Está en la página 1de 26

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan ilmu dan kiyat
kepererawatan

yang

berbentukpelayanan

bio-psiko-sosio-spritual

yang

koprehensif serta ditujukan kepada individu, keluarga serta masyarakat baik


sakit

maupun

sehat

yang

mencakup

seluruh

siklus

kehidupan

manusia.pelayanan keperawatan dilakukan dalam upaya paningkatan derajat


kesehatanserta pemeliharaan kesehatan khususnya pada klien dengan
Apendiksitis(Gaffar,2000:1).
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada
kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah
abdomen darurat (Smeltzer, 2001). Apendisitis adalah obstruksi dari usus
buntu yang menyebabkan peradangan, ulserasi dan nekrosis. Jika nekrosis
menyebabkan usus buntu rupture, maka isis usus akan mengalir keruangan
peritoneal, selanjutnya menyebabkan peritonitis. Penyakit usus buntu sering
ditemukan pada pasien berusia antara 10-30 tahun bila terjadi pada usia lebih
tua dari itu, maka kemungkinannya bias sangat serius. (Charlene J. Reeves
dkk. 2001).
Insiden

apendisitis

akut

lebih

tinggi

pada

negara

maju dibandingkan dengan n e g a r a b e r k e m b a n g . Namun dalam tiga


sampai empat dasawarsa terakhir menurun secara bermakna, yaitu 100 kasus
tiap 100.000 populasi mejadi 52 tiap 100.000 populasi. Kejadian ini mungkin

disebabkan oleh perubahan pola makan. Menurut data epidemiologi


apendisitis akut jarang terjadi pada balita, sedangkan meningkat pada
pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal usia
20-an, dan angka ini menurun pada usia menjelang dewasa. Insiden
apendisitis memiliki rasio yang sama antara wanita dan laki-laki
pada masa prapubertas. Sedangkan pada masa remaja dan dewasa muda
rasionya menjadi 3:2.
Pada anak-anak dan dewasa muda terinfeksi sistemik seperti infeksi
pernapasan dapat menyebabkan hyperplasia jaringan limfoid pada appendiks
dimana respon hiperplastik dapat melibatkan lumen appendiks dan mulai
terjadi appendicitis. Rata-rata insiden yaitu 1-2 per 1000 dengan dewasa
muda antara 20-30 tahun. Namun demikian apendisitis dapat menyerang
semua kelompok termasuk lanjut usia. Di AS, insiden appendisitis berkisar
4 tiap 1000 anak dibawah 14 tahun. Walaupun appendisitis dapat terjadi pada
setiap umur, namun puncak insiden terjadi pada umur belasan tahun dan
dewasa muda.
(WHO, 2001).
Dampak lanjut dari apendiksitis adalah perforasi appediks yang dapat
berkembang menjadi peritonitis atau abses apendiks, tromboflebitis supuratif
adalah invasi/perluasan mikroorganisme patogen yang mengikuti aliran darah
disepanjang vena dan cabang-cabangnya yang bersifat akut, abses subfrenikus
merupakan pengumpulan cairan antara diafragma dan hati atau limfa,
obstruksi intestinal dalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang
disebabkan oleh sumbatan mekanik

Peran perawat dalam hal ini seperti sebagai pemberi asuhan


keperawatan, sebagai advokat klien, sebagai educator, sebagai koordinator,
sebagai kolaborator, sebagai konsultan, sebagai pembaharu kita harus terlebih
dahulu mengetahui atau mengenal gejala-gejala dari keluhan klien, setelah itu
kita harus mengumpulkan data dan dapat merumuskan diagnosa keperawatan,
kemudian kita harus memberikan tindakan keperawatan sesuai dengan
masalah yang harus diatasi, selain dilakukan tindakkan kita sebagai perawat
harus memberikan pendidikan kesehatan, memotivasi klien untuk mematuhi
semua pengobatan atau tindakan yang diberikan kepada klien untuk membantu
proses penyembuhan pada klien yang mengalami apendiksitis, memberikan
asuhan keperawatan kepada klien dengan apendiksitis agar dapat dilakukan
penanganan yang tepat, memberikan perawatan, menganjurkan bed rest,
memberikan diet, menganjurkan makanan sedikit serat, mencegah komplikasi
lanjut. Dari uraian di atas, penyakit apendiksitis ini harus ditangani dengan
tepat agar penderita tidak terjadi komplikasi lainnya karena penanganan yang
tidak tepat. Berdasarkan paparan dari fakta inilah maka kami selaku penulis
tertarik untuk membahas kasus mengenai penyakit apendiksitis ini dan sebagai
pemenuhan tugas pada blok pencernaan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang yang dikemukakan diatas, maka dapat
dirumuskan bagaimana penatalaksanaan masalah Asuhan Keperawatan Klien
pada Ny. T dengan Apendiksitis di Ruang Bedah di RSU Raden Mattaher
Jambi.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah mempelajari dan membahas kasus tentang Apendiksitis ini
diharapkan mahasiswa dapat memahami gambaran umum asuhan
keperawatan pada kasus Apendiksitis ini.

