Está en la página 1de 7

Makna,Fungsi dan Peranan al-quran

Makna
Al-quran berasal dari kata kerja qara yang berarti mengumpulkan atau
menghimpun, dan qirah yang berarti menghimpun huruf-huruf dan kata-kata satu dengan
yang lain dalam suatu ucapan yang tersusun rapi.
Menurut istilah, Al-Qur'an adalah kitab suci umat islam yang berisi firman-firman
Allah SWT yang diwahyukan dalam bahasa Arab kepada rasul/nabi terakhir Nabi
Muhammad SAW, yang membacanya adalah ibadah.
Dengan menggabungkan antara arti bacaan dan himpunan atau kumpulan, dalam
menelusuri makna kalimat Al-Qur'an, bisa dapatakan titik temu, bahwa ketika seorang
membaca Al-Qur'an, ia telah mengumpulkan huruf-huruf kalimat dalam suatu rangkaian yang
utuh, lalu melafalkannya dengan lisanya, dalam bentuk kalimat atau kata yang sempurna,
sehingga enak didengarnya, nampak menjadi sebuah bangunan yang kuat saling mendukung,
tak tergoyahkan. Dari membaca akan lahir pemahaman. Dari pemahaman akan lahir amal.
Dengan demikian peranan nampak bahwa membaca merupakan urutan pertama dalam
membangun ilmu pengetahuan, dan selanjutnya untuk membangun sebuah peradaban.
Fungsi dan peranan al-quran
Al-Quran adalah wahyu dari Allah (QS 7:2) yang berfungsi sebagai mukjizat bagi
Rasulullah Muhammad saw. (QS 17:88; QS 10:38) sebagai pedoman hidup bagi setiap
Muslim (QS 4:105; QS 5:49-50; QS 45:20) dan sebagai korekter atau penyempurna terhadap
kitab-kitab yang pernah Allah Swt. turunkan sebelumnya (QS 5:48,15; QS 16:64), dan
bernilai abadi atau berlaku sepanjang zaman. (i)
Berdasarkan definisi atau pengertian tersebut, setidaknya ada tiga fungsi atau peranan
Al-Quran yang sangat penting untuk dipahami seorang Muslim, yaitu (1) sebagai mukjizat;
(2) sebagai pedoman hidup; (3) sebagai korektor.
Al-Quran sebagai Mukjizat

Al-Israa ayat 88. Katakanlah: Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk
membuat yang serupa Al-Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa
dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain.

Yunus ayat 38 Atau (patutkah) mereka mengatakan Muhammad membuat-buatnya.


Katakanlah: (Kalau benar yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat
seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya)
selain Allah, jika kamu orang yang benar.
Dalam bahasa Arab, mukjizat berasal dari kata ajz yang berarti lemah, kebalikan dari
qudrah (kuasa). Sedangkan ijaz berarti membuktikan kelemahan. Mujiz adalah sesuatu yang
melemahkan atau membuat yang lain menjadi lemah, tidak berdaya. Setiap mukzijat biasanya
turun untuk memberikan tantangan bagi situasi zaman itu. Ketika pada zaman Nabi Musa
para tukang sihir sangat berkuasa dan mereka mencapai puncak kemampuannya dalam ilmu
sihir, Nabi Musa datang dengan membawa mukjizat yang mampu melumpuhkan tipu daya
para tukang sihir tersebut. Bukankah mukjizat berarti yang melumpuhkan atau yang membuat
lemah? Rasulullah saw. pun hadir pada suatu zaman ketika sastra Arab mencapai puncak
ketinggiannya. Beliau datang dengan Al-Quran yang memiliki gaya bahasa tingkat tinggi
yang mampu melumpuhkan seluruh penyair yang ada pada zaman itu. (ii)
Syaikh Muhammad Abduh dalam kitabnya Rislah at-Tauhd mengungkapkan
bagaimana ketinggian dan kemajuan bahasa dan sastra Arab ketika Al-Quran turun dan
bagaimana Al-Quran mengalahkan semua keunggulan tersebut, Al-Quran diturunkan pada
suatu masa di mana para ahli riwayat telah sepakat bahwa masa itu adalah masa yang sangat
gemilang ditinjau dari segi bahasa. Pada masa itu ada banyak sekali ahli sastra dan ahli
retorika (pidato). Kemudian ia menuliskan tentang tantangan Al-Quran terhadap para ahli
pidato tersebut, Benarlah bahwa Al-Quran itu suatu mukjizat. Telah berlalu masa yang
panjang, generasi datang silih berganti, dan tantangan Al-Quran tetap berlaku, akan tetapi
tidak seorang pun yang dapat menjawab tantangan tersebut. Semua kembali dengan tangan
hampa karena lemah dan tiada berdaya. (iii)

