Está en la página 1de 18

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Dewasa ini ganguan pada sistem-sistem organ manusia semakin berkembang.


Gangguan tersebut ada yang timbul karena factor gaya hidup yang kurang tepat dan ada juga
yang timbul sejak bayi lahir (konginetal). Kelainan konginetal bisa disebabkan oleh
kegagalan pada saat proses embriologi, tetapi ada juga yang disebabkan oleh kelainan
genetik. Salah satu contoh kelainan genetik pada system pernapasan adalah cystic fibrosis.
Cystic fibrosis merupakan gangguan monogenic yang ditemukan sebagai penyakit
multisistem. Tanda dan gejala pertama biasanya terjadi pada masa kanak-kanak, namun
sekitar 5% pasien di Amerika Serikat didiagnosis pada waktu dewasa.
Prevalensi dari cystic fibrosis atau yang biasa disingkat dengan CF beragam,
tergantung dari etnis suatu populasi. CF dideteksi pada sekitar 1 dari 3000 kelahiran hidup
pada populasi Kaukasia di Amerika bagian Utara dan Eropa Utara, 1 dari 17.000 kelahiran
hidup pada African Amerikan (Negro), dan 1 dari 90.000 kelahiran hidup pada populasi Asia
di HawaiiKarena adanya perkembangan dalam terapi, >41% pasien yang sekarang dewasa
(18 tahun) dan 13% melewati umur 30 tahun. Median harapan hidup untuk pasien CF adalah
>41 tahun sehingga CF tidak lagi merupakan penyakit pediatrik, dan internis harus siap untuk
menentukan diagnosis CF dan menangani banyak komplikasinya. Penyakit ini ditandai
dengan adanya infeksi bakteri kronis pada saluran napas yang pada akhirnya akan
menyebabkan bronciectasis dan bronchiolectasis, insufisiensi exokrin pancreas, dan disfungsi
intestinal, fungsi kelenjar keringat abnormal, dan disfungsi urogenital.
Cystic fibrosis bisa terjadi akibat adanya mutasi genetic yang membentuk protein CF
transmembrane conductance regulator (CFTR) yang terletak pada kromosom 7. Mekanisme
terjadinya malfungsi sel pada cystic fibrosis tidak diketahui secara pasti. Sebuah teori
menyebutkan bahwa kekurangan klorida yang terjadi pada protein CFTR menyebabkan
akumulasi secret di paru-paru yang mengandung bakteri yang tidak terdeteksi oleh
system.imun Teori yang lain menyebutkan bahwa kegagalan protein CFTR menyebabkan
peningkatan perlawanan produksi sodium dan klorida yang menyebabkan pertambahan
reabsorbsi air, menyebabkan dehidrasi dan kekentalan mucus. Teori-teori tersebut mendukung
sebagian besar observasi tentang terjadinya kerusakan di cystic fibrosis yang menghambat
jalanya organ yang dibuat dengan secret yang kental. Hambatan ini menyebabkan perubahan
bentuk dan infeksi di paru-paru, kerusakan pada pancreas karena akumulasi enzim digestive,
hambatan di usus halus oleh kerasnay feses dll.
Begitu besaranya resiko perkembangan penyakit cystic fibrosis, sebagai tenaga
kesehatan diharapkan bias mengidentifikasi secara dini sebagai upaya pencegahn penyebaran
penyakit ke berbagai organ lain.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1.

Apa definisi cystic fibrosis?

1.2.2.

Bagaimanakah patofisiologi cystic fibrosis?

1.2.3.

Apa saja manifestasi klinis seseorang hingga dikatakan menderita cystic fibrosis?

1.2.4.

Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada cystic fibrosis?

1.2.5.

Bagaimana penatalaksanaan untuk cystic fibrosis?

1.3.1.

Tujuan Umum

Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan cystic fibrosis.

1.3.2.

Tujuan Khusus

1. Mengetahui patofisiologi cystic fibrosis.


2. Mengetahui mekanisme klinis cystic fibrosis.
3. Mengetahui pemeriksaan dignostik pada cystic fibrosis.
4. Mengetahui asuhan keperawatan pasien dengan cystic fibrosis.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Cystic fibrosis merupakan gangguan monogenic yang ditemukan sebagai penyakit
multisistem. Penyakit ini ditandai dengan adanya infeksi bakteri kronis pada saluran napas
yang pada akhirnya akan menyebabkan bronciectasis dan bronchiolectasis, insufisiensi
exokrin pancreas, dan disfungsi intestinal, fungsi kelenjar keringat abnormal, dan disfungsi
urogenital.
Cystic fibrosis adalah suatu gangguan kronik multisistem yang ditandai dengan infeksi
endobronkial berulang, penyakit paru obstruktif progresif dan insufisiensi pankreas dengan
gangguan absorbsi/malabsorbsi intestinal. Kelainan ini merupakan kelainan genetik yang
bersifat resesif heterogen dengan gambaran patobiologis yang mencerminkan mutasi pada
gen-gen regulator transmembran fibrosis kistik (cystic fibrosis transmembrane conductance
regulator/CFTR).

