Está en la página 1de 9

Kamis, 02 Oktober 2014

Analisis Implementasi Kebijakan Publik


Analisis Implementasi Kebijakan
Penanggulangan HIV/AIDS
Di Kabupaten Jayapura
2012

LATAR BELAKANG MASALAH


Penyakit Aquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) adalah adalah sekumpulan
gejala penyakit yang disebabkan oleh menurunnya sistem kekebalan tubuh manusia akibat
Infeksi virus Humman Immunedeficiency Virus (HIV) yang menyerang sel darah
putihmanusia. Penderita HIV/AIDS akan berkurang kekebalan tubuhnya dan rentan terkena
infeksi oportunistik. Penyebaran HIV/AIDS ditimbulkan melalui hubungan seks bebas,
transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi dan juga kontak lain dengan cairan tubuh.
HIV/AIDS menjadi salah satu penyakit dengan tingkat penyebaran cukup tinggi di
Indonesia. Kini permasalahan HIV/AIDS bukan sekedar pada penularan dan penyebarannya,
akan tetapi juga pada kehidupan sosial penderita HIV/AIDS. Hal inilah yang menjadi dasar
mengapa kasus HIV/AIDS menjadi masalah yang banyak dibahas di Indonesia.
Wilayah yang memasuki level menyeluruh dalam penyebaran HIV/AIDS adalah di
Provinsi Papua. Kasus HIV/AIDS di Papua pertama kali ditemukan pada tahun 1992.
Menurut catatan Departemen Kesehatan pada tahun 2010 Papua menempati posisi tertinggi
ketiga setelah Jawa Barat dan Jawa Timur dengan jumlah kasus penderita HIV/AIDS. Akan
tetapi tingkat penyebaran HIV/AIDS terus meningkat setiap tahunnya di Papua, pada tahun
2012 tercatat 13.476 orang terinfeksi HIV/AIDS di Papua. Hal ini menyebabkan Papua
sebagai Provinsi dengan kasus HIV/AIDS terbanyak kedua setelah DKI Jakarta.
Tabel 1. Jumlah Kumulatif Kasus HIV & AIDS Berdasarkan Provinsi
No.
Provinsi
HIV
AIDS
1
DKI. Jakarta
20,775
5,118
2
Papua
8,611
4,865
3
Jawa Timur
11,282
4,663
4
Jawa Barat
6,315
4,043
5
Bali
5,393
2,755
6
Jawa Tengah
4,017
1,948
Sumber: Ditjen PP & PL Kemenkes Republik Indonesia, Juni 2012
Di Kabupaten Jayapura sendiri pada Maret 2010 tercatat penderita HIV/AIDS sebanyak
477 orang, yaitu 199 orang berasal dari kalangan ibu rumah tangga, 102 orang dari kalangan
PSK. Munculnya kasus penyebaran HIV/AIDS di Jayapura sebagian besar disebabkan oleh
aktivitas seks bebas terutama yang dilakukan oleh Pekerja Seks Komersial (PSK) maupun
kehidupan seks bebas yang muncul di masyarakat.
Maraknya penyebaran HIV/AIDS di Kabupaten Jayapura menjadi permasalahan publik
yang ditanggapi serius oleh Pemerintah Kabupaten Jayapura. Dalam menanggapi kasus
penyebaran HIV/AIDS yang semakin marak tersebut, Pemerintah Kabupaten Jayapura
mengeluarkan Perda Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan
HIV/AIDS dan IMS. Peraturan daerah yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten
Jayapura tersebut merupakan Perda pertama di Indonesia yang membahas tentang
penanggulangan HIV/AIDS. Peraturan Daerah yang dibuat tersebut telah dirumuskan dan

diimplementasikan. Akan tetapi pada praktiknya masih terdapat beberapa kendala dalam
proses implementasi kebijakannya.
Dalam karya tulis ini akan kami membahas analisis implementasi kebijakan
penanggulangan dan pencegahan HIV/AIDS yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Jayapura
beserta para stakeholder yang berada di dalam program tersebut. Analisis implementasi yang
akan kami sajikan menggunakan model analisis implementasi menurut Edward III, yang
didalamnya menitikberatkan pada sektor internal pelaksana program melalui empat indikator
yaitu komunikasi, struktur birokrasi, sumber daya, dan disposisi yang mempengaruhi berhasil
atau tidaknya implementasi kebijakan publik. Selain itu, juga akan di analisis menggunakan
teori kelayakan kebijakan David C. Korten.

