Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
PEMBAHASAN (FARINGITIS)
common cold/flu
b. Adenovirus
c.
adenovirus.
f.
ECHO.
Bakteri yang menyebabkan faringitis antara lain:
a.
Streptokokus grup A
b. Korinebakterium
c.
Arkanobakterium
d. Streptococcus hemolitikus.
e.
Streptococcus viridians.
f.
Streptococcus piyogenes
3. Klasifikasi
Berdasarkan lama berlangsungnya
a.
Faringitis akut, adalah radang tenggorok yang disebabkan oleh virus dan bakteri yaitu
streptokokus grup A dengan tanda dan gejala mukosa dan tonsil yang masih berwarna merah,
malaise, nyeri tenggorok dan kadang disertai demam dan batuk.Faringitis ini terjadinya masih
baru,belum berlangsung lama.
b. Faringitis kronis adalah radang tenggorok yang sudah berlangsung dalam waktu yang lama,
biasanya tidak disertai nyeri menelan, cuma terasa ada sesuatu yang mengganjal di
tenggorok.Faringitis kronis umumnya terjadi pada individu dewasa yang bekerja atau tinggal
dalam lingkungan berdebu,menggunakan suara berlebihan, menderita batu kronik, dan
kebiasan menkonsumsi alcohol dan tembakau.
Faringitis kronik dibagi menjadi 3, yaitu:
a.
b.
c.
Faringitis granular kronik terjadi pembengkakan folikel limfe pada dinding faring.
4. Patofisiologi
Penularan terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel kemudian epitel
terkikis maka jaringan limfoid superficial bereaksi terjadi pembendungan radang dengan
infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemi, kemudian oedem
dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal dan cenderung
menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan hiperemi, pembuluh darah
dinding faring menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang berwarna kuning, putih, atau abu-abu
terdapat pada folikel atau jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak
pada dinding faring posterior atau terletak lebih ke lateral menjadi meradang dan
membengkak sehingaa timbul radang pada tenggorok atau faringitis.
5. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis akut:
1. Membran faring tampak merah
2. Folikel tonsil dan limfoid membengkak dan di selimuti oleh eksudat
3. Nodus limfe servikal membesar dan mengeras
6. Pemeriksaan Penunjang
a.
b.
Pemeriksaan Biopsi. Contoh jaringan untuk pemeriksaan dapat diperoleh dari saluran
pernapasan (sekitar faring) dengan menggunakan teknik endoskopi. Jaringan tersebut akan
diperiksa dengan mikroskop untuk mengetahui adanya peradangan akibat bakteri atau virus.
c.
7. Penatalaksanaan
a.
b. Antipiretik
c.
f.
pemberian kompres panas atau dingin pada leher untuk meringankan nyeri.
Pengobatan secara medikamentosa umumnya menggunakan:
a.
Antimikroba.
8. Komplikasi
a.
b. Abses Peritonsiler
Sumber infeksi berasal dari penjalaran faringitis/tonsilitis akut yang mengalami supurasi,
menembus kapsul tonsil.
c.
Sinusitis
Sinusitis adalah radang sinus yang ada disekitar hidung dapat berupa sinusitis maksilaris /
frontalis. Sinusitis maksilaris disebabkan oleh komplikasi peradangan jalan napas bagian atas
(salah satunya faringitis), dibantu oleh adanya faktor predisposisi.
Identitas Pasien (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama, suku bangsa,
pendidikan, bahasa yang digunakan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, sumber biaya, dan
sumber informasi).
3) Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi : kemerahan pada faring,adanya pembengkakan di daerah leher
2) Palpasi : adanya kenaikan suhu pada bagian leher, adanya nyeri tekan
3) TTV : suhu tubuh mengalami kenaikan, nadi meningkat, RR meningkat.
4) Pengkajian Pola Gordon
1) Pola Persepsi Kesehatan manajemen Kesehatan
Tanyakan pada klien bagaimana pandangannya tentang penyakit yang dideritanya dan
pentingnya kesehatan bagi klien? Kebiasaan makan makanan yang terpapar kuman/virus,
makanan yang mengandung pengawet (karsinogenik), terpapar bahan-bahan kimia seperti
tinggal di area dekat pabrik, pengolahan limbah, asap kayu bakar.
2) Pola Nutrisi Metabolic
Biasanya klien akan mengalami penurunan berat badan karena tidak cukupnya nutrisi karena
nyeri saat menelan akibat inflamasi penyakit.
3) Pola Eliminasi
Kaji bagaimana pola defekasi konstipasi atau diare, perubahan eliminasi urin,
perubahan
bising usus, distensi abdomen. Biasanya klien tidak mengalami gangguan eliminasi.
4) Pola aktivas latihan
Kaji bagaimana klien menjalani aktivitas sehari-hari. Dapat mengalami gangguan bila
inflamasinya parah.
5) Pola istirahat tidur
Kaji perubahan pola tidur klien selama sehat dan sakit, berapa lama klien tidur dalam sehari?
Biasanya klien tidak mengalami perubahan pada pola istirahat.
6) Pola kognitif persepsi
Kaji tingkat kesadaran klien, apakah klien mengalami gangguan penglihatan,pendengaran,
perabaan, penciuman,perabaan dan kaji bagaimana klien dalam berkomunikasi? Biasanya
klien tidak mengalami gangguan. Namun bisa juga mengalami gangguan pada pendengaran
jika infeksi menyebar sampai ke telinga melalui tuba eustachi.
7) Pola persepsi diri dan konsep diri
Kaji bagaimana klien memandang dirinya dengan penyakit yang dideritanya? Konsep diri
pasien terutama gambaran diri terhadap perubahan tubuh Apakah klien merasa rendah diri
terhadap penyakit yang dideritanya ? Biasanya klien tidak ada ganguan.
8) Pola peran hubungan
Kaji bagaimana peran fungsi klien dalam keluarga sebelum dan selama dirawat di Rumah
Sakit? Dan bagaimana hubungan sosial klien dengan masyarakat sekitarnya?
9) Pola reproduksi dan seksualitas
Kaji apakah ada masalah hubungan dengan pasangan? Apakah ada perubahan kepuasan pada
klien? Biasanya tidak mengalami gangguan.
10) Pola koping dan toleransi stress
Kaji apa yang biasa dilakukan klien saat ada masalah? Apakah klien menggunakan obatobatan untuk menghilangkan stres?
11) Pola nilai dan kepercayaan
Kaji bagaimana pengaruh agama terhadap klien menghadapi penyakitnya? Apakah ada
pantangan agama dalam proses penyembuhan klien?