2.2 Etiologi
Cystic fibrosis merupakan penyakit yang diwariskan secara resesive autosomal. Gen
yang bertanggung jawab terhadap terjadinya CF telah diidentifikasi pada tahun 1989 sebagai
cystic fibrosis transmembrane-conductance regulator glycoprotein (CFTR gene) yang
terletak pada lengan panjang kromosom no 7.
Protein CFTR merupakan rantai polipeptida tunggal, mengandung 1480 asam amino, yang
sepertinya berfungsi untuk cyclic AMPregulated Cl channel dan dari namanya, mengatur
channel ion lainnya. Bentuk CFTR yang terproses lengkap ditemukan pada membran plasma
di epithelial normal. Penelitian biokimia mengindikasikan bahwa mutasi F508 menyebabkan
kerusakan proses dan degradasi intraseluler pada protein CFTR. Sehingga alpanya CFTR
pada membrane plasma merupakan pusat dari patofisiologi molecular akibat mutasi F508 dan
mutasi kelompok I-II lainnya. Namun, mutasi kelompok III-IV menghasilkan protein CFTR
yang telah diproses lengkap namun tidak berfungsi atau hanya sedikit berfungsi pada
membrane plasma.
Gen CFTR ini membuat protein yang mengontrol perpindahan garam dan air di dalam dan di
luar sel di dalam tubuh. Orang dengan cystic fibrosis, gen tersebut tidak bekerja dengan
efektif. Hal ini menyebabkan kental dan lengketnya mucus serta sangat asinya keringat yang
dapat menjadi cirri utama dari cystic fibrosis.

Mekanisme terjadinya malfungsi sel pada cystic fibrosis tidak diketahui secara pasti.
Sebuah teori menyebutkan bahwa kekurangan klorida yang terjadi pada protein CFTR
menyebabkan akumulasi secret di paru-paru yang mengandung bakteri yang tidak terdeteksi
oleh system imun. Teori yang lain menyebutkan bahwa kegagalan protein CFTR
menyebabkan peningkatan perlawanan produksi sodium dan klorida yang menyebabkan
pertambahan reabsorbsi air, menyebabkan dehidrasi dan kekentalan mucus. Teori-teori
tersebut mendukung sebagian besar observasi tentang terjadinya kerusakan di cystic fibrosis
yang menghambat jalanya organ yang dibuat dengan secret yang kental. Hambatan ini
menyebabkan perubahan bentuk dan infeksi di paru-paru, kerusakan pada pancreas karena
akumulasi enzim digestive, hambatan di usus halus oleh kerasnay feses dll.
2.3 Manifestasi Klinis
Manifestasi cystic fibrosis yang umum pada tahun pertama atau kedua kehidupan pada
traktus respiratorius yang paling sering batuk dan/atau infiltrate pulmoner. Sebagian besar
gejala dari cystic fibrosis adalah disebabkan oleh banyaknya mucus. Gejala umumnya adalah:
a)

Batuk persisten yang disertai sputum dan semakin memburuk

b)
Batuk dari efek bronkitis dan pneumonia yang dapat menimbulkan inflamasi
dan kerusakan permanen paru
c)

peningktan volume sputum

d)

Penurunan fungsi pulmoner

e)

Obstruksi hidung

f)

Dispnea

g)

Nasal discharge yang makin memburuk

h)

Demam

i)

Dehidrasi

j)

Diare

k)
Nafsu makan besar tetapi tidak menambah berat badan dan pertumbuhan
(cenderung menurun). Ini hasil dari malnutisi kronik karena tidak mendapatkan cukup
nutrisi dari makanan
l)
Nyeri dan ketidaknyamanan pada perut karena terlalu banyak gas dalam usus.
Hal ini bisa disebabkan oleh disfungsi intestinal.
Pada saluran napas bagian bawah, gejala pertama dari CF adalah batuk. Seiring
dengan waktu, batuk menjadi persisten dan menghasilkan sputum kental, purulen, dan
berwarna kehijauan. Tak dapat dihindari, masa dari stabilitas klinis diinterupsi oleh
eksaserbasi, didefinisikan oleh peningkatan batuk, berat badan menurun, demam subfebris,
peningktan volume sputum , dan penurunan fungsi pulmoner. Dalam beberapa tahun
4

perjalanan penyakit, eksaserbasi menjadi semakin sering dan penyembuhan dari hilangnya
fungsi paru tidak sempurna, pada akhirnya menyebabkan kegagalan pernapasan.

