Está en la página 1de 67

Logo dan

Nama RS

ASUHAN
KEPERAWATAN

Disahkan oleh:
Direktur RS ......

ICU
..............................

Nomor :

1.

Terbit ke :

Tanggal :

Jumlah Hal :

KEGAGALAN PERNAPASAN PADA


TORAKOTOMI AKIBAT HEMATOTORAK
YANG DIPASANG VENTILATOR
MEKANIK

1. Pengertian

Hematotorak adalah adanya darah pada rongga.


Torakotomi adalah tindakan life saving untuk menhentikan kelainan
yang terjadi karena pendarahan.
Gagal pernapasan akut (GPA) adalah tidak berfungsinay pernapsan
pada derajad dimana pertukaran gas tidak adekuat untuk
mempertahankan gas darah secar adekuat.

2. Patofisiologi dikaitkan dengan perubahan kebutuhan dasar manusia.


Kecelakaan Lalulintas
Menyebabkan ruda paksa tumpul pada toraks dan abdoment.
Diikuti dengan patah tulang tertutup.
Trauma torak (Hematotorak)

Pendarahan jaringan
interstitium, Pendarahan
Intra alviolar, kolaps arteri
dan kapiler, kapiler kecil,
hingga tahanan periver

Trauma abdoment

Patah tulang

Pecahnya usus sehingga Terputusnya / hilangnya


terjadi pendarahan
kontinuitas dari
struktur tulang.
Vs : T , t , DN
Asuhan Keperawatan I C U Hal

pembuluh darah paru naik ,


aliran darah menurun.

HB turun, sesak napas nyeri


dada, pergerakan napas
pendek

1. Gangguan
gas.

4. Hipertermi
5. Resiko defisit volume
cairan

Nyeri gerak, deformitas,


krepitase.

Gerakan abnormal di
lokasi patah tulang

Nyeri tekanan +, defance


muskular +, suara bising 8. Gangguan mobilitas
pertukaranusus -, kembung.

2. Pola pernapasan tidak


efektif

Kompensasi untuk
mengurangi nyeri pasien
berbaring dan takut
bergerak, takut ngantuk.

6. Gangguan

rasa

7. Gangguan

pola

nyaman (nyeri).
pernapasan.

Reflek batuk menurun.

3. Pembersihan jalan nafas


tidak efektif.

3. Data fokus
3.1 Aktifitas/istirahat : adanya sesak nafas
3.2 Sirkulasi : adanya takhikardia, frekuensi denyut nadi tidak teratur,

tekanan darah menurun, didapatkan adanya S3 atau S4 /irama gallop


3.3 Integritas : ketakutan dan gelisah
3.4 Makanan/cairan : adanya pemasangan infus IV line
3.5 Nyeri/kenyamanan : Nyeri dada unilateral, meningkat bila bernapas dan
batuk, wajah berkerut karena menahan nyeri
3.6 Pernapasan : takipnea, peningkatan kerja napas, retraksi interkostal,
perkusi pekak, palpasi gerakan dada tidak simetri (paradoksal).
Kulit pucat, sianosis, berkeringat
Penggunaan ventilator mekanik
3.7 Keamanan : riwayat trauma
3. Pemeriksaan diagnostik :
3.1 Sinar x dada menyatakan adanya akumulasi cairan
3.2 Analisa gas darah : PaCO2 meningkat > 45, PaO2 menurun< 80,
saturasi oksigen menurun
3.3 Kadar Hb menurun < 10 gr %
3.4 Volume tidak menurun < 500 ml
3.5 Kapasital vital paru menurun
4. Prioritas keperawatan :
Asuhan Keperawatan I C U Hal

1.
2.
3.
4.

Meningkatkan ventilasi dan oksigenisasi secara adekuat


Mencegah komplikasi
Memberikan dukungan emosional kepada pasien dan keluarga
Memberikan informasi tentang proses penyakit dan kebutuhan
pengobatan

5. Rencana keperawatan
5.1 Diagnosa keperawatan : pola pernapasan tidak efektif berhubungan

dengan gangguan rasio O2 dan CO2.


Data : perubahan frekuensi nafas, retraksi interkostal, penurunan vital
kapasitas paru, takipnea atau henti nafas bila ventilator dihentikan,
sianosis, penurunan PO2 < 80, peningkatan CO2 > 45, peningkatan
saturasi oksigen, gelisah
Tujuan keperawatan : Pola pernapasan efektif melalui ventilator tanpa
adanya penggunaan otot bantu pernapasan
Kriteria hasil : Saturasi oksigen normal, tidak ada hipoksia, kapasital
vital normal, tidak ada sianosis
Rencana tindakan :
1. Selidiki penyebab gagal pernapasan, rasional pemahaman tentang
penyebab kegagalan pernapasan penting untuk memberikan
perawatan.
2. Observasi pola napas dan catat frekuensi pernapasan, jarak antara
pernapasan spontan dan napas ventilator, rasional pasien dengan
pemasanagn ventilator dapat mengalami hiperventilasi/hipoventilasi
dan pasien berupaya memperbaiki kekurangan oksigen dengan
peningkatan pola pernapasan sehingga frekuensi meningkat.
3. Auskultasi dada secara periodik, catat bila ada kelainan bunyi
pernapasan. Rasional : Memberikan informasi tentang adanya
obsturksi jalan nafas, perubahan simetrisitas dada menunjukkan
tidak tepatnya letak selang endotrakeal.
4. Jumlahkan pernapasan pasien selama 1 menit penuh dan
bandingkan untuk menyusun frekuensi yang diinginkan ventilator.
Rasional : Pernapasan pasien cepat menimbulkan alkalosis
respiratorik, sednagkan pernapasan pasien lambat menimbulkan
asidosis ( peningkatan PaCO2)
5. Kembangkan balon selang endotrakeal dengan tepat menggunakan
tehnik hambatan minimal, periksa pengembangan tiap 4 jam.
Rasional : balon harus tepat mengembang untuk meyakinkan
ventilasi adekuat sesuai volume tidak yang diinginkan
6. Periksa selang bila ada sumbatan/lipatan. Rasional lipatan selang
menghambat
aliran
volume
udara
adekuat.
Adanya
air
memungkinkan tumbuhkan kuman sehingga pencetus terjadinya
kolonisasi kuman.
7. Periksa fungsi alarm ventilator. Rasional : ventilator mempunyai
berbagai alarm sehingga kelainan dini bisa terdeteksi misalnya
adanya penurunan tekanan gas, saturasi oksigen, rasio inspirasi dan
ekspirasi dsb.
8. Bantu pasien dalm kontorl pernapasan bila penyapihan diupayakan.
Rasional melatih pasien untuk bernapas secara lambat denga cara

Asuhan Keperawatan I C U Hal

nafas abdomen dan penggunaan tehnik relaksasi sehingga fungsi


pernapasan bisa maksimal.
9. Kolaborasi untuk pemeriksaan analisa gas darah sesuai pesanan.
Rasional untuk mengetahui keberhasilan pemberian bantuan napas.
10. Kaji volume tidal. Rasional untuk menentukan jumlah udara
inspirasi dan ekspirasi
11. Awasi rasio inspirasi den ekspirasi. Rasional : fase ekspirasi biasanya
2 kali panjangnya dari kecepatan inspirasi.

5.2 Diagnosa

keperawatan : tidak efektifnya bersihan jalan nafas


berhubungan dengan adanya sekret pada jalan nafas akibat
ketidakmampuan batuk efektif.
Data : Perubahan frekuensi nafas, sianosis, bunyi nafas tidak normal
(stridor), gelisah
Tujuan keperawatan : Pasien mampu mempertahankan jalan nafas
bersih tanpa ada kelainan bunyi pernapasan.
Kriteria hasil : Tidak ada stridor, frekuensi napas normal
Rencana keperawatan :
1. Observasi bunyi nafas. Rasional : obstruksi disebabkan adanya
akumulasi sekret, spasme bronkus, perlengketran muskosa, dan
atau adanya masalah terhadap endotrakeal.
2. Evaluasi gerakan dada. Rasional : gerakan dada simetris dengan
bunyi nafas menunjukkan letak selang tepat. Obstruksi jalan nafas
bawah menghasilkan perubahan bunyi nafas seperti ronkhi dan
whezing.
3. Catat bial ada sesak mendadak, bunyi alarm tekanan tinggi
ventilator, adanya sekret pada selang. Rasional : pasien dengan
intubasi biasanya mengalami reflek batuk tidak efektif.
4. Hisap lendir, batasi penghisapan 15 detik atau kurang, pilih kateter
penghisap yang tepat, isikan cairan garam faali bila diindikasikan.
Gunakan oksigen 100 % bila ada. Rasional : penghisapan tidak
harus ruitn, dan lamanya harus dibatasi untuk mengurangi
terjadinya hipoksia. Diamter kateter < diameter endotrakel.
5. Lakukan fisioterapi dada sesuai indikasi. Rasional untuk
meningkatkan ventilasi pada semua segmen paru dan untuk
drainage sekret.
6. Berikan bronkodilator sesuai pesanan. Rasional untuk meningkatkan
ventilasi dan mengencerkan sekret dengan cara relaksasi otot polos
bronkus.

5.3 Diagnosa keperawatan : Resiko tinggi perubahan membran mukosa oral

berhubungan dengan tidak efektifnya bersihan oral.


Tujuan keperawatan : Pasien mampu menunjukkan kesehatan mukosa
mulut dengan tepat tanpa adanya tanda peradangan.
Kriteria hasil : Tanda peradangan mukosa mulut tidak ada, mulut bersih
dan tidak berbau.
Rencana tindakan :
1. Observasi secara rutin rongga mulut, gigi, gusi terhadap adanya luka
atau pendarahan. Rasional : identifikasi dini memberikan
kesempatan untuk pencegahan secara tepat.
Asuhan Keperawatan I C U Hal

2. Berikan perawatan mulut secara rutin. Rasional : Mencegah adanya

luka membran mukosa mulut dan menurunkan media pertumbuhan


bakteri dan meningkatkan kenyamanan.
3. Ubah posisi selang endotrakeal sesuai jadual. Rasional :
menurunkan resiko luka pada bibir dan membran mukosa mulut.
4. Berikan minyak bibir. Rasional: mempertahankan kelembaban dan
mencegah kekeringan.
5.4 Diagnosa keperawatan : perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan gangguan kemampuan mencerna.
Data : penurunan berat badan, tonus otot lemah, peradangan pada
mulut, bunyi usus lemah.
Tujuan keperawatan : Kebutuhan nutrisi cukup
Kriteria hasil : berat badan naik, albumin serum normal, tonus otot kuat
Rencana keperawatan :
1. Evaluasi kemampuan makan. Rasional : pasien dengan selang
endotrakeal harus terpenuhi kebutuhan makannya melalui
parenteral atau selang makan.
2. Observai penurunan kekuatan otot dan kehilangan lemak subkutan.
Rasional : penurunan jumlah komponen gizi mengakibatkan
penurunan cadangan energi pada otot dan dapat menurunkan fungsi
otot pernapasan.
3. Timbang berat badan bila memungkinkan. Rasional untuk
mengetahui bahwa kehilangan berat badan 10 % merupakan
abnormal.
4. Catat masukan oral bila memungkinkan
5. Berikan masukan cairan sedikitnya 2500 cc/ hari. Rasional : untuk
mencegah adanya dehidrasi.
6. Awasi pemeriksaan laboratorium : serum, glukosa, dan
BUN/kreatinin. Rasional : memberikan informasi tentang dukungan
nutrisi adekuat atau tidak.

5.5 Diagnosa keperawatan : resiko terhadap infeksi berhubungan dengan

penurunan daya tahan tubuh.


Tujuan keperawatan : pasien menunjukkan tidak terdapat adanya tanda
infeksi selama perawatan.
Kriteria hasil : daya tahan tubuh meningkat, diff. Count normal,
penurunan monosyt tidak ada, lekosit normal : >10.000/mm
Rencana keperawatan :
1. Catat faktor resiko terjadinya infeksi. Rasional : faktor yang
menyebabkan adanya infeksi antara lain; malnutrisi, usia, intubasi,
pemasangan ventilator lama, tindakan invasif. Faktor ini harus
dibatasi/diminimalkan.
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan. Rasional untuk
mengurangi sekunder infeksi
3. Pertahankan hidrasi adekuat dan nutrisi. Rasional, membantu
peningkatan daya tahan tubuh.
4. Kolaborasi dengan pemberian antibitika sesuai pesanan. Rasional :
untuk membunuh dan mengurangi adanya kuman.
5.6 Diagnosa keperawatan : resiko tinggi disfungsi respons penyapihan
ventilator berhubungan dengan ketidak mampuan untuk penyapihan.
Asuhan Keperawatan I C U Hal

Tujuan perawatan : pasien mampu aktip untuk berpartisipasi dalam


proses penyapihan.
Kriteria hasil : tanga gagal nafas tidak ada
Rencana keperawatan :
1. Kaji faktor fisik dalam proses penyapihan : vital sign. Rasional :
penyapihan adalah kerja keras, peningkatan suhu indikasi
peningkatan kebutuhan oksigen 7 %, takikardia dan hipertensi
menandai jantung kerja keras dalam bekerja sehingga penyapihan
tidak diperbolehkan, stres dalam penyapihan mengurangi stamina
sehingga daya tahan tubuh menurun.
2. Tentukan persipan psikologis. Rasional : penyapihan menimbulkan
stress.
3. Jelaskan tehnik penyapihan. Rasional : membantu pasien untuk siap
mengadapi penyapihan.
4. Berikan
periode
istirahat
tanpa
gangguan.
Rasional
:
memaksimalkan energi untuk proses penyapihan.
5. Catat kemajuan pasien. Rasonal : untuk mengetahui perkembangan
dalam proses penyapihan.
6. Awasi respons terhadap aktivitas. Rasional : kebutuhan oksigen
berlebih bila aktifitas berlebih.
7. Kaji foto dada dan analisa gas darah. Rasional : saturasi oksigen
harus memuaskan dengan cek analisa gas darah, FIO2 < 40 %

2.

PASIEN CA PARU DENGAN


PEMASANGAN VENTILASI MEKANIK

Batasan CA Paru
Adalah merupakan tumor ganas paru primer yang berasal dari
saluran pernafasan
II. Gejala Klinis
Gejala yang muncul tergantung pada pasien dengan CA paru biasanya
meliputi berbagai gejala klienis diantaranya ;
a. Gejala intra pulmoner yang meliputi :
- batuk . 2 mg ( 70 90 % kasus )
- batuk darah ( 6 51 % )
- Nyeri dada/kemeng ( 42 67 % )
- Sesak nafas ( 58 % kasus )
b. Gejala intra torasik intrapulmoner yang meliputi penekananpenekanan ataupun pengrusakan struktur sekitar :
- Nervus phrenicus, akan menyebabkan lumpuhnya
diafrgma
- Saraf simpatik
- Eshopagus (/ dispagia)
- Vena cafa superior yang dapat menyebabkan bengkak
pada wajah, leher dan pembuluh darah kontralteral
- Trachea / bronchus , yang menyebabkan sesak
- Jantung.dll

I.

Asuhan Keperawatan I C U Hal

c. Gejala ektratorasik non metastase


d. Gejala ekstratorasik metastase yang akan menimbulkan

manifestasi klinik tergantung dari daerah yang terkena.


III. Pemeriksaan Diagnostik
1. Endoskopi : untuk mengetahui perubahan pada bronchus,
permukaan
tumor
dan
pengambilan
bahan
untuk
pemeriksaan sitologi
2. Bronchographi
3. Tomogram & CT scan
4. Biopsi
5. Immunologi
6. Pertanda biokomia
IV. Therapi
Penentuan modalitas terapi pada pasien Ca paru tergantung pada :
a. Tahapan (staging ) dari Ca
b. Jenis histopatologis
c. Penampilan/keadaan umum klien
Adapun terapi yang biasa dilakukan pada pasien Ca paru
meliputi :
1. Bedah
2. Radiasi
3. Sitostatika
4. Hormonal
5. Immunologi

V. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang sering terjadi pada pasien yang mendapat


bentuan nafas mekanik/dipasang ventilator diantaranya adalah:
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
peningkatan produksi sekret
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan sekresi tertahan,
proses penyakitnya
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan,
pengesetan ventilator yang tidak tepat, obstruksi selang endotracheal
4. Cemas berhubungan dengan penyakit kritis, takut terhadap kematian
5. Gangguan pemenuhan komunikasi verbal berhubungan dengan
pemasangan selang endotracheal
6. Resiko tinggi terjadinya infeksi saluran nafas berhubungan dengan
pemasangan selang endotracheal
7. Resiko tinggi terjadinya trauma atau cedera berhubungan dengan
ventilasi mekanis, selang endotracheal, ansietas, stress
8. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan ventilasi mekanis,
letak selang endotracheal

VI. Rencana Keperawatan


1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas sehubungan dengan peniingkatan
produksi sekret
Tujuan:
Meningkatkan dan mempertahankan keefektifan jalan napas.

Asuhan Keperawatan I C U Hal

Kriteria hasil:

Bunyi napas terdengar bersih.


Ronchi tidak terdengar.
Tracheal tube bebas sumbatan.
Tindakan keperawatan:
INTERVENSI
RASIONAL
1
Auskultasi bunyi napas tiap 2-4 jam 1 Mengevaluasi keefetifan jalan
dan kalau diperlukan.
napas.
2

Lakukan pengisapan bila terdengar 2


ronchi dengan cara:
a. jelaskan pada pasien tentang
tujuan
dari
tindakan
pengisapan.
b. Berikan oksigen dengan O2 100
%
sebelum
dilakukan
pengisapan, minimal 4 - 5 X
pernapasan.
c. Perhatikan
teknik
aseptik,
gunakan sarung tangan steril,
kateter pengisap steril.
d. Masukan kateter kedalam selang
ET
dalam
keadaan
tidak
mengisap
(ditekuk),
lama
pengisapan tidak lebih dari 10
detik.
e. Atur tekanan isap tidak lebih
dari 100 - 120 mmHg.

a.

b.
c.

d.

e.

f.
f. Lakukan oksigenasi lagi dengan
3
4
5

O2 100 % sebelum melakukan


pengisapan berikutnya.
g. Lakukan pengisapan berulang-3
ulang sampai suara napas
bersih.
4
Pertahankan suhu humidifer tetap
hangat (35 - 37,8 o C
Monitor statur hidrasi pasien

Aspirasi
lama
dapat
menimbulkan
hipoksia,
karena tindakan pengisapan
akan mengeluarkan sekret
dan O2.
Tindakan
negatif
yang
berlebihan dapat merusak
mukosa jalan napas.
Memberikan
cadangan
oksigen dalam paru.
Menjamin
napas.

keefektifan

jalan

Membantu mengencerkan skret.


Mencegah sekresi menjadi kental.
Memudahkan pelepasan sekret.

Melakukan fisioterapi napas / dada 6


sesuai indikasi dengan cara
clapping, fibrasi dan pustural
drainage.
7

Berikan obat mukolitik sesuai


indikasi / program.
Kaji suara napas sebelum dan

g.

Dengan mengertinya tujuan


tindakan
yang
akan
dilakukan
pasien
bisa
berpartisipasi aktif.
Memberi cadangan O2 untuk
menghindari hipoksia.
Mencegah infeksi nosokomial.