2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami konsep Apendiksitis.
b. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian Asuhan Keperawatan
Klien dengan Apendiksitis.
c. Mahasiswa mampu melakukan analisa data pada Ny. T dengan
Apendiksitis di Ruang Bedah di RSU Raden Mattaher Jambi.
d. Mahasiswa mampu membuat Diagnosa Keperawatan Klien pada
Ny. T dengan Apendiksitis di Ruang Bedah di RSU Raden
Mattaher Jambi.
e. Mahasiswa mampu menyusun rencana Asuhan Keperawatan Klien
pada Ny. T dengan Apendiksitis di Ruang Bedah di RSU Raden
Mattaher Jambi.
f. Mahasiswa

mampu

melaksanakan

implementasi pada Ny. T

dengan Apendiksitis di Ruang Bedah di RSU Raden Mattaher


Jambi.
g. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi pada Ny. T dengan
Apendiksitis di Ruang Bedah di RSU Raden Mattaher Jambi.

h. Mahasiswa

mampu

membuat

pendokumentasian

tindakan

keperawatan yang telah dilakukan pada Ny. T dengan Apendiksitis


di Ruang Bedah di RSU Raden Mattaher Jambi.

D. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
a. Mahasiswa mendapatkan pemahaman tentang penyakit Apendiksitis.
b. Mahasiswa mendapatkan pemahaman tentang asuhan keperawatan
pada penyakit Apendiksitis.
2. Bagi Akademik
Akademik

dapat

memotivasi

mahasiswa

tentang

penyakit

Apendiksitis melalui proses pembelajaran dan praktek di lapangan.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Anatomi dan Fisiologi Apendiks


Menurut Suratun, 2010, anatomi dan fisiologi apendiks adalah :
Appendix adalah suatu pipa tertutup yang sempit yang melekat pada secum
(bagian awal dari colon). Bentuknya seperti cacing putih. Secara anatomi
appendix sering disebut juga dengan appendix vermiformis atau umbai cacing.
Appendix terletak di bagian kanan bawah dari abdomen. Tepatnya di
ileosecum dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli. Muara appendix
berada di sebelah postero-medial secum.Dari topografi anatomi, letak pangkal
appendix berada pada titik Mc.Burney, yaitu titik pada garis antara umbilicus
dan

SIAS

kanan

yang

berjarak

1/3

dari

SIAS

kanan.

Seperti halnya pada bagian usus yang lain, appendix juga mempunyai
mesenterium. Mesenterium ini berupa selapis membran yang melekatkan
appendix pada struktur lain pada abdomen. Kedudukan ini memungkinkan
appendix dapat bergerak. Selanjutnya ukuran appendix dapat lebih panjang
daripada normal. Gabungan dari luasnya mesenterium dengan appendix yang
panjang menyebabkan appendix bergerak masuk ke pelvis (antara organ-organ
pelvis pada wanita). Hal ini juga dapat menyebabkan appendix bergerak ke
belakang

colon

yang

disebut

appendix

retrocolic

Appendix dipersarafi oleh saraf parasimpatis dan simpatis. Persarafan


parasimpatis berasal dari cabang n. vagus yang mengikuti a. mesenterica
superior dan a. appendicularis. Sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.
thoracalis X. Karena itu nyeri viseral pada appendicitis bermula disekitar

