Está en la página 1de 54

BAGIAN OBSTETRI & GINEKOLOGI

LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN

MARET 2016

UNIVERSITAS HASANUDDIN

KETUBAN PECAH DINI PADA KEHAMILAN PRETERM

DISUSUN OLEH :
Tri Kurniawan (C 111 11 323)

PEMBIMBING :

dr. Erny Murty Nyngsi

SUPERVISOR :
dr. Armyn Oesman, SpOG (K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN OBSTETRI & GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:
Nama : Tri Kurniawan
NIM

: C 111 11 323

Judul : Ketuban Pecah Dini Pada Kehamilan Preterm

Telah menyelesaikan tugas Laporan Kasus pada Bagian Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Maret 2016


Konsulen

Pembimbing

dr. Armyn Oesman, Sp.OG (K)

dr. Erny Murty Nygnsi

Mengetahui,
Koordinator Pendidikan Mahasiswa
Bagian Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Dr. dr. Sharvianty Arifuddin, Sp.OG (K)

DAFTAR HADIR PEMBACAAN LAPORAN KASUS

NAMA

: Tri Kurniawan

STAMBUK

: C111 11 323

HARI/TANGGAL :

N
O
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

JUDUL

: Ketuban Pecah Dini Pada Kehamilan Preterm

TEMPAT

NAMA

STAMBUK

MINGGU

TTD

14
15

Makassar, Maret 2016

Mengetahui,
Supervisor

dr. Armyn Oesman, Sp.OG (K)

Pembimbing

dr. Erny Murty Nyngsi

SURAT KETERANGAN PEMBACAAN LAPORAN KASUS

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa :


Nama

: Tri Kurniawan

Stambuk : C111 11 323


Benar telah membacakan laporan kasus dengan judul KETUBAN PECAH
DINI PADA KEHAMILAN PRETERM pada :
Hari/tanggal

Tempat

Pembimbing

Minggu dibacakan

Nilai

Dengan ini dibuat untuk digunakan sebaik-baiknya dan digunakan


sebagaimana mestinya.

Makassar, Maret 2015


Pembimbing

dr. Erny Murty Nygnsi

DAFTAR ISI

BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS

II.

Nama

: Ny F

Tanggal Lahir

: 27/8/1987

Umur

: 28 Tahun

RM

: 7492XX

HPHT

: 29/08/2015

UK

: 27 minggu 4 hari

TP

: 05/06/2016

Status Obstetrik

: G1P0A0

MRS

: 11/03/2016

ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Keluar air dari jalan lahir
B. Anamnesis Terpimpin
Ibu Masuk Rumah Sakit rujukan dari RSUD Pangkep dengan
diagnosis G1P0A0 gravid 27 minggu 4 hari + ketuban pecah dini. Riwayat
pelepasan air sejak 10 jam sebelum masuk ke rumah sakit. Air jernih tidak
berbau dan membasahi 2 sarung.
Riwayat nyeri perut tembus ke belakang tidak ada.
Riwayat perlepasan lendir dan darah tidak ada.

Riwayat ANC teratur 4x di puskesmas. Riwayat TT 2x.


Riwayat HT (-), DM (-), Asma (-), Alergi (-).
Riwayat keputihan ada
Riwayat trauma tidak ada.
Riwayat koitus terakhir 1 minggu lalu
Riwayat penggunaan obat-obatan tidak ada.
Riwayat minum jamu jamuan tidak ada.
Riwayat obstetri :
1. 2016, Kehamilan sekarang
III. PEMERIKSAAN FISIK (11-03-2016)
A.

Status Generalis
Keadaan umum

: Baik

Kesadaran

: Compos mentis

Status Vitalis

TD

110/70 mmHg

80 x/menit

16 x/menit

36.7C

Status Lokalis

Kepala

: normocephal

Mata

: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).

Telinga

Hidung

: tidak ditemukan kelainan

Tenggorokkan

: tidak ditemukan kelainan

: tidak ditemukan kelainan

Leher

:pembesaran

kelenjar

getah

pembesaran tiroid (-)

Jantung

: S1S2 reguler tunggal, murmur (-), gallop (-)

Paru-paru

: suara napas vesikuler, ronki (-), wheezing (-)

Abdomen

Inspeksi

: cembung, linea (+), striae (-)

Auskultasi

: bising usus (+) normal

B.

Thoraks

Ekstremitas:

Superior

: edema (-/-), akral hangat

Inferior

: edema (-/-), akral hangat, varises (-/-)

Status Lokalis:
Pemeriksaan Luar
Tinggi fundus uteri

: 20 cm

Situs

: Memanjang

Punggung

: Kanan

Bagian terendah

: Kepala

Perlimaan

: 5/5

TBJ

: 1480 gram

DJJ

: 140 x/menit

His

: -

Gerakan janin (+) dirasakan ibu


Janin kesan tunggal
Pemeriksaan Inspekulo Steril

LP : 74 cm

bening

(-),

Tampak permukaan porsio reguler, OUE terbuka, banyak air ketuban mengalir
dari OUE, tes lakmus positif (Lakmus merah berubah jadi warna biru).

Pemeriksaan Dalam Vagina


Vulva / Vagina

: tidak ada kelainan/ tidak ada kelainan

Portio

: lunak, tebal

Pembukaan

: 1 cm

Ketuban

: merembes

Bagian terendah

: Kepala

UUK

: Sulit dinilai

Penurunan

: H-I terdorong

Panggul dalam kesan cukup


Pelepasan lendir (+) darah (-) air (+)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium (11/03/2016)

Kesan : Leukositosis Ringan


USG Transabdominal (11-03-2016)

Hasil :

Gravid tunggal hidup, presentasi kepala, intrauterin, punggung kanan,


plasenta di anterior grade II tidak menutupi OUI.

EFW 111.81 gram

Biometri Janin sesuai usia kehamilan 26 minggu 2 hari, Air ketuban kesan
kurang (AFI 3,64)

Kesan :
Gravid Tunggal Hidup 26 Minggu 2 Hari + Oligohidramnion

V.

RESUME
Seorang wanita usia 20 tahun, G1P0A0, HPHT 8-6-2015, UK 36 minggu 5

hari, TP 15-3-2016, masuk ke RS Bhayangkara dengan keluhan utama keluar air dari
jalan lahir yang dialami sejak Dialami sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit. Air
yang keluar tampak jernih, tidak berbau, pasien sudah 2x ganti sarung. Nyeri perut
tidak ada. Pelepasan darah tidak ada, lendir tidak ada. Demam tidak ada. Riwayat
keguguran tidak ada. Riwayat merokok tidak ada. Riwayat ANC >4x di RS Pertiwi,
suntik TT 2x. Riwayat hipertensi (-), asma (-) diabetes melitus (-), alergi (-). Riwayat
minum obat-obatan (-), riwayat trauma (-), riwayat coitus terakhir 2 hari lalu. Riwayat
keputihan ada.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit baik, compos mentis,
status gizi baik, tanda-tanda vital dalam batas normal. Dari hasil pemeriksaan luar
didapatkan TFU 34 cm, lingkar perut 82 cm, TBJ 2788 gram, bagian teratas kepala,
situs memanjang, punggung kanan, bagian terendah kepala, perlimaan 4/5, his 1x10
menit durasi 10 detik, DJJ 145 x/menit, gerakan janin (+) dirasakan ibu, janin kesan
tunggal. Dari periksa dalam vagina didapatkan hasil vulva/vagina normal, portio
lunak, tebal, pembukaan 1 cm, selaput ketuban (-), bagian terbawah kepala, uuk sulit
dinilai, penurunan setinggi bidang Hodge-1, panggul dalam kesan cukup, pelepasan
lendir tidak ada, darah tidak ada, air ada.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium (21/2/2016) didapatkan leukositosis
(13.200/mm3), dan anemia (8,9 gr/dl) sedangkan parameter lain dalam batas normal.