Mengencerkan sekret.

Menentukan lokasi penumpukan


sekret, mengevaluasi kebersihan
tindakan
Deteksi dini adanya kelainan.

Asuhan Keperawatan I C U Hal

sesudah melakukan tindakan


pengisapan.
Observasi tanda-tanda vital
sebelum dan sesudah melakukan
tindakan.

2. Cemas sehubungan dengan penyakit kritis, takut terhadap kematian

Tujuan: Cemas berkurang atau hilang


Kriteria hasil: Mampu mengekspresikan kecemasan, tidak gelisah,
kooperatif.
Tindakan keperawatan:
INTERVENSI
RASIONAL
1
Lakukan komunikasi
1
Membina hubungan saling
terapiutik.
percaya.
2
2
Menggali perasaan dan
Dorong pasien agar mampu
permasalahan yang sedang
mengekspresikan perasaannya.
dihadapi klien.
3
3
Mengurangi cemas.
4
Berikan sentuhan kasih
4
Mengurangi cemas.
5
sayang.
5
Kehadiran orang-orang yang
Berikan support mental.
dicintai meningkatkan
Berikan kesempatan pada
semangat dan motivasi
keluarga dan orang-orang yang
untuk sembuh.
dekat dengan klien untuk
6
mengunjungi pada saat-saat 6
Memahami tujuan
tertentu.
pemberian atau
Berikan informasi realistis
pemasangan ventilator.
pada tingkat pemahaman
klien.

3. Gangguan rasa nyaman sehubungan dengan ventilasi mekanis, letak

selang endotracheal
Tujuan: Merasa nyaman selama dipasang ventilator.
Kriteria hasil:
Klien tidak gelisah.
Klien dapat istirahat dan tidur dengan tenang.
Tindakan keperawatan:
INTERVENSI
RASIONAL
1
Atur posisi selang ETT dan
1
Mencegah penarikan dan
Tubing ventilator.
penekanan.
2
Atur sensitivitas ventilator.
2
Menurunkan upaya pasien
melakukan pernapasan.
3
Atur posisi tidur dengan
3
Meningkatkan rasa nyaman.
menaikkan bagian kepala
tempat tidur, kecuali ada
kontra indikasi.
4
Kalau perlu kolaborasi dengan 4
Mengurangi rasa nyeri

Asuhan Keperawatan I C U Hal

kokter untuk memberi


analgesik dan sedasi.

3.

CEDERA KEPALA

PENGERTIAN
Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak
yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak
tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.
Cedera kepala yaitu adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk
atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan
perlambatan (accelerasi descelarasi) yang merupakan perubahan bentuk
dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan factor dan
penurunan percepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan
juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.
Cedera kepala pada dasarnya dikenal dua macam mekanisme trauma
yang mengenai kepala yakni benturan dan.
Berdasarkan GCS maka cidera kepala dapat dibagi menjadi 3 gradasi
yaitu cidera kepala derajat ringan, bila GCS : 13 15, Cidera kepala derajat
sedang, bila GCS : 9 12, Cidera kepala berat, bila GCS kuang atau sama
dengan 8. Pada penderita yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan misal
oleh karena aphasia, maka reaksi verbal diberi tanda X, atau oleh karena
kedua mata edema berat sehingga tidak dapat di nilai reaksi membuka
matanya maka reaksi membuka mata diberi nilai X, sedangkan jika
penderita dilakukan traheostomy ataupun dilakukan intubasi maka reaksi
verbal diberi nilai T.
Cedera Kepala Sedang :
- GCS 9 12
- Saturasi oksigen > 90 %
- Tekanan darah systale > 100 mm Hg
- Lama kejadian < 8 jam

Mekanisme Cedera Kepala


Berdasarkan besarnya gaya dan lamanya gaya yang bekerja pada
kepala manusia maka mekanisme terjadinya cidera kepala tumpul dapat
dibagi menjadi dua:
(1) Static loading
Gaya langsung bekerja pada kepala, lamanya gaya yang bekerja
lambat, lebih dari 200 milidetik. Mekanisme static loading ini jarang terjadi
tetapi kerusakan yang terjadi sangat berat mulai dari cidera pada kulit
kepala sampai pada kerusakan tulang kepala, jaringan dan pembuluh
darah otak..
(2) Dynamic loading
Asuhan Keperawatan I C U Hal

10

Gaya yang bekerja pada kepala secara cepat (kurang dari 50


milidetik). Gaya yang bekerja pada kepala dapat secara langsung (impact
injury) ataupun gaya tersebut bekerja tidak langsung (accelerateddecelerated injury). Mekanisme cidera kepala dynamic loading ini paling
sering terjadi.
a. Impact Injury
Gaya langsung bekerja pada kepala. Gaya yang terjadi akan
diteruskan kesegala arah, jika mengenai jaringan lunak akan diserap
sebagian dan sebagian yang lain akan diteruskan, sedangkan jika mengenai
jaringan yang keras akan dipantulkan kembali. Tetapi gaya impact ini dapat
juga menyebabkan lesi akselerasi-deselerasi. Akibat dari impact injury akan
menimbulkan lesi :
Pada cidera kulit kepala (SCALP) meliputi Vulnus apertum, Excoriasi,
Hematom subcutan, Subgalea, Subperiosteum. Pada tulang atap kepala
meliputi Fraktur linier, Fraktur distase, Fraktur steallete, Fraktur depresi.
Fraktur basis cranii meliputi Hematom intracranial, Hematom epidural,
Hematom subdural, Hematom intraserebral, Hematom intrakranial.
Kontusio serebri terdiri dari Contra coup kontusio, Coup kontusio. Lesi
difuse intrakranial, Laserasi serebri yang meliputi Komosio serebri, Diffuse
axonal injury.
b. Lesi akselerasi deselerasi
Gaya tidak langsung bekerja pada kepala tetapi mengenai bagian
tubuh yang lain tetapi kepala tetap ikut bergerak akibat adanya perbedaan
densitas antara tulang kepala dengan densitas yang tinggi dan jaringan
otak dengan densitas yang lebih rendah, maka jika terjadi gaya tidak
langsung maka tulang kepala akan bergerak lebih dahulu sedangkan
jaringan otak dan isinya tetap berhenti, sehingga pada saat tulang kepala
berhenti bergerak maka jaringan otak mulai bergerak dan oleh karena pada
dasar tengkorak terdapat tonjolan-tonjolan maka akan terjadi gesekan
antara jaringan otak dan tonjolan tulang kepala tersebut akibatnya terjadi
lesi intrakranial berupa Hematom subdural, Hematom intraserebral,
Hematom intraventrikel, Contra coup kontusio. Selain itu gaya akselerasi
dan deselerasi akan menyebabkan gaya terikan ataupun robekan yang
menyebabkan lesi diffuse berupa Komosio serebri, Diffuse axonal injury.
Cidera Otak Primer
Cidera otak primer adalah cidera otak yang terjadi segera cidera
kepala baik akibat impact injury maupun akibat gaya akselerasi-deselerasi
(cidera otak primer ini dapat berlanjut menjadi cidera otak sekunder) jika
cidera primer tidak mendapat penanganan yang baik, maka cidera primer
dapat menjadi cidera sekunder

1. Cidera pada SCALP


Fungsi utama dari lapisan kulit kepala dengan rambutnya adalah
melindungi jaringan otak dengan cara menyerap sebagian gaya yang akan
diteruskan melewati jaringan otak. Cidera pada scalp dapat berupa

Asuhan Keperawatan I C U Hal

11

Excoriasi, Vulnus, Hematom subcutan, Hematom subgaleal, Hematom


subperiosteal. Pada excoriasi dapat dilakukan wound toilet. Sedangkan
pada vulnus apertum harus dilihat jika vulnus tersebut sampai mengenai
galea aponeurotika maka galea harus dijahit (untuk menghindari dead
space sedangkan pada subcutan mengandung banyak pembuluh darah
demikian juga rambut banyak mengandung kuman sehingga adanya
hematom dan kuman menyebabkan terjadinya infeksi). Penjahitan pada
galea memakai benang yang dapat diabsorbsi dalam jangka waktu lama
(tetapi kalau tidak ada dapat dijahit dengan benang noabsorbsable tetapi
dengan simpul terbalik untuk menghindari terjadinya druck necrosis),
pada kasus terjadinya excoriasi yang luas dan kotor hendaknya diberikan
anti tetanus untuk mencegah terjadinya tetanus yang akan berakibat
sangat fatal. Pada kasus dengan hematom subcutaan sampai hematom
subperiosteum dapat dilakukan bebat tekan kemudian berikan anlgesia,
jika selama 2 minggu hematom tidak diabsorbsi dapat dilakukan punksi
steril. Hati-hati cidera scalp pada anak-anak/bayi karena pendarahan
begitu banyak dapat terjadi shock hipopolemik (Gennerellita ,1996).
2. Fraktur linier kalvaria
Fraktur linier pada kalvaria dapat terjadi jika gaya langsung yang
bekerja pada tulang kepala cukup besar tetapi tidak menyebabkan tulang
kepala bending dan terjadi fragmen fraktur yang masuk kedalam rongga
intrakranial, tetapi tidak ada terapi khusus pada fraktur linier ini tetapi
gaya yang menyebabkan terjadinya fraktur tersebut cukup besar maka
kemungkinan terjadinya hematom intrakranial cukup besar, dari penelitian
di RS Dr. Soetomo Surabaya didaptkan 88% epidural hematom disertai
dengan fraktur linier kalvaria. Jika gambar fraktur tersebut kesegala arah
disebut Steallete fracture, jika fraktur mengenai sutura disebut diastase
fraktur
3. Fraktur Depresi
Secara definisi yang disebut fraktur depresi apabila fragmen dari
fraktur masuk rongga intrakranial minimal setebal tulang fragmen tersebut,
berdasarkan pernah tidaknya fragmen berhubungan dengan udara luar
maka fraktur depresi dibagi 2 yaitu fraktur depresi tertutup dan fraktur
depresi terbuka.
(1) Fraktur Depresi Tertutup
Pada fraktur depresi tertutup biasanya tidak dilakukan tindakan
operatip kecuali bila fraktur tersebut menyebabkan gangguan neurologis,
misal kejang-kejang hemiparese/plegi, penurunan kesadaran. Tindakan
yang dilakukan adalah mengangkat fragmen tulang yang menyebabkan
penekanan pada jaringan otak, setelah mengembalikan dengan fiksasi pada
tulang disebelahnya, sedangkan fraktur depresi didaerah temporal tanpa
disertai adanya gangguan neurologis tidak perlu dilakukan operasi
(2) Fraktur Depresi Terbuka
Semua fraktur depresi terbuka harus dilakukan tindakan operatif
debridemant untuk mencegah terjadinya proses infeksi

Asuhan Keperawatan I C U Hal

12

(meningoencephalitis) yaitu mengangkat fragmen yang masuk, membuang


jaringan devitalized seperti jaringan nekrosis benda-benda asing, evakuasi
hematom, kemudian menjahit durameter secara water tight/kedap air
kemudian fragmen tulang dapat dikembalikan ataupun dibuang, fragmen
tulang dikembalikan jika Tidak melebihi golden periode (24 jam),
durameter tidak tegang Jika fragmen tulang berupa potongan-potongan
kecil maka pengembalian tulang dapat secara mozaik.
4. Fraktur Basis Cranii
Fraktur basis cranii secara anatomis ada perbedaan struktur
didaerah basis cranii dan kalvaria yang meliputi pada basis caranii
tulangnya lebih tipis dibandingkan daerah kalvaria, Durameter daerah basis
lebih tipis dibandingkan daerah kalvaria, Durameter daerah basis lebih
melekat erat pada tulang dibandingkan daerah kalvaria. Sehingga bila
terjadi fraktur daerah basis mengakibatkan robekan durameter klinis
ditandai dengan Bloody otorrhea, Bloody rhinorrhea, Liquorrhea, Brill
Hematom, Batles sign, Lesi nervus cranialis yang paling sering N I, NVII dan
NVIII. Diagnose fraktur basis cranii secara klinis lebih bermakna
dibandingkan dengan diagnose secara radiologis oleh karena foto basis
cranii posisinya hanging foto, dimana posisi ini sangat berbahaya
terutama pada cidera kepala disertai dengan cidera vertebra cervikal
ataupun pada cidera kepala dengan gangguan kesadaran yang dapat
menyebabkan apnea. Adanya gambaran fraktur pada foto basis cranii tidak
akan merubah penatalaksanaan dari fraktur basis cranii, Pemborosan biaya
perawatan karena penambahan biaya foto basis cranii
5. Penanganan dari fraktur basis cranii meliputi :
(1). Cegah peningkatan tekanan intrakranial yang mendadak, misal cegah
batuk, mengejan, makanan yang tidak menyebabkan sembelit.
(2). Jaga kebersihan sekitar lubang hidung dan lubang telinga, jika perlu
dilakukan tampon steril (Consul ahli THT) pada bloody
otorrhea/otoliquorrhea.
(3). Pada penderita dengan tanda-tanda bloody otorrhea/otoliquorrhea
penderita tidur dengan posisi terlentang dan kepala miring keposisi
yang sehat.
Komosio Serebri
Secara definisi komosio serebri adalah gangguan fungsi otak tanpa
adanya kerusakan anatomi jaringan otak akibat adanya cidera kepala.
Sedangkan secara klinis didapatkan penderita pernah atau sedang tidak
sadar selama kurang dari 15 menit, disertai sakit kepala, pusing, mualmuntah adanya amnesi retrogrde ataupun antegrade. Pada pemeriksaan
radiologis CT scan tidak didapatkan adanya kelainan.
Kontusio Serebri
Secara definisi kontusio serebri didefinisikan sebagai gangguan
fungsi otak akibat adanya kerusakan jaringan otak, secara klinis
didapatkan penderita pernah atau sedang tidak sadar selama lebih dari 15
menit atau didapatkan adanya kelainan neurologis akibat kerusakan

Asuhan Keperawatan I C U Hal

13

jaringan otak seperti hemiparese/plegi, aphasia disertai gejala mualmuntah, pusing sakit kepala, amnesia retrograde/antegrade, pada
pemerikasaan CT Scan didaptkan daerah hiperdens di jaringan otak,
sedangkan istilah laserasi serebri menunjukkan bahwa terjadi robekan
membran pia-arachnoid pada daerah yang mengalami contusio serebri yang
gambaran pada CT Scan disebut Pulp brain .
Epidural Hematom (EDH = Epidural Hematom)
Epidural Hematom adalah hematom yang terletak antara durameter
dan tulang, biasanya sumber pendarahannya adalah robeknya Arteri
meningica media (paling sering), Vena diploica (oleh karena adanya fraktur
kalvaria), Vena emmisaria, Sinus venosus duralis. Secara klinis ditandai
dengan adanya penurunan kesadaran yang disertai lateralisasi (ada
ketidaksamaan antara tanda-tanda neurologis sisi kiri dan kanan tubuh)
yang dapat berupa Hemiparese/plegi, Pupil anisokor,Reflek patologis satu
sisi. Adanya lateralisasi dan jejas pada kepala menunjukkan lokasi dari
EDH. Pupil anisokor/dilatasi dan jejas pada kepala letaknya satu sisi
dengan lokasi EDH sedangkan hemiparese/plegi lataknya kontralateral
dengan lokasi EDH, sedangkan gejala adanya lucid interval bukan
merupakan tanda pasti adanya EDH karena dapat terjadi pada pendarahan
intrakranial yang lain, tetapi lucid interval dapat dipakai sebagai patokan
dari prognosenya makin panjang lucid interval makin baik prognose
penderita EDH (karena otak mempunyai kesempatan untuk melakukan
kompensasi). Pada pemeriksaan radiologis CT Scan didapatkan gambaran
area hiperdens dengan bentuk bikonvek diantara 2 sutura. Terjadinya
penurunan kesadaran, Adanya lateralisasi, Nyeri kepala yang hebat dan
menetap tidak hilang dengan pemberian anlgesia. Pada CT Scan jika
perdarahan volumenya lebih dari 20 CC atau tebal lebih dari 1 CM atau
dengan pergeseran garis tengah (midline shift) lebih dari 5 mm. Operasi
yang dilakukan adalah evakuasi hematom, menghentikan sumber
perdarahan sedangkan tulang kepala dapat dikembalikan. Jika saat operasi
tidak didapatkan adanya edema serebri sebaliknya tulang tidak
dikembalikan jika saat operasi didapatkan duramater yang tegang dan
dapat disimpan subgalea. Pada penderita yang dicurigai adanya EDH yang
tidak memungkinkan dilakukan diagnose radiologis CT Scan maka dapat
dilakukan diagnostik eksplorasi yaitu Burr hole explorations yaitu
membuat lubang burr untuk mencari EDH biasanya dilakukan pada titiktitik tertentu yaitu Pada tempat jejas/hematom, pada garis fratur, pada
daerah temporal, pada daerah frontal (2 CM didepan sutura coronaria),
pada daerah parietal, pada daerah occipital. Prognose dari EDH biasanya
baik, kecuali dengan GCS datang kurang dari 8, datang lebih dari 6 jam
umur lebih dari 60 tahun.
Subdural hematom (SDH)
Secara definisi hematom subdural adalah hematom yang terletak
dibawah lapisan duramater dengan sumber perdarahan dapat berasal dari
Bridging vein (paling sering), A/V cortical, Sinus venosus duralis.
Berdasarkan waktu terjadinya perdarahan maka subdural hematom dibagi
3 meliputiSubdural hematom akut terjadi kurang dari 3 hari dari kejadian,

Asuhan Keperawatan I C U Hal

14

Subdural hematom subakut terjadi antara 3 hari 3 minggu, Subdural


hematom kronis jika perdarahan terjadi lebih dari 3 minggu. Secara klinis
subdural hematom akut ditandai dengan penurunan kesadaran, disertai
adanya lateralisasi yang paling sering berupa hemiparese/plegi. Sedangkan
pada pemeriksaan radiologis (CT Scan) didapatkan gambaran hiperdens
yang berupa bulan sabit (cresent). Indikasi operasi menurut EBIC
(Europebraininjuy commition) pada perdarahan subdural adalah Jika
perdarahan tebalnya lebih dari 1 CM, Jika terdapat pergeseran garis tengah
lebih dari 5 mm. Operasi yang dilakukan adalah evakuasi hematom,
menghentikan sumber perdarahan. Bila ada edema serebri biasanya tulang
tidak dikembalikan (dekompresi) dan disimpan subgalea. Prognose dari
penderita SDH ditentukan dari GCS awal saat operasi, lamanya penderita
datang sampai dilakukan operasi, lesi penyerta di jaringan otak serta usia
penderita, pada penderita dengan GCS kurang dari 8 prognosenya 50 %,
makin rendah GCS, makin jelek prognosenya makin tua pasien makin jelek
prognosenya adanya lesi lain akan memperjelek prognosenya.
Subdural hematom adalah terkumpulnya darah antara duramater
dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik. Terjadi akibat
pecahnya pembuluh darah vena / jembatan vena yang biasanya
terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit.
Periode akut dapat terjadi dalam 48 jam 2 hari, 2 minggu atau
beberapa bulan.
Gejala gejalanya :
1). Nyeri kepala
2). Bingung
3). Mengantuk
4). Menarik diri
5). Berfikir lambat
6). Kejang
7). Udem pupil.
Intracerebral hematom (ICH)
Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada
jaringan otak biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam
jaringan otak. Secara klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran
yang kadang-kadang disertai lateralisasi, pada pemeriksaan CT Scan
didapatkan adanya daerah hiperdens yang indikasi dilakukan operasi jika
Single, Diameter lebih dari 3 cm, Perifer, Adanya pergeseran garis tengah,
Secara klinis hematom tersebut dapat menyebabkan gangguan
neurologis/lateralisasi. Operasi yang dilakukan biasanya adalah evakuasi
hematom disertai dekompresi dari tulang kepala. Faktor-faktor yang
menentukan prognosenya hampir sama dengan faktor-faktor yang
menentukan prognose perdarahan subdural.

