Está en la página 1de 16

BAB I

PENDAHULUAN
Kini banyak sekali muncul kasus-kasus kejahatan yang diberitakan tidak hanya
melibatkan harta benda tetapi nyawa seseorang. Dalam perjalanan menelusuri kasus-kasus
tersebut pihak kepolisian melakukan penyidikan yang kemudian berakhir di peradilan. Dalam
proses penyidikan dalam kasus yang melibatkan nyawa seseorang terkadang penyidik
meminta bantuan dari ahli misalnya dokter dalam bentuk keterangan yang disebut visum et
repertum. Visum et repertum merupakan salah satu pelayanan di bidang kedokteran forensik
yang dapat membantu di bidang hukum.
Pembuatan visum et repertum tersebut dimaksudkan sebagai ganti barang bukti,
karena barang bukti yang diperiksa tersebut tidak mungkin bias dihadapkan disidang
pengadilan dalam keadaan sebagaimana adanya. Hal ini dimungkinkan oleh karena barang
bukti tersebut yang ada hubungannya dengan tubuh manusia (misalnya: luka, mayat atau
bagian tubuh lainnya) segera akan berubah menjadi sembuh atau membusuk.
Visum et repertum adalah keterangan tertulis dari seorang dokter (dalam kapasitasnya
sebagai ahli) atas permintaan resmi dari penyidik yang berwenang mengenai hasil
pemeriksaan medik terhadap manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga
bagian dari tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk
krpentingan peradilan.1 visum et repertum yang dimaksud merupakan salah satu alat bukti
diperadilan yang jika dalam pembuatannya tidak benar maka akan memperberat hukuman
atau bahkan menyeret dokter itu sendiri dalam masalah.
Visum et repertum dibuat berdasarkan permintaan oleh penyidik dan biasanya dibuat
oleh dokter spesialis forensik. Dokter spesialis forensik adalah dokter umum yang telah
mengambil spesialisasi di bidang forensik dan kedokteran kehakiman (medikolegal), mereka
berwenang untuk membuat visum et repertum. Akan tetapi jumlah dokter forensik tidaklah
sebanding dengan jumlah penduduk dan luas wilayah di Indonesia, sehingga ada daerah yang
terdapat dokter spesialis forensik dan ada yang tidak terdapat dokter spesialis forensik.
Bagi daerah tertentu karena secara geografis tidak memungkinkan dan sangat jauh
letaknya dan belum ada dokter ahli forensik maupun jauh dari laboratorium forensic seperti
misalnya; Laboratorium Forensik Kepolisian, Laboratorium Kesehatan (Dinas Kesehatan
atau Rumah Sakit), Laboratorium Forensik Fakultas Kedokteran, maka visum et repertum
1

dari dokter (umum) atau dokter bukan ahli sebagai pemeriksaan luka, pemeriksaan mayat
kecuali autopsy yang hanya boleh dilakukan oleh dokter ahli forensik. Oleh karena itu dokter
umum bisa dimintai membuat visum et repertum.

BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1. Definisi Visum Et Repertum
Keterangan ahli merupakan keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran forensik
atau dokter bukan ahli kedokteran forensik. Keterangan ini dibuat dalam bentuk tulisan yang

dahulu dikenal sebagai Visum et Repertum yang berisi tentang seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana.
Menurut dr. Abdul Munim Idries, Sp.F, pengertian Visum et Repertum (VR) secara
hukum adalah:
1.