PEMBAHASAN
HIV/AIDS merupakan isu kebijakan publik paling global. HIV/AIDS telah menyebar
ke seluruh dunia, sementara obat yang manjur untuk mencegah dan menyembuhkan
HIV/AIDS belum ditemukan. Saat ini HIV/AIDS bukan semata-mata masalah kesehatan,
akan tetapi telah memiliki implikasi politik, ekonomi, sosial, etika, agama, dan hukum
(Haryanto,dkk. 2010).
Papua sebagai Provinsi yang berada paling timur di Indonesia merupakan Provinsi
dengan jumlah kasus HIV/AIDS tertinggi kedua di Indonesia. Tercatat hingga Juni 2012
jumlah penduduk yang terinfeksi HIV/AIDS mencapai 13.476 orang (sumber: Ditjen PP &
PL Kemenkes RI), akan tetapi menurut Ketua Komisi Penanggulangan AIDS Dearah (KPAD)
Provinsi Papua dr. Constant Karma (2009) menyebutkan diperkirakan 29.000 orang Papua
hidup dengan HIV/AIDS dan diperkirakan sebagian besar merupakan bagian dari komunitas
yang tinggal di wilayah yang sulit diakses dan daerah pedalaman (Haryanto,dkk. 2010).
Menanggapi semakin parahnya kasus HIV/AIDS di Papua, pemerintah Kabupaten
Jayapura merespon dengan cepat melalui Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Pencagahan dan Penanggulangan HIV/AIDS dan IMS. Langkah yang diambil Pemkab
Jayapura patut mendapat apresiasi, sebab Perda ini merupakan perda tentang HIV/AIDS
pertama di Indonesia. Walaupun pada awalnya ketersediaan dana sangat minim, namun dana
tersebut mampu menggerakkan implementasi Perda tersebut.
Secara normatif, tujuan dari Perda Nomor 20 tahun 2003 adalah menekan laju
HIV/AIDS di wilayah Kabupaten Jayapura (Haryanto,dkk. 2010). Tujuan ini sangat jelas,
sehingga mampu menjadi pedoman bagi para implementor dalam melaksanakan Perda
tersebut. Jika ditelaah lebih jauh, Perda ini sebenarnya bertujuan untuk melakukan
pemberdayaan masyarakat dalam menanggulangi masalah HIV/AIDS di Jayapura. Melalui
pemberdayaan masyarakat diharapkan mampu menekan laju penyebaran penyakit
HIV/AIDS, diantaranya dengan mencegah terjadinya penularan kepada orang sehat,
melibatkan peran serta LSM yang concern pada masalah HIV/AIDS, dan juga meminimalisir
stigma di masyarakat mengenai HIV/AIDS, sehingga pengidap HIV/AIDS juga dapat hidup
normal di dalam masyarakat.
Adapun aktor yang terlibat dalam implementasi Perda Nomor 20 tahun 2003
diantaranya Dinas Kesehatan dan Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Jayapura sebagai
representatif Pemerintah Kabupaten Jayapura, NGO/LSM, dan masyarakat. Selain itu,
pemerintah Kabupaten Jayapura memilih menerapkan instrumen penggunaan kondom saat
berhubungan seksual beresiko. Instrumen penggunaan kondom dipilih berdasarkan data yang
ada menunjukan bahwa 97% lebih kasus penyebaran HIV/AIDS di Papua menular melalui
hubungan seks bebas.