Dari hasil USG Abdomen (21/2/2016) didapatkan gravid tunggal, hidup, presentasi
kepala, punggung kanan, plasenta di fundus grade III, cairan amnion kesan cukup
(AFI :7,3 cm), biometri janin = UK 37 minggu 2 hari, EFW : 3096 gram. Dari
pemeriksaan lakmus, didapatkan hasil positif yaitu kertas lakmus merah berubah jadi
biru.
VI.

DIAGNOSIS
G1P0A0 gravid 36 minggu belum inpartu + Ketuban Pecah Dini

VII.

PENATALAKSANAAN
- Observasi His dan DJJ serta kemajuan persalinan
- Injeksi Cefoperazone 1 gram/12 jam/iv (skin test)
- Bishop score 5. Pematangan serviks dilakukan dengan tab gastrul diberikan
secara intravaginal, kemudian dilanjutkan induksi persalinan dengan drips
Oxytocin 5 IU (1/2 ampul) dalam Ringer laktat 500 cc mulai 8 tetes/menit
dipertahankan.

VIII. PROGNOSIS

IX.

Quo ad vitam

: Bonam

Quo ad functionam

: Bonam

Quo ad Sanationam

: Bonam

FOLLOW UP

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Latar Belakang
Pengelolaan Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah yang masih
kontroversial dalam ilmu kebidanan. Pengelolaan yang optimal dan yang baku
masih belum ada, selalu berubah. KPD sering kali menimbulkan konsekuensi
yang dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun bayi
terutama kematian perinatal yang cukup tinggi. Kematian perinatal yang
cukup tinggi ini antara lain disebabkan karena kematian akibat kurang bulan,
dan kejadian infeksi yang meningkat karena partus tak maju, partus lama, dan
partus buatan yang sering dijumpai pada pengelolaan kasus KPD terutama
pada pengelolaan konservatif.(1)
Dilema sering terjadi pada pengelolaan KPD dimana harus segera
bersikap aktif terutama pada kehamilan yang cukup bulan, atau harus

menunggu sampai terjadinya proses persalinan, sehingga masa tunggu akan


memanjang berikutnya akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi.
Sedangkan sikap konservatif ini sebaiknya dilakukan pada KPD kehamilan
kurang bulan dengan harapan tercapainya pematangan paru dan berat badan
janin yang cukup.(1)
Ada 2 komplikasi yang sering terjadi pada KPD, yaitu : pertama, infeksi,
karena ketuban yang utuh merupakan barier atau penghalang terhadap
masuknya penyebab infeksi. Dengan tidak adanya selaput ketuban seperti
pada KPD, flora vagina yang normal ada bisa menjadi patogen yang akan
membahayakan baik pada ibu maupun pada janinnya. Oleh karena itu

membutuhkan pengelolaan yang agresif seperti diinduksi untuk mempercepat


persalinan dengan maksud untuk mengurangi kemungkinan resiko terjadinya
infeksi ; kedua, adalah kurang bulan atau prematuritas, karena KPD sering
terjadi pada kehamilan kurang bulan. Masalah yang sering timbul pada bayi
yang kurang bulan adalah gejala sesak nafas atau respiratory Distress
Syndrom (RDS) yang disebabkan karena belum matangnya paru.(2)

Gambar 1. Anatomi Fetus Intrauterin(3)

B. Definisi
Ketuban Pecah Dini ( amniorrhexis premature rupture of the
membrane PROM ) adalah pecahnya selaput korioamniotik sebelum terjadi
proses persalinan. Secara klinis diagnosa KPD ditegakkan bila seorang ibu
hamil mengalami pecah selaput ketuban dan dalam waktu satu jam kemudian
tidak terdapat tanda awal persalinan, dengan demikian untuk kepentingan
klinis waktu 1 jam tersebut merupakan waktu yang disediakan untuk
melakukan pengamatan adanya tanda-tanda awal persalinan. Bila terjadi pada
kehamilan < 37 minggu maka peristiwa tersebut disebut KPD Preterm
(PPROM = preterm premature rupture of the membrane - preterm
amniorrhexi)(4)
Adapun arti klinis ketuban pecah dini (2, 4, 5)
1. Bila bagian terendah janin masih belum masuk pintu atas panggul maka
kemungkinan terjadinya prolapsus tali pusat atau kompresi tali pusat menjadi
besar.
2. Peristiwa KPD yang terjadi pada primigravida hamil aterm dengan bagian
terendah yang masih belum masuk pintu atas panggul sering kali merupakan
tanda adanya gangguan keseimbangan fetopelvik.
3. KPD sering diikuti dengan adanya tanda tanda persalinan sehingga dapat
memicu terjadinya persalinan preterm.
4. Peristiwa KPD yang berlangsung lebih dari 24 jam (prolonged rupture of
membrane) seringkali disertai dengan infeksi intrauterin.
5. Peristiwa KPD dapat menyebabkan oligohidramnion dan dalam jangka
panjang kejadian ini akan dapat menyebabkan hilangnya fungsi amnion bagi
pertumbuhan dan perkembangan janin.
C. Epidemiologi

Ketuban pecah dini prematur terjadi pada 1% kehamilan. Pecahnya


selaput ketuban berkaitan dengan perubahan proses biokimia yangterjadi
dalam kolagen matriks ekstra seluler amnion, korion, dan apoptosis membran
janin. Membran janin dan desidua bereaksi terhadap stimuli seperti infeksi
dan peregangan selaput ketuban dengan membran pereduksi mediator seperti
prostaglandin, sitokinin, dan protein hormon yang merangsang aktivitas
matrix degrading enzym (4)
Ketuban pecah dini dapat terjadi pada kehamilan aterm, preterm dan
pada kehamilan midtrimester. Frekuensi terjadinya sekitar 8-10%, , 1 %, dan
kurang dari 1 %. 1/3 penyebab kelahiran prematur disebabkan oleh KPD.
Secara umum insidensi KPD terjadi sekitar 7 12 %. (2, 5)
D. Etiologi
Secara teoritis pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya
elastisitas yang terjadi pada daerah tepi robekan selaput ketuban dengan
perubahan yang besar. Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini sangat erat
kaitannya dengan jaringan kolagen, yang dapat terjadi karena penipisan oleh
infeksi atau rendahnya kadar kolagen. Kolagen pada selaput terdapat pada
amnion di daerah lapisan kompakta, fibroblas serta pada korion di daerah
lapisan retikuler atau trofoblas, dimana sebagaian bear jaringan kolagen
terdapat pada lapisan penunjang (dari epitel amnion sampai dengan epitel
basal korion). Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh
sistem aktifitas dan inhibisi intrleukin-1 dan prostaglandin. Adanya infeksi
dan inflamasi menyebabkan bakteri penyebab infeksi mengeluarkan enzim
protease dan mediator inflamasi interleukin-1 dan prostaglandin. Mediator ini
menghasilkan kolagenase jaringan sehingga terjadi depolimerisasi kolagen
pada selaput korion/amnion menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan
mudah pecah spontan. Selain itu mediator terebut membuat uterus

berkontraksi sehingga membran mudah ruptur akibat tarikan saat uterus


berkontraksi.(5)
Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti, tetapi
ditemukan beberapa faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya
ketuban pecah dini, antara lain:(2, 5, 6)
1. Inkompetensia serviks
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada
otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah,
sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu
menahan desakan janin yang semakin besar. Serviks smemiliki suatu
kelainan anatomi yang nyata, yang bisa disebabkan laserasi sebelumnya
melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan congenital pada serviks
sehingga memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihan tanpa perasaan
nyeri dan mules dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal trimester
ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput janin serta
keluarnya hasil konsepsi.
2. Peninggian tekanan inta uterin
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan
dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Misalnya :
a. Trauma : hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis
b. Gemelli
Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada
kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga
menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini
terjadikarena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung
(selaput ketuban ) relative kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang
menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah.6
3. Makrosomia

Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan


dengan makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau
over distensi dan menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah
sehingga menekan selaput ketuban, manyebabkan selaput ketuban menjadi
teregang, tipis, dan kekuatan membrane menjadi berkurang, menimbulkan
selaput ketuban mudah pecah.
4. Hidramnion
Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion >2000
mL. uterus dapat mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak.
Hidramnion kronis adalah peningaktan jumlah cairan amnion terjadi secara
berangsur-angsur. Hidramnion akut, volume tersebut meningkat tiba-tiba
dan uterus akan mengalami distensi nyata dalam waktu beberapa hari saja.2
5. Kelainan letak
Kelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian terendah
yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan
terhadap membran bagian bawah.
6. Penyakit infeksi
Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun
ascenden dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan
terjadinya KPD. Penelitian menunjukkan infeksi sebagai penyebab utama
ketuban pecah dini.Membrana khorioamniotik terdiri dari jaringan
viskoelastik. Apabila jaringan ini dipacu oleh persalinan atau infeksi maka
jaringan akan menipis dan sangat rentan untuk pecah disebabkan adanya
aktivitas enzim kolagenolitik.Infeksi merupakan faktor yang cukup
berperan pada persalinan preterm denganketuban pecah dini. Grup B
streptococcus mikroorganisme yang sering menyebabkan amnionitis.