2.4 Patofisiologi
Tanda biofisika diagnostic pada CF epitel saluran napas yaitu adanya peningkatan
perbedaan potensi listrik transepitelial (Potential difference/PD). Transepitelial PD
menunjukkan jumlah transport ion aktif dan resistensi epithelial terhadap aliran ion. CF
saluran napas memperlihatkan ketidaknormalan pada absorbsi Na+ dan Sekresi Cl- aktif
(Gambar II). Defek sekresi Cl memperlihatkan alpanya cyclic AMPdependent kinase dan
protein kinase Cregulated Cl transport yang dimediasi oleh CFTR. Suatu pemeriksaan
yang penting mengatakan bahwa adanya perbedaan molekul pada Ca 2+-activated Cl channel
(CaCC) yang terlihat pada membrane apical. Channel ini dapat menggantikan CFTR dengan
imbas pada sekresi Cl- dan dapat menjadi target terapeutik berpotensial.
Regulasi abnormal dari absorbsi Na+ merupakan gambaran inti pada CF di epitel
saluran napas. Abnormalitas ini menunjukkan fungsi kedua dari CFTR, yaitu sebagai tonic
inhibitor pada channel Na+. Mekanisme molekuler yang memediasi aksi CFTR belum
diketahui.
Klirens mucus merupakan pertahanan innate primer saluran napas terhadap infeksi
bakteri yang terhisap. Saluran napas mengatur jumlah absorbsi aktif Na + dan sekresi Cl- untuk
mengatur jumlah cairan (air), misal hidrasi, pada permukaan saluran napas untuk klirens
mucus yang efisien. Hipotesis utama tentang patofisiologi CF saluran napas adalah adanya
regulasi yang salah terhadap absorbsi Na+ dan ketidakmampuan untuk mengsekresi Clmelalui CFTR, mengurangi volume cairan pada permukaan saluran napas, baik penebalan
mucus, maupun deplesi cairan perisiliar mengakibatkan adhesi mucus pada permukaan
saluran napas. Adhesi (tarik-menarik benda yang sejenis) mucus menyebabkan kegagalan
untuk membersihkan mucus dari saluran napas baik melalui mekanisme siliar dan batuk.
Tidak ditemukannya keterkaitan yang tegas antara mutasi genetic dan keparahan penyakit
paru-paru menyimpulkan adanya peran penting dari gen pemodifikasi dan interaksi antara
gen dan lingkungan.
Infeksi yang terdapat pada CF saluran napas cenderung melibatkan lapisan mukosa
dibandingkan invasi epitel atau dinding saluran napas. Predisposisi dari CF saluran napas
terhadap infeksi kronis Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa selaras dengan
kegagalan membersihkan mucus. Sekarang ini, telah didemonstrasikan bahwa tekanan O2
sangat rendah pada mucus CF, dan adaptasi terhadap hypoxia merupakan penentu penting
fisiologi bakteri pada paru-paru CF. Ditekankan bahwa, baik stasis mucus dan hypoxia mucus
dapat berkontribusi terhadap kecenderungan Pseudomonas untuk dapat tumbuh pada koloni
biofilm didalam plak mucus disekitar permukaan saluran napas dengan CF.

2.5 Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk menegakkan diagnosis CF antara lain :
1.

Pemeriksaan laboratorium
a. Test kandungan chlorida keringat (sweat chloride test) :

Dilakukan pengumpulan dan analisis komposisi keringkat dengan metoda


iontophoresis pilocarpine.

Konsentrasi ion klorida sekitar 60 mEq/L keatas merupakan khas diagnostik.


Nilai normal rata-rata konsentrasi klorida dibawah 30 mEq/L.

Nilai antara 30 60 mEq/L mungkin kondisis heterozygous carriers, dan tidak


dapat diidentifikasi secara akurat menggunakan test ini (SCT).

b. Test Prenatal :

Pada masa kehamilan dapat dilakukan pemeriksaan melalui test villi korionik
(chronic villous testing) pada usia kehamilan sekitar 10-12 minggu.

