Está en la página 1de 25

MAKALAH AKIDAH AKHLAK

INDIKATOR AKHLAK PERSPEKTIF


AGAMA, FILSUF, DAN BUDAYA

DISUSUN OLEH
KELOMPOK XII
SURYANINGRUM PUTRI20700113042
ANDI RUSDYAMIN

20700113050

REZKYAMALIA

20700113060

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN
MAKASSAR
2014

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, berkat hidayah, ridha, dan inayah-Nya,
penyusunan makalah ini dapat dirampungkan. Selawat serta
salam secara khusus disampaikan kepada Rasulullah saw. atas
segala keteladanan dan pengorbanan beliau dalam mendidik
pengikut dan umatnya agar menjadi manusia yang berakhlak
mulia.
Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Akidah Akhlak yang membahas tentang Indikator Akhlak
Perspektif Agama, Filsuf, dan Budaya.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari dukungan
berbagai pihak, baik secara moril maupun materiil sehingga
penyusun dapat menyelesaikan tugas ini dengan tepat waktu.
Sebagai manusia penyandang relativitas kebenaran, penyusun
menyadari banyaknya kekurangan yang mewarnai makalah ini.
Dengan tujuan peningkatan wawasan, penyusun mengharapkan
sumbangan pemikiran Anda demi penyempurnaan dan perbaikan
makalah ini, maupun makalah-makalah selanjutnya.
Akhirnya, penyusun berharap semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua.
Makassar, 02 Desember 2014

Penyusun

DAFTAR ISI
Kata Pengantar.............................................................ii
Daftar Isi.....................................................................iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.........................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................2
C. Tujuan......................................................................................2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Akhlak dan Indikator Akhlak..................................3


B. Indikator Akhlak Perspektif Agama..........................................3
C. Indikator Akhlak Perspektif Filsuf.............................................5
D. Indikator Akhlak Perspektif Budaya...........................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................11
B. Isi...........................................................................................12
Daftar Pustaka............................................................13

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah Agama menunjukkan bahwa kebahagiaan yang
ingin dicapai dengan menjalankan syariah agama itu hanya
dapat terlaksana dengan adanya akhlak yang baik. Kepercayaan
yang hanya berbentuk pengetahuan tentang keesaan Tuhan,
ibadah yang dilakukan hanya sebagai formalitas belaka,
muamalah yang hanya merupakan peraturan yang tertuang
dalam kitab saja, semua itu bukanlah merupakan jaminan untuk
tercapainya kebahagiaan tersebut.
Timbulnya kesadaran akhlak dan pendirian manusia terhadapNya adalah pangkalan yang menetukan corak hidup manusia.
Akhlak, atau moral, atau susila adalah pola tindakan yang
didasarkan atas nilai mutlak kebaikan. Hidup susila dan tiap-tiap
perbuatan susila adalah jawaban yang tepat terhadap kesadaran
akhlak, sebaliknya hidup yang tidak bersusila dan tiap-tiap
pelanggaran kesusilaan adalah menentang kesadaran itu.
Setiap perbuatan manusia itu ada yang baik dan ada yang
tidak baik atau buruk. Baik dan buruk merupakan dua istilah
yang banyak digunakan untuk menentukan suatu perbuatan
yang dilakukan oleh seseorang. Pernyataan tersebut dapat
dijadikan indikator untuk menilai perbuatan itu baik atau buruk
sehingga dapat dilatarbelakangi sesuatu yang mutlak dan relatif.

