Está en la página 1de 16

Tugas kultur Jaringan dan Biosintesis

KULTUR DN BIOSINTESIS L-DOPA

Oleh :
Wa Ode Siti Karnia Ramadan
F1F1 12 138

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
rahmat sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini tanpa suatu
halangan yang berarti.
Adapun tujuan dari penyusunan makalah yang berjudul Argentometri ini
adalah sebagai pemenuhan tugas yang diberikan demi tercapainya tujuan
pembelajaran yang telah direncanakan ada mata kuliah Kimia Analisis I. Selain
itu, agar dapat mengetahui tentang argentometri, baik pengertian argentometri,
metode yang digunakan dalam argentometri, dan faktor yang mempengaruhi
pengendapan.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan
dan jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu, kritik dan saran yang membangun
sangat kami harapkan demi terciptanya makalah yang lebih baik selanjutnya. Dan
semoga dengan hadirnya makalah ini dapat memberi manfaat bagi pembaca
sekalian.

Kendari,
Penyusun

2016

DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I. Pendahuluan
a. Latar Belakang
b. Rumusan Masalah
c. Tujuan Penulisan
Bab II . Pembahasan
a. Pengertian Argentometri

b. Metode Argentometri
1. Metode Mohr
2. Metode Valhard
3. Metode Fajans
c. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Pengendapan

d. Pembentukan Endapan Warna


e. Contoh Perhitungan
Bab III. Penutup
Referensi

BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Perkembangan teknologi saat ini sangat mempengaruhi berbagai
bidang termasuk bidang farmasi. Semakin banyaknya industri-industri farmasi
yang turut menerapkan kemajuan teknologi, semakin meningkat pula jumlah
produk-produk farmasi yang tersedia untuk masyarakat. Industri farmasi saat
ini tidak hanya memfokuskan perhatian pada bidang pembuatan dan
penyediaan obat, melainkan juga telah mencakup berbagai produk yang
tersedia dalam masyarakat seperti makanan dan kosmetik. Dalam penyediaan
suatu produk farmasi dipergunakan berbagai senyawa-senyawa yang
dikombinasikan satu dengan yang lain untuk menghasilkan suatu senyawa
baru yang sangat bermanfaat. Pengkombinasian ini melibatkan berbagai
senyawa baik yang mudah larut dalam air, maupun yang tidak.
Khusus dalam penetapan kadar senyawa yang sukar larut diterapkan
metode tertentu sebab sifat dari senyawa yang sukar larut memiliki sifat
tertentu yang tidak dimiliki oleh senyawa yang larut. Salah satu metode
tersebut adalah argentometri. Metode ini hanya ditekankan bagi senyawa yang
diketahui sukar larut. Argentometri adalah suatu titrasi dengan menggunakan
perak nitrat sebagai titran dimana akan terbentuk garam perak yang sukar
larut.
Dasar titrasi argentometri adalah pembentukaqn endapan yang tidak
mudah larut antara titran dengan analit. Titrasi argentometri merupakan teknik
khusus yang digunakan untuk menetapakan perak dan senyawa halida.
Penetapan kadar zat analit didasari oleh pembentukan endapan. Sebagai
contoh yang banyak dipakai adalah titrasi penentuan NaCl dimana ion Ag+
dari titran akan bereaksi dengan ion Cl- dari analit membentuk garam yang
tidak mudah larut AgCl.

Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang


berarti perak. Jadi, Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan
kadar zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasar
pembentukan endapan dengan ion Ag+. Pada titrasi argentometri, zat
pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator dicampur dengan larutan
standargaram perak nitrat (AgNO3). Dengan mengukur volume larutan
standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan,
kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan. (Underwood,1992)

b. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan argentometri?
2. Metode apa saja yang ada dalam

titrasi argentometri dan bagaimana

prinsip dari masing-masing metode tersebut?


3. Faktor apa saja yang mempengaruhi pengendapan?
4. Bagaiman Warna terbentuk pada endapan ?

c. Tujuan
Tujuan kami membuat makalah ini adalah sebagai pemenuhan
tugas. Selain itu, supaya kami dapat memahami tentang argentometri dan
prinsip-prinsip dasar titrasi argentometri.

