Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
Oleh :
Hana Mitayani
01.211.6403
LEMBAR PENGESAHAN
RADIOGRAPH BASED DISCUSSION
Diajukan guna melengkapi tugas kepaniteraan klinis bagian ilmu radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung
Nama
:
Hana Mitayani
01.211.6403
Naim Ismail I.
01.211.6463
Tutut Nila M.
01.211.6545
Judul
Bagian
: Ilmu Radiologi
Fakultas
: Kedokteran UNISSULA
Juli 2015
Pembimbing,
ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................4
2.1. Anatomi Jantung........................................................................4
2.1.1. Bentuk dan letak jantung........................................................4
2.1.2. Lapisan jantung....................................................................4
2.1.3. Ruang-Ruang Jantung............................................................6
2.1.4. Katup Jantung................................................................7
2.1.5. Sirkulasi jantung...................................................................8
2.2. Radiologi Jantung....................................................................10
2.2.1. Jantung Normal..................................................................10
2.2.2. Pembesaran Jantung............................................................13
2.3. Congestive heart fealure (CHF)...................................................16
2.3.1. Definisi CHF.....................................................................16
2.3.2. Etiologi CHF.....................................................................16
2.3.3. Patofisiologi CHF...............................................................17
2.3.4. Klasifikasi CHF.................................................................18
2.3.5. Manifestasi Klinis CHF........................................................19
2.3.6. Gambaran Radiologi CHF............................................19
2.3.7. Diagnosis Banding CHF.......................................................27
2.3.8. Penatalaksanaan CHF..........................................................38
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
digunakan untuk diagnosis suatu gagal jantung, kita juga perlu mengetahui
bagaimana cara diagnosis melalui gambaran rontgen dada (Sudoro, 2006).
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa
tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Definisi
gagal yaitu relatif terhadap kebutuhan metabolik tubuh, penekanan arti gagal
ditujukan pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan. Istilah gagal
miokardium ditujukan spesifik pada fungsi miokardium, gagal miokardium
umumnya mengakibatkan gagal jantung, tetapi mekanisme kompensatorik
sirkulasi dapat menunda atau bahkan mencegah perkembangan menjadi gagal
jantung dalam fungsi pompanya yang bermanifestasi terhadap pembesaran
jantung atau kardiomegali sebegai respon jantung terhadap mekanisme
kompensatorik. Kardiomegali adalah suatu keadaan dimana terjadi pembesaran
pada jantung. Beberapa penyebab kardiomegali antara lain penyakit miokardia,
penyakit arteri koroner, defek jantung kongenital dengan gagal jantung ataupun
beberapa keadaan lain seperti tumor jantung, anemia berat, kelainan endokrin,
malnutrisi, distrofi muskular dan gagal jantung akibat penyakit paru (Ismail,
2009).
Dari 4,8 juta penduduk Amerika, sekitar 400.000 penduduk yang
terdiagnosa terkena penyakit gagal jantung kongestif per tahunnya. 1,5% - 2%
orang dewasa di Amerika Serikat menderita CHF (Congenital Heart Disesase),
terjadi 700.000 perawatan di rumah sakit per tahun. Di Inggris, sekitar 100.000
pasien dirawat di rumah sakit setiap tahun untuk gagal jantung., merpresentasikan
5% dari semua perawatan medis dan menghabiskan lebih dari 1% dana perawatan
kesehatan nasional. Di Indonesia, sekitar 3-20 per 1000 orang pada populasi
mengalami gagal jantung, dan prevalensinya meningkat seiring pertambahan usia
yaitu 100 per 1000 orang pada usia di atas 65 tahun (Gray, 2003; brashers, 2008).
Gagal jantung susah dikenali secara klinis serta tidak spesifik serta hanya sedikit
tanda-tanda klinis pada tahap awal penyakit. Maka dari itu pemeriksaan
penunjang seperti rontgen sangat membantu untuk menegakkan diagnosa.
Gambaran sinar rontgen yang menyokong diagnosa dari gagal jantung ialah
adanya kardiomegali yang paling sering dijumpai, penonjolan vaskular pada lobus
atas, efusi pleura dan adanya kongesti vena paru (garis Kerley B) atau edema
paru. Beberapa gambaran di atas itulah yang menjadi karakteristik dari gambaran
rontgen toraks pasien gagal jantung (Gleadle, 2005).
