Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
1.2.2.
1.2.3.
Apa saja manifestasi klinis seseorang hingga dikatakan menderita cystic fibrosis?
1.2.4.
1.2.5.
1.3.1.
Tujuan Umum
1.3.2.
Tujuan Khusus
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Cystic fibrosis merupakan gangguan monogenic yang ditemukan sebagai penyakit
multisistem. Penyakit ini ditandai dengan adanya infeksi bakteri kronis pada saluran napas
yang pada akhirnya akan menyebabkan bronciectasis dan bronchiolectasis, insufisiensi
exokrin pancreas, dan disfungsi intestinal, fungsi kelenjar keringat abnormal, dan disfungsi
urogenital.
Cystic fibrosis adalah suatu gangguan kronik multisistem yang ditandai dengan infeksi
endobronkial berulang, penyakit paru obstruktif progresif dan insufisiensi pankreas dengan
gangguan absorbsi/malabsorbsi intestinal. Kelainan ini merupakan kelainan genetik yang
bersifat resesif heterogen dengan gambaran patobiologis yang mencerminkan mutasi pada
gen-gen regulator transmembran fibrosis kistik (cystic fibrosis transmembrane conductance
regulator/CFTR).
2.2 Etiologi
Cystic fibrosis merupakan penyakit yang diwariskan secara resesive autosomal. Gen
yang bertanggung jawab terhadap terjadinya CF telah diidentifikasi pada tahun 1989 sebagai
cystic fibrosis transmembrane-conductance regulator glycoprotein (CFTR gene) yang
terletak pada lengan panjang kromosom no 7.
Protein CFTR merupakan rantai polipeptida tunggal, mengandung 1480 asam amino, yang
sepertinya berfungsi untuk cyclic AMPregulated Cl channel dan dari namanya, mengatur
channel ion lainnya. Bentuk CFTR yang terproses lengkap ditemukan pada membran plasma
di epithelial normal. Penelitian biokimia mengindikasikan bahwa mutasi F508 menyebabkan
kerusakan proses dan degradasi intraseluler pada protein CFTR. Sehingga alpanya CFTR
pada membrane plasma merupakan pusat dari patofisiologi molecular akibat mutasi F508 dan
mutasi kelompok I-II lainnya. Namun, mutasi kelompok III-IV menghasilkan protein CFTR
yang telah diproses lengkap namun tidak berfungsi atau hanya sedikit berfungsi pada
membrane plasma.
Gen CFTR ini membuat protein yang mengontrol perpindahan garam dan air di dalam dan di
luar sel di dalam tubuh. Orang dengan cystic fibrosis, gen tersebut tidak bekerja dengan
efektif. Hal ini menyebabkan kental dan lengketnya mucus serta sangat asinya keringat yang
dapat menjadi cirri utama dari cystic fibrosis.
Mekanisme terjadinya malfungsi sel pada cystic fibrosis tidak diketahui secara pasti.
Sebuah teori menyebutkan bahwa kekurangan klorida yang terjadi pada protein CFTR
menyebabkan akumulasi secret di paru-paru yang mengandung bakteri yang tidak terdeteksi
oleh system imun. Teori yang lain menyebutkan bahwa kegagalan protein CFTR
menyebabkan peningkatan perlawanan produksi sodium dan klorida yang menyebabkan
pertambahan reabsorbsi air, menyebabkan dehidrasi dan kekentalan mucus. Teori-teori
tersebut mendukung sebagian besar observasi tentang terjadinya kerusakan di cystic fibrosis
yang menghambat jalanya organ yang dibuat dengan secret yang kental. Hambatan ini
menyebabkan perubahan bentuk dan infeksi di paru-paru, kerusakan pada pancreas karena
akumulasi enzim digestive, hambatan di usus halus oleh kerasnay feses dll.
2.3 Manifestasi Klinis
Manifestasi cystic fibrosis yang umum pada tahun pertama atau kedua kehidupan pada
traktus respiratorius yang paling sering batuk dan/atau infiltrate pulmoner. Sebagian besar
gejala dari cystic fibrosis adalah disebabkan oleh banyaknya mucus. Gejala umumnya adalah:
a)
b)
Batuk dari efek bronkitis dan pneumonia yang dapat menimbulkan inflamasi
dan kerusakan permanen paru
c)
d)
e)
Obstruksi hidung
f)
Dispnea
g)
h)
Demam
i)
Dehidrasi
j)
Diare
k)
Nafsu makan besar tetapi tidak menambah berat badan dan pertumbuhan
(cenderung menurun). Ini hasil dari malnutisi kronik karena tidak mendapatkan cukup
nutrisi dari makanan
l)
Nyeri dan ketidaknyamanan pada perut karena terlalu banyak gas dalam usus.