BAB II
PEMBAHASAN
a. Teori Umum
Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang
berarti perak. Jadi, Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan
kadar zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasar
pembentukan endapan dengan ion Ag+. Salah satu cara untuk menentukan
kadar asam basa dalam suatu larutan adalah dengan volumetric (titrasi).
Volumetri (titrasi) merupakan cara penentuan kadar suatu zat dalam larutannya
didasarkan pada pengukuran volumenya.
Berdasarkan reaksinya volumetri (titrasi) dibedakan menjadi beberapa
bagian, salah satunya adalah argentometri. Volumetri jenis ini berdarkan atas
reaksi krespilasi (pengendapan dari ion Ag+). Argentometri merupakan titrasi
yang melibatkan reaksi antara ion halida (Cl-, Br-, I-) atau anion lainnya (CN-,
CNS-) dengan ion Ag+ (Argentum) dari perak nitrat (AgNO3) dan membentuk
endapan perak halida (AgX)
Ag+ + X-

AgX

b. Metode Argentometri
Berdasarkan pada indikator yang digunakan, titrasi argentometri dapat
dibedakan atas beberapa metode, antara lain :
1. Metode Mohr (pembentukan endapan berwarna)
Metode Mohr dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida
dan bromida dalam suasana netral dengan larutan standar AgNO 3 dan
penambahan K2CrO4 sebagai indikator. Titrasi dengan cara ini harus
dilakukan dalam suasana netral atau dengan sedikit alkalis, pH 6,5 9,0.
Dalam suasana asam, perak kromat larut karena terbentuk dikromat dan

dalam suasana basa akan terbentuk endapan perak hidroksida. Reaksi yang
terjadi adalah :
Asam : 2CrO42- + 2HBasa

: 2 Ag+ + 2 OH2AgOH

CrO72- + H2O
2AgOH
Ag2O + H2O

(Khopkar, SM, 1990)

Konsentrasi ion klorida dalam suatu larutan dapat ditentukan


dengan cara titrasi dengan larutan standar perak nitrat. Endapan putih
perak klorida akan terbentuk selama proses titrasi berlangsung dan
digunakan indikator larutan kalium kromat encer. Setelah semua ion
klorida mengendap maka kelebihan ion Ag+ pada saat titik akhir titrasi
dicapai akan bereaksi dengan indikator membentuk endapan coklat
kemerahan Ag2CrO4. Prosedur ini disebut sebagai titrasi argentometri
dengan metode Mohr. Reaksi yang terjadi adalah :
Ag+(aq) + Cl-(aq)
Ag+(aq) + CrO42-(aq)

AgCl(s) (endapan putih)


Ag2CrO4(s)

(coklat kemerahan)

Penggunaan metode Mohr sangat terbatas jika dibandingkan


dengan metode Volhard dan metode Fajans dimana dengan metode ini
hanya dapat dipakai untuk menentukan konsentrasi Cl-, CN-, dan Br-.
Aplikasi titrasi argentometri dengan metode Mohr banyak
digunakan untuk menentukan kandungan kadar klorida dalam berbagai
contoh air, misalnya air sungai, air laut, air sumur, air hasil pengolahan
industry sabun, dan sebagainya. Titrasi dengan metode Mohr dilakukan
dengan kondisi larutan berada pada pH kisaran 6,5-10 disebabkan karena
ion kromat adalah basa konjugasi dari asam kromat. Jika pH dibawah 6,5
maka ion kromat akan terprotonasi sehingga asam kromat akan
mendominasi didalam larutan akibatnya dalam larutan yang bersifat sangat
asam konsentrasi ion kromat akan terlalu kecil untuk memungkinkan
terjadinya endapan Ag2CrO4 sehingga hal ini akan berakibat sulitnya
pendeteksian titik akhir titrasi. Analit yang bersifat asam dapat
ditambahkan kalsium karbonat agar pH nya berada pada kisaran pH

tersebut atau dapat juga dilakukan dengan menjenuhkan analit dengan


menggunakan padatan natrium hidrogen karbonat (Anonim,2009)
2. Metode Valhard (Penentu zat warna yang mudah larut)
Prinsip :
Pada metode ini, sejumlah volume larutan standar AgNO3
ditambahkan secara berlebih ke dalam larutan yang mengandung ion
halide (X-). Sisa larutan yang tidak bereaksi dengan Cl - dititrasi dengan
larutan standar tiosionat (KSCN atau NH4 SCN) menggunakan indicator
besi (III) (Fe3+). Reaksinya sebagai berikut
Ag+ (berlebih) + X-