Pernyataan-pernyataan tersebut perlu dicarikan jawaban


dan dapat dijadikan rumusan masalah sehingga para pembaca
menilai sesuatu itu baik atau buruk memiliki indikator yang pasti.
Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dikaji indikator
akhlak perspektif agama, filsuf, dan budaya yang akan
dituangkan di dalam makalah ini.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian akhlak dan indikator akhlak?
2. Bagaimana indikator akhlak perspektif agama?
3. Bagaimana indikator akhlak perspektif filsuf?
4. Bagaimana indikator akhlak perspektif budaya?
C. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Apa pengertian akhlak dan indikator akhlak?
2. Bagaimana indikator akhlak perspektif agama?
3. Bagaimana indikator akhlak perspektif filsuf?
4. Bagaimana indikator akhlak perspektif budaya?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Akhlak dan Indikator Akhlak
Perkataan akhlak dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab,
khuluq. Jamaknya adalah khuluqun. Menurut bahasa, kata khuluq berarti budi
pekerti, tingkah laku atau tabiat.1
Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa akhlak ialah sifat-sifat yang
dibawa manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya.
Sifat itu dapat lahir berupa perbuatan baik, disebut akhlak mulia, atau perbuatan
buruk, disebut akhlak yang tercela sesuai dengan pembinaannya. 2
Indikator merupakan sesuatu yang dapat memberikan (menjadi) petunjuk
atau keterangan.3
Indikator adalah variabel yang dapat digunakan untuk mengevaluasi
keadaan atau kemungkinan dilakukan pengukuran terhadap perubahan-perubahan
yang terjadi dari waktu ke waktu. Suatu indikator tidak selalu menjelaskan
keadaan secara keseluruhan tetapi kerap kali hanya memberi petunjuk atau
indikasi tentang keadaan keseluruhan tersebut sebagai suatu pendugaan.4
Dalam hal penentuan baik dan buruk dapat dilihat dari
beberapa segi pandang. Penentuan ini bisa dilihat dari konteks
1 Roli Abdul Rohman, Menjaga Akidah dan Akhlak (Solo: PT Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri, 2009), hlm. 48

2 Asmaran, Pengantar Studi Akhlak (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2002),


hlm. 3

3 Kamus Besar Bahasa Indonesia Online

filsafat, agama, tradisi, budaya, ideologi, dan lain-lain. Definisi


baik dan buruk biasanya sangant bertentangan satu sama lain
tergantung dari mana kita melihat definisi itu. Bahkan definisi itu
bisa bertentangan, walaupun definisi itu berasal dari konteks
yang sama, misalnya budaya, akan bertentangan antara baik
dan buruk budaya satu dengan yang lainnya. Sehingga
pengertian baik dan buruk itu bersifat subjektif, karena
tergantung dari individu yang menilainya.5
Kebanyakan manusia berselisih dalam pandangannya
mengenai sesuatu; diantara mereka ada yang melihatnya baik
dan diantara mereka ada yang melihatnya buruk; bahkan ada
seorang yang melihat sesuatu baik dalam waktu ini, lalu
melihatnya buruk pada waktu lain.6
Penilaian terhadap suatu perbuatan adalah relatif, hal ini
diseebabkan adanya perbedaan tolak ukur yang digunakan untuk
penilaian tersebut. Perbedaan tolak ukur tersebut disebabkan
4 Erik Lewokeda, Definisi Indkator, diakses dari
http://www.lewokedaerik.blogspot.in/2012/10/indikator-indonesiasehat_7400.html/ pada tanggal 03 Desember 2014

5Ardi al-Maqassary, Konsep Baik Buruk Perspektif Filsafat, Psychology


Mania, diakses dari http://www.psychologymania.net/2010/02/konsepbaik-buruk-perspektif-filsafat.html/ pada tanggal 03 Desember 2014

6 Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak) (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hlm.
87

karena adanya perbedaan agama, kepercayaan, cara berfikir,


ideologi, lingkungan hidup, dan sebagainya.7
Ada pendapat yang mengatakan bahwa setiap manusia
mempunyai kekuatan insting. Hal ini berfungsi bagi manusia
untuk dapat membedakan mana yang benar dan mana yang
salah, yang berbeda-beda, karena pengaruh kondisi dan situasi
lingkungan. Dan seandainya dalam satu lingkungan pun belum
tentu mempunyai kesamaan insting. Kemudian pada diri manusia
juga mempunyai ilham yang dapat mengenal nilai sesuatu itu
baik atau buruk.8
B. Indikator Akhlak Perspektif Agama
Yang dimaksud dengan akhlak yang baik ialah segala
tingkah laku yang terpuji (mahmudah) yang biasa juga
dinamakan fadillah (kelebihan). Imam Al-Ghazali menggunakan
juga perkataan munjiyat yang berarti segala sesuatu yang
memberikan kemenangan atau kejayaan.9
Sebagai kebalikan dari akhlaqul mahmudah ialah akhlaqul
mazmumah yang berarti tingkah laku yang tercela atau akhlak
yang jahat (qahibah) yang menurut istilah al-Ghazali disebutnya