Laporan dari ahli untuk pengadilan, khususnya dari pemeriksaan oleh dokter, dan di
dalam perkara pidana

2. Surat keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas sumpah/janji (jabatan/khusus),
tentang apa yang dilihat pada benda yang diperiksanya
3. Suatu laporan tertulis dari dokter yang telah disumpah tentang apa yang dilihat dan
ditemukan pada barang bukti yang diperiksanya serta memuat pula kesimpulan dari
pemeriksaan tersebut guna kepentingan peradilan.
Dalam kamus hukum tahun 1972 (oleh Prof. Subekti, SH dan Tjirosudibio), V.e.R adalah
suatu surat keterangan seorang dokter yang memuat kesimpulan suatu pemeriksaan yang
telah dilakukannya, misalnya atas mayat seseorang untuk menentukan sebab kematian
dan lain sebagainya, keterangan mana diperlukan oleh hakim dalam suatu perkara.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat didefinisikan visum et repertum
sebagai laporan tertulis untuk yustisi yang dibuat oleh dokter atas sumpah tentang segala
sesuatu yang diamati (terutama yang dilihat dan ditemukan) pada benda yang diperiksa.
(Visum=dilihat, Repertum=ditemukan). Istilah Visum et Repertum ini dapat ditemukan dalam
lembaran Negara tahun 1937 Nomor : 350 Pasal I yang terjemahannya :
Visa et Reperta pada dokter yang dibuat baik atas sumpah dokter yang diucapkan
pada waktu menyelesaikan pelajarannya di Negeri Belanda atau Indonesia, maupun
atas sumpah khusus seperti tercantum dalam pasal 2, mempunyai daya bukti yang sah
dalam perkara pidana selama Visa et Reperta tersebut berisi keterangan mengenai halhal yang diamati oleh dokter itu pada benda-benda yang diperiksa. (Anonim, 2006)
Dengan berlakunya KUHAP maka Lembaran Negara tahun 1937 Nomor 350 ini seharusnya
dicabut. Namun karena isi Lembaran Negara tersebut tidak bertentangan dengan KUHAP
sedang istilah Visum et Repertum tidak ditemukan dalam KUHAP, maka Menteri Kehakiman
dalam peraturan Nomor: M.04.UM.01.06 tahun 1983 pasal 10 menyatakan bahwa hasil
pemeriksaan Ilmu Kedokteran Forensik disebut Visum et Repertum. Oleh karena itu
keterangan ahli/keterangan hasil pemeriksaan Ilmu Kedokteran Forensik seperti dimaksud
KUHAP tidak lain adalah Visum et Repertum.
3

2.2. Dasar Hukum Dari Visum Et Repertum


Visum et Repertum merupakan pengganti sepenuhnya barang bukti yang diperiksa,
maka oleh karenanya pula Visum et Repertum pada hakekatnya adalah menjadi alat bukti
yang sah. Baik di dalam kitab hukum acara pidana yang lama, yaitu RIB maupun kitab
hukum acara pidana (KUHAP) tidak ada satu pasalpun yang memuat perkataan Visum et
Repetum. Hanya di dalam lembaran negara tahun 1973 no 350 pasal 1 dan pasal 2 yang
menyatakan bahwa visum et repertum adalah suatu keterangan tertulis yang dibuat oleh
dokter atas sumpah atau janji tentang apa yang dilihat pada benda yang diperiksanya yang
mempunyai daya bukti dalam perkara-perkara pidana.
Didalam KUHAP terdapat pasal-pasal yang berkaitan dengan kewajiban dokter untuk
membantu peradilan, yaitu dalam bentuk keterangan ahli, pendapat orang ahli, ahli
kedokteran kehakiman, dokter, dan surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat
berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau suatu keadaan yang diminta secara resmi
dari padanya (KUHAP: pasal 187 butir c).
Bila kita lihat perihal apa yang dimaksudkan dengan alat bukti yang sah menurut KUHAP
pasal 184 ayat 1 yaitu:
1. Keterangan saksi
2. Keterangan Ahli
3. Surat
4. Petunjuk
5. Keterangan Terdakwa
Maka visum et repertum dapat dikatakan sebagai keterangan ahli maupun sebagai surat. Hal
ini tercantum dalam
Pasal 186
Keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli katakan di sidang pengadilan. Keterangan
ahli dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum
yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah diwaktu
ia menerima jabatan atau pekerjaan. (Idries, 1997).
Di dalam penjelasan pasal 186 diterangkan bahwa keterangan ahli ini dapat juga
sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan
4

dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di waktu ia menerima
jabatan atau pekerjaan. Jika hal itu tidak diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik
atau penuntut umum, maka pada pemeriksaan di sidang, diminta untuk memberikan
keterangan dan dicatat dalam berita acara pemeriksaan. Keterangan tersebut diberikan setelah
setelah ia mengucapkan sumpah atau janji di hadapan hakim.
Pasal 187
Visum et Repertum dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah:
a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang
berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian
atau keadaan yang didengar, dilihat atau dialaminya sendiri, disertai dengan alasan
yang jelas dan tegas tentang keterangan itu
b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang
dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tatalaksana yang menjadi
tanggungjawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu
keadaan.
c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya
mengenai sesuatu hal sesuatu keadaan yang diminta secara resmi padanya.
d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat
pembuktian lain.
2.3. Tujuan Visum Et Repertum
Tugas seorang dokter dalam bidang Ilmu Kedoteran Forensik adalah membantu para
petugas kepolisian, kejaksaan dan kehakiman dalam mengungkap suatu perkara pidana yang
behubungan dengan pengrusakan tubuh, kesehatan dan nyawa manusia, sehingga bekerjanya
harus obyektif dengan mengumpulkan kenyataan-kenyataan dan menghubungkannya satu
sama lain secara logis untuk kemudian mengambil kesimpulan, maka oleh karenanya pada
waktu memberi laporan dalam pemberitaan dari Visum et Repertum itu harus sesungguhsungguhnya dan seobyektif-obyektifnya tentang apa yang dilihat dan diketemukan pada
waktu pemeriksaan, dan demikian Visum et Repertum merupakan kesaksian tertulis.
Visum et Repertum merupakan rencana (verslag) yang diberikan oleh seorang dokter
mengenai apa yang dilihat dan diketemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan secara
5

obyektif, sebagai pengganti peristiwa yang terjadi dan harus mengganti sepenuhnya barang
bukti yang telah diperiksa dengan memuat semua kenyataan sehingga daripadanya dapat
ditarik suatu kesimpulan yang tepat.
Visum et Repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana yang tertulis
dalam pasal 184 KUHAP. Visum et repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu
proses perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia. Visum et repertum menguraikan
segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik yang tertuang dalam bagian pemberitaan
sehingga dapat dianggap sebagai pengganti benda bukti.
Visum et repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil
pemeriksan medik tersebut yang tertuang dalam bagian kesimpulan.
Dengan demikian visum et repertum secara utuh telah menjembatani ilmu kedokteran
dengan ilmu hukum, sehingga dapat diketahui dengan jelas apa yang terjadi pada seseorang
dan para praktisi hukum dapat menerapkan norma-norma hukum pada perkara pidana yang
menyangkut tubuh atau jiwa manusia. (Bagian Kedokteran Forensik FKUI, 1997)
2.4. Macam-macam Visum et Repertum
1. Visum et repertum korban hidup
a. Visum et Repertum seketika
Diberikan bila korban setelah diperiksa atau diobati, tidak terhalang
menjalankn jabatan/ mata pencaharian.
b. Visum et Repertum sementara
Diberikan apabila setelah diperiksa, ternyata:
-

Korban perlu dirawat/ diobservasi

Korban terhalang menjalankan pekerjaan jabatan/mata pencaharian

Visum et repertum sementara ini dipergunakan sebagai bukti untuk menahan


terdakwa. Dan karena belum sembuh, maka visum et repertumnya tidak
memuat kualifikasi luka.
c. Visum et Repertum lanjutan
Diberikan apabila setelah dirawat/ diobservasi, ternyata:
-