AgX

Ag+ (sisa) + SCN-

AgSCN

SCN-

+ Fe3+

+ sisa Ag+

Fe(SCN)2+

Metode ini digunakan dalam penentuan ion Cl+, Br -, dan I- dengan


penambahan larutan standar AgNO3. Indikator yang dipakai adalah
Fe3+dengan titran NH4CNS, untuk menentralkan kadar garam perak
dengan titrasi kembali setelah ditambah larutan standar berlebih.
Kelebihan AgNO3 dititrasi dengan larutan standar KCNS, sedangkan
indikator yang digunakan adalah ion Fe3+ dimana kelebihan larutan KCNS
akan diikat oleh ion Fe3+ membentuk warna merah darah dari
FeSCN (Khopkar,1990)
Konsentrasi ion klorida, iodide, bromide dan yang lainnya dapat
ditentukan dengan menggunakan larutan standar perak nitrat. Larutan
perak nitrat ditambahkan secara berlebih kepada larutan analit dan
kemudian kelebihan konsentrasi Ag+ dititrasi dengan menggunakan larutan
standar (SCN-) dengan menggunakan indicator ion Fe3+. Ion besi (III) ini
akan bereaksi dengan ion tiosianat membentuk kompleks yang berwarna
merah.

Reaksi yang terjadi adalah :


Ag+(aq) + Cl-(aq)

AgCl(s) (endapan putih)

Ag+(aq) + SCN-(aq)

AgSCN(s) (endapan putih)

Fe3+(aq) + SCN-(aq)

Fe(SCN)2+ (kompleks berwarna merah)

Aplikasi dari argentometri dengan metode Volhard ini adalah


penentuan konsentrasi ion halida. Kondisi titrasi dengan dengan metode
Volhard harus dijaga dalam kondisi asam karena jika larutan analit bersifat
basa maka akan terbentuk endapan Fe(OH)3. Jika kondisi analit adalah
basa atau netral maka sebaliknya titrasi dilakukan dengan metode Mohr
atau metode Fajans (Anonim,2009).
3. Metode Fajans (Indikator absorbsi)
Prinsip :
Pada titrasi Argentometri dengan metode Fajans ada dua tahap
untuk menerangkan titik akhir titrasi dengan indicator absorpsi (fluorescein).
Selama titrasi berlangsung (sebelum TE) ion halide (X -) dalam keadaan
berlebih dan diabsorbsi pada permukaan endapan AgX sebagai permukaan
primer. Setelah titik ekivalen tercapai dan pada saat pertama ada kelebihan
AgNO3 yang ditambahkan Ag+ akan berada pada permukaan primer yang
bermuatan positif menggantikan kedudukan ion halide (X-) . Bila hal ini
terjadi maka ion indicator yang bermuatan negative akan diabsorpsi oleh Ag+
(atau oleh permukaan absorpsi). Jadi, titik akhir titrasi tercapai bila warna
merah telah terbentuk.
Titrasi argenometri dengan cara fajans adalah sama seperti pada
cara Mohr, hanya terdapat perbedaan pada jenis indikator yang digunakan.
Indikator yang digunakan dalam cara ini adalah indikator adsorbsi seperti
eosine atau fluonescein menurut macam anion yang diendapkan oleh Ag +.
Titrannya adalah AgNO3 hingga suspensi violet menjadi merah. pH tergantung
pada macam anion dan indikator yang dipakai. Indikator adsorbsi adalah zat
yang dapat diserap oleh permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya
warna. Indikator yang sering digunakan adalah fluorescein dan eosin.

Pengendapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekuivalen antara
lain dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH. Sebelum titik
ekuivalen tercapai, ion Cl- berada dalam lapisan primer dan setelah tercapai
ekuivalen maka kelebihan sedikit AgNO3 menyebabkan ion Cl- akan
digantikan oleh Ag+ sehingga ion Cl- akan berada pada lapisan sekunder
(Gandjar, 2007).
Indikator adsorbsi merupakan pewarna, seperti diklorofluorescein
yang berada dalam keadaan bermuatan negative dalam larutan titrasi akan
teradsorbsi sebagai counter ion pada permukaan endapan yang bermuatan
positif. Dengan terserapnya ini maka warna indicator akan berubah dimana
warna diklorofluorescein menjadi berwarna merah muda. Mekanisme
teradsorbsinya indicator ini ditunjukkan oleh gambar berikut ini:

Indikator absorbsi dapat digunakan untuk titrasi argentometri, titrasi


argentometri yang menggunakan indicator adsorbsi dikenal dengan sebuah
titrasi argentometi metode Fajans. Contohnya pada penggunaan titrasi ion
klorida dengan larutan standar Ag+. Dimana hasil reaksi dari kedua zat
tersebut adalah :
Ag+(aq) + Cl-(aq)

AgCl(s) (endapan putih)

Endapan perak klorida membentuk endapan yang bersifat koloid.