Analisis Impementasi Kebijakan


Implementasi kebijakan merupakan studi penting dari kajian ilmu administrasi publik,
khususnya ilmu kebijakan publik. Sebuah kebijakan tidak akan membawa manfaat bagi

masyarakat luas tanpa adanya implementasi. Budi Winarno (2008) menyatakan bahwa
implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses kebijakan publik, dan
suatu program kebijakan harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang
diinginkan.
Kegiatan implementasi juga merupakan aktivitas kompleks dan rumit. Smith dan
Larimer (dalam Haryanto,dkk. 2010) menyatakan implementasi kebijakan merupakan one of
the most complex areas in policy studies. Dikatakan kompleks karena pada fase implementasi
merupakan area bertemunya para aktor politik, eksekutif, birokrasi, dan masyarakat, terlebih
dalam model deliberative policy yang melibatkan lebih banyakstakeholder di dalamnya
(Haryanto,dkk. 2010).
Implementasi kebijakan publik juga dikatakan sebagai aktivitas yang rumit, sebab
banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan. Kebijakan publik
yang telah direkomendasikan untuk dipilik oleh policy makers bukanlah jaminan bahwa
kebijakan tersebut pasti berhasil dalam implementasinya, sebab ada banyak variable yang
mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan baik yang bersifat individual, kelompok
atau institusi (Subarsono, 2011).
Terkait dengan kasus HIV/AIDS di Jayapura, Pemerintah Kabupaten Jayapura
berupaya menanggulanginya dengan mengimplementasikan Peraturan Daerah Nomor 20
tahun 2003 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS dan IMS. Sejak Perda ini
diimplementasikan hingga saat ini, justru jumlah orang yang terinfeksi HIV/AIDS semakin
bertambah. Meskipun demikian, fenomena tingginya kasus HIV/AIDS di Kabupaten
Jayapura, tidak semata-mata dikarenakan kegagalan dalam mengimplementasikan kebijakan.
Sebab kasus HIV/AIDS di Kabupaten Jayapura seperti gunung es, artinya dipermukaan
tidak begitu nampak, akan tetapi di dalamnya sangat pesat penyebarannya. Oleh karena itu
dibutuhkan waktu yang relatif lama dan juga kegiatan yang bersifat kontinu dalam
menanggulangi kasus HIV/AIDS di Kabupaten Jayapura.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa keberhasilan implementasi kebijakan
sangat dipengaruhi oleh banyak variabel atau faktor, dan masing-masing varibel tersebut
saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Maka untuk lebih memahami implementasi
kebijakan (Peraturan Daerah Nomor 20 tahun 2003 tentang Pencagahan dan Penanggulangan
HIV/AIDS dan IMS) di Kabupaten Jayapura, harus terlebih dahulu dipahami berbagai
variabel yang mempengaruhinya. Dalam hal ini akan digunakan teori impelementasi dari
George C. Edwards III dan David C. Korten. Berikut ini pembahasannya:
1. Teori Implementasi George C. Edwards III
Model Implementasi kebijakan publik yang dikemukakan oleh Edward menunjuk
empat variabel yang berperan penting dalam pencapaian keberhasilan implementasi, empat
variabel tersebut adalah komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi (dalam
Indiahono, 2009). Keempat variabel ini saling memiliki keterkaitan dan saling bersinergi satu
dengan yang lainnya.
a. Komunikasi
Setiap kebijakan akan dapat dilaksanakan dengan baik jika terjadi komunikasi efektif
antara pelaksana program dengan kelompok sasaran. Selain itu, apa yang menjadi tujuan dan
sasaran kebijakan juga harus dipahami dengan baik oleh pelaksanan dan juga
penerima/sasaran program.
Pada kasus implementasi kebijakan penanggulangan HIV/AIDS di Kabupaten
Jayapura, dapat terlihat dengan jelas bahwa komunikasi tidak berjalan dengan baik antara
pelaksana dan penerima program. Hal ini terlihat dengan hanya menjadikan masyarakat,
khusus pekerja seks komersil sebagai objek kebijakan. Masyarakat tidak dilibatkan sebagai
subjek kebijakan, padahal dalam pasal 6 ayat 3 Peraturan Daerah Nomor 20 tahun 2003
tentang Pencagahan dan Penanggulangan HIV/AIDS dan IMS, disebutkan bahwa