CIDERA OTAK SEKUNDER


Cidera otak sekunder yang terjadi akibat dari cidera otak primer
yang tidak mendapat penanganan dengan baik (sehingga terjadi hipoksia)

Asuhan Keperawatan I C U Hal

15

serta adanya proses metabolisme dan neurotransmiter serta respon


inflamasi pada jaringan otak maka cidera otak primer berubah menjadi
otak sekunder yang meliputi Edema serebri, Infrark serebri, Peningkatan
tekanan intra kranial.
Edema serebri
Adalah penambahan air pada jaringan otak / sel sel otak, pada
kasus cidera kepala terdapat 2 macam edema serebri Edema serebri
vasogenik, Edema serebri sitoststik.
1. Edema serebri vasogenik
Edema serebri vasoganik terjadi jika terdapat robekan dari blood
brain barrier (sawar darah otak ) sehingga solut intravaskuler (plasma
darah) ikut masuk dalam jaringan otak (ekstraseluler) dimana tekanan
osmotik dari plasma darah ini lebih besar dari pada tekanan osmotik cairan
intra seluler. Akibatnya terjadi reaksi osmotik dimana cairan intraseluler,
yang tekanan osmotiknya lebih rendah akan ditarik oleh cairan ekstra
seluler keluar dari sel melewati membran sel sehingga terjadi edema ekstra
seluler sedangkan sel-sel otak mengalami pengosongan (shringkage).
2. Edema serebri sitostatik
Edema serebri sitostatik terjadi jika suplai oksigen kedalam jaringan
otak berkurang (hipoksia) akibatnya terjadi reaksi anaerob dari jaringan
otak (pada keadaan aerob maka metabolisme 1 mol glukose akan di ubah
menjadi 38 ATP dan H2O). Sedangkan dalam keadaan anaerob maka 1
molekul glukose akan diubah menjadi 2 ATP dan H2O karena kekurangan
ATP maka tidak ada tenaga yang dapat digunakan untuk menjalankan
proses pompa Natrium Kalium untuk pertukaran kation dan anion antara
intra selluler dan ekstraseluler dimana pada proses tersebut memerlukan
ATP akibatnya Natrium (Na) yang seharusnya dipompa keluar dari sel
menjadi masuk kedalam sel bersama masuknya natrium. Maka air (H2O)
ikut masuk kedalam sel sehingga terjadi edema intra seluler (Sumarmo
Markam et.al :1999). Gambaran CT Scan dari edema serebri Ventrikel
menyempit, Cysterna basalis menghilang, Sulcus menyempit sedangkan
girus melebar.
Tekanan Intra Kranial
Compartment rongga kepala orang dewasa rigid tidak dapat
berkembang yang terisi 3 komponen yaitu Jaringan otak seberat 1200 gram,
Cairan liquor serebrospinalis seberat 150 gram, Darah dan pembuluh darah
seberat 150 gram. Menurut doktrin Monroe kellie, jumlah massa yang ada
dalam rongga kepala adalah konstan jika terdapat penambahan massa
(misal hematom, edema, tumor, abses) maka sebagian dari komponen
tersebut mengalami kompensasi/bergeser, yang mula mula ataupun
canalis centralis yang ada di medullaspinalis yang tampak pada klinis
penderita mengalami kaku kuduk serta pinggang terasa sakit dan berat.
Jika kompensasi dari cairan serebrospinalis sudah terlampaui sedangkan
penambahan massa masih terus berlangsung maka terjadi kompensasi
kedua yaitu kompensasi dari pembuluh darah dan isinya yang bertujuan
Asuhan Keperawatan I C U Hal

16

untuk mengurangi isi rongga intrakranial dengan cara ialahVaso konstriksi


yang berakibat tekanan darah meningkat, Denyut nadi menurun
(bradikardia), yang merupakan tanda awal dari peningkatan tekanan
intrakranial, kedua tanda ini jika disertai dengan ganguan pola napas
disebut trias cushing. Jika kompensasi kedua komponen isi rongga
intrakranial sudah terlampaui sedangkan penambahan massa masih terus
berlangsung maka jaringan otak akan melakukan kompensasi yaitu
berpindah ketempat yang kosong (locus minoris) perpindahan jaringan
otak tersebut disebut herniasi cerebri. Tanda - tanda klinis herniasi cerebri
tergantung dari macamnya, pada umumnya klinis dari peningkatan
tekanan intrakranial adalah Nyeri kepala, Mual, Muntah, Pupil bendung.
Penanganan pertama kasus cidera kepala
Pertolongan pertama dari penderita dengan cidera kepala mengikuti
standart yang telah ditetapkan dalam ATLS (Advanced Trauma Life Support)
yang meliputi, anamnesa sampai pemeriksaan fisik secara seksama dan
stimultan pemeriksaan fisik meliputi Airway, Breathing, Circulasi, Disability
(ATLS ,1997). Pada pemeriksaan airway usahakan jalan nafas stabil,
dengan cara kepala miring, buka mulut, bersihkan muntahkan darah,
adanya benda asing. Perhatikan tulang leher, Immobilisasi, Cegah gerakan
hiperekstensi, Hiperfleksi ataupun rotasi, Semua penderita cidera kepala
yang tidak sadar harus dianggap disertai cidera vertebrae cervikal sampai
terbukti tidak disertai cedera cervical, maka perlu dipasang collar barce.
Jika sudah stabil tentukan saturasi oksigen, minimal saturasinya diatas 90
%, jika tidak usahakan untuk dilakukan intubasi dan support pernafasan.
Setelah jalan nafas bebas sedapat mungkin pernafasannya diperhatikan
frekwensinya normal antara 16 18 X/menit, dengarkan suara nafas
bersih, jika tidak ada nafas lakukan nafas buatan, kalau bisa dilakukan
monitor terhadap gas darah dan pertahankan PCO 2 antara 28 35 mmHg
karena jika lebih dari 35 mm Hg akan terjadi vasodilatasi yang berakibat
terjadinya edema serebri. Sedangkan jika kurang dari 20 mm Hg akan
menyebabkan vaso konstruksi yang berakibat terjadinya iskemia, Periksa
tekanan oksigen (O2) 100 mm Hg jika kurang beri oksigen masker 8 liter
/menit. Pada pemeriksaan sistem sirkulasi Periksa denyut nadi/jantung,
jika (tidak ada) lakukan resusitasi jantung, Bila shock (tensi < 90 mm Hg
nadi >100x per menit dengan infus cairan RL, cari sumber perdarahan
ditempat lain, karena cidera kepala single pada orang dewasa hampir tidak
pernah menimbulkan shock. Terjadinya shock pada cidera kepala
meningkatkan angka kematian 2x. Pada pemeriksaan disability/kelainan
kesadaran pemeriksaan kesadaran memakai glasgow coma scale, Periksa
kedua pupil bentuk dan besarnya serta catat reaksi terhadap cahaya
langsung maupun tidak langsung, Periksa adanya hemiparese/plegi,
Periksa adanya reflek patologis kanan kiri, Jika penderita sadar baik
tentukan adanya gangguan sensoris maupun fungsi misal adanya aphasia.
Setelah fungsi vital stabil (ABC stabil baru dilakukan survey yang lain
dengan cara melakukan sekunder survey/ pemeriksaan tambahan seperti
skull foto, foto thorax, foto pelvis, CT Scan dan pemeriksaan ini sebenarnya
dikerjakan secara stimultan dan seksama) .

Asuhan Keperawatan I C U Hal

17

Glasgow Coma Scale (GCS)


Untuk mendapatkan keseragaman dari penilaian tingkat kesadaran
secara kwantitatif (yang sebelumnya tingkat kesadaran diukur secara
kwalitas seperti apatis, somnolen dimana pengukuran seperti ini
didapatkan hasil yang tidak seragam antara satu pemeriksaan dengan
pemeriksa yang lain) maka dilakukan pemeriksaan dengan skala kesadaran
secara glasgow, ada 3 macam indikator yang diperiksa yaitu reaksi
membuka mata, Reaksi verbal, Reaksi motorik.
1). Reaksi membuka mata
Reaksi membuka mata

Nilai

Membuka mata spontan

Buka mata dengan rangsangan suara

Buka mata dengan rangsangan nyeri

Tidak membuka mata dengan rangsangan nyeri

2). Reaksi Verbal


Reaksi Verbal
Komunikasi verbal baik, jawaban tepat
Bingung, disorientasi waktu, tempat dan ruang

Nilai
5
4

Dengan rangsangan nyeri keluar kata-kata

Keluar suara tetapi tak berbentuk kata-kata

Tidak keluar suara dengan rangsangan apapun

3). Reaksi Motorik


Reaksi Motorik
Mengikuti perintah
Melokalisir rangsangan nyeri
Menarik tubuhnya bila ada rangsangan nyeri
Reaksi fleksi abnormal dengan rangsangan nyeri
Reaksi ekstensi abnormal dengan rangsangan nyeri
Tidak ada gerakan dengan rangsangan nyeri

Nilai
6
5
4
3
2
1

Berdasarkan GCS maka cidera kepala dapat dibagi menjadi 3 gradasi


yaitu cidera kepala derajat ringan, bila GCS : 13 15, Cidera kepala derajat
sedang, bila GCS : 9 12, Cidera kepala berat, bila GCS kuang atau sama
dengan 8. Pada penderita yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan misal
oleh karena aphasia, maka reaksi verbal diberi tanda X, atau oleh karena
kedua mata edema berat sehingga tidak dapat di nilai reaksi membuka
matanya maka reaksi membuka mata diberi nilai X, sedangkan jika

Asuhan Keperawatan I C U Hal

18

penderita dilakukan traheostomy ataupun dilakukan intubasi maka reaksi


verbal diberi nilai T.
Indikasi foto polos kepala
Tidak semua penderita dengan cidera kepala diindikasikan untuk
pemeriksaan kepala karena masalah biaya dan kegunaan yang sekarang
makin dittinggalkan. Jadi indikasi meliputi jejas lebih dari 5 cm, Luka
tembus (tembak/tajam), Adanya corpus alineum, Deformitas kepala (dari
inspeksi dan palpasi), Nyeri kepala yang menetap, Gejala fokal neurologis,
Gangguan kesadaran (Bajamal A.H ,1999). Sebagai indikasi foto polos
kepala meliputi jangan mendiagnose foto kepala normal jika foto tersebut
tidak memenuhi syarat, Pada kecurigaan adanya fraktur depresi maka
dillakukan foto polos posisi AP/lateral dan oblique.
Indikasi CT Scan
Indikasi CT Scan adalah :
(1) Nyeri kepala menetap atau muntah muntah yang tidak menghilang
setelah pemberian obat obatan analgesia/anti muntah.
(2) Adanya kejang kejang, jenis kejang fokal lebih bermakna terdapat lesi
intrakranial dibandingkan dengan kejang general.
(3) Penurunan GCS lebih 1 point dimana faktor faktor ekstracranial telah
disingkirkan (karena penurunan GCS dapat terjadi karena misal terjadi
shock, febris, dll).
(4) Adanya lateralisasi.
(5) Adanya fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai, misal
fraktur depresi temporal kanan tapi terdapat hemiparese/plegi kanan.
(6) Luka tembus akibat benda tajam dan peluru.
(7) Perawatan selama 3 hari tidak ada perubahan yang membaik dari GCS.
(8) Bradikardia (Denyut nadi kurang 60 X / menit).
Cidera kepala yang perlu masuk rumah sakit (MRS)
Cidera kepala yang perlu masuk rumah sakit (MRS) meliputi :
(1) Adanya gangguan kesadaran (GCS < 15).
(2) Pernah tidak sadar lebih dari 15 menit (contusio serebri).
(3) Adanya gangguan fokal neorologis (Hemiparese/plegi, kejang - kejang,
pupil anisokor).
(4) Nyeri kepala, muntah - mual yang menetap yang telah dilakukan
observasi di UGD dan telah diberikan obat analgesia dan anti muntah
selama 2 jam tidak ada perbaikan.
(5) Adanya tanda fraktur tulang kavaria pada pemerisaan foto kepala.
(6) Klinis adanya tanda tanda patah tulang dasar tengkorak.
(7) Luka tusuk atau luka tembak
(8) Adanya benda asing (corpus alienum).
(9) Penderita disertai mabuk.
(10) Cidera kepala disertai penyakit lain misal hipertensi, diabetes melitus,
gangguan faal pembekuan.
Indikasi sosial yang dipertimbangkan pada pasien yang dirawat
dirumah sakit tidak ada yang mengawasi di rumah jika di
pulangkan,Tempat tinggal jauh dengan rumah sakit oleh karena jika terjadi

Asuhan Keperawatan I C U Hal

19

masalah akan menyulitkan penderita. Pada saat penderita di pulangkan


harus di beri advice (lembaran penjelasan) apabila terdapat gejala seperti ini
harus segera ke rumah sakit misalnya : mual muntah, sakit kepala yang
menetap, terjadi penurunan kesadaran, Penderita mengalami kejang
kejang, Gelisah. Pengawasan dirumah harus dilakukan terus menerus
selama kerang lebih 2 x 24 jam dengan cara membangunkan tiap 2 jam.
1 Perawatan dirumah sakit
Perawatan di rumah sakit bila GCS 13 15 meliputi :
1). Infus dengan cairan normoosmotik (kecuali Dextrose oleh karena
dextrose cepat dimetabolisme menjadi H2O + CO2 sehingga dapat
menimbulkan edema serebri) Di RS Dr Soetomo surabaya digunakan
D5% salin kira kira 1500 2000 cc/24 jam untuk orang dewasa.
2). Diberikan analgesia/antimuntah secara intravena, jika tidak muntah
dicoba minum sedikit sedikit (pada penderita yang tetap sadar).
3). Mobilisasi dilakukan sedini mungkin, dimulai dengan memberikan
bantal selama 6 jam kemudian setengah duduk pada 12 jam kemudian
duduk penuh dan dilatih berdiri (dapat dilakukan pada penderita
dengan GCS 15).
4). Jika memungkinkan dapat diberikan obat neorotropik, seperti :
Citicholine, dengan dosis 3 X 250 mg/hari sampai minimal 5 hari.
5). Minimal penderita MRS selama 2 X 24 jam karena komplikasi dini dari
cidera kepala paling sering terjadi 6 jam setelah cidera dan berangsur
angsur berkurang sampai 48 jam pertama.
2 Perawatan di rumah sakit bila GCS < 13
Perawatan di rumah sakit bila GCS < 13
1). Posisi terlentang kepala miring kekiri dengan diberi bantal tipis (head
up 15 30) hal ini untuk memperbaiki venous return sehingga
tekanan intra kranial turun.
2). Beri masker oksigen 6 8 liter/menit.
3). Atasi hipotensi, usahakan tekanan sistolok diatas 100 mmHg, jika tidak
ada perbaikan dapat diberikan vasopressor.
4). Pasang infus D5% saline 1500 2000 cc/24 jam atau 25 30
CC/KgBB/24jam.
5). Pada penderita dengan GCS < 9 atau diperkirakan akan memerlukan
perawatan yang lebih lama maka hendaknya dipasang maagslang
ukuran kecil (12 Fr) untuk memberikan makanan yang dimulai pada
hari I dihubungkan dengan 500 cc Dextrose 5%. Gunanya pemberian
sedini mungkin adalah untuk menghindari atrophi villi usus,
menetralisasikan asam lambung yang biasanya pH nya sangat tinggi
(stress ulcer), menambah energi yang tetap dibutuhkan sehingga tidak
terjadi metabolisme yang negatip, pemberian makanan melalui pipa
lambung ini akan ditingkatkan secara perlahan lahan sampai
didapatkan volume 2000 cc/24 jam dengan kalori 2000 Kkal.
Keuntungan lain dari pemberian makanan peroral lebih cepat pada
penderita tidak sadar antara lain mengurangi translokasi kuman di
dinding usus halus dan usus besar, Mencegah normal flora usus
masuk kedalam system portal.

Asuhan Keperawatan I C U Hal

20

6). Sedini mungkin penderita dilakukan mobilisasi untuk menghindari


terjadinya statik pneumonia atau dekubitus dengan cara melakukan
miring kekiri dan kanan setiap 2 jam.
7). Pada penderita yang gelisah harus dicari dulu penyebabnya tidak boleh
langsung diberikan obat penenang seperti diazepam karena dapat
menyebabkan masking efek terhadap kesadarannya dan terjadinya
depresi pernapasan. Pada penderita gelisah dapat terjadi karena nyeri
oleh karena fraktur, Kandung seni yang penuh, Tempat tidur yang
kotor, Penderita mulai sadar, Penurunan kesadaran, Shock, Febris.

Transpor Oksigen
Mekanisme ini terdiri dari tiga unsur besar yakni:
1. Sistim pernafasan yang membawa O2 udara alveoli, kemudian difusi
masuk kedalam darah.
Setelah difusi menembus membran alveolokapiler, oksigen berkaitan
dengan hemoglobin dan sebagian kecil larut dalam plasma. Gangguan
oksigenansi menyebabkan berkurangnya oksigen didalam darah
(hipoksemia) yang selanjutnya akan menyebabkan berkurangnya oksigen
jaringan (hipoksia). Atas penyebabnya, dibedakan 4 jenis hipoksia sesuai
dengan proses penyebabnya :
1). Hipoksia hipoksik
: gangguan ventilasi-difusi
2). Hipoksia stagnan
: gangguan perfusi/sirkulasi
3). Hipoksia anemik
: anemia
4). Hipoksia histotoksik : gangguan pengguanaan oksigen dalam sel
(racun HCN, sepsis).
Pada pendarahan dan syok terjadi gabungan hipoksia stagnan dan anemik.
Kandungan oksigen dalam darah arterial (Ca O2) menurut rumus NunnFreeman (MacLean, 1971, Lentner, 1984, Buran, 1987) adalah :
Ca O2 = (Hb x Saturasi O2 x 1,34) + (p O2 x 0,003)
Hb = kadar hemoglobin darah (g/dl) saturasi O2 = saturasi oksigen dalam
hemoglobin (%)
1,34 = koefisien tetap (angka Huffner) beberapa penulis menyebut 1,36
atau 1,39
pO2
= tekanan parsiel oksigen dalam plasma, mmHg
0,003 = koefisien kelarutan oksigen dalam plasma.

