Está en la página 1de 14

CACAT KONGENITAL

A. DEFINISI
Kelainan Bawaan (Kelainan Kongenital) adalah suatu kelainan pada struktur, fungsi
maupun metabolisme tubuh yang ditemukan pada bayi ketika dia dilahirkan.

B. PENYEBAB
60% kasus kelainan bawaan penyebabnya tidak diketahui; sisanya disebabkan oleh
faktor lingkungan atau genetik atau kombinasi dari keduanya.
Penyebab lain dari kelainan bawaan adalah:
1.

Pemakaian alkohol oleh ibu hamil

2.

Penyakit Rh, terjadi jika ibu dan bayi memiliki faktor Rh


yang berbeda.

3.

Teratogenik, Radiasi

4.

Gizi

5.

Faktor fisik pada rahim

6.

Faktor genetik dan kromosom

A.

GEJALA
1. Kelainan jantung
- Defek septum atrium dan ventrikel (terdapat lubang pada dinding yang
memisahkan jantung kiri dan kanan)

Patent ductus arteriosus (terjadi jika pembuluh darah yang penting


pada sirkulasi janin ketika masih berada di dalam rahim; setelah bayi
lahir, tidak menutup sebagaimana mestinya)

Stenosis katup aorta atau pulmonalis (penyempitan katup aorta atau


katup pulmonalis)

Koartasio aorta (penyempitan aorta)

Transposisi arteri besar (kelainan letak aorta dan arteri pulmonalis)

Sindroma hipoplasia jantung kiri (bagian jantung yang memompa


darah ke seluruh tubuh tidak terbentuk sempurna)

Tetralogi Fallot (terdiri dari stenosis katup pulmonalis, defek septum


ventrikel, transposisi arteri besar dan hipertrofi ventrikel kanan).

2. Defek saluran pencernaan


Diantaranya adalah:
- Atresia esofagus (kerongkongan tidak terbentuk sempurna)
- Hernia diafragmatika
- Stenosis pilorus
- Penyakit Hirschsprung
- Gastroskisis dan omfalokel
- Atresia anus
- Atresia bilier

D. DIAGNOSA
1. Tes skrining terdiri dari:
- Pemeriksaan darah

- Pemeriksaan USG.
2. Tes diagnostik
Tes diagnostik terdiri dari:
Amniosentesis
Contoh vili korion
Contoh darah janin
Pemeriksaan USG yang lebih mendetil.
1.

Kelainan Jantung Kongenital


a.

Tanda dan Gejala

1) Penyakit jantung kongenital menunjukkan tanda-tanda yang nonspesifik


maupun spesifik. Tanda-tanda serius yang terjadi selama masa bayi, dapat
berupa sianosis, tidak mau makan, sesak nafas, nadi kecil, atau sering terjadi
infeksi traktus respiratorius atau keringat berlebihan. Dapat juga terjadi
keluhan berdebar-debar dan pertumbuhan terganggu.
2) Pada bayi dengan sianosis karena hipoksemia dapat terjadi kejang-kejang,
misalnya pada anak dengan tetralogi Fallot, truncus arteriosus, dan ventrikel
tunggal. Hal ini terjadi karena sianosis yang berat dapat menyebabkin
hipoksia otak yang berat. Keluhan yang ringan pada anak dengan sianosis ini
dapat berupa keluhan neurologik, misalnya mengantuk. Bila sianosisnya
berat, akan terjadi polisitemia dan tampak pada angka hematokrit yang tinggi.
Terjadinya polisitemia mempermudah timbulnya embolus atau tombus, dan
bila hal ini terjadi di otak, akan menimbulkan keluhan neurologik berat

sampai pada terjadinya abses otak, bila trombus tersebut terinfeksi. Kejadian
ini banyak terjadi pada anak yang lebih tua.
3) Gejala lain yang jarang dijumpai adalah palpitasi, sakit dada pada waktu
kerja, pingsan, dan terdapat riwayat kematian mendadak pada saudarasaudaranya. Sianosis ringan, meskipun jarang, kadang-kadang ditemukan
sesudah bayi agak besar.
b.