Pemeriksaan ini hanya dilakukan untuk mendiagnosis CF yang akan


diterminasi kehamilannya. Pemeriksaan prenatal ini sudah jarang dilakukan
karena harapan hidup pasien-pasien dengan KF sekarang telah meningkat.

2.Test genetika

Test genetik melalui test darah dapat mendeteksi kondisi karier dengan
keakuratan sampai 95%

Biaya yang diperlukan berkisar $US 50-150

Testing in direkomendasikan untuk individu-individu yang mempunyai riwaya


keluarga dengan CF dan untuk pasangan-pasangan yang merencanakan
kehamilan, namun tidak diindikasikan untuk keperluan skrining secara umum
(NIH Consensus Stetment, 1999)

Skrining bayi baru lahir dapat dilakukan melalui pengukuran kadar tripsin
immunoreaktive pada blood spot test Guthrie.
6

Diagnosis CF secara laboratoris ditegakkan jika ada salah satu marker seperti
test genetik atau test kadar klorida keringat positif ditambah salah satu dari
gejala klinis dibawah ini :

Penyakit paru obstruksi kronik khas

Insufisiensi eksokrin kelenjar pancreas

Riwayat keluarga positif CF

3.Pemeriksaan radiologis CT scan


Pemeriksaan CT scan paranasal dilakukan melalui potongan aksial dan koronal tanpa
kontras. Umumnya pasien dengan CF memberiksan hasil :
a)
Lebih dari 90% menunjukkan bukti adanya sinusitis kronik yang ditandai
dengan opaksifikasi, pergeseran ke medial dinding lateral kavum nasi pada daerah
meatus media, serta demineralisasi prosesus unsinatus.
b)
Kelainan berupa buging ke arah medial dari kedua dinding lateral hidung
disertai gambaran mukus viskus di sinus maksila terdapat hampir pada 12% pasien
dan merupakan stadium mucucelelike yang harus segera ditangani dengan
pembedahan.
c)
Sinusitis kronik sering menyebabkan gangguan peneumatisasi dan hipoplasia
dari sinus maksila dan etmoid, juga menyebabkan terganggunya pembentukan sinus
frontalis. Pasien-pasien adolesen dengan CF sering didapatkan tidak terbentuknya
sinus frontalis pada gambaran CT scannya.
4.Pemeriksaan Kultur
Aspirasi sinus penting dilakukan untuk pemeriksaan kultur pada pasien-pasien CF
untuk mendeteksi adanya keterlibatan infeksi kuman pseudomonas.
a)
Pengambilan kultur sebaiknya dilakukan aspirasi transantral sinus maksila dan
tak ada gunanya mengambil di daerah nasofaring, tenggorok atau septum. Dari
penelitian organisme yang sering ditemukan dari hasil kultur pasien-pasien dengan CF
adalah
pseudomonas
(65%),
haemophilus
influenzae
(50%),
Alphahaemolticstreptococci (25%) dan kuman-kuman anaerob seperti peptostreptococcus
serta Bactroides (25%). Sensitivitas terapi organisme-organisme dengan antibiotika
sama sensitivnya pada pasien-pasien CF dibanding dengan yang nonCF, kecuali pada
kuman pseudomonas.

b)
Pasien-pasien dengan sinusitis akut tanpa CF kuman penyebabnya umumnya
terdiri dari Pneumococcus, H Influenza dan Moraxella catarrhalis, sedang jika
sinusitis kronik selain kuman diatas ditambah dengan organisme Staphylococcus
aureus dan kuman anaerob seperti Bacteroides, Veillonella dan Fusobacterium.
5. Tes carrier cystic fibrosis.
Untuk menentukan adanya carrier CF, jika:
1. Memiliki keluarga dengan riwayat CF
2. Memiliki hubungan dengan seseorang yang menderita CF.

2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksaan cystic fibrosis meliputi dua hal yaitu medikamentosa dan pembedahan.
1.