Masyarakat dan LSM menjadi pelaku utama, sedangkan pemerintah berkewajiban


mengarahkan, membimbing dan menciptakan suasana yang mendukung. Apa yang tertuang
dalam pasal tersebut, mengarah pada terwujudnya partisipasi dan pemberdayaan masyarakat.
Padahal masyarakat, sangat membutuhkan informasi dan pendidikan mengenai
HIV/AIDS. Khusus untuk pekerja seks komersil, mereka sebenarnya memegang peranan
penting dalam penyebaran HIV/AIDS, oleh karena itu, mereka seharusnya diberikan
pengetahuan (komunikasi) yang baik mengenai HIV/AIDS, hal ini penting guna menghambat
penyebaran penyakit tersebut.
b. Sumber Daya
Sumber daya yang dimaksud disini adalah sumber daya manusia dan sumber daya
finansial. Berdasarkan hasil penelitian Haryanto, dkk (2010) disebutkan bahwa implementasi
kebijakan pencagahan dan penanggulangan HIV/AIDS di Kabupaten Jayapura masih
terkendala masalah sumber daya manusia, baik secara kuantitas maupun kualitas.
Ketersediaan tenaga kesehatan di Kabupaten Jayapura khususnya untuk penanganan
penderita HIV/AIDS masih sangat kurang. Penderita HIV/AIDS memerlukan tenaga
profesional tidak saja untuk pengobatan akan tetapi juga dukungan psikologi dan sosial. Hal
tersebut menyebabkan kesulitan pemberdayaan penderita HIV/AIDS.
Selain sumber daya manusia, faktor finansial juga memegang peran penting dalam
keberhasilan implementasi kebijakan. Penderita HIV/AIDS di Kabupaten Jayapura setiap
tahunnya terus meningkat, hal ini tentunya membawa konsekuensi semakin besarnya dana
yang harus disediakan tiap tahunnya. Pendanaan yang semakin besar mengingat penderita
HIV/AIDS harus mengkonsumsi ARV sepanjang hidupnya, selain itu pemerintah juga harus
memberikan dukungan kepada para penderita HIV/AIDS karena umumnya mereka
mendapatkan perlakuan diskriminatif di masyarakat.
Pemerintah Kabupaten Jayapura mengalami kesulitan pendanaan dalam pencegahan
dan penanggulangan HIV/AIDS, untuk mengatasi masalah pendanaan, pemerintah selama ini
tergantung kepada bantuan lembaga donor asing. Hal ini bisa dikatakan cukup baik, akan
tetapi perlu menjadi perhatian pemerintah adalah bantuan lembaga donor biasanya hanya
bersifat sementara, sedangkan kesuksesan penanggulangan HIV/AIDS membutuhakn
kesinambungan program-program.
c. Disposisi
Disposisi menunjukan karakteristik implementor kebijakan seperti komitmen,
kejujuran, dan demokratis. Dalam hal komitmen, pemerintah Kabupaten Jayapura seperti
sangat serius dalam penanggulangan HIV/AIDS. Terbukti dengan diterbitkannya Perda yang
konsen dalam pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS, sekaligus merupakan perda
pertama di Indonesia yang fokus pada masalah HIV/AIDS. Komitmen juga ditunjukan
dengan sering terlibat langsungnya kepada daerah dalam berbagai kegiatan pencegahan dan
penanggulangan HIV/AIDS di lapangan.
Yang masih harus menjadi perhatian adalah faktor kejujuran dan demokratis. Belum
dilibatkannya masyarakat secara langsung dalam berbagai program pencegahan dan
penanggulangan HIV/AIDS membuktikan belum demokratisnya pemerintah Kabupaten
Jayapura dalam implementasi kebijakan.
d. Struktur Birokrasi
Struktur birokrasi pemerintah Kabupaten Jayapura dalam mengimplementasikan
kebijakan pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS dikatakan cukup baik. Selama ini
pemerintah Kabupaten Jayapura cukup terbuka dalam membangun kerja sama dengan
pemerintah provisi dan pusat, membangun kemitraan bersama berbagai LSM yang ada di
daerah, dan juga menjalin kerja sama dengan lembaga donor asing.
Akan tetapi masih terdapat masalah dalam keterbatasan kapasitas birokrasi terkait
sumber daya manusia yang ada. Selain itu, berbagai bantuan dari lembaga donor dan juga