7 Mustofa, Akhlak Tasawuf (Bandung: CV Pustaka Setia, 2005), hlm. 53.

8 Ibid

9 Burhanuddin Salam, Etika Individual (Pola Dasar Filsafat Moral)


(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), hlm. 168

muhlikat artinya segala sesuatu yang membinasakan atau


mencelakan.10
Dari segi bahasa baik adalah terjemahan dari kata khayr
(dalam bahasa Arab) yang artinya yang baik, good; best
(dalam bahasa Inggris) good = that which is morally right or
acceptable sedangkan kebalikan kata baik adalah buruk, kata
buruk sepadan dengan kata syarra, kobikh dalam bahasa Arab
dan evil ;bad dalam bahasa Inggris. Dikatakan bahwa yang
disebut baik adalah sesuatu yang menimbulkan rasa keharuan
dan kepuasan, kesenangan, persesuaian, dan seterusnya. Bila
dihubungkan dengan akhlak, yang dimaksud dengan baik (sebut:
akhlaq yang baik) menurut Burhanudin Salam adalah adanya
keselarasan antara prilaku manusia dan alam manusia tersebut.11
Kedua pengertian tersebut tampaknya lebih baik disatukan
menjadi satu definisi, sebab definisi pertama lebih
memperhatikan akibat dari perilaku yang dihasilkan, sementara
definisi kedua lebih menitik beratkan pada tujuan terwujudnya
perilaku. Dengan hanya mempertimbangkan tujuan pelaku,
seseorang akan cenderung berani melakukan tindakan yang
tidak selaras dengan alam dengan dalih bertujuan baik, juga
adanya kesulitan mengukur kebenaran tujuan pelaku.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, barangkali dapat
10 Burhanuddin Salam, Loc. Cit

11 Abiddin Nata, Akhlak Tasawuf. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,


1996).

dirumuskan bahwa perilaku yang baik adalah prilaku yang


memiliki tujuan baik dan selaras dengan alam manusia.
Islam (Al-Quran) menentukan baik dan buruk sesuai
dengan firman Allah ataupun hadist nabi. Baik dan buruk di sini
harus sesuai dengan pandangan Islam itu sendiri. Pandangan
Islam tentang baik dan buruk kata maruf adalah ism maful, kata
kerjanya adalah arafa yang mengandung arti mengetahui (to
know), mengenal atau mengakui (to recognize), melihat dengan
tajam atau mengenali perbedaan (to discern). Kata maruf
kemudian diartikan sebagai sesuatu yang diketahui, yang dikenal
atau yang diakui. Adakalanya juga diartikan sebagai menurut
nalar (reason), sepantasnya dan secukupnya. Al-Raghib alAshfahani mengartikan sebagai apa yang dianggap baik oleh
syariat dan akal. Kata maruf dalam Al-Quran terulang sebanyak
32 kali, di antaranya Q.S. Al-Baqarah: 263




Terjemahannya:
263. Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik
dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang
menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya
lagi Maha Penyantun. (Q.S. Al-Baqarah: 263)12
Lawan dari kata maruf adalah munkar. Munkar berasal dari
kata nakara yang berasal dari kata nun, kaf, dan ra. Akar kata ini
12 Ardi al-Maqassary, Konsep Baik Buruk Perspektif Filsafat,
Psychology Mania, diakses dari
http://www.psychologymania.net/2010/02/konsep-baik-burukperspektif-filsafat.html/ pada tanggal 03 Desember 2014

mengandung arti aneh, sulit, buruk, tidak dikenal (lawan maruf)