umbilicus.Vaskularisasinya

berasal

dari

a.appendicularis

cabang

dari

a.ileocolica, cabang dari a. mesenterica superior


Fungsi appendix pada manusia belum diketahui secara pasti. Diduga
berhubungan dengan sistem kekebalan tubuh. Lapisan dalam appendix
menghasilkan lendir. Lendir ini secara normal dialirkan ke appendix dan
secum. Hambatan aliran lendir di muara appendix berperan pada patogenesis
appendicitis. Appendiks menghasilkan lendir 1 2 ml perhari yang bersifat
basa mengandung amilase, erepsin dan musin. Lendir itu secara normal
dicurahkan ke dalam bumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan
aliran lendir di muara appendiks berperan pada patofisiologi appendiks.
Imunoglobulin sekretor yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated
Lymphoid Tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk
appendiks, ialah Ig A. Imunglobulin itu sangat efektif sebagai perlindungan
terhadap infeksi tapi pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem
Imunoglobulin tubuh sebab jaringan limfe kecil sekali jika dibandingkan
dengan jumlah disaluran cerna dan seluruh tubuh.

B. Definisi
Ada beberapa pengertian mengenai apendiksitis, yaitu :
1. Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada
kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk
bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).

2. Apendisitis adalah obstruksi dari usus buntu yang menyebabkan


peradangan, ulserasi dan nekrosis. Jika nekrosis menyebabkan usus buntu
rupture, maka isis usus akan mengalir keruangan peritoneal, selanjutnya
menyebabkan peritonitis. Penyakit usus buntu sering ditemukan pada
pasien berusia antara 10-30 tahun bila terjadi pada usia lebih tua dari itu,
maka kemungkinannya bias sangat serius. (Charlene J. Reeves dkk.
2001).
3. Apendiksitis adalah peradangan apendiks yang mengenai semua lapisan
dinding organ tersebut yang disebabkan oleh agen infeksi (Price, 2006).

C. Epidemiologi
Insiden

apendisitis

akut

lebih

tinggi

pada

negara

maju dibandingkan dengan n e g a r a b e r k e m b a n g . Namun dalam tiga


sampai empat dasawarsa terakhir menurun secara bermakna, yaitu 100 kasus
tiap 100.000 populasi mejadi 52 tiap 100.000 populasi. Kejadian ini mungkin
disebabkan oleh perubahan pola makan. Menurut data epidemiologi
apendisitis akut jarang terjadi pada balita, sedangkan meningkat pada
pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal usia
20-an, dan angka ini menurun pada usia menjelang dewasa. Insiden
apendisitis memiliki rasio yang sama antara wanita dan laki-laki
pada masa prapubertas. Sedangkan pada masa remaja dan dewasa muda
rasionya menjadi 3:2.
Pada anak-anak dan dewasa muda terinfeksi sistemik seperti infeksi
pernapasan dapat menyebabkan hyperplasia jaringan limfoid pada appendiks
dimana respon hiperplastik dapat melibatkan lumen appendiks dan mulai

terjadi appendicitis. Rata-rata insiden yaitu 1-2 per 1000 dengan dewasa
muda antara 20-30 tahun. Namun demikian apendisitis dapat menyerang
semua kelompok termasuk lanjut usia.
Di AS, insiden appendisitis berkisar 4 tiap 1000 anak dibawah 14
tahun. Walaupun appendisitis dapat terjadi pada setiap umur, namun puncak
insiden terjadi pada umur belasan tahun dan dewasa muda.
(WHO, 2001).

D. Etiologi
Menurut Price dan Wilson, 2006, apendisitis merupakan infeksi
bakteri yang disebabkan oleh obstruksi atau penyumbatan akibat :
1.
2.
3.
4.
5.

Hiperplasia dari folikel limfoid


Adanya fekalit dalam lumen appendiks.
Tumor appendiks
Adanya benda asing seperti cacing askariasis
Erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E. Histilitica.
Penyebabnya hampir selalu akibat obstruksi lumen appendix oleh

apendikolit, fekalomas (tinja yang mengeras), parasit (biasanya cacing


ascaris), benda asing, karsinoid, jaringan parut, mukus, dan lain-lain.

E. Klasifikasi
1. Apendisitis akut

Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks.