Sebelum titik ekuivalen dicapai maka endapan akan bemuatan negatif.

Disebabkan terabsorbsinya Cl- diseluruh permukaan endapan. Dan terdapat


counter ion bermuatan positif dari Ag+ yang terabsorbsi dengan gaya
elektrostatis pada endapan. Setelah titik ekuivalen dicapai makan tidak
terdapat lagi ion Cl-yang terabsorbsi pada endapan sehingga endapan
sekarang bersifat netral. Kelebihan inon Ag+ yang diberikan untuk mencapai
titik akhir titrasi menyebabkan ion-ion Ag+ ini terabsorbsi pada endapan
sehingga endapan bermuatan positif dan beberapa ion negatif terabsorbsi
dengan gaya elektrostatis.
Kesulitan dalam menggunakan indicator absorbsi ialah banyak
diantara zat warna tersebut membuat endapan perak menjadi peka terhadap
cahaya

(fotosensitifitas)

dan

menyebabkan

endapan

terurai.

Titrasi

menggunakan indicator absorbs biasanya cepat, akurat, dan terpercaya.


Sebaliknya penerapannya agak terbatas karena memerlukan endapan
berbentuk koloid yang juga harus dengan cepat (Harjadi,1990).

c. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Pengendapan


Pengendapan adalah metode yang paling baik pada analisis gravimetri.
Namun, harus memperhatikan juga faktor yang mempengaruhi pengendapan,
antara lain :
1. Temperatur
Kelarutan semakin meningkat dengan naiknya suhu, jadi dengan
meningkatnya suhu maka pembentukan endapan akan berkurang
disebabkan banyak endapan yang berada pada larutannya.
2. Sifat alami pelarut
Garam anorganik mudah larut dalam air dibandingkan dengan pelarut
organik seperti alkohol atau asam asetat. Perbedaan kelarutan suatu zat
dalam pelarut organik dapat dipergunakan untuk memisahkan campuran
antara dua zat. Setiap pelarut memiliki kapasitas yang berbeda dalam
melarutkan suatau zat, begitu juga dengan zat yang berbeda memiliki
kelarutan yang berbeda pada pelarut tertentu.
3. Pengaruh ion sejenis

Kelarutan endapan akan berkurang jika dilarutkan dalam larutan yang


mengandung ion sejenis dibandingkan dalam air saja. Sebagai contoh
kelarutan Fe(OH)3 akan menjadi kecil jika kita larutkan dalam larutan
NH4OH dibanding dengan kita melarutkannya dalam air, hal ini
disebabkan dalam larutan NH4OH sudah terdapat ion sejenis yaitu OHsehingga akan mengurangi konsentrasi Fe(OH)3 yang akan terlarut. Efek
ini biasanya dipakai untuk mencuci endapan dalam metode gravimetri.
4. Pengaruh pH
Kelarutan endapan garam yang mengandung anion dari asam lemah
dipengaruhi oleh pH, hal ini disebabkan karena penggabungan proton
dengan anion endapannya. Misalnya endapan AgI akan semakin larut
dengan adanya kenaikan pH disebabkan H+ akan bergabung dengan Imembentuk HI.
5. Pengaruh hidrolisis
Jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air maka akan dihasilkan
perubahan konsentrasi H+ dimana hal ini akan menyebabkan kation garam
tersebut mengalami hidrolisis dan hal ini akan meningkatkan kelarutan
garam tersebut.
6. Pengaruh ion kompleks

Kelarutan garam yang tidak mudah larut akan semakin meningkat dengan
adanya pembentukan kompleks antara ligan dengan kation garam tersebut.
Sebagai contoh AgCl akan naik kelarutannya jika ditambahkan larutan
NH3, hal ini disebabkan karena terbentuknya kompleks Ag(NH3)2Cl.
D. Pembentukan Endapan Berwarna
Seperti sistem asam, basa dapat digunakan sebagai suatu indicator
untuk titrasi asam-basa. Pembentukan suatu endapan lain dapat digunakan
untuk menyatakan lengkapnya suatu titrasi pengendapan. Dalam hal ini terjadi
pula pada titrasi Mohr, dari klorida dengan ion perak dalam mana digunakan
ion kromat sebagai indikator. Pemunculan yang permanen dan dini dari
endapan perak kromat yang kemerahan itu diambil sebagai titik akhir (TE).

