tak bertambah pengetahuannya karena
tak sanggup membeli buku. Boro-boro buat membeli buku, untuk biaya
hidupnya saja mereka sudah kembang kempis.2[2]
Kenyataan di masyarakat banyak pula guru yang tak sanggup
menyekolahkan anaknya hingga ke perguruan tinggi, karena kecilnya
penghasilan yang didapatnya setiap bulan. Dengan adanya sertifikasi
guru dalam jabatan, semoga kesejahteraan guru ini dapat terwujud.
Saya masih ingat janji pemerintah SBY-JK kalau kesejahteraan
guru akan semakin ditingkatkan. Dengan semakin meningkatnya
kesejahteraan guru, maka akan berimbas kepada peningkatan mutu
guru dan kualitas pendidikan di sekolah kita.
Biar bagaimanapun juga profesi guru adalah pilar terpenting
untuk kemajuan bangsa. Oleh karena itu sudah sepantasnya apabila
profesi ini lebih diperhatikan, terlebih kesejahteraannya. Tetapi, jangan
karena kesejahteraan kurang kemudian kreativitas guru menjadi mati.
Banyak

contoh

lain

dari

kehidupan

guru

yang

meskipun

kesejahteraannya kurang, tapi komitmen terhadap pendidikan tetap


2[2] Ibid.

tinggi. Sebaliknya berapa banyak guru yang gajinya sudah tinggi tapi
tetap ogah-ogahan mengajar. Semua ini berpulang kembali pada
mentalitas kita.
Problem ketiga dari guru adalah kurang kreatifnya guru dalam
membuat alat peraga atau media pembelajaran. Selama ini masih
banyak

guru yang menggunakan metode ceramah saja

dalam

pembelajarannya, tak ada media lain yang digunakan sebagai alat


bantu pembelajaran. Mereka tak pernah berpikir untuk membuat
sendiri media pembelajarannya. Kalau saja para guru kreatif, pasti
akan banyak ditemukan berbagai alat peraga dan media yang dapat
digunakan guru untuk menyampaikan materi pembelajarannya. Guru
yang kreatif tak akan pernah menyerah dengan keadaan. Kondisi
minimnya dana justru membuat guru itu kreatif memanfaatkan sumber
belajar lainnya yang tidak hanya berada di dalam kelas, seperti : Pasar,
Museum, Lapangan olahraga, Sungai, kebun, dan lain sebagainya.
Profesionalitas guru dalam menciptakan proses dan luaran
pendidikan persekolahan yang bermutu merupakan prasyarat mutlak
demi terwujudnya sumber daya manusia Indonesia yang kompetitif
dan mandiri di masa datang. Oleh karena itu diperlukan upaya yang
sungguh-sungguh dan kontinyu bagi peningkatan dan pengembangan
kemampuan profesional guru.
B. Mengatasi Problematika Guru.

Untuk

mengatasi

problematika

guru

di

atas,

diperlukan

kerjasama dari kita semua untuk dapat saling membantu agar guru
mampu

meneliti,

keprofesionalannya,

mendapatkan
dan

menyulut

income
guru

tambahan

untuk

kreatif

dari
dalam

mengembangkan sendiri media pembelajarannya. Bila itu semua dapat


terwujud, maka kualitas pendidikan kita pun akan meningkat.
Semoga guru-guru dapat mengatasi sendiri problematika yang
dihadapinya. Jangan menyerah dan pasrah dengan keadaan yang ada.
Justru gurulah yang harus menjadi motivator dan inspirator bagi
lingkungannya.
C. Tantangan guru
Di

tengah

tuntutan,

tantangan

serta

berbagai

persoalan

kegagagalan dunia pendidikan, sosok guru merupakan pihak yang


paling

tertuduh.

Sosok

guru

merupakan

orang

paling

dimintai

pertanggung jawabannya. Bahkan tidak ada alasan apa pun, yang


dapat diberikan oleh seorang guru untuk membela dirinya.
Maka, ketika ujian nasional digulirkan dengan standar kelulusan
yang cukup fantastis, sosok guru pulalah, yang mula-mula merasa
ketar-ketir. Ia mesti bertanggung jawab atas segala apa yang akan
terjadi pada peserta didik: frustasi, stress, depresi dan segala
keputusasaan mental generasi bangsa ini.

Maka perbaikan dan evaluasi pada kemampuan seorang guru,


seolah menjadi hal yang logis untuk dilakukan pertama kali dalam
memecahkan persoalan dunai pendidikan..3[3]
Dengan prinsip pembelajaran inovatif, seorang guru akan
mampu memfasilitasi siswanya untuk mengembangkan diri dan terjun
di tengah masyarakatnya.
Hal ini dapat dipahami dengan memerhatikan beberapa prinsip
pembelajaran inovatif, yaitu: (a) pembelajaran, bukan pengajaran; (b)
guru sebagai fasilitator, bukan instruktur; (c) siswa sebagai subjek,
bukan

objek; (d) multimedia, bukan

monomedia;

(e) sentuhan

manusiawi, bukan hewani; (f) pembelajaran induktif, bukan deduktif;


(g)

materi

bermakna

bagi

siswa,

bukan

sekadar

dihafal;

(h)

keterlibatan siswa partisipasif, bukan pasif.


Selain

memberikan

beberapa

prinsip

dasar,

pembelajaran

inovatif juga menekankan adanya pola dan strategi pendidikan yang


utuh. Pola dan strategi pendidikan yang menitik bertakan pada
tercipanya

kesadaran

peserta

didik

pada

dirinya

sendiri

dan

lingkungannya.
Selanjutnya, ketakutan dan keminderan seorang guru dalam
melakukan ekpresi merupakan salah satu tumor pendidikan yang
3[3] Salamet Wahedi , Menjawab Tantangan Guru, http://resensibuku.com

urgen untuk disembuhkan. Seorang guru sudah seyogyanya untuk


yakin bahwa setiap guru tanpa terkecuali dapat berinovasi dalam
pembelajarannya; seorang guru seyogyanya untuk yakin bahwa
perbuatan-perbuatan kecilnya yang teliti, semisal mencatat perubahan
tentang cara dan gaya mengajar setiap hari akan melahirkan hasil
yang besar; serta seorang guru seyogyanya untuk terbuka menerima
saran

dan

kritik

dari

guru

lain,

bila

pola

pembelajaran

yang

disampaikannya sama seperti yang kemarin.


Lebih jauh, keberanian seorang guru dalam berinovasi, serta
merta akan membentuk karakternya menjadi kreatif. Kemampuan dan
kapasitasnya, baik hard skill maupun soft skill, akan terasah dengan
sendirinya. Kekreatifan seorang guru, akan berdampak tidak hanya
pada pola komunikasi pembelajaran, tetapi juga akan membentuk
suasana serta atmosfir pembelajaran yang menyenangkan (enjoy
learning).

Pembelajaran

yang

mampu

mentransformasikan

ilmu

sekaligus mampu membetuk karaketr siswa yang manusiawi.


