Está en la página 1de 2

Hidup pantang menyerah untuk mengusahakan kese

jahteraan menjadi ungkapan perwujudan tanggung


jawab manusia kepada Allah atas hidup yang sudah
dianugerahkan-Nya. Hidup pantang menyerah meru
pakan sikap hidup yang ditunjukkan dengan tidak mudah
patah semangat dalam menghadapi berbagai rintangan
kehidupan, selalu bekerja keras untuk mewujudkan
tujuan hidup, dan menganggap bahwa rintangan atau
hambatan yang akan selalu ada dalam setiap langkah
untuk mencapai tujuan hidup itu harus dihadapi sebagai
pembelajaran hidup dari Allah.
Kesejahteraan hidup yang merupakan gambaran
keseluruhan kondisi-kondisi hidup yang memungkinkan
manusia secara lebih penuh dan lancar mencapai ke
sempurnaan hidup, dan kesempurnaan hidup itu digam
barkan dengan kecukupan hidup lahir dan batin seturut
dimensi sosialekonomi (bdk. Gaudium et Spes art. 26).
Oleh karena itu, manusia harus memperjuangkannya
dan mengusahakannya terus menerus untuk mencapai
kesejahteraan hidup yang dicita-citakan. Bekerja dan
mengusahakannya dengan pantang menyerah menjadi
ungkapan dan perwujudan tanggung jawab manusia
atas hidup yang sudah dianugerahkan oleh Allah. Kisah
hidup Sukardi, Di Atas Kursi Roda, Sukardi Merengkuh
Ganasnya Jalanan Ibu Kota jelas menggambarkan hidup
pantang menyerah: memperjuangkan kesejahteraan
yang tiada berkesudahan.

Keberlanjutan dan Kemandirian Kesejahteraan


Hidup

Kesejahteraan hidup manusia tergambar dalam sua


sana hidup sejahtera dan hidup damai. Makna hidup
sejahtera yang sebenarnya ketika manusia mengalami
perkembangan hidup secara mental, spiritual, inte
lektual, sosial dan material. Atau dengan kata lain,
hidup sejahtera berarti manusia hidup dalam kese
imbangan hidup kognitif dan hidup afektif, serta ke
seimbangan dalam hidup beriman; pengungkapan iman
dan perwujudan iman berjalan beriringan. Oleh kare
na itu, hidup sejahtera akan beriringan dengan hidup
damai. Hal ini menjadi tujuan dari seluruh hidup
manusia yang akan selalu diperjuangkan terus menerus
sepanjang hidup manusia.
Proses penciptaan keberlanjutan dalam mencapai
kesejahteraan hidup atas dasar hidup pantang menyerah
(tekun, ulet, sabar) akan mengarah pada pertumbuhan
kemandirian. Di dalam kemandirian, seorang pribadi
akan mampu memilih dan memutuskan apa yang baik bagi

dirinya maupun kepentingan pihak lain dan lingkungan


lebih luas, mengingat ada keterkaitan kepentingan
bersama. Oleh karena itu, tahapan untuk pencapaian
keberlanjutan dan kemandirian kesejahteraan hidup
dimulai dengan penyadaraan mengenai panggilan hidup
manusia dan tanggung jawab atas hidup yang telah
dianugerahkan oleh Allah (Gerakan APP 2012). Manusia
dipanggil untuk terlibat aktif untuk bekerja bersama
Allah dalam mengelola dan memelihara seluruh ciptaan
demi kesejahteraan hidup bersama dan keberlanjutan
hidup bagi seluruh ciptaan (Gerakan APP 2013). Keber
hasilan manusia dalam mencapai kepenuhan hidup
sejahtera (lahir dan batin) ditandai dengan proses
pembelajaran terus menerus (Gerakan APP 2014).
Belajar untuk selalu mengolah dan mengelola hidup
sebagai karunia Allah yang sangat bernilai dan pantas
untuk selalu diperjuangkan terus menerus.
Pembelajaran hidup pantang menyerah: tekun, ulet
dan sabar harus sudah diajarkan sejak dini dalam kelu
arga. Gambaran seorang bapak Bapak Sukardi yang
menghidupi nilai-nilai hidup yang terkandung dalam
hidup pantang menyerah dalam menghadapi tantangan
dan hambatan hidup bisa dijadikan inspirasi hidup
bagi anak-anak untuk menghargai hidup yang sudah
dianugerahkan Allah. Menghargai hidup bisa dimulai
dengan mengisi kehidupan sehari-hari; dari waktu
ke waktu dengan penuh tanggung jawab. Ketekunan,
keuletan dan kesabaran dalam menghadapi hambatan
dan menjalankan proses belajar, baik di sekolah
maupun di rumah yang dibuat dengan penuh kesadaran
dan tanggung jawab bisa menjadi awal yang baik dalam
membangun kemandirian hidup dan menjalani hidup
dengan pantang menyerah.