Hal ini bisa disebabkan oleh disfungsi intestinal.
Pada saluran napas bagian bawah, gejala pertama dari CF adalah batuk. Seiring
dengan waktu, batuk menjadi persisten dan menghasilkan sputum kental, purulen, dan
berwarna kehijauan. Tak dapat dihindari, masa dari stabilitas klinis diinterupsi oleh
eksaserbasi, didefinisikan oleh peningkatan batuk, berat badan menurun, demam subfebris,
peningktan volume sputum , dan penurunan fungsi pulmoner. Dalam beberapa tahun
4
perjalanan penyakit, eksaserbasi menjadi semakin sering dan penyembuhan dari hilangnya
fungsi paru tidak sempurna, pada akhirnya menyebabkan kegagalan pernapasan.
2.4 Patofisiologi
Tanda biofisika diagnostic pada CF epitel saluran napas yaitu adanya peningkatan
perbedaan potensi listrik transepitelial (Potential difference/PD). Transepitelial PD
menunjukkan jumlah transport ion aktif dan resistensi epithelial terhadap aliran ion. CF
saluran napas memperlihatkan ketidaknormalan pada absorbsi Na+ dan Sekresi Cl- aktif
(Gambar II). Defek sekresi Cl memperlihatkan alpanya cyclic AMPdependent kinase dan
protein kinase Cregulated Cl transport yang dimediasi oleh CFTR. Suatu pemeriksaan
yang penting mengatakan bahwa adanya perbedaan molekul pada Ca 2+-activated Cl channel
(CaCC) yang terlihat pada membrane apical. Channel ini dapat menggantikan CFTR dengan
imbas pada sekresi Cl- dan dapat menjadi target terapeutik berpotensial.
Regulasi abnormal dari absorbsi Na+ merupakan gambaran inti pada CF di epitel
saluran napas. Abnormalitas ini menunjukkan fungsi kedua dari CFTR, yaitu sebagai tonic
inhibitor pada channel Na+. Mekanisme molekuler yang memediasi aksi CFTR belum
diketahui.
Klirens mucus merupakan pertahanan innate primer saluran napas terhadap infeksi
bakteri yang terhisap. Saluran napas mengatur jumlah absorbsi aktif Na + dan sekresi Cl- untuk
mengatur jumlah cairan (air), misal hidrasi, pada permukaan saluran napas untuk klirens
mucus yang efisien. Hipotesis utama tentang patofisiologi CF saluran napas adalah adanya
regulasi yang salah terhadap absorbsi Na+ dan ketidakmampuan untuk mengsekresi Clmelalui CFTR, mengurangi volume cairan pada permukaan saluran napas, baik penebalan
mucus, maupun deplesi cairan perisiliar mengakibatkan adhesi mucus pada permukaan
saluran napas. Adhesi (tarik-menarik benda yang sejenis) mucus menyebabkan kegagalan
untuk membersihkan mucus dari saluran napas baik melalui mekanisme siliar dan batuk.
Tidak ditemukannya keterkaitan yang tegas antara mutasi genetic dan keparahan penyakit
paru-paru menyimpulkan adanya peran penting dari gen pemodifikasi dan interaksi antara
gen dan lingkungan.
Infeksi yang terdapat pada CF saluran napas cenderung melibatkan lapisan mukosa
dibandingkan invasi epitel atau dinding saluran napas. Predisposisi dari CF saluran napas
terhadap infeksi kronis Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa selaras dengan
kegagalan membersihkan mucus. Sekarang ini, telah didemonstrasikan bahwa tekanan O2
sangat rendah pada mucus CF, dan adaptasi terhadap hypoxia merupakan penentu penting
fisiologi bakteri pada paru-paru CF. Ditekankan bahwa, baik stasis mucus dan hypoxia mucus
dapat berkontribusi terhadap kecenderungan Pseudomonas untuk dapat tumbuh pada koloni
biofilm didalam plak mucus disekitar permukaan saluran napas dengan CF.