dan juga mengingkari. Secara bahasa, munkar diartikan sebagai
segala sesuatu yang dipandang buruk, baik dari norma dari
syariat maupun norma akal sehat.13
Kejahatan adalah satu dari sekian banyak kesulitan yang
beerkaitan dengan persoalan keadilan Tuhan. Pembahasan ini
bukan persoalan ilmiah yang dapat dijawab melalui eksperimen
dan observasi, bukan juga masalah praktis yang bisa
diselesaikan dengan keputusan dan tindakan. Tetapi, ia lebih
merupakan problem filosofis yang menghendaki suatu dalil
pemikiran yang dapat menjelaskannya secara proporsional.
Begitu fundamentalnya persoalan ini, sehingga hampir semua
ajaran yang bersifat keagamaan (teologis) maupun kefilsafatan
merasa perlu memberikan tanggapan dengan cara dan
metodenya masing-masing.14
Islam merupakan salah satu agama samawi yang
meletakkan nilai-nilai kemanusiaan atau hubungan personal,
interpersonal dan masyarakat secara agung dan luhur, tidak ada
perbedaan satu sama lain, keadilan, relevansi, kedamaian yang
13 Ardi al-Maqassary, Konsep Baik Buruk Perspektif Filsafat,
Psychology Mania, diakses dari
http://www.psychologymania.net/2010/02/konsep-baik-burukperspektif-filsafat.html/ pada tanggal 03 Desember 2014

14 Barsihannor, Etika Islam (Makassar: Alauddin University Press,


2012), hlm. 73

mengikat semua aspek manusia. Karena Islam yang berakar


pada kata salima dapat diartikan sebagai sebuah kedamaian
yang hadir dalam diri manusia dan sifatnya fitrah. Kedamaian
akan hadir, jika manusia itu sendiri menggunakan dorongan diri
kea rah memanusiakan manusia dan atau memosisikan dirinya
sebagai makhlik ciptaan Tuhan yang sempurna.15
Kelompok Mutazilah yang merupakan salah satu aliran
teologi besar dalam sejarah Islam berkeyakinan bahwa
perbuatan-perbuatan pada hakikatnya ada yang baik secara
esensinya dan adapula yang buruk secara esensinya, dan akal
manusia dapat mengetahui kebaikan dan keburukan, dan dari
sinilah hukum Islam akan tersingkap, karena hukum Islam tidak
mungkin bertentangan dengan akal.16
Menurut paham Asyariyah, nilai kebaikan suatu tindakan
bukannya terletak pada obyektivitas nilainya, melainkan pada
ketaatannya pada kehendak Tuhan. Asyariyah berpandangan
bahwa manusia itu bagaikan anak kecil yang harus senantiasa
dibimbing oleh wahyu karena tanpa wahyu manusia tidak
mampu memahami mana yang baik dan mana yang buruk.17
15 Ibid, hlm. 71

16 Ibid, hlm. 72

17 Qomaruddin Hidayat, Etika Dalam Kitab Suci Dan Relevansinya


dalam Kehidupan Modern Studi Kasus di Turki, (Jakarta: Paramadina),
dalam kumpulan artikel Yayasan Paramadina, pada

Adapun komprehensi-komprerhensi yang digunakan dalam


akhlak (etika) seperti baik, buruk, harus, tidak boleh,
benar, tiddak benar, tugas, dan tanggung jawab,
semuanya merupakan komprehensi-komprehensi khusus yang
mempunyai makna dan pengertian masing-masing. Pemahamanpemahaman nilai ini memiliki faedah dalam penggunaanya
ketika mempunyai basis dan landasan ontologisme, sehingga jika
seseorang melanggar nilai-nilai akhlak, ia akan merasakan
konsekuensi dari pelanggarannya dalam bentuk penderitaan
atau kepedihan hidup serta jauh dari kebahagiaan.18
Penting untuk direnungkan oleh manusia dalam menjalani
kehidupan ini, tentang terminologi yang hitam-putih mengenai
perilaku baik dan buruk, mengenai akhlak terpuji dan tercela.19
Indikator utama dari perbuatan yang baik adalah sebagi
berikut:
1. Perbuatan yang diperintahkan oleh ajaran Allah SWT. dan
Rasul-Nya.

www.paramadina.com

18 Barsihannor, Etika Islam (Makassar: Alauddin University Press,


2012), hlm. 76

19 Aditri Sutisna, Pengertian dan Ilmu tentang Akhlak, Aditri 03,


diakses dari http://www.aditri03.blogspot.in/2013/12/pengertian-danilmu-tentang-akhlak.html/ pada tanggal 02 Desember 2014