Keindahan gaya bahasa Al-Quran dan kerapihan susunan katanya tidak dapat ditemukan pada
buku-buku bahasa Arab apa pun pada masa itu dan masa sesudahnya. Itulah mengapa, AlQuran menjadi salah satu sebab terpenting bagi masuknya orang-orang pada masa Rasulullah
saw. dan setelahnya ke dalam Islam, serta menjadi sumber hidayah bagi orang-orang pada
masa sekarang dan masa yang akan datang. Umar bin Khathab masuk Islam setelah
mendengar Al-Quran awal surat Thh yang dibaca oleh adiknya Fathimah. Abul Walid,
diplomat Quraisy waktu itu, terpaksa cepat-cepat pulang begitu mendengar beberapa ayat dari
surat Fushshilat yang dikemukakan Rasulullah saw. sebagai jawaban atas usaha-usaha
bujukan dan diplomasinya. Bahkan, seorang Abu Jahal pun, orang yang paling memusuhi
Rasulullah saw., sampai tidak jadi membunuh Nabi karena mendengar surat Adh-Dhuha yang
dibacakan oleh beliau. (iv)
Selain keindahan gaya bahasanya, ada petunjuk-petujuk sangat jelas lainnya yang
memperlihatkan bahwa Al-Quran datang dari Allah Swt. dengan segala kemukjizatannya.
Ayat-ayat yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan misalnya, dapat meyakinkan setiap
orang yang mau berpikir bahwa Al-Quran adalah firman-firman Allah Swt., tidak mungkin
ciptaan manusia apalagi ciptaan Nabi Muhammad saw. yang ummi (QS 7:158) yang hidup
pada awal abad keenam Masehi (571-632 M). Di antara ayat-ayat tersebut umpamanya: QS
39:6; QS 6:125; QS 23:12,13,14; QS 51:49; QS 41:11-41; QS 21:30-33; QS 51:7,49, dan
lain-lain. (v)
Ada pula ayat-ayat yang berhubungan dengan sejarah seperti tentang kekuasaan di
Mesir, Negeri Saba. Tsamud, Aad, Nabi Adam, Nabi Yusuf, Nabi Dawud, Nabi Sulaiman,
Nabi Musa, dan sebagainya. Ayat-ayat ini dapat memberikan keyakinan kepada kita bahwa
Al-Quran adalah wahyu Allah bukan ciptaan manusia. Ayat-ayat yang berhubungan dengan
ramalan-ramalan khusus yang kemudian dibuktikan oleh sejarah seperti tentang bangsa
Romawi, berpecah-belahnya Kristen, dan lain-lain juga menjadi bukti lagi kepada kita bahwa
Al-Quran adalah wahyu dari Allah Swt. yang disampaikan melalui lisan utusan-Nya. (QS
30:2,3,4; QS 5:14). (vi)

Al-Quran sebagai Pedoman Hidup

An-Nisaa ayat 105. Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan
membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah
wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah),
karena (membela) orang-orang yang khianat

