Está en la página 1de 17

INFEKSI LEHER DALAM

Pembimbing :
Dr. H.Zahari, Sp. THT-KL

Disusun oleh :
Devrina Maris (13174006)
M. Fadli Hartanu (13174111)
Nanda Putri Humaira (09171015)

DEFINISI
Infeksi

leher dalam
suatu proses infeksi
yang terjadi di dalam ruang potensial di antara
fasia leher dalam sebagai akibat penjalaran dari
berbagai sumber infeksi, seperti gigi, mulut,
tenggorok, sinus paranasal, telinga dan leher
yang dapat menimbulkan abses leher dalam.

RUANG POTENSIAL LEHER

Ruang potensial leher dalam dibagi menjadi ruang yang melibatkan daerah
sepanjang leher, ruang suprahioid dan ruang infrahioid.

Ruang yang melibatkan sepanjang leher terdiri dari:

ruang retrofaring

ruang bahaya (danger space)

ruang prevertebra.

Ruang suprahioid terdiri dari:

ruang submandibula

ruang parafaring

ruang parotis

ruang mastikator

ruang peritonsil

ruang temporalis.

EPIDEMIOLOGI

Yang dkk, pada 100 kasus abses leher dalam yang diteliti April
2001 sampai Oktober 2006 mendapatkan perbandingan antara
laki-laki dan perempuan 3:2. Lokasi abses lebih dari satu ruang
potensial 29%. Abses submandibula 35%, parafaring 20%,
mastikator 13%, peritonsil 9%, sublingual 7%, parotis 3%, infra
hyoid 26%, retrofaring 13%, ruang karotis 11%.

ETIOLOGI
Penyebab

Jumlah

Gigi

77

43

Penyalahgunaan obat suntik

21

12

Faringotonsilitis
Fraktur mandibula

12

6,7

10

5,6

Infeksi kulit

5,1

Tuberculosis

5,1

Benda asing

3,9

Peritonsil abses

3,4

Trauma

3,4

Sialolitiasis

2,8

Parotis

1,7

Lain-lain

10

5,6

Tidak diketahui

35

Gambar Berbagai lokasi infeksi leher dalam; A. abses peritonsilar dan retrofaring, B. abses paravertebral, C. abses parafaring

PATOGENESIS

Pembentukan abses merupakan hasil perkembangan dari


flora normal dalam tubuh. Flora normal dapat tumbuh dan
mencapai daerah steril dari tubuh baik secara perluasan
langsung maupun melalui laserasi atau perforasi.
Berdasarkan kekhasan flora normal yang ada di bagian
tubuh tertentu, maka kuman dari abses yang terbentuk
dapat diprediksi berdasar lokasinya. Sebagian besar abses
leher dalam disebabkan oleh campuran berbagai kuman,
baik kuman aerob, anaerob, maupun fakultatif anaerob.

KLASIFIKASI
1.Abses peritonsil
Abses peritonsil merupakan kumpulan pus yang terlokalisir pada
jaringan peritonsillar yang terbentuk sebagai hasil dari suppurative
tonsillitis.
Selain gejala dan tanda tonsilitis akut, juga terdapat
odinofagia (nyeri menelan) yang hebat.Pada kasus yang agak
berat, biasanya terdapat disfagia yang nyata, nyeri alih ke
telinga pada sisi yang terkena, hipersalivasi, dan khususnya
trismus. Pembengkakan mengganggu artikulasi dan jika nyata,
bicara menjadi sulit dan bergumam. Didapatkan gejala demam,
muntah (regurgitasi), mulut berbau (foeter ex ore), suara sengau
(rinolalia) dan kadang-kadang sukar membuka mulut (trismus),
serta pembengkakan kelenjar submandibula dengan nyeri tekan.

2. Abses retrofaring
Abses retrofaring adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan pus pada
daerah retrofaring.
Gejala dan tanda klinis yang sering dijumpai pada anak :

Demam,Sukar dan nyeri menelan, menyebabkan anak menangis terus (rewel) dan
tidak mau makan atau minum,Suara sengau,Dinding posterior faring membengkak
(bulging) dan hiperemis pada satu sisi.Pada palpasi teraba massa yang lunak,
berfluktuasi dan nyeri tekan.Pembesaran kelenjar limfe leher (biasanya unilateral).

Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya riwayat infeksi saluran napas bagian


atas atau trauma, gejala dan tanda klinik serta pemeriksaan penunjang foto rontgen
jaringan lunak leher lateral.

Terapi

Mempertahankan jalan nafas yang adekuat

Medikamentosa

Antibiotik parenteral

Operatif

3.Abses parafaring

Gejala dan tanda utama ialah trismus, indurasi atau pembengkakan di


sekitar angulus mandibula, demam tinggi, odinofagia, torticollis.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, gejala dan tanda


klinik. Bila meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang berupa
foto rontgen jaringan lunak AP atau CT.