kerja LSM kurang terkoordinasi, sehingga yang terjadi seolah berjalan sendiri-sendiri, tanpa
adanya sinergi.
2. Teori Model Kelayakan Kebijakan David C. Korten
Menurut Korten kebijakan dikatakan layak atau akan berjalan dengan baik apabila
terjadi sinergi antara kebijakan itu sendiri dengan pelaksanan kebijakan dan penerima
kebijakan. Ketiga variabel (kebijakan, pelaksana, dan sasaran) harus berada dalam kondisi
yang baik/layak.

a. Kebijakan
Komitmen pimpinan politik merupakan salah satu pendorong keberhasilan
implementasi kebijakan. Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pencagahan dan
Penanggulangan HIV/AIDS dan IMS merupakan salah satu komitmen politik pemerintah
Kabupaten Jayapura dalam menganggulangi kasus HIV/AIDS di Jayapura. Selain itu, Bupati
sering terlihat keikutsertaannya dalam aktivitas-aktivitas penanggulangan HIV/AIDS di
daerah (Haryanto,dkk. 2010).
Tidak semua daerah memiliki perda tentang HIV/AIDS. Kabupaten Jayapura
merupakan dearah pertama di Indonesia yang memiliki Perda yang concern pada pencegahan
dan penanggulangan HIV/AIDS. Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Pencagahan dan Penanggulangan HIV/AIDS dan IMS merupakan inisiatif pemerintah (topdown), namun pada proses implementasinya melibatkan multi aktor, baik dari pemerintah,
non pemerintah, dan masyarakat.
Secara normatif, tujuan dari Perda Nomor 20 tahun 2003 adalah menekan laju
HIV/AIDS di wilayah Kabupaten Jayapura (Haryanto,dkk. 2010). Tujuan ini sangat jelas,
sehingga mampu menjadi pedoman bagi para implementor dalam melaksanakan Perda
tersebut. Jika ditelaah lebih jauh, Perda ini sebenarnya bertujuan untuk melakukan
pemberdayaan masyarakat dalam menanggulangi masalah HIV/AIDS di Jayapura. Melalui
pemberdayaan masyarakat diharapkan mampu menekan laju penyebaran penyakit
HIV/AIDS, diantaranya dengan mencegah terjadinya penularan kepada orang sehat,
melibatkan peran serta LSM yang concern pada masalah HIV/AIDS, dan juga meminimalisir
stigma di masyarakat mengenai HIV/AIDS, sehingga pengidap HIV/AIDS juga dapat hidup
normal di dalam masyarakat.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka kebijakan pemerintah Kabupaten Jayapura, yakni
Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pencagahan dan Penanggulangan
HIV/AIDS dan IMS, bisa dikata sudah cukup baik. Maka yang menjadi fokus selanjutnya
adalah bagaimana Perda itu diimplementasikan.
b. Pelaksanan Kebijakan
Aktor yang terlibat dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 2003 terdiri
dari aktor pemerintah, aktor non pemerintah, aktor internasional, dan masyarakat. Hal ini
menunjukan implementasi Perda tersebut telah melibatkan multi-aktor.
Aktor pemerintah Kabupaten Jayapura sendiri terkendala baik secara kuantitas maupun
kualitas. Ketersediaan tenaga kesehatan di Kabupaten Jayapura khususnya untuk penanganan
penderita HIV/AIDS masih sangat kurang. Penderita HIV/AIDS memerlukan tenaga
profesional tidak saja untuk pengobatan akan tetapi juga dukungan psikologi dan sosial. Hal
tersebut menyebabkan kesulitan pemberdayaan penderita HIV/AIDS.
Aktor internasional bertindak bertindak sebagai lembaga donor dalam berbagai
program pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di Jayapura. Tetapi perlu menjadi
perhatian pemerintah Jayapura adalah bantuan lembaga donor asing biasanya hanya bersifat
sementara, sedangkan kesuksesan penanggulangan HIV/AIDS membutuhakn kesinambungan

program-program. Adapun peran LSM dalam pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di