2. Sistim sirkulasi yang membawa darah berisi O2 ke jaringan

Perubahan-perubahan hemodinamik sebagai kompensasi yaitu: nadi


meningkat (takikardia), kekuatan kontraksi miokard meningkat,
vasokonstriksi di daerah arterial reaksi takikardia terjadi segera. Tujuh
puluh lima persen volume sirkulasi berada di daerah vena. Vasokonstriksi
memeras darah dari cadangan vena kembali ke sirkulasi efektif.
Vasokonstriksi arterial membagi secara selektif aliran untuk organ prioritas
(otak dan jantung) dengan mengurangi aliran ke kulit, ginjal, hati, usus.
Vasokonstriksi yang berupaya mempertahankan tekanan perfusi (perfusion
pressure) untuk otak dan jantung, menyebabkan jantung bekerja lebih
berat mengatasi SVR, pada saat yang sama oksigenasi koroner sedang
menurun. Vasokonstriksi yang berlebihan di daerah usus dapat
menyebabkan cedera iskemik (iscemic injury), translokasi kuman
Asuhan Keperawatan I C U Hal

21

menembus usus dan masuknya endotoksin ke sirkulasi sistemik (Kreimeier


1990 dan 1992; Hartmann, 1991). Takikardia dan vasokonstriksi sudah
berjalan dengan cepat melalui respons baroreseptor dan katekolamin.
Takikardia yang berlebihan justru merugikan, karena menyebabkan EDV
menurun sehingga CO juga turun. Cardiac output atau curah jantung
adalah volume aliran darah yang membawa oksigen ke jaringan. Hubungan
antara curah jantung (CO), frekwensi denyut jantung (f) dan Stroke Volume
(SV) adalah sebagai berikut:
CO = f x SV
SV
:
dipengaruhi oleh EDV--- C --- SVR
EDV
:
volume ventrikel pada akhir diastole
C
:
contractility (kekuatan kontraksi otot jantung)
SVR
:
Systemic Vascular Resistance
VR
:
Venous Return (jumlah darah yang masuk atrium), dalam
keadaan normal VR = CO
Available O2 = CO x Ca O2
Available O2 : oksigen tersedia (untuk jaringan)
Ca O2
: kandungan oksigen darah arterial.

3. Sistim O2-Hb dalam eritrosit dan transpor ke sel jaringan

Eritrosit mendapat oksigen dari difusi yang terjadi di kapiler paru.


Dinamika oksigen dalam eritrosit ditunjukkan oleh kurva disosiasi oksigenhemoglobin (Lentner, 19984; Odorico, 1993). Untuk memenuhi kebutuhan
oksigen pada organ vital (otak, jantung) diisyaratkan bhwa kadar Hb harus
> 9 sampai 10 gr %. Bila kadar Hb kurang dari 9 gr % masih dapat
memenuhi kebutuhan oksigen dengan peningkatan curah jantung dan
pelepasan lebih banyak oksigen ke jaringan (Odorico, 1993; Rotondo, 1993).

4.
I.

CVA / STROKE INFARK


PENDAHULUAN
CVA atau Cerebro Vaskuler Accident biasa di kenal oleh masyarakat
dengan istilah Stroke.Istilah ini lebih populer di banding
CVA.Kelainan ini terjadi pada organ otak.Lebih tepatnya adalah
Gangguan Pembuluh Darah Otak.Berupa penurunan kualitas
pembuluh darah otak.Stroke menyebabkan angka kematian yang
tinggi.
Kejadian sebagian besar dialami oleh kaum lai-laki daripada wanita
(selisih 19 % lebih tinggi)dan usia umumnya di atas 55 tahun.

II.PENYEBAB dan KLASIFIKASI.


Pecahnya pembuluh darah otak sebagian besar diakibatkan oleh
rendahnya kualitas pembuluh darah otak.Sehingga dengan adanya
tekanan darah yang tinggi pembuluh darah mudah pecah.
Faktor resiko terjadinya stroke ada 2 :
1.Faktor resiko yang dapat diobati / dicegah :
Perokok.
Asuhan Keperawatan I C U Hal

22

Penyakit jantung ( Fibrilasi Jantung )


Tekanan darah tinggi.
Peningkatan jumlah sel darah merah ( Policitemia).
Transient Ischemic Attack ( TIAs)
2.Faktor resiko yang tak dapat di rubah :
Usia di atas 65.
Peningkatan
tekanan
karotis
(
indikasi
terjadinya
artheriosklerosis yang meningkatkan resiko serangan stroke).
DM.
Keturunan ( Keluarga ada stroke).
Pernah terserang stroke.
Race ( Kulit hitam lebih tinggi )
Sex ( laki-laki lebih 30 % daripada wanita ).

Secara patologik suatu infark dapat di bagi dalam :


1. Trombosis pembuluh darah ( trombosis serebri ).
2. Emboli a.l dari jantung (emboli serebri ).
3. Arteritis sebagai akibat lues / arteritis temporalis.

KLASIFIKASI :
Secara klinis stroke di bagi menjadi :
1. Serangan Ischemia Sepintas ( Transient Ischemia Attack / TIA ).
2. Stroke Ischemia ( Stroke non Hemoragik ).
3. Stroke Hemoragik.
4. Gangguan Pembuluh Darah Otak Lain.
Sumber : 2000, Harsono ED, Kapita Selekta Neurologi, Gajah Mada UP,
hal : 84.
IV.TANDA DAN GEJALA.
1. Jika terjadi peningkatan TIK maka dijumpai tanda dan gejala :
Perubahan tingkat kesadaran : penurunan orientasi dan respons
terhadap stimulus.
Perubahan kemampuan gerak ekstrimitas : kelemahan sampai
paralysis.
Perubahan
ukuran
pupil
:
bilateral
atau
unilateral
dilatasi.Unilateral tanda dari perdarahan cerebral.
Perubahan tanda vital : nadi rendah, tekanan nadi melebar, nafas
irreguler, peningkatan suhu tubuh.
Keluhan kepala pusing.
Muntah projectile ( tanpa adanya rangsangan ).
2.Kelumpuhan dan kelemahan.
3.Penurunan penglihatan.
4.Deficit kognitif dan bahasa ( komunikasi ).
5.Pelo / disartria.
6.Kerusakan Nervus Kranialis.
7.Inkontinensia alvi dan uri.
V.PENATALAKSANAAN MEDIK.
Asuhan Keperawatan I C U Hal

23

A.PEMERIKSAAN PENUNJANG.
1.LABORATORIUM.
Hitung darah lengkap.
Kimia klinik.
Masa protombin.
Urinalisis.
2.DIAGNOSTIK.
SCAN KEPALA
Angiografi serebral.
EEG.
Pungsi lumbal.
MRI.
X ray tengkorak
B.PENGOBATAN.
1.Konservatif.
a.Pemenuhan cairan dan elektrolit dengan pemasangan infus.
b.Mencegah peningkatan TIK.
Antihipertensi.
Deuritika.
Vasodilator perifer.
Antikoagulan.
Diazepam bila kejang.
Anti tukak misal cimetidine.
Kortikosteroid : pada kasus ini tidak ada manfaatnya karena
klien akan mudah terkena infeksi, hiperglikemi dan stress
ulcer/perdarahan lambung.
Manitol : mengurangi edema otak.
2.Operatif.
Apabila upaya menurunkan TIK tidak berhasil maka perlu
dipertimbangkan evakuasi hematom karena hipertensi intrakranial
yang menetap akan membahayakan kehidupan klien.
3.Pada fase sub akut / pemulihan ( > 10 hari ) perlu :
Terapi wicara.
Terapi fisik.
Stoking anti embolisme.
VI. KOMPLIKASI DAN PENCEGAHAN STROKE.
Aspirasi.
Paralitic illeus.
Atrial fibrilasi.
Diabetus insipidus.
Peningkatan TIK.
Hidrochepalus.
PENCEGAHAN :
Kontrol teratur tekanan darah.
Menghentikanmerokok.
Menurunkan konsumsi kholesterol dan kontrol cholesterol rutin.
Mempertahankan kadar gula normal.
Mencegah minum alkohol.
Asuhan Keperawatan I C U Hal

24

Latihan fisik teratur.


Cegah obesitas.
Mencegah penyakit jantung dapat mengurangi resiko stroke.

VI.ASUHAN KEPERAWATAN.
A.PENGKAJIAN
BIODATA
Pengkajian biodata di fokuskan pada :
Umur : karena usia di atas 55 tahun merupakan resiko tinggi terjadinya
serangan stroke.Jenis kelamin : laki-laki lebih tinggi 30% di banding
wanita.Ras : kulit hitam lebih tinggi angka kejadiannya.
KELUHAN UTAMA.
Biasanya klien datang ke rumah sakit dalam kondisi : penurunan
kesadaran atau koma serta disertai kelumpuhan dan keluhan sakit kepala
hebat bila masih sadar.
UPAYA YANG TELAH DILAKUKAN.
Jenis CVA Bleeding memberikan gejala yang cepat memburuk.Oleh karena
itu klien biasanya langsung di bawa ke Rumah Sakit.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU.
Perlu di kaji adanya riwayat DM, Hipertensi, Kelainan Jantung, Pernah
TIAs, Policitemia karena hal ini berhubungan dengan penurunan kualitas
pembuluh darah otak menjadi menurun.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG.
Kronologis peristiwa CVA Bleeding sering setelah melakukan aktifitas tibatiba terjadi keluhan neurologis misal : sakit kepala hebat, penurunan
kesadaran sampai koma.
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA.
Perlu di kaji mungkin ada anggota keluarga sedarah yang pernah
mengalami stroke.
PEMENUHAN KEBUTUHAN SEHARI-HARI.
Apabila telah mengalami kelumpuhan sampai terjadinya koma maka perlu
klien membutuhkan bantuan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dari
bantuan sebagaian sampai total.Meliputi :
mandi
makan/minum
bab / bak
berpakaian
berhias
aktifitas mobilisasi
PEMERIKSAAN FISIK DAN OBSERVASI.
BI ( Bright / pernafasan).
Perlu di kaji adanya :

Asuhan Keperawatan I C U Hal

25

Sumbatan jalan nafas karena penumpukan sputum dan kehilangan


refleks batuk.
Adakah tanda-tanda lidah jatuh ke belakang.
Auskultasi suara nafas mungkin ada tanda stridor.
Catat jumlah dan rama nafas

B2 ( Blood / sirkulasi ).
Deteksi adanya : tanda-tanda peningkatan TIK yaitu peningkatan Tekanan
Darah disertai dengan pelebaran nadi dan penurunan jumlah nadi.
B3 ( Brain / Persyarafan, Otak )
Kaji adanya keluhan sakit kepala hebat.Periksa adanya pupil unilateral,
Observasi tingkat kesadaran .
B4 ( Bladder / Perkemihan ).
Tanda-tanda inkontinensia uri.
B5 ( Bowel : Pencernaan )
Tanda-tanda inkontinensia alfi.
B6 ( Bone : Tulang dan Integumen ).
Kaji adanya kelumpuhan atau kelemahan.Tanda-tanda decubitus karena
tirah baring lama.Kekuatan otot.
SOSIAL INTERAKSI.
Biasanya di jumpai tanda kecemasan karena ancaman kematian
diekspresikan dengan menangis, klien dan keluarga sering bertanya tentang
pengobatan dan kesembuhannya.
B.DIAGNOSA YANG MUNCUL.
1. Resiko peningkatan TIK berhubungan dengan penambahan isi otak
sekunder terhadap perdarahan otak .
2. Intoleransi
aktifitas
(ADL)
berhubungan
dengan
kehilangan
kesadaran,kelumpuhan.
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan dan
kelumpuhan.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dan
kelumpuhan.
5. Kecemasan (ancaman
kematian) berhubungan dengan kurang
informasi prognosis dan terapi.Kurang pengetahuan prognosis dan
terapi berhubungan dengan kurang informasi, salah interpretasi.
6. Resiko injury berhubungan dengan kelemahan dan kelumpuhan,
penurunan kesadaran.
7. Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh ) berhubungan
dengankesulitan menelan(disfagia), hemiparese dan hemiplegi.
8. Inkoninensia uri berhubungan dengan defisit neurologis.
9. Inkontinensia alfi berhubungan dengan
kerusakan mobilitas dan
kerusakan neurologis.
10. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan
mobilitas, parise dan paralise.
11. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakmampuan
bicara verbal atau tidak mampu komunikasi.
12. Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan
penekanan pada saraf sensori.

Asuhan Keperawatan I C U Hal

26

13. Resiko terjadinya : kekeringan kornea, Pneumonia ortostatik sekunder


kehilangan kesadaran.

C.INTERVENSI KEPERAWATAN.
Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah :
1.RESIKO PENINGKATAN TIK BERHUBUNGAN DENGAN PENAMBAHAN
ISI OTAK SEKUNDER TERHADAP HIPOKSIA, EDEMA OTAK.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan klien tidak mengalami
peningkatan tekanan intra kranial .
Kriteria hasil :
Tidak terdapat tanda peningkatan tekanan intra kranial :
Peningkatan tekanan darah.
Nadi melebar.
Pernafasan cheyne stokes
Muntah projectile.
Sakit kepala hebat.
Pencegahan TIK meningkat di laksanakan.
Intervensi.
NO
INTERVENSI
RASIONAL
1.
Pantau tanda dan gejala peningkatan TIK
Deteksi dini peningkatan
tekanan darah
TIK untuk melakukan
tindakan lebih lanjut.
nadi
GCS
Respirasi
Keluhan sakit kepala hebat
Muntah projectile
Pupil unilateral
2.
Tinggikan kepala tempat tidur 15-30 derajat
Meninggikan kepala dapat
kecuali ada kontra indikasi.Hindari mengubah membantu drainage vena
posisi dengan cepat.
untuk mengurangi
kongesti vena.
3.
Hindari hal-hal berikut :
Masase karotid
Masase karotid
memperlambat frekuensi
jantung dan mengurangi
sirkulasi sistemik yang
diikuti peningkatan
Fleksi leher atau rotasi > 45 derajat.
sirkulasi secara tiba-tiba.
Fleksi atau rotasi ekstrem
leher mengganggu cairan
cerebrospinal dan
Rangsangan anal dengan jari(boleh tapi dengan drainage vena dari rongga
hati-hati ) hindari mengedan, fleksi ekstrem
intra kranial.
panggul dan lutut.
Aktifitas ini menimbulkan
manuver valsalva yang
merusak aliran balik vena
dengan kontriksi vena
jugularis dan peningkatan
TIK.
4.
Konsul dokter untuk mendapatkan pelunak
Mencegah konstipasi dan
Asuhan Keperawatan I C U Hal

27

feces jika di perlukan.

5.

Pertahankan lingkungan tenang, sunyi dan


pencahayaan redup.

6.

Berikan obat-obatan sesuai dengan pesanan:


Anti hipertensi.

mengedan yang
menimbulkan manuver
valsalva.
Meningkatkan istirahat
dan menurunkan
rangsangan membantu
menurunkan TIK.

Anti koagulan.

Terapi intra vena pengganti cairan dan


elektrolit.
Pelunak feces.

Anti tukak.

Roborantia.

Analgetika.
Vasodilator perifer.

Menurunkan tekanan
darah.
Mencegah
terjadinya
trombus.
Mencegah
defisit
cairan.
Mencegah obstipasi.
Mencegah stres ulcer.
Meningkatkan
daya
tahan tubuh.
Mengurangi nyeri.
Memperbaiki sirkulasi
darah otak.

2.GANGGUAN MOBILITAS FISIK BERHUBUNGAN DENGAN HEMIPARESE /


HEMIPLEGIA
Tujuan :
Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan
kemampuannya
Kriteria hasil
1. Tidak terjadi kontraktur sendi
Bertambahnya kekuatan otot
2. Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
Intervensi.
INTERVENSI
1. Ubah posisi klien tiap 2 jam

2. Ajarkan

klien
untuk
melakukan latihan gerak aktif
pada ekstrimitas yang tidak
sakit

3. Lakukan gerak pasif pada


ekstrimitas yang sakit
4. Berikan papan kaki pada
ekstrimitas
dalam
posisi

RASIONAL
Menurunkan
resiko
terjadinnya
iskemia
jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada
daerah yang tertekan
Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan
kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung
dan pernapasan
Otot volunter akan kehilangan tonus dan
kekuatannya
bila
tidak
dilatih
untuk
digerakkan

Asuhan Keperawatan I C U Hal

28

fungsionalnya
5. Tinggikan kepala dan tangan
6. Kolaborasi
dengan
ahli
fisioterapi untuk latihan fisik
klien

Asuhan Keperawatan I C U Hal

29

3.GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : PERABAAN YANG BERHUBUNGAN


DENGAN PENEKANAN PADA SARAF SENSORI.
Tujuan :
Meningkatnya persepsi sensorik : perabaan secara optimal.
Kriteria hasil :
Klien dapat mempertahankan tingakat kesadaran dan fungsi
persepsi
Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk meraba dan
merasa
Klien dapat menunjukkan perilaku untuk mengkompensasi terhadap
perubahan sensori
INTERVENSI
1. Tentukan kondisi patologis klien

1.

2. Kaji

kesadaran
sensori,
seperti2.
membedakan
panas/dingin,
tajam/tumpul,
posisi
bagian
tubuh/otot, rasa persendian

3. Berikan

stimulasi
terhadap
rasa3.
sentuhan, seperti memberikan klien
suatu
benda
untuk
menyentuh,
meraba. Biarkan klien menyentuh
dinding atau batas-batas lainnya.

4. Lindungi

klien
dari
suhu
yang4.
berlebihan, kaji adanya lindungan yang
berbahaya. Anjurkan pada klien dan
keluarga
untuk
melakukan
pemeriksaan terhadap suhu air dengan
tangan yang normal
5. Anjurkan klien untuk mengamati kaki5.
dan
tangannya
bila
perlu
dan
menyadari posisi bagian tubuh yang
sakit. Buatlah klien sadar akan semua
bagian tubuh yang terabaikan seperti
stimulasi sensorik pada daerah yang
sakit, latihan yang membawa area yang
sakit melewati garis tengah, ingatkan
individu untuk merawata sisi yang
sakit.
6. Hilangkan
kebisingan/stimulasi6.
eksternal yang berlebihan.

RASIONAL
Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang
mengalami
gangguan,
sebagai
penetapan rencana tindakan
Penurunan
kesadaran
terhadap
sensorik
dan
perasaan
kinetik
berpengaruh
terhadap
keseimbangan/posisi dan kesesuaian
dari
gerakan
yang
mengganggu
ambulasi,
meningkatkan
resiko
terjadinya trauma.
Melatih kembali jaras sensorik untuk
mengintegrasikan
persepsi
dan
intepretasi diri. Membantu klien untuk
mengorientasikan bagian dirinya dan
kekuatan
dari
daerah
yang
terpengaruh.
Meningkatkan keamanan klien dan
menurunkan resiko terjadinya trauma.

Penggunaan stimulasi penglihatan dan


sentuhan
membantu
dalan
mengintegrasikan sisi yang sakit.

Menurunkan ansietas dan respon


emosi yang berlebihan/kebingungan

Asuhan Keperawatan I C U Hal

7. Lakukan
klien

validasi

terhadap

yang berhubungan dengan sensori


berlebih.
persepsi7. Membantu
klien
untuk
mengidentifikasi
ketidakkonsistenan
dari persepsi dan integrasi stimulus.