Pemeriksaan laboratorium
a. Test kandungan chlorida keringat (sweat chloride test) :
b. Test Prenatal :
Pada masa kehamilan dapat dilakukan pemeriksaan melalui test villi korionik
(chronic villous testing) pada usia kehamilan sekitar 10-12 minggu.
2.Test genetika
Test genetik melalui test darah dapat mendeteksi kondisi karier dengan
keakuratan sampai 95%
Skrining bayi baru lahir dapat dilakukan melalui pengukuran kadar tripsin
immunoreaktive pada blood spot test Guthrie.
6
Diagnosis CF secara laboratoris ditegakkan jika ada salah satu marker seperti
test genetik atau test kadar klorida keringat positif ditambah salah satu dari
gejala klinis dibawah ini :
b)
Pasien-pasien dengan sinusitis akut tanpa CF kuman penyebabnya umumnya
terdiri dari Pneumococcus, H Influenza dan Moraxella catarrhalis, sedang jika
sinusitis kronik selain kuman diatas ditambah dengan organisme Staphylococcus
aureus dan kuman anaerob seperti Bacteroides, Veillonella dan Fusobacterium.
5. Tes carrier cystic fibrosis.
Untuk menentukan adanya carrier CF, jika:
1. Memiliki keluarga dengan riwayat CF
2. Memiliki hubungan dengan seseorang yang menderita CF.
2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksaan cystic fibrosis meliputi dua hal yaitu medikamentosa dan pembedahan.
1.
Medikamentosa
Pasien cystic fibrosis mungkin mengeluhkan gejala kronik dari obstruksi
hidungnya berupa discharge purulen atau batuknya sehingga dibutuhkan terapi
antibiotik efektif terhadap kuman pseudomonas dan staphylococci serta digabung
dengan irigasi rongga hidung rutin (aggresive nasal toilet) dengan terapi mukolitik
misalnya dengan menggunakan espekteoran yang mungkin dapat meredakan gejala
klinis yang ada.
Irigasi rongga hidung memegang peranan penting yang sebaiknya dilakukan
rutin pada pasien yang mulai timbul keluhan. Keluhan ini terjadi karena gangguan
mucociliary clearance secara kronik. Irigasi menggunakan saline bertujuan
menurunkan kolonisasi bakteri, mencuci keluar sekresi lendir yang menyebabkan
obstruksi, dan secara berkala membantu vaskonstriksi pembuluh darah konka. Irigasi
juga diperlukan terhadap semua intervensi pembedahan karena walau tujuan
pembedahan membesarkan ostium sinus namun tidak ditujukan terhadap kerusakan
mucociliary clearance yang ditimbulkan akibat pembedahan.
Beberapa ahli menggunakan antibiotik untuk mengatasi infeksi paru-paru, dan
penggunaannya mengacu pada hasil kultur sputum. Sebaiknya diketahui,
bagaimanapun juga, karena kultur mikrobiologis rutin pada rumah sakit dilakukan
tanpa mengikuti keadaan sebenarnya pada paru-paru dengan CF (misal, adanya
hypoxia), efektivitas klinis biasanya tidak berhubungan dengan pemeriksaan
sensitivitas. Karena peningkatan klirens tubuh total dan luasnya volume distribusi
antibiotic pada pasien CF sehingga dosis yang dibutuhkan lebih besar pada pasien CF.
Selain itu, dengan peningkatan batuk dan produksi mucus diatasi dengan pemberian
antibiotic tambahan agen oral yang digunakan untuk menangani Staphylococcus yaitu
penisilin semisintetik atau sephalosporin.
2. Pembedahan
Terapi pembedahan dilakukan bila terapi medikamentosa tidak efektif, dan
dilakukan pada area saluran napas yang terdapat kelainan yang bagaimanapun juga
pertimbangan pembedahan harus benar-benar matang pada pasien CF karena bahayabahaya kemungkinan terbentuknya mucus kental yang banyak selama operasi dengan
anastesi umum yang resikonya semakin meningkat sejalan dengan lamanya intubasi.
2.7 Komplikasi
9
Pancreatitis.
4)
Polip hidung
5)
Clubbing. Ini terjadi karena tidak adanya perpindahan oksigen dari paru- paru
ke aliran darah.
6)
Kolaps paru
7)
Prolaps rektal. Batuk persisten atau penekanan mungkin dapat menyebabkan
jaringan rektum timbul keluar.
8)
Penyakit liver
9)
Diabetes
10)
Komplikasi paling buruk dari cystic fibrosis adalah kegagalan pernapasan dan cor
pulmonale.