2. Diagnosa Keperawatan
1. Keditakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
2.
Ketidakseimbangan
nutrisi:
kurang
dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan
3. Rencana Keperawatan
1) Dx: Keditakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret
ditandai dengan:
DO: adanya sputum yang berlebihan, peningkatan frekuensi pernapasan
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan klien dapat
bernapas dengan lancer/efektif.
Kriteria hasil:
a) Klien dapat mengeluarkan sputum
b) Frekuensi pernapasan dalam batas normal (16-20 x/menit)
c) Klien mengatakan dapat bernapas dengan lancer
Intervensi:
1.
Identifikasi kualitas atau kedalaman nafas pasien. Rasional: Untuk mengetahui keadaan
napas pasien.
2.
Anjurkan untuk minum air hangat. Rasional: Untuk mencairkan sputum agar mudah
dikeluarkan.
3. Ajari pasien untuk batuk efektif . Rasional: agar pasien dapat secara mandiri megeluarkan
sputum.
4. Lakukan pengisapan sekret, bila perlu. Rasional: untuk mengelurkan sekret.
5. Kolaborasi untuk pemberian ekspektoran. Rasional: untuk mengencerkan dahak.
2)
Kriteria hasil:
a) Masa tubuh dan berat badan dalam batas normal
b) Nafsu makan klien meningkat
Intervensi:
1. Kaji status nutrisi pasien. Rasional: informasi dasar status nutrisi.
2. Kaji kemampuan menelan. Rasional: mengetahui kemampuan menelan. Menetukan tindakan
lebih lanjut.
3. Beriakan makanan yang lunak. Rasional: Memudahkan dalam menelan.
4. Berikan nutrisi melalui IVFD. Rasional: memenuhi kebutuhan nutrisi yang tak bisa terpunuhi
lewat oral.
5.
Anjurkan keluarga untuk menyuapi klien, bila perlu. Rasional: agar keluarga lebih
kooperatif.
6. Kolaborasi berikan diet tinggi protein tinggi kalori. Rasional: Pemenuhan kebutuhan nutrisi.
3) Dx: Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada faring ditandai dengan:
DO: klien tampak meringis, suhu tubuh, nadi dan RR meningkat.
DS: klien mengeluh nyeri tenggorokan.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri
berkurang sampai hilang diitandai dengan:
Kriteria Hasil:
a) Klien tidak tampak meringis
b) Klien mengungkapkan nyeri berkurang
c) Pasien mampu menggunakan metode non farmakologi untuk mengurangi nyeri.
d) TTV dalam batas normal. nadi: 60-100 x/menit; RR: 16-20 x/menit
Intervensi:
1. Kaji nyeri menggunakan PQRST. Rasional: mengetahui tingkat nyeri dan sebagi data dasar
dalam menentukan tindakan.
2. Observasi tanda vital. Rasional: mengetahui keadaan umum pasien
3. Ajarkan teknik relaksasi. Rasional: memberikan rasa nyaman dan mengurangi rasa sakit.
4.
Berikan informsi tentang nyeri, seperti sebab nyeri, berapa lam akan berlangsung.
Raional:menambah pengetahuan keluarga. Keluarga lebih kooperatif.
5. Kolaborasi dengan dokter pemberian analgesik Rasional: analgesik dapat mengurangi nyeri.
Monitor suhu minimal 2 jam sekali, sesuai dengan kebutuhan . Rasional: mengevaluasi
efektivitas intervensi dan menjamin keakuratan data.
Anjurkan asupan cairan oral. Rasional: membantu menurunkan suhu tubuh. Mencegah
dehidrasi.
4.
Gunakan tindakan nonfarmakologi seperti: kenakan baju tipis, membuka selimut, kompres
hangat. Jelaskan hal-hal tersebut pada pasien dan keluarga. Rasional: dapat mengurangi
demam dan memberikan rasa nyaman. Pasien dan keluarga akan lebih kooperatif.
5. Kolaborasi dengan tim medis : pemberian antipiretik. Rasional: Untuk emngurangi demam
dengan
aksi
sentralnya
di
hipotalamus
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Faringitis adalah suatu peradangan pada tenggorokan (faring).Faringitis (dalam bahasa
Latin; pharyngitis), adalah suatu penyakit peradangan yang menyerang tenggorok atau
faring.Kadang juga disebut sebagai radang tenggorok.
Radang tenggorokan berarti dinding tenggorokan menebal atau bengkak, berwarna lebih
merah, ada bintik-bintik putih dan terasa sakit bila menelan makanan.
Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan pada klien dengan faringitis yaitu:
1. Keditakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
2.
Ketidakseimbangan
nutrisi:
kurang
dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan
Daftar Pustaka
Efiaty Arsyad S,Dr,Sp.THT, 2000, Buku Ajar Ulmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorokan,
Balai Penerbit FKUI, Jakarta
Smeltzer, Suzanne C. 2001.Buku ajar keperawatan medical-bedah Brunner & Suddarth. Ed 8.
Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif. Et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Buku saku Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014 NANDA International
Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. 2012, Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis
NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC (Edisi 9). Jakarta: ECG
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan MedikalBedahJakarta:EGC
Laringitis
B. Anatomi Laring
Laring merupakan bagian terbawah dari saluran nafas bagian atas. Berikut ini akan
ditampilkan laring secara anatomi.
Gambar 1.1
Anatomi Laring
Bentuk laring menyerupai limas segitiga terpancung dengan bagian atas lebih terpancung dan
bagian atas lebih besar daripada bagian bawah. Batas atas laring adalah aditus laring
sedangkan batas kaudal kartilago krikoid. Struktur kerangka laring terdiri dari satu tulang (os
hioid) dan beberapa tulang rawan, baik yang berpasangan ataupun tidak. Komponen utama
pada struktur laring adalah kartilago tiroid yang berbentuk seperti perisai dan kartilago
krikoid. Os hioid terletak disebelah superior dengan bentuk huruf U dan dapat dipalapsi pada
leher depan serta lewat mulut pada dinding faring lateral. Dibagian bawah os hioid ini
bergantung ligamentum tirohioid yang terdiri dari dua sayap / alae kartilago tiroid. Sementara
itu kartilago krikoidea mudah teraba dibawah kulit yang melekat pada kartilago tiroidea lewat
kartilago krikotiroid yang berbentuk bulat penuh. Pada permukaan superior lamina terletak
pasangan kartilago aritinoid yang berbentuk piramid bersisi tiga. Pada masing-masing
kartilago aritinoid ini mempunyai dua buah prosesus yakni prosessus vokalis anterior dan
prosessus muskularis lateralis. Pada prossesus vokalis akan membentuk 2/5 bagian belakang
dari korda vokalis sedangakan ligamentum vokalis membentuk bagian membranosa atau
bagian pita suara yang dapat bergetar. Ujung bebas dan permukaan superior korda vokalis
suara membentuk glotis. Kartilago epiglotika merupakan struktur garis tengah tunggal yang
berbentuk seperti bola pimpong yang berfungsi mendorong makanan yang ditelan kesamping
jalan nafas laring. Selain itu juga teradpat dua pasang kartilago kecil didalam laring yang
mana tidak mempunyai fungsi yakni kartilago kornikulata dan kuneiformis.