Diagnosis
1)

Anamnesis
a)

Melakukan pemeriksaan fisik yang


runtun, kemudian diikuti dengan pemeriksaan laboratorium seperti
elektrokardiogram dan rongentnogram. Pemeriksaan untuk diagnostik
selanjutnya memerlukan alat yang lebih canggih, baik dengan alat
noninvasif, misalnya ekokardiogram, maupun alat invasif yaitu
kateterisasi dan angiokardiografi. Pemeriksaan dengan alat ini merupakan
pemeriksaan yang mahal, sehingga diperlukan perencanaan yang teliti,
terutama bila pada anak tersebut nantinya akan dioperasi.

b)

Riwayat kapan dilihatnya sianosis


sangat perlu diperhatikan dan dilacak; kapan terjadi serangan hipoksia,
tingkat kemampuan kerja penderita, dan riwayat adanya gerakan jongkok
bila anak telah berjalan beberapa menit, sangat berarti dalam melacak
diagnosis kasus tetralogi Fallot.

c)

Infeksi paru yang sering terjadi yang


menyebabkan batuk dan riwayat kapan mulai terdengar bising, sangat
membantu menentukan diagnosis terjadinya shunt dari kiri ke kanan.
Riwayat kapan timbulnya gagal jantung, sangat membantu dalam
menegakkan tingkat keparahan penyakit jantung kongenital.

d)

Terdengarnya bising yang keras sejak


saat lahir biasanya akibat terjadinya stenosis pulmonal atau aorta, sedang
bising yang ditimbulkan akibat hubungan dari kiri ke kanan, misalnya
pada defek septum ventrikel (Ventricle Septal Defect = VSD), biasanya
terdengar sesudah bayi berumur sekitar 6 minggu. Hal ini disebabkan
karena hubungan dari kiri ke kanan itu baru efektif sesudah tahanan pada
paru menurun sampai angka normal yang biasanya terjadi pada bayi umur
6 minggu.

e)

Bayi yang menderita gagal jantung


sejak lahir, hanya merupakan kasus yang jarang terjadi, misalnya pada
takikardi supraventrikuler yang persisten, dengan atau tanpa cacat
jantung, pada hidrops fetalis, pada insufisiensi katup yang berat, dan pada
hubungan dari kiri ke kanan yang sangat besar, misalnya bila VSD besar.
Gagal jantung yang mulai terjadi pada umur beberapa hari, biasanya
disebabkan oleh (adanya) stenosis atau atresia aorta, dan koarktasio aorta
yang berat, sedang gagal jantung yang terjadi sesudah umur beberapa
minggu biasanya terjadi pada defek septum ventrikel yang sedang sampai
besar, duktus arteriosus paten yang besar, atau defek septum atrium
(Atrial Septal Defect = ASD) besar.

f)

Sianosis yang terjadi sejak lahir


biasanya terdapat pada kelainan jantung karena atresia pulmonalis atau
atresia trikuspidalis. Pada transposisi arteri besar, sianosis biasanya
terlihat beberapa hari sesudah lahir.

g)

Riwayat keluarga dan riwayat selama


periode antenatal (kehamilan) perlu juga ditanyakan dengan teliti.
Terutama perlu ditanyakan adanya kemungkinan infeksi campak Jerman
(rubella), yaitu penyakit panas yang disertai ruam yang hampir sama
dengan ruam pada penyakit campak (morbili) yang ringan. Infeksi rubella
ini bila terjadi pada trimester pertama kehamilan, dapat menyebabkan
terjadinya cacat jantung pada bayinya, yang dikenal sebagai sindrom
rubella, yaitu duktus arteriosus paten, atau stenosis pulmonalis, tuli, dan
katarak. Juga perlu ditanyakan adanya penyakit pada ibunya atau
keluarganya seperti penyakit lupus erithematosus sistemik atau kencing
manis. Adanya penyakit lupus dapat menimbulkan terjadinya blokade
jantung total pada bayinya, sedang kencing manis dapat menyebabkan
terjadinya kardiomionati pada bayi yang dikandungnya.

