Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
DISUSUN OLEH :
TRI PUSPITO WINARTI
1510721034
sefalon) berisi jaringan sistem saraf pusat (ssp). Area inilah yang mengontrol
fungsi motorik tertinggi, yaitu terhadap fungsi individu dan intelegensia.
Lobus serebrum antara lin lobus frontal yang terletak pada fossa anterior.
Area ini mengontrol perilaku individu, membuat keputusan, kepribadian dan
menahan diri. Lobus parietal (lobus sensori). Area ini menginterprestasikan
sensasi, sensasi rasa yang tidak berpengaruh adalah bau. Lobus parietal
mengatur individu maupun mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya.
Lobus temporal berfungsi mengintegrasikan sensasi kecap, bau dan
pendengaran, ingatan jangka pendek sangat berhubungan dengan daerah ini.
Lobus aksipital terletak pada lobus posterior hemisfer serebri. Bagian ini
bertanggung jawab mengintepretasikan penglihatan
Dien sefalon
Fosa bagian tengah atau dien sefalon berisi talamus, hipotalamus dan
kelenjar hipofisis.
1) Talamus berada pada salah satu sisi pada sepertiga ventrikel dan aktifitas
primernya sebagai pusat penyambung sensasi bau yang diterima semua
impus memori, sensasi dan nyeri melalui bagian ini.
2) Hipotalamus berfungsi mengontrol dan mengatur sistem syaraf autonom.
Mempertahankan keseimbangan cairan, mempertahankan pengaturan
suhu tubuh melalui peningkatan vasokontruksi atau vasodilatasi dan
mempengaruhi sekresi horonal dengan kelenjar hipofisis, sebagai pusat
lapar, mengontrol berat badan, mengatur tidur, tekanan darah, perilaku
agresif dan seksual dan respon emosional (malu, marah, depresi, panik
dan takut).
3) Kelenjar hipofisis
Hipofisis lobus anterior memproduksi hormon pertumbuhan, hormon
adrenakortikatropil (Acth), prolaktin, hormon perangsang tiroid (TSH),
Hormon folikel (FSH) dan luteinizing hormon (LH). Lobus posterior
berisi hormon antidiuretik (ADH) yang mengatur sekresi dan retensi
cairan pada ginjal. Dua syndrom yang sering muncul dihubungkan
dengan abnormalitas ADH adalah diabetes insipidus (DI) dan syndrom
ketidak tepatan ADH (SIADH)
Serabut syaraf dari semua bagian korteks membentuk bundel yang padat
yang disebut kapsul internal masuk pons dan medulla dengan masingmasing bundel secara bersamaan menyilang ke posisi yang berlawanan.
Beberapa akson-akson ini membuat hubungan dengan akson-akson dari
serebelum, basal ganglia, talamus dan hipotalamus, beberapa akson lain
menyambung dengan sel-sel syaraf otak. Serabut-serabut syaraf lain dari
korteks dan pusat subkortikal melalui saluran pons dan medulla menuju
medulla spinalis.
2) Batang otak
Terdiri dari otak tengah, pons dan medulla oblongata, otak tengah
menghubungkan pons dan serebelum dengan hemisfer serebelum. Bagian ini
berisi jalur sensorik dan morotik dan sebagai pusat refleks pendengaran dan
penglihatan. Pons terletak di depan serebelum antara otak tengah dan
medulla dan merupakan jembatan antara bagian serebelum, dan juga antara
medulla dan serebelum. Pons berisis jaras sensorik dan motorik.
Medulla oblongata meneruskan serabut-serbaut motorik dari otak ke
medulla spinalis dan serabur-serabut sensorik dari medulla spinalis ke otak.
Pons berisi pusat-pusat terpenting dalam mengontrol jantung, pernapasan
dan tekanan darah dan sebagai asal usul saraf otak kelima sampai kedelapan.
3) Serebelum
Terletak pada fossa pasterior dan terpisah dari hemisfer serebral, lipatan
durameter nentorium serebelum.
Serebelum mempunyai dua aksi yaitu
merangsang dan menghambat dan
tanggung jawab yang luas terhadap
koordinasi dan getaran halus.