Gambar 1.2
Anatomi Laring
Gerakan laring dilakukan oleh kelompok otot-otot ekstrinsik dan intrisik. Otot ekstinsik
bekerja pada laring secara keseluruhan yang terdiri dari otot ekstrinsik suprahioid
(m.digastrikus, m.geniohioid, m.stilohioid dan m.milohioid) yang berfungsi menarik laring ke
atas. otot ekstinsik infrahioid (m.sternihioid, m.omohioid, m.tirohioid). Otot intrisik laring
menyebabkan gerakan antara berbagai struktur laring sendiri, seperti otot vokalis dan
tiroaritenoid yang membentuk tonjolan pada korda vokalis dan berperan dalam membentuk
teganagan korda vokalis, otot krikotiroid berfungsi menarik kartilago tiroid kedepan,
meregang dan menegangkan korda vokalis. Laring disarafi oleh cabang-cabang nervus vagus
yakni nervus laringeus superior dan nervus laringeus inferior (n.laringeus rekurens). Kedua
saraf ini merupakan campuran saraf motorik dan sensorik. Perdarahan pada laring terdiri dari
dua cabang yakni arteri laringeus superior dan ateri laringeus inferior yang kemudian akan
bergabung dengan vena tiroid superior dan inferior.
(Cohen JL 1997,369-76)
C. Fisiologi Laring
Laring berfungsi sebagai proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, respirasi, sirkulasi, menelan,
emosi dan fonasi. Fungsi laring untuk proteksi adalah untuk mencegah agar makanan dan
benda asing masuk kedalam trakea dengan jalan menutup aditus laring dan rima glotis yang
secara bersamaan. Benda asing yang telah masuk ke dalam trakea dan sekret yang berasal
dari paru juga dapat dikeluarkan lewat reflek batuk. Fungsi respirasi laring dengan mengatur
mengatur besar kecilnya rima glotis. Dengan terjadinya perubahan tekanan udara maka
didalam traktus trakeo-bronkial akan dapat mempengaruhi sirkulasi darah tubuh. Oleh karena
itu, laring juga mempunyai fungsi sebagai alat pengatur sirkulasi darah. Fungsi laring dalam
proses menelan mempunyai tiga mekanisme yaitu gerakan laring bagian bawah keatas,
menutup aditus laringeus, serta mendorong bolus makanan turun ke hipofaring dan tidak
mungkin masuk kedalam laring. Laring mempunyai fungsi untuk mengekspresikan emosi
seperti berteriak, mengeluh, menangis dan lain-lain yang berkaitan dengan fungsinya untuk
fonasi dengan membuat suara serta mementukan tinggi rendahnya nada.
(Cohen JL 1997,369-76)
D. Etiologi
Inflamasi laring sering terjadi sebagai akibat terlalu banyak menggunakan suara, pemajanan
terhadap debu, bahan kimiawi, asap, dan polutan lainnya, atau sebagai bagian dari infeksi
saluran nafas atas. Kemungkinan juga disebabkan oleh infeksi yang terisolasi yang hanya
mengenai pita suara.
Sebagian besar kasus laringitis sementara dipicu oleh infeksi virus atau regangan vokal
dan tidak serius. Tapi suara serak kadang-kadang merupakan tanda yang lebih serius dari
kondisi medis yang mendasari. Sebagian besar kasus laringitis berakhir kurang dari beberapa
minggu dan disebabkan cuaca dingin.
Penyebab yang paling sering adalah infeksi virus pada saluran pernafasan bagian atas
(misalnya common cold). Laringitis juga bisa menyertai bronkitis, pneumonia, influenza,
pertusis, campak dan difteri.
(Hermani B,Kartosudiro S & Abdurrahman B, 2003,190 200)
1. Laringitis Akut
Pada laringitis akut biasanya penyebabnya oleh infeksi virus. Infeksi bakteri seperti difteri
juga dapat menjadi penyebabnya, tapi hal ini jarang terjadi. Laringitis akut dapat juga terjadi
saat anda menderita suatu penyakit atau setelah anda sembuh dari suatu penyakit, seperti
selesma, flu atau radang paru-paru (pneumonia).
(http://www.klinikindonesia.com/)
a.
Laringitis akut ini dapat terjadi dari kelanjutan infeksi saluran nafas seperti influenza atau
common cold. infeksi virus influenza (tipe A dan B), parainfluenza (tipe 1,2,3), rhinovirus
dan adenovirus. Penyebab lain adalah Haemofilus influenzae, Branhamella catarrhalis,
Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus dan Streptococcus pneumoniae.
d. Trauma
e.
Bahan kimia
f.
g. Alergi
2. Laringitis Kronik
Kasus yang sering terjadi pada laringitis kronis termasuk juga iritasi yang terus menerus
terjadi karena penggunaan alkohol yang berlebihan, banyak merokok atau asam dari perut
yang mengalir kembali ke dalam kerongkongan dan tenggorokan, suatu kondisi yang disebut
gastroesophageal reflux disease (GERD).
Laringitis kronis adalah inflamasi dari membran mukosa laring yang berlokasi di saluran
nafas atas, bila terjadi kurang dari 3 minggu dinamakan akut dan disebut kronis bila terjadi
lebih dari 3 minggu.
Beberapa pasien mungkin telah mengalami serangan laringitis akut berulang, terpapar debu
atau asap iritatif atau menggunakan suara tidak tepat dalam konteks neuromuskular. Merokok
dapat menyebabkan edema dan eritema laring.
(Abdurrahman MH, 2006,13-20)
Laringitis Kronis Spesifik
Yang termasuk dalam laringitis kronis spesifik ialah laringitis tuberkulosis dan laringitis
luetika.
a. Laringitis tuberkulosis
Penyakit ini hampir selalu akibat tuberkulosis paru. Biasanya pasca pengobatan, tuberkulosis
paru sembun tetapi laringitis tuberkulosis menetap. Hal ini terjadi karena struktur mukosa
laring yang melekat pada kartilago serta vaskularisasinya yang tidak sebaik paru sehingga
bila infeksi sudah mengenai kartilago maka tatalaksananya dapat berlangsung lama.
