Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Di bidang industri konstruksi, pekerjaan beton memegang peranan sangat
penting. Dapat dikatakan hampir pada setiap bangunan yang didirikan, seperti
gedung bertingkat, perumahan, jalan, jembatan, bendungan dan saluran irigasi
serta bangunan lainnya selalu memerlukan pekerjaan beton, baik sebagai
kebutuhan utama maupun sebagai unsur bahan penunjang. Dalam pekerjaan
konstruksi beton, terutama konstruksi beton bertulang konvensional, pemadatan
atau vibrasi beton adalah pekerjaan yang mutlak untuk dikerjakan. Pemadatan
dalam pelaksanaannya itu sendiri adalah meminimalkan udara yang terjebak
dalam beton segar (fresh concrete) sehingga diperoleh beton yang homogen dan
tidak terjadi rongga-rongga di dalam beton (honey-comb).
Konsekuensi dari beton bertulang yang tidak sempurna pemadatannya,
diantaranya dapat menurunkan kuat tekan beton dan kekedap-airan beton sehingga
mudah terjadi karat pada besi tulangan. Pengecoran beton konvensional pada
beam column joint yang padat tulangan dengan alat vibrator belum menjamin
tercapainya kepadatan secara optimal. Selain itu penggunaan alat vibrator pada
daerah yang padat bangunan dapat menimbulkan polusi suara yang mengganggu
sekitarnya.
Terdapat beberapa cara untuk meningkatkan kinerja beton, antara lain :
mengurangi porositas bahan dengan mengurangi jumlah air dalam campuran
beton; menambah aktif mineral seperti Silica Fume, Copper Slag, atau abu
terbang (Fly Ash); menambah serat (fiber) dalam campuran beton; dan beton
dengan pemadatan mandiri atau Self Compacting Concrete. Self Compacting
Concrete (SCC) merupakan salah satu metode yang dipergunakan dalam suatu
keadaan tertentu dimana penggunaan metode konvensional tidak dapat
dipergunakan, sehingga agar dapat menggunakan metode ini dengan baik
diperlukan pengenalan awal baik dari penertian ataupun aplikasnya dilapangan.
1.2
Tujuan
Paper ini bertujuan untuk mengetahui salah satu jenis beton yaitu Self
Batasan Masalah
Dalam paper ini akan dibahas pengertian tentang Self Compacting
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Self Compacting Concrete (SSC)
Self Compacting Concrete (SCC) diperkenalkan pertama kali di Eropa
pada akhir abad ke-20 dan merupakan konsep inovatif untuk menghasilkan beton
yang dapat mengalir (flowable) namun tetap kohesif dan bermutu tinggi. Beton
akan dengan mudah mengalir, bahkan melalui tulangan yang rapat tanpa
mengalami segregasi ataupun bleeding. SCC juga mengatasi permasalahan
2
pengecoran untuk posisi yang tinggi karena dapat dipompa dengan mudah. Selain
tingkat kelecakan atau workablilitas yang tinggi pada beton segar, SCC setelah
mengeras (hardened concrete) juga memiliki kekuatan yang tinggi disebabkan
pengurangan kadar air sehingga porositas menjadi minimum, memiliki
kemampuan kedap air yang tinggi, serta deformasi susut yang rendah. Self
Compacting Concrete mengisyaratkan kemampuan mengalir yang baik pada beton
segar dengan nilai slump-flow minimal sebesar 60 cm. Beton SCC seringkali
digunakan sebagai material repair untuk perbaikan struktur bangunan yang
mengalami kerusakan seperti porous akibat kesalahan manual compacting
ataupun retak.
Beton memadat sendiri atau Self Compacting Concrete pertama kali
dikembangkan di jepang pada tahun 1990-an sebagai upaya untuk mengatasi
persoalan pengecoran komponen gedung artistik dengan bentuk geometri yang
tergolong rumit bila dilakukan pengecoran dengan beton normal. Di Indonesia
sendiri penggunaan beton SCC masih belum banyak, hanya beberapa bangunan
yang mengaplikasikannya terutama bangunan struktur-struktur besar seperti pada
jembatan Grand Wisata (Cable Stayed) di Bekasi, Jawa Barat pada tahun 2007
http://www.promolagi.com/potret_det.php?jid=114.
Accessed
on
05/12/2012
cukup besar, sekitar 40 % dari volume total campuran beton. Bahan pengisi ini
adalah pasir butiran halus dengan ukuran butiran maksimum (dmax ) 0,125 mm.
Porsi besar bahan pengisi ini menyebabkan campuran beton cenderung berprilaku
sebagai
pasta.