Dengan data perkembangan seperti ini, penyakit gagal jantung atau CHF
yang bernafestasi terhadap pemebesaran jantung akan menyebabkan permasalahan
yang signifikan bagi masyarakat global dan bukan tidak mungkin dalam kurun
beberapa tahun kedepan angka statistik ini akan bergerak naik jika para praktisi
medis khususnya tidak segera memperhatikan faktor risiko utama yang menjadi
awal mula penyakit ini. Dengan demikian perlu adanya penanganan dari segala
aspek baik secara biomedik maupun biopsikososial. Dan untuk itu kasus ini
diangkat sebagai salah satu bentuk tanggung jawab sebagai praktisi medis agar
dapat mengenal penyakit ini lebih rinci sebelum benar-benar mengaplikasikan
teori pengobatan yang rasional.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Jantung
2.1.1. Bentuk dan letak jantung
Jantung berbentuk seperti buah pir atau kerucut terletak seperti
piramida terbalik dengan apeks (puncak) berada di bawah dan basis (alas)
berada di atas. Jantung yang normal terletak di rongga dada sebelah kiri, di
dalam ruang mediastinum. Apeks jantung menghadap ke kiri depan bawah.
Besar jantung lebih kurang sebesar kepalan tangan pemiliknya. Pada bayi
ukurannya relatif lebih besar daripada dewasa. Pada bayi, perbandingan
jantung terhadap rongga dada (rasio kardiotoraks) mencapai 60%, pada anak
besar sampai dewasa muda mencapai 50% (Guyton, 2008).
Atrium kiri. Berfungsi menerima darah yang kaya oksigen dari paruparu melalui empat buah vena pulmonalis. Kemudian darah mengalir ke
ventrikel kiri dan dipompakan ke seluruh tubuh melalui aorta.
2. Ventrikel
antara
atrium
dengan
ventrikel
dinamakan
katup
2. Sirkulasi Pulmonal
3.
oksigenasi yang cukup pada otot jantung itu sendiri. Sirkulasi koroner
meliputi seluruh permukaan jantung dan membawa oksigen untk
miokardium melalui cabang-cabang intramiokardial yang kecil-kecil
(Guyton, 2008).
10
tak terlihat
Tonjolan III : terkadang ada (v. Azygos)
Tonjolan IV : atrium kanan.
11
12
13
(normal : 48-50 %)
jantung
Ventrikel Kanan
Apeks
ke
segmen
menonjol
Atrium Kanan
Batas
jantung
Apeks ke laterokaudal
Atrium kiri
Double
14
terangkat
15
16
17
tekanan
bergantung
pada
kelenturan
ventrikel.
Dengan
18
aktivitas fisik, dimana aktivitas biasa tidak menimbulkan rasa lelah dan
sesak napas.
2. Kelas II: Penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan adanya
pembatasan aktivitas fisik yang ringan, merasa lega jika beristirahat.
3. Kelas III: Penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan adanya
pembatasan aktivitas fisik yang ringan, kegiatan fisik yang lebih ringan
dari kegiatan biasa sudah memberi gejala lelah, sesak napas.
4. Kelas IV: Penderita dengan gagal jantung yang tidak sanggup melakukan
kegiatan apapun tanpa keluhan, gejala sesak napas tetap ada walaupun
saat beristirahat (Wilson, 2006).
19
2.
3.
4.
Kardiomegali
5.
6.
Irama derap S3
7.
8.
Refluks hepatojugular.
Kriteria minor :
1.
2.
3.
Dispneu deffort
4.
Hepatomegali
5.
Efusi pleura
6.
7.
20
21
1. Stage 1 :
Pada stage 1 PCWP [13-18 mm]. Terjadi redistribusi dari pembuluh
darah paru. Pada foto toraks PA normal, pembuluh darah pada lobus
atas lebih kecil dan sedikit dibanding pembuluh darah pada lobus
bawah paru. Pembuluh darah paru yang beranastomosis memiliki
kapasitas reservoir dan akan mengalir pada vaskular yang tidak
menerima perfusi darah, sehingga menyebabkan terjadinya ditensi pada
vaskular yang telah mendapat perfusi darah. Hal ini mengakibatkan
terjadinya redistribusi pada aliran darah pulmonal. Awalnya terjadi
aliran darah yang sama, kemudian terjadi redistribusi aliran darah dari
lobus bawah menuju lobus atas.