Secara klinis manifestasi laringitis tuberkulosis terdiri dari 4 stadium yaitu :
1) Stadium infiltrasi, mukosa laring posterior membengkak dan hiperemis, dapat mengenai pita
suara. Terbentuk tuberkel pada submukosa sehingga tampak bintik berwarna kebiruan.
Tuberkel membesar dan beberapa tuberkel berdekatan bersatu sehingga mukosa diatasnya
meregang sehingga suatu saat akan pecah dan terbentuk ulkus
2) Stadium ulserasi, ulkus yang timbul pada akhir stadium infiltrasi membesar. Ulkus diangkat,
dasarnya ditutupi perkijuan dan dirasakan sangat nyeri.
3) Stadium perikondritis, ulkus makin dalam sehingga mengenai kartuilago laring terutama
kartilago aritenoid dan epiglotis sehingga terjadi kerusakan tulang rawan.
4) Stadium pembentukan tumor, terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding posterior, pita suara
dan subglotik.
b. Laringitis luetika
Radang menahun ini jarang dijumpai Dalam 4 stadium lues yang paling berhubungan dengan
laringitis kronis ialah lues stadium tersier dimana terjadi pembentukan gumma yang kadang
menyerupai keganasan laring. Apabila guma pecah akan timbul ulkus yang khas yaitu ulkus
sangat dalam, bertepi dengan dasar keras, merah tua dengan eksudat kekuningan. Ulkus ini
tidak nyeri tetapi menjalar cepat
Tabel. 1
Perbedaan Laringitis Akut dan Kronik
laringitis akut
Laringitis kronis
Rhinovirus
Infeksi bakteri
Parainfluenza virus
Infeksi tuberkulosis
Adenovirus
Sifilis
Virus mumps
Leprae
Virus
Jamur
Actinomycosis
Penggunaan suara berlebih
Alergi
Alergi
Streptococcus grup A
Moraxella catarrhalis
Gastroesophageal refluks
E. Patofisiologi
Hampir semua penyebab inflamasi ini adalah virus. Invasi bakteri mungkin sekunder.
Laringitis biasanya disertai rinitis atau nasofaringitis. Awitan infeksi mungkin berkaitan
dengan pemajanan terhadap perubahan suhu mendadak, defisiensi diet, malnutrisi, dan tidak
ada immunitas. Laringitis umum terjadi pada musim dingin dan mudah ditularkan. Ini terjadi
seiring dengan menurunnya daya tahan tubuh dari host serta prevalensi virus yang meningkat.
Laringitis ini biasanya didahului oleh faringitis dan infeksi saluran nafas bagian atas lainnya.
Hal ini akan mengakibatkan iritasi mukosa saluran nafas atas dan merangsang kelenjar mucus
untuk memproduksi mucus secara berlebihan sehingga menyumbat saluran nafas. Kondisi
tersebut akan merangsang terjadinya batuk hebat yang bisa menyebabkan iritasi pada laring.
Dan memacu terjadinya inflamasi pada laring tersebut. Inflamasi ini akan menyebabkan nyeri
akibat pengeluaran mediator kimia darah yang jika berlebihan akan merangsang peningkatan
suhu tubuh.
(Elizabeth J. Corwin 2000 , 432)
WOC
DOWNLOAD WOC LARINGITIS
LINK: http://www.ziddu.com/download/16739486/WOCLARINGITIS.docx.html
F. Manifestasi Klinis
1. Gejala lokal seperti suara parau dimana digambarkan pasien sebagai suara yang kasar atau
suara yang susah keluar atau suara dengan nada lebih rendah dari suara yang biasa / normal
dimana terjadi gangguan getaran serta ketegangan dalam pendekatan kedua pita suara kiri dan
kanan sehingga menimbulkan suara menjadi parau bahkan sampai tidak bersuara sama sekali
(afoni).
2. Sesak nafas dan stridor
3. Nyeri tenggorokan seperti nyeri ketika menalan atau berbicara.
4. Gejala radang umum seperti demam, malaise
5. Batuk kering yang lama kelamaan disertai dengan dahak kental
6. Gejala commmon cold seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit menelan, sumbatan
hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk dan demam dengan temperatur yang tidak
mengalami peningkatan dari 38 derajat celsius.
7. Gejala influenza seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit menelan, sumbatan
hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk, peningkatan suhu yang sangat berarti yakni
lebih dari 38 derajat celsius, dan adanya rasa lemah, lemas yang disertai dengan nyeri
diseluruh tubuh .
8. Pada pemeriksaan fisik akan tampak mukosa laring yang hiperemis, membengkak terutama
dibagian atas dan bawah pita suara dan juga didapatkan tanda radang akut dihidung atau sinus
paranasal atau paru
9. Obstruksi jalan nafas apabila ada udem laring diikuti udem subglotis yang terjadi dalam
beberapa jam dan biasanya sering terjadi pada anak berupa anak menjadi gelisah, air hunger,
sesak semakin bertambah berat, pemeriksaan fisik akan ditemukan retraksi suprasternal dan
epigastrium yang dapat menyebabkan keadaan darurat medik yang dapat mengancam jiwa
anak.
(http://www.news-medical.net/)
a.
Laringitis Akut
Demam, malaise, gelaja rinigaringitis, suara parau sampai afoni, nyeri ketika menelan atau
berbicara, rasa kering ditenggorokan, batuk kering yang kelamaan disertau dahak kental,
gejala sumbatan laring sampai sianosis.
Pada pemeriksaan, tampak mukosa laring hiperemis, membengkak, terutama di atas dan
bahwa pita suara. Biasanya tidak terbatas di laring, juga ada tanda radang akut dihitung sinus
peranasak, atau paru.
b. Laringitis Kronik
Suara parau yang menetap, rasa tersangkut di tenggorok sehingga sering mendehem tanpa
sekret. Pada pemeriksaan tampak mukosa laring hiperemis. Tidak rata, dan menebal. Bila
tumor dapat dilakukan biopsi.
(www.blogsehat.com)
c.
Laringitis tuberkulosis
Terdapat gejala demam, keringat malam, penurunan berat badan, rasa kering, panas, dan
tertekan di daerah laring, suara parau beriminggu-minggu dan pada stadium lanjut dapat
afoni, bentuk produktif, gemoptisis, nyeri menelan yang lebih hebat bila gejala-gejala proses
aktif pada paru. Dapat timbul sumbatan jalan napas karena edema: tumberkuloma, atau
paralysis pita suara.