Penggunaan
superplastiziser
yang
memadai,
biasanya
2.3
4. Kuat tekan beton bias dibuat untuk beton mutu tinggi dan sangat tinggi
5. Lebih kedap, porositas lebih kecil
6. Susut lebih rendah
7. Dalam jangka panjang struktur lebih awet (durable)
8. Tampilan permukaan beton lebih baik dan halus karena agregatnya
biasanya berukuran kecil sehingga nilai estetis bangunan menjadi lebih
tinggi.
9. Karena tidak menggunakan penggerakan manual, lebih rendah polusi suara
saat pelaksanaan pengecoran.
10. Tenaga kerja yang dibutuhkan lebih sedikit karena beton dapat mengalir
dengan sendirinya sehingga dapat menghemat biaya sekitar 50 % dari
upah buruh.
SCC cocok untuk struktur-struktur yang sulit untuk dilaksanakan pemadatan
manual misalnya karena tulangannya sangat rapat ataupun karena bentuk
bekisting tidak memungkinkan, sehingga dikhawatirkan akan terjadi keropos
apabila dipadatkan secara manual. Selain itu bias juga diaplikasikan untuk lantai,
dinding, tunel, beton pre-cast dan lain-lain.
Untuk mendapatkan campuran beton SCC dengan tingkat workabilitas yang tinggi
perlu juga diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Agregat kasar dibatasi jumlahnya sampai kurang lebih 50% dari volume
padatnya.
2. Pembatasan jumlah agregat halus kurang lebih 40% dari volume mortar.
3. Water Binder Ratio dijaga pada level kurang lebih 0.3
2.4
2.4.1
Workability
Berdasarkan spesifikasi SCC dari EFNARC (European Federation of
1. Filling ability, adalah kemampuan beton SCC untuk mengalir dan mengisi
celah-celah antar besi tulangan atau bagian celah yang sempit dari cetakan
tanpa terjadi adanya segregasi atau blocking.
3. Segregation resistance, adalah kemampuan beton SCC untuk menjaga
Metode Test
Metode
test
pengukuran
workability
telah
dikembangkan
untuk
menentukan karakteristik beton SCC dan sampai saat ini belum ada satu jenis test
yang bisa mewakili ketiga syarat karakteristik beton SCC seperti tersebut diatas.
Ada beberapa pengujian yang direkomendasikan oleh pedoman Eropa, seperti:
2.4.2.1 Slump-Flow
Slump-flow test dapat dipakai untuk menentukan filling ability baik di
laboratorium maupun di lapangan dan dengan memakai alat ini dapat diperoleh
kondisi workabilitas beton berdasarkan kemampuan penyebaran beton segar yang
dinyatakan dengan besaran diameter yaitu antara 60 cm 75 cm.
Kebutuhan nilai slump flow untuk pengecoran konstruksi bidang vertical
berbeda dengan bidang horizontal. Kriteria yang umum dipakai untuk penentuan
awal workabilitas beton SCC berdasarkan tipe konstruksi adalah
a. Untuk konstruksi vertikal, disarankan slump-flow diantara 65 cm sampai
70 cm.
b. Untuk konstruksi horizontal, disarankan menggunakan slump-flow antara
60 cm sampai 65 cm.
Adapun metode slump-flow test, yaitu:
L-Shape_Box test akan didapat nilai blocking ratio, yaitu nilai yang didapat dari
perbandingan antara H2/H1. Semakin besar nilai blocking ratio, semakin baik
beton segar yang mengalir dengan viskositas tertentu. Untuk test ini criteria yang
umum dipakai baik untuk tipe konstruksi vertical maupun untuk konstruksi
horizontal disarankan mencapai nilai blocking ratio antara 0,8 sampai 1,0
2.4.2.3 V-Funnel
Metode ini dipakai untuk mengukur viskositas beton SCC dan sekaligus
mengetahui segregation resistance. Kemampuan beton segar untuk segera
mengalir melalui mulut di ujung bawah alat ukur V-Funnel diukur dengan besaran
waktu antara 6 detik sampai maksimal 12 detik.
Berikut cara kerja alat Funnel Test:
a. Penutup bagian bawah ditutup.
b. Campuran beton segar diisikan pada V-Funnel sampai jenuh
10
Adalah cara yang sangat efektif untuk mengukur stabilitas SCC. Pengujian
ini diawali dengan mengambil sampel 10 liter beton dan didiamkan untuk
memungkinkan adanya segregasi internal dalam jangka waktu tertentu, kemudian
dituangkan ke saringan 5 mm (diameter 350 mm). Setelah dua menit, mortar yang
melewati saringan ditimbang dan dinyatakan sebagai persentase dari berat sampel
asli dalam saringan.