Asuhan Keperawatan I C U Hal

4.KURANGNYA PERAWATAN DIRI BERHUBUNGAN DENGAN


HEMIPARESE/HEMIPLEGI DAN KEHILANGAN KESADARAN.
Tujuan
Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
Kriteria hasil
Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan
kemampuan klien
Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk
memberikan bantuan sesuai kebutuhan
INTERVENSI
RASIONAL
kemampuan dan tingkat1. Membantu
dalam
kekurangan
dalam
melakukan
mengantisipasi/merencanakan
perawatan diri.
pemenuhan
kebutuhan
secara
individual
Beri motivasi kepada klien untuk tetap2. Meningkatkan harga diri dan semangat
melakukan aktivitas dan beri bantuan
untuk berusaha terus-menerus
dengan sikap sungguh
3. Klien
mungkin
menjadi
sangat
Hindari melakukan sesuatu untuk klien
ketakutan dan sangat tergantung dan
yang dapat dilakukan klien sendiri,
meskipun bantuan yang diberikan
tetapi
berikan
bantuan
sesuai
bermanfaat dalam mencegah frustasi,
kebutuhan.
adalah penting bagi klien untuk
melakukan sebanyak mungkin untuk
diri-sendiri untuk mempertahankan
harga
diri
dan
meningkatkan
pemulihan
4. Meningkatkan perasaan makna diri
Berikan umpan balik yang positif untuk
dan kemandirian serta mendorong
setiap usaha yang dilakukannya atau
klien untuk berusaha secara kontinyu
keberhasilannya
5. Memberikan bantuan yang mantap
Kolaborasi
dengan
ahli
untuk mengembangkan rencana terapi
fisioterapi/okupasi
dan mengidentifikasi kebutuhan alat
penyokong khusus

1. Tentukan

2.

3.

4.

5.

5.RESIKO GANGGUAN NUTRISI KURANG DARI KEBUTUHAN TUBUH


BERHUBUNGAN DENGAN KELEMAHAN OTOT MENGUNYAH DAN
MENELAN SEKUNDER KEHILANGAN KESADARAN.
Tujuan
Tidak terjadi gangguan nutrisi
Kriteria hasil
Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan
Hb dan albumin dalam batas normal
INTERVENSI
RASIONAL
1. Tentukan kemampuan klien dalam1. Untuk menetapkan jenis makanan
mengunyah, menelan dan reflek batuk
yang akan diberikan pada klien
2. Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada 2. Untuk klien lebih mudah untuk
waktu, selama dan sesudah makan
menelan karena gaya gravitasi
3. Stimulasi bibir untuk menutup dan3. Membantu dalam melatih kembali

32

membuka mulut secara manual dengan


sensori dan meningkatkan kontrol
menekan ringan diatas bibir/dibawah
muskuler
dagu jika dibutuhkan
4. Letakkan makanan pada daerah mulut
yang tidak terganggu
4. Memberikan
stimulasi
sensori
(termasuk rasa kecap) yang dapat
mencetuskan usaha untuk menelan
5. Berikan makan dengan berlahan pada
dan meningkatkan masukan
lingkungan yang tenang
5. Klien dapat berkonsentrasi pada
mekanisme makan tanpa adanya
6. Mulailah untuk memberikan makan
distraksi/gangguan dari luar
peroral setengah cair, makan lunak6. Makan lunak/cairan kental mudah
ketika klien dapat menelan air
untuk
mengendalikannya
didalam
7. Anjurkan klien menggunakan sedotan
mulut,
menurunkan
terjadinya
meminum cairan
aspirasi
7. Menguatkan otot fasial dan dan otot
8. Anjurkan
klien
untuk
menelan dan menurunkan resiko
berpartisipasidalam
program
terjadinya tersedak
latihan/kegiatan.
8. Dapat
meningkatkan
pelepasan
endorfin
dalam
otak
yang
9. Kolaborasi dengan tim dokter untuk
meningkatkan nafsu makan
memberikan ciran melalui iv
atau9. Mungkin
diperlukan
untuk
makanan melalui selang
memberikan cairan pengganti dan juga
makanan jika klien tidak mampu
untuk memasukkan segala sesuatu
melalui mulut
Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan.
Evaluasi adalah kegiatan yang di sengaja dan terus-menerus dengan
melibatkan klien, perawat, dan anggota tim kesehatan lainnya.
Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan,
patofisiologi, dan strategi evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk
menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau
tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang..

Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan


batuk aktif sekunder gangguan kesadaran.
Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif.
Kriteria hasil :

Mencari

posisi yang
pertukaran udara.

nyaman

yang

memudahkan

peningkatan

Mendemontrasikan batuk efektif.


Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.
Rencana Tindakan :
INTERVENSI

RASIONAL

1. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk


yang

efektif

dan

mengapa

terdapat

R/ Pengetahuan yang diharapkan


akan membantu mengembangkan

33

penumpukan sekret di sal. pernapasan.

2. Ajarkan klien tentang metode yang tepat


pengontrolan batuk.

3. Napas dalam dan perlahan saat duduk


setegak mungkin.

kepatuhan klien terhadap rencana


teraupetik.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah
melelahkan dan tidak efektif,
menyebabkan frustasi.
R/ Memungkinkan ekspansi paru
lebih luas.

4. Lakukan pernapasan diafragma.

R/ Pernapasan diafragma
menurunkan frek. napas dan
meningkatkan ventilasi alveolar.

5. Tahan napas selama 3 - 5

R/ Meningkatkan volume udara dalam


paru mempermudah pengeluaran
sekresi sekret.

detik
kemudian
secara
perlahan-lahan,
keluarkan sebanyak mungkin melalui
mulut.
Lakukan napas ke dua , tahan dan
batukkan dari dada dengan melakukan
2 batuk pendek dan kuat.

6. Auskultasi paru sebelum dan sesudah

R/ Pengkajian ini membantu


mengevaluasi keefektifan upaya batuk
klien.

7. Ajarkan

R/ Sekresi kental sulit untuk


diencerkan dan dapat menyebabkan
sumbatan mukus, yang mengarah
pada atelektasis.

8. Dorong atau berikan perawatan mulut

R/ Hiegene mulut yang baik


meningkatkan rasa kesejahteraan dan
mencegah bau mulut.

9.

R/ Expextorant untuk memudahkan


mengeluarkan lendir dan menevaluasi
perbaikan kondisi klien atas
pengembangan parunya.

klien batuk.

klien
tindakan
untuk
menurunkan
viskositas
sekresi
:
mempertahankan hidrasi yang adekuat;
meningkatkan masukan cairan 1000
sampai 1500 cc/hari bila tidak
kontraindikasi.
yang baik setelah batuk.

5.

Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :


Dengan dokter, radiologi dan
fisioterapi.
Pelaksanaan fisioterapi dada /
postural drainase
Pemberian expectoran.
Pemberian antibiotika.
Konsul photo toraks.

DIABETIK KETOACIDOSIS

34

Pengertian
Ketoasidosis diabetik merupakan akibat dari defisiensi berat insulin dan
disertai
gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Keadaan ini
terkadang disebut akselerasi puasa dan merupakan gangguan
metabolisme yang paling serius pada diabetes ketergantungan insulin.
Etiologi
Ketoasidosis diabetik dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu akibat
hiperglikemia dan akibat ketosis, yang sering dicetuskan oleh faktor-faktor :
- Infeksi
- Stress fisik dan emosional; respons hormonal terhadap stress
mendorong peningkatan proses katabolik . Menolak terapi insulin
Pengkajian
(Menurut pengumpulan data base oleh Doengoes)
1. Aktivitas / Istrahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan
Kram otot, tonus otot menurun, gangguan istrahat/tidur
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau aktifitas
Letargi/disorientasi, koma
Penurunan kekuatan otot
2. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut
Klaudikasi, kebas dan kesemutan pada ekstremitas
Ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama
Takikardia
Tanda : Perubahan tekanan darah postural, hipertensi
Nadi yang menurun/tidak ada
Disritmia
Krekels, Distensi vena jugularis
Kulit panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung
3. Integritas/ Ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain
Masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi
Tanda : Ansietas, peka rangsang
4. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia
Rasa nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISSK
baru/berulang
Nyeri tekan abdomen, Diare
Tanda :Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembang menjadi
oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia berat)
Urin berkabut, bau busuk (infeksi)
Abdomen keras, adanya asites
Bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare)
5. Nutrisi/Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan
Mual/muntah
Tidak mematuhi diet, peningkattan masukan
glukosa/karbohidrat

35

Penurunan berat badan lebih dari beberapa hari/minggu


Haus, penggunaan diuretik (Thiazid)
Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek
Kekakuan/distensi abdomen, muntah
Pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan
peningkatan gula darah), bau halisitosis/manis, bau buah
(napas aseton)
6. Neurosensori
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala
Kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parestesia
Gangguan penglihatan
Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut).
Gangguan
memori (baru, masa lalu), kacau mental
Refleks tendon dalam menurun (koma)
Aktifitas kejang (tahap lanjut dari DKA)
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati
8. Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum
purulen (tergantung adanya infeksi/tidak)
Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen
Frekuensi pernapasan meningkat
9. Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda : Demam, diaforesis
Kulit rusak, lesi/ulserasi
Menurunnya kekuatan umum/rentang erak
Parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot pernapasan (jika
kadar kalium menurun dengan cukup tajam)
10. Seksualitas
Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi)
Masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita
11. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga DM, jantung, stroke, hipertensi.
Penyembuhan yang
Lambat, penggunaan obat sepertii steroid, diuretik (thiazid),
dilantin dan
fenobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa darah).
Mungkin atau tidak memerlukan obat diabetik sesuai pesanan
Rencana pemulangan : Mungkin memrlukan bantuan dalam pengatuan
diet,
pengobatan, perawatan diri, pemantauan terhadap glukosa
darah
Pemeriksaan Diagnostik
Glukosa darah : meningkat 200 100 mg/dl atau lebih
Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkaat
Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
Elektrolit : Natrium : mungkin normal , meningkat atau menurun

36

Kalium : normal atau peningkatan semu (perpindahan selular), selanjutnya


akan menurun
Fosfor : lebih sering menurun
Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan kontrol DM yang kurang selama 4 bulan terakhir
Gas darah arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada
HCO3 (asidosis metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik
Trombosit darah : Ht mungkin meningkat atau normal (dehidrasi),
leukositosis, hemokonsentrasi sebagai rrespons terhadap stress atau infeksi
Ureum/kreatinin: Mungkn meningkaatt atau normal(dehidrasi/penurunan
fungsi ginjal)
Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya
pankreatitis akut sebagai penyebab DKA
Urin : gula dan aseton positif , berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat
Kultur dan sensitifitas : kemungkinan adanya infeksi saluran kemih,
pernafasan dan pada luka
Diagnosa Keperawatan

1. Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat

2.

3.

4.
5.

6.
7.

hiperglikemia, pengeluaran cairan berlebihan : diare, muntah;


pembatasan intake akibat mual, kacau mental
Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral, status
hipermetabolisme
Resiko tinggi terhadap infeksi (sepsis) berhubungan dengan
peningkatan kadar glukosa, penurunan fungsi lekosit, perubahan
pada sirkulasi
Resiko tinggi terhadap perubahan sensori-perseptual berhubungan
dengan ketidkseimbangan glukosa/insulin dan/atau elektrolit
Kelelalahan berhubungan dengan penurunan produksi energi
metabolik, insufisiensi insulin, peningkatan kebtuhan energi : status
hipermetabolik/infeksi
Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang,
ketergantungan pada orang lain
Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan pengoobatan
berhubungan dengan kesalahan menginterpretasi informasi, tidak
mengenal sumber informasi

Rencana Keperawatan
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat
hiperglikemia, pengeluaran cairan berlebihan : diare, muntah;
pembatasan intake akibat mual
Batasan karakteristik :
- Peningkatan urin output
- Kelemahan, rasa haus, penurunan BB secara tiba-tiba
- Kulit dan membran mukosa kering, turgor kulit jelek
- Hipotensi, takikardia, penurunan capillary refill
Kriteria Hasil :
- TTV dalam batas normal

37

Pulse perifer dapat teraba


Turgor kulit dan capillary refill baik
Keseimbangan urin output
Kadar elektrolit normal

Intervensi
1.Kaji riwayat durasi/intensitas mual,
muntah dan berkemih berlebihan

Rasional
Membantu memperkirakan
pengurangan volume total. Proses
infeksi yang menyebabkan demam
dan status hipermetabolik
meningkatkan pengeluaran cairan
2.Monitor vital sign dan perubahan
insensibel.
tekanan darah orthostatik
Hypovolemia dapat dimanifestasikan
oleh hipotensi dan takikardia.
Hipovolemia berlebihan dapat
ditunjukkan dengan penurunan TD
lebih dari 10 mmHg dari posisi
3.Monitor perubahan respirasi:
berbaring ke duduk atau berdiri.
kussmaul, bau aceton
Pelepasan asam karbonat lewat
respirasi menghasilkan alkalosis
respiratorik terkompensasi pada
ketoasidosis. Napas bau aceton
disebabkan pemecahan asam keton
4.Observasi kulaitas nafas, penggunaan dan akan hilang bila sudah terkoreksi
otot asesori dan cyanosis
Peningkatan beban nafas
menunjukkan ketidakmampuan
5.Observasi ouput dan kualitas urin.
untuk berkompensasi terhadap
asidosis
6.Timbang BB
Menggambarkan kemampuan kerja
ginjal dan keefektifan terapi
7.Pertahankan cairan 2500 ml/hari jika Menunjukkan status cairan dan
diindikasikan
keadekuatan rehidrasi
8.Ciptakan lingkungan yang nyaman,
Mempertahankan hidrasi dan
perhatikan perubahan emosional
sirkulasi volume
Mengurangi peningkatan suhu yang
menyebabkan pengurangan cairan,
9.Catat hal yang dilaporkan seperti mual, perubahan emosional menunjukkan
nyeri abdomen, muntah dan distensi
penurunan perfusi cerebral dan
lambung
hipoksia
Kekurangan cairan dan elektrolit
mengubah motilitas lambung, sering
10.Obsevasi adanya perasaan kelelahan menimbulkan muntah dan potensial
yang meningkat, edema, peningkatan BB, menimbulkan kekurangan cairan &
nadi tidak teratur dan adanya distensi
elektrolit
pada vaskuler
Pemberian cairan untuk perbaikan
Kolaborasi:
yang cepat mungkin sangat berpotensi
-Pemberian NS dengan atau tanpa
menimbulkan beban cairan dan GJK
dextrosa
Pemberian tergantung derajat
-Albumin, plasma, dextran
kekurangan cairan dan respons
pasien secara individual

38

-Pertahankan kateter terpasang


-Pantau pemeriksaan lab :
Hematokrit

Plasma ekspander dibutuhkan saat


kondisi mengancam kehidupan atau
TD sulit kembali normal
Memudahkan pengukuran haluaran
urin

BUN/Kreatinin

Osmolalitas darah
Natrium

Kalium

-Berikan Kalium sesuai indikasi


-Berikan bikarbonat jika pH <7,0
-Pasang NGT dan lakukan penghisapan
sesuai dengan indikasi

Mengkaji tingkat hidrasi akibat


hemokonsentrasi
Peningkatan nilai mencerminkan
kerusakan sel karena dehidrasi atau
awitan kegagalan ginjal
Meningkat pada hiperglikemi dan
dehidrasi
Menurun mencerminkan perpindahan
cairan dari intrasel (diuresis osmotik),
tinggi berarti kehilangan
cairan/dehidrasi berat atau
reabsorpsi natrium dalam berespons
terhadap sekresi aldosteron
Kalium terjadi pada awal asidosis dan
selanjutnya hilang melalui urine,
kadar absolut dalam tubuh
berkurang. Bila insulin diganti dan
asidosis teratasi kekurangan kalium
terlihat
Mencegah hipokalemia
Memperbaiki asidosis pada hipotensi
atau syok
Mendekompresi lambung dan dapat
menghilangkan muntah

2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan

ketidakcukupan
insulin, penurunan masukan oral, status hipermetabolisme
Batasan karakteristik :
- Klien melaporkan masukan butrisi tidak adekuat, kurang
nafsu makan
- Penurnan berat badan, kelemahan, tonus otot buruk
- Diare
Kriteria hasil :
- Klien mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat
- Menunjukkan tingkat energi biasanya
- Mendemonstrasikan berat badan stabil atau penambahan
sesuai rentang normal

Intervensi
1.Pantau berat badan setiap hari atau

Rasional
Mengkaji pemasukan makanan yang

39

sesuai indikasi
2.Tentukan program diet dan pola
makan pasien dan bandingkan dengan
makanan yang dihabiskan
3.Auskultasi bising usus, catat adanya
nyeri abdomen/perut kembung, mual,
muntahan makanan yang belum
dicerna, pertahankan puasa sesuai
indikasi

adekuat termasuk absorpsi dan


utilitasnya
Mengidentifikasi kekurangan dan
penyimpangan dari kebutuhan terapetik

Hiperglikemia dan ggn keseimbangan


cairan dan elektrolit dapat menurunkan
motilitas/fungsi lambung (distensi atau
ileus paralitik)yang akan mempengaruhi
pilihan intervensi.
4.Berikan makanan yang mengandung Pemberian makanan melalui oral lebih
nutrien kemudian upayakan pemberian baik jika pasien sadar dan fungsi
yang lebih padat yang dapat ditoleransi gastrointestinal baik
5.Libatkan keluarga pasien pada
Memberikan informasi pada keluarga
perencanaan sesuai indikasi
untuk memahami kebutuhan nutrisi
6.Observasi tanda hipoglikemia
pasien
Hipoglikemia dapat terjadi karena
terjadinya metabolisme karbohidrat
yang berkurang sementara tetap
diberikan insulin , hal ini secara
7.Kolaborasi :
potensial dapat mengancam kehidupan
Pemeriksaan GDA dengansehingga harus dikenali
finger stick
Pantau
pemeriksaanMemantau gula darah lebih akurat
daripada reduksi urine untuk
aseton, pH dan HCO3
Berikan
pengobatanmendeteksi fluktuasi
insulin
secara
teraturMemantau efektifitas kerja insulin agar
tetap terkontrol
sesuai indikasi
Mempermudah transisi pada
Berikan larutan dekstrosametabolisme karbohidrat dan
dan setengah salin normal menurunkan insiden hipoglikemia
Larutan glukosa setelah insulim dan
cairan membawa gula darah kira-kira
250 mg/dl. Dengan mertabolisme
karbohidrat mendekati normal
perawatan harus diberikan untuk
menhindari hipoglikemia

6.