2.8 Pencegahan
Tetap masih belum ada penyembuhan untuk cystic fibrosis (CF), namun
perawatan-perawatan telah menjadi lebih baik pada tahun-tahun baru-baru ini.
Tujuan-tujuan dari perawatan CF adalah untuk:
Melonggarkan dan mengeluarkan lendir yang kental dan lengket dari paru-paru
anda.
10
Olahraga.
Obat-obat lain.
3. Antibiotik-Antibiotik
Kebanyakan orang-orang dengan CF mempunyai infeksi-infeksi paru derajat
rendah yang terus menerus. Adakalanya, infeksi-infeksi ini menjadi begitu serius
sehingga anda mungkin memerlukan dirawat dirumah sakit. Antibioti-antibiotik
adalah perawatan utama.
Anda mungkin diberikan beberapa tipe-tipe yang berbeda dari antibiotik-antibiotik.
Pilihan dari antibiotik-antibiotik tergantung pada:
11
lendir keatas. CPT untuk cystic fibrosis harus dilakukan tiga sampai empat kali setiap
hari.
CPT juga sering dirujuk sebagai pengaliran postural. Ini melibatkan duduk
anda atau berbaring pada perut anda dengan kepala anda kebawah ketika anda
melakukan CPT. Ini mengizinkan gaya berat untuk membantu mengalirkan lendir dari
paru-paru anda.
Karena CPT adalah berat atau tidak nyaman untuk beberapa orang-orang,
beberapa alat-alat telah dikembangkan baru-baru ini yang mungkin membantu dengan
CPT. Alat-alat termasuk:
Vest (rompi) terapi yang dapat dikembangkan yang menggunakan gelombanggelombang udara frekwensi tinggi untuk memaksa lendir keluar dari paru-paru
anda.
Alat "flutter", alat kecil yang dipegang tangan yang anda napas keluar melaluinya.
Ia menyebabkan getaran-getaran yang mengeluarkan lendir.
Forced expiration technique (FET) - memaksa keluar sepasang pernapasanpernapasan atau tiupan-tiupan dan kemudian melakukan pengenduran pernapasan.
4. Olahraga
Latihan aerobic membantu:
Mengendurkan lendir.
Jika anda olahraga secara teratur, anda mungkin mampu untuk memperpendek
terapi dada anda. Check dengan dokter anda sebelum melakukan ini.
12
5. Obat-Obat Lain
Obat-obat anti-peradangan mungkin membantu mengurangi peradangan pada
paru-paru anda yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang terus menerus. Obat-obat
ini termasuk:
Steroid-steroid yang dihirup atau, adakalanya oral. Steroid-steroid adalah obatobat anti-peradangan yang paling efektif.
Bronchodilators, yang adalah obat-obat yang dihirup yang mengendurkan otototot sekitar saluran-saluran udara sehingga saluran-saluran udara dapat terbuka.
Mereka harus dipakai tepat sebelum CPT untuk membantu membersihkan lendir.
6.
Human DNase (Dornase Alfa), obat yang mengendurkan lendir pada paru-paru
anda. Ia mungkin menjurus pada rawat inap yang lebih pendek.
Hypertonic saline, larutan dari air yang steril dan sangat asin yang dipakai
dengan nebulizer dua kali sehari, dapat membantu membersihkan lendir dan
memperbaiki fungsi paru. Beberapa dokter-dokter sekarang memberikannya pada
pasien-pasien yang terpilih diatas umur 6 tahun.
Oksigen
Jika tingkat oksigen dalam darah anda terlalu rendah, anda mungkin
memerlukan terapi oksigen. Oksigen biasanya diberikan melalui selang plastik hidung
yang bercabang atau masker.
7.
Paru
Operasi untuk menggantikan satu atau keduanya paru-paru anda dengan paru
yang sehat dari donor manusia mungkin membantu anda. Beberapa faktor-faktor yang
menentukan apakah anda dapat menjalani transplantasi paru termasuk:
3.1 Pengkajian
3.1.1 Anamnesa
Data yang dikumpulkan selama pengkajian digunakan sebagai dasar untutk
membuat rencana asuahan keperawatan klien. Proses pengkajian keperawatan harus
dilakukan dengan sangat individual (sesuai masalah dan kebutuhan klien saat ini).