2.4.3
2.5
1.
ketika masih segar (fresh concrete) maupun setelah mengeras (hardend concrete).
Sampel SCC dibuat sebanyak 18 benda uji yang diperoleh dengan 3 kali
pencamuran (mixing), masing-masing untuk pengujian 3, 7 dan 28 hari.
Pada penelitian ini, SCC didesain tidak menggunakan filler, tetapi sebagai
gantinya digunakan Portland Composite Cement (PCC) yang telah mengandung
bahan pozzolanic antara lain Fly Ash.
11
Adapun agregat yang digunakan, yaitu batu pecah dan pasir, berasal dari sungai
Jeneberang, Sulawesi Selatan dan telah diuji fisis berdasarkan ASTM C33-03
(Standard Specification for Concrete Agregates). Desain campuran SCC
menggunakan metode DoE (Development of Environment) dengan kelecakan
aliran desain (slump flow) 65-75 cm dan kuat tekan desain 30 MPa (beton K-300).
Perbandingan air dengan semen (wcr) adalah 0,45 pada kadar 0% admixture.
Desain
campuran
SCC
menggunakan
admixture
Superplasticizer
untuk
416 kg semen
Slump flow, SCC dimasukkan ke dalam cetakan (formwork) berdasarkan JSCEF515-999 (Standard Practice for Making Test Specimens of High Fluidity
Concrete). Benda uji yang digunakan adalah silinder yang memiliki dimensi
()15 cm dan (t) 30 cm. Benda uji dibuat di ruangan dengan suhu standar ruangan
laboratorium. Setelah 24 jam benda uji dikeluarkan dari cetakan, dan evaluasi
secara visual dilakukan untuk melihat hasil pemadatan.
Hasil pengujian Kelecakan aliran SCC diuji dengan Slump-Cone Test
(Kerucut terbalik) untuk mengambil nilai Slump-Flow. Pengujian ini berdasarkan
kemampuan penyebaran beton segar yang dinyatakan dengan besaran diameter
sesuai desain campuran.
12
Hasil pengujian slump flow menunjukkan, SCC dengan kadar 1,5%, 2,0%,
dan 2,5% Superplasticizer mampu memenuhi kelecakan aliran desain, yaitu 65-75
cm. Nilai slump-flow yang terendah adalah pada kadar 1,5% Superplasticizer,
yaitu 71,7 cm
Grafik hubungan antara kadar Superplasticizer dengan nilai slump-flow
menunjukkan, kadar Superplasticizer berpengaruh terhadap kelecakan aliran SCC,
meskipun tidak signifikan. Semakin besar kadar Superplasticizer yang diberikan,
maka semakin tinggi nilai slump-flow yang berarti semakin tinggi tingkat
kelecakan aliran (workabilitas) SCC. Berdasarkan angka pada grafik, peningkatan
kelecakan aliran SCC pada setiap penambahan 0,5% kadar Superplasticizer rata
rata hanya 0,65 cm atau 0,9%.
Hasil evaluasi visual pada beton segar menunjukkan, SCC dengan kadar
1,5%, 2,0%, dan 2,5% Superplasticizer mampu mengalir dan mengisi seluruh
ruang cetakan secara mandiri (self compactible) tanpa terjadi segregasi material
yang berarti.
13
Hasil evaluasi visual beton keras menunjukkan seluruh sisi dan sudut
benda uji tampak halus tanpa bekas lubang udara yang besar dan pada sudutnya
tidak terjadi keropos atau sarang lebah akibat segregasi material.
Analisis hasil pengujian kuat tekan beton umur 28 hari menunjukkan, SCC
dengan kadar 1,5%, 2,0%, dan 2,5% Superplasticizer memenuhi kuat tekan desain
yaitu sebesar 30 MPa (beton K-300). Nilai kuat tekan yang tertinggi yaitu 47,35
MPa adalah pada kadar 1,5% Superplasticizer.
Grafik hubungan antara kadar Superplasticizer dengan kuat tekan SCC
pada umur 3, 7, dan 28 hari menunjukkan, kadar Superplasticizer berpengaruh
terhadap kekuatan tekan SCC. Semakin besar kadar Superplasticizer yang
diberikan, maka semakin menurun kekuatan tekan SCC. Kekuatan tekan SCC
pada umur 28 hari menurun rata-rata 4,29 MPa atau 9,32% pada setiap
penambahan 0,5% Superplasticizer. Kecenderungan ini dapat disebabkan oleh
faktor kadar admixture dan pengurangan kadar air semen, susunan campuran (mix
design) SCC, serta cara pengerjaan.