Sesuai dengan stadium dari penyakit, pada laringoskop akan terlihat:
Stadium infiltrasi
Mukosa laring membengkak, hiperemis (bagian posterior), dan pucar. Terbentuk tuberkel
di daerah submukosa, tampak sebagai bintik-bintik kebiruan. Tuberkel membesar, menyatu
sehingga mukosa di atasnya meregang. Bila pecah akan timbul ulkus.
Stadium ulserasi
Ulkus membesar, dangkal, dasarnya ditutupi perkijuan dan terasa.
Stadium perikondritis
Ulkus makin dalam mengenai kartilago laring, kartilagi aritenoid, dan epiglottis/
terbentuk nanah yang berbau sampai terbentuk sekuester. Keadaan umum pasien sangat
buruk, dapat fibrotuberkulosis pada dinding posterior, pita suara, dan subglotik.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto rontgen leher AP : bisa tampak pembengkakan jaringan subglotis (Steeple sign). Tanda
ini ditemukan pada 50% kasus.
2. Pemeriksaan laboratorium : gambaran darah dapat normal. Jika disertai infeksi sekunder,
leukosit dapat meningkat.
3. Pada pemeriksaan laringoskopi indirek akan ditemukan mukosa laring yang sangat sembab,
hiperemis dan tanpa membran serta tampak pembengkakan subglotis yaitu pembengkakan
jaringan ikat pada konus elastikus yang akan tampak dibawah pita suara.
Laringitis Akut
Pemeriksaan apusan dari laring untuk kultur dan uji resistensi pada kasus yang lama atau
sering residif.
Laringitis tuberkulosis
Pemeriksaan laboratorium hasil tahan asam dari sputum atau bilasan lambung, foto toraks
menunjukkan tanda proses spesifik baru, laringoskopi langsung/tak langsung, dan
pemeriksaan PA.
(Mansjoer, Arif.1999, 125)
H. Prognosis
Prognosis untuk penderita laringitis akut ini umumnya baik dan pemulihannya selama satu
minggu. Namun pada anak khususnya pada usia 1-3 tahun penyakit ini dapat menyebabkan
udem laring dan udem subglotis sehingga dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas dan bila
hal ini terjadi dapat dilakukan pemasangan endotrakeal atau trakeostomiaik.
(www.blogsehat.com)
I.
Penatalaksanaan Medis
Laringitis Akut
Terapi pada laringitis akut berupa mengistirahatkan pita suara, antibiotik, menambah
kelembaban, dan menekan batuk. Obat-obatan dengan efek samping yang menyebabkan
kekeringan harus dihindari. Penyayi dan para profesional yang mengandalkan suara perlu
dinasehati agar membiarkan proses radang mereda sebelum melanjutkan karier mereka.
Usaha bernyayi selama proses radang berlangsung dapat mengakibatkan perdarahan pada
laring dan perkembangan nodul korda vokalis selanjutnya. Terapi pada laringitis kronis terdiri
dari menghilangkan penyebab, koreksi gangguan yang dapat diatasi, dan latihan kembali
kebiasaan menggunakan vocal dengan terapi bicara. Antibiotik dan terapi singkat steroid
dapat mengurangi proses radang untuk sementara waktu, namun tidak bermanfaat untuk
rehabilitasi jangka panjang. Eliminasi obat-obat dengan efek samping juga dapat membantu.
Pada pasien dengan gastroenteriris refluks dapat diberikan reseptor H2 antagonis, pompa
proton inhibitor. Juga diberikan hidrasi, meningkatkan kelembaban, menghindari polutan.
Terapi pembedahan bila terdapat sekuester dan trakeostomi bila terjadi sumbatan laring.
Hindari iritasi pada laring dan faring. Untuk terapi mendikamentosa diberikan
antibiotic penisilin anak 3 x 0 kg BB dan dewasa 3 x 500 mg. bila alergi dapat diganti
eritromisin atau basitrasin. Dan diberikan kortikosteroid untuk mengatasi edema. Dipasang
pipa endotrakea atau trakeostomi bila terdapat sumbatan laring.
Laringitis Kronik
Diminta untuk tidak banyak bicara dan mengonati peradangan di hitung, faring, serta bronkus
yang mungkin menjadi penyebab. Diberikan antibiotik bila terdapat tanda infeksi dan
ekspektoran. Untuk jangka pendek dapat diberikan steroid.
Laringitis kronis yang berlangsung lebih dari beberapa minggu dan tidak berhubungan
dengan penyakit sistemik, sebagian besar berhubungan dengan pemajanan rekuren dari iritan.
Asap rokok merupakan iritan inhalasi yang paling sering memicu laringitis kronis tetapi
laringitis juga dapat terjadi akibat menghisap kanabis atau inhalasi asap lainnya. Pada kasus
ini, pasien sebaiknya dijauhkan dari faktor pemicunya seperti dengan menghentikan
kebiasaan merokok.
Laringitis Tuberkulosis
Pengobatan dengan mengistirahatkan pita suara dan dengan pemberian obat anti nyeri
biasanya telah mencukupi. Pemberian obat antituberkulosis primer dan skunder. Pada infeksi
bakteri, antibiotik yang tepat harus diberikan.Trakeostomi bila timbul sumbatan jalan napas.
(Hermani B,Kartosudiro S & Abdurrahman B, 2003)
3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
GCS
Tanda Vital ( tekanan darah, nadi, respirasi, suhu)
Kesadaran
B.
Apa klien mengalami sulit bersosialisasi dengan orang lain karena kesulitan komunikasi
yang dirasakannya?
9. Pola reproduksi dan seksualitas
Apakah ada pengaruh penyakit klien dengan seksualitasnya?
10. Pola koping dan toleransi stress
Kaji apa yang biasa dilakukan klien saat ada masalah?
Apakah klien menggunakan obat-obatan untuk menghilangkan stres?
Kaji sumber pendukung klien disaat stres.
11. Pola nilai dan kepercayaan
Kaji bagaimana pengaruh agama terhadap klien menghadapi penyakitnya?
Apakah ada pantangan agama dalam proses penyembuhan klien?
Kaji bagaimana pendapat pasien tentang penyakitnya, apakah pasien menerima
penyakitnya adalah karena murni oleh penyakit medis ataupun sebaliknya.