Di bagian akhir buku, juga diuraikan beberapa metode yang
dapat digunakan oleh seorang kreatif dalam membangun suasana
kelas yang familiar dan manusiawi. Suasana kelas yang tak lagi hadir
sebagai ruang penjara yang dijejali teori, konsep dan tugas dari guru.
Tetapi

raung

kelas

yang

menjernihkan

nalar

pikir

mampu
anak

menggali
didik

potensi

dalam

siswa

dan

memahami

dan

mengaplikasikan

kemampuannya

untuk

dirinya

sendiri

dan

lingkungannya.
Kreatifitas guru tentunya terletak pada kekayaannya memiliki
metode dan aneka model pembelajaran, serta kecermatannya untuk
memilih dan memilah metode dan aneka pembelajaran yang akan
digunakan di setiap waktu yang berbeda.
D. Pengembangan Aplikatif
Misi dan visi, aksi, dan dedikasi, akan menjamin terlaksananya
pelayanan profesi guru secara terarah, konsisten dan tepat waktu
sesuai dengan kebutuhan pengguna.
Sehubungan dengan itu, pemerintah melalui Depdiknas harus
berupaya membangun sistem pengembangan profesi guru yang
aplikatif, operasional dan berfungsi. Yakni sistem pengembangan
profesi

yang

terintegrasi,

menyeluruh,

dan

mendukung

penyelenggaraan pendidikan profesi, penjaminan mutu, manajemen,


remunerasi dan berbagai pendukung pengembangan profesi guru.4[4]
Dengan

adanya

sistem pengembangan profesi

guru

yang

berfungsi efektif dan dilaksanakan secara konsisten diharapkan dapat


mendukung terwujudnya guru yang cerdas, berbudaya, bermartabat,
4[4] Kemas Muhammad Saleh, Tantangan Guru Profesional,
http://gurukemas.wordpress.com

sejahtera, canggih, elok, unggul dan professional. Yakni para guru yang
mengedepankan nilai-nilai budaya mutu, keterbukaan, demokrasi, dan
akuntabilitas publik dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya seharihari dalam kerangka pencapaian visi, misi, dan tujuan pendidikan
nasional.
Harapan ke depan akan dapat diwujudkan guru yang kompeten,
terstandar, profesional, dan sejahtera dalam kerangka penjaminan
mutu pendidikan nasional. Profesi guru yang terstandar kualifikasi dan
kompetensinya, serta mampu melaksanakan tugas dan fungsinya
secara profesional. Program Diklat guru yang terstandar, kredibel dan
akuntabel dalam pelaksanaan fungsi dan tugasnya. Ketersediaan
pendidik dan tenaga kependidikan, termasuk guru yang kompeten,
terstandar, profesional dan sejahtera merupakan harapan semua
lapisan masyarakat, khususnya masyarakat pendidikan.
Untuk memacu para penyelenggara dan satuan pendidikan
untuk

meningkatkan

pendidikan

yang

kinerjanya

bermutu,

dalam

pemerintah

memberikan
menetapkan

layanan
Peraturan

Pemerintah No 19 Th 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang


memuat kriteria minimal tentang komponen pendidikan. Komponen
pendidikan yang harus terstandar, meliputi standar isi, standar proses,
kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan,

standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, pembiayaan, dan


penilaian pendidikan.
Dengan menggunakan standar nasional pendidikan sebagai
acuan setiap satuan pendidikan diharapkan dapat mengembangkan
pendidikannya

secara

optimal

sesuai

dengan

karakteristik

dan

kekhasan programnya. Sejalan dengan itu pemerintah membentuk


Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang bertanggung jawab
kepada Mendiknas.
BSNP merupakan lembaga mandiri, profesional, dan independen
yang

mengemban

pelaksanaan,
pendidikan,

dan
akan

misi

untuk

mengevaluasi
dapat

mengembangkan,
pelaksanaan

diwujudkan

memantau

standar

pendidikan

nasional

bermutu

dan

problematika

dan

dilaksanakan oleh tenaga-tenaga yang profesional.


KESIMPULAN
Dari

makalah

di

atas

mengenai

profesi

guru:

tantangannya, dapat kami ambil kesimpulan bahwa problematika yang


dihadapi oleh guru pada saat sekarang adalah pertama kurangnya minat
seorang guru untuk meneliti, kedua kurangnya kesejahteraan seorang guru,
dan yang ketiga adalah kurang kreatifnya seorang guru dalam membuat
media ataupun metode dalam pembelajaran.

Dan untuk mengatasi problematika guru di atas, diperlukan kerjasama


dari kita semua terutama pemerintah untuk dapat membantu agar guru
mampu

meneliti,

dan

mendapatkan

income

tambahan

dari

keprofesionalannya, sehingga akan menyulut guru untuk kreatif dalam


mengembangkan sendiri media pembelajarannya. Bila itu semua dapat
terwujud, maka kualitas pendidikan kita pun akan meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Saleh,

Kemas

Muhammad.

2007.

Tantangan

Guru

Profesional,

http://gurukemas.wordpress.com
Wahedi,

Salamet.

2009.

Menjawab

Tantangan

Guru.

http://resensibuku.com
Purwanto. 2009. Profesi Guru dan problematika yang dihadapinya.
http://purwanto.web.id

Posted by Abdul Muiz at 11:49 PM

http://www.academia.edu/5244382/Analisis
Analisis Manajemen Tenaga Pendidik dan Kependidikan Dalam Sertifikasi Guru
ABSTRAK
Sertifikasi
profesional

guru

menjadi

untuk

landasan

mewujudkan

menjamin

tujuan

keberadaan

pendidikan

nasional.

guru

yang

Kebijakan

Sertifikasi Guru melalui Permendiknas No 18/2007 merupakan salah satu


upaya

Departemen

Pendidikan

Nasional

(Depdiknas)

dalam

rangka

meningkatkan kualitas dan profesionalitas guru sehingga pembelajaran di


sekolah menjadi berkualitas. Tujuan sertifikasi adalah (1) menentukan
kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik profesional, (2)
meningkatkan

proses

dan

hasil

pembelajaran,

(3)

meningkatkan

kesejahteraan guru, (4) meningkatkan martabat guru; dalam rangka


mewujudkan pendidikan nasional yang

bermutu. Dalam Kenyataannya

masih banyak masalah-masalah dalam Sistem Sertifikasi Guru. Peningkatan


mutu pendidikan tidak dapat dilepaskan dengan upaya peningkatan mutu
pendidik dan tenaga kependidikannya. Upaya peningkatan mutu pendidikan
tidak akan memenuhi sasaran yang diharapkan tanpa dimulai dengan
peningkatan mutu

pendidik dan tenaga kependidikannya. Untuk itu,

pemerintah diharapkan konsisten dengan program peningkatan mutu


pendidikan yang sudah disosialisasikan kepada masyarakat, khususnya
untuk masalah perekrutan tenaga pendidik dan kependidikan, juga adanya
evaluasi dan monitoring ke lapangan yang harus dilakukan secara terus
menerus dan berkesinambungan
.
ABSTRAC
Teacher certification to ensure a foundation for professional teachers achieve
national education goals. Teacher certification policies through Decree No.
18/2007 is one of the efforts the Ministry of National Education (Depdiknas)
in order to improve the quality and professionalism of teachers so that the
quality of learning in schools. The purpose of certification is (1) to determine