10

2. Perbuatan yang mendatangkan kemashlahatan dunia dan


akhirat.
3. Perbuatan yang meningkatkan martabat kehidupan
manusia di mata Allah dan sesama manusia.
4. Perbuatan yang menjadi tujuan syariat Islam.
Indikator utama perbuatan yang tercela, sebagai berikut:
1. Perbuatan yang didorong oleh nafsu yang dating dari
setan.
2. Perbuatan yang dimotivasi oleh ajaran thogut yang
mendatangkan kerugian.
3. Perbuatan yang membahayakan dunia dan akhirat.
4. Perbuatan yang menyimpang dari syariat Islam.
5. Perbuatan yang mengakibatkan permusuhan.
6. Perbuatan yang menimbulkan bencana.
7. Perbuatan yang membuat kebudayaan menjadi punah.
8. Perbuatan yang melahirkan konflik.20
C. Indikator akhlak perspektif filsuf
Filsafat adalah seni kritik yang bukan semata-mata
membatasi diri pada destruksi atau seakan-akan takut untuk
membawa pandangan positifnya sendiri. Sifat kritis filsafat
ditunjukkan oleh tiga pendekatan filsafat, yaitu ontologis,
epistemologis, dan aksiologis.21

20 Aditri Sutisna, Pengertian dan Ilmu tentang Akhlak, Aditri 03,


diakses dari http://www.aditri03.blogspot.in/2013/12/pengertian-danilmu-tentang-akhlak.html/ pada tanggal 02 Desember 2014

11

Setelah ahli-ahli filsafat menyelidiki ukuran baik dan buruk


secara ilmu pengetahuan, di antara mereka berpendapat bahwa
ukuran itu ialah bahagia; bahagia ialah tujuan akhir dari hidup
manusia. Mereka mengartikan bahagia ialah kelezatan dan sepi
dari kepedihan. Kelezatan bagi mereka ialah ukuran perbuatan.
Maka perbuatan yang mengandung kelezatan itu baik,
sebaliknya yang mengandung pedih ialah buruk.22
Ahli-ahli filsafat Yunani kuno tidak banyak memperhatikan
pada akhlak, tetapi kebanyakan penyelidikannya mengenai alam.
Sehingga datang Sophisticians (500-450 SM) (arti Sophisticians
ialah orang yang bijaksana). Buah fikiran dan pendapat mereka
berbeda-beda, akan tetapi taqwa mereka adalah satu, yaitu
menyiapkan angkatan muda bangsa Yunani, agar menjadi
nasionalist yang baik lagi merdeka dan mengetahui kewajiban
mereka terhadap tanah airnya.23
Pandangan dalam kewajiban-kewajiban ini menimbulkan
pandangan mengenai pokok-pokok akhlak dan diikuti pula
dengan keutamaan-keutamaan mengenai sebagian adat-adat
21Aditri Sutisna, Pengertian dan Ilmu tentang Akhlak, Aditri 03,
diakses dari http://www.aditri03.blogspot.in/2013/12/pengertian-danilmu-tentang-akhlak.html/ pada tanggal 02 Desember 2014

22 Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak), (Jakarta: Bulan Bintang, 1995),


hlm. 90

23 Ibid, hlm. 141

12

lama dan pelajaran-pelajaran yang dilakukan oleh orang-orang


dahulu.24
Socrates terpandang sebagai pembangun (perintis) ilmu
akhlak, karena ia pertama yang usaha dengan sungguh-sungguh
membentuk perhubungan manusia dengan dasar ilmu
pengetahuan. Dia berpendapat bahwa akhlak dan bentuk
perhubungan itu, tidak menjadi benar kecuali bila didasarkan
pada ilmu pengetahuan.25
Para filsuf kuno berkata, manusia dilahirkan bagaikan
lembaran-lembaran putih yang akan dilukis oleh pendidik atau
yang dikehendakinya. Maksudnya adalah: jiwa anak kecil dilatih
oleh nalurinya, ia mudah dipengaruhi oleh pendidik dan
pembimbingnya. Sebab, insting anak kecil selalu bersih (benar)
dan tidak menyimpang dan tidak berupa karakter tertentu. Oleh
karena itu, ia mudah diarahkan dan siap untuk dididik. Jadi, yang
mereka maksudkan dari lembaran putih pada anak kecil ialah
kekosongan jiwanya dari malakah al khu luqiyah (akhlak yang
melekat dalam jiwa), bukan kekosongannya dari naluri dan watak
yang terwarisi. Sedangkan pendidik menanamkan padanya
berbagai akhlak, yang tidak berarti ia menciptakan naluri di
dalamnya. Mereka mengatakan demikian guna menyanggah
orang-orang yang mengatakan: manusia menjadi baik karena
tabiatnya, dan perkataan: manusia menjadi jahat juga
24 Ahmad Amin, Loc. Cit.