Pada gambaran radiologis tampak redistribusi dari pembuluh darah
paru, kardiomegali, dan broad vascular pedicle.
2. Stage 2 :
Pada stage 2, PCWP [18-25 mm]. Tahap ini ditandai oleh kebocoran
cairan kedalam interlobular dan interstitial peribronkial sebagai akibat
dari meningkatnya tekanan di dalam kapiler paru. Saat kebocoran cairan
masuk ke dalam septum interlobular perifer, akan tampak gambaran
garis Kerley B pada foto toraks. Saat kebocoran cairan masuk ke dalam
interstitial peribronkovaskular, pada foto toraks akan tampak gambaran
penebalan pada dinding bronkus yang disebut peribronchial cuffing dan
pengaburan pembuluh darah paru (perihilar haze). Selain itu, fisura
interlobaris juga akan terlihat menebal pada foto toraks.
3. Stage 3 :
Pada stage ini, PCWP [> 25 mm]. Tahap ini ditandai dengan
berlanjutnya kebocoran cairan menuju interstitial, yang tidak dapat
dikompensasi oleh drainase limfatik. Hal ini akan mengakibatkan
kebocoran cairan menuju alveoli (edema alveolar) dan kebocoran cairan
menuju cavum pleura (efusi pleura). Pada foto toraks akan tampak
gambaran konsolidasi, air bronchogram, cotton woll appearance, dan
efusi pleura.
4. Stage 4 :
Pada tahap ini terjadi proses hemosiderosis, osifikasi (tampak pada
hipertensi pulmonum yang lama) (Lorraine, 2011).
22
23
Seiring dengan meningkatnya tekanan hidrostatik, terjadilah tandatanda edema interstitial yang diikuti tanda-tanda edema alveolar:
a) Pengaburan dari tepi pembuluh darah
b) Perihilar kabur
24
25
Gambar 2.13. Garis kerley B tampak berupa garis putih horizontal yang
pendek-pendek pada bagian basal paru
f) Garis Kerley C
Garis ini jarang terlihat dibanding garis yang lain. Bentuk garis ini
pendek dan tipis dengan gambaran reticular yang merepresentasikan
garis Kerley B en face. Munculnya garis ini disebabkan oleh
menebalnya anastomosis pembuluh limfe atau superimpose dari
beberapa garis Kerley B.
g) Efusi pleura
Efusi laminar yang berkumpul di bawah pleura viseral, yakni pada
jaringan ikat longgar antara paru dan pleura.
Gambar 2.14. Efusi pleura tampak pada foto torak PA dan lateral
h) Bats Wings
Saat tekanan hidrostatik mencapai 25 mmHg, cairan melewati alveoli
dan menyebabkan edema paru. Hal ini dapat terlihat sebagai densitas
alveolar multiple dari setengah bagianbawah paru. Kemungkinan lain,
dapat juga terlihat densitas ruang udara bilateral yang difus dan kurang
tegas/jelas atau densitas perihilar.
26
27
28
29
Prolaps katup
Pada waktu sistolik sebagian darah dari ventrikel kiri masuk lagi ke
dalam atrium kiri. Darah balik ini jumlahnya dapat besar, bergantung
pada parahnya kerusakan katup mitral. Pada diastolic darah dari
atrium yang jumlahnya menjadi besar ini mengalir ke dalam ventrikel
kiri.
30
ventrikel
kanan
sudah
menunjukka
gejala
kegagalan.
b)
31
Efusi pleura
Biasanya penimbunan cairan di kavum pleura ini agak jarang.
Efusi pleura dapat terjadi terutama pada dekompensasi yang
sudah lanjut.
d)
mendalam.
Bentuk
jantung
semacam
ini
disebut
32
4. Stenosis aorta
Stenosis katup aorta menyebabkan terjadinya dilatsi pasca stenotik
pada aorta asendens. Aorta desenden tidak berubah, tetapi kadangkadang menjadi lebih kecil dari normal. Ventrikel kiri mengalami
hipertrofi dan kemidian disertai dilatasi.