Apendisitis akut pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya
akan diikuti oleh proses infeksi dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
a. Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
b. Fekalit
c. Benda asing
d. Tumor.
2. Appendicitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema
menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan
menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema
pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam
dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi
suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan
mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat
eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal
seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan
nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi
pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.

3. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi
semua syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu,

10

radang kronik apendiks secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan


menghilang satelah apendektomi.
Kriteria

mikroskopik

apendiksitis

kronik

adalah

fibrosis

menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks,


adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi
kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen.
4. Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan
nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi
dan hasil patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila
serangn apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis
tidak perna kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan
parut. Resiko untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens
apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang diperiksa
secara patologik.
Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena
sering penderita datang dalam serangan akut.
5. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi
musin akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya
berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa
infeksi.

Walaupun

jarang,mukokel

dapat

disebabkan

oleh

suatu

kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas.

11

Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak


enak di perut kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio
iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis
akut. Pengobatannya adalah apendiktomi.
6. Tumor Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang
didiagnosis prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan
patologi atas spesimen apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis
akut. Sindrom karsinoid berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada
muka, sesak napas karena spasme bronkus, dan diare ynag hanya
ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid perut. Sel tumor
memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa
memberikan residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai
radikal. Bila spesimen patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan
pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal atau
hemikolektomi kanan.

F. Patofisiologi
Apendiksitis biasa disebabkan oleh adanya penyumbatan lumen
apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena
fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Feses yang
terperangkap dalam lumen apendiks akan menyebabkan obstruksi dan akan
mengalami penyerapan air dan terbentuklah fekolit yang akhirnya sebagai

12

kausa sumbatan. Obstruksi yang terjadi tersebut menyebabkan mukus yang


diproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mukus semakin
banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan
sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen.
Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan
edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukus. Pada saat ini terjadi
apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Sumbatan
menyebabkan nyeri sekitar umbilicus dan epigastrium, nausea, muntah. invasi
kuman E Coli dan spesibakteroides dari lumen ke lapisan mukosa,
submukosa, lapisan muskularisa, dan akhirnya ke peritoneum parietalis
terjadilah peritonitis lokal kanan bawah.Suhu tubuh mulai naik.Bila sekresi
mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat
sehingga menimbulkan nyeri di area kanan bawah. Keadaan ini yang
kemudian disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark diding
apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh pecah, akan menyebabkan
apendisitis perforasi.
Bila proses tersebut berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal
yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut akan
menyebabkan abses atau bahkan menghilang.

13

Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih


panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan demikian ditambah dengan
daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi.
Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan
pembuluh darah.
(Suratun, 2010)

14

G. WOC
Hiperplasia folikel limfoid

Obstruksi oleh fekalit

Striktura pada usus

Infeksi bakteri

Obstruksi apendiks
Apendiksitis
Infeksi bakteri dan ulserasi

MK : Risiko infeksi

Penekanan dinding apendiks

Berisi nanah

Edema dinding apendiks

Gangguan aliran vena

Gangguan aliran arteri

Merangsang nervus X

Peradangan ke

Suplai O2 dalam apendiks menurun

Mual, muntah

Peritoneum setempat

Ganggrenosa pecah

Kurangnya intake nutrisi

Distensi apendiksitis

Perforasi apendiks

MK : Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh

MK : Nyeri

MK : Kekurangan
volume cairan

Sumber: Suratun, 2010

15

H. Manifestasi Klinis
Menurut (Suratun, 2010), manifestasi klinis dari apendiksitis adalah :
1. Mual dan muntah dengan anoreksia.
2. Demam.
3. Pada inspeksi, klien tampak gelisah, tampak meringis, konjungtiva
anemis, mukosa bibir tampak kering.
4. Pada palpasi :
a. Nyeri tekan positif pada titik Mc. Burney. Didapatkan nyeri tekan
kuadran kanan bawah.
b. Nyeri lepas positif pada rangsangan peritoneum.
c. Rovsing sign positif pada penekanan perut sebelah kiri, nyeri
dirasakan pada sebelah kanan.
5. Rectal toucher/colok dubur. Nyeri tekan arah jarum jam 9-12.

I. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang pada kasus apendisitis berupa uji laboratorium
dan diagnostik, antara lain :
1. Hitung darah lengkap (complete blood count, CBC)
Biasanya ditemukan leukositosis (lebih dari 10.000 sel darah putih per
mm3) dengan pergeseran ke kiri jika apendiks menjadi ganggrenosa atau
ruptur
2. Urinalisis
Pemeriksaan ini dibutuhkan untuk menyingkirkan infeksi saluran kemih,
dan adanya keton digunakan sebagai penanda penyakit.
3. Pemeriksaan foto abdomen
Saat dilakukan pemeriksaan sinar-X abdomen, kurang dari 25% kasus
akan memperlihatkan fekalit yang berkalsifikasi.

Hasil pemeriksaan

sinar-X lain yang didapatkan meskipun tidak spesifik antara lain


penurunan pola gas, batas udara-cairan, pengaburan bayangan psoas,

16

obliterasi tanda bantalan lemak, dan lengkungan skoliotik kea rah kanan.
(Schwartz, 2004)
4. Ultrasonografi
Pada pemeriksaan ini dapat ditemukan fekalit tidak berkalsifikasi,
apendiks tidak berperforasi, serta abses apendiks.
(Monita, 2009)

J. Komplikasi
Menurut Suratun, 2010, komplikasi dari apendiksitis adalah :
1.

Komplikasi utama adalah perforasi appediks yang dapat


berkembang menjadi peritonitis atau abses apendiks

2.

Tromboflebitis supuratif adalah invasi/perluasan mikroorganisme


patogen yang mengikuti aliran darah disepanjang vena dan cabangcabangnya yang bersifat akut.

3.

Abses

subfrenikus

merupakan

pengumpulan

cairan

antara

diafragma dan hati atau limfa.


4.

Obstruksi intestinal dalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus


yang disebabkan oleh sumbatan mekanik

K. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan apendiksitis menurur Mansjoer, 2000 :
1. Sebelum operasi
a.

Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi

b.

Pemasangan kateter untuk control produksi urin.

c.

Rehidrasi

17

d.

Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara


intravena.

e.

Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil,


largaktil untuk membuka pembuluh pembuluh darah perifer
diberikan setelah rehidrasi tercapai.

f.

Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.

2. Operasi
a.

Apendiktomi.

b.

Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas,maka


abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.

c.

Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV,massanya mungkin


mengecil,atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka
waktu beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan
operasi elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.

3. Pasca operasi
a.

Observasi TTV.

b.

Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi


cairan lambung dapat dicegah.

c.

Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.

d.

Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan,


selama pasien dipuasakan.

e.

Bila tindakan operasilebih besar, misalnya pada perforasi, puasa


dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal.

18

Berikan minum mulai15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan

f.

menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan


hari berikutnya diberikan makanan lunak.
Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di

g.

tempat tidur selama 2x30 menit.


h.

Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.

i.

Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.

L. Prognosis
Mortalitas adalah 0.1% jika appendicitis akut tidak pecah dan 15% jika
pecah pada atau emboli paru orangtua. Kematian biasanya berasal dari sepsis
aspirasi; prognosis membaik dengan diagnosis dini sebelum rupture dan
antibiotic yang lebih baik. Morbiditas meningkat dengan rupture dan usia tua.
Komplikasi dini adalah sepsis. Infeksi luka membutuhkan pembukaan kembali
insisi kulit yang merupakan predisposisi terjadinya robekan. Abses
intraabdomen dapat terjadi dari kontaminasi peritonealis setelah gangren dan
perforasi. Fistula fekalis timbul dari nekrosis suatu bagian dari seccum oleh
abses atau kontriksi dari jahitan kantong. Obstruksi usus dapat terjadi dengan
abses lokulasi dan pembentukan adhesi. Komplikasi lanjut meliputi
pembentukan

adhesi

dengan

obstruksi

mekanis

dan

hernia.

Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan


morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan
meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan
berulang dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat.