14
2.
yang
dibutuhkan
untuk
melaksanakan
Prosedur pengujian kuat tekan beton dilaksanakan berdasarkan SNI : 031974-1990, benda uji diletakkan pada mesin tekan secara sentris, dan mesin tekan
dijalankan dengan penambahan beban antara 2 sampai 4 kg/cm2 perdetik.
Pembebanan dilakukan sampai benda uji menjadi hancur dan beban maksimum
15
yang terjadi selama pemeriksaan benda uji dicatat. Setiap varian dalam penelitian
ini dilakukan uji kuat tekan pada umur 3, 7 dan 28 hari dengan jumlah benda uji
sebanyak 3 buah silinder beton untuk 1 data uji. Hasil trial-mix komposisi agregat
yang paling optimal, selanjutnya digunakan dalam studi pemanfaatan serbuk bata
merah sebagai filler dalam proses produksi SCC.
Hasil dari pengujian terhadap sifat beton segar (dalam penelitian ini
meliputi uji slump dan slump flow) ditunjukkan dalam grafik dibawah
16
superplasticizer
menyebabkan
polycarboxylate
terjadinya
dispersi
sehingga kohesifitas beton segar dapat meningkat dan gejala segregasi dan
bleeding dapat diminimalisir, secara visual beton segar terlihat seperti cairan
madu yang kental tetapi mampu mengalir dengan baik. Nilai slum
flow akan mencapai 65 cm jika fraksi agregat halus lebih dari 40%, sehingga
untuk menghasilkan SCC diperlukan fraksi agregat halus minimal 40%.
Hasil pengujian kuat tekan beton yang dilakukan pada saat
benda uji
berumur 3, 7 dan 28 hari dapat dilihat pada gambar dibawah
Regresi polinomial berderajat dua yang dilakukan terhadap hasil uji kuat tekan
pada umur 3, 7 dan 28 hari. Hasil tersebut menunjukkan untuk memproduksi
beton jenis SCC fraksi agregat halus yang digunakan sebaiknya berkisar antara
40% sampai 60%, dengan kekuatan optimum akan dicapai pada saat digunakan
fraksi agregat halus sebesar 50%. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang
18
Gambar 2. 10 Hasil pengujian uji kuat tekan SCC dengan filler serbuk
bata merah
Sumber: Widodo, Slamet. 2006. Optimalisasi Kuat Tekan Self-Compacting
Concrete Dengan Cara Trial-Mix Komposisi Agregat Dan Filler Pada
Campuran Adukan Beton
19
3.CaO.2SiO2.3H2O + 3Ca(OH)2
2(2CaO.SiO2) + 4H2O
3.CaO.2SiO2.3H2O + Ca(OH)2
3.CaO.2SiO2.3H2O
3 Ca(OH)2 + 2Al2O3
3.CaO.2Al2O3.3H2O
3 Ca(OH)2 + 2Fe2O3
3.CaO.2Fe2O3.3H2O
20
sehingga tidak semua serbuk bata merah dapat bereaksi dengan kapur bebas dan
mengakibatkan terganggunya ikatan antara pasta dengan agregat yang digunakan.
Gambar 2. 11 Laju kuat tekan SCC dengan filler serbuk bata merah
Sumber: Widodo, Slamet. 2006. Optimalisasi Kuat Tekan Self-Compacting
Concrete Dengan Cara Trial-Mix Komposisi Agregat Dan Filler Pada
Campuran Adukan Beton
21
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Self-compacting Concrete (SCC) dapat didefinisikan sebagai suatu jenis
beton yang dapat dituang, mengalir dan menjadi padat dengan memanfaatkan
berat sendiri, tanpa memerlukan proses pemadatan dengan getaran atau metode
lainnya, selain itu beton segar jenis self compacting concrete bersifat kohesif dan
dapat dikerjakan tanpa terjadi segregasi atau bleeding
SCC cocok untuk struktur-struktur yang sulit untuk dilaksanakan
pemadatan manual misalnya karena tulangannya sangat rapat ataupun karena
bentuk bekisting tidak memungkinkan, sehingga dikhawatirkan akan terjadi
keropos apabila dipadatkan secara manual. Selain itu bisa juga diaplikasikan
untuk lantai, dinding, tunel, beton pre-cast dan lain-lain.
Untuk mendapatkan campuran beton SCC dengan tingkat workabilitas
yang tinggi perlu juga diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Agregat kasar dibatasi jumlahnya sampai kurang lebih 50% dari volume
padatnya.
2. Pembatasan jumlah agregat halus kurang lebih 40% dari volume mortar.
3. Water Binder Ratio dijaga pada level kurang lebih 0.3
3.2
Saran
Dalam penerapan beton SCC dilapangan diharapkan sesuai dengan mix
22
23