25 Ibid, hlm.141

13

dikarenakan wataknya. Adapun hukum keturunan yang


dijadikan sebagai sandaran untuk menyanggah teori ini tidak
menunjukkan bahwa anak kecil mewarisi akhlak dari nenek
moyangnya. Namun ia hanya mewarisi prinsip-prinsip akhlak dan
kesiapan dalam naluri, yang mana filsafat kuno tidak
mengingkari hal itu, bahkan syariat serta adab bangsa arab
ortodoks juga mengerti hal itu.26
Akhlak manusia yang didasarkan pada landasan normatif
filosofis tergambar dengan jelas dalam kehidupan sebagai
berikut:
1. Kehidupan manusia individu yang dianut secara personal
sebagai pijak tingkah laku seseorang.
2. Kehidupan bermasyarakat yang ditunjuk dari pemahaman
filosofis terhadap berbagai pandangan para filsuf.
3. Kehidupan berbangsa dan bernegara.
4. Kehidupan beragama yang berdasarkan pandangan
filosofis pendiri atau agamanya.
5. Kehidupan berpolitik.27
Pandangan-pandangan tentang akhlak dalam kajian filsafat
melahirkan berbagai aliran yang kemudian digolongkan pada
26 Allamah Muhammad Amin Zainuddin, Membangun Surga di Hati
dengan Kemuliaan, (Jakarta: Pustaka Zahra, 2003)

27 Aditri Sutisna, Pengertian dan Ilmu tentang Akhlak, Aditri 03,


diakses dari http://www.aditri03.blogspot.in/2013/12/pengertian-danilmu-tentang-akhlak.html/ pada tanggal 02 Desember 2014

14

aliran etika dalam filsafat atau filsafat etika yang paradigma


didasarkan pada aksiologi dalam filsafat. Filsafat sebagai induk
pemikiran ilmiah selalu berada di belakang setiap kemajuan
suatu peradaban dialektika yang dibangun oleh Plato dan
muridnya, Aristoteles. Plato terkesan sangat idealistik dan
meyakini bahwa eksistensi berada di luar aspek fisik. Sementara
bagi muridnya, Aristoteles, eksistensi melekat pada sesuatu yang
fisik. Bagi Plato, kebenaran yang ditangkap oleh panca indra dan
dibenarkan secara rasional oleh rasio. Pandangan tersebut
mengesankan keyakinan Aristoteles tentang keberadaan
kebenaran yang paling hakiki, berada di luar segala sesuatu yang
empirik dan fisik.28
Menurut pemikiran Agustinus, manusia yang dipengaruhi
platonisme, tetapi tidak mengakui dualisme ekstrim Plato,
jiwanya senantiasa terkurung oleh tubuh. Dengan demikian
manusia terdiri atas jasmani dan rohani yang harus berjalan
seimbang karena jiwa menggerakkan badan, badan
mengamalkan motivasi jiwa, dan jiwa harus selalu dibimbing oleh
ajaran-ajaran yang datang dari Tuhan.29
28Aditri Sutisna, Pengertian dan Ilmu tentang Akhlak, Aditri 03,
diakses dari http://www.aditri03.blogspot.in/2013/12/pengertian-danilmu-tentang-akhlak.html/ pada tanggal 02 Desember 2014

29 Aditri Sutisna, Pengertian dan Ilmu tentang Akhlak, Aditri 03,


diakses dari http://www.aditri03.blogspot.in/2013/12/pengertian-danilmu-tentang-akhlak.html/ pada tanggal 02 Desember 2014