the feasibility of carrying out duties as a teacher in a professional educator,


(2) improve the process and outcomes of learning, (3) improve the welfare of
teachers, (4) increase the dignity of teachers, in order to realize the quality
of national education. In fact there are still many problems in the Teacher
Certification System. Improved quality of education can not be removed by
improving the quality of teachers and kependidikannya. Efforts to improve
the quality of education will not meet expected goals without starting with
improving the quality of teachers and kependidikannya. To that end, the
government is expected to be consistent with the quality of education
programs that have been disseminated to the public, in particular to the
problem of recruitment of educators and education, as well as the evaluation
and monitoring to the field that must be performed continuously and
sustainably.
1.
PENDAHULUAN
Pendidikan adalah aspek penting dan merupakan ujung tombak dalam
rangka meningkatkan kualitas sumberdaya manusia agar supaya mampu
bersaing di tengah kompetisi kehidupan berbangsa yang semakin maju dan
modern. Pendidikan adalah investasi jangka panjang dan menjadi kunci
untuk masa depan yang lebih baik dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Tanpa adanya pendidikan yang memadai dan berkualitas, maka
bangsa Indonesia akan semakin tertingal, salah satu aspek penting untuk
memajukan pendidikan adalah adanya guru-guru yang profesional. Guru

merupakan salah satu komponen dari mikro sistem pendidikan yang sangat
strategis dan banyak mengambil peran di dalam proses pendidikan secara
luas khususnya dalam pendidikan persekolahan. Guru atau pendidik
merupakan subyek yang sangat sentral bagi terselenggaranya mutu
pendidikan yang berkualitas. Berbicara masalah

profesionalitas guru di

Indonesia, bisa dikatakan sangat memprihatinkan karena sangat rendah


mutu profesionalitasnya. Hal ini dapat dilihat dari kelayakan guru mengajar.
Berdasarkan statistik 60% guru SD, 40% guru SLTP, 43% SMA, 34% SMK
dianggap belum layak untuk mengajar di jenjang masing-masing. Selain itu
17.2% guru atau setara dengan 69.477 guru mengajar bukan bidang
studinya. Bila SDM guru kita, dibandingkan dengan negara-negara lain, maka
kualitas SDM guru kita berada pada urutan 109 dari 179 negara berdasarkan
Human

Development

Index

(Satria

Dharma:From:http://

suarakita.

com/artikel. Html). Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohamad Nuh


mengungkapkan,
pendidikan

kementeriannya

memfokuskan

pada

pembangunan

pada tahun 2010-2014. Untuk mewujudkannya, ada lima

program yang diprioritaskan, yaitu peningkatan akses dan mutu pendidikan


anak usia dini (PAUD), penuntasan pendidikan dasar sembilan tahun yang
bermutu,

peningkatan

kualitas

pendidik

dan

tenaga

kependidikan,

peningkatan akses dan mutu pendidikan menengah (Dikmen) umum, dan


relevansi pendidikan vokasi (SMK dan Politeknik) dan peningkatan akses dan
daya saing pendidikan tinggi (Dikti). (http://edukasi.kompas.com).

Pendidikan yang bermutu sangat tergantung pada keberadaan guru yang


bermutu, yakni guru yang profesional, sejahtera dan bermartabat. Oleh
karena itu keberadaan guru yang bermutu merupakan syarat mutlak
hadirnya sistem dan praktik pendidikan bermutu. Hampir semua bangsa di
dunia ini selalu mengembangkan kebijakan yang mendorong keberadaan
guru yang bermutu.

Negara-negara tersebut seperti Singapura, Korea

Selatan, Jepang, Amerika Serikat, yang telah mengembangkan kebijakan


langsung mempengaruhi mutu dengan melaksanakan sertifikasi guru. Guru
yang sudah ada harus mengikuti uji kompetensi untuk mendapatkan
sertifikat profesi guru. Terkait dengan hal tersebut maka pemerintah melalui
Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) telah melakukan berbagai
macam upaya strategis untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan sumber
daya manusia Indonesia dengan memberi perhatian khusus kepada para
guru. Salah satu upayanya adalah dengan mengeluarkan kebijakan yang
mengupayakan peningkatan profesionalitas tenaga guru dengan kebijakan
sertifikasi. Kebijakan sertifikasi guru diatur melalui melalui Permendiknas No
18/2007 yang mengacu

pada Undang-Undang Republik Indonesia No.

20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-undang Guru dan


Dosen No. 14/2005 serta Peraturan Pemerintah No.19/2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan. Dalam ketentuan umum UU No. 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen dinyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan
tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, menilai dan
mengevaluasi peserta didik pada berbagai jenjang dan jenis pendidikan

formal. Selanjutnya untuk menjamin keterlaksanaan tugasnya yang utama


tersebut, Pasal 8 undang-undang yang sama mensyaratkan guru wajib
memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani
dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional. Untuk itu dilaksanakanlah program peningkatan kualifikasi dan
sertifikasi guru sejak tahun 2006/2007 di semua jenjang dan jenis pendidikan
formal. Sertifikasi guru menjadi landasan menjamin keberadaan guru yang
profesional untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pelaksanaan
Academia 2015

https://www.scribd.com/doc/158163037/Sekripsi-PROBLEMATIKAPENGEMBANGAN-KOMPETENSI-PROFESIONAL-GURU-PAI-DI-MTs-PGRI-SELUR2012
https://www.google.com/search?
q=guru+kurang+motivasi+untuk+mengembangkan+diri&ie=utf-8&oe=utf8&aq=t&rls=org.mozilla:en-US:official&client=firefoxa#q=guru+kurang+motivasi+untuk+mengembangkan+diri&start=10

http://www.academia.edu/8994180/PENGARUH_KEBUTUHAN_PENGEMBANGA
N_DIRI_GROWTH_NEED_STRENGTH_DAN_KARAKTERISTIK_PEKERJAAN_TERHA
DAP_KEPUASAN_KERJA_GURU_SMP_NEGERI_KECAMATAN_KARAWANG_BARAT_
KABUPATEN_KARAWANG