Korban sembuh

Korban belum sembuh, pindah rumah sakit atau dokter lain


6

Korban belum sembuh, kemudian pulang paksa atau melarikan diri

Korban meninggal dunia

Kualifikasi luka dalam visum et repertum lanjutan dibuat setelah korban selesai
dirawat.
2. Visum et repertum mayat
3. Visum et repertum pemeriksaan TKP
4. Visum et repertum penggalian mayat
5. Visum et repertum mengenai umur
6. Visum et repertum psikiatrik
7. Visum et repertum mengenai bukti lain
2.5. Yang Berhak Meminta Visum et Repertum adalah:
1. Penyidik
Landasan hukum:
Pasal 6 KUHAP
(1) Penyidik adalah:
a. pejabat polisi negara Republik Indonesia;
b. pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh
undang-undang.
Pasal 7 KUHAP
(1) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)
huruf a karena kewajibannya mempunyai wewenang :
a. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
b. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara;
Pasal 120 KUHAP
(1) Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau
orang yang memiliki keahlian khusus.
Pasal 133 KUHAP
7

(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan
tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
Penyidik adalah polri dengan pangkat serendah-rendahnya AIPDA (ajudan inspektur
dua), namun di daerah terpencil mungkin saja seorang polisi berpangkat BRIPDA
dapat diberi wewenang sebagai penyidik,oleh karena di daerah tersebut tidak ada yang
pangkatnya lebih tinggi.
2. Penyidik pembantu
Landasan hukum:
Pasal 1 KUHAP
(3) Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang
karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur
dalam undang-undang ini.
Pasal 10 KUHAP
(1) Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang
diangkat oleh Kepala kepolisian negara Republik Indonesia berdasarkan syarat
kepangkatan dalam ayat (2) pasal ini.
Pasal 11 KUHAP
Penyidik pembantu mempunyai wewenang seperti tersebut dalam Pasal 7 ayat (1),
kecuali mengenai penahanan yang wajib diberikan dengan pelimpahan wewenang
dari penyidik.
Pangkat terendah untuk penyidik pembantu adalah BRIPDA (Brigadir Dua).
3. HakimPidana
Landasan hukum:
Pasal 180
(1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di
sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula
minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.

Hakim pidana biasanya tidak langsung meminta visum et repertum pada dokter, akan
tetapi hakim dapat memerintahkan kepada jaksa untuk melengkapi berita acara
pemeriksaan (BAP) dengan vsum et repertum, kemudian jaksa melipahkan
pemberitaan hakim kepada penyidik.
4. Hakim Perdata
Hakim perdata berwenang meminta visum et repertum. Hal ini diatur dalam HIR
(Herziene Inlands Reglement). Hal ini dikarenakan disidang pengadilan perdata tidak
ada jaksa, maka hakim perdata dapat langsung meminta visum et repertum kepada
dokter.

5. Hakim Agama
Bahwa hakim agama boleh meminta visum et repertum telah diatur dalam undangundang nomor 14 tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan
kehakiman Pasal 10. Hakim agama hanya mengadili perkara yang menyangkut agama
Islam.
2.6. Yang Berhak Menbuat Visum et Repertum adalah:
Pasal 120 KUHAP
(1)Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang
yang memiliki keahlian khusus.
Pasal 133 KUHAP
(1)Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokter dan atau ahli lainnya.
Pasal 1 KUHAP
(28)Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian
khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna
kepentingan pemeriksaan.
Seperti yang tercantum dalam pasal-pasal di atas, telah ditentukan bahwa yang berhak
membuat visum et repertum adalah:
9