Gambar 2. Infeksi Intrauterin(7)

7. Riwayat Pecah Ketuban Dini Sebelumnya


Wanita dengan riwayat ketuban pecah dini sebelumnya memiliki risiko
yang lebih besar untuk mengalami ketuban pecah dini dibandingkan yang
tidak ada riwayat (16-32% vs 4%)
8. Faktor Lainnya
Adapun faktor-faktor lain yang berpengaruh yaitu kurangnya asupan
gizi dalam hal ini asam askorbat yang merupakan komponen matriks dari
selaput ketuban. Riwayat ibu merokok dan usia ibu yang tua serta

rendahnya status sosioekonomi juga berpengaruh terhadap timbulnya


insidensi ketuban pecah dini.
E. Patofisiologi
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh
kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada
daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput
ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh. Terdapat
keseimbangan antara sintesis dan degenerasi ekstraseluler matriks. Perubahan
struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivasi kolagen
berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah.(4)
Dua belas hari setelah ovum dibuahi , terrbentuk suatu celah yang
dikelilingi amnion primitif yang terbentuk dekat embryonic plate. Celah
tersebut melebar dan amnion disekelilingnya menyatu dengan mula-mula
dengan body stalk kemudian dengan korion yang akhirnya menbentuk
kantung amnion yang berisi cairan amnion. Cairan amnion , normalnya
berwarna putih , agak keruh serta mempunyai bau yang khas agak amis dan
manis. Cairan ini mempunyai berat jenis 1,008 yang seiring dengan tuannya
kehamilan akan menurun dari 1,025 menjadi 1,010. Asal dari cairan amnion
belum diketahui dengan pasti , dan masih membutuhkan penelitian lebih
lanjut. Diduga cairan ini berasal dari lapisan amnion sementara teori lain
menyebutkan berasal dari plasenta.Dalam satu jam didapatkan perputaran
cairan lebih kurang 500 ml.(2-4)
Amnion atau selaput ketuban merupakan membran internal yang
membungkus janin dan cairan ketuban. Selaput ini licin, tipis, dan transparan.
Selaput amnion melekat erat pada korion (sekalipun dapat dikupas dengan
mudah). Selaput ini menutupi permukaan fetal pada plasenta sampai pada
insertio tali pusat dan kemudian berlanjut sebagai pembungkus tali pusat yang
tegak lurus hingga umbilikus janin. Sedangkan korion merupakan membran

eksternal berwarna putih dan terbentuk dari vili vili sel telur yang
berhubungan dengan desidua kapsularis. Selaput ini berlanjut dengan tepi
plasenta dan melekat pada lapisan uterus.(2-4)
Dalam keadaan normal jumlah cairan amnion pada kehamilan cukup
bulan sekitar 1000 1500 cc, keadaan jernih agak keruh, steril, bau khas, agak
manis, terdiri dari 98% - 99% air, 1- 2 % garam anorganik dan bahan organik
(protein terutama albumin), runtuhan rambut lanugo, verniks kaseosa, dan sel
-sel epitel dan sirkulasi sekitar 500cc/jam.(8)
Fungsi cairan amnion
1.
2.
3.

Proteksi : Melindungi janin terhadap trauma dari luar


Mobilisasi : Memungkinkan ruang gerak bagi bayi
Hemostatis : Menjaga keseimbangan suhu dan lingkungan

4.

basa (Ph)
Mekanik : Menjaga keseimbangan tekanan dalam seluruh

asam

ruang
5.

intrauterin
Pada persalinan, membersihkan atau melicinkan jalan lahir
dengan cairan steril sehingga melindungi bayi dari
kemungkinan infeksi jalan lahir

Gambar 3. Patofisiologi Ketuban Pecah Dini(9)

Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya


selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya
regang ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi
komponen matriks ekstraseluler pada selaput ketuban.(2, 4)

Gambar 4. Gambar skematik struktur selaput ketuban saat aterm.(9)


Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti
penurunan jumlah jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen, serta
peningkatan aktivitas kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut terutama
disebabkan oleh matriks metaloproteinase (MMP). MMP merupakan suatu
grup enzim yang dapat memecah komponen-komponen matriks ektraseluler.
Enzim tersebut diproduksi dalam selaput ketuban. MMP-1 dan MMP-8
berperan pada pembelahan triple helix dari kolagen fibril (tipe I dan III), dan
selanjutnya didegradasi oleh MMP-2 dan MMP-9 yang juga memecah
kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga diproduksi penghambat
metaloproteinase / tissue inhibitor metalloproteinase (TIMP). TIMP-1
menghambat aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2 menghambat
aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang sama
dengan TIMP-1.(2, 4, 8)
Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan
oleh karena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif

lebih tinggi. Saat mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser,


yaitu didapatkan kadar MMP yang meningkat dan penurunan yang tajam dari
TIMP yang akan menyebabkan terjadinya degradasi matriks ektraseluler
selaput

ketuban.

Ketidakseimbangan

kedua

enzim

tersebut

dapat

menyebabkan degradasi patologis pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase


diketahui meningkat pada kehamilan aterm dengan ketuban pecah dini.
Sedangkan pada preterm didapatkan kadar protease yang meningkat terutama
MMP-9 serta kadar TIMP-1 yang rendah.(2, 4, 8)
Gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya
gangguan pada struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah
dini. Mikronutrien lain yang diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban
pecah dini adalah asam askorbat yang berperan dalam pembentukan struktur
triple helix dari kolagen. Zat tersebut kadarnya didapatkan lebih rendah pada
wanita dengan ketuban pecah dini. Pada wanita perokok ditemukan kadar
asam askorbat yang rendah.(2, 4, 8)
Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa
mekanisme. Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B,
Stafilokokus aureus dan Trikomonas vaginalis mensekresi protease yang akan
menyebabkan terjadinya degradasi membran dan akhirnya melemahkan
selaput ketuban. Respon terhadap infeksi berupa reaksi inflamasi akan
merangsang produksi sitokin, MMP, dan prostaglandin oleh netrofil PMN dan
makrofag. Interleukin-1 dan tumor nekrosis faktor yang diproduksi oleh
monosit akan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan MMP-3 pada sel korion.
Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang produksi prostalglandin
oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan ketuban pecah dini
preterm karena menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi kolagen
membran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat menghasilkan fosfolipase A2
yang melepaskan prekursor prostalglandin dari membran fosfolipid. Respon

imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan produksi prostaglandin E2