Pengembangan Kompetensi Guru Menuju Pelaksanaan dan Tanggung Jawab Secara Profesional
08 Oktober 2011 00:19:25 Diperbarui: 26 Juni 2015 01:13:08 Dibaca : 14,107 Komentar : 2
Nilai : 0 A. Latar Belakang Masalah Guru merupakan suatu pekerjaan profesional, yang
memerlukan suatu keahlian khusus. Karena keahliannya bersifat khusus, guru memiliki peranan
yang sangat penting dan strategis dalam kegiatan pembelajaran, yang akan menentukan mutu
pendidikan di suatu satuan pendidikan. Oleh karena itu, dalam sistem pendidikan dan
pembelajaran dewasa ini kedudukan guru dalam proses pembelajaran di sekolah belum dapat
digantikan oleh alat atau mesin secanggih apapun. Keahlian khusus itu pula yang membedakan
profesi guru dengan profesi yang lainnya. Dimana perbedaan pokok antara profesi guru dengan
profesi yang lainnya terletak dalam tugas dan tanggung jawabnya. Tugas dan tanggung jawab
tersebut erat kaitannya dengan kemampuan-kemampuan yang disyaratkan untuk memangku
profesi tersebut. Kemampuan dasar tersebut tidak lain adalah kompetensi guru (Saud, 2009 :
44). Kompetensi dalam profesi guru, pada awalnya dipersiapkan atau diperoleh melalui lembaga
pendidikan formal keguruan, sebelum seseorang memangku jabatan (tugas dan tanggung jawab)
sebagai guru. Tetapi untuk menuju ke arah pelaksanaan tugas dan tanggungjawab secara
profesional, tidaklah cukup dengan berbekal dengan kemampuan yang diperoleh melalui jalur
pendidikan formal tersebut. Dalam sebuah karya dikemukakan. Pada dasarnya pendidikan guru
itu bukan berlangsung 3 atau 5 tahun saja, melainkan berlangsung seumur hidup (life long
teacher education). Pendidikan yang 3 atau 5 tahun itu adalah pendidikan yang wajib dialami
oleh seorang calon guru secara formal. Sedangkan pendidikan sesudah ia bekerja dalam bidang
pengajaran, seperti : belajar sendiri, mengikuti penataran, mengadakan penelitian, mengarang
buku, aktif dalam organisasi profesi, turut memikul tanggung jawab dalam masyarakat,
menonton film, mendengarkan radio, televisi, dan lain-lain. Semua kegiatan itu sangat berharga
untuk mengembangkan pengalaman, pengetahuan, keterampilan guru sehingga kemampuan
profesionalnya semakin berkembang (Hamalik, 2003 : 123). Dengan demikian, untuk dapat
disebut sebagai profesional, setiap guru harus melakukan pengembangan kompetensinya secara
berkesinambungan. Atau sebagaimana dikemukakan oleh Danim (2010 : 3), bahwa Untuk
memenuhi kriteria profesional itu, guru harus menjalani profesionalisasi atau proses menuju
derajat profesional yang sesungguhnya secara terus menerus. Tuntutan terhadap peningkatan
kompetensi secara berkesinambungan disebabkan Karena substansi kajian dan konteks
pembelajaran selalu berkambang dan berubah menurut dimensi ruang dan waktu (Saud, 2009 :
98). Di samping itu, keharusan bagi setiap guru untuk mengembangkan kompetensinya secara
terus-menerus dalam rangka pelaksanaan tugas dan tanggung jawab secara profesional, didorong
juga oleh perkembangan dalam kehidupan bermasyarakat, perkembangan pemerintahan dan
perubahan kurikulum pendidikan. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Saud (2009
: 98), berikut ini. Untuk meningkatkan mutu pendidikan saat ini, maka profesionalisasi guru
(pendidik) merupakan suatu keharusan, terlebih lagi apabila kita melihat kondisi objektif saat ini
berkaitan dengan berbagai hal yang ditemui dalam melaksanakan pendidikan, yaitu : (1)
perkembangan Iptek, (2) persaingan global bagi lulusan pendidikan, (3) otonomi daerah, dan (4)
implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Bertolak dari uraian di atas, penulis
mencoba untuk memaparkan pengembangan kompetensi guru dalam rangka pelaksanaan tugas
dan tanggung jawab secara profesional. B. Tugas dan Tanggung Jawab Guru Tugas (peranan) dan
tanggung jawab guru, apabila dikaji secara mendalam dan luas sesungguhnya berat dan
kompleks, tidak sesederhana dan semudah yang dibayangkan banyak orang. Peranan dan
tanggung jawab guru di setiap satuan pendidikan tidaklah terbatas hanya mendidik dan mengajar
saja. Tidak saja dalam hubungannya dengan proses pembelajaran terhadap peserta didik,

melainkan juga dalam kaitannya dengan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dalam
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dikatakan bahwa Guru adalah
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Dalam tugas pokok guru tersebut
terkandung makna, bahwa dalam proses pembelajaran guru merencanakan dan melaksanakan
pembelajaran melalui tugasnya mengajar. Guru memberikan bantuan kepada peserta didik dalam
memecahkan masalah yang dihadapinya, pengembangan kepribadian dan pembentukan nilainilai bagi peserta didik, dilakukan lewat tugas guru membimbing, mendidik, mengarahkan dan
melatih. Sedangkan hasil proses pembelajaran yang telah berlangsung (dilaksanakan), diketahui
melalui pelaksanaan tugas guru menilai dan mengevaluasi peserta didik. Dalam ruang lingkup
yang lebih luas, tugas dan tanggung jawab guru menurut Peters, yakni : (a) guru sebagai
pengajar; (b) guru sebagai pembimbing; dan (c) guru sebagai administrator kelas (Sudjana,
2005 : 15). Dengan demikian, tugas dan tanggung jawab guru tidak terbatas hanya mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Tetapi
lebih dari itu, tugas dan tanggung jawab guru menyangkut juga administrator kelas. Tugas dan
tanggung jawab guru sebagai administrator kelas pada hakekatnya merupakan jalinan antara
ketatalaksanaan bidang pengajaran dan ketatalaksanaan pada umumnya. Sejalan dengan itu, Saud
(2009 : 32 34) menyebutkan tentang tugas dan tanggung jawab guru, yakni : 1. Guru bertugas
sebagai pengajar; 2. Guru bertugas sebagai pembimbing; 3. Guru bertugas sebagai administrator
kelas; 4. Guru bertugas sebagai pengembang kurikulum; 5. Guru bertugas untuk
mengembangkan profesi; dan 6. Guru bertugas untuk membina hubungan dengan masyarakat.
Guru dalam tugas dan tanggung jawabnya sebagai pengembang kurikulum membawa implikasi
bahwa guru dituntut untuk selalu mencari gagasan-gagasan baru, penyempurnaan praktek
pendidikan, khususnya dalam praktek pengajaran. Tugas dan tanggung jawab guru untuk
mengembangkan profesi pada dasarnya merupakan tuntutan dan panggilan untuk selalu
mencintai, menghargai, menjaga dan meningkatkan tugas dan tanggung jawab profesinya.
Dengan kata lain, guru dituntut untuk selalu meningkatkan pengetahuan, kemampuan dalam
rangka pelaksanaan tugas-tugas profesinya. Sedangkan tugas dan tanggung jawab guru dalam
membina hubungan dengan masyarakat berarti guru harus dapat berperan menempatkan sekolah
sebagai bagian integral dari masyarakat serta sekolah sebagai pembaharu masyarakat. Adam dan
Deckey mengemukakan peranan guru dalam konteks yang lebih luas lagi, meliputi : a. guru
sebagai pengajar (teacher as instructor), b. guru sebagai pembimbing (teacher as counsellor), c.
guru sebagai ilmuwan (teacher as scientist), dan d. guru sebagai pribadi (teacher as person)
(Hamalik, 2003 : 123). Selanjutnya dikatakan peranan guru, meliputi juga : a. guru sebagai
penghubung (teacher as communicator), b. guru sebagai modernisator, dan c. guru sebagai
pembangun (teacher as constructor) (Hamalik, 2003 : 123 127). Guru melalui tugas dan
tanggung jawabnya sebagai ilmuwan harus mengembangkan pengetahuan dan memupuknya
secara terus-menerus, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Guru
sebagai pribadi, berarti harus memiliki kepribadian atau akhlaq yang baik (mantap). Guru pun
punya kewajiban menghubungkan sekolah dan masyarakat melalui tugas dan tanggung jawabnya
sebagai penghubung. Untuk menangkal dampak negatif dari masuknya pengaruh ilmu
pengetahuan dan teknologi serta pengaruh lainnya, guru berkewajiban untuk menyampaikan
ilmu pengetahuan dan teknologi kepada peserta didik dengan contoh-contoh yang baik melalui
peranannya sebagai pembaharu. Dan peranan guru sebagai pembangun, mengandung makna
bahwa setiap guru berkewajiban untuk terlibat dalam kegiatan pembangunan yang ada di