KASUS
Seorang pasien RS. M.jamil Padang bernama Nn.M berusia 35 tahun mengeluh suaranya
hilang Nn.M ini sehari-hari bekerja sebagai penyanyi di klub. Awalnya Nn.M merasa
tenggorokannya kering, nyeri ketika menelan dan berbicara serta batuk kering yang lamakelamaan batuknya berdahak kental, disertai demam yang sudah berlangsung sekitar 3
minggu. Nn.M mengeluh tidak nafsu makan karena sakit ketika menelan, dan Nn.M susah
tidur karena rasa gatal ditenggorokan disertai batuk
Pengkajian
Nama
: Nn. M
Usia
: 35 th
Jenis kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
: penyanyi
: 120/80 mmHg
Frekuensi Nadi
: 84x/menit
Frekuensi nafas
: 35 x/menit
Suhu
: 380C
Berat badan
: 45 kg
6.
Klien mengalami kesulitan dalam berbicara karena gangguan suara yang dialami, mulai dari
suara serak hingga hilangnya suara.
7. Pola kognitif- perseptual
Pasien mengalami kegelisahan karena sakit tengggorokan yang dirasakan, yang terkadang
membuat hilangnya suara klien, keadaan umum klien lemah.
8. Pola peran dan hubungan
Klien mengalami kesulitan dalam bersosialisasi, karena gangguan pita suara yang dialaminya,
yang dalam kebanyakan kasus menyebabkan kehilangan suara sepenuhnya.
Komunikasi klien dengan keluarga terhambat.
9. Pola reproduksi- seksual
Klien belum menikah dan tidak mengalami gangguan lainnya.
10. Pola pertahanan diri dan toleransi stres
klien mengalami stres karena tidak dapat melakukan aktivitas dan tidak dapat berkomunikasi
seperti biasanya.
11. Pola keyakinan dan nilai
Aktivitas ibadah klien terganggu dan tidak ada pantangan agama dalam pengobatan klien.
4. Resiko terhadap ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan masukan oral dan kenyamanan mulut.
NANDA
Diagnosa 1:Bersihan
jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan
sekresi berlebihan
sekunder akibat proses
inflamasi
(p. 308)
Defenisi
:
Ketidakmampuan untuk
sekresi jelas atau
penghalang dari saluran
pernafasan untuk
mempertahankan jalan
napas yang jelas
Batasan karakteristik:
1. Sputum berlebih
2. Tidak adanya batuk
3. Kesulitan bersuara
4. Kelebihan dahak
5. Batuk yang tidak efektif
NOC
NIC
Indikator :
Batuk tidak muncul
Pain management
(Manajemen nyeri) p. 412
Indicator:
Aktivitas:
mengurangi nyeri
o Evaluasi keefektifan control
nyeri
o Tingkatkan istirahat
o Kolaborasikan dengan dokter
jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak
berhasil
o Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri
KESIMPULAN
Laringitis akut merupakan kelainan pada laring yakni peradangan akut pada laring yang
biasanya kelanjutan dari penyakit rhinofaringitis atau common cold. Penyakit ini pada orang
dewasa merupakan penyakit yang ringan saja namun tidak bagi penderita anak kurang dari 3
tahun. Hal ini dikarenakan pada anak dapat menimbulkan udem laring dan subglotis sehingga
obstruksi jalan nafas yang sangat berbahaya dalam waktu beberapa jam saja penderita akan
mengalami obstruksi total jalan nafas sementara itu pada orang dewasa tidak terjadi secepat
pada anak. Laringitis akut ini dapat terjadi dari kelanjutan infeksi saluran nafas seperti
influenza atau common cold. infeksi virus influenza (tipe A dan B), parainfluenza (tipe 1,2,3),
rhinovirus dan adenovirus. Penyebab lain adalah Haemofilus influenzae, Branhamella
catarrhalis, Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus dan Streptococcus pneumoniae.
Penyakit ini dapat terjadi karena perubahan musim / cuaca, pemakaian suara yang berlebihan,
trauma, bahan kimia, merokok dan minum-minum alkohol dan alergi. Adapun gejala klinis
yang sering kita temukan pada laringitis akut ini adalah suara parau bahkan sampai hilangnya
suara atau afoni, sesak nafas bahkan stridor, nyeri tenggorokan, nyeri menelan dan berbicara,
gejala common cold dan inflenza, dan pada pemeriksaan fisik kita akan menemukan mukasa
laring yang hiperemis, membengkak terutama dibagian atas dan bawah pita suara dan juga
didapatkan tanda radang akut dihidung atau sinus paranasal atau paru. Obstruksi jalan nafas
akan ditemukan apabila ada udem laring diikuti udem subglotis yang terjadi dalam beberapa
jam dan biasanya sering terjadi pada anak berupa anak menjadi gelisah, air hunger, sesak
semakin bertambah berat, dan pada pemeriksaan fisik akan ditemukan retraksi suprasternal
dan epigastrium yang dapat menyebabkan keadaan darurat medik yang dapat mengancam
jiwa anak. Untuk penatalaksaan dari laringitis akut ini adalah pemberian antibiotik yang
adekuat dan kortikosteroid. Umumnya penderita laringitis akut tidak perlu dirawat dirumah
sakit namun ada indikasi dirawat di rumah sakit apabila penderitanya berumur kurang dari
setahun, tampak toksik, sianosis, dehidrasi atau axhausted, diagnosis penderita masih belum
jelas dan perawatan dirumah kurang memadai. Prognosis untuk penderita laringitis akut ini
umumnya baik dan pemulihannya selama satu minggu. Namun pada anak khususnya pada
usia 1-3 tahun penyakit ini dapat menyebabkan udem laring dan udem subglotis sehingga
dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas dan bila hal ini terjadi dapat dilakukan pemasangan
endotrakeal atau trakeostomi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman MH, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Edisi ke2, Jakarta:FKUI,2003,931& Obat,
Bandung:Mizan Media Utama,2006,13-20
Becker W, Nauman HH & Pfalt CR, Acute laryngitis in Ear nose and Throath Desease, New york,
Thieme medical publisher:1994:414-15
Brooker, Chris. (2008). Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta :EGC
Cohen JL, Anatomi dan Fisiologi Laring. Dalam BOIES-Buku Ajar Penyakit THT.Edisi
ke6.Jakarta:EGC,1997,369-76
Corwin, Elizabeth J. (2000). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta:EGC
Hermani B,Kartosudiro S & Abdurrahman B, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher, edisi ke 5, Jakarta:FKUI,2003,190 - 200
Jhon SD & Maves MD Surgical Anatomyof vthe Head and Neck. In Byron-Head and Neck surgery
Otolaryngology.ed3.Vol I,USA.Wilkins Publisher,2001:9
Kumar S, Disease of the Larinx in Fundamental Of Ear, Nose, & throath Disease And Head-Neck
Surgery, Calcutta,publisher Mohendra Nath Paul,1996:391-99
Mansjoer, Arif.1999. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi-3, Jilid-1. Jakarta; Media Aesculapius.