h)

Obat-obatan maupun jamu tradisional


yang diminum serta kebiasaan merokok dan minum alkohol selama hamil
perlu ditanyakan untuk mencari kemungkinan faktor risiko penyakit
jantung kongenital. Ingat pada obat talidomid yang dapat menyebabkan
lahirnya bayi tanpa tangan maupun kaki. Riwayat keluarga tentang
adanya penyakit jantung kongenital pada keluarga baik dengan

abnormalitas kromosom, misalnya Sindrom Down, maupun tidak, perlu


diperhatikan.
2) Pemeriksaan Fisik
a)

Kelainan fisik yang perlu dicari adalah sianosis, aritmia jantung,


kelainan pernafasan, dan anomali kongenital lain yang berkaitan dengan
kelainan jantung.

b)

Pengukuran tensi lengan maupun tungkai bawah, palpasi nadi arteria


brachialis dan arteria femoralis atau arteria dorsalis pedis merupakan bagian
dari pemeriksaan fisik rutin untuk penyakit jantung, terutama kalau kita ingin
mencari adanya koarktasio aorta, anomali arkus aorta dan stenosis aorta
supravalvular. Hendaknya juga berhati-hati jangan sampai lupa mengamati
adanya dekstrokardi, levokardi dengan situs inversus viseralis; kedua
kelainan ini biasanya berkaitan dengan penyakit jantung kongenital sianotik
yang kompleks.

c)

Bising pada penyakit jantung kongenital asianotik sering sangat


karakteristik terhadap kelainan yang menimbulkannya. Misalnya, bising
pansistolik, nada tinggi yang terdengar terkeras pada sela iga 34 linea
parasternalis kiri menunjuk pada VSD; suara II yang membelah konstan
dengan bising sistolik ejeksi yang terdengar pada sela iga 2-3 linea
parastemalis kiri (daerah pulmonal) dan bising diastolik pendek pada daerah
trikuspidal menunjuk pada kelainan ASD; bising berkesinambungan yang
khas pada sela iga 1-2 linea parasternalis kiri menunjuk pada adanya duktus
arteriosus paten.

d)

Sebaliknya bising saja pada penyakit jantung kongenital sianotik


belum cukup untuk membuat diagnosis anatomi penyakit jantung tersebut,
karena kelainan anatomi yang sampai menyebabkan sianosis itu biasanya
sangat bervariasi dan kompleks. Yang pasti ialah bahwa penyakit jantung
kongenital sianotik jarang hanya mempunyai satu kelainan anatomi, paling
sedikit ada dua lesi anatomi, sedangkan kombinasi dua lesi ini dapat
bervariasi. Oleh karena itu untuk membuat diagnosis penyakit jantung
kongenital sianotik ini biasanya perlu peralatan yang canggih, tidak cukup
hanya dengan stetoskop dan elektrokardiogram maupun Roentgenogram.

e)

Perhatian terhadap pertumbuhan badan anak dengan penyakit jantung


kongenital adalah penting, sebab pertumbuhan anak mempunyai arti
diagnostik maupun prognostik. Anak dengan penyakit jantung kongenital
yang berat akan mengalami pertumbuhan yang sangat lambat, dan
prognosisnya juga lebih jelek. Biasanya anak dengan penyakit jantung
kongenital yang mempunyai berat badan dan atau tinggi badan kurang dari 10
persentil harus segera ditangani dengan seksama (Yip, 1987).