oleh sel korion akibat perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit.
Sitokin juga terlibat dalam induksi enzim siklooksigenase II yang berfungsi
mengubah asam arakidonat menjadi prostalglandin. Sampai saat ini hubungan
langsung antara produksi prostalglandin dan ketuban pecah dini belum
diketahui, namun prostaglandin terutama E2 dan F2 telah dikenal sebagai
mediator dalam persalinan mamalia dan prostaglandin E2 diketahui
mengganggu sintesis kolagen pada selaput ketuban dan meningkatkan
aktivitas dari MMP-1 dan MMP-33. Indikasi terjadi infeksi pada ibu dapat
ditelusuri metode skrining klasik, yaitu temperatur rektal ibu dimana
dikatakan positif jika temperatur rektal lebih 38C, peningkatan denyut
jantung ibu lebih dari 100x/menit, peningkatan leukosit dan cairan vaginal
berbau.(6)
Hormon
Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks
ekstraseluler pada jaringan reproduktif. Kedua hormon ini didapatkan
menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan konsentrasi
TIMP pada fibroblas serviks dari kelinci percobaan. Tingginya konsentrasi
progesteron akan menyebabkan penurunan produksi kolagenase pada babi
walaupun kadar yang lebih rendah dapat menstimulasi produksi kolagen. Ada
juga protein hormon relaxin yang berfungsi mengatur pembentukan jaringan
ikat diproduksi secara lokal oleh sel desidua dan plasenta. Hormon ini
mempunyai aktivitas yang berlawanan dengan efek inhibisi oleh progesteron
dan estradiol dengan meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9 dalam
membran janin. Aktivitas hormon ini meningkat sebelum persalinan pada
selaput ketuban manusia saat aterm. Peran hormon-hormon tersebut dalam
patogenesis pecahnya selaput ketuban belum dapat sepenuhnya dijelaskan.(4, 6)
Kematian Sel Terprogram

Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami


kematian sel terpogram (apoptosis) di amnion dan korion terutama disekitar
robekan selaput ketuban. Pada korioamnionitis terlihat sel yang mengalami
apoptosis melekat dengan granulosit, yang menunjukkan respon imunologis
mempercepat terjadinya kematian sel. Kematian sel yang terprogram ini
terjadi setelah proses degradasi matriks ekstraseluler dimulai, menunjukkan
bahwa apoptosis merupakan akibat dan bukan penyebab degradasi tersebut.
Namun mekanisme regulasi dari apoptosis ini belum diketahui dengan jelas.(4,
6)

Peregangan Selaput Ketuban


Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor di selaput
ketuban seperti prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu peregangan juga
merangsang aktivitas MMP-1 pada membran. Interleukin-8 yang diproduksi
dari sel amnion dan korionik bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan
merangsang aktifitas kolegenase. Hal-hal tersebut akan menyebabkan
terganggunya keseimbangan proses sintesis dan degradasi matriks ektraseluler
yang akhirnya menyebabkan pecahnya selaput ketuban.(2)
F. Diagnosis
Menegakkan diagnosis KPD secara tepat sangat penting, karena
diagnosis yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan
bayi terlalu awal atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada
indikasinya. Sebaliknya diagnosis yang negatif palsu berarti akan membiarkan
ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan mengancam kehidupan
janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu, diperlukan diagnosis yang cepat
dan tepat. Diagnosis KPD ditegakkan dengan cara :
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesis pasien dengan KPD merasa basah pada vagina atau
mengeluarkan cairan yang banyak berwarna putih jernih, keruh, hijau, atau

kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak, secara tiba-tiba dari jalan


lahir. Keluhan tersebut dapat disertai dengan demam jika sudah ada infeksi.
Pasien tidak sedang dalam masa persalinan, tidak ada nyeri maupun kontraksi
uterus. Tidak ada riwayat pelepasan lendir maupun darah. Riwayat umur
kehamilan pasien lebih dari 24 minggu. Selain itu perlu diperhatikan
diagnosis banding yang memiliki gejala pelepasan air. Seperti inkontinensia
urin, keputihan yang banyak, pelepasan lendir serviks pada keadaan inpartu,
atau infeksi bacterial vaginosis Anamnesis sangat berpengaruh dalam
menentukan tindakan selanjutnya untuk menegakkan diagnosis.(1, 4)
Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan keadaan umum pasien dan
tanda-tanda vital. Adanya demam, takikardi, dan hipotensi menandakan
kondisi yang buruk dimana kemungkinan sudah terjadi infeksi sekunder
(korioamnionitis). Hal ini membahayakan ibu dan janin. Jika keadaan umum
stabil, maka langkah selanjutnya melakukan pemeriksaan abdomen (leopold),
didapatkan uterus lunak dan tidak adanya nyeri tekan. Tinggi fundus harus
diukur dan dibandingkan dengan tinggi yang diharapkan menurut hari pertama
haid terakhir. Palpasi abdomen memberikan perkiraan ukuran janin dan
presentasi. Selain itu, penting untuk memantau his, apakah sudah ada his yang
adekuat, dan teratur atau tidak. Selanjutnya perlu memantau denyut jantung
janin untuk memantau kesejahteraan janin. Kondisi seperti infeksi atau
kompressi tali pusat, atau tali pusat menumbung sebagai penyulit KPD dapat
menggambarkan abnormalitas janin.(1, 4)
2. Pemeriksaan inspekulo steril
Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD untuk mengambil sampel
cairan ketuban di forniks posterior dan mengambil sampel cairan untuk kultur
dan pemeriksaan bakteriologis.
Tiga tanda penting yang berkaitan dengan ketuban pecah dini adalah :
1. Pooling

: Kumpulan cairan amnion pada fornix posterior.

2. Nitrazine Test : Kertas nitrazin merah akan jadi biru.

3. Ferning

: Cairan dari fornix posterior di tempatkan pada

objek glass dan didiamkan dan cairan amnion tersebut akan


memberikan gambaran seperti daun pakis.(10)

Gambar 5. Ferning Test menunjukkan arborisasi (10)

Pemeriksaan spekulum pertama kali dilakukan untuk memeriksa


adanya cairan amnion dalam vagina. Perhatikan apakah memang air ketuban
keluar dari ostium uteri eksternum apakah ada bagian selaput ketuban yang
sudah pecah. Gunakan kertas lakmus. Bila menjadi biru (basa) adalah air
ketuban, bila merah adalah urin. Karena cairan alkali amnion mengubah pH
asam normal vagina. Kertas nitrazine menjadi biru bila terdapat cairan alkali
amnion. Bila diagnosa tidak pasti, adanya lanugo atau bentuk kristal daun
pakis cairan amnion kering (ferning) dapat membantu. Bila kehamilan belum
cukup bulan penentuan rasio lesitin-sfingomielin dan fosfatidilgliserol
membantu dalam evaluasi kematangan paru janin. Bila kecurigaan infeksi,
apusan diambil dari kanalis servikalis untuk pemeriksaan kultur serviks
terhadap Streptokokus beta group B, Clamidia trachomatis dan Neisseria
gonorea.(1,

4, 6)

Adapun kondisi-kondisi yang dapat memberikan hasil positif

palsu pada pemeriksaan lakmus atau nitrazine adalah darah, semen, infeksi
bacterial vaginosis, dan vaginal douching dengan antiseptik.(1, 4, 5)

3. Pemeriksaan dalam vagina


Pemeriksaan dalam dilakukan untuk menentukan penipisan dan
dilatasi serviks. Pemeriksaan vagina juga mengindentifikasikan bagian
presentasi janin dan menyingkirkan kemungkinan prolaps tali pusat. Periksa
dalam harus dihindari kecuali jika pasien jelas berada dalam masa persalinan
atau telah ada keputusan untuk melahirkan.(5, 6, 8)
4. Pemeriksaan penunjang (2, 5, 6, 11)
Pemeriksaan leukosit darah, bila meningkat > 15.000 /mm3
kemungkinan ada infeksi.
USG obstetric. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah
cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan
ketuban sedikit (Oligohidramnion atau anhidramnion). Oligohidramnion
ditambah dengan hasil anamnesis dapat membantu diagnosis tetapi bukan
untuk menegakkan diagnosis rupturnya membran fetal. Selain itu dinilai
amniotic fluid index (AFI), presentasi janin, berat janin, dan usia janin.
Kardiotokografi untuk menentukan ada tidaknya kegawatan janin
secara dini atau memantau kesejahteraan janin. Jika ada infeksi intrauterin
atau peningkatan suhu, denyut jantung janin akan meningkat.
Amniosintesis digunakan untuk mengetahui rasio lesitin - sfingomielin
dan fosfatidilsterol yang berguna untuk mengevaluasi kematangan paru janin.
G. Penatalaksanaan
Ketuban pecah dini terjadi pada satu dari tiga kasus persalinan preterm
dan dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas neonatus yang signifikan.
Keadaan ini cenderung mengarah ke komplikasi infeksi, tali pusat