Jayapura adalah sebagai mitra dari pemerintah. Sedangkan masyarakat hanya ditempatkan
sebagai objek kebijakan.
c. Sasaran Kebijakan
Ditengah gencarnya pemerintah dalam pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di
Jayapura, masyarakan sebagai sasaran kebijakan hanya ditempatkan sebagai objek kebijakan.
Padahal dalam pasal 6 ayat 3 Peraturan Daerah Nomor 20 tahun 2003 tentang Pencagahan
dan Penanggulangan HIV/AIDS dan IMS, disebutkan bahwa Masyarakat dan LSM menjadi
pelaku utama, sedangkan pemerintah berkewajiban mengarahkan,membimbing dan
menciptakan suasana yang mendukung.
Padahal masyarakat, sangat membutuhkan informasi dan pendidikan mengenai
HIV/AIDS. Khusus untuk pekerja seks komersil, mereka sebenarnya memegang peranan
penting dalam penyebaran HIV/AIDS, oleh karena itu, mereka seharusnya diberikan
pengetahuan (komunikasi) yang baik mengenai HIV/AIDS, hal ini penting guna menghambat
penyebaran penyakit tersebut.
Penderita HIV/AIDS seharusnya tidak hanya menjadi objek, tetapi juga menjadi subjek
kebijakan. Keterlibatan penderita (pemberdayaan) dalam penanggulangan HIV/AIDS
memiliki banyak keuntungan diantaranya dapat sebagai efektive prevention,yaitu kesadaran
untuk tidak menularkan penyakit yang dideritanya kepada orang lain. Pada tingkat sosial,
keterlibatan mereka membantu mengurangi stigma dan diskriminasi (Haryanto,dkk. 2010).

Penilaian
Berdasarkan teori dari Edward dan Korten, terdapat tujuh variabel yang berpengaruh
terhadap keberhasilan implementasi kebijakan. Selanjutnya, kami mencoba untuk
memberikan penilaian terhadap Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pencagahan
dan Penanggulangan HIV/AIDS dan IMS di Jayapura terkait pemberdayaan masyarakat.
Penilaian ini berdasarkan pembahasan sebelumnya dengan menggunakan tujuh variabel.
Penilaiannya sebagai berikut :
Tabel 2. Penilaian Kebijakan
Variabel
Baik
Kebijakan
Pelaksana
Sasaran
Komunikasi
Sumber Daya
Disposisi
Struktur Birokrasi

Penilaian
Cukup

Kurang

Berdasarkan penilaian di atas, terlihat bahwa implementasi Peraturan Daerah Nomor 20


Tahun 2003 tentang Pencagahan dan Penanggulangan HIV/AIDS dan IMS di Jayapura
kurang berjalan dengan baik. Namun bukan berarti Perda tersebut gagal begitu saja. Sebab
secara kebijakan, perda tersebut dapat dikatakan layak, yang perlu dilakukan pemerintah
Kabupaten Jayapura saat ini adalah bagaimana mengevaluasi dan membenahi berbagai
kekurangan yang ada. Selain itu, pemerintah juga harus lebih melakukan pemberdayaan
masyarakat dalam menganggulangi masalah HIV/AIDS, sebab masyarakat juga memegang
peranan yang sangat penting. Masyarakat jangan lagi hanya dijadikan objek kebijakan, akan
tetapi mereka juga harus dilibatkan sebagai subjek kebijakan.