3) Pemeriksaan dengan Alat yang Lebih Canggih


a) Alat diagnostik yang paling sederhana untuk masa kini adalah pemeriksaan
Roentgenologi, elektrokardiografi (EKG) dan pemeriksaan darah. Disamping
itu masih ada lagi pemeriksaan yang lebih canggih seperti pemeriksaan
dengan ekokardiografi, baik cross-sectional, M-mode maupun Doppler.
Pemeriksaan lain yang juga digunakan sebagai baku untuk diagnosis anatomi
dan fisiologi penyakit jantung kongenital adalah pemeriksaan kateterisasi dan

angiokardiografi. Kedua pemeriksaan ini merupakan prasyarat bila penderita


harus dioperasi.
b) Pada pembacaan roentgenogram pengamatan harus terutama diarahkan pada
vaskularisasi paru, apakah pada paru ada pletora (plethora, gambaran
vaskularisasi paru berlebih) atau apakah vaskularisasi pada paru sangat
sedikit. Adanya pletora menunjuk pada adanya hubungan dari kiri ke kanan,
sedang tidak adanya vaskularisasi paru menunjuk pada adanya stenosis
pulmonal. Perlu pula diperhatikan posisi jantung, apakah ada dekstrokardi
atau situs kardioviseral, kecuali itu juga perlu dilihat posisi arkus aorta. Besar
jantung ditetapkan dengan rasio kardio toraks. Diperhatikan pula pembesaran
atrium yang spesifik, dan ada atau tidak adanya konus pulmonalis.
c) Pemeriksaan darah yang diperlukan pada anak dengan penyakit jantung
kongenital meliputi kadar hemoglobin (Hb), dan angka hematokrit (Hmt).
4) Penalaksanaan
a)

Penderita dengan penyakit jantung kongenital ringan yang tidak


mengganggu hemodinamik jantung boleh dianggap sama dengan anak
normal. Untuk anak dengan penyakit jantung kongenital sedang, yang
tidak menunjukkan gejala klinik tetapi menunjukkan abnormalitas pada
gambaran elektrokardiogram maupun Roentgen, mungkin perlu
pembatasan yang ringan.

b)

Pada penyakit jantung kongenital yang berat, tindakan operasi tidak


dapat dihindarkan. Operasi dapat berupa operasi paliatif yaitu operasi
sementara untuk memperbaiki keadaan umum penderita, dapat juga

langsung operasi koreksi total. Seorang penderita dapat mengalami dua


macam operasi, pertama selama masih umur muda dilakukan operasi
paliatif, kemudian bila keadaan fisik memungkinkan dilakukan operasi
koreksi total.
c)

Cangkok jantung pada anak dapat dilakukan terhadap anak yang


dilahirkan dengan jantung sangat tidak lengkap, misalnya sindrom
hipoplastik jantung kiri atau pada anak yang lahir dengan kardiomiopati.

d)

Prognosis jangka panjangnya sampai sekarang belum diketahui,


meskipun beberapa penderita dengan cangkok jantung dapat hidup 2
tahun atau lebih dengan bantuan obat imunosupresif (siklosporin).
Sebenarnya kualitas hidup anak yang diberi cangkok jantung cukup dapat
diterima dan pada penderita yang memang tidak ada pilihan lain terapi
cangkok ini dapat digunakan sebagai alternatif untuk memperpanjang
umur (Gersony, 1987).

2.

Atresia Ani
Istilah atresia berasal dari Bahasa Yunani yaitu a yang berarti tidak ada

dan trepsis yang artinya nutrisi atau makanan. Dalam istilah kedokteran, atresia
adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal.
a. Pemeriksaan
Untuk mengetahui ada tidaknya lubang dubur biasanya dokter atau bidan yang
menangani kelahiran akan memasukkan alat, termometer misalnya, di daerah

10

duburnya. Bila positif tidak terdapat lubang dubur maka setelah berumur 24 jam,
bayi harus difoto rontgen dalam posisi nungging atau kepala di bawah.
b.