Ditambah mengontrol getaran yang
benar, keseimbangan, posisi dan
mengintegrasikan input sensorik.
b. Sirkulasi serebral
Otak memerlukan aliran darah sekitar 750 mL/mnt agar dapat berfungsi
penuh. Artei dan cabangnya di dalam otak menerima suplai darah dari arteri
karotis interna kanan dan kiri, pembuluh arteri karotis memasuki cranium
dibagian anterior pada setiap sisinya melalui basis kranii, kemudian bercabang
membentuk arteri serebri anterior dan media yang menyuplai bagian anterior dan
medial hemisfer serebri. Bagian posterior hemisfer serenri yang meliputi lobus
oksipitalis, batang otak dan serebrum mendapat supali darah dari dua buah arteri
vertebralis yang memasuki foramen magnum untuk membentuk arteri basalis.
Arteri basalis ini, kemudian bercabang membentuk dua buah arteri serebri
posterior. Arteri komunikan anterior dan posterior bergabung dengan dua
sirkulasiini membentuk lingkaran pembuluh darah yang disebut siklus wilisi.
Siklus ini memungkinkan pembentukan sirkulasi kolaterar jika terjadi okulasi
pembuluh darah serebral. Autoregulasi didalam arteriola serebral memungkinkan
distribusi aliran darah regional yang tepat pada bagian daerah otak. Drainase
darerah vena terjadi secara langsung dari jaringan otak melalui pembuluh vena
ke dalam sinus venosus yang berada diantara dua lapisan durameter, selanjutnya
mengalirkan darah vena ke vena jugularis eksterna.
c. Cairan Serebrospinal
Merupakan cairan bersih dan tidak berwarna dengan berat jenis 1,007.
diproduksi didalam pleksus koroid pada ventrikel lateral ketiga dan keempat.
Sistem ventrikular dan subarakhnoid mengandung kira-kira 150 ml air, 15
sampai 25 ml dari CSS. Terdapat di masing-masing ventikel lateral. CSS
mengandung protein, glukosa dan klorida, juga mengandung immunoglobulin.
Secara normal CSS mempunyai sedikit sel-sel darah putih dan tidak
mengandung sel darah merah.
d. Medulla Spinalis
Penghubung otak dan saraf perifer,
seperti kulit dan otot. Panjangnya rata-rata 45
cm dan menipis pada jari-jari.
Saraf-saraf Spinal medula Spinalis,
tersusun dari 33 segmen yaitu 7 segmen
LESI LMN
Kehilangan kontrol volunter
Spastisitas otot
Atrofi otot
endokrin dikontrol oleh sebagian besar komponen sistem saraf yang dikenal
sebagai sistem syaraf autonom (SSA).
SSA berpusat pada serebelum dan basal ganglia. Keunikan dari sistem ini
adalah : pertama SSA mempengaruhi pengaturan dimana sel-selnya tidak
bersifat indivudial tetapi meluas pada sebagian besar jaringan dan seluruh organ.
Kedua respon yang muncul tidak cepat tetapi hanya setelah periode yang lambat.
Respon ini bersifat terus-menerus dengan jangka waktu yang panjang, yang
tidak dimiliki oleh respon neurologik lainnya. Contohnya : pembuluh darah dan
isi rongga perut.
B. Pengertian Cedera Kepala
Cidera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya
trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder
dari trauma yang terjadi (Sylvia Anderson Price, 1985)
Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, otak, cedera
paling sering dan merupakan penyakit neuroligist yang serius diantara penyakit
neurologist dan merupakan proporsi epodemik sebagai hasil kecelakaan jalan
raya. (Bruner & Suddart, 2002)
Cedera kepala adalah cedera neurologik yang diakibatkan oleh suatu
benda atau serpihan tulang yang menembus atau merobek suatu jaringan otak
oleh pengaruh suatu kekuatan atau energi yang diteruskan ke dalam otak dan
akhirnya oleh efek percepatan, perlambatan pada otak yang terbatas pada
kompartemen yang kaku.(Price. J. Wilson, 2006)
Cedera kepala atau (cedera otak) adalah gangguan fungsi otak normal
karena trauma (trauma tumpul atau trauma tusuk) (Sandra. M. Nettima, 2002)
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecatatan
utama pada kelompok usia produktif dan sebagian terjadi akibat kecelakaan
lalulintas. (Arif Mansjoer, dkk. 1999)
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan
(accelerasi - decelerasi ) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh
perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta
notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat
perputaran pada tindakan pencegahan. (http//www.staroncology.)