FKUI.
TONSILITIS
A. Latar Belakang
Tonsil atau yang lebih sering dikenal dengan amandel adalah massa yang terdiri dari
jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus didalamnya, bagian organ
tubuh yang berbentuk bulat lonjong melekat pada kanan dan kiri tenggorok. Terdapat 3
macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil palatina, dan tonsil faringal yang
membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer. Tonsil terletak dalam sinus tonsilaris
diantara kedua pilar fausium dan berasal dari invaginasi hipoblas di tempat ini.
Tonsillitis sendiri adalah inflamasi pada tonsila palatine yang disebabkan oleh infeki
virus atau bakteri. Saat bakteri dan virus masuk ke dalam tubuh melalui hidung atau mulut,
tonsil berfungsi sebagai filter/ penyaring menyelimuti organisme yang berbahaya tersebut
dengan sel-sel darah putih. Hal ini akan memicu sistem kekebalan tubuh untuk membentuk
antibody terhadap infeksi yang akan datang. Tetapi bila tonsil sudah tidak dapat menahan
infeksi dari bakteri atau virus tersebut maka akan timbul tonsillitis. Dalam beberapa kasus
ditemukan 3 macam tonsillitis, yaitu tonsillitis akut, tonsillitis membranosa, dan tonsillitis
kronis. Oleh karena itu penting bagi perawat untuk mempelajari patofisiologi, manifestasi
klinis, prosedur diagnostik dan asuhan keperawatan yang komprehensif pada klien tonsilitis
beserta keluarganya.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat secara nyata dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan tonsilitis secara komprehensif di ruang Kenanga
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
2. Tujuan khusus
a. Mampu melaksanakan pengkajian secara menyeluruh pada klien tonsilitis
3. Streptococcus pyogenes
4. Staphilococcus
5. Pneumococcus
6. Virus
7. Adenovirus
8. ECHO
9. Virus influenza serta herpes
Menurut Firman S (2006), penyebabnya adalah infeksi bakteri streptococcus atau infeksi
virus. Tonsil berfungsi membantu menyerang bakteri dan mikroorganisme lainnya sebagai
tindakan pencegahan terhadap infeksi. Tonsil bisa dikalahkan oleh bakteri maupun virus,
sehingga membengkak dan meradang, menyebabkan tonsillitis.
D. Patofisiologi
Menurut Iskandar N (1993), patofisiologi tonsillitis yaitu :
Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial
mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli
morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak
kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel
yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsillitis lakunaris, bila
bercak detritus berdekatan menjadi satu maka terjadi tonsillitis lakonaris.
Bila
bercak
melebar,
lebih
besar
lagi
sehingga
terbentuk
membran
semu
Rangsangan kronik (rokok, makanan, pengobatan yang tidak adekuat, hygiene mulut yang
buruk
Sterpococcus viridians
Sterpococcus pygenes
Staphylococcus
Pneumococcus
Infeksi radang berulang
Menginfiltrasi lapisan epitel
Droplet Infection
Lapisan epitel terkikis
Reaksi jaringan
Limfoid Superfisialis
Pembendungan radang dengan Infiltrasi leukosit polimorfonuklear
Pembentukan Detritus
Kerusakan Menelan
Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Tonsilitis Folokularis
Detritus melebar
Detritus berdekatan menjadi satu
Tonsil bengkak dan Hiperemis
Nyeri akut paska Bedah
Tonsilitis membranosa
Tonsilitis Lakunaris
Cemas
Resiko Tinggi Infeksi
Tonsilektomi
Reaksi Sistemik
Hipertermi
Kurang Pengetahuan
Nyeri akut
Menyebar melalui :
Hematogen dan Limfogen
Komplikasi : miokarditis, pembesaran kelenjar limfe, submandibula septicemia
(Iskandar N, 1993)
F. Manifestasi Kinik
2. Lesu
3. Nyeri sendi
4. Odinafagia
5. Anoreksia
6. Otalgia
7. Suara serak (bila laring terkena)
8. Tonsil membengkak
Menurut Smelizer, Suzanne (2000)
Gejala yang timbul sakit tenggorokan, demam, ngorok, dan kesulitan menelan.
Menurut Hembing, (2002) :
1. Dimulai dengan sakit tenggorokan yang ringan hingga menjadi parah, sakit saat
menelan, kadang-kadang muntah.
2. Tonsil bengkak, panas, gatal, sakit pada otot dan sendi, nyeri pada seluruh badan,
kedinginan, sakit kepala dan sakit pada telinga.
3. Pada tonsilitis dapat mengakibatkan kekambuhan sakit tenggorokan dan keluar nanah
pada lekukan tonsil.
G. Pemeriksaan Penunjang menurut Firman S (2006), yaitu :
1. Tes Laboratorium
Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan apakah bakteri yang ada dalam
tubuh pasien merupkan akteri gru A, karena grup ini disertai dengan demam renmatik,
glomerulnefritis, dan demam jengkering.
2. Pemeriksaan penunjang
Kultur dan uji resistensi bila diperlukan.
3. Terapi
Dengan menggunakan antibiotic spectrum lebar dan sulfonamide, antipiretik, dan obat
kumur yang mengandung desinfektan.
H. Komplikasi
Komplikasi tonsilitis akut dan kronik menurut Mansjoer, A (1999), yaitu :
1. Abses pertonsil
Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole, abses ini terjadi beberapa
hari setelah infeksi akut dan biasanya disebabkan oleh streptococcus group A.
2. Otitis media akut
Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius (eustochi) dan dapat
mengakibatkan otitis media yang dapat mengarah pada ruptur spontan gendang telinga.
3. Mastoiditis akut
Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan infeksi ke dalam sel-sel mastoid.
4. Laringitis
5. Sinusitis
6. Rhinitis
I. Penatalaksanaan / Pengobatan
Penatalaksanaan tonsilitis secara umum, menurut Firman S, 2006 :
1. Jika penyebabnya bakteri, diberikan antibiotik peroral (melalui mulut) selama 10 hari,
jika mengalami kesulitan menelan, bisa diberikan dalam bentuk suntikan.