GAWAT DARURAT PD PAYAH


JANTUNG-ODEM PARU

A. Konsep dasar
Gagal nafas yang terjadi pada klien dengan hard heart failure
merupakan suatu proses sistematis yang biasanya merupakan peristiwa

40

yang panjang dan berakhir dengan kegagalan fungsi jantung yang memicu
terjadinya bendungan pada paru sehingga terjadi "dead space" yang
berakibat kegagalan ventilasi alveolar.(Paul L.Marino 1991)

B Pengkajian
a. Identitas:
b.Keluhan utama

: Jantung berdebar-debar dan nafas sesak

c. Riwayat keperawatan
:
Klien merasakan jantungnya sering berdebar-debar dan nafas menjadi
sesak dan terasa lelah jika beraktivitas.. Riwayat hipertensi , DM, ,
Asthma ,Riwayat MRS
d. Data keperawatan
(a) Sistem pernafasan
Data
S : Sesak nafas sejak,
pusing PaO2 < 95 %
bertambah sesak jika
bergerak atau kepala
agak rendah, batuk (+)
sekret berbuih, AGD
tidak normal
O : RR >20 X/mnt, Rh ,
Wh , Retraksi otot
pernafasan, produksi
sekret banyak

Etiologi
Diagnose
Dekompensasi ventrikel Resiko tinggi terjadi
kiri
ketidakefektifan bersihan
jalan nafas
Bendungan paru
Resiko tinggi gangguan
(odem paru)
pertukaran gas b.d
adanya odem paru
sekunder dekompensasi
ventrikel kiri

(b) Sistem kardiovaskuler


Data
Etologi
Diagnose
S : Kepala pusing, jantung
berdebar-debar, badan
Dekompensasi kordis Ggn perfusi jaringan b.d
terasa lemah, kaki
penurunan kotraktilitas
bengkak s
penurunan kontraktilitas jantung
O : Bendungan vena
jantung
jugularis (+), S1S2
ireguler S3 (+), Ictus
penurunan tekanan
kordis pada pada iccs 5darah
6, bergeeser ke kiri, Acral
dingin, keluar keringat
Syok
dingin, odem Kap.refill > 1-2dt
Ggn perfusi ke jaringan
+ +

41

(c) Rasa aman


Data
Etiologi
Diagnosis
S : Gelisah, mengeluh nyeri Persaan tidak enak kaena Resiko terjadi trauma b.d
dan rasa tidak enak
terpasang alat ventilator, kegelisahan sebagai
O : Tidak tenang, ingin
dampak pemasangan alat
mencabut alat yang
aktivitas tak terkontrol bantu nafas
terpasang,
Cemas b.d ancaman
terhadap kematian
Resiko terjadi trauma
S : Gelisah,
O : Tidak tenang, ingin
mencabut alat yang
terpasang

Ruangan dengan berbagai Cemas b.d ancaman


alat
kematian, situasi
Suara monitor penyakit lingkungan perawatan
yg mengancam jiwa
dan disorientasi tempat.
Lingkungan yang asing Gangguan komunikasi
verbal
cemas

C. Rencana Tindakan
Dx: Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan kontraktilitas otot
jantung
Tujuan : Setelah dirawat selama 3X 24 jam T : 120/80, N : 88X/mnt, Urine
40-50 cc/jam, pusing hilang
Rencana Tindakan
Rasional
- Berikan posisi syok
- Memenuhi kebutuhan pefusi otak
- Observasi vital sign (N : T : S ) dan
- Untuk mengetahui fungsi jantung
kapilarri refill setiap jam
dalam upaya mengetahui lebih awal
jika terjadi gaguann perfusi
- Kolaborasi:
- Pemberian infus RL 28 tts/menit

- RL untuk memenuhi kebutuhan


cairan intra vaskuler, mengatasi jika
terjadi asidosis mencegah kolaps
vena.
- Foto thorak
- Untuk memastikan aanatomi jantung
dan melihat adanya edema paru.
- EKG
- Untuk melihat gambaran fungai
- Lanoxin IV 1 ampul
jantung
- Lasix 1 ampul
- Memperkuat kontraktilitas otot
- Observasi produksi urin dan balance jantung
cairan
- Meningkatkan perfusi ginjal dan
- Periksan DL
mengurangi odem
- Melihat tingkat perfusi dengan menilai
optimalisasi fungsi ginjal.
- Untuk melihat faktor-faktor
predisposisi peningkatan fungsi
metabolisme klliensehingga terjadi
peningkatan kerja jantung.

42

Dx Resiko ganguan pertukaran gas


Tujuan : Setelah dirawat selama 3X24 jam RR : 18 X/mnt, sesak (-), BGA
normal paO2 95-100 %
Rencana Tindakan
Rasionalisasi
- Lapangkan jalan nafas dengan
- Untuk meningkatkan aliran udara
mengektensikan kepala
sehingga suply O2 optimal
- Lakukan auskultasi paru
- Untuk mengetahui adanya sekret
- Lakukan suction jika ada sekret
- Meningkatkan bersihan jalan nafas
- Berikan O2 per kanul 6-10lt/mnt atau - Untuk meningkatkan saturasi O2
bantuan nafas dengan ventilator
jaringan
sesuai mode dan dosis yang telah
ditetapkan.
- Untuk mengetahui optimalisasi fungsi
pertukaran gas pada paru
- Kolaborasi pemeriksaan
- BGA dan SaO2
- Untuk membantu fungsi pernafasan
yang terganggu
- Orbservasi pernafasan observasi
seting ventilator

Dx : Resiko terjadi ketidak efektifan bersihan jalan nafas b.d tidak


adanya reflek batuk dan produksi sekret yang banyak
Tujuan
: Setelah dirawat tidak terjadi sumbatan jalan nafas, stridor
(-), dyspnoe (-), sekret bersih
Tindakan
- Auskultasi bunyi nafas tiap 2 jam
- Lakukan suction jika terdengar
stridor/ ronchi sampai bersih.
- Pertahankan suhu humidifier
35-37,5 derajat
- Monitor status hidrasi klien
- Lakukan fisiotherapi nafas
- Kaji tanda-tanda vital sebelum
dan setelah tindakan

Rasionalisasi
- Memantau keefektifan jalan nafas
- Jalan nafas bersih, sehingga mencegah
hipoksia, dan tidak terjadi infeksi
nasokomial.
- Membantu mengencerkan sekret
- Mencegah sekret mengental
- Memudahkan pelepasan sekret
- Deteksi dini adanya kelainan

Dx : Ketidakefektifan pola nafas b.d dengan kelelahan, pengesetan


ventilator yang tidak tepat, obstruksi ETT
Tujuan
: Setelah dirawat nafas sesuai dengan irama ventilator, volume
nafas adekuat, alarm tidak berbunyi
Rencana Tindakan
Rasionalisasi
- Lakukan pemeriksaan ventilator - Deteksi dini adanya kelainan pada vntilator
tiap 1-2 jam
- Bunyi alarm pertanda ggn fungsi ventilator
- Evaluasi semua ventilator dan
tentukan penyebabnya
-Mempermudah melakukan pertolongan jika
- Pertahankan alat resusitasi bag & sewaktu[waktu ada gangguan fungsi
mask pada posisi TT sepanjang
ventilator
waktu
- Mencegah berkurangnya aliran udara

43

- Evaluasi tekanan atau kebocoran nafas


balon cuff
- Mencegah tergigitnya selang ETT
- Masukka penahan gigi
- Mencegah selang ETT tercabut
- Amankan selang ETT dengan
- Evaluasi keefektifan pola nafas
fiksasi yg baik
- Monitor suara nafas dan
pergerakan dada

Dx : Resiko terjadi trauma b.d kegelisahan sebagai efek pemasangan


alat bantu nafas
Tujuan :
Setelah dirawat klien tidak mengalami iritasi pd jalan nafas, idak
terjadi baro taruma, tidak terjadi keracunan O2, tidak terjadi infeksi
saluran nafas, suhu tubuh 36,5-37 derajat celcius
Tindakan
Rasionalisasi
- Orientasikan klien tentang alat
perawatan yang digunakan
- Jika perlu lakukan fiksasi
- Rubah posisi setiap 2 jam

- Agar klien memahami peran dan


fungsi serta sikap yang harus
dilakukan klien
- Untuk mencegah trauma
- Untuk mencegah timbulnya trauma
- Yakinkan nafas klien sesuai dengan
akibat penekanan yang terus menerus
irama vetilator
pada satu tempat.
- Obsevasi tanda dan gejala barotrauma - Mencegah fighting sehingga trauma
- Kolaborasi penggunaan sedasi
bisa dicegah
- Evaluasi warna dan bau sputum
- Untuk deteksi dini
- Lakukan oral hygiene setiap hari
- Untuk mencegah fighting
- Ganti slang tubing setiap 24-72 jam - Monitor dini terjadini infeksi skunder
- Kolaborasi pemberian antibiotika
- Mencegah infeksi skunder
-- Menjamin selang ventilator steril
- Sebagai profilaksis
Dx : Cemas b.d disorientasi ruangan dan ancaman akan kematian
Tujuan : Setelah dirawat kien kooperatif, tidak gelisah dan tenang
Tindakan
- Lakukan komunikasi terapeutik
- Berikan orientasi ruangan
- Dorong klien agar mengepresikan
perasaannya
- Berikan suport mental

Rasional
- Membinan hubungan saling percaya
- Mengurangi stress adaptasi
- Menggali perasaan dan masalah klien
- Mengurangi cemas dan meningkatkan
daya tahan klien
- Untuk meningkatkan semangat dan
- Berikan keluarga mengunjungi pada motivasi
saat-saat tertentu
- Berikan informasi realistis sesuai
- Agar klien memahami tujuan
dengan tingkat pemahaman klien
perawatan yang dilakukan.

44

7.

PASIEN DENGAN RESPIRATOR

Pengkajian keperawatan meliputi :


I. Riwayat Keperawatan
Informasi tentang keperawatan yang dibutuhkan :
1. Persepsi pasien tentang kondisinya saat ini, termasuk harapannya
tentang terapi.
2. Peran dan hambatan peran.
3. Pola nutrisi (jumlah, diet khusus, kesukaan/intoleransi, alergi,
perubahan selera makan).
4. Pola istirahat (waktu, tidur, jumlah jam tidur, kebiasaan saat tidur).
5. Pola eliminasi (kebiasaan buang air besar/kecil, penggunaan laksantif,
perubahan pola eliminasi).
6. Pola koping (kemampuan koping individu, kemampuan koping
keluarga/dukungan keluarga, penerimaan pasien terhadap penyakitnya).
7. Pola pengambilan keputusan.
II. Pemeriksaan Fisik
Hal-hal yang perlu diingat dalam pemeriksaan fisik adalah :
1. Pemeriksaan fisik dilakukan pada saat pasien masuk, dan diulang
kembali dalam interval waktu tertentu sesuai kondisi pasien.
2. Setiap pemeriksaan harus dikomunikasikan kepada pasien.
3. Privacy pasien harus terus dipertahankan (walaupun pasien dalam
keadaan koma)
4. Tehnik yang digunakan adalah : inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi.
5. Pemeriksaan dilakukan secara Head to toe
6. Pemeriksaan dilakukan pada semua sistem tubuh.
Komponen-komonen pada pemeriksaan fisik adalah :
B 1 :Breathing (Pernafasan/Respirasi)
Pola napas : Dinilai kecepatan, irama, dan kualitas.
Bunyi napas: Bunyi napas normal; Vesikuler, broncho vesikuler.
Penurunan atau hilangnya bunyi napas dapat menunjukan
adanya atelektasis, pnemotorak atau fibrosis pada pleura.
Rales (merupakan tanda awal adanya CHF. emphysema)
merupakan bunyi yang dihasilkan oleh aliran udara yang
melalui sekresi di dalam trakeobronkial dan alveoli.
Ronchi (dapat terjadi akibat penurunan diameter saluran
napas dan peningkatan usaha napas)
Bentuk dada : Perubahan diameter anterior - posterior (AP)
menunjukan adanya COPD
Ekspansi dada : Dinilai penuh / tidak penuh, dan kesimetrisannya.
Ketidaksimetrisan mungkin menunjukan adanya atelektasis, lesi
pada paru, obstruksi pada bronkus, fraktur tulang iga, pnemotoraks,
atau penempatan endotrakeal dan tube trakeostomi yang kurang
tepat.
Pada observasi ekspansi dada juga perlu dinilai : Retraksi dari otototot interkostal, substrernal, pernapasan abdomen, dan respirasi
paradoks (retraksi abdomen saat inspirasi). Pola napas ini dapat

45

terjadi jika otot-otot interkostal tidak mampu menggerakan dinding


dada.
Sputum.
Sputum yang keluar harus dinilai warnanya, jumlah dan
konsistensinya. Mukoid sputum biasa terjadi pada bronkitis kronik
dan astma bronkiale; sputum yang purulen (kuning hijau) biasa
terjadi pada pnemonia, brokhiektasis, brokhitis akut; sputum yang
mengandung darah dapat menunjukan adanya edema paru, TBC,
dan kanker paru.
Selang oksigen
Endotrakeal tube, Nasopharingeal tube, diperhatikan panjangnya
tube yang berada di luar.
Parameter pada ventilator
Volume Tidal
Normal : 10 - 15 cc/kg BB.
Perubahan pada uduma fidal menunjukan adanya perubahan status
ventilasi penurunan volume tidal secara mendadak menunjukan
adanya penurunan ventilasi alveolar, yang akan meningkat PCO2.
Sedangkan peningkatan volume tidal secara mendadak menunjukan
adanya peningkatan ventilasi alveolar yang akan menurunkan PCO2.
Kapasitas Vital : Normal 50 - 60 cc / kg BB
Minute Ventilasi
Forced expiratory volume
Peak inspiratory pressure

46

B 2 : Bleeding : Kardiovaskuler
1. Irama jantung : Frekuensi .........x/m, reguler atau irreguler
2. Distensi Vena Jugularis
3. Tekanan Darah : Hipotensi dapat terjadi akibat dari penggunaan
ventilator
4. Bunyi jantung : Dihasilkan oleh aktifitas katup jantung
S1 : Terdengar saat kontraksi jantung / sistol ventrikel. Terjadi
akibat penutupan katup
mitral dan trikuspid.
S2 : Terdengar saat akhir kotraksi ventrikel. Terjadi akibat
penutupan katup pulmonal dan katup aorta.
S3 : Dikenal dengan ventrikuler gallop, manandakan adanya
dilatasi ventrikel.
Murmur : terdengar akibat adanya arus turbulansi darah.
Biasanya terdengar pada pasien gangguan katup atau CHF.

5. Pengisian kapiler : normal kurang dari 3 detik


6. Nadi perifer : ada / tidak dan kualitasnya harus diperiksa. Aritmia
dapat terjadi akibat adanya hipoksia miokardial.

7. PMI (Point of Maximal Impuls): Diameter normal 2 cm, pada

interkostal ke lima kiri pada garis midklavikula. Pergeseran lokasi


menunjukan adanya pembesaran ventrikel pasien hipoksemia kronis.
8. Edema : Dikaji lokasi dan derajatnya.

B 3 : Brain : Persyarafan/Neurologik
1. Tingkat kesadaran
Penurunan tingkat kesadaran pada pasien dengan respirator dapat
terjadi akibat penurunan PCO2 yang menyebabkan vasokontriksi
cerebral. Akibatnya akan menurunkan sirkulasi cerebral.
Untuk menilai tingkat kesadaran dapat digunakan suatu skala
pengkuran yang disebut dengan Glasgow Coma Scale (GCS).
GCS memungkinkan untuk menilai secara obyektif respon pasien
terhadap lingkungan. Komponen yang dinilai adalah : Respon terbaik
buka mata, respon motorik, dan respon verbal. Nilai kesadaran pasien
adalah jumlah nilai-nilai dari ketiga komponen tersebut. Seperti terlihat
pada tabel berikut.
RESPON
KETERANGAN
NILAI
Buka mata (Eye)
E4
Spontan
E3
Terhadap
E2
panggilan
E1
Terhadap nyeri
Respon Motorik terbaik

Respon Verbal

Tak berespon
Sesuai perintah
Melokalisasi
Menarik
Fleksi abnormal
Ekstensi
Tak berespon
Orientasi
Bingung
Pembicaraan

M
M
M
M
M
M

6
5
4
3
2
1

V5
V4
V3

kacau
V2
Pengeluaran
bunyibunyian
V1
yang
tidak
mengandung arti.
Tak berespon
2. Orientasi terhadap orang, tempat, dan waktu
3. Sensorik- motorik pada ekstremitas.
4. Refleks pupil :
Reaksi terhadap cahaya (kanan dan kiri)
Ukuran pupil (kanan dan kiri; 2-6mm)
Dilatasi pupil dapat disebabkan oleh : stress/takut, cedera neurologis
penggunaan atropta, adrenalin, dan kokain. Dilatasi pupil pada pasien
yang menggunakan respirator dapat terjadi akibat hipoksia cerebral.
Kontraksi pupil dapat disebabkan oleh kerusakan batang otak,
penggunaan narkotik, heroin.
B 4 : Bladder Perkemihan Eliminasi Uri/Genitourinaria
Kateter urin
Urine : warna, jumlah, dan karakteristik urine, termasuk berat jenis
urine.
Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat
terjadi akibat menurunnya perfusi pada ginjal.
Distesi kandung kemih
B 5 : Bowel : Pencernaan Eliminasi Alvi/Gastrointestinal
Rongga mulut
Penilaian pada mulut adalah ada tidaknya lesi pada mulut atau
perubahan pada lidah dapat menunjukan adanya dehidarsi.
Bising usus
Ada atau tidaknya dan kualitas bising usus harus dikaji sebelum
melakukan palpasi abdomen. Bising usus dapat terjadi pada
paralitik ileus dan peritonitis. Lakukan observasi bising usus selama
2 menit. Penurunan motilitas usus dapat terjadi akibat tertelannya
udara yang berasal dari sekitar selang endotrakeal dan nasotrakeal.
Distensi abdomen
Dapat disebabkan oleh penumpukan cairan. Asites dapat diketahui
dengan memeriksa adanya gelombang air pada abdomen. Distensi
abdomen dapat juga terjadi akibat perdarahan yang disebabkan
karena penggunaan IPPV. Penyebab lain perdarahan saluran cerna
pada pasien dengan respirator adalah stres, hipersekresi gaster,
penggunaan steroid yang berlebihan, kurangnya terapi antasid, dan
kurangnya pemasukan makanan.
Nyeri
Dapat menunjukan adanya perdarahan gastriintestinal
Pengeluaran dari NGT : jumlah dan warnanya
Mual dan muntah.
B 6 : Bone : Tulang Otot - Integumen

Warna kulit, suhu, kelembaban, dan turgor kulit.