Jadi dapat disimpulkan bahwa cedera kepala merupakan suatu cedera
atau trauma pada kulit kepala, tengkorak, otak yang diakibatkan oleh suatu
benda atau serpihan tulang yang menembus atau merobek suatu jaringan otak,
merupakan penyakit neuroligis yang seirus diantara penyakit neurologis karena
menyebabkan kematian / kecacatan terutama pada kelompok usia produktif.
C. Etiologi
a. Trauma oleh benda tajam
Menyebabkan cedera setempat, seperti luka tembus peluru, pisau.
b. Trauma oleh benda tumpul
Contoh : Pukulan, tabrakan mobil, terjatuh, cedera saat berolah raga, dan
lain-lain yang dapat menyebabkan cedera menyeluruh (difus). Kerusakan
terjadi ketika energi atau kekuatan diteruskan ke substansi otak. Energi
diserap oleh lapisan pelindung yaitu rambut, kulit, kepala, tengkorak dn
otak.
D. Klasifikasi cedera kepala
Klasifikasi cedera kepala dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Menurut jenis luka atau cedera
1) Cedera kepala terbuka
Trauma yang menembus tengkorak dan jaringan otak
2) Cedera kepala tertutup
Dapat disamakan pada pasien dengan gagar otak ringan dengan edema
serebral yang luas
b. Menurut berat ringannya berdasarkan GCS (Gaslow Coma Scale)
1) Cedera kepala ringan (CKR)
GCS 13 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan ) kurang dari
30 menit atau mengalami amnesia retrograde. Tidak ada fraktur
tengkorak, tidak ada kontusio cerebral maupun hematoma
2) Cedera kepala sedang: (CKS)
3) Muntah
7) Penurunan nadi
4) Hemaparesis
8) Peningkatan suhu
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut
dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena/jembatan vena
yang biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit.
Periode akut terjadi dalam 48 jam 2 hari atau 2 minggu dan kronik dapat
terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.
d. Gejala yang terjadi yaitu :
1) Nyeri kepala
5) Berpikir lambat
2) Bingung
6) Kejang
3) Mengantuk
7) Odem perut
4) Menarik diri
e. Subaraknoid hematoma
f.
kepala berdarah bila mengalami cedera dalam. Kulit kepala juga merupakan
tempat masuknya infeksi intrakranial. Trauma dapat menimbulkan abrasi,
kontisio, laserasi atau avulsi.
n.
o.
p. CEDERA KEPALA SEDANG
q. Fraktur tengkorak
r. Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak
disebabkan oleh trauma. Ini dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan otak.
Adanya fraktur tengkorak biasanya dapat menimbulkan dampak tekanan yang
kuat. Fraktur tengkorak diklasifikasikan terbuka/tertutup. Bila fraktur terbuka
maka dura rusak dan fraktur tertutup dura tidak rusak. Fraktur kubah kranial
menyebabkan bengkak pada sekitar fraktur dan karena alasan yang kurang
akurat tidak dapat ditetapkan tanpa pemeriksaan dengan sinar X, fraktur dasar
tengkorak cenderung melintas sinus paranasal pada tulang frontal atau lokasi
tengah telinga di tulang temporal, juga sering menimbulkan hemorragi dari
hidung, faring atau telinga dan darah terlihat di bawah konjungtiva. Fraktur
dasar tengkorak dicurigai ketika CSS keluar dari telinga dan hidung.
s.
Cidera otak
t. Kejadian cedera Minor dapat menyebabkan kerusakan otak
bermakna. Otak tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat
tertentu yang bermakna sel-sel cerebral membutuhkan supalai darah terus
menerus untuk memperoleh makanan. Kerusakan otak tidak dapat pulih dan selsel mati dapat diakibatkan karena darah yang mengalir tanpa henti hanya
beberapa menit saja dan kerusakan neuron tidak dapat mengalami regenerasi.
u.
v. CEDERA KEPALA BERAT
w. Komosio
x.
neuologik sementara tanpa kerusakan struktur. Jika jaringan otak dan lobus
frontal terkena, pasien dapat menunjukkan perilaku yang aneh dimana
keterlibatan lobus temporal dapat menimbulkan amnesia disoreantasi.
y. Kontusio
z.Kontusio cerebral merupakan CKB, dimana otak mengalami memar dan
kemungkinan adanya daerah hemoragi. Pasien berada pada periode tidak
kranial adalah akibat paling serius dari cedera kepala. Ada 3 macam hematoma :
1. Hematoma Epidural (hematoma Ekstradural)
ac. Setelah terjadi cedera kepala, darah berkumpul di dalam ruang
epidural (ekstradural) diantara tengkorak di dura. Keadaan ini sering
diakibatkan dari fraktur tulang tengkorak yang menyebabkan arteri
meningkat tengah putus atau rusak (laserasi), dimana arteri ini berada
diantara dura dan tengkorak daerah frontal inferior menuju bagian tipis
tulang temporal, hemoragi karena arteri ini menyebabkan penekanan pada
otak.