terkompresi, dan persalinan premature, jika ketuban pecah sebelum usia


kehamilan 37 minggu. Manajemen untuk ketuban pecah dini merupakan hal
kompleks, di mana terdapat berbagai aspek yang mesti diperhatikan. Mulai
dari usia gestasi, keadaan kesejahteraan janin, tanda-tanda infeksi, tanda-tanda
penyulit lain seperti solusio plasenta, tali pusat membumbung, atau prolapse,
tali pusat tertekan atau gawat janin. Manajemennya sebagian besar terdiri dari
ekspektatif/konservatif atau aktif/ agresif. (4-6)
Hal yang segera harus dilakukan dalam penanganan ketuban pecah
dini adalah ;(4, 5, 12)
Pastikan diagnosis
Tentukan umur kehamilan
Evaluasi ada tidaknya infeksi maternal dan janin
Apakah dalam keadaan inpartu, terdapat kegawatan janin.
Dalam menghadapi ketuban pecah dini, harus dipertimbangkan
beberapa hal berikut ;(2, 4-6, 8, 11, 12)
1)
Fase laten :
Lamanya sejak ketuban pecah sampai terjadinya proses

2)

persalinan.
Semakin panjang fase laten, semakin besar kemungkinan
terjadinya infeksi.
Mata rantai infeksi merupakan ascendens infeksi, antara lain ;
1. Korioamnionitis:
Abdomen terasa tegang
Pemeriksaan laboratorium terjadi leukositosis
Protein c reaktif meningkat
Kultur cairan amnion positif.
2. Desiduitis : infeksi yang terjadi pada lapisan desidua.
Perkiraan BB janin dapat ditentukan dengan pemeriksaan USG

yang mempunyai program untuk mengukur BB janin. Semakin BB


janin semakin besar kemungkinan kematian dan kesakitan sehingga
tindakan terminasi memerlukan pertimbangan keluarga.
3)
Presentasi janin intrauteri
Presentasi janin merupakan penunjukuntuk

melakukan

terminasi kehamilan.Pada letak lintang atau bokong, harus dilakukan

dengan jalan seksio sesarea.Pertimbangan komplikasi dan resiko yang


akan dihadapi janin dan maternal terhadap tindakan terminasi.
4)
Usia kehamilan
Makin muda kehamilan antar terminasi kehamilan banyak
diperlukan waktu untuk mempertahankan janin hingga lebih matur.
Semakin lama menunggu, kemungkinan infeksi akan semakin besar
dan membahayakan janin serta situasi maternal.
Tatalaksana medikamentosa pada kasus ketuban pecah dini sebagian
besar ditujukan pada kasus premature yaitu ruptur sebelum usia gestasi 37
minggu belum ada tanda inpartu dan tidak ada gawat janin. Tujuan dari
tatalaksana medikamentosa ini adalah mempertahankan kehamilan sampai
cukup umur, mencegah terjadinya infeksi pada fase laten, atau memicu
pematangan paru pada janin dengan tes busa negative apabila berada dalam
situasi janin harus dilahirkan segera. Tatalaksana tersebut terdiri dari : (2, 4-6, 8, 11,
12)

1. Antibiotik
Pemberian antibiotic pada pasien ketuban pecah dini dapat menekan
infeksi neonatal dan memperpanjang periode latensi. Sejumlah antibiotik yang
digunakan meliputi ampisilin 2 gram dengan kombinasi eritromisin 250 mg
setiap 6 jam selama 48 jam, diikuti pemberian amoksisilin 250 mg dan
eritromisin 333 mg setiap 8 jam untuk lima hari. Pasien yang mendapat
kombinasi ini dimungkinkan dapat mempertahankna kandungan selama 3
minggu setelah penghentian pemberian antibiotik setelah 7 hari. Telah
direkomendasikan juga untuk pemberian antibiotik profilaksis streptococcus
pada wanita carrier walaupun telah mendapatkan regimen di atas.(8)

2. Kortikosteroid

Pemberian kortikosteroid dapat menekan morbiditas dan mortalitas


perinatal pasca ketuban pecah dini preterm. Kortikosteroid juga menekan
risiko terjadinya sindrom distress pernafasan ( 20 35,4% ), hemoragi
intraventrikular ( 7,5 15,9% ), enterokolitis nekrotikans (0,8 4,6%).
Rekomendasi sebagian besar menggunakan betamethason (celestone)
intramuscular 12 mg setiap 24 jam selama 2 hari. National Institute of Health
merekomendasikan pemberian kortikosteroid sebelum masa gestasi 30 23
minggu, dengan asumsi viabilitas fetus dan tidak ada infeksi intra amniotik.
Pemberian kortikosteroid setelah masa gestasi 34 minggu masih kontroversial
dan tidak direkomendasikan kecuali ada bukti immaturitas paru melalui
pemeriksaan amniosentesis.(8)
3. Agen Tokolitik
Pemberian agent tokolitik diharapkan dapat memperpanjang periode latensi
namun tidak memperbaiki luaran neonatal.Tidak banyak data yang tersedia
mengenai pemakaian agen tokolitik untuk ketuban pecah dini.Pemberian agen
tokolitik jangka panjang tidak diperkenankan dan hingga kini masih
menunggu hasil penelitian lebih jauh.(5, 11, 12)
Pemberian tokolitik jangka pendek walaupun tidak ada data yang pasti
namun merupakan tindakan yang tepat yang dilakukan bersama dengan
kortikosteroid, antibiotic, dan untuk persiapan rujukan. Namun belum ada
data pasri yang mendukung pemberian agen tokolitik jangka panjang.(5, 11, 12)
Tatalaksana ketuban pecah dini menurut usia kehamilan adalah
sebagai berikut :(1, 4-6, 8, 11-13)
1. Ketuban pecah pada kehamilan preterm (<37 minggu)

Pada usia kehamilan Jika umur kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak
ada infeksi, tes busa negatif : beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi
dan kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu.

Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah in partu, tidak ada infeksi, berikan
tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam.

Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan
induksi. Berikan deksamethason setidaknya satu kali selagi sempat.

Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin).

Pada usia kehamilan 32-34 minggu, berikan steroid untuk memacu


kematangan paru janin dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan
spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal
selama 2 hari, deksametason i.m 6 mg setiap 12 jam sebanyak 4 kali

Usia kehamilan 31 - 33 minggu. Dilakukan amniosintesis untuk menetukan


kematangan paru, atau test busa (bubble test). Memperhatikan kemungkinan
infeksi intrauteri. Bayi dengan berat > 2.000 gram sangat mungkin ditolong.

Usia kehamilan 34 - 36 minggu. BB janin sangat baik sehingga dapat


dilakukan induksi persalinan atau seksio sesarea.

Usia kehamilan < 26 minggu. Sulit mempertahankan kehamilan sampai aterm


atau sampai usia kehamilan sekitar 34 minggu. Bahaya infeksi dan
oligohiramnion akan menimbulkan masalah pada janin. Bayi dengan usia
kehamilan kurang dari 26 minggu sulit untuk hidup dan beradaptasi di luar
kandungan.

Usia kehamilan 26 - 31 minggu. Persoalan tentang sikap dan komplikasi


masih sama dengan usia kandungan < 26 minggu. Namun pada rumah sakit
yang sudah maju, dimungkinkan adanya perawatan intensif neonatus.
Pertolongan bayi dengan berat < 2.000 gram dianjurkan dengan seksio
sesarea. Pada kasus ini diberikan pematangan paru (deksamethason atau
bethametason), antibiotic, dan observasi tanda-tanda infeksi, cairan masih
keluar atau tidak , lakukan usg control. Jika keadaan stabil setelah 48 jam,
bisa rawat jalan, dengan edukasi agar membatasi aktivitas, dan segera ke

rumah sakit jika terdapat pengeluaran cairan berulang, demam, nyeri perut,
gerakan janin dirasa berkurang.