15

Tingkah laku manusia sangat bergantung pada cara


pandang manusia tentang kebenaran serta tujuan yang menjadi
target bagi kehidupannya. Motivasi manusia dalam berakhlak
terdapat dalam hatinya, yang disebut dengan niat. Akan tetapi,
rahasia niat dapat dilihat dalam gambaran yang sesungguhnya
sebagaimana dipraktikkan oleh jasmaninya. Secara filosofis,
tingkah laku lahir dari paham-paham dan pandangan hidup
seseorang. Dengan pandangan filosofis, akhlak manusia dapat
dilihat dari aliran-aliran yang terdapat dalam filsafat yaitu
sebagai berikut:
1. Positivime
Kaum ini percaya bahwa penemuan hukum-hukum alam
akan membukakan batas-batas pasti yang dalam
kenyataan sosial. Pandangan posistivisme, masyarakat
merupakan suatu keseluruhan organik yang kenyataannya
lebih dari jumlah bagian-bagian yang saling bergantung.

2. Pragmatisme
Pandangan utama pragmatisme adalah nilai dan konsep
tentang akibat suatu perbuatan.
3. Humanisme
Humanisme merupakan bagian dari filsafat, aliran ini
memandang bahwa manusia adalah makhluk mulia yang
semua kebutuhan pokok diperuntukkan untuk
memperbaiki spesiesnya.

16

4. Marxisme
Ia berpandangan bahwa etika tidak ada hubungan dengan
pemasangan norma-norma abstrak dan daftar kewajiban.
Marxisme memahami manusia sebagai makhluk objektif.
Akhlak Marxisme bukan merupakan akhlak yang buruk
jika dilihat dari segi upaya menyatukan kekuatan
manusia, menurutnya manusia selalu menemukan diri
dalam struktur sosial tertentu.
5. Empirisme
Aliran ini berpandangan bahwa pengalaman merupakan
sumber pengetahuan bagi manusia yang mendahului
rasio, akhlak manusia akan terus berkembang karena
merupakan bagian dari penggalian pengalaman dan
kebenaran yang dipengaruhi oleh manusia ketika
pengalaman hidupnya semakin banyak.30
D. Indikator Akhlak Perspektif Budaya
Budaya berasal dari dua kata, yaitu budi artinya akal dan
daya artinya kekuatan. Dengan demikian budaya artinya
sebagai kekuatan akal. Potensi akal terwujud dalam bentuk
kehendak berpikir, berkarya, dan mengembangkan karya
ciptanya. Kebudayaan sebagai sistem hidup dalam arti cara
manusia mempertahankan kehidupannya. Oleh sebab itu, akhlak
baik buruk dalam perspektif kebudayaan adalah dengan melihat
30 Aditri Sutisna, Pengertian dan Ilmu tentang Akhlak, Aditri 03,
diakses dari http://www.aditri03.blogspot.in/2013/12/pengertian-danilmu-tentang-akhlak.html/ pada tanggal 02 Desember 2014

17

dan meneliti cara kerja dan cara berpikir manusia untuk


mengembangkan kehidupannya dari generasi ke generasi.31
Manusia akan terus menciptakan kebudayaan secara sadar
maupun tidak sadar. Dalam kebudayaan manusia, yang
mendasar dari perilaku individu memiliki subjektivitas dan
orientasi yang berbeda. Oleh sebab itu, baik dimensi
motivasional maupun dimensi nilai sebagai unsur orientasi diri
manusia, dapat lebur menjadi satu bentuk perilaku sosial,
kemudian terbentuklah kebudayaan.32
Dengan pemahaman teoritik, indikator akhlak yang terpuji
atau tercela menurut kebudayaan sifatnya sangat relatif karena
sistem normatif yang dijadikan standar baik dan buruk adalah
tradisi yang telah terlembagakan, akan tetapi, tradisi normati\f
dapat berasal dari berbagai sumber, yaitu agama, legenda,
mitos, filsafat, dan sebagainya.33

31 Aditri Sutisna, Pengertian dan Ilmu tentang Akhlak, Aditri 03,


diakses dari http://www.aditri03.blogspot.in/2013/12/pengertian-danilmu-tentang-akhlak.html/ pada tanggal 02 Desember 2014

32 Aditri Sutisna, Pengertian dan Ilmu tentang Akhlak, Aditri 03,


diakses dari http://www.aditri03.blogspot.in/2013/12/pengertian-danilmu-tentang-akhlak.html/ pada tanggal 02 Desember 2014