2. Hematoma Subdural
ad. Hematoma subdural adalah pengumpulan darah diantara dura dan
dasar otak, yang pada keadaan normal diisi oleh cairan. Hemoragi sub dural
lebih sering terjadi pada vena dan merupakan akibat putusnya pembuluh
darah kecil yang menjembatani ruang subdural. Hematoma subdural dapat
terjadi akut, sub akut atau kronik tergantung pada ukuran pembuluh darah
yang terkena dan jumlah perdarahan yang ada. Hematoma subdural akut:
dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi kkontusio atau
laserasi. Hematoma subdural subakut: sekrela kontusio sedikit berat dan
dicurigai pada bagian yang gagal untuk menaikkan kesadaran setelah trauma
kepala. Hematoma subdural kronik: dapat terjadi karena cedera kepala minor
dan terjadi paling sering pada lansia. Lansia cenderung mengalami cedera
tipe ini karena atrofi otak, yang diperkirakan akibat proses penuaan.
3. Hemoragi Intra cerebral dan hematoma
ae. Hematoma intracerebral adalah perdarahan ke dalam substansi
otak. Hemoragi ini biasanya terjadi pada cedera kepala dimana tekanan
mendesak kepala sampai daerah kecil. Hemoragi in didalam menyebabkan
degenerasi dan ruptur pembuluh darah, ruptur kantong aneorima vasculer,
tumor infracamal, penyebab sistemik gangguan perdarahan.
af.
ag.
ah.
G. KOMPLIKASI
1.
2.
3.
4.
am.
atau diperintah.
an.
jari.
ao.
ap.
aq.
2) Respon verbal (V)
ar. 5 : orientasi baik : dapat bercakap-cakap, mengetahui siapa dirinya,
dimana berada, bulan dan tahun.
as.
bb.
bh.
Ketajam penglihatan
bj.
oftalmoskopi.
bk. III, IV, VI (Okulomotorius, Traklear, abdusen)
bl.
gerakan mata :
bm.
kontrol otot pada pupil dan otot siliaris dengan mengontrol akomodasi
pupil.
bn.
nistagmus, kaji reflek pupil dan periksa kelopam mata terhadap adanya
ptosis
V. (Trigeminal)
1) Sensasi pada wajah
bo.
sentuhkan kapas pada dahi, pipi dan dagu, bandingkan kedua sisi
yang berlawanan. Sensitivitas terhadap nyeri daerah permukaan diuji
dengan menggunakan benda runcing dan diakhiri dengan spatel lidah
(Fasial)
bt.
Gerakan otot wajah, ekspresi wajah, sekresi air mata dan ludah.
bu.
bw.
Vestibulokoklear (auditorius)
bx.
by.
X. Vagus
ca.
cd.
Gerakan lidah
cj.
tremor. Kekuatan lidah dikaji dengan cara pasien menjulurkan lidah dan
menggerakkan ke kiri atau kanan sambil diberi tahanan.
ck.
cm.
A. PENGKAJIAN
co.
1. Perfusi jaringan tidak efektif (spesifik serebral) berhubungan dengan aliran arteri
dan atau vena terputus.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik.
3. Hipertermi berhubungan dengan trauma (cidera jaringan otak, kerusakan batang
otak)
4. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan hipoventilasi
5. Kerusakan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kemampuan
kognitif, afektif, dan motorik)
6. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kemampuan kognitif,
motorik, dan afektif.
7. Defisit perawatan diri: makan/ mandi, toileting berhubungan dengan kelemahan
fisik dan nyeri.
8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan penurunan kemampuan kognitif,
motorik, dan afektif.
9. Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran.
10. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan status hipermetabolik.
11. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma/ laserasi kulit kepala
12. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual, muntah.
13. PK: peningkatan TIK dengan proses desak ruang akibat penumpukan cairan/
darah di dalam otak.
cr.
cs.