1. Ahli kedokteran kehakiman


2. Dokter atau ahli lainnya
2.7. Tata Cara Permintaan Visum Et Repertum
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada waktu mengajukan permintaan visum et
repertum untuk korban hidup adalah:
1. Permintaan harus diajukan secara tertulis (KUHAP Pasal 133(3)). Tidak dibenarkan
meminta secara lisan, melalui telepon atau melalui pos.
a. Di sudut kiri atas dicantumkan alamat pemohon visum et repertum.
b. Di sudut kanan atas dijelaskan kepada siapa permintaan visum et repertum tersebut
ditujukan. Surat permintaan visum et repertum tersebut dapat dialamatkan kepada
pimpinan Rumah Sakit atau dokter yang dikehendaki pemohon.
c. Keterangan tentang identitas korban dengan menyebutkan nama, jenis kelamin, umur,
kebangsaan, agama, alamat, dan pekerjaan.
d. Keterangan tentang peristiwa yang dialami korban seperti kejahatan kesusilaan,
kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, dan sebagainya.
e. Permintaan pengobatan dan perawatan korban.
f. Harap dilaporkan kepada pihak pemohon visum et repertum bila korban sembuh,
pindah rumah sakit lain, pulang paksa, melarikan diri atau meninggal.
g. Kolom untuk keterangan lain.
h. Keterangan tentang identitas pemohon visum et repertum dilengkapi dengan tanda
tangan dan cap dinas di sudut kanan bawah.
i. Keterangan tentang identitas penerima visum et repertum disertai tanda tangan,
tanggal dan jam di sudut kiri bawah.
2. Korban adalah barang bukti, maka surat permintaan visum et repertum harus diserahkan
sendiri oleh polisi bersama-sama korban kepada dokter.
3. Tidak dibenarkan mengajukan surat permintaan visum et repertum tentang peristiwa yang
telah lampau mengingat rahasia kedokteran (Instruksi Kapolri No.Inst/E/20/IX/75).
Pasal 170 KUHAP
(1) Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan
rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai
saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka.
(2) Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut.
10

2.8 Struktur Visum et Repertum


Unsur penting dalam Visum et Repertum yang diusulkan oleh banyak ahli adalah
sebagai berikut:
1. Kata Pro Justitia
Kata tersebut harus dicantumkan di kiri atas sehingga Visum et Repertum tidak perlu
bermeterai.
2. Bagian Pendahuluan
Pendahuluan memuat identitas pemohon Visum et Repertum, tanggal dan pukul
diterimanya surat permohonan Visum et Repertum, identitas dokter yang melakukan
pemeriksaan, identitas subjek yang diperiksa (nama, jenis kelamin, umur, bangsa, alamat,
pekerjaan), kapan dilakukan pemeriksaan, dan tempat dilakukan pemeriksaan.
3. Bagian Pemberitaan (Hasil Pemeriksaan)
Memuat hasil pemeriksaan yang objektif sesuai dengan apa yang diamati, terutama
dilihat dan ditemukan pada korban atau benda yang diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan
sistematis dari atas ke bawah sehingga tidak ada yang tertinggal. Deskripsi lukanya mulai
dari letak anatomisnya, koordinatnya (absis adalah jarak antara luka dengan garis tengah
badan, ordinat adalah jarak antara luka dengan titik anatomis permanen yang terdekat), jenis
luka atau cedera, karakteristik serta ukurannya. Rincian tersebut penting terutama pada
pemeriksaan korban mati yang pada saat persidangan tidak dapat dihadirkan kembali. Pada
pemeriksaan korban hidup, bagian pemberitaan terdiri dari:
a. Pemeriksaan anamnesis atau wawancara mengenai apa yang dikeluhkan dan apa
yang diriwayatkan yang menyangkut tentang penyakit yang diderita korban sebagai
hasil dari kekerasan/tindak pidana/diduga kekerasan.
b. Hasil pemeriksaan yang memuat seluruh hasil pemeriksaan, baik pemeriksaan fisik
maupun pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya. Uraian hasil
pemeriksaan korban hidup berbeda dengan pada korban mati, yaitu hanya uraian
tentang keadaan umum dan perlukaan serta hal-hal lain yang berkaitan dengan tindak
pidananya (status lokalis).
c. Tindakan dan perawatan berikut indikasinya atau pada keadaan sebaliknya, alasan
tidak dilakukannya suatu tindakan yang seharusnya dilakukan. Uraian meliputi juga
semua temuan pada saat dilakukan tindakan dan perawatan tersebut. Hal tersebut