Medikamentosa
Pasien cystic fibrosis mungkin mengeluhkan gejala kronik dari obstruksi
hidungnya berupa discharge purulen atau batuknya sehingga dibutuhkan terapi
antibiotik efektif terhadap kuman pseudomonas dan staphylococci serta digabung
dengan irigasi rongga hidung rutin (aggresive nasal toilet) dengan terapi mukolitik
misalnya dengan menggunakan espekteoran yang mungkin dapat meredakan gejala
klinis yang ada.
Irigasi rongga hidung memegang peranan penting yang sebaiknya dilakukan
rutin pada pasien yang mulai timbul keluhan. Keluhan ini terjadi karena gangguan
mucociliary clearance secara kronik. Irigasi menggunakan saline bertujuan
menurunkan kolonisasi bakteri, mencuci keluar sekresi lendir yang menyebabkan
obstruksi, dan secara berkala membantu vaskonstriksi pembuluh darah konka. Irigasi
juga diperlukan terhadap semua intervensi pembedahan karena walau tujuan
pembedahan membesarkan ostium sinus namun tidak ditujukan terhadap kerusakan
mucociliary clearance yang ditimbulkan akibat pembedahan.
Beberapa ahli menggunakan antibiotik untuk mengatasi infeksi paru-paru, dan
penggunaannya mengacu pada hasil kultur sputum. Sebaiknya diketahui,
bagaimanapun juga, karena kultur mikrobiologis rutin pada rumah sakit dilakukan
tanpa mengikuti keadaan sebenarnya pada paru-paru dengan CF (misal, adanya
hypoxia), efektivitas klinis biasanya tidak berhubungan dengan pemeriksaan
sensitivitas. Karena peningkatan klirens tubuh total dan luasnya volume distribusi
antibiotic pada pasien CF sehingga dosis yang dibutuhkan lebih besar pada pasien CF.
Selain itu, dengan peningkatan batuk dan produksi mucus diatasi dengan pemberian

antibiotic tambahan agen oral yang digunakan untuk menangani Staphylococcus yaitu
penisilin semisintetik atau sephalosporin.
2. Pembedahan
Terapi pembedahan dilakukan bila terapi medikamentosa tidak efektif, dan
dilakukan pada area saluran napas yang terdapat kelainan yang bagaimanapun juga
pertimbangan pembedahan harus benar-benar matang pada pasien CF karena bahayabahaya kemungkinan terbentuknya mucus kental yang banyak selama operasi dengan
anastesi umum yang resikonya semakin meningkat sejalan dengan lamanya intubasi.

Indikasi pembedahan pada pasien CF menurut Nishioka :


1. Obstruksi nasi persistent yang disebabkan polip nasi dengan atau tanpa penonjolan
ke medial dinding lateral hidung. Pembedahan yang dilakukan pada polip
meliputi polip ekstraksi, dan BSEF ( bedah sinus endoskopi fungsional ).
2. Medialisasi dinding lateal hidung yang dibuktikan melalui CT scan walau tanpa
disertai gejala subjektif obstruksi nasi, pembedahan perlu dilakukan karena
tingginya prevalensi mucocelelike formations.
3. Timbulnya eksaserbasi penyakit paru yang berkorelasi dengan eksaserbasi
penyakit sinonasalnya, memburuknya status penyakit parunya atau penurunan
aktifitas fisik serta kegagalan terapi medikamentosa.
4. Nyeri wajah atau nyeri kepala yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya selain
adanya FK yang dapat menggangu kualitas hidup penderita.
5. Tidak ada perbaikan dari gejala klinis sinonasal setelah terapi medikamentosa
adekuat.

Kontraindikasi dilakukan pembedahan :


1. Penyakit paru obstruktif kronik berat yang beresiko saat dilakukan anastesi.
2. Pasien dengan CF sangat beresiko terhadap defisiensi vitamin K akibat
insufisiensi pankreas, penyakit hepatobilier atau keduanya dan jika tidak
disuplement akan beresiko perdarahan, yang ditandai dengan pemanjangan masa
prothrombin time (PT) dan harus dikoreksi terlebih dahulu sebelum dilakukan
pembedahan.
3. Sinusitis kronik dapat menyebabkan terganggunya/terlambatnya pneumatisasi dan
perkembangan dari sinus maksila, etmoid dan frontal pada pasien CF khususnya
anak-anak sehingga ini terkadang kurang diperhitungkan. Dalam hal diatas perlu
dilakukan CT scan coronal dan axial preoperatif untuk kenfirmasi sebelumnya.

2.7 Komplikasi
9

Komplikais yang dapat terjadi pada cystic fibrosis adalah :


1)
Sinusitis. Disebabkan oleh produksi nucus yang berlebihan sehingga menutupi
dan menginfeksi sinus
2)
Bronchiectasis. Bronkus akan teregang dan membentuk kantong- kantong
ketika terkumpul mucus. Mucus ini adalah tempat berkembangnya bakteri yang
sangat berpotensi menyebabkan infeksi paru. Infeksi ini akan lebih merusak bronkus
dan jika tidak diobati bronkiektasis dapat berkembang menjadi penyakit parah
termasuk gagal pernapasan.
3)

Pancreatitis.