Selama ventrikel kiri cukup kompeten, keadaan vascular paru tidak
berubah. Bila ventrikel kiri mengalami kegagalan, maka darah tidak
dapat dipompa ke aorta secara biasa, dan akibat timbunan darah di
ventrikel kiri ini terjadilah pembesaran atrium kiri dan bendungan
vena pulmonalis (Rasad, 2010).
33
a) Penyempitan
pada
infundibular,
mengakibatkan
stenosis
infundibular.
b) Penyempitan di katup pulmonal sendiri, stenosis valvular.
c) Penyempitan
di
cabang-cabang
arteri
pulmonalis,
stenosis
supravalvular.
Stenosis dapat terjadi di dua tempat, misalnya stenosis infundibular dan
stenosis valvular atau stenosis supravalvular.
2. Atrial Septal Defect (ASD)
Defek pada sekat atrium dapat terjadi pada septum primum yang tidak
menutup. Atau terjadi pada septum sekundum (foramen ovale), karena
foramen ini terlalu lebar atau penutupnya kurang sempurna (Kumar,
2007).
Pada kebocoran jantung dengan arah arus dari kiri ke kanan ini (L-R
shunt) hilus melebar, tebal, dan tampak pulsasi hilus. Pulsasi ini disebut
hilar dance. Hilar dance ini terjadi karena arteri pulmonalis penuh
darah dan melebar, sehingga pulsasi ventrikel kanan merambat sampai
ke hilus. Hilar dance ini dapat dilihat pada kedua hilus dengan
fluoroskopi.
Darah dari atrium kiri mengalir ke dalam atrium kanan (L-R shunt).
Bersama dengan darah dari atrium kanan, darah tersebut masuk ke
dalam ventrikel kanan lalu ke arteri pulmonalis. Jumlah darah dalam
ventrikel kanan dan arteri pulmonalis menjadi besar dan terjadi dilatasi
ventrikel kanan dan arteri pulmonalis. Darah yang masuk ke ventrikel
kiri berkurang.
Makin besar defeknya, makin kecil jumlah darah yang mengalir ke
ventrikel kiri, karena sebagian besar darah dari atrium kiri mengalir ke
atrium kanan melalui defek. Aorta menjadi kecil, hampir sukar dilihat,
sedangkan arteri pulmonalis menjadi 3-5 kali lebih besar. Pembuluh
darah hilus melebar demikian juga cabang-cabangnya. Lambat laun
34
35
bervariasi, mulai dari ukuran kecil sampai besar. Darah dari ventrikel
kiri mengalir melalui defek ke dalam ventrikel kanan (L-R shunt).
Bersama-sama darah yang datng dari atrium kanan, darah di ventrikel
kanan jumlahnya bertambah besar. Seluruh pembuluh darah arteri
pulmonalis beserta pembuluh darah di paru melebar. Hilus melebar.
Arteri pulmonalis menonjol. Aorta menjadi kecil, karena darah yang
seharusnya mengalir ke aorta, sebagian mengalir kembali ke ventrikel
kanan. Atrium kiri yang menampung darah dari vena pulmonalis yang
julahnya banyak, akan melebar dari biasa dan dapat mengalai dilatasi.
Ventrikel kiri otot-ototnya mengalami hipertrofi. Hipertrofi ini agak
sukar dilihat pada foto polos. Arah arus dari kiri ke kanan dapat
berbalik menjadi dari kanan ke kiri bila terjadi kelainan pada pembuluh
darah paru, yaitu pembuluh darah paru lumennya menjadi sempit
terutama di bagian perifer. Hal ini berakibat tekanan di arteri
pulmonalis menjadi tinggi. Tekanan di ventrikel kanan juga meninggi.
Bila tekanan di ventrikel kanan menjadi lebih tinggi dari pada tekanan
di ventrikel kiri, maka terjadilah pembalikan arah kebocoran menjadi
R-L shunt. Perubahan arah kebocoran ini menyebabkan penderita
menjadi sianosis, sesuai dengan gejala Eisenmenger.
36
37
arteri pulmonalis ke aorta. Pada saat itu pasien akan mengalami sianosis
atau mengalami sindrom Eissenmenger.
kanan
mengalami
dilatasi
dan
penebalan
otot
bayangan
hitam
antara
ventrikel
kanan-kiri.