18

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat kami asumsikan yaitu
sebagai berikut:
1. Akhlak ialah sifat-sifat yang dibawa manusia sejak lahir
yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya.
Sifat itu dapat lahir berupa perbuatan baik, disebut akhlak
mulia, atau perbuatan buruk, disebut akhlak yang tercela
sesuai dengan pembinaannya, sedangkan indikator
merupakan sesuatu yang dapat memberikan (menjadi)
petunjuk atau keterangan.
2. Indikator utama dari perbuatan yang baik adalah
perbuatan yang diperintahkan oleh ajaran Allah SWT. dan
Rasul-Nya; perbuatan yang mendatangkan kemashlahatan
dunia dan akhirat; perbuatan yang meningkatkan
martabat kehidupan manusia di mata Allah dan sesama
manusia; perbuatan yang menjadi tujuan syariat Islam.
Sedangkan indikator utama perbuatan yang tercela,
adalah perbuatan yang didorong oleh nafsu yang datang
dari setan; perbuatan yang dimotivasi oleh ajaran yang
mendatangkan kerugian; perbuatan yang membahayakan
dunia dan akhirat; dan sebagainya.
33 Aditri Sutisna, Pengertian dan Ilmu tentang Akhlak, Aditri 03,
diakses dari http://www.aditri03.blogspot.in/2013/12/pengertian-danilmu-tentang-akhlak.html/ pada tanggal 02 Desember 2014

19

3. Indikator akhlak perspektif filsuf yaitu tingkah laku


manusia sangat bergantung pada cara pandang manusia
tentang kebenaran serta tujuan yang menjadi target bagi
kehidupannya. Motivasi manusia dalam berakhlak
terdapat dalam hatinya, yang disebut dengan niat. Akan
tetapi, rahasia niat dapat dilihat dalam gambaran yang
sesungguhnya sebagaimana dipraktikkan oleh
jasmaninya. Secara filosofis, tingkah laku lahir dari
paham-paham dan pandangan hidup seseorang. Dengan
pandangan filosofis, akhlak manusia dapat dilihat dari
aliran-aliran yang terdapat dalam filsafat yaitu positivime,
pragmatisme, humanisme, marxisme, empirisme, dan
sebagainya.
4. Indikator akhlak perspektif budaya: akhlak baik buruk
dalam perspektif kebudayaan adalah dengan melihat dan
meneliti cara kerja dan cara berpikir manusia untuk
mengembangkan kehidupannya dari generasi ke generasi.
B. Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan yaitu hendaknya
penulis mencari lebih banyak referensi agar makalah yang dibuat
lebih baik.
1.

20

DAFTAR PUSTAKA
Amin, Ahmad. Etika (Ilmu Akhlak). Jakarta: Bulan Bintang. 1995.
Asmaran. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: PT RajaGrafindo.
2002.
Barsihannor. Etika Islam. Makassar: Alauddin University Press.
2012.
Hidayat, Qomaruddin. Etika dalam Kitab Suci dan Relevansinya
dalam Kehidupan Modern Studi Kasus di Turki. Jakarta:
Paramadina dalam kumpulan artikel Yayasan Paramadina,
pada www.paramadina.com.
Kamus Besar Bahasa Indonesia Online
Mustofa. Akhlak Tasawuf. Bandung: CV Pustaka Setia. 2005.
Nata, Abiddin. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
1996.
Rohman, Roli Abdul. Menjaga Akidah dan Akhlak. Solo: PT Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri. 2009.
Salam, Burhanuddin. Etika Individual (Pola Dasar Filsafat Moral).
Jakarta: PT Rineka Cipta. 2000.
http://www.psychologymania.net/2010/02/konsep-baik-burukperspektif-filsafat.html/ diakses pada 12:58 WITA, 03 Desember
2014
http://www.lewokedaerik.blogspot.in/2012/10/indikator-indonesiasehat_7400.html/ diakses pada 20:31 WITA, 03 Desember 2014
http://www.aditri03.blogspot.in/2013/12/pengertian-dan-ilmu-tentangakhlak.html/ diakses pada 14:30 WITA, 02 Desember 2014.

21

También podría gustarte