Adanya perubahan warna kulit; warna kebiruan menunjukan adanya
sianosis (ujung kuku, ekstremitas, telinga, hidung, bibir dan
membran mukosa). Pucat pada wajah dan membran mukosa dapat
berhubungan dengan rendahnya kadar haemoglobin atau shok.
Pucat, sianosis pada pasien yang menggunakan ventilator dapat
terjadi akibat adanya hipoksemia. Jaundice (warna kuning) pada
pasien yang menggunakan respirator dapat terjadi akibatpenurunan
aliran darah portal akibat dari penggunaan FRC dalam jangka waktu
lama.
Pada pasien dengan kulit gelap, perubahan warna tersebut tidak
begitu jelas terlihat,. Warna kemerahan pada kulit dapat
menunjukan adanya demam, infeksi. Pada pasien yang menggunkan
ventilator, infeksi dapat terjadi akibat gangguan pembersihan jalan
napas dan suktion yang tidak steril.
Integritas kulit
Perlu dikaji adanya lesi, dan dekubitus
III. Psikososial
Tingkat kecemasan:
Kecemasan pada pasien dengan menggunakan respirator dapat
terjadi akibat tindakan inkubasi, penggunaan respirator dan
kebisingan yang dihasilkan oleh alat-alat disekitar pasien.
Pola komunikasi (hambatan dalam komunikasi): gangguan
komunikasi pada pasien yang menggunakan respirator dapat terjadi
akibat tindakan inkubasi.
IV. Spiritual
Kebutuhan dalam melakukan ibadah atau dukungan keluarga dalam
doa kepada Tuhan YME sangat dibutuhkan selama sakit /
pemasangan ventilator dengan tujuan mengurangi kecemasan atau
rasa takut yang berlebihan.
V. Pemeriksaan Diagnostik.
Analisa Gas darah
Analisa gas darah (AGD / Astrup) adalah salah satu test diagnostik untuk
menentukan status respirasi. Status respirasi yang dapat digambarkan
melalui pemeriksaan AGD ini adalah status oksigenisasi dan status asam
basa.
Komponen yang terdapat dalam pemeriksaan AGD adalah pH, PCO2, PO2,
saturasi O2, BB (Buffer Base), BE (Base Excess)
Komposisi yang terdapat dalam pemeriksaan AGD / Astrup dan nilai
normalnya.
KOMPOSISI
pH
P O2
Saturasi O2
P CO2
HCO3

NILAI NORMAL
7,40 (7,35 - 7,45)
80 - 100
95 %
35 - 45
22 - 26 m Eq / L

Base Excess (BE)

-2 + 2

Untuk menilai hasil pemeriksaan AGD/Astrup, sebelumnya harus


memahami arti dari komponen tersebut.
pH menunjukan konsentrasi ion hidrogen yang terdapat dalam plasma
darah.
pH = - log (HCO3) = 0103 x Pa CO2
(H2CO3)
Dari rumus dia atas dapat dilihat bahwa pH sangat dipengaruhi oleh kadar
HCO3 dan PCO2.
Pa CO2 adalah tekanan yang ditimbulkan oleh CO2 yang terlarut dalam
darah. PaCO2 dapat digunakan sebagai parameter cukup atau tidaknya
ventilator alveolar. Pa CO2 rendah disebut dengan hipokapnia, berarti
terjadi hiperventilasi akibat rangsangan pernapasan. PaCO2 tinggi disebut
hiperkapnia, berarti terjadi kegagalan ventilasi alveolar (hipoventilasi). Pada
awal peningkatan PaCO2 sistem pernapasan akan terangsang untuk
menurunkan Pa CO2 tersebut. Sebaliknya, jika PaCO2 sangat tinggi justru
akan menekan sistem pernapasan.
T CO2 = Total CO2
T CO2 adalah jumlah CO2 total yang terdapat dalam plasma.
Buffer Base (B.B)
Buffer Base adalah konsentrasi dapar anion yang terdapat dalam darah.
Perlu diingat bahwa perubahan BB, menunjukan adanya gangguan
metabolik non-respirasi (bukan respirasi). Dengan kata lain, nilai BB tidak
dipengaruhi oleh P CO2 dan perubahannya secara langsung menunjukan
jumlah asam atau basa yang menyebabkan perubahan tersebut.
Base Excess (BE)
Base Excess (BE) atau base deficit, menggambarkan secara langsung
jumlah dalam mEq/L. kelebihan basa (kekurangan asam) atau kekurangan
basa (kelebihan asam). Nilai positif menggambarkan kelebihan basa,
sementara nilai negatif menggambarkan kekurangan basa.
Tekanan Vena Central = CVP (Central Vena Pressure)
CVP merupakan suatu pengukuran terhadap tekanan pada atrium kanan
dan vena cava.
CVP dapat memberikan informasi tentang :
Volume darah
Keefektifan pompa jantung
Tonus vaskuler
Tekanan pada atrium kanan biasanya berkisar antara 0 -4 cm H2O;
sedangkan tekanan pada vena cava berkisar antara 4 - 11 cm H2O.
CVP yang rendah dapat menunjukan adanya :
Penurunan volume darah
Gagal jantung

Hasil penilaian CVP harus selalu dikaitkan dengan keadaan klinis pasien
seperti :
Tekanan darah
Nadi
Respirasi
Suara napas dan jantung
Pemasukan cairan
Pengeluaran urine
Pada pasien yang memiliki fungsi paru dan jantung yang normal,
perubahan CVP dapat menjadi petunjuk tentang volume darah. Pembacaan
kurang dari 4 biasanya menunjukan adanya hipovolemik, sedangkan
pembacaan lebih dari 11 menunjukan adanya overhidrasi (kelebihan cairan)
atau gagal jantung.
Kesalahan pembacaan CVP dapat terjadi jika ada trombosis vena,
perubahan tekanan intra thorak dan peningkatan tekanan abdomen.
Positif Pressure Breathing dapat meningkatkan CVP sebesar 2 cm H2O.

Manual Rumah Sakit

VI. Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada pasien yang
menggunakan respirator adalah :
1. Tidak efektifnya pola napas berhubungan dengan depresi pusat
pernapasan, kelemahan otot-otot pernapasan, penurunan ekspansi paru
dan perubahan perbandingan O2 dengan CO2, kegagalan ventilator.
2. Tidak efektifnya pembersihan jalan napas berhubungan dengan adanya
jalan napas buatan pada trakea, ketidakmampuan batuk/batuk efektif.
3. Resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan
dengan penggunaan alat bantu napas (respirator)
4. Gangguan komunikasi verbal, berhubungan dengan terpasangnya
endotrakeal / trakheostomy tube dan paralisis / kelemahan
neuromuskuler.
5. Cemas / takut berhubungan dengan krisis situasional; ancaman
terhadap konsep diri, takut mati/ketergantungan pada alat
bantu/perubahan status kesehatan/status ekonomi/fungsi peran,
hubungan interpersonal/penularan
6. Resiko perubahan membran mukosa mulut berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan cairan melalui oral, adanya tube dalam
mulut, kurang/menurunnya salivasi, tidak efektifnya kebersihan mulut.
7. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
perubahan kemampuan mencerna makanan, peningkatan kebutuhan
metabolisme.
8. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem pertahanan
primer (cedera pada jaringan paru, penurunan aktifitas cilia), malnutrisi,
tindakan invasif.
9. Kurang pengetahuan berhubungan dengan misinterpretasi informasi,
tidak mengenal sumber-sumber informasi, ketegangan akibat krisis
situasional.
Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pusat
pernapasan, kelemahan otot-otot pernapasan, penurunan ekspansi
paru dan perubahan perbandingan O2 dengan CO2, kegagalan
ventilator.
Tanda dan gejala yang terlihat :
Takipnea / brandipnea pada saat dilepaskan dari ventilator
Perubahan kedalaman pernapasan
Dispnea
Penurunan kapasitas vital paru
Sianosis
Cemas, restlessness
Tujuan :
Pola napas kembali efektif

Asuhan Keperawatan ICU

Hal

52

Manual Rumah Sakit

Rencana Tindakan:
INTERVENSI
INDEPENDENT

RASIONALISASI

Hindari selang dari penyumbatan,


seperti; selang terlipat atau
penunpukan cairan. Selang drainage
dapat diletakan didepan pasien atau
dibelakang ventilator.
Periksalah alarm pada ventilator
sebelum difungsikan. Jangan
mematikan alarm.

Lipatan pada selang mencegah dan


meningkatkan tekanan jalan napas.
Cairan mencegah distribusi oksigen dan
menjadi tempat berkembang biaknya
bakteri.
Ventilator yang memiliki alarm yang
bisa dilihat dan didengar, misalnya;
alarm kadar oksigen, tinggi/rendahnya
tekanan oksigen.
Taruhlah kantung resusitasi disamping Kantung resusitasi/manual ventilasi
tempat tidur dan manual ventilasi
sangat berguna untuk
untuk sewakaktu-waktu dapat
mempertahankan fungsi pernapasan
digunakan.
jika terjadi gangguan pada alat
ventilator secara mendadak.
Bantulah pasien untuk mengontrol
Melatih pasien untuk mengatur napas
pernapasan jika ventilator tiba-tiba
seperti napas dalam, napas pelan,
berhenti.
napas perut, pengaturan posisi, dan
tehnik relaksasi dapat membantu
memaksimalkan fungsi dari sistem
resopiratoria.
KOLABORASI
Perhatikan letak dan fungsi ventilator Memperhatikan letak dan fungsi
secara rutin.
ventilator sebagai kesiapan perawat
Pengecekan konsentrasi oksigen,
dalam memberikan tindakan pada
memeriksa tekanan oksigen dalam
penyakit primer, setelah menilai hasil
tabung, monitor manometer untuk
diagnostik, dan me- nyediakan sebagai
menganalisa batas / kadar oksigen.
cadangan.
Mengkaji tidal volume (10-15 ml/kg).
Periksa fungsi spirometer

Tidak efektifnya pembersihan jalan napas sehubungan dengan


adanya jalan napas buatan pada trakea, ketidakmampuan
batuk/batuk efektif.
Tanda dan gejala yang terlihat :
Perubahan kecepatan atau kedalaman pernapasan
Sianosis
Bunyi napas abnormal
Cemas / restlessness

Asuhan Keperawatan ICU

Hal

53

Manual Rumah Sakit

Tujuan:
Mempertahankan jalan napas tetap bersih dan mencegah aspirasi
Kriteria: Identifikasi kemungkinan terjadinya infeksi dan tentukan
recana tindakannya.
Rencana Kperawatan
INTERVENSI
INDEPENDENT
Kaji keadaan jalan napas

RASIONALISASI

Obstruksi mungkin dapat disebabkan


oleh akumulasi sekret, sisa cairan
muskus, perdarahan, brochospasme,
dan atau posisi dari
trakeostomy/endotrakeal tube yang
berubah.
Evaluasi pergerakan dada dan
Pergerakan dada yang simetris dengan
auskultasi suara napas pada kedua
suara napas yang keluar dari paru-paru
paru (bilateral)
menandakan jalan napas tidak
terganggu. Saluran napas bagian bawah
tersumbat dapat terjadi pada
pnemonia / atelektasis akan
menimbulkan perubahan suara napas
sepeti ronchi atau wheezing.
Monitor letak / posisi endotrakeal tube. Endotrakeal tube dapat saja masuk ke
Beri tanda batas bibir.
dalam bronchus kanan, menyebabkan
Lekatkan tube secara hati-hati dengan obstruksi jalan napas ke paru-paru
memakai perekat khusus.
kanan dan mengakibatkan pasien
Mohon bantuan perawat lain ketika
mengalami pnemothorak
memasang dan mengatur posisi tube.
Catat adanya batuk, bertambahnya
Selama intubasi pasien mengalami
sesak napas, suara alarm dari
refleks batuk yang tidak efektif, atau
ventilator karena tekanan yang tinggi, pasien akan mengalami kelemahan ototpengeluaran sekret melalui
otot pernapasan (neuromuskuler /
endotrakeal / trakheostomy tube,
neurosensoris), keter- lambatan untuk
bertambahnya bunyi ronchi.
batuk. Semua pasien tergantung
alternatif yang dilakukan seperti
mengisap lendir dari jalan napas.
Lakukan penghisapan lendir jika
Pengisapan lendir tidak selama
diperlukan, batasi durasi pengisapan
dilakukan terus-menerus, dan
dengan 15 detik atau lebih. Gunakan
durasinyapun dapat dikurangi untuk
cateter pengisap yang sesuai, cairan
mencegah bahaya hipoksia.
fisiologis steril. Berikan oksigen 100 % Diameter kateter pengisap tidak boleh
sebelum dilakukan pengisapan dengan lebih dari 50 % diameter endotrakeal /
ambubag (hiperventilasi)
trakheostomy tube untuk mencegah
hipoksia
Dengan membuat hiperventilasi melalui

Asuhan Keperawatan ICU

Hal

54

Manual Rumah Sakit

pemberian oksigen 100% dapat


mencegah terjadinya atelektasis dan
mengurangi terjadinya hipoksia.
Anjurkan pasien mengenai tehnik batuk Batuk yang effektif dapat mengeluarkan
selama pengisapan , seperti; waktu
sekret dari saluran napas.
bernapas panjang, batuk kuat, bersin
jika ada indikasi.
Atur / rubah posisi secara teratur (tiap Mengatur pengeluaran sekret dan
2 jam)
ventilasi segmen paru-paru,
mengurangi resiko atelektasis.
Berikan minum hangat jika keadaan
Membantu pengenceran sekret,
memungkinkan.
memper- mudah pengeluaran sekret.
KOLABORASI
Lakukan fisioterapi dada sesuai
Mengatur ventilasi segmen paru-paru
indikasi, seperti ; postural drainage,
dan pengeluaran sekret.
perkusi / penepukan.
Berikan obat-obat bronkhidilator sesuai Mengatur ventilasi dan melepaskan
indikasi, seperti; aminophilin, metasekret karena relaksasi muscle /
proterenol sulfat (alupent), adoetharine bronchospasme.
hydrochloride (bronkosol).
Bantu pasien selama dilakukan
Dapat dilakukan untuk mengeluarkan
fiberoptic bronchoscopy jika diperlukan. sekret atau sisa-sisa mukus.
Resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sehubungan
dengan penggunaan alat bantu napas (respirator)
Tanda dan gejala
Belum ada karena masih bersifat potensial
Tujuan:
Tidak ada tanda-tanda udema perifer / paru-paru
Kriteria
Pasien dapat menunjukan tekanan darah, berat badan, nadi, intake dan
output dalam batas normal
Rencana Keperawatan:
INTERVENSI
INDEPENDENT
Pertahankan secara ketat intake dan
output
Hitunglah jumlah IWL melalui respirasi
dan jumlah humidifikasi yang
digunakan
Timbang berat badan setiap hari

RASIONALISASI
Untuk mencegah dan mengidentifikasi
secara dini terjadi kelebihan cairan
Untuk dapat menetapkan keakuratan
dari intake dan output
Peningkatan berat badan merupakan
Asuhan Keperawatan ICU

Hal

55

Manual Rumah Sakit

Kaji dan observasi suara napas, vocal


fremitus, hasil thorak foto.
Monitor tanda vital, seperti; Tekanan
darah, nadi.
Catatlah perubahan turgor kulit,
kondisi mukosa mulut, dan karakter
sputum.

Hitunglah jumlah cairan yang masuk


dan keluar.
KOLABORASI
Berikan cairan perinfus jika
diindikasikan
Monitor kadar elektrolit jika
diindikasikan

indikasi berkembangnya atau


bertambahnya edema sebagai
manifestasi dari kelebihan cairan.
Adanya ronchi basah, vocal fremitus
menandakan adanya edema paru-paru.
Kekurangan cairan dapat menunjukan
gejala peningkatan nadi, dan tekanan
darah menurun.
Penurunan cardiak out put
berpengaruh pada perfusi fungsi otak.
Kekurangan cairan selalu
diidentifikasikan dengan turgor kulit
berkurang, mukosa mulut kering, dan
sekret yang kental.
Memberikan informasi tentang keadaan
cairan tubuh secara umum untuk
mempertahankannya tetap seimbang.
Mempertahankan volume sirkulasi dan
tekanan osmotik.
Elektrolit, khususnya potasium dan
sodium dapat berkurang jika pasien
mendapatkan diuretika.

Asuhan Keperawatan ICU

Hal

56

Manual Rumah Sakit

Gangguan komunikasi verbal, sehubungan dengan terpasangnya


endotrakeal / trakheostomy tube dan paralisis / kelemahan
neuromuskuler.
Tanda dan Gejala ;
Tidak mampu berbicara
Tujuan
Membuat tehnik /metode komunikasi yang dapat dimengerti sesuai
kebutuhan.
Rencana Keperawatan:
INTERVENSI
INDEPENDENT
Kaji kemampuan pasien untuk berkomunikasi

Menentukan cara-cara komunikasi,


seperti; mempertahankan kontak mata,
pertanyaan dengan jawaban ya atau
tidak, menggunakan kertas dan
pensil/bollpoin, gambar atau papan
tulis; bahasa isarat, perjelas arti dari
komunikasi yang disampaikan.

RASIONALISASI
Berbagai macam alasan untuk
menunjang selama pemasangan
ventilator sangat bervariasi seperti;
pasien dapat memberi isarat dan
menggunakan tulisan (misalnya: pasien
COPD dengan kemampuan yang
kurang) atau kelemahan, comatosa,
atau paralisis. Komunikasi dengan
pasien ini bersifat individual.
Mempertahankan kontak mata akan
membuat pasien interes selama
komunikasi; Jika pasien dapat
menggerakkan kepala, mengedipkan
mata, atau senang dengan isarat-isarat
sederhana, lebih baik dengan
menggunakan pertanyaan ya / tidak.
Kemampuan menulis kadang-kadang
me- lelahkan pasien, selain itu dapat

Asuhan Keperawatan ICU

Hal

57

Manual Rumah Sakit

meng- akibatkan frustasi dalam upaya


memenuhi kebutuhan komunikasi.
Keluarga dapat bekerja sama untuk
membantu memenuhi kebutuhan
pasien.
Pertimbangkan bentuk komunikasi bila Intravenos cateter yang terpasang di
terpasang intrvenus cateter
tangan akan mengurangi kebebasan
menulis/me- beri isarat.
Letakan bel/lampu panggilan ditempat Ketergantungan pasien pada ventilator
yang mudah dijangkau, dan berikan
akan lebih baik dan rilek, perasaan
penjelasan cara menggunakannya.
aman, dan mengerti bahwa selama
Jawab panggilan tersebut dengan
menggunakan ventilator, perawat akan
segera. Penuhi kebutuhan pasien.
memenuhi segala kebutuhannya.
Katakan kepada pasien bahwa
perawatan siap membantu jika
dibutuhkan
Buatlah catatan di kantor perawatan
Mengingatkan staff perawatan untuk
tentang keadaan pasien yang tak dapat berespon dengan pasien selama
berbicara.
memberikan perawatan.
Anjurkan keluarga/orang lain yang
Keluarga/SO dapat merasakan akrab
dekat dengan pasien untuk berbicara dengan pasien berada dekat pasien
dengan pasien, memberikan informasi selama berbicara, dengan pengalaman
tentang keluarganya dan keadaan yang ini dapat membantu /
sedang terjadi.
mempertahankan kontak nyata seperti
merasakan kehadiran anggota keluarga
yang dapat mengurangi perasaan
kaku / janggal.
KOLABORASI
Pasein dengan pengetahuan dan
Evaluasi kebutuhan komunikasi
ketrampilan yang adekuat memiliki
(berbicara) selama memakai
kemapuan untuk menggerakan
trakheostomi tube.
trakeostomy tube bila berbicara.
Cemas / takut sehubungan dengan krisis situasional; ancaman
terhadap konsep diri, takut mati/ketergantungan pada alat
bantu/perubahan status kesehatan/status ekonomi/fungsi peran,
hubungan interpersonal/penularan
Tanda dan gejala :
Ketegangan ekspresi wajah
Merasa tidak mampu
Berfokus pada diri sendiri/pandangan negatif tentang diri sendiri
Mengungkapkan kekawatirannya tentang perubahan
Insomania : restlessness
Tujuan
Kriteria :

Asuhan Keperawatan ICU

Hal

58

Manual Rumah Sakit

Pasien mampu menggungkapkan perasaan yang kaku cara-cara yang


sehat kepada perawat
Pasien dapat mendemonstrasikan ketrampilan pemecahan masalahnya
dan perubahan koping yang digunakan sesuai situasi yang dihadapi.
Pasien dapat mencatat penurunan kecemasan/ketakutan dibawah
standar
Pasien dapat rileks dan tidur /istirahat dengan baik.