19

M. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas
Di dalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat,
pendidikan, no. Registerasi, status perkawinan, agama, pekerjaan,
tinggi badan, berat badan, tanggal MR.
b. Keluhan utama
Klien mengeluh nyeri atau rasa tidak enak disekitar titik
McBurney disertai anoreksia, mual, dan muntah.
c. Riwayat Penyakit
Pasien datang ke RS dengan keluhan nyeri perut kanan bawah
disertai muntah, nyeri ulu hati dan panas badan.
d. Riwayat penyakit dahulu
Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami sakit apendisitis.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Anggota keluarga tidak ada yang menderita penyakit tersebut.
f. Riwayat Psikososial
Psikologis pasien terganggu, karena pengaruh dari penyakit
yang diderita.
g. Pola-Pola Fungsi Kesehatan (Riwayat bio-psiko-sosial-spiritual)
1) Pola persepsi dan pengetahuan
Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan
mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama
sakit, Keluarga mengatakan saat masuk RS px hanya mampu
menghabiskan porsi makanan, Saat pengkajian keluarga
mengatakan px sedikit minum, sehingga diperlukan terapi cairan
intravena.
3) Pola eliminasi

20

Mengkaji pola BAK dan BAB px


4) Pola aktifitas dan latihan
Pasien terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan
fisik, tetapi px mampu untuk duduk, berpindah, berdiri dan
berjalan.
5) Pola istirahat
Px mengatakan tidak dapat tidur dengan nyenyak, pikiran
kacau, terus gelisah.
6) Pola kognitf dan perseptual (sensoris)
Adanya

kondisi

kesehatan

mempengaruhi

terhadap

hubungan interpersonal dan peran serta mengalami tambahan


dalam

menjalankan

perannya

selama

sakit,

px

mampu

memberikan penjelasan tentang keadaan yang dialaminya.


7) Pola persepsi dan konsep diri
Pola emosional px sedikit terganggu karena pikiran kacau
dan sulit tidur.
8) Peran dan tanggung jawab
Keluarga ikut berperan aktif dalam menjaga kesehatan fisik
pasien.
9) Pola reproduksi dan sexual
Mengkaji perilaku dan pola seksual pada px
10) Pola penanggulangan stress

21

Stres timbul akibat pasien tidak efektif dalam mengatasi


masalah penyakitnya, px merasakan pikirannya kacau. Keluarga
px cukup perhatian selama pasien dirawat di rumah sakit.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
12) Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan
menjadi cemas dan takut, serta kebiasaan ibadahnya akan
terganggu, dimana px dan keluarga percaya bahwa masalah px
murni masalah medis dan menyerahkan seluruh pengobatan pada
petugas kesehatan.
h. Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breathing)
: Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
2) B2 (Blood)
: Sirkulasi : Klien mungkin takikardia.
3) B3 (Brain)
: Ada perasaan takut. Penampilan yang tidak
tenang. Data psikologis Klien Nampak gelisah.
4) B4 (Bladder)
: Konstipasi pada awitan awal, diare kadang
Kadang.
5) B5 (Bowel)
: Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas,
kekakuan, penurunan atau tidak ada bising
usus. Nyeri/kenyamanan nyeri abdomen
sekitar epigastrium dan umbilicus, Berat
badan sebagai indikator untuk menentukan
6) B6 (Bone)

pemberian obat.
: Nyeri pada kuadran kanan bawah karena
posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan distensi apendiks.
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perforasi apendiks.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kurangnya intake nutrisi.
d. Risiko infeksi berhubungan dengan peradangan apendiks.
(Doengoes, 2000).

22

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

NO
1.

DIAGNOSA
Nyeri berhubungan dengan
distensi apendiks.

TUJUAN

INTERVENSI

dilakukan Mandiri :
1. Kaji dan catat kualitas, lokasi dan
tindakan keperawatan
durasi nyeri. Gunakan skala nyeri
selama 3 x 24 jam
dengan pasien dari 0 (tidak ada nyeri)
diharapkan
nyeri
10 (nyeri paling buruk).
berkurang dengan
2. Observasi tanda-tanda vital
KH :
Klien
3. Ajarkan dan bantu pasien
mengatakan

RASIONAL

Setelah

rasa

nyeri

4. teknik relaksasi dan distraksi


berkurang
Klien
mampu 5. Bantu posisi pasien untuk kenyamanan
melakukan

1. Berguna dalam pengawasan keefektifan


obat,dan membedakan karakteristik nyeri.
Perubahan pada karakteristik nyeri
menunjukan terjadinya abses atau peritonitis
2. Dengan mengobservasi TTV dapat diketahui
tingkat perkembangan pasien
3. Meningkatkan relaksasi dan meningkatkan
kemampuan koping pasien
4. Mengurangi rasa nyeri
5. Menurunkan ketidaknyamanan pada
peristaltic usus dini dan iritasi gaster/muntah
6. Mengurangi rasa nyeri

optimal
7. Untuk mengurangi nyeri.
6. Pertahankan pasien puasa sebelum

metode
pengalihan.

pembedahan
7. Kolaborasi : pemberian analgetik

2.