masyarakat sekitarnya. Di samping itu, tanggung jawab lain yang dipikul oleh setiap guru untuk
dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, yaitu : menyelenggarakan penelitian;
menghayati, mengamalkan, dan mengamankan Pancasila; dan turut serta membantu terciptanya
kesatuan dan persatuan bangsa dan perdamaian dunia (lihat Hamalik, 2003 : 130 132).
Tanggung jawab guru melakukan penelitian dimaksudkan agar dapat memperbaiki cara
bekerjanya melalui data-data yang dikumpulkan secara kontinu dan intensif. Tanggung jawab
guru dalam menghayati, mengamalkan, dan mengamankan Pancasila, menuntut guru untuk
memiliki kepribadian Pancasila, dan mengorganisasi suasana belajar sedemikian rupa sehingga
memungkinkan siswa mengembangkan sikap, watak, moral dan prilaku yang Pancasilais.
Sedangkan tanggung jawab guru untuk turut serta membantu terciptanya kesatuan dan persatuan
bangsa dan perdamaian dunia, terkandung maksud agar guru memupuk dan menanamkan pada
peserta didik untuk memiliki jiwa nasionalisme, dan mengembangkan kesadaran internasional.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tugas dan tanggung jawab guru di suatu
satuan pendidikan, mencakup : 1) mengembangkan proses merencanakan dan melaksanakan
kegiatan pembelajaran; 2) membantu peserta didik dalam memecahkan masalah yang
dihadapinya, pengembangan kepribadian dan pembentukan nilai-nilai bagi peserta didik; 3)
melaksanakan pengembangan kurikulum sesuai dengan perkembangan; 4) melakukan penilaian
dan evaluasi untuk mengetahui hasil proses pembelajaran yang telah berlangsung (dilaksanakan);
dan 5) melaksanakan pengadministrasian seluruh kegiatan pembelajaran. Untuk menunjang
pelaksanaan tugas dan tanggung jawab tersebut, guru juga dituntut untuk melaksanakan tugas
dan tanggung jawab lainnya, yaitu menyangkut : 1) pengembangan diri secara berkelanjutan
melalui pengembangan profesi, seperti melakukan penelitian di bidang pendidikan, mengikuti
pelatihan dan lainnya; 2) memiliki kepribadian atau akhlaq yang baik, berjiwa Pancasilais dan
nasionalisme, serta memiliki kesadaran internasional; dan 3) berperan aktif dalam kegitan
kemasyarakatan di lingkungan sekitarnya. C. Kompetensi Guru Kompetensi merupakan suatu
kemampuan yang mutelak dimiliki oleh seseorang dalam setiap bidang profesi yang ditekuninya.
Hal ini juga tidak dapat dipisahkan dalam profesi keguruan, di mana dengan kompetensi yang
profesional guru dapat menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik. Oleh karena itu,
kompetensi merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan pendidikan dan
pengajaran di suatu satuan pendidikan. Kompetensi sebagai konsep dapat diartikan secara
etimologis dan terminologis. Dalam pengertian etimologis kompetensi dapat dikemukakan
bahwa : Kompetensi berasal dari bahasa Inggris, yakni competency yang berarti kecakapan atau
kemampuan. Oleh karena itu dapat pula dikatakan bahwa kompetensi adalah kewenangan
(kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan) sesuatu (Djamarah, 1994 : 33). Sedangkan secara
definitif, kompetensi dapat dijelaskan sebagaimana yang dinyatakan oleh seorang ahli bahwa :
Kompetensi adalah suatu tugas yang memadai atau pemilikan pengetahuan, keterampilan dan
kemampuan yang dituntut oleh jabatan seseorang (Roestiyah NK, 1986 : 4). Sedangkan dalam
karya yang berbeda disebutkan bahwa Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan,
sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan atau diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak
(Depdiknas, 2003 : 9). Atau dengan kata lain, bahwa kompetensi itu menunjukkan kepada
tindakan (kinerja) rasional yang dapat mencapai tujuan-tujuannya secara memuaskan
berdasarkan kondisi (prasyarat) yang diharapkan (Saud, 2009 : 44). Apabila pengertian ini
dihubungkan dengan proses pendidikan, maka guru sebagai pemegang jabatan pendidik dituntut
untuk memiliki kemampuan dalam menjalankan tugas dan tagung jawabnya. Untuk itu, seorang
guru perlu menguasai bahan pelajaran dan menguasai cara-cara mengajar serta memiliki
kepribadian yang kokoh sebagai dasar kompetensi. Jika guru tidak memiliki kepribadian, tidak