Penutup

Tantangan dan hambatan hidup yang terus menerus


dihadapi dalam mengusahakan dan memperjuangkan
kesejahteraan hidup akan membuat ketekunan, keu
letan dan kesabaran menjadi nyata dan hidup dalam
diri manusia, dan menjadikannya sebagai daya hidup
yang membuat manusia mampu bertahan dalam jepitan
ketegangan antara realitas hidup dan harapan hidup.
Daya hidup inilah yang menumbuhkan kemampuan
manusia untuk mempunyai daya hidup pantang menyerah
dalam mewujudkan cita-cita hidup; kemandirian dan
kesejahteraan hidup lahir dan batin.

Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi


Konferensi Waligereja Indonesia (PSE-KWI)
Jl. Cut Mutiah 10 Jakarta 10340,
Telp/Fax: 021-319 23 527
email: rd_teguhsantosa_pr@yahoo.co.id;

rini-pse@kawali.org; alberthoyudhi@ymail.com

Pengantar

Mewujudkan Hidup Sejahtera menjadi garapan te


ma Gerakan APP tahun 2012 2016. Hidup sejahtera ber
arti hidup dalam kebenaran, damai dan sukacita. Ketiga
dimensi ini dilihat sebagai nilai fundamental Kerajaan
Allah yang bukan hanya berkait dengan bidang spiri
tual, melainkan realitas yang harus diimplementasikan
dalam kegiatan hidup manusia seturut dimensi sosial
ekonomi. Gerakan APP Tahun 2012 Panggilan Hidup
dan Tanggung Jawab sudah merefleksikan mengenai
hal itu. APP Tahun 2013 Menghargai Kerja: Kerja Itu
Suci menjadi pengungkapan panggilan hidup dan
tanggung jawab sebagai umat beriman untuk bekerja
mengusahakan dan memelihara (Kejadian 2,15) har
ta benda yang telah dianugerahkan Allah bagi kese
jahteraan dan keberlanjutan hidup manusia. Kerja
menjadi sarana yang efektif untuk melawan kemiskinan
dan menuju kesejahteraan hidup (bdk. Amsal 10,4),
serta mempraktekkan suatu solidaritas yang dapat
diwujudkan dengan berbagi hasil kerja dengan mereka
yang berkekurangan (bdk. Efesus 4,28).
Oleh karena itu, setiap umat beriman perlu menyadari
bahwa seluruh perjalanan hidupnya merupakan proses
pembelajaran untuk mencapai kepenuhan hidup, kese
jahteraan lahir dan batin (Gerakan APP Tahun 2014
Belajar Sepanjang Hidup). Belajar sepanjang hidup
untuk mencapai kepenuhan kesejahteraan hidup di
bangun dengan mengolah dan mengelola
hidup sebagai karunia dan rahmat
Allah, dan hal ini sudah direfleksi
kan dalam gerakan APP Tahun
2015 Pola Hidup Sehat dan
Berkecukupan.
Mengolah
dan mengelola hidup akan
melahirkan daya hidup
sebagai daya juang untuk
hidup pantang menyerah.
Daya hidup yang dimak
sud adalah ketekunan,
keuletan dan kesa
baran yang akan men
dasari dalam proses
mewujudkan keman
dirian dan keberlan
jutan kesejahteraan
hidup, dan hal ini akan
menjadi olahan refleksi

dalam gerakan APP 2016 Hidup Pantang Menyerah:


Tekun, Ulet dan Sabar.
Gerakan APP 2016 Hidup Pantang Menyerah: Tekun,
Ulet dan Sabar mempunyai sasaran dan tujuan untuk
membangun dan mewujudkan perubahan dan pembaha
ruan iman umat dalam :
1. Menghargai dan menghormati hidup sebagai
anugerah yang berasal dan bersumber dari kasih
Allah melalui ketekunan, keuletan dan kesa
baran dalam menghadapi tantangan hidup.
2. Menggali dan menemukan daya kehidupan yang
bersumber dari kekuatan Allah untuk menjadi
landasan hidup dalam mencapai kesejahteraan
hidup lahir dan batin.