Gambar 6. Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini pada Kehamilan


Preterm(8)

2. Ketuban pecah pada kehamilan aterm (>37 minggu)(1, 2, 4, 6)


Usia kehamilan > 37 minggu. Sudah dianggap aterm sehingga dapat hidup
diluar kandungan dan selamat.Kehamilan pada usia ini dapat di induksi
dengan oksitosin. Bila gagal seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol
25 50 g intravaginal setiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila ada tanda-tanda
infeksi, berikan antibiotic dosis tinggi dan persalinan diakhiri.

Bila pembukaan / skor pelviks < 5, lakukan pematangan serviks,


kemudian induksi. Jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio

sesarea.
- Bila pembukaan / skor pelviks > 5, induksi persalinan
3. Ketuban Pecah dengan Penyulit (5, 6, 11, 12)
Pada kasus ketuban pecah dini dengan penyulit, maka dibutuhkan tindakan
agresif untuk melakukan terminasi kehamilan, karena hal tersebut
membahayakan janin dan ibu. Beberapa penyulit tersebut adalah
Infeksi intrauteri
Solution plasenta
Gawat janin
Prolaps tali pusat
Evaluasi detak janin dengan KTG menunjukkan hasil gawat janin atau

redup
Keadaan janin yang premature akan menghadapi berbagai kendala umum
akibat ketidakmampuannya beradaptasi dengan kehidupan diluar kandungan.
Hal ini diakibatkan organ vital yang belum siap untuk menghadpi situasi yang
sangat berbeda dengan keadaan intrauteri sehingga menimbulkan morbiditas
dan mortalitas yang tinggi.

H. Komplikasi
Komplikasi timbul pada Ketuban Pecah Dini ini tergantung pada usia
kehamilan. Ia dapat terjadi infeksi maternal ataupon neonatal, persalinan
premature, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya
insiden seksio sesarea atau gagalnya persalinan normal.
1. Persalinan Prematur(1, 2)
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode
laten t ergantung umur kehamilan.

Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah.

Pada kehamilan antara 28-34 minggu persalinan dalam 24 jam.


Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.

2. Infeksi(1)
Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini. Pada
ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septicemia, pneumonia,
omfalitis.Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi.Pada
Ketuban Pecah Dini prematur, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara
umum insiden infeksi sekunder pada Ketuban Pecah Dini meningkat

sebanding dengan lamanya periode laten.


Komplikasi Ibu: (2, 5, 8)
Endometritis
Penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia)
Sepsis (daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi sangat banyak)
Syok septik sampai kematian ibu.
Komplikasi Janin(1, 6)
Asfiksia janin
Sepsis perinatal sampai kematian janin.
3. Hipoksia dan Asfiksia(1)
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali
pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia.Terdapat hubungan antara
terjadinya gawat janin dan oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban,
janin semakin gawat.
4. Penekanan tali pusat (Prolapsus)(1, 8)
Gawat janin, kematian janin akibat hipoksia (sering terjadi pada presentasi
bokong atau letak lintang), trauma pada waktu lahir dan prematur.
5. Sindrom Deformitas Janin (1, 8)
Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan
janin terhambat, kelainan disebabkan oelh kompresi muka dan anggota badan
janin serta hipoplasi pulmonary.

Tabel 1 . Komplikasi Maternal dan Perinatal.


Komplikasi

Bentuk

Keterangan

Maternal

*Antepartum

*Sepsis

-Korioamnionitis 30-60%

jarang

karena

terjadi

pemberian

antibiotic dan resusitasi

-Solusio plasenta
*Intrapartum
-Trauma persalinan akibat induksi/operatif.
*Kemungkinan retensio dari plasenta
*Postpartum
-Trauma tindakan operatif

*Trauma tindakan operasi


-Trias komplikasi :
^ Infeksi
^ Trauma tindakan
^ Perdarahan

-Infeksi masa nifas


-Perdarahan postpartum.

Neonatus

*Semakin muda usia kehamilan dan semakin *Kejadian

komplikasi

rendah berat badan janin, maka komplikasi yang diindikasikan untuk


makin berat.

terminasi kehamilan;

-Prolaps tali pusat


*Komplikasi akibat prematuritas;

-Infeksi intrauteri

-mudah infeksi

-Solusio plasenta

-mudah terjadi trauma akibat tindakan


persalinan

*Untuk

membuktikan

-mudah terjadi aspirasi air ketuban dan terjadi infeksi intrauteri


menimbulkan asfiksia sehingga menyebabkan dapat
kematian.

amniosentesis

dilakukan
dengan

tujuan untuk;
-kultur cairan amnion

*Komplikasi postpartum;
-Penyakit Respiratory Distress Syndrome
(RDS) atau hialin membrane

-pemeriksaan glukosa
-alfa fetoprotein

-Hipoplasia paru dengan akibatnya

-fibronektin

-Tidak tahan terhadap hipotermia.


-Sering terjadi hipoglikemia
-Gangguan fungsi alat vital.
*Upaya untuk tirah baring
dan pemberian antibiotic

*Komplikasi akibat oligohidramnion;


-Gangguan

tumbuh

kembang

dapat memperpanjang usia


yang kehamilan supaya berat

menyebabkan deformitas.
-Gangguan sirkulasi retroplasenta yang
menimbulkan asidosis dan asfiksia.
-Retraksi otot uterus yang menimbulkan

badan janinnya lebih besar


dan lebih mamput untuk
hidup di luar kandungan.

solusio plasenta.

*Komplikasi akibat ketuban pecah;


-Prolaps bagian janin terutama tali pusat
dengan akibatnya.
-Mudah terjadi infeksi intrauteri dan neonatus.

I. Preventif
1. Pencegahan primer
Untuk mengurangi terjadinya pecah ketuban dini, dianjurkan bagi ibu
hamil untuk mengurangi aktivitas pada akhir trimester kedua dan awal
trimester ke tiga, serta tidak melakukan kegiatan yang membahayakan
kandungan selama kehamilan. Ibu hamil juga harus dinasihatkan supaya
berhenti merokok dan mengambil alkohol. Berat badan ibu sebelum
kehamilan juga harus cukup mengikut Indeks Massa Tubuh (IMT) supaya
tidak berlaku mana-mana komplikasi. Selain itu, pasangan juga dinasihatkan
supaya menghentikan koitus pada trimester akhir kehamilan bila ada faktor
predisposisi.(2, 4)
2. Pencegahan sekunder
Mencegah infeksi intrapartum dengan Antibiotika spektrum luas.
Pemberian

kortikosteroid

masih

kontroversi.

Di

satu

pihak

dapat

memperburuk keadaan ibu karena menurunkan imunitas, di lain pihak dapat


menstimulasi pematangan paru janin (surfaktan).(2, 4)
J. Prognosis(1, 2, 4, 5, 8)

Prognosis pada ketuban pecah dini sangat variatif tergantung pada :

Usia kehamilan

Adanya infeksi / sepsis

Factor resiko / penyebab

Ketepatan Diagnosis awal dan penatalaksanaan


Prognosis dari KPD tergantung pada waktu terjadinya, lebih cepat

kehamilan, lebih sedikit bayi yang dapat bertahan. Bagaimanapun, umumnya


bayi yang lahir antara 34 dan 37 minggu mempunyai komplikasi yang tidak
serius dari kelahiran premature.

BAB III

PEMBAHASAN

Pasien Ny. M. I, usia 20 tahun datang ke RS Bhayangkara tanggal 21 februari


2016, dengan keluhan keuar air dari jalan lahir dialami sejak 5 jam sebelum masuk
rumah sakit. Air yang keluar tampak jernih, tidak berbau, pasien sudah 2x ganti
sarung. Nyeri perut tidak ada. Pelepasan darah tidak ada, lendir tidak ada. Demam
tidak ada. Riwayat keguguran tidak ada. Riwayat merokok tidak ada. Riwayat ANC
>4x di RS Pertiwi, suntik TT 2x. Riwayat hipertensi (-), asma (-) diabetes melitus (-),
alergi (-). Riwayat minum obat-obatan (-), riwayat trauma (-), riwayat coitus terakhir
2 hari lalu. Riwayat keputihan ada.
Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
maka didapatkan diagnosis G1P0A0 gravid 36 minggu+ Tunggal hidup + presentasi
kepala + belum inpartu+ ketuban pecah dini.
Diagnosis KPD didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium. Diagnosis KPD yang tepat sangat penting untuk
menentukan penanganan selanjutnya. Oleh karena itu, usaha untuk menegakkan
diagnosis KPD harus dilakukan dengan cepat dan tepat.
4.1.