Titrasi Mohr terbatas untuk larutan dengan perak dengan pH antara 6,0
10,0. Dalam larutan asam konsentrasi ion kromat akan sangat dikurangi
karena HCrO4- hanya terionisasi sedikit sekali. Lagi pula dengan hidrogen
kromat berada dalam kesetimbangan dengan dikromat terjadi reaksi :
2H+ + 2CrO4- 2HCrO4 Cr2O72- + 2H2O
Mengecilnya konsentrasi ion kromat akan menyebabkan perlunya
menambah ion perak dengan sangat berlebih untuk mengendapkan ion kromat
dan karenanya menimbulkan galat yang besar. Pada umumnya garam dikromat
cukup dapat larut. Proses argentometri termasuk dalam titrasi yang
menghasilkan endapan dan pembentukan ion kompleks. Proses argentometri
menggunakan AgNO3 sebagai larutan standar. Proses ini biasanya digunakan
untuk menentukan garam-garam dari halogen dan sianida. Karena kedua jenis
garam ini dapat membentuk endapan atau senyawa kompleks dengan ion Ag+
sesuai dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
NaCl + Ag+ AgCl + Na+
KCN + Ag+ AgCl + K+
KCN + AgCN K [Ag(CN)2 ]
Karena AgNO3 mempunyai kemurnian yang tinggi maka garam
tersebut dapat digunakan sebagai larutan standar primer. Dalam titrasi
argentometri terhadap ion CN- tercapai untuk garam kompleks K [Ag(CN)2]
karena proses tersebut dikemukakan pertama kali oleh Lieberg, cara ini tidak
dapat dilakukan dalam suasana amoniatial karena garam kompleks dalam
larutan akan larut menjadi ion komplek diamilum. (Harizul, Rivai. 1995)

E. Contoh Perhitungan
a. Standarisasi AgNO3 dengan NaCl (indikator K2CrO4)
V AgNO3 = (27,9 + 27,5 + 27,5)/3 = 27,67 ml

N AgNO3 . V AgNO3 = N NaCl . V NaCl


N AgNO3 = (N NaCl. V NaCl)/(V AgNO3 ) = (0,1. 25)/(27,67) = 0,09 N
b. Standarisasi AgNO3 dengan NaCl indikator adsorbs
V AgNO3 = (26,7 + 26,3 + 26,2)/3 = 26,4 ml
N AgNO3 . V AgNO3 = N NaCl . V NaCl
N AgNO3 = (N NaCl. V NaCl)/(V AgNO3 ) = (0,1. 25)/26,4 = 0,095 N
c. Standarisasi NH4CNS dengan AgNO3 0,1 N
V NH4CNS = (25,2 + 24,8+ 24,8)/3 = 24,93 ml
N NH4CNS . V NH4CNS = N NaCl . V NaCl
N NH4CNS = (N NaCl. V NaCl)/(V NH_4 CNS) = (25. 0,095)/24,93 =
0,095 N
d. Penentuan Klorida dalam Garam Dapur Kasar
V AgNO3 = (7,1+ 6,9 + 7,0)/3 = 7,0 ml
V NaCl = 10 ml
N AgNO3 = 0,095 N
Berat NaCl = NAgNO3 x Mr NaCl x 3 V AgNO3
= 0,095 . 58,5 . 7,0

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :

Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat


dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan
endapan dengan ion Ag+.

Berdasarkan pada indikator yang digunakan, argentometri dapat dibedakan


atas beberapa metode, antara lain :
1. Metode Mohr
2. Metode Valhard
3. Metode Fajans

Faktor faktor yang mempengaruhi pengendapan, antara lain :


1. Temperatur
2. Sifat pelarut alami
3. Pengaruh ion sejenis
4. Pengaruh pH
5. Pengaruh hidrolisis
6. Pengaruh ion kompleks

Terjadi pengendaapn dengan variasi berwarna

REFERENSI
Abudarin. 2002. Buku Ajar Kimia Analisis II. Palangkaraya : FKIP, Jurusan
PMIPA,Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Palangkaraya.

Khopkar S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press


http://www.kayelaby.npl.co.uk/chemistry/3_8/3_8_7.html diakses pada tanggal 13
Desember 2015
Skoog D.A dan D.M. West. 1971.Principles of instrumental analysis. Holt,
Rinehart and Winston, Inc. New York.
Rival, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta : Universitas Indonesia.
Underwood, A. L dan R. A. Day, JR. 1996. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi
Kelima. Jakarta : Penerbit Erlangga.

También podría gustarte