menguasai bahan pelajaran serta tidak pula mengetahui cara-cara mengajar, maka guru akan
mengalami kegagalan dalam menunaikan tugas dan tanggung jawabnya. Oleh karena itu,
kompetensi mutelak dimiliki guru sebagai kemampuan, kecakapan atau keterampilan dalam
mengelola kegiatan pendidikan. Dengan demikian, kompetensi guru berarti pemilikan
pengetahuan keguruan dan pemilikan keterampilan serta kemampuan sebagai guru dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pendidik. Hal ini sejalan dengan yang
dikemukakan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, bahwa
Kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus
dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh Guru dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan. Kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap guru berdasarkan PP Nomor 74
Tahun 2008 tersebut, adalah Kompetensi Guru sebagaimana meliputi kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui
pendidikan profesi. Keempat bidang kompetensi di atas tidak berdiri sendiri-sendiri, melainkan
saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain dan mempunyai hubungan
hirarkhis, artinya saling mendasari satu sama lainnya kompetensi yang satu mendasari
kompetensi yang lainnya (Saud, 2009 : 49). Sedangkan aspek-aspek yang menjadi bagian dari
keempat kompetensi tersebut, yang sekaligus menjadi indikator yang harus dicapai oleh setiap
guru, sebagaimana tertuang dalam PP Nomor 74 Tahun 2008 itu, adalah berikut ini. Kompetensi
pedagogik merupakan kemampuan Guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang
sekurang-kurangnya meliputi: a. pemahaman wawasan atau landasan kependidikan; b.
pemahaman terhadap peserta didik; c. pengembangan kurikulum atau silabus; d. perancangan
pembelajaran; e. pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis; f. pemanfaatan
teknologi pembelajaran; g. evaluasi hasil belajar; dan h. pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi kepribadian sekurangkurangnya mencakup kepribadian yang: a. beriman dan bertakwa; b. berakhlak mulia; c. arif dan
bijaksana; d. demokratis; e. mantap; f. berwibawa; g. stabil; h. dewasa; i. jujur; j. sportif; k.
Menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat; l. secara obyektif mengevaluasi kinerja
sendiri; dan m. mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan. Kompetensi sosial
merupakan kemampuan Guru sebagai bagian dari Masyarakat yang sekurang-kurangnya meliputi
kompetensi untuk: a. berkomunikasi lisan, tulis, dan/atau isyarat secara santun; b. menggunakan
teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional; c. bergaul secara efektif dengan peserta
didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua atau wali
peserta didik; d. bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma
serta sistem nilai yang berlaku; dan e. menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan semangat
kebersamaan. Kompetensi profesional merupakan kemampuan Guru dalam menguasai
pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan budaya yang diampunya
yang sekurang-kurangnya meliputi penguasaan : a. materi pelajaran secara luas dan mendalam
sesuai dengan standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata
pelajaran yang akan diampu; dan b. konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni
yang relevan, yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan
pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu. Demikianlah
beberapa aspek yang harus dikuasai guru sebagai kompetensinya dalam menjalankan tugas dan
tanggung jawabnya di satuan pendidikan, terutama dalam hubungannya dengan proses
pembelajaran. Berdasarkan hal itu, juga dapat diketahui bahwa tidak semua aspek kemampuan
dapat diperoleh ketika menuntut pendidikan formal di lembaga profesi keguruan, bahkan
beberapa di antaranya tidak pernah diajarkan di lembaga pendidikan formal tersebut. Ada

kalanya kompetensi yang telah diperoleh itu, tidak sesuai lagi dengan perkembangan atau
kebutuhan yang ada setelah menjadi guru. Di samping itu, sering kali beberapa aspek
kemampuan diperoleh melalui usaha sendiri atau pengalaman ketika telah menjadi guru, dan
acap kali beberapa aspek kompetensi baru bisa dipahami dan dapat dilaksanakan setelah melalui
kegiatan pendidikan dan pelatihan berkelanjutan atau kegiatan pengembangan lainnya. Oleh
karena itu, upaya pengembangan diri guru secara berkesinambungan menjadi amat penting dan
menjadi kebutuhan untuk menuju ke arah pelaksanaan tugas dan tanggung jawab keguruan
secara profesional. D. Pengembangan Kompetensi Guru Pengembangan profesi guru secara
berkesinambungan, dimaksudkan untuk merangsang, memelihara, dan meningkatkan
kompetensi guru dalam memecahkan masalah-masalah pendidikan dan pembelajaran yang
berdampak pada peningkatan mutu hasil belajar siswa (Danim, 2010 : 5). Oleh karena itu,
peningkatan kompetensi guru untuk dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara
profesional di satuan pendidikan, menjadi kebutuhan yang amat mendesak dan tidak dapat
ditunda-tunda. Hal ini mengingat perkembangan atau kenyataan yang ada saat ini maupun di
masa depan. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya yang semakin maju
dan pesat, menuntut setiap guru untuk dapat menguasai dan memanfaatkannya dalam rangka
memperluas atau memperdalam materi pembelajaran, dan untuk mendukung pelekasanaan
pembelajaran, seperti penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Perkembangan
yang semakin maju tersebut, mendorong perubahan kebutuhan peserta didik dan masyarakat.
Kebutuhan yang makin meningkat itu, memicu semakin banyaknya tuntutan peserta didik yang
harus dipenuhi untuk dapat memenangkan persaingan di masyarakat. Lebih-lebih dewasa ini,
peserta didik dan masyarakat dihadapkan pada kenyataan diberlakukannya pasar bebas, yang
akan berdampak pada semakin ketatnya persaingan baik saat ini maupun di masa depan.
Peningkatan kompetensi keguruan, semakin dibutuhkan mengingat terjadinya perkembangan
dalam pemerintahan, dari sistem sentralisasi menjadi desentralisasi. Pemberlakukan sistem
otonomi daerah itu, juga diikuti oleh perubahan sistem pengelolaan pendidikan dengan menganut
pola desentralisasi. Pengelolaan pendidikan secara terdesenralisasi akan semakin mendekatkan
pendidikan kepada stakeholders pendidikan di daerah dan karena itu maka guru semakin dituntut
untuk menjabarkan keinginan dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan melalui
kompetensi yang dimilikinya (Saud, 2009 : 99). Perubahan sistem pengelolaan pendidikan,
diikuti pula oleh terjadinya perubahan dalam bidang kurikulum pendidikan. Saat ini telah
diberlakukan dan dikembangkan KBK, yang kemudian dijabarkan menjadi KTSP. Dalam
kurikulum seperti ini, tidak saja peserta didik yang dituntut untuk menguasai kompetensi yang
dipersyaratkan, melainkan guru juga harus berkompeten, bahkan guru berkewajiban untuk lebih
dulu menguasai kompetensi yang dipersyaratkan untuk dapat melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya secara profesional. Sebab, Pendidikan berbasis kompetensi dapat terlaksana dengan
baik apabila guru-gurunya profesional dan kompeten (Suderadjat, 2004 : 14). Dengan kata
lain, berhasil tidaknya reformasi sekolah dalam konteks pengembangan kurikulum tingkat satuan
pendidikan sangat tergantung pada unjuk kerja gurunya (Mulyasa, 2010 : 62). Atau sperti yang
diungkapkan oleh Sukmadinata (Mulyasa, 2010 : 62), bahwa : ....betapa pun bagusnya suatu
kurikulum (ofisial), tetapi hasilnya sangat tergantung pada apa yang dilakukan oleh guru dan
juga murid dalam kelas (actual). Dengan demikian, guru memegang peranan penting baik dalam
penyusunan maupun pelaksanaan kurikulum. Pengembangan profesi dan kompetensi guru
berkelanjutan, semakin penting dan wajib apabila dikaitkan dengan peningkatan jenjang karier
dalam jabatan fungsional guru itu sendiri. Tanpa mengikuti pengembangan diri secara
berkelanjutan, sulit dan bahkan tidak mungkin bagi guru untuk menapaki jabatan fungsional