Kekurangan volume cairan Setelah

dilakukan 1. Kontrol TTV terhadap peningkatan

1. Tanda yang membantu mengindentifikasi


23

berhubungan

dengan tindakan

perforasi apendiks.

keperawatan

selama 3 x 24 jam,
diharapkan
keseimbangan

suhu, peningkatan frekwensi nadi,

volume intravascular

hipotensi tiap 4 jam


2. Auskultasi bising usus, catat

cairan

kelancaran flastus dan gerakan usus

2. Indikator

kembalinya

peristaltic,kesiapan

adekuat dengan KH:


3. Pasang infus dan pipa lambung sesuai
untuk pemasukan peroral
Intake
dan
dengan program medik
3. Mempertahankan volume sirkulasi dan
output
4. Kontrol cairan keluar dan masuk
memperbaiki ketidakseimbangan
seimbang.
4. Memberikan
informasi
tentang
status
Membran
5. Berikan sejumlah kecil minuman dan

mukosa
lembab.
CRT < 3 detik.

3.

lanjutkan dengan diet sesuai toleransi

cairan/volume sirkulasi dan kebutuhan


5. Menurunkan

iritasi

gaster/muntah

untuk

meminimalkan kehilangan cairan

Perubahan nutrisi kurang dari Setelah


kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
kurangnya intake nutrisi.

dilakukan Mandiri :
1. Kaji abdomen,catat adanya karakter 1. Distensi abdomen, dan atoni usus sering
tindakan keperawatan
bising usus,distensi abdomen dan
terjadi mengakibatkan hilangnya atau
selama 3 x 24 jam,
keluhan mual.
menurunnya bising usus.
diharapkan
2. Berikan
makanan
yang
tidak 2. Mencegah iritasi usus dan distensi abdomen.
keseimbangan

cairan

merangsang

(pedas,

asam,

dan
3. Mencegah terjadinya iritasi usus dan perforasi

adekuat dengan KH :

mengandung gas).
3. Berikan makanan lunak selama fase
24

Klien mengatakan

akut.
4. Berikan perawatan oral

mual dan muntah


berkurang

atau

hilang.
Klien mengatakan

usus.
4. Menurunkan
inflamasi

5. Berikan makanan dalam porsi kecil


tapi sering.

rangsangan
membran

muntah

mukosa

dan
kering

sehubungan dengan dehidrasi.


5. Mencegah rangsangan mual.

sudah tidak ada Kolaborasi :


6. Berikan antiemetik sesuai program
6. Untuk
mengontrol
mual
sehingga
lemas
medik.
Nafsu makan
7. Berikan nutrisi parenteral sesuai
meningkatkan masukan makanan.
7.
Untuk mengistirahatkan gastrointestinal.
meningkat.
program medik, jika pemberian
makanan oral tidak dapat diberikan.
4.

Risiko infeksi berhubungan

Setelah

dilakukan 1. Anjurkan keluarga untuk menjaga

dengan peradangan apendiks. tindakan keperawatan

kebersihan luka bekas operasi pasien


2. Tingkatkan cuci tangan yang baik
selama
3x24
jam 3. Kaji tanda-tanda infeksi
4. Batasi prosedur invasive atau gunakan
diharapkan
infeksi
teknik septik aseptik dalam melakukan
tidak terjadi dengan
KH :
tindakan
Kulit
klien 5. Pantau TTV
Kolaborasi :
tidak memerah. 6. Berikan antibiotik
Tidak
ada

1. Mencegah berkembangnya kuman penyakit


2. Melindungi pasien dari infeksi
3. Untuk mengetahui secara dini adanya infeksi
4. Mencegah kontaminasi kuman pada luka
operasi
5. Peningkatan nadi dan suhu tubuh
mengindikasikan terjadinya infeksi
6. Menghambat tumbuh kembangnya kuman

25

pembengkakan.
(Doengoes, 2000).

26

También podría gustarte