Untuk terapi diberi antibiotik dosis tinggi secara parenteral terhadap


kuman aerob dan anaerob.
(3)

Gambar 20.

Abses parafaring

4. Abses submandibula
Gejala

: Pembengkakan dan nyeri tekan terjadi di


atas ramus mandibula demikian juga dengan
kekerasan yang timbul sepanjang lateral dasar
mulut. Fetor ex ore, hipersalivasi, disfagia,
odinofagia dan obstruksi jalan nafas juga
ditemukan. Lidah tidak mungkin ditekan karena
pembengkakan dan edema dari dasar mulut. Trismus
sering ditemukan.

Terapi

: Infeksi pada ruang ini sebaiknya diobati dari


awal dan cepat menggunakan antibiotika yang
sesuai. Antibiotik dosis tinggi terhadap kuman aerob
dan anaerob harus diberikan secara parenteral.

5. Angina Ludwig

Gejala : Terdapat nyeri tenggorokan dan leher, disertai


pembengkakan di daerah submandibula, yang tampak hiperemis dan
keras pada perabaan (board-like), disfonia (hot potato voice),
hipersalivasi, dan disarthria. Dasar mulut membengkak, dapat
mendorong lidah ke atas belakang, sehingga menimbulkan sesak
napas, karena sumbatan jalan napas. Takipnea, dispnea, dan stridor
merupakan signal terganggunya jalan nafas.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat sakit gigi, mengorek atau


cabut gigi, dengan gejala dan tanda klinik.

Penanganan : Setelah diagnosis angina Ludwig ditegakkan, maka


penanganan yang utama adalah menjamin jalan nafas yang stabil
melalui trakeostomi yang dilakukan dengan anestesia lokal.

Sebagai terapi diberikan dengan antibiotika dengan dosis tinggi,


untuk kuman aerob dan anaerob, dan diberikan secara parenteral.

6. Abses prevertebral

Keluhan nonspesifik seperti nyeri pada leher, punggung, atau bahu yang
memburuk dengan menelan; disfagia; dan dispnea

Abses terletak midline (berbeda dengan abses retrofaring yang biasanya


unilateral)

Erosi tulang vertebra, limfositosis, demam ringan, infeksi kronis pada


pembentukan abses dingin posterior dari faring dari tuberkulosis tulang
verterbra

Pembentukan pus di daerah ini biasanya tidak menyebar dengan cepat karena
ruang yang sempit

Penanganan : Aspirasi dengan terapi antibiotik atau terapi anti tuberculosis ,


Stabilisasi dari vertebra

Komplikasi : Infeksi yang berkelanjutan pada prosesus vertebra menyebabkan


instabilitas tulang vertebra

7.Abses ruang bahaya7

Etiologi : Biasanya terjadi penyebaran dari infeksi ruang


retrofaring, ruang prevertebral, dan ruang parafaring

Gejala : Gejala sama dengan infeksi ruang primer,Dapat


terjadi sepsis berat karena penyebaran yang cepat.

Penanganan : Sama dengan penanganan infeksi ruang primer

Komplikasi : Penyebaran yang cepat melalui jaringan loose


aerolar pada ruang ini, Terjadi penyebaran secara inferior
sehingga melibatkan mediastinum, menyebabkan mediastinitis
atau empyema mediastinal.

Abses temporal, mastikator, dan pretrakeal

Infeksi ruang temporal cukup jarang terjadi. Ketika daerah


temporal terinfeksi pasien datang dengan keluhan trismus dan
deviasi dari rahang dari daerah yang terinfeksi. Dari palpasi,
terdapat nyeri tekan pada m.temporalis. Insisi dapat dilakukan
di sepanjang garis alis atau 3 cm posterior dari lateral canthus,
dan eksplorasi pada ruang superficial dan dalam harus dilakukan.

Infeksi di ruang mastikator sering disebabkan infeksi gigi molar.


Penanganan termasuk manajemen jalan nafas, antibiotik
parenteral, dan drainase. Diagnosis yang terlambat dapat
menyebabkan osteomyelitis. Drainase dilakukan secara eksternal
harus diperhatikan untuk menghindari n.mandibular marginalis.

9. Abses parotis

Manifestasi dari abses parotis adalah pembengkakan dari sudut rahang tanpa
trismus atau edema faring, demam tinggi, malaise, nyeri tekan dan pitting edema
pada kelenjar parotis, fluktuasi, pus. Penanganan adalah drainase eksternal
dengan insisi parotidektomi. Komplikasi yang sering terjadi adalah penyebaran
infeksi melalui ruang faringomaksilar menuju mediastinum.

Gambar 30.

Abses parotis

También podría gustarte