C. RENCANA KEPERAWATAN
cu. Diagnos
ct.
No
cv. Kepera
hasil
watan
cy.
1
cz. Perfusi
jaringan
da. NOC:
db. 1. Status
tak
efektif
sirkulasi
dc. 2. Perfusi
(spesifik
jaringan
sere-
serebral
bral) b.d
cx. Intervensi
dd.
aliran
de. Setelah
aktivitas
3. Monitor intake dan output
4. Pasang restrain, jika perlu
5. Monitor suhu dan angka
arteri
dilakukan
dan atau
tindakan
vena
keperawatan
terputus,
selama .x
dengan
24 jam,
batasan
klien
karak-
mampu
teristik:
men-capai :
Perubahan
respon motorik
Perubahan
status mental
Perubahan
respon pupil
Amnesia
retrograde
1. Status sirkulasi
dengan indikator:
- Tekanan darah
sis-tolik dan
diastolik dalam
rentang yang
-
(gang-guan
diharapkan
Tidak ada
ortostatik
memori)
-
hipotensi
Tidak ada tanda
tan-da PTIK
2. Perfusi jaringan
leukosit
6. Kaji adanya kaku kuduk
7. Kelola pemberian antibiotik
8. Berikan posisi dengan
posisi netral
9. Minimalkan stimulus dari
lingkungan
10. Beri jarak antar tindakan
keperawatan untuk
meminimalkan peningkatan
TIK
11. Kelola obat obat untuk
mempertahankan TIK
dalam batas spesifik
dg. Monitoring
Neurologis (2620)
1. Monitor ukuran,
serebral, dengan
indicator :
- Klien mampu
bentuk pupil
2. Monitor tingkat kesadaran
berko-munikasi
dengan je-las
dan sesuai ke-
mampuan
Klien
menunjukkan
perhatian,
konsen-trasi,
dan orientasi
klien
3. Monitor tanda-tanda vital
4. Monitor keluhan nyeri
kepala, mual, dan muntah
5. Monitor respon klien
terhadap pengobatan
6. Hindari aktivitas jika TIK
meningkat
7. Observasi kondisi fisik
klien
Klien mampu
mem-proses
(3320)
informasi
Klien mampu
mem-buat
keputusan de-
ngan benar
Tingkat
kesadaran klien
membaik
secret
2. Pertahankan jalan nafas
tetap efektif
3. Berikan oksigen sesuai
instruksi
4. Monitor aliran oksigen,
kanul oksigen, dan
humidifier
5. Beri penjelasan kepada
klien tentang pentingnya
pemberian oksigen
6. Observasi tanda-tanda
hipoventilasi
7. Monitor respon klien
terhadap pemberian oksigen
8. Anjurkan klien untuk tetap
memakai oksigen selama
aktivitas dan tidur
di.
dj. Nyeri
akut b.d
dk. NOC:
dl. 1. Nyeri
dengan
agen
terkontrol
dm.
injuri
Tingkat
fisik,
Nyeri
dengan
dn. 3. Tingkat
batasan
2.
kenyamanan
karakteri
do.
stik:
dp. Setelah
Laporan nyeri
dilakukan
ke-pala secara
asuhan
keperawatan
perawatan analgetik dg
tepat.
4. Gunakan strategi
komunikasi yang efektif
verbal
Respon
autonom
(perubahan vital
sign, dilatasi
pupil)
Tingkah laku
observasi
Gangguan tidur
de-ngan indikator:
- Mengenal
faktor-faktor
-
penyebab
Mengenal onset
nyeri
Tindakan
pertolong-an
non farmakologi
Menggunakan
anal-getik
Melaporkan
(mata sayu,
menye-ringai,
24 jam,
1. Mengontrol nyeri,
nangis,
merintih)
Fakta dari
klien dapat :
eks-presif
(gelisah, me-
selama . x
gejala-gejala
dll)
nyeri kepada
tim kesehatan.
- Nyeri terkontrol
2. Menunjukkan
tingkat nyeri,
dengan indikator:
- Melaporkan
nyeri.
5. Evaluasi keefektifan
penggunaan kontrol nyeri
6. Monitoring perubahan nyeri
baik aktual maupun
potensial.
7. Sediakan lingkungan yang
nyaman.
8. Kurangi faktor-faktor yang
dapat menambah ungkapan
nyeri.