yang lebih tinggi. Lebih-lebih setelah lahir dan diberlakukannya Peraturan Menteri (Permen)
PAN dan Reformasi Birokrasi No. 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka
Kreditnya. Dalam peraturan tertulis ini ditegaskan, bahwa guru yang akan naik pangkat atau
menduduki jabatan fungsional dari Guru Pertama Golongan IIIb hingga Guru Utama Golongan
IVe harus menulis publikasi ilmiah dan karya inovatif, bahkan guru yang ingin naik jabatan
fungsional atau pangkat dari Guru Madya Golongan IVc ke Guru Utama Golongan IVd harus
melakukan presentasi ilmiah atas karya inovatif yang telah dihasilkannya. Dalam upaya
mengembangkan profesi dan kompetensi guru dalam rangka pelaksanaan tugas dan tanggung
jawabnya secara profesional, dapat dilakukan melalui beberapa strategi atau model.
Pengembangan tenaga kependidikan (guru) dapat dilakukan dengan cara on the job training dan
in service training (Mulyasa, 2004 : 154). Model pengembangan guru ini, dapat diperjelas
melalui kutipan berikut. Pada lembaga pendidikan, cara yang populer untuk pengembangan
kemampuan profesional guru adalah dengan melakukan penataran (in service training) baik
dalam rangka penyegaran (refreshing) maupun peningkatan kemampuan (up-grading). Cara lain
baik dilakukan sendiri-sendiri (informal) atau bersama-sama, seperti : on the job training,
workshop, seminar, diskusi panel, rapat-rapat, simposium, konferensi, dan sebagainya (Saud,
2009 : 103). Pengembangan profesiolnal dan kompetensi guru, bisa juga dilakukan melalui cara
informal lainnya, seperti melalui media massa televisi, radio, koran, dan majalah (Saud, 2009 :
104). Dalam ruang lingkup yang lebih luas lagi, pengembangan profesionalisme dan kompetensi
guru, dapat dikembangkan melalui berbagai alternatif seperti yang ditawarkan oleh Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional, sebagai berikut. 1.
Program peningkatan kualifikasi pendidikan guru 2. Program penyetaraan dan sertifikasi 3.
Program pelatihan terintegrasi berbasis kompetensi 4. Program supervisi pendidikan 5. Program
pemberdayaan MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) 6. Simposium guru 7. Program
pelatihan tradisional lainnya 8. Membaca dan menulis jurnal atau karya ilmiah 9. Berpartisipasi
dalam pertemuan ilmiah 10. Melakukan penelitian (khususnya Penelitian Tindakan Kelas) 11.
Magang 12. Mengikuti berita aktual dari media pemberitaan 13. Berpartisipasi dan aktif dalam
organisasi profesi 14. Menggalang kerjasama dengan teman sejawat (Saud, 2009 : 105 111).
Alternatif yang tidak kalah pentingnya, yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan
profesi dan kompetensi keguruan adalah melakukan Penelitian Tindakan Sekolah (PTS),
khususnya bagi kepala sekolah dan pengawas. Sebab, sebutan guru mencakup: (1) guru itu
sendiri, baik guru kelas, guru bidang studi maupun guru bimbingan konseling atau guru
bimbingan karir; (2) guru dengan tugas tambahan sebagai kepala sekolah; dan (3) guru dalam
jabatan pengawas (Danim, 2010 : 2 3). Sehingga, Penelitian Tindakan Kelas (PTK) saja tidak
cukup, harus Penelitian Tindakan Sekolah (PTS) (Mulyasa, 2010 : iii). Pengembangan
profesional dan kompetensi guru akan sangat berarti atau bernilai guna apabila dilaksanakan
terkait langsung dengan tugas dan tanggung jawab utamanya. Pelaksanaan pengembangan
tersebut ideal dilakukan atas dasar prakarsa pemerintah, pemerintah daerah, penyelenggara
satuan pendidikan, asosiasi guru, guru secara pribadi, dan lain-lain (Danim, 2010 : 4). Di
samping itu, dapat juga dilakukan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dan
pengguna jasa guru (lihat Saud, 2009 : 121 127). Dari kesemua itu, yang paling berperan
penting dalam pelaksanaan pengembangan tersebut adalah guru itu sendiri (guru sebagai
pribadi). Tuntutan untuk meningkatkan kompetensi guru bila tidak dibarengi dengan kemauan,
tekad dan kreativitas yang tumbuh dari diri sendiri, maka akan sia-sia, tidak bermanfaat.
Sehubungan dengan masalah kreativitas, ada beberapa hal yang layak diperhatikan dalam
hubungannya dengan kepemimpinan kepala sekolah di satuan pendidikan, sebagaimana yang

dinyatakan oleh ahli berikut ini. Kreativitas secara umum dipengaruhi kemunculannya oleh
adanya berbagai kemampuan yang dimiliki, sikap dan minat yang positif serta perhatian yang
tinggi terhadap bidang pekerjaan yang ditekuni, di samping kecakapan melaksanakan tugastugas. Tumbuhnya kreativitas pada karyawan-karyawan dipengaruhi oleh beberapa hal, di
antaranya : 1. Iklim kerja yang memungkinkan para karyawan meningkatkan pengetahuan dan
kecakapan dalam melaksanakan tugas. 2. Kerja sama yang cukup baik antara berbagai personil
dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi. 3. Pemberian penghargaan dan dorongan
terhadap setiap upaya yang bersifat positif. 4. Perbedaan status yang tidak terlalu tajam di antara
personil, sehingga memungkinkan terjalin hubungan yang manusiawi (Wijaya dan A. Tabrani
Rusyan, 1992 : 190). Dengan demikian penyiapan kondisi yang sedemikian itu menjadi penting
bagi setiap individu yang terlibat di dalam lembaga pendidikan dalam pelaksanaan tugas dan
tanggung jawab, sehingga dapat pula diharapkan tumbuh suburnya kreativitas yang dapat
membawa kemajuan-kemajuan dalam proses pelayanan yang pada akhirnya dapat meningkatkan
mutu pendidikan itu sendiri. E. Kesimpulan Tugas dan tanggung jawab guru, sesungguhnya berat
dan kompleks, membutuhkan keahlian khusus untuk dapat melaksanakannya dengan baik. Tugas
dan tanggung jawab utama guru di suatu satuan pendidikan, mencakup mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik. Untuk menunjang
pelaksanaan tugas dan tanggung jawab pokok tersebut, guru juga dituntut untuk melaksanakan
tugas dan tanggung jawab lainnya, yaitu menyangkut administrasi kelas, pengembangan
kurikulum, mengembangkan profesi atau bertindak sebagai ilmuwan, membina hubungan
dengan masyarakat atau bertindak sebagai penghubung dan pembaharu dalam masyarakat,
memiliki kepribadian atau akhlaq yang mantap, serta berkepribadian (berjiwa) Pancasilais dan
nasionalis dan memiliki kesadaran internasional. Dalam rangka melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya secara profesional, guru dituntut memiliki dan menguasai kemampuan
(kompetensi) beserta dengan aspek-aspek yang ada di dalamnya sebagai indikator pencapaian
kinerja. Kompetensi tersebut harus dikembangkan secara berkelanjutan. Mengingat
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya yang semakin maju dan pesat. Di
samping itu, didorong juga oleh meningkatnya kebutuhan dan tuntutan peserta didik dan
masyarakat dalam memenangkan persaingan, diterapkannya sistem otonomi daerah, perubahan
dalam sistem pengelolaan sekolah dan kurikulum pendidikan, serta untuk kelangsungan
peningkatan jenjang karier dalam jabatan fungsional guru. Menjalani profesionalisasi secara
terus menerus dapat dilakukan melalui strategi atau model yang diselenggarakan secara formal
maupun non formal, secara sendiri maupun bersama-sama dalam berbagai bidang atau aspek
kompetensi yang berkaitan langsung dengan tugas dan tanggung jawab guru. Pelaksanaan
pengembangan profesi dan kompetensi guru seyogyanya difasilitasi oleh pemerintah (pusat dan
daerah), penyelenggara satuan pendidikan, asosiasi guru, dan guru secara pribadi. Dalam
pelaksanaan pengembangan tersebut sangat tergantung dari adanya kemauan, tekad dan
kreativitas yang tumbuh dari diri guru itu sendiri. Untuk menunjang tumbuhnya kreativitas dari
diri guru, perlu didukung dan dimotivasi oleh pempinan di satuan pendidikan di mana guru itu
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. DAFTAR PUSTAKA Danim, Sudarwan, (2010),
Karya Tulis Inovatif Sebuah Pengembangan Profesi Guru, Penerbit : PT. Remaja Rosdakarya,
Bandung. Djamarah, Saiful Bakri, (1994), Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru, Penerbit :
Usaha Nasional, Surabaya. Depdiknas, (2003), Manajemen Berbasis Sekolah, Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta. Hamalik, Oemar, (2003), Proses Belajar
Mengajar, Penerbit : Bumi Aksara, Jakarta. Mulyasa, E, (2004), Menjadi Kepala Sekolah
Profesional dalam Konteks Menyukseskan MBS dan KBK, Penerbit : PT Remaja Rosdakarya,