Penatalaksanaan

Dokter bedah akan membuatkan lubang dubur sementara. Mengenai tempatnya


tergantung pada jarak usus yang mampat. "Kalau pendek mungkin usus langsung
ditarik turun dan dibuatkan lubang." Namun kalau panjang, biasanya dibuatkan
dulu lubang lewat dinding perut. Nantinya di usia 5 bulan misalnya, lubang dubur
akan dibuat dengan cara pembedahan.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO
1.

DIAGNOSA
Penurunan cardiac
out put

TUJUAN
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan yang efektif
cardiac out put kembali
normal dengan kriteria:
Pompa
jantung normal dengan
hasil EKG normal
Sirkulasi
darah ke seluruh tubuh
lan lancar dengan dilai
lab hematokrit, Hb, sat
O2, K, Na normal
-

Perfusi
jaringan baik dengan
warna kulit kemerahan,
tidak sianosis, dingin
Tanda-tanda

1.

INTERVENSI
Kaji dan catat
perubahan tekanan darah,
sianosis, status respirasi
dan status mental.

2.

Monitor tanda
kelebihan cairan (edema,
BB)

3.

Kaji toleransi
aktivitas klien dengan
mencatat kedalaman
pernafasan, nyeri, palpitasi

4.

Monitor sat
O2, capillry refill,
temperatur kulit dan
ekstremitas

11

vital normal : TD, Pulse,


Pernafasan dan
5.
Monitor
temperatus
intake dan output klien

2.

Tidak efektif pola


nutrisi bayi

Setelah dilakukan tindakan


keperawatan yang efektif
diharapkan pola nutrisi bayi
efektif dengan kriteria:
Menyusui
dilakukan dan terus
menerus
-

Fungsi otot
pencernaan baik

Satus nutrisi
seimbang antara intake
dan out put

Absorbsi dan
defekasi kembali normal

Luka
kolostomi baik dan klien
b.a.b melalui anus

6.

Dengarkan
suara jantung dan paru
klien terhadap crakles
catat irama, denyut
jantung.

7.

Jelaskan pada
keluarga penggunaan,
dosis, frekuensi dan efek
samping terapi

1.

Beri
kan nutrisi klien melalui
OGT sesuai program

2.

Beri
tahu ibu menyediakan /
memompa ASI untuk
diberikan kepada bayi
setiap hari

3.

Ajar
kan dan jelaskan pada ibu
untuk mengkonsumsi
makanan yang
meningkatkan produksi
ASI

4.

Jelas
kan pada ibu dan ayah
klien untuk sering
mendekap klien terutama
saat jadwal pemberian
OGT.

5.

Obse
rvasi karakteristik feces
klien

6.

Laku
kan perawatan kolostomi
dengan teknik steril.

12

DAFTAR PUSTAKA
Judith M.W .(2005) Prentice Hall Nursing Diagnosis Handbook With NIC
Intervention and NOC Outcomes. Pearson
Merestein, G.B & Gradner, S.L (2002). Handbook of neonatal intensive care (5th ed)
St. Louis : Mosby
Roy, S.C., (1991), The Roy adaption model; the definitive statement. New Jersey.
Applenton- Century Crofts.
http://tabloid-nakita.com/artikel.php3?edisi=06309&rubrik=bayi (diperoleh tanggal
14 Oktober 2005)

13

http://forum.kafegaul.com/forum/showthread.php?s=&threadid=78927 (diperoleh
tanggal 14 Oktober 2005)
http://www.medicastore.com/med/detail_pyk.php?
id=&iddtl=415&idktg=19&idobat=&UID=2005111103181661.94.243.158
(diperoleh tanggal 14 Oktober 2005)
http://cyberwoman.cbn.net.id/detil.asp?kategori=Mother&newsno=866 (diperoleh
tanggal 14 Oktober 2005)

14

También podría gustarte