Fenomena tingginya kasus HIV/AIDS di Kab. Jayapura bukan semata-mata merupakan


sebuah kegagalan implementasi kebijakan. Sebab untuk menunjukan gejala seseorang
terinfeksi memerlukan waktu yang lama, yakni dengan masa full-blown AIDS berkisar 5-10
tahun. Bertambahnya penderita HIV/AIDS tidak selamanya merupakan kegagalan program,
sebeb bisa juga merupakan keberhasilan pemerintah dalam melakukan pendataan masyarakat
yang terinfeksi HIV/AIDS, sehingga bisa dilakukan langkah-langkah selanjutnya guna
mencegah penyebaran yang lebih luas.
Masalah HIV/AIDS merupakan masalah yang sulit. Namun sudah menjadi tugas
pemerintah untuk melindungi masyarakatnya dari berbagai ancaman dalam berbagai bentuk,
termasuk HIV/AIDS.

Rekomendasi
Implementasi Perda Nomor 20 Tahun 2003, belum optimal. Peraturan Daerah tentang
HIV dan AIDS di Kabupaten Jayapura, penanganan masih sebatas pengawasan terhadap para
pelaku seks di tempat prostitusi resmi dan tak resmi. Agar pelaksanaan Perda lebih maksimal
Pemerintah daerah Kabupaten Jayapura perlu mencontoh implementasi Perda pencegahan
dan penanggulangan HIV-AIDS Kabupaten Marauke. Implementasi Perdapencegahan dan
penanggulangan HIV-AIDS Kabupaten Marauke disertai dengan adanya sanksi yang tegas,
seperti apabila ada seseorang pekerja seks yang sampai tiga (3) kali ketahuan menderita IMS,
maka yang bersangkutan akan disidangkan secara tindak pidana ringan (Tipiring), dan yang
bersangkutan bisa dikenakan denda sebesar Rp. 1 juta.Sebenarnya Perda pencegahan dan
penanggulangan HIV-AIDS di Kabupaten Jayapura juga disertai dengan sanksi yang tegas,
hanya saja dalam implementasinya sanksi tersebut tidak diterapkan.
Pemerintah Kabupaten Jayapura juga sepertinya perlu mengembangkan pendekatan lain
dalam menanggulangi HIV/AIDS, seperti pendekatan ekonomi, pendidikan, dan religi.
Tingginya kasus HIV-AIDS di kalangan ibu rumah tangga (26%) dikarenakan pekerjaan seks
jalanan yang dilakukan ibu rumah tangga untuk mencukupi kebutuhan ekonomi (faktor
ekonomi), seharusnya mendorong pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakatnya.
Maraknya minuman keras dan transaksi seksual yang sudah membudaya dimasyarakat
Jayapura merupakan salah satu faktor terbesar penyebaran HIV-AIDS. Dalam hal ini perlu
dilakukan dua pendekatan, yakni pendekatan pendidikan dan religi. Pemerintah bisa bekerja
sama dengan para tokoh agama untuk menyadarkan masyarakat bahwa apa yang mereka
lakukan saat ini adalah perbuatan dosa dan harus ditinggalkan.
Para
pemilik
modal
dan pekerja
seks
juga
diberdayakan
dengan
dilatih keterampilanatau bidang kerja lainnya yang lebih baik, sehingga kemudian mereka
bisa dikembalikan ke masyarakat dan mencari uang secara baik. Pemerintah harus berani dan
tegas untuk mencabut izin usaha pengelola lokalisasi yang terbukti melanggar aturan. Tempat
lokalisasi ditutup dan diganti dengan rumah ibadah dan sarana pendidikan umum lainnya.
Sehingga, Peraturan daerah tidak hanya menjadi pajangan yang mengecoh (AIDS Watch
Indonesia; 08 Oktober 2012).
Implementasi Perda HIV-AIDS oleh Pemda Jayapura, perlu melihat apakah dari
masyarakat Jayapura sendiri mengetahui apa itu HIV-AIDS, akibatnya apapun usaha yang
dilakukan pemerintah tanpa memahami keterbatasan yang ada ditengah-tengah masyarakat
sama halnya usaha menjaring angin. Sehingga komunikasi dan pendidikan mengenai
HIV/AIDS perlu dilakukan oleh pemerintah dengan membangun kerja sama dengan berbagai
organisasi yang perduli terhadapa HIV/AIDS.

Daftar Pustaka
Ditjen PP & PL Kemenkes RI. 2012. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia.