Dalam menelaah status pernapasan klien, perawat melakukan wawancara dan
pemeriksaan fisik untuk memaksimalkan data yang dikumpulkan tanpa harus
menambah distres pernapasan klien. Setelah pengkajian awal perawat memilih
komponen pemeriksaan yang sesuai dengan tingkat distres pernapasan yang dialami
klien.
Data-data yang dikumpulkan atau dikaji meliputi :
1. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang: nama, umur, jenis
kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang
dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.
2. Keluhan Utama
Pasien dengan cystic fibrosis didapatkan keluhan berupa infeksi saluran
napas kronis berupa batuk kronis berdahak sering berulang, batuk dapat disertai
darah (hemoptysis), sesak napas, selera makan menurun, demam, insufisiensi
kelenjar eksokrin pankreas dan abnomalitas kelenjar keringat
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat penyakit sekarang pada pasien cystic fibrosis menunjukkan
adanya mutasi genetic yang membentuk protein CF transmembrane conductance
regulator (CFTR) yang terletak pada kromosom 7.
4. Riwayat penyakit dahulu
Kedua orang tua merupakan carrier dari gen resesif CFTR atau salah satu
dari orang tua ada yang menderita cystic fibrosis. Selain itu perlu ditanyakan juga
apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC paru, pneumonia, gagal
14
B1 (Breath)
Meliputi sesak napas, paru kekurangan oksigen sehingga jaringan rusak dan
kulit berwarna kebiruan (sianosis) dan batuk yang semakin hari semakin buruk
B2 (Blood)
Memungkinkan terjadinya hiperglikemi akibat pankreas tidak dapat
menghasilkan insulin dengan baik akibat mukus yang berlebihan hingga merusak
pankreas.
B6 (Bone) : -
15
3.1.4 Intervensi
1. Dx : Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret mukus yang
kental dan banyak serta upaya batuk buruk.
Tujuan : Klien tidak mengalami aspirasi
Kriteria Hasil : Menunjukan batuk yang efektif dan peningkatan pertukaran udara
dalam paru-paru.
2. Dx : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan napas
Tujuan : Mempertahankan oksigenasi atau ventilasi adekuat
Kriteria hasil :
a. Pasien memperlihatkan frekuensi napas efektif
b. Bebas dari distress pernapasan
c. GDA dalam rentang normal.
16
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Cystic fibrosis merupakan gangguan monogenic yang ditemukan sebagai penyakit
multisistem. Penyakit ini ditandai dengan adanya infeksi bakteri kronis pada saluran napas
yang pada akhirnya akan menyebabkan bronciectasis dan bronchiolectasis, insufisiensi
exokrin pancreas, dan disfungsi intestinal, fungsi kelenjar keringat abnormal, dan disfungsi
urogenital. (http://cetrione.blogspot.com). Cystic fibrosis bisa terjadi akibat adanya mutasi
genetic yang membentuk protein CF transmembrane conductance regulator (CFTR) yang
terletak pada kromosom 7. Manifestasi cystic fibrosis yang umum pada tahun pertama atau
kedua kehidupan pada traktus respiratorius yang paling sering batuk dan/atau infiltrate
pulmoner. Sebagian besar gejala dari cystic fibrosis adalah disebabkan oleh banyaknya
mucus. Gejala umumnya seperti batuk persisten yang disertai sputum, batuk dari efek
bronkitis dan pneumonia. Pemeriksaan diagnosyik pada kasus cystic fibrosis meliputi
pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologis CT scan, dan pemeriksaan kultur.
Sedangkan penatalaksanaan untuk mengatasi cystic fibrosihan yaitu medikamentosa dan
pembedahan. Asuhan keperawatan untuk kasus ini meliputi tahap asuhan keperawatan pada
umumnya. Adapun diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan pada kasus cystic fibrosis
salah satunya adalah bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret mukus
yang kental dan banyak serta upaya batuk buruk.
4.2 Saran
Bagi masyarakat yang menemui gejala gejala yang tertulis di atas segera lapor ke
pelayanan kesehatan terdekat sebagai upaya penangan lebih dini dan pencegahan komplikasi.
17
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis. EGC :
Jakarta.
Doenges, Marilynn E, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC : Jakarta.
http://cetrione.blogspot.com. (Cystic Fibrosis, Chapter 253, Harrison's Principles of Internal
Medicine 17th ed.,diterjemahkan oleh Husnul Mubarok,S.ked). Akses tanggal 2 Desember
2010.
18