4)

Polip hidung

5)
Clubbing. Ini terjadi karena tidak adanya perpindahan oksigen dari paru- paru
ke aliran darah.
6)

Kolaps paru

7)
Prolaps rektal. Batuk persisten atau penekanan mungkin dapat menyebabkan
jaringan rektum timbul keluar.
8)

Penyakit liver

9)

Diabetes

10)

Pneumothorax sering terjadi (>10% pasien)

Komplikasi paling buruk dari cystic fibrosis adalah kegagalan pernapasan dan cor
pulmonale.

2.8 Pencegahan
Tetap masih belum ada penyembuhan untuk cystic fibrosis (CF), namun
perawatan-perawatan telah menjadi lebih baik pada tahun-tahun baru-baru ini.
Tujuan-tujuan dari perawatan CF adalah untuk:

Mencegah dan mengontrol infeksi-infeksi pada paru-paru anda.

Melonggarkan dan mengeluarkan lendir yang kental dan lengket dari paru-paru
anda.

Mencegah halangan-halangan pada usus-usus anda.

Menyediakan nutrisi yang cukup.

10

1. Perawatan Untuk Persoalan-Persoalan Paru


Perawatan-perawatan utama untuk persoalan-persoalan paru pada orang-orang dengan
CF adalah:
2. Antibiotik-antibiotik untuk infeksi-infeksi saluran-saluran udara

Terapi Fisik Dada.

Olahraga.

Obat-obat lain.

3. Antibiotik-Antibiotik
Kebanyakan orang-orang dengan CF mempunyai infeksi-infeksi paru derajat
rendah yang terus menerus. Adakalanya, infeksi-infeksi ini menjadi begitu serius
sehingga anda mungkin memerlukan dirawat dirumah sakit. Antibioti-antibiotik
adalah perawatan utama.
Anda mungkin diberikan beberapa tipe-tipe yang berbeda dari antibiotik-antibiotik.
Pilihan dari antibiotik-antibiotik tergantung pada:

Strain-strain dari bakteri-bakteri yang terlibat.

Berapa serius kondisi anda.

Sejarah penggunaan antibiotik anda sebelumnya.

Tipe-tipe yang berbeda dari antibioti-antibiotik termasuk:

Antibiotik-antibiotik oral untuk infeksi-infeksi saluran udara yang relatif ringan.

Antibiotik-antibiotik yang dihirup, seperti tobramycin (to-bra-MI-sin). Mereka


mungkin digunakan sendirian atau dengan antibiotik-antibiotik oral.

Antibiotik-antibiotik intrvena untuk infeksi-infeksi yang berat/parah atau ketika


tidak ada satupun dari antibiotik-antibiotik oral yang bekerja.

Antibiotik-antibiotik, seperti azithromycin (az-ith-roe-MYE-sin), yang juga


mengurangi peradangan.

3. Terapi Fisik Dada


Terapi fisik dada atau chest physical therapy (CPT) juga disebut menepuk
dada atau perkusi dada. Ia melibatkan pemukulan dada dan punggung anda berkalikali untuk mengeluarkan lendir dari paru-paru anda sehingga anda dapat membatukan

11

lendir keatas. CPT untuk cystic fibrosis harus dilakukan tiga sampai empat kali setiap
hari.
CPT juga sering dirujuk sebagai pengaliran postural. Ini melibatkan duduk
anda atau berbaring pada perut anda dengan kepala anda kebawah ketika anda
melakukan CPT. Ini mengizinkan gaya berat untuk membantu mengalirkan lendir dari
paru-paru anda.
Karena CPT adalah berat atau tidak nyaman untuk beberapa orang-orang,
beberapa alat-alat telah dikembangkan baru-baru ini yang mungkin membantu dengan
CPT. Alat-alat termasuk:

ada elektrik, dikenal sebagai mechanical percussor.

Vest (rompi) terapi yang dapat dikembangkan yang menggunakan gelombanggelombang udara frekwensi tinggi untuk memaksa lendir keluar dari paru-paru
anda.

Alat "flutter", alat kecil yang dipegang tangan yang anda napas keluar melaluinya.
Ia menyebabkan getaran-getaran yang mengeluarkan lendir.

Positive expiratory pressure (PEP) mask yang menciptakan getaran-getaran


yang membantu melepaskan lendir dari dinding-dinding saluran udara.

Beberapa teknik-teknik pernapasan mungkin juga membantu mengeluarkan lendir.