Harahap, Syaiful W. 2012. Penanggulangan HIV/AIDS di Jayapura, Papua, Tidak


Konkret.http://regional.kompasiana.com/2012/01/28/penanggulangan-hivaids-di-kabjayapura-papua-tidak-konkret/, diakses 20 November 2012.
Haryanto,dkk. 2010. Implementasi Kebijakan Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS dan
Infeksi Menular Seksual (IMS) di Kabupaten Jayapura. Spirit Publik.Volume 7, Nomor 1:
67-85.
Indiahono, Dwiyanto. 2009. Perbandingan Administrasi Publik: Model, Konsep, dan
Aplikasi. Gava Media: Yogyakarta.
Subarsono, AG. 2011. Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori, dan Aplikasi. Pustaka Pelajar:
Yogyakarta.
Winarno, Budi. 2008. Kebijakan Publik: Teori dan Proses. Media Pressindo: Jakarta.
Diposkan oleh Aziz Kusuma Aji di 01.23

Reaksi:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar:


Poskan Komentar
Link ke posting ini
Buat sebuah Link
Posting LamaBeranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)
Welcome to My Blog..

Semuanya menjadi lebih baik dengan do'a, ilmu pengetahuan, dan teknologi..

http://facebook.com/azizkusumaaji
Pencarian

Cari

Library Entri Populer

Penerapan Sistem Good Governance pada Sektor Publik dan Privat


SISTEM ADMINISTRASI NEGARA INDONESIA Penerapan S i stem Good Governance pada S ektor Publik dan Privat Oleh: Aziz
Kusuma Aji (F1B0090...
Modernisasi Sistem Administrasi Perpajakan sebagai Strategi Peningkatan Kepatuhan dan Kesadaran Wajib Pajak
A.
Latar Belakang Masalah Penerimaan pajak merupakan sumber utama pembiayaan pemerintah dan pembangunan. Saat ini
sekitar 70% APBN...
Model Analisis Kualitatif dalam Evaluasi Kebijakan
Akar Metode Evaluasi Kualitatif Akar filosofi metode kualitatif menekankan pentingnya pemahaman makna dari perilaku manusia dan
konteks...
Analisis Implementasi Kebijakan Publik
Analisis Implementasi Kebijakan Penanggulangan HIV/AIDS Di Kabupaten Jayapura 2012 ...
Pengawasan Pembangunan
A.
Latar Belakang Permasalahan Laporan pertanggungjawaban Bupati adalah merupakan tanggung jawab penyelenggaraan
seorang Kepala Dae...
Untuk Dosen
Ketika seorang dosen dituntut untuk membuat soal ujian mata kuliah Akuntansi, Administrasi Perpajakan, atau sejenisnya untuk
mahasiswa, suda...
Pelembagaan Pembangunan
Premanisme, Percaloan, dan Pungutan Liar di Kawasan Terminal Purwokerto dan Sekitarnya (Studi Kegagalan Pembangunan
Manusia) 2011 ...

Arsip Blog

2014 (2)
Oktober (2)

Analisis Implementasi Kebijakan Publik

Pelembagaan Pembangunan

2013 (4)

2012 (1)
Mengenai Saya

Aziz Kusuma Aji


Lihat profil lengkapku
Followers
Follow by Email

Submit
Daftar Link Relasi

Administrasi Negara, Fisip, Unsoed


FISIP Unsoed
Universitas Jenderal Soedirman
Daftar Blog Saya

Dwiyanto Indiahono, MS.i


Review Diskusi BPJS, Jaminan Kesehatan: antara masalah dan tantangan - Siang itu, matahari masih menyengat di lingkungan Gedung
Dekanat FK Universitas Jenderal Soedirman. Tetapi, begitu memasuki gedung, suasana berubah drast...
10 bulan yang lalu

Ali Rokhman, Ph.D


Total Tayangan Laman

19139
Translate

Diberdayakan oleh

Terjemahan

Template Simple. Gambar template oleh luoman. Diberdayakan oleh Blogger.

También podría gustarte