Daya Hidup: Tekun, Ulet, Sabar

Kemampuan manusia mempertahankan hidup dan


kehidupan yang dianugerahkan Allah sebagai yang
bernilai dan berharga akan melahirkan daya-daya hidup.
Tegangan yang terus menerus antara realitas hidup yang
dijumpai dengan harapan hidup menjadikan daya hidup
tumbuh dan terasah dengan baik. Ketekunan, keuletan
dan kesabaran menjadi nyata dan hidup dalam diri ma
nusia, serta menjadikanya sebagai daya hidup yang
membuat manusia mampu bertahan dalam jepitan
ketegangan antara realitas hidup dan harapan hidup. Di
Atas Kursi Roda, Sukardi Merengkuh Ganasnya Jalanan
Ibu Kota, sebuah narasi hidup yang bisa dipakai untuk
memahami makna daya hidup, yang membuat
manusia mempunyai kemampuan untuk
bertahan hidup dan pantang menyerah
dalam kondisi yang serba sulit untuk
mencapai kesejahteraan hidup
yang dicita-citakan (Kompas,
Senin 2 Maret 2015).
Selalu ada jalan bagi mereka
yang mau berusaha. Prinsip itu
dipegang Sukardi (69 tahun),
pedagang miniatur kapal
keliling. Lumpuh pada kakinya
akibat kecelakaan kerja pada
tahun 1976 tidak membuatnya
kehilangan semangat untuk
hidup. Tangannya yang telah
keriput seiring usia perlahan
mendorong dua roda dari kursi
rodanya. Kursi roda yang telah
dipakainya hampir 40 tahun. Saat

bertemu lobang, sigap ia berbelok, menghindarkan


roda-roda kursinya agar tidak terjebak lubang di jalan.
Beban Sukardi bukan hanya berhenti saat mampu
melewati rintangan-rintangan di jalan. Namun, setiap
hari, ia membawa 510 miniatur kapal pinisi, perahu
tradisional khas Sulawesi Selatan. Miniatur kapal yang
dibawanya cukup besar. Satu kapal kecil berukuran
panjang sekitar 50 cm dengan tinggi 30 cm. Adapun yang
berukuran besar mencapai 70 cm. Berjualan miniatur
perahu telah dilakoni Sukardi sejak tahun 1980, empat
tahun setelah kedua kakinya lumpuh.
Sukardi, di umur yang tidak lagi muda, masih menjadi
tumpuan bagi keluarganya. Selain untuk mencari biaya
kontrakan rumahnya di daerah Rawa Buaya, ia juga
bertugas mencari lauk bagi delapan orang yang tinggal
bersamanya. Satu anak perempuan, lima cucu dan dua
cicit adalah keluarga yang ditanggungnya. Meskipun
demikian, Sukardi tidak ingin menyerah mengarungi
belantara jalanan kota. Cita-citanya sederhana, Semo
ga bisa menabung untuk membeli kursi roda baru.
Supaya bisa agak cepat di jalanan.

Hidup Pantang Menyerah:

Memperjuangan Kesejahteraan yang Tiada


Berkesudahan
Dalam Kisah Penciptaan, Allah membentuk manusia
itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup
ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi
makhluk yang hidup (Kej 2,7). Hidup manusia berasal
dan bersumber dari Allah. Oleh karena itu, manusia
mampu mengenal dan mengasihi Allah pencipta-Nya
dan oleh Allah manusia ditetapkan sebagai tuan atas
semua makhluk di dunia ini, untuk menguasainya dan
menggunakannya sambil meluhurkan Allah (bdk. Gau
dium et Spes art. 12). Rencana dan rancangan Allah
dalam mencipta alam semesta dan isinya diproyeksikan
bagi kebutuhan dan keberlangsungan hidup manusia,
Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan
rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di
laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan
atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang
merayap di bumi. (Kejadian 1, 26).
Manusia diberi tanggung jawab atas bumi dan
segala makhluk yang diciptakan oleh Allah (Bdk. Kej
1,26). Tanggung jawab untuk mengolah dan mengelola
segala sesuatu yang sudah dianugerahkan oleh Allah
dipergunakan untuk membangun kesejahteraan hidup.

También podría gustarte