38
39
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. Identitas Penderita
Nama
: Tn. S
Usia
: 72 th 6 bln 7hr
Jenis kelamin
: Laki Laki
Alamat
: Sedang guo RT 03/09 G. Tembalan Semarang
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Tidak bekerja
Pendidikan
: SD
Status
: Menikah
Suku Bangsa
: Jawa (WNI)
Ruangan
: Baitus Salam 1/Rawat INAP
Masuk RSISA : Selasa, 7 Juli 2015
3.2. Anamnesa (Alloanamnesa)
Anamnesis
Keluhan Utama
:
Riwayat Penyakit Sekarang :
Onset
:
Lokasi
:
Kualitas
:
Kuantitas
Nyeri dada
1 bulan sebelum masuk Rumah Sakit
dada sebelah kiri
nyeri terus menerus dirasakan menjalar sebelah
kiri.
: Keluhan tersebut membuat penderita tidak
40
3.3. Diagnosis
Suspek CHF
3.4. Pemeriksaan Penunjang
3.4.1 Pemeriksaan Laboratorium
HEMATOLOGI
3.4.1.1 Darah Rutin
3.4.1.1.1 Hb
12.5
3.4.1.1.2 Ht
37.0
3.4.1.1.3 Leukosit
3.8
3.4.1.1.4 Trombosit
107
3.4.1.2 Golongan Darah/Rh
B/Positif
3.4.1.3 APTT
24.3
3.4.1.4 Waktu Protombin
10.4
KIMIA
3.4.1.5 Gula Darah Sewaktu 59
3.4.1.6 Ureum
48
3.4.1.7 Creatinin Darah
1.41
41
3.4.1.7.1 Natrium
1.41
3.4.1.7.2 Kalium
4.17
3.4.1.7.3 Chloride
102.3
3.4.2 Pemeriksaan Radiologi
3.4.1.1. Gambaran Radiologi Thorax
42
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Seorang pasien laki-laki dengan usia 72 tahun tahun datang ke UGD pada
selasa tangal 7 Juli 2014. 1 bulan yang lalu sebelum masuk rumah sakit, penderita
mengeluh nyeri dada kiri. Nyeri dirasakan semakin lama semakin berat. Keluhan
tersebut membuat penderita tidak nyaman saat aktivitas ringan. Nyeri semakin
sakit jika penderita mengangkat benda berat. Nyeri berkurang jika penderita
berbaring. 3 hari ini keluhan semakin berat, pasien memeriksakan diri langsung ke
IGD RISA dan langsung menjalani rawat inap. Penderita memiliki riwayat
hipertensi, jarang olaraga, dan merokok.
Dari hasil pemeriksaan radiologi foto thoraks, didapatkan gambaran pada
foto thoraks : Cor : CTR > 50%, mengalami pembesaran (suspek LVH) .Pulmo :
Tak tampak Kelainan., dan di dapatkan elongasi aorta.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Hubungan antara usia dengan kardiomegali (LVH)
Pasien Tn. S memiliki usia kategori usia lanjut yang sangat berisiko
terjadinya pembesaran jantung. Hal ini sejalan dengan penelitian
sebelumnya yang pernah dilakukan dilakukan di Poliklinik Penyakit
Dalam RSU Kota Tasikmalaya oleh Gysele S. Bleumink dkk, dimana
insiden kejadian gagal jantung banyak dijumpai pada usia lebih dari 65
tahun.
4.2.2
hipertensi
dan
berdasarkan
hasil
43
pemeriksaan
radiologi
mengalami
44
pembesaran jantung kiri atau LVH. Hal ini sesuai dengan penelitian
sebelumnya bahwa hipertensi merupakan faktor resiko terhadap kejadian
hipertrofi ventrikel kiri dimana pria dengan hipertensi beresiko sebesar 7,737
kali mendapatkan LVH dibandingkan dengan mahasiswa pria yang
normotensi (Ribka dkk, 2015). Pada pemeriksaan ekokardiografi menujukan
bahwa LVH terjadi pada lebih dari 50% penderita hipertensi sedang dan
hamper pada semua penderita yang di rawat karena hipertensi berat
(Horrower, 1998).
Jantung mengalami hipertrofi dalam usaha akibat beban tekan
(Pressure over load) atau beban volume (Voleme overload yang
mengakibatkan peningkatan tegangan dinding otot jantung. Hipertrofi
ventrikel kiri dimulai dengan peningkatan kontraktilitas miokard yang
dipengaruhi oleh sistem saraf adrenergik sebagai respon neurohumoral,
kemudian diikuti dengan peningkatan aliran darah balik vena karena
vasokontriksi dipembuluh darah perifer dan retensi cairan oleh ginjal.