Anamnesis
Pada kasus, berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan yang sesuai dengan

teori ,yaitu pasien mengeluhkan keluar air dari jalan lahir sejak 5 jam SMRS hingga
pasien 2 kali mengganti sarung. Air-air tersebut jernih dan tidak berbau. Selain itu,
pasien juga mengakui tidak ada nyeri perut tembus belakang, tidak ada keluar lendir
dan darah dari jalan lahir. Pasien rutin periksa kehamilan di dokter, dan sudah suntik
TT 2 kali.
Berdasarkan teori, diagnosis KPD 90% dapat ditegakkan melalui anamnesis.
Dari anamnesis didapatkan pasien merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan
cairan yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir. Cairan berbau khas dan perlu juga

diperhatikan warna keluarnya cairan tersebut. His belum teratur atau belum ada serta
belum ada pengeluaran lendir darah.
Teori
Pasien merasa basah pada vagina.

Kasus
Pasien datang dengan keluhan keluar airair dari jalan lahir

Mengeluarkan cairan banyak tiba


-tiba dari jalan lahir.

Riwayat keluar air ketuban dari jalan

Warna cairan diperhatikan.

lahir sejak 5 jam sebelum masuk rumah

Belum ada pengeluaran lendir darah

sakit.

dan berbau khas

Cairan yang keluar jernih dan tidak


berbau

His belum teratur atau belum ada.

Tidak ada riwayat nyeri perut tembus


belakang

4.2 Pemeriksaan Fisik


Pada kasus, pemeriksaan fisik secara umum dalam batas normal, baik
pemeriksaan tanda vital, maupun status generalisata dari pasien. Pada pasien tidak
didapatkan adanya tanda-tanda infeksi. Suhu pasien normal yaitu 36,5o C. Denyut
nadinya juga dalam batas normal, yaitu 80 kali per menit. Pada pemeriksaan luar
dengan leopold, didapatkan tinggi fundus sesuai usia kehamilan, letak memanjang
dengan punggung berada pada sebelah kanan, presentasi kepala, janin tunggal hidup,
dan denyut jantung janin dalam batas normal.
Berdasarkan teori, pemeriksaan fisik pada kasus KPD ini penting untuk
menentukan ada tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu. Hal ini terkait dengan
penatalaksanaan KPD selanjutnya dimana risiko infeksi ibu dan janin meningkat pada
KPD. Umumnya dapat terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Selain itu
juga didapatkan adanya nadi yang cepat. Pada pemeriksaan luar juga penting untuk
menilai letak janin, presentasi, dan ada tidaknya tanda gawat janin dalam hal ini

denyut jantung janin. Hal ini untuk menilai lebih lanjut apakah janin bisa dilahirkan
pervaginam atau harus melalui seksio caesaria.
Teori
Tanda-tanda infeksi:

Kasus
Tidak ada tanda-tanda infeksi:

Suhu ibu >38o C

Suhu ibu 37,4o C

Nadi cepat

Nadi 80 kali / menit

DJJ >160 x/menit

DJJ 145 x/menit

4.3 Pemeriksaan Inspekulo


Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan inspekulo dilanjutkan dengan
pemeriksaan test lakmus. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengarahkan diagnosis ke
ketuban pecah dini dengan mengamati pooling cairan ketuban, yaitu adanya cairan
ketuban yang tergenang di forniks posterior vagina untuk selanjutnya cairan tersebut
disentuhkan dengan kertas lakmus untuk melihat perubahan warna. Pada pemeriksaan
ini didapatkan kertas lakmus berubah warna dari merah menjadi biru.
Pemeriksaan inspekulo secara steril merupakan langkah pemeriksaan pertama
terhadap kecurigaan KPD. Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak
keluar cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE). Pada pasien KPD akan tampak
cairan keluar dari vagina. Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa warna, bau
dan pHnya. Air ketuban yang keruh dan berbau menunjukkan adanya proses infeksi.
Teori
Kasus
Pemeriksaan dengan spekulum tampak Dilakukan pemeriksaan inspekulo
keluar cairan dari OUE

Riwayat keluar air ketuban.

Tampak cairan keluar dari vagina, dan


pooling pada forniks posterior vagina

Cairan jernih dan menggenangi forniks

Cairan yang keluar diperiksa warna, bau

kertas Lakmus

dan pHnya

posterior vagina, pH diperiksa dengan

Air ketuban yang keruh dan berbau

Cairan tidak berbau, tidak ada tanda-

menunjukkan adanya proses infeksi.

tanda infeksi

4.4 Pemeriksaan Dalam


Pada kasus, pasien ini hanya dilakukan pemeriksaan dalam pada saat pertama
kali datang untuk menentukan ada tidaknya pembukaan. Pada saat di lakukan
pemeriksaan dalam pada pasien ini belum dapat mengevaluasi ketuban karena
pembukaan portio masih 1 cm, dengan konsistensi tebal lunak, ketuban (-).
Pemeriksaan dalam vagina dibatasi seminimal mungkin dan hanya dilakukan
kalau KPD yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan
pada pasien dengan KPD akan ditemukan selaput ketubannya negatif. Pemeriksaan
dalam pada saat pasien datang pertama kali adalah penting untuk menilai apakah
sudah ada pembukaan sehingga pasien berada dalam kondisi inpartu.
Teori
Pemeriksaan dalam dilakukan :

Seminimal

mungkin

untuk

Kasus
Pemeriksaan dalam dilakukan :
mencegah

infeksi.

KPD sudah dalam persalinan.

KPD yang dilakukan induksi persalinan.

Pemeriksaan

awal

untuk

Saat pertama kali datang.


Untuk

memantau

kemajuan

persalinan.

menentukan

Selaput

ketuban

tidak

dapat

dievaluasi

kondisi inpartu atau tidak

4.5 Pemeriksaan Laboratorium


Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis ringan
(13.200/ul), dengan anemia (Hb 8,9). Hasil tersebut belum dapat disimpulkan sebagai

adanya infeksi akibat ketuban pecah karena tidak disertai dengan gejala dan
pemeriksaan fisik yang mengarah ke infeksi.
Pada pasien ini dilakukan tes lakmus. Sekret vagina ibu hamil pHnya adalah
4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning dan kertas lakmus
merah akan tetap berwarna merah. Tes Lakmus atau tes nitrazin, jika kertas lakmus
merah berubah menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air
ketuban adalah 7 7,5.
Teori

Pemeriksaan leukosit untuk mengetahui


yanda-tanda infeksi

Kertas lakmus merah berubah menjadi biru

pH air ketuban adalah 7 7,5

Kasus
Leukosit: 13.200

Dilakukan pemeriksaan pH dengan


tes lakmus, hasilnya pH 8

Didapatkan anemia

4.6 Pemeriksaan Penunjang


Pada pasien ini, dilakukan pemeriksaan USG yang dimaksudkan dimaksudkan
untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat
jumlah cairan ketuban yang sedikit. Pada pasien ini didapatkan hasil Amniotic fluid
index (AFI 7,3), jadi untuk kasus ini tidak ditemukan adanya oligohidramnion.
Pemeriksaan NST dilakukan untuk menilai gambaran denyut jantung janin
dalam hubungannya dengan gerakan / aktivitas janin. Interprestasi NST dikatakan
reaktif jika terdapat paling sedikit 2 kali gerakan janin dalam waktu 20 menit
pemeriksaan yang disertai adanya akselerasi paling sedikit 10-15 dpm, frekuensi
dasar (baseline) denyut jantung janin diluar gerakan janin antara 120-160 x/menit dan

variabilitasnya

antara

6-25 dpm. Adapun indikasi dilakukan pemeriksaan

kardiotokografi diantaranya hipertensi dalam kehamilan, kehamilan dengan diabetes


mellitus, kehamilan post-term, IUGR, ketuban pecah dini, gerakan janin berkurang,
kehamilan dengan anemia, kehamilan ganda, oligohidramnion, polihidramnion,
riwayat obstetrik buruk, dan kehamilan dengan penyakit ibu.6