9. Ajarkan penggunaan tehnik
relaksasi sebelum atau
sesudah nyeri berlangsung.
10. Kolaborasi dengan tim
kesehatan lain untuk
memilih tindakan selain
obat untuk meringankan
nyeri.
11. Tingkatkan istirahat yang
adekuat untuk meringankan
nyeri.
nyeri
Frekuensi nyeri
Lamanya
dr. Manajemen
episode nyeri
Ekspresi nyeri;
wa-jah
Perubahan
respirasi rate
Perubahan
anjuran/ dosis.
2. Monitor efek teraupetik dari
tekanan darah
Kehilangan
pengobatan.
3. Monitor tanda, gejala dan
nafsu makan
3. Tingkat
pengobatan (2380)
dibutuhkan klien dan cara
mengelola sesuai dengan
kenyamanan,
dengan indicator :
- Klien
melaporkan
kebutuhan tidur
dan istirahat
tercukupi
pemberian yg diindikasikan.
9. Tentukan lokasi nyeri,
karakteristik, kualitas, dan
keparahan sebelum
pengobatan.
10. Berikan obat dengan prinsip
5 benar
11. Dokumentasikan respon
dari analgetik dan efek yang
tidak diinginkan
dv.
3
dw.Defisit
self care
b.d dengan
dx. NOC:
dy. Perawatan
diri :
dz. (mandi,
kelelaha
Makan
n, nyeri
Toiletting,
berpakaian)
ea. Setelah
diberi
motivasi
perawatan
selama
.x24 jam,
ec. Aktifitas:
ps mengerti
cara
memenuhi
ADL secara
bertahap
sesuai
kemampuan,
dengan
kriteria :
-
Mengerti secara
seder-hana cara
mandi, makan,
toileting, dan
berpakaian serta
mau mencoba se-
sesuai
4. Jaga privcy klien
5. Berikan pakaian pribadi yg
digemari dan sesuai
cemas
Klien mau
berpartisipasi
dengan senang hati
tanpa keluhan
dalam memenuhi
ADL
eg.
4
eh. PK:
ej. Setelah
peningk
dilakukan
atan
tindakan
tekan-an
keperawatan
intrakra
selama .x
nial b.d
24 jam
pro-ses
dapat
desak
mencegah
ruang
atau
akibat
meminimalk
penump
an
ukan
komplikasi
cairan /
dari
darah di
peningkatan
dalam
TIK, dengan
otak
kriteria :
(Carpeni
ek.
tanda vital
Kaji respon pupil
Catat gejala dan tandatanda: muntah, sakit
kepala, lethargi, gelisah,
nafas keras, gerakan tak
bertujuan, perubahan
mental
2. Tinggikan kepala 3040O jika tidak ada kontra
indikasi
3. Hindarkan situasi atau
to,
Kesadaran
1999)
stabil (orien-
ei. Batasan
karakte
ristik :
-
Penurunan
kesadar-an
(gelisah, disori-
entasi)
Perubahan
motorik dan
persepsi sensasi
Perubahan
tanda vi-tal (TD
meningkat, nadi
kuat dan
lambat)
Pupil melebar,
re-flek pupil
menurun
Muntah
Klien mengeluh
mual
Klien mengeluh
pandangan
kabur dan
diplopia
asi baik)
el.
Pupil
isokor,
diameter
1mm
em.
Reflek
baik
en.
Tidak
mual
eo.
Tidak
muntah
berlebihan
Stimulasi anal dengan
mengejan
Perubahan posisi yang
cepat
4. Ajarkan klien untuk
ekspirasi selama perubahan
posisi
5. Konsul dengan dokter untuk
pemberian pe-lunak faeces,
jika perlu
6. Pertahankan lingkungan
yang tenang
7. Hindarkan pelaksanaan
urutan aktivitas yang dapat
meningkatkan TIK (misal:
batuk, penghisapan,
pengubahan posisi, memandikan)
8. Batasi waktu penghisapan
pada tiap waktu hingga 10
detik
9. Hiperoksigenasi dan
hiperventilasi klien sebelum dan sesudah
penghisapan
10. Konsultasi dengan dokter
tentang pemberian lidokain
profilaktik sebelum
penghisapan
11. Pertahankan ventilasi
optimal melalui posisi yang
ez.
fa.
fb.
fc.
fd.
fe.
ff.
fg.
fh.
fi.
fj.
fk.
fl.
fm.