Teknik-teknik ini termasuk:

Forced expiration technique (FET) - memaksa keluar sepasang pernapasanpernapasan atau tiupan-tiupan dan kemudian melakukan pengenduran pernapasan.

Active cycle breathing (ACB) - FET dengan latihan-latihan pernapasan yang


dalam yang dapat mengendurkan lendir pada paru-paru anda dan membantu
membuka salu ran-saluran udara anda.

4. Olahraga
Latihan aerobic membantu:

Mengendurkan lendir.

Mendorong batuk untuk membersihkan lendir.

Memperbaiki kondisi fisik keseluruhan anda.

Jika anda olahraga secara teratur, anda mungkin mampu untuk memperpendek
terapi dada anda. Check dengan dokter anda sebelum melakukan ini.
12

5. Obat-Obat Lain
Obat-obat anti-peradangan mungkin membantu mengurangi peradangan pada
paru-paru anda yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang terus menerus. Obat-obat
ini termasuk:

Steroid-steroid yang dihirup atau, adakalanya oral. Steroid-steroid adalah obatobat anti-peradangan yang paling efektif.

Ibuprofen, tipe dari obat anti-peradangan nonsteroid. Ia mungkin juga


memperlambat kemajuan dari CF pada anak-anak muda dengan gejala-gejala
ringan.

Bronchodilators, yang adalah obat-obat yang dihirup yang mengendurkan otototot sekitar saluran-saluran udara sehingga saluran-saluran udara dapat terbuka.
Mereka harus dipakai tepat sebelum CPT untuk membantu membersihkan lendir.

Obat-obat pengencer lendir yang mengurangi kelengketan dari lendir pada


saluran-saluran udara anda. Mereka termasuk:

6.

Human DNase (Dornase Alfa), obat yang mengendurkan lendir pada paru-paru
anda. Ia mungkin menjurus pada rawat inap yang lebih pendek.

Acetylcysteine dan saline.

Hypertonic saline, larutan dari air yang steril dan sangat asin yang dipakai
dengan nebulizer dua kali sehari, dapat membantu membersihkan lendir dan
memperbaiki fungsi paru. Beberapa dokter-dokter sekarang memberikannya pada
pasien-pasien yang terpilih diatas umur 6 tahun.

Oksigen
Jika tingkat oksigen dalam darah anda terlalu rendah, anda mungkin
memerlukan terapi oksigen. Oksigen biasanya diberikan melalui selang plastik hidung
yang bercabang atau masker.

7.

Paru
Operasi untuk menggantikan satu atau keduanya paru-paru anda dengan paru
yang sehat dari donor manusia mungkin membantu anda. Beberapa faktor-faktor yang
menentukan apakah anda dapat menjalani transplantasi paru termasuk:

Tipe bakteri dalam paru-paru anda.

Umur dan berat badan anda.

Obat-obat yang sedang anda minum.


13

Apakah anda mempunyai kondisi-kondisi medis lain, termasuk osteoporosis.

Berapa baiknya fungsi paru anda.


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
3.1.1 Anamnesa
Data yang dikumpulkan selama pengkajian digunakan sebagai dasar untutk
membuat rencana asuahan keperawatan klien. Proses pengkajian keperawatan harus
dilakukan dengan sangat individual (sesuai masalah dan kebutuhan klien saat ini).
Dalam menelaah status pernapasan klien, perawat melakukan wawancara dan
pemeriksaan fisik untuk memaksimalkan data yang dikumpulkan tanpa harus
menambah distres pernapasan klien. Setelah pengkajian awal perawat memilih
komponen pemeriksaan yang sesuai dengan tingkat distres pernapasan yang dialami
klien.
Data-data yang dikumpulkan atau dikaji meliputi :
1. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang: nama, umur, jenis
kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang
dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.
2. Keluhan Utama
Pasien dengan cystic fibrosis didapatkan keluhan berupa infeksi saluran
napas kronis berupa batuk kronis berdahak sering berulang, batuk dapat disertai
darah (hemoptysis), sesak napas, selera makan menurun, demam, insufisiensi
kelenjar eksokrin pankreas dan abnomalitas kelenjar keringat
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat penyakit sekarang pada pasien cystic fibrosis menunjukkan
adanya mutasi genetic yang membentuk protein CF transmembrane conductance
regulator (CFTR) yang terletak pada kromosom 7.
4. Riwayat penyakit dahulu
Kedua orang tua merupakan carrier dari gen resesif CFTR atau salah satu
dari orang tua ada yang menderita cystic fibrosis. Selain itu perlu ditanyakan juga
apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC paru, pneumonia, gagal
14

jantung, tauma dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui


kemungkinan adanya faktor preisposisi

5. Riwayat penyakit keluarga


Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab cystic fibfosis.
6. Riwayat psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya.
3.1.2 Pemeriksaan Fisik