Teori

Kasus

Pemeriksaan leukosit untuk mengetahui

Pada kasus ini terdapat leukositosis

tanda-tanda infeksi

ringan

USG

untuk

melihat

jumlah

cairan

ketuban dalam kavum uteri

Pada kasus ini dilakukan pemeriksaan


USG, didapatkan AFI 7,30 (tidak ada
kesan oligohidramnion)

NST reaktif jika :

1. Terdapat paling sedikit 2 kali gerakan


janin

dalam

waktu

20

menit

pemeriksaan yang disertai adanya


akselerasi paling sedikit 10-15 dpm,
2. Frekuensi dasar (baseline) denyut
jantung janin diluar gerakan janin
antara 120-160 kali/menit dan
3. Variabilitasnya antara 6-25 dpm.

NST pada kasus ini tidak dilakukan

4.7 Penatalaksanaan
Pada kasus ini, keluar air ketuban dari jalan lahir atau dalam hal ini pecahnya
ketuban dicurigai terjadi 5 jam sebelum masuk rumah sakit, sementara belum ada
tanda-tanda inpartu pada pemeriksaan dalam, tidak dilakukan pemeriksaan NST
untuk menilai keadaan janin dan pasien diobservasi.
Kebanyakan penulis sepakat mengambil 2 faktor yang harus dipertimbangkan
dalam mengambil sikap atau tindakan terhadap pasien KPD, yaitu umur kehamilan
dan ada tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu. Pemberian antibiotik profilaksis dapat
menurunkan infeksi pada ibu. Waktu pemberian antibiotik hendaknya diberikan
segera setelah diagnosis KPD ditegakkan. Beberapa penulis menyarankan bersikap
aktif (induksi persalinan) segera diberikan atau ditunggu sampai 6-8 jam dengan
alasan pasien akan menjadi inpartu dengan sendirinya. Induksi dilakukan dengan
memperhatikan Bishop score, jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya jika < 5,
dilakukan pematangan serviks, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio
sesarea.
Pada kasus didapatkan usia kehamilan 36 minggu 6 hari (aterm) dan tidak ada
tanda-tanda infeksi, keadaan umum ibu dan janin stabil. Skor bishopnya adalah 5,
maka dilakukan pemtangan serviks terlebih dahulu, lalu kemudian dilakukan induksi
persalinan dan observasi kemajuan persalinan serta rencana persalinan normal
pervaginam.
Teori
Kasus
Pemberian antibiotik profilaksis dapat Pasien diberikan injeksi antibiotik
menurunkan infeksi pada ibu

Bila

skor

pelvik

<

5,

Cefoperazone 1/gr/12j/iv
lakukan

pematangan serviks, kemudian induksi.

Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan.

Observasi

His,

DJJ,

kemajuan

persalinan

Dilakukan induksi dengan gastrul


tablet pervaginam yang dilanjutkan
dengan

drip

oxytocin

8tpm

dipertahankan

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang


telah dilakukan, pasien pada kasus ini didiagnosis sebagai KPD. Kasus yang
ditemukan sudah sesuai dengan teori yang ada. Penatalaksanaan KPD pada pasien ini
pada umumnya tepat, walaupun ada beberapa perlakuan yang sebaiknya dilaksanakan
tidak dilakukan, seperti pemeriksaan USG dan NST.

BAB IV
PENUTUP
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban sebelum
adanya tanda-tanda inpartu. Jika ketuban pecah sebelum usia 37 minggu, maka
disebut sebagai ketuban pecah dini preterm (preterm premature rupture of the
membrane). Diagnosis kondisi ini bisa ditegakkan melalui anamnesis yaitu
adanya riwayat keluar air dari jalan lahir, jernih, tanpa adanya tanda-tanda
inpartu, untuk selanjutnya dari pemeriksaann inspekulo bisa ditemukan adanya
cairan di vagina dan pada pemeriksaan lakmus atau nitrazine didapatkan
perubahan warna dari merah ke biru. Pemeriksaan dalam untuk menentukan
kemajuan persalinan. Pemeriksaan penunjang seperti laboratorium dan usg
untuk melihat ada tidaknya penyulit pada kasus kpd yang ditangani (infeksi,
oligohidramnion).
Tatalaksananya bergantung pada usia kehamilan dan ada tidaknya
penyulit. Terdiri dari tatalaksana konservatif/ekspektatif jika pecah sebelum
<37 minggu tanpa adanya komplikasi. Di mana tindakan ini bertujuan
mempertahankan

kehamilan

untuk

menghindari

resiko

prematuritas.

Sedangkan tatalaksana aktif dapat dilakukan pada kasus kehamilan >37


minggu atau <37 minggu disertai dengan penyulit, di mana tujuan akhir dari
tindakan ini adalah melahirkan bagi segera (normal atau perabdominal) dengan
menerima segala resiko prematuritas yang mungkin ada.

Pada kasus ini diagnosisnya adalah G1P0A0 gravid 36-37 minggu


belum inpartu + Ketuban pecah dini. Segala prosedur anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan penunjang, dan penatalaksanaan sudah dilakukan sesuai
dengan teori yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
1.

Soewarto S. Ketuban Pecah Dini. In: Prawirohardjo S, editor. Ilmu Kebidanan

2.

Ed IV. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2009. p. 677-82.


Cunningham G. Preterm Labour. In: al. GCe, editor. William's obstetrics. 24th

3.

ed. New York: Mc Graw Hill; 2014.


Sadler T. Langman's Medical Embryology 8th Ed.: Lippincott Williams and

4.

Wilkins; 2008.
Jazaleri A. Premature Rupture of the Membranes. Medscape; 2015 [updated
Sep

5.

14th

2015;

cited

2016

March

16th];

Available

from:

http://emedicine.medscape.com/article/261137-overview#a1.
Aaron B. J, N., Errol R. Contemporary Diagnosis and Management Preterm
Premature Rupture of the Membrane. Reviews of Obstetrics and Gynecology.

6.

2008;1(1):11-22.
Duff P. Management of Premature Rupture of Membrane at Term Patients.
Glob. libr. women's med; 2011 [cited 2016 March 16th ]; Available from:
http://www.glowm.com/section_view/heading/Management%20of
%20Premature%20Rupture%20of%20the%20Membranes%20in%20Term

7.

%20Patients/item/119.
Anonym. Possible Spread of Infection. Nucleus Medical Art; 2012 [cited 2016
March

17th];

Available

from:

8.

http://doctorstock.photoshelter.com/image/I00002vWpvmo1EsY.
Medina T, ,Hill, A. Preterm Premature Rupture of the Membrane : Diagnosis

9.

and Management. American Family Physician. 2006;73(4):659-64.


Strauss SPJ. Premature Rupture of the Fetal Membrane. N Eng J Med.

10.

1998;338(10):663-70.
Cunningham G. Maternal Physiology. In: al. GCe, editor. William's Obstetrics
24th Ed. New York: Mc-Graw Hill; 2014.

11.

De Franco Emily AK, Heyl Peter. Premature Rupture of the Membranes. In:
Evans A. AT, editor. Manual of Obstetrics 7th Ed. USA: Lippincot, William's

12.

and Wilkins; 2007. p. 141-6.


Chan Paul JS. Gynecology and Obstetrics. California: Current Clinical

13.

Strategies; 2004.
Anonym, editor. Preterm Prelabour Rupture of the Membranes. Green-Top
Guideline No44; 2006: Royal Colleges of Obstetricians and Gynecologist.

También podría gustarte