Bertambahnya volume darah dalam vaskuler akan meningkatkan beban kerja
jantung, kontraksi otot jantung akan menurun karena suplai aliran darah yang
menurun dari aliran koroner akibat arteriosclerosis dan berkurangnya
cadangan aliran pembuluh darah koroner. Dengan peningkatan tahanan
perifer dan beban sistolik ventrikel kiri, jantung mengalami hipertrofi karena
aktifasi simpatis untuk meningkatkan kontraksi miokard. Akibat dari
pembesaran jantung kiri menyebabakan perubahan posisi anatomi, dimana
apeks cordis akan bergeser kearah laterokaudal dan menempati ruang
retrocardiac space (Statters, 2000)
45
BAB V
KESIMPULAN
Congestive heart fealure (CHF) atau Gagal jantung adalah suatu sindroma
klinis yang disebabkan oleh gagalnya mekanisme kompensasi otot miokard dalam
mengantisipasi peningkatan beban volume berlebihan ataupun beban tekanan
yang berlebih pada jantung, sehingga tidak mampu memompakan darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan tubuh.
Pada pasien dalam kasus diatas didapkan diagnosis Congestive heart fealure
(CHF) atau Gagal jantung kiri di dasarkan pada pemeriksaan rasiologi X foto
thorak posisi PA di dapatkan apeks kelaterokaudal dan adanya elongasi aorta.
Pada mekanisme kompensasi otot miokard ventrikel kiri pada pasien ini
akibat peningkatan tahanan perifer dan beban sistolik ventrikel kiri, jantung
mengalami hipertrofi karena aktifasi simpatis untuk meningkatkan kontraksi
miokard. Akibat dari pembesaran jantung kiri menyebabakan perubahan posisi
anatomi, dimana apeks cordis akan bergeser kearah laterokaudal dan menempati
ruang retrocardiac space.
46
DAFTAR PUSTAKA
Brashaers, Valentina L. Gagal jantung kongestif. Dalam: Aplikasi klinis
patofisiologi, pemeriksaan dan manajemen. 2nd ed. Jakarta: EGC.2007. p53-5.
Collins J, Stern EJ. 2007. Chest radiology, the essentials. Lippincott Williams &
Wilkins. ISBN:0781763142.
Cremers, Simon., Bradshaw, Jennifer., Herfkens, Freek. 2010. Chest X Ray-Heart
Failure. The Radiology Assistant. Publication date : 1-9-2010
Gleadle, Jonathan. 2005. At a Glance : Anamnesis & Pemeriksaan Fisik. Jakarta :
Erlangga.
Guyton, A.C; Hall, J.E; 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.
107-128.
H. Gray, Huon, D. Dawkins, Keith, dkk. 2003. Lecture Notes : Kardiologi. Edisi
4. Jakarta : Erlangga Medical Series.
Hartono L. 1995.Petunjuk Membaca Foto Untuk Dokter Umum. Cetakan IV.
Jakarta: EGC.
Horrower, A. and Mc Farlane, G., 1998. Left ventricular hypertrophy in hyper
tension. Am J Med;(S)1B:89-91.
Ismail. Gagal jantung kongestif. [Online] 1 Mei 2009 [akses 18 Juli 2015].
Available from: URL: http://www.gagal-jantung-kongestif.co.id.html.
Kumar, Cotran, Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi. Edisi 7 Volume 2.Jakarta :
EGC.
L. brashers, Valentina. 2008. Aplikasi Klinis Patofisiologi pemeriksaan dan
Manajemen. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Lorraine B. Ware, M.D., and Michael A. Matthay, M.D. 2011. Acute Pulmonary
Edema. (Akses 17 Juli 2015) Available from: URL http://www.nejm.org.
Rasad, Sjahriar. 2010. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI
Ribka L, Wowor., Kandou, G.D., Umboh, J.M.L., 2015. Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Pembesaran Jantung Kiri (LVH) pada Mahasiswa Pria Peserta
Kepanitraan Klinik Madya Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi.
FK Universitas Sam Ratulangi Manado.
47
48