Rencana Keperawatan:
INTERVENSI
RASIONALISASI
INDEPENDENT
Identifikasi persepsi pasien untuk
Menegaskan batasan masalah individu
menggambarkan tindakan sesuai
dan pengaruhnya selama diberikan
situasi.
intervensi.
Monitor respon fisik, seperti;
Digunakan dalam mengevaluasi
kelemahan. perubahan tanda vital,
derajat/ tingkat kesadaran /
gerakan yang berulang-ulang, Catat
konsentrasi, khususnya ketika
kesesuaian respon verbal dan nonverbal melakukan komunikasi verbal.
selama komunikasi
Anjurkan pasien atau SO untuk meng Memberikan kesempatan untuk
-ungkapkan dan mengekspresikan rasa berkonsentrasi, kejelasan dari rasa
takutnya
takut, dan mengurangi cemas yang
berlebihan.
Akuilah situasi yang membuat cemas Mengvalidasi situasi yang nayata tanpa
dan takut.
mengurangi pengaruh emosional.
Hindari perasaan yang tak berarti
Berikan kesempatan bagi pasien/SO
seperti mengatakan semuanya akan
untuk menerima apa yang tejadi pada
menjadi baik.
dirinya serta mengurangi kecemasan.
Identifikasi/kaji ulang bersama
Membesarkan/menetramkan hati
pasien/SO tindakan pengaman yang
pasien untuk membantu
ada, seperti : kekuatan dan suplai
menghilangkan cemas yang tak
oksigen, kelengkapan suction
berguna, mengurangi konsentrasi yang
emergency. Diskusikan arti dari bunyi tidak jelas dan menyiapkan rencana
alarm.
sebagai respon dalam keadaan darurat.
Catat reaksi dari SO. Berikan
Anggota keluarga dengan responnya
kesempatan untuk mendiskusikan
pada apa yang terjadi, dan
perasaannya/ konsentrasinya, dan
kecemasannya dapat disampaikan
harapan masa depan
kepada pasien.
Identifikasi kemampuan koping
Memfokuskan perhatian pada
pasien/SO sebelumnya dan mengontrol kemampuan sendiri dapat
penggunaannya.
meningkatkan pengertian dalam
penggunaan koping.
Demonstrasikan/anjurkan pasien
Pengaturan situasi yang aktif dapat meuntuk melakukan tehnik relaksasi,
ngurangi perasaan tak berdaya.
seperti; mengatur pernapasan,

Asuhan Keperawatan ICU

Hal

59

Manual Rumah Sakit

menuntun dalam berhayal, relaksasi


progresif.
Anjurkan aktifitas pengalihan perhatian Sejumlah ketrampilan baik secara
sesuai kemampuan individu, seperti;
sendiri maupun dibantu selama
menulis, nonton TV dan ketrampilan
pemasangan ventilator dapat membuat
tangan.
pasien merasa berkualitas dalam
hidupnya.
KOLABORASI
Rujuk ke bagian lain guna penangan
Mungkin dibutuhkan untuk membantu
selanjutnya.
jika pasien /SO tidak dapat mengurangi
cemas atau ketika pasien
membutuhkan alat yang lebih canggih.

Potensial perubahan membran mukosa mulut sehubungan dengan


ketidakmampuan menelan cairan melalui oral, adanya tube dalam
mulut, kurang/menurunnya salivasi, tidak efektifnya kebersihan
mulut.
Tanda dan gejala :
mukosa mulut kering
bibir pecah-pecah
lidah kotor
Tujuan
Mencatat dan memperlihatkan adanya pengurangan gejala.
Mengidentifikasikan intervensi secara spesifik untuk menjaga kebersihan
mukosa mulut.
Rencana Keperawatan:
INTERVENSI
INDEPENDENT
Lakukan pengamatan rongga mulut,
gigi, luka pada gusi, perdarahan secara
rutin.
Lakukan perawatan mulut secara rutin
atau jika diperlukan, khususnya pasien
dengan intubasi tube, seperti; menyikat
gigi dengan sikat gigi yang lembut, atau
menyeka dengan kain basah.
Berikan salep pelindung bibir dan
minyak pelumas mulut.
Rubah posisi endhotrakeal tube secara
teratur sesaui jadwal

RASIONALISASI
Identifikasi masalah dengan cepat dapat
memberikan tindakan/pencegahan
dengan tepat.
Mencegah kekeringan/lecet pada
membran mukosa dan mengurangi
medium tempat perkembangan bakteri.
Membuat perasaan enak/nyaman.
Mempertahankan kelembaban dan
mencegah kekeringan.
Mengurangi resiko perlukaan pada bibir
dan mukosa mulut.

Asuhan Keperawatan ICU

Hal

60

Manual Rumah Sakit

Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan


perubahan kemampuan mencerna makanan, peningkatan kebutuhan
metabolisme.
Tanda dan gejala:
Kehilangan berat nadan
Keengganan untuk makan
Mengeluh mengalami perubahan rasa
Penurunan tonus otot mulut
Peradangan pada rongga mulut
Hilangnya/hiperaktifnya bising usus

Tujuan
Pasien dapat:
Mengerti tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh
Memperlihatkan kenaikan berat badan sesuai dengan hasil pemeriksaan
laboratorium
Rencana Keperawatan
INTERVENSI
INDEPENDENT
Evaluasi kemampuan makan pasien

Observasi / timbang berat badan jika


memungkinkan.

Monitor keadaan otot yang menurun


dan kehilangan lemak subkutan
Catat pemasukan per oral jika
diindikasikan. Anjurkan pasien untuk
makan.

Berikan makanan kecil dan lunak

Kajilah fungsi sistem gatrointestinal,

RASIONALISASI
Pasien dengan trakheostomy mungkin
sulit untuk makan, tetapi pasien
dengan endotrakeal tube dapat
menggunakan mag slang atau memberi
makanan parenteral
Tanda kehilangan berat badan (7 - 10
%) dan kekurangan intake nutrisi
menunjang terjadinya masalah
katabolisma, kandungan glikogen
dalam otot dan kepekaan terhadap
pemasangan ventilator.
Menunjukan indikasi kekurangan
energy otot dan mengurangi fungsi otototot pernapasan.
Nafsu makan biasanya berkurang dan
nutrisi yang masukpun berkurang.
Menganjurkan pasien memilih makanan
yang disenangi dapat dimakan (bila
sesuai anjuran)
Mencegah terjadinya kelelahan,
memudah- kan masuknya makanan,
dan mencegah gangguan pada lambung.
Fungsi sistem gastrointestinal sangat
Asuhan Keperawatan ICU

Hal

61

Manual Rumah Sakit

yang melipitu; suara bising usus, catat


terjadi perubahan di dalam lambung
seperti mual, muntah. Observasi
perubahan pergerakan usus, misalnya ;
diare, konstipasi.
Anjurkan pemberian cairan 2500 cc/
hari selama tidak terjadi gangguan
jantung.
KOLABORASI
Aturlah diet yang diberikan sesuai
keadaan pasien.

Lakukan pemeriksaan laboratorium


yang diindiksikan, seperti; serum,
trnsferin, BUN/ Creatine dan glukosa

pengting untuk memasukan makanan.


Ventilator dapat memnyebabkan
kembung pada lambung dan
perdarahan lambung.
Mencegah terjadinya dehidrasi akibat
penggunaan ventilator selama tidak
sadar dan mencegah terjadinya
konstipasi.
Diet tinggi kalori, protein, karbohidrat
sangat diperlukan selama pemasangan
ventilator untuk mempertahankan
fungsi otot-otot respirasi. Karbohidrat
dapat berkurang dan penggunaan
lemak meningkat untuk mencegah
terjadinya produksi CO2 dan
pengaturan sisa respirasi.
Memberikan informasi yang tepat
tentang keadaan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.

Potensial infeksi sehubungan dengan penurunan sistem pertahanan


primer (cedera pada jaringan paru, penurunan aktifitas cilia),
malnutrisi, tindakan invasif.
Ditandai oleh :
Belum ada tanda dan gejala karena potensial
Tujuan
Individu mengenal faktor-faktor resiko
Mengenal tindakan pencegahan/mengurangi faktor resiko infeksi
Menunjukan / mendemonstrasikan tehnik-tehnik untuk meningkatkan
lingkungan yang aman
Rencana Keperawatan:
INTERVENSI
INDEPENDENT
Catat faktor-faktor resiko untuk
terjadinya infeksi.

Observasi warna, bau, dan


karakteristik sputum. Catat drainase

RASIONALISASI
Intubasi, penggunaan ventilator yang
lama, kelemahan umum, malnutrisi
merupakan faktor-faktor yang
memungkinkan terjadinya infeksi dan
penyembuhan yang lama.
Kuning / hijau, bau sputum yang
purulen merupakan indikasi infeksi.
Asuhan Keperawatan ICU

Hal

62

Manual Rumah Sakit

disekitar daerah trakeostomy.


Sputum yang kental dan sulit
Kurangi faktor resiko infeksi nokosomial dikeluarkan menunjukan adanya
seperti; cuci tangan sebelum dan
dehidrasi. Faktor-faktor ini nampak
seseudah melaksanakan tindakan
sederhana, tetapi sangat penting
keperawatan. Pertahankan tehnik
sebagai pencegahan terjadinya infeksi
suction secara steril
nokosomial.
Bantu latihan napas dalam, batuk
Memaksimalkan ekspansi paru dan
efektif dan ganti posisi secara berkala pengeluaran sekresi untuk mencegah
ateletaksis dan akumulasi dan
kekentalan sekret.
Auskultasi suara napas
Adanya ronchi atau wheezing
menunjukan adanya sekresi yang
tertahan, yang memerlukan
ekspsktoran / suction.
Monitor / batasi kunjungan.
Individu dengan infeksi saluran napas
Menghindari kontak dengan orang yang atas, meningkatkan resiko
menderita infeksi saluran napas atas. berkembangnya infeksi.
Anjurkan pasien untuk membuang
Mengurangi penularan organisme
sputum dengan tepat seperti dengan
melalui sekresi/sputum
tissue dan ganti balutan trakeostomy
yang kotor.
Lakukan tehnik isolasi sesuai indikasi Sesuai dengan diagnosa yang spesifik
harus memperoleh perlindungan
infeksi orang lain seperti TBC
Pertahankan hidrasi dan nutrisi yang Membantu meningkatkan daya tahan
adekuat. Berikan cairan 2500 cc sesuai tubuh dari penyakit dan mengurangi
toleransi cardiak.
resiko infeksi akibat sekresi yang stasis.
Bantu perawatan diri dan keterbatasan Menunjukan kemampuan secara umum
aktifitas sesuai toleransi. Bantu
dan kekuatan otot dan merangsang
program latihan.
pengembalian sistem imun
KOLABORASI
Mungkin dibutuhkan untuk
Periksa sputum kultur sesuai indikasi mengidentifikasi patogen dan
pemberian antimikroba yang sesuai
Berikan antibiotik sesuai indikasi
Satu atau beberapa agent diberikan
tergantung dari sifat patogen dan
infeksi yang terjadi.

Kurang pengetahuan sehubungan dengan misinterpretasi informasi,


tidak mengenal sumber-sumber informasi, ketegangan akibat krisis
situasional.
Tanda dan gejala :
Bertanya tentang perawatan
Meminta informasi
Asuhan Keperawatan ICU

Hal

63

Manual Rumah Sakit

Menolak mempelajari ketrampilan-ketrampilan baru


Meningkatnya komplikasi yang dapat dicegah

Tujuan
Partisipasi dalam proses belajar
Kriteria :
Menunjukan peringatan interes yang ditunjukan isu verbal dan
nonverbal.
Menunjukan respon dalam proses belajar mengajar dengan banyak
bertanya
Mengerti tentang indikasi pemakaian ventilator
Mendemonstrasikan pemasangan ventilator sesuai keperluan individu
Rencana Keperawatan:
INTERVENSI
INDEPENDENT
Tentukan kemampuan dan kemauan
belajar

RASIONAL

Kondisi fisik dapat mempengaruhi


kondisi belajar. Dengan kemauan yang
kuat dapat mengatasi perasaan takut
terhadap mesin dan mempunyai
syarat--syarat dalam kemampuan
untuk belajar dalam semua situasi.
Diskusikan tentang kondisi tertentu
Dengan diskusi dapat meningkatkan
yang memerlukan ventilator,
pengetahuan dasar pasien dan keluarga
ukurannya, tujuan pengobatan jangka sehingga dapat membuat keputusan
panjang atau jangka pendek.
sesuai dengan informasi yang
diberikan. Usaha ini dapat ditruskan
dalam beberapa minggu. Bila tidak
menggunakan ventilator dapat
meningkatkan PCO2, dispnea, cemas,
takikardia, berkeringat, sianosis.
Jelaskan tentang penggunaan
Kualitas hidup dapat dipengaruhi oleh
respirator kepada pasien dan keluarga pemakaian respirator, dimana perawat
akibat pemakaian respirator dalam gaya harus mengerti pemakaian vemtilator
hidup dan perubahan-perubahan
dalam waktu 24 jam.
kemauan dan ketidak- mauan untuk
menggunakan respirator.
Tingkatkan partisipasi perawatan
Mengembalikan perhatian pada
mandiri dan sosialisasi.
keadaan aktifitas normal, peningkatan
daya tahan dan membantu kemandirian
pasien.
Ulangi informasi yang diberikan ; pola Mempertinggi penyembuhan dan
dalam nutiri, makanan tambahan.
kepercaya- an, kebutuhan individu pada
pertemuan mendatang.
Rekomendasikan pada klien/keluarga Meningkatkan rasa aman tentang

Asuhan Keperawatan ICU

Hal

64

Manual Rumah Sakit

tentang pelaksanaan resusitasi


Buatlah jadwal untuk memberikan
latihan bagi perawat yang akan
melaksanakan perawatan respirator
pada pasien di rumah.

8.

kemampuan untuk mengatasi keadaan


emergency.
Pendekatan secara tim digunakan
untuk mengkoordinir perawat dan
pasien serta memberikan pendidikan
kesehatan sesuai kebutuhan pasien.

TETANUS

A. KONSEP DASAR
Pengertian
Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman
clostiridium tetani yang dimanefestasikan dengan kejang otot secara
proksimal dan diikuti kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini
selalu nampak pada otot masester dan otot rangka.

Etiologi
Clostiridium tetani adalah kuman yang berbentuk batang seperti penabuh
genderang berspora, golongan gram positif, hidup anaerob. Kuman ini
mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik (tetanus spasmin), yang
mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat.
Timbulnya teteanus ini terutama oleh clostiridium tetani yang didukung
oleh adanya luka yang dalam dengan perawatan yang salah.
patofisiologi
Suasana yang memungkinkan organisme anaerob berploriferasi dapat
disebabkan berbagai keadaan antara lain :
a. luka tusuk dalam, misalnya luka tusuk karena paku, kuku, pecahan
kaleng, pisau, cangkul dan lain-lain.
b. Luka karena kecelakaan kerja (kena parang0, kecelakaan lalu lintas.
c. Luka ringan seperti luka gores, lesi pada mata, telinga dan tonsil.
Cara kerja toksin
Toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui sumbu limbik
masuk ke sirkulasi darah dan masuk ke Susunan Saraf Pusat (SSP). Toksin
bersifak antigen , sangat mudah diikat jaringan syaraf dan bila dalam
keadaan terikat tidak dapat lagi dinetralkan oleh toksin spesifik. Toksin
yang bebas dalam darah sangat mudah dinetrakan oleh antitoksin spesifik.

Asuhan Keperawatan ICU

Hal

65

Manual Rumah Sakit

Faktor predisposisi

a. Umur tua atau anak-anak


b. Luka yang dalam dan kotor
c. Belum terimunisasi
Tanda dan gejala

a.
b.
c.
d.
e.

Masa inkubasi tetanus berkisar antara 2-21 hari


Ketegangan otot rahang dan leher (mendadak)
Kesukaran membuka mulut (trismus)
Kaku kuduk (epistotonus), kaku dinding perut dan tulang belakang
Saat kejang tonik tampak risus sardonikus

Gambaran umum yang khas pada tetanus

a.
b.
c.
d.
e.
1.
2.

Badan kaku dengan epistotonus


Tungkai dalam ekstensi
Lengan kaku dan tangan mengepal
Biasanya keasadaran tetap baik
Serangan timbul proksimal dan dapat dicetuskan oleh karena :
Rangsang suara, rangsang cahaya, rangsang sentuhan, spontan
Karena kontriksi sangat kuat dapat terjadi aspiksia, sianosis, retensi
urine, fraktur vertebralis (pada anak-anak), demam ringan dengan
stadium akhir. Pada saat kejang suhu dapat naik 2-4 derakat celsius
dari normal, diaphoresis, takikardia dan sulit menelan.

Prognosa
Sangat buruk bila ada OMP (Otitis Media Purulenta), luka pada kulit kepala.
Pemeriksaan diagnostik
Diagnosa didasarkan pada riwayat perlukaan disertai keadaan klinis
kekakuan otot rahang.
Laboratorium ; leukositosis ringan, peninggian tekanan otak, deteksi kuman
sulit
Pemeriksaan Ecg dapat terlihat gambaran aritmia ventrikuler
x.

Penatalaksanaan

Asuhan Keperawatan ICU

Hal

66

Manual Rumah Sakit

Umum
Tetanus merupakan keadaan darurat, sehingga pengobatan dan perawatan
harus segera diberikan :
Netralisasi toksin dengan injeksi 3000-6000 iu immunoglobulin tetanus
disekitar luka 9tidak boleh diberikan IV)
Sedativa-terapi relaksan ; Thiopental sodium (Penthotal sodium) 0,4% IV
drip; Phenobarbital (luminal) 3-5 mg/kg BB diberikan secara IM, iV atau
PO tiap 3-6 jam, paraldehyde 9panal) 0,15 mg/kg BB Per-im tiap 4-6
jam.
Agen anti cemas ; Diazepam (valium) 0,2 mg/kg BB IM atau IV tiap 3-4 jam,
dosis ditingkatkan dengan beratnya kejang sampai 9,5 mg/kg BB/24
jam untuk dewasa.
Beta-adrenergik bolcker; propanolol 9inderal) 0,2 mg aliquots, untuk total
dari 2 mg IV untuk dewasa atau 10 mg tiap 8 jam intragastrik,
digunakan untuk pengobatan sindroma overaktivitas sempatis jantung.
Penanggulangan kejang; isolasi penderita pada tempat yang tenang, kurangi
rangsangan yang membuat kejang, kolaborasi pemeberian obat
penenang.
Pemberian Penisilin G cair 10-20 juta iu (dosis terbagi0 dapat diganti
dengan tetraciklin atau klinamisin untuk membunuh klostirida
vegetatif.
Pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Diit tKTP melalui oral/ sounde/parenteral
Intermittent positive pressure breathing (IPPB) sesuai dengan kondisi klien.
Indwelling cateter untuk mengontrol retensi urine.
Terapi fisik untuk mencegah kontraktur dan untuk fasilitas kembali fungsi
optot dan ambulasi selama penyembuhan.
b. Pembedahan
Problema pernafasan ; Trakeostomi (k/p) dipertahankan beberapa minggu;
intubasi trakeostomi atau laringostomi untuk bantuan nafas.
Debridemen atau amputasi pada lokasi infeksi yang tidak terdeteksi.

Asuhan Keperawatan ICU

Hal

67

También podría gustarte