B1 (Breath)
Meliputi sesak napas, paru kekurangan oksigen sehingga jaringan rusak dan
kulit berwarna kebiruan (sianosis) dan batuk yang semakin hari semakin buruk

B2 (Blood)
Memungkinkan terjadinya hiperglikemi akibat pankreas tidak dapat
menghasilkan insulin dengan baik akibat mukus yang berlebihan hingga merusak
pankreas.

B3 (Brain) : B4 (Bladder) : B5 (Bowel)


Pada bowel kelainanya meliputi diare, dehidrasi, nyeri dan ketidaknyamanan
pad perut karena terlalu banyak gas dalam usus sebgai akibat disfungsi enzim
digestine. Selain itu, dapat ditemui kelainan berupa nafsu makan besr tetapi tidak
menambah berat badan dan pertumbuhan (cenderung menurun).

B6 (Bone) : -

3.1.3 Diagnosa keperawatan


1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret mukus yang kental dan
banyak serta upaya batuk buruk.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan napas

15

3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial

3.1.4 Intervensi
1. Dx : Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret mukus yang
kental dan banyak serta upaya batuk buruk.
Tujuan : Klien tidak mengalami aspirasi
Kriteria Hasil : Menunjukan batuk yang efektif dan peningkatan pertukaran udara
dalam paru-paru.
2. Dx : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan napas
Tujuan : Mempertahankan oksigenasi atau ventilasi adekuat
Kriteria hasil :
a. Pasien memperlihatkan frekuensi napas efektif
b. Bebas dari distress pernapasan
c. GDA dalam rentang normal.

3. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial.


Tujuan :
a. Memperbaiki atau mempertahankan pola pernapasan normal
b. Pasien mencapai fungsi paru-paru yang maksimal
Kriteria hasil :
a. Pasien menunjukan frekuensi pernapasan yang efektif dengan frekuensi dan
kedalaman dalam rentang normal dan paru jelas/bersih
b. Pasien bebas dari dispnea, sianosis, atau tanda-tanda lain distress pernapasan.

16

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Cystic fibrosis merupakan gangguan monogenic yang ditemukan sebagai penyakit
multisistem. Penyakit ini ditandai dengan adanya infeksi bakteri kronis pada saluran napas
yang pada akhirnya akan menyebabkan bronciectasis dan bronchiolectasis, insufisiensi
exokrin pancreas, dan disfungsi intestinal, fungsi kelenjar keringat abnormal, dan disfungsi
urogenital. (http://cetrione.blogspot.com). Cystic fibrosis bisa terjadi akibat adanya mutasi
genetic yang membentuk protein CF transmembrane conductance regulator (CFTR) yang
terletak pada kromosom 7. Manifestasi cystic fibrosis yang umum pada tahun pertama atau
kedua kehidupan pada traktus respiratorius yang paling sering batuk dan/atau infiltrate
pulmoner. Sebagian besar gejala dari cystic fibrosis adalah disebabkan oleh banyaknya
mucus. Gejala umumnya seperti batuk persisten yang disertai sputum, batuk dari efek
bronkitis dan pneumonia. Pemeriksaan diagnosyik pada kasus cystic fibrosis meliputi
pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologis CT scan, dan pemeriksaan kultur.
Sedangkan penatalaksanaan untuk mengatasi cystic fibrosihan yaitu medikamentosa dan
pembedahan. Asuhan keperawatan untuk kasus ini meliputi tahap asuhan keperawatan pada
umumnya. Adapun diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan pada kasus cystic fibrosis
salah satunya adalah bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret mukus
yang kental dan banyak serta upaya batuk buruk.

4.2 Saran
Bagi masyarakat yang menemui gejala gejala yang tertulis di atas segera lapor ke
pelayanan kesehatan terdekat sebagai upaya penangan lebih dini dan pencegahan komplikasi.

17

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis. EGC :
Jakarta.
Doenges, Marilynn E, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC : Jakarta.
http://cetrione.blogspot.com. (Cystic Fibrosis, Chapter 253, Harrison's Principles of Internal
Medicine 17th ed.,diterjemahkan oleh Husnul Mubarok,S.ked). Akses tanggal 2 Desember
2010.

18

También podría gustarte