2. Pengangkatan tonsil (tonsilektomi) dilakukan jika :
a. Tonsilitis terjadi sebanyak 7 kali atau lebih / tahun.
b. Tonsilitis terjadi sebanyak 5 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 2 tahun.
c. Tonsilitis terjadi sebanyak 3 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 3 tahun.
d. Tonsilitis tidak memberikan respon terhadap pemberian antibiotik.
Menurut Mansjoer, A (1999) penatalaksanan tonsillitis adalah :
1. Penatalaksanaan tonsilitis akut
a. Antibiotik golongan penicilin atau sulfanamid selama 5 hari dan obat kumur atau
obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan eritromisin atau
klindomisin.
b. Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder, kortikosteroid untuk
mengurangi edema pada laring dan obat simptomatik.
c. Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari komplikasi
kantung selama 2-3 minggu atau sampai hasil usapan tenggorok 3x negatif.
d. Pemberian antipiretik.
c) Hindari jus jeruk, minuman panas, makanan kasar, atau banyak bumbu
selama 1 minggu.
3) Mengatasi ketidaknyamanan pada tenggorokan
a) Menggunakan ice color (kompres es) bila mau
b) Memberikan anakgesik (hindari aspirin)
c) Melaporkan segera tanda-tanda perdarahan.
d) Minum 2-3 liter/hari sampai bau mulut hilang.
4) Mengajari pasien mengenal hal berikut
a) Hindari latihan berlebihan, batuk, bersin, berdahak dan menyisi hidung
segera selama 1-2 minggu.
b) Tinja mungkin seperti teh dalam beberapa hari karena darah yang tertelan.
c) Tenggorokan tidak nyaman dapat sedikit bertambah antara hari ke-4 dan ke8 setelah operasi.
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN
DENGAN TONSILITIS
A. Pengkajian
Focus pengkajian menurut Firman S (2006), yaitu :
1. Wawancara
a. Kaji adanya riwayat penyakit sebelumnya (tonsillitis)
b. Apakah pengobatan adekuat
c. Kapan gejala itu muncul
d. Apakah mempunyai kebiasaan merokok
e. Bagaimana pola makannya
f. Apakah rutin / rajin membersihkan mulut
2. Pemeriksaan fisik
Data dasar pengkajian menurut Doengoes, (1999), yaitu :
a. Intergritas Ego
Gejala : Perasaan takut
Khawatir bila pembedahan mempengaruhi hubungan keluarga,
kemampuan kerja, dan keuangan.
Tanda : ansietas, depresi, menolak.
b. Makanan / Cairan
Post Operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah, diskontinuitas jaringan.
2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
3. Kurang pengetahuan tentang diet berhubungan dengan kurang informasi.
C. Intervensi
Pre Operasi
Dx 1 : Kerusakan menelan berhubungan dengan proses inflamasi.
NOC : Perawatan Diri : Makan
Tujuan : Setelah dlakukan tindakan keperawatan terapi menelan selama 3 x24 jam
diharapkan tidak ada masalah dalam makan dengan skala 4 sehingga kerusakan menelan
dapat diatasi
Kriteria hasil :
1. Reflek makan
2. Tidak tersedak saat makan
3. Tidak batuk saat menelan
4. Usaha menelan secara normal
5. Menelan dengan nyaman
Skala : 1. Sangat bermasalah
2. Cukup bermasalah
3. Masalah sedang
4. Sedikit bermasalah
5. Tidak ada masalah
NIC : Terapi menelan
Intervensi :
1. Pantau gerakan lidah klien saat menelan
2. Hindari penggunaan sedotan minuman
3. Bantu pasien untuk memposisikan kepala fleksi ke depan untuk menyiapkan menelan.
4. Libatkan keluarga untuk memberikan dukungan dan penenangan pasien selama makan /
minum obat.
Dx 2 : Nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan jaringan tonsil.
NOC : Kontrol Nyeri
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan manejemen nyeri selama 3 x 24 jam
diharapkan tidak ada masalah dalam nyeri dengan skala 4 sehingga nyeri dapat hilang
atau berkurang
Kriteria hasil :
a. Mengenali faktor penyebab.
b. Mengenali serangan nyeri.
c. Tindakan pertolongan non analgetik
d. Mengenali gejala nyeri
e. Melaporkan kontrol nyeri
Skala : 1. Ekstream
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak Ada
NIC : Menejemen Nyeri
Intervensi :
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
2. Ajarkan teknik non farmakologi dengan distraksi / latihan nafas dalam.
3. Berikan analgesik yang sesuai.
4. Observasi reaksi non verbal dari ketidanyamanan.
5. Anjurkan pasien untuk istirahat.
3. Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan. (takhikardi,
eskpresi cemas non verbal)
4. Berikan pengobatan untuk menurunkan cemas dengan cara yang tepat.
5. Instruksikan pasien untuk melakukan teknik relaksasi
Post Operasi
Dx 6 : Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah, diskontinuitas jaringan.
NOC : Level Nyeri
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan manejemen nyeri selama 3 x 24 jam
diharapkan tidak ada masalah tentang nyeri dengan skala 4 sehingga nyeri dapat hilang
atau berkurang
Kriteria hasil :
a. Melaporkan nyeri
b. Frekuensi nyeri.
c. Lamanya nyeri
d. Ekspresi wajah terhadap nyeri
Skala : 1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Menejemen Nyeri
Intervensi :
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
2. Ajarkan teknik non farmakologi dengan distraksi / latihan nafas dalam.
3. Berikan analgesik yang sesuai.
4. Observasi reaksi non verbal dari ketidanyamanan.
5. Tingkatkan istirahat pasien.
Dx 7 : Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif.
NOC: Kontrol Infeksi
DAFTAR PUSTAKA
Adams, George L. 1997. BOISE Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta:EGC.
Doengoes, Marilynn D. 1999. Rencana Asuhan Keparawatan. Jakarta:EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta:Media Aeus Calpius.
Ngastiyah. 1997. Perawatan anak Sakit. Jakarta:EGC.
Pracy R, dkk.1985. Pelajaran Ringkasan Telinga hidung Tenggorokan. Jakarta:Gramedia.
Price, Silvia.1995.Patofisiologi Konsep Klinis Proses PenyakitJakarta:EGC.
Wilkinson, Judith.2000.Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria hasil NOC Edisi 7.Jakarta:EGC.
http://www.medicastore.com diakses tanggal 12 Juni 2008.
http://fkui.firmansriyono.org.com diakses tanggal 12 Juni 2008.
http://imammegantara.blogspot.com diakses tanggal 12 Juni 2008.