Bandung. , H.E, (2010), Penelitian Tindakan Sekolah Meningkatkan Produktivitas Sekolah,


Penerbit : PT Remaja Rosdakarya, Bandung. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008
tentang Guru (Lembaran Negera RI Tahun 2008 Nomor 194). Peraturan Menteri PAN dan
Reformasi Birokrasi No. 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
Roestiyah N.K., (1986), Masalah-masalah Ilmu Keguruan, Penerbit : Bina Aksara, Jakarta. Saud,
Udin Saefudin, (2009), Pengembangan Profesi Guru, Penerbit : CV. Alfabeta, Banudng. Sudjana,
Nana, (2005), Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Penerbit : Sinar Baru Algensindo, Bandung.
Suderadjat, Hari, (2004), Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pembaharuan
Pendidikan dalam Undang-undang Sisdiknas 2003, Penerbit : CV Cipta Cekas Grafika, Bandung.
Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara RI Tahun
2005 Nomor 157). Wijaya, Cecep, dan A. Tabrani Rusyan, (1992), Kemampuan Dasar Karyawan
dalam Proses Belajar Mengajar, Penerbit : Remaja Rosdakarya, Bandung. Ahmad Turmuzi
/ahmadturmuzi Bekerja sebagai guru di satuan pendidikan dasar, sekarang sebagai Kepala
Sekolah di SMP Negeri 4 Jerowaru. Selengkapnya... IKUTI loading... 5 0 0 KOMPASIANA
ADALAH MEDIA WARGA, SETIAP KONTEN DIBUAT OLEH DAN MENJADI
TANGGUNGJAWAB PENULIS. LABEL edukasi humaniora TANGGAPI DENGAN ARTIKEL
RESPONS : 0 NILAI : 0 Beri Nilai KOMENTAR : 2 Muhammad Asri Amin08 Oktober 2011
15:35:37 Konkritnya mau bikin apa? Balas Joko Winarto08 Oktober 2011 17:00:25 secara teori
sudah ok. tinggal prakteknya. hehehehe.... Balas Headline 1 Livi Zheng, Sutradara Wanita
Indonesia Berhasil Menembus Hollywood Sutiono Gunadi 23 November 2015 2 Aksi Kreatif
Pramuka Indonesia Berty Sinaulan 23 November 2015 3 Dua Mahasiswi Unand Presentasikan
Rendang Itik Pitalah di Belanda Febroni Purba 23 November 2015 4 Pahlawan dalam Pusaran
Politik di Mockingjay Part 2, Siapa Musuh Sebenarnya? Sahroha Lumbanraja 23 November
2015 5 Kalimantan: Kayu, Batu Bara, Pembangkit Listrik dan Kesejahteraan Rakyat Darfito
Pado 23 November 2015 Nilai Tertinggi Analisa Setya Novanto, Kenapa Dia Selalu Mendapat
Masalah Daniel H.T. 24 November Ijin Freeport Tidak diperpanjang , Jokowi Jatuh Adhieyasa
Adhieyasa 23 November MKD, Mahkamah yang Kehilangan Kehormatan Ajinatha 23
November Menyalahkan Cara MKD Tangani Setya Novanto, Refly Harun Keliru? Reza aka
Fadli Zontor 23 November Buntut Dari Laporan Sudirman Said, Akhirnya JK Ditegur Jokowi
Reza aka Fadli Zontor 24 November Tren di Google Jokowi Di atas Angin, Paksa KMP Bela
Setya Novanto, Luhut Terperangkap Asaaro Lahagu 21 November 2015 Analisa Setya Novanto,
Kenapa Dia Selalu Mendapat Masalah Daniel H.T. 24 November 2015 Jangan Terkecoh,
Masalah Besarnya Bukan Setya Novanto tetapi Intrik Freeport Reza aka Fadli Zontor 23
November 2015 Buntut Dari Laporan Sudirman Said, Akhirnya JK Ditegur Jokowi Reza aka
Fadli Zontor 24 November 2015 Menyalahkan Cara MKD Tangani Setya Novanto, Refly Harun
Keliru? Reza aka Fadli Zontor 23 November 2015 Gres Pancasila Kehilangan Zaman Bagus
Santa Wardana 24 November Keindahan Hutan Mangrove yang Tersembunyi di Kota Jakarta
ivan kamarullah 23 November Kisah di Jogjakarta Nadhira Putri Maharani 23 November Yang
Muda yang Peduli Kesehatan Muhammad Nur Hidayat 23 November Pendidikan Hanya Untuk
Orang-orang Bermodal yusrianto s.buruda 23 November Tentang Kompasiana Syarat &
Ketentuan
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/ahmadturmuzi/pengembangan-kompetensi-gurumenuju-pelaksanaan-dan-tanggung-jawab-secara-profesional_550e0e63a33311bc2dba7ddf

http://www.kompasiana.com/ahmadturmuzi/pengembangan-kompetensiguru-menuju-pelaksanaan-dan-tanggung-jawab-secaraprofesional_550e0e63a33311bc2dba7ddf

También podría gustarte