Al-Maidah ayat 49. dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa
yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhatihatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa
yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah
diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan
menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan
sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.
Sebagai pedoman hidup, Al-Quran banyak mengemukakan pokok-pokok serta
prinsip-prinsip umum pengaturan hidup dalam hubungan antara manusia dengan Allah dan
mahluk lainnya. Di dalamnya terdapat peraturan-peraturan seperti: beribadah langsung
kepada Allah Swt. (QS 2:43,183,184,196,197; QS 11:114), berkeluarga (QS 4:3,
4,15,19,20,25; QS 2:221; QS 24:32; QS 60:10,11), bermasyarakat (QS 4:58; QS 49:10,13;
QS 23:52; QS 8:46; QS 2:143), berdagang (QS 2:275,276,280; QS 4:29), utang-piutang (QS
2:282), kewarisan (QS 2:180; QS 4:7-12,176; QS 5:106), pendidikan dan pengajaran (QS
3:159; QS 4:9,63; QS 31:13-19; QS 26:39,40), pidana (QS 2:178; QS 4:92,93; QS 5:38; QS
10:27; QS 17:33; QS 26:40), dan aspek-aspek kehidupan lainnya yang oleh Allah Swt.

dijamin dapat berlaku dan dapat sesuai pada setiap tempat dan setiap waktu (QS 7:158; QS
34:28; QS 21:107). (vii)
Setiap Muslim diperintahkan untuk melakukan seluruh tata nilai tersebut dalam
kehidupannya (QS 2:208; QS 6:153; QS 9:51). Sikap memilih sebagian dan menolak
sebagian tata nilai itu dipandang Al-Quran sebagai bentuk pelanggaran dan dosa (QS 33:36).
Melaksanakannya dinilai ibadah (QS 4:69; QS 24:52; QS 33:71), memperjuangkannya dinilai
sebagai perjuangan suci (QS 61:10-13; 9:41), mati karenanya dinilai sebagai mati syahid (QS
3:157,169), hijrah karena memperjuangkannya dinilai sebagai pengabdian yang tinggi (QS
4:100, QS 3:195), dan tidak mau melaksanakannya dinilai sebagai zalim, fasiq, dan kafir (QS
5:44,45,47). (viii)
Al-Quran sebagai Korektor

Al-Maidah ayat 48. Dan Kami telah turunkan kepadamu Al-Quran dengan membawa
kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan
sebelumnya) dan batu ujian [421] terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah
perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat
diantara kamu [422], Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah
menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji
kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.
Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa
yang telah kamu perselisihkan itu.

Sebagai korektor, Al-Quran banyak mengungkapkan persoalan-persoalan yang


dibahas oleh kitab-kitab suci sebelumnya, semacam Taurat dan Injil yang dinilai tidak lagi
sesuai dengan ajaran yang telah diturunkan oleh Allah Swt. Ketidaksesuaian tersebut
menyangkut sejarah orang-orang tertentu, hukum-hukum, prinsip-prinsip ketuhanan, dan
sebagainya. (ix)
Ada beberapa contoh koreksian yang diungkapkan oleh Al-Quran terhadap kitab-kitab
terdahulu tersebut, antara lain:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Tentang ajaran Trinitas (QS 5:73)


Tentang Nabi Isa (QS 3:49,59; QS 5:72,76)
Tentang peristiwa penyaliban Nabi Isa (4:157-158)
Tentang Nabi Luth (QS 29:28-30; QS 7:80-84) perhatikan (Genesis, 19:33-36)
Tentang Nabi Harun (QS 20:90-94) perhatikan (Keluaran, 37:2-4)
Tentang Nabi Sulaiman (QS 2:102; QS 27:15-44) perhatikan (Raja-Raja, 21:4-5)
dan sebagainya. (x)
Footnotes:

Catatan Kaki:
(i)
hlm.8

Miftah Faridl, Pokok-Pokok Ajaran Islam (Bandung: Pustaka Salman, 1982),

(ii)
Jalaluddin Rakhmat, Mukjizat Al-Quran dalam At-Tanwir, No. 289, Edisi
Oktober 2007 (Bandung: Yayasan Muthahhari), hlm.5.
(iii)
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya (Bandung:
Gema Risalah Press, 1992), hlm.107-108.
(iv)

Miftah Faridl, op.cit., hlm.9

(v)

Miftah Faridl, op.cit., hlm.9

(vi)

Miftah Faridl, op.cit., hlm.9

(vii)

Miftah Faridl, op.cit., hlm.10

(viii)

Miftah Faridl, op.cit., hlm.10

(ix)

Miftah Faridl, op.cit., hlm.11

(x)

Miftah Faridl, op.cit., hlm.11

También podría gustarte