11

perlu

diuraikan

untuk

menghindari

kesalahpahaman

tentang

tepat/tidaknya

penanganan dokter dan tepat/tidaknya kesimpulan yang diambil.


d. Keadaan akhir korban terutama tentang gejala sisa dan cacat badan yang merupakan
hal penting untuk pembuatan kesimpulan sehingga harus diuraikan dengan jelas.
Pada bagian Pemberitaan memuat enam unsur, yaitu anamnesis, tanda vital, lokasi
luka pada tubuh, karakteristik luka, ukuran luka, dan tindakan pengobatan/perawatan yang
diberikan.
4. Bagian Kesimpulan
Memuat hasil interpretasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dari fakta
yang ditemukan sendiri oleh dokter pembuat Visum et Repertum, dikaitkan dengan maksud
dan tujuan dimintakannya Visum et Repertum tersebut. Pada bagian ini harus memuat
minimal dua unsur, yaitu jenis luka dan kekerasan serta derajat kualifikasi luka. Hasil
pemeriksaan anamnesis yang tidak didukung oleh hasil pemeriksaan lainnya, sebaiknya tidak
digunakan dalam menarik kesimpulan. Pengambilan kesimpulan hasil anamnesis dilakukan
dengan penuh hati-hati. Kesimpulan Visum et Repertum adalah pendapat dokter pembuatnya
yang bebas dan tidak terikat oleh pengaruh suatu pihak tertentu. Tetapi di dalam
kebebasannya tersebut juga terdapat pembatasan, yaitu pembatasan oleh ilmu pengetahuan
dan teknologi, standar profesi, dan ketentuan hukum yang berlaku. Kesimpulan Visum et
Repertum harus dapat menjembatani antara temuan ilmiah dengan manfaatnya dalam
mendukung penegakan hukum. Kesimpulan tidak hanya resume hasil pemeriksaan,
melainkan lebih ke arah interpretasi hasil temuan dalam kerangka ketentuan-ketentuan
hukum yang berlaku.
5. Bagian Penutup
Memuat pernyataan bahwa keterangan tertulis dokter tersebut dibuat dengan
mengingat sumpah atau janji ketika menerima jabatan atau dibuat dengan mengucapkan
sumpah atau janji lebih dahulu sebelum melakukan pemeriksaan serta dibubuhi tanda tangan
dokter pembuat Visum et Repertum.

12

BAB III
KESIMPULAN

1. Visum et repertum adalah laporan tertulis untuk justisi yang dibuat oleh dokter atas
sumpah tentang segala sesuatu yang diamati (terutama yang dilihat dan ditemukan).
2. Dasar hukum visum et repertum:

13

a. KUHP pasal 186 bahwa keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli katakan di
sidang pengadilan.
b. KUHP pasal 187 butir c bahwa surat keterangan dari seorang ahli yang memuat
pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal sesuatu keadaan yang dimnta
secara resmi.
c. KUHP pasal 184 ayat 1 yaitu:
-

keterangan saksi

keterangan ahli

surat

petunjuk

keterangan terdakwa

3. Macam-macam visum et repertum


a. visum et repertum korban hidup
b. visum et repertum mayat
c. visum et repertum pemerisaan TKP
d. visum et repertum penggalian jenazah
e. visum et repertum mengenai umur
f. visum et repertum psikiatrik
g. visum et repertum mengenai bukti lain
4. Macam-macam visum et repertum korban hidup
a. Visum et repertum
Diberikan bila korban setelah diperiksa atau diobati, tidak terhalang jabatan/ mata
pencaharian.
b. Visum et repertum sementara
Diberikan apabila setelah diperiksa, ternyata:
-

korban perlu dirawat/ diobservasi

korban terhalang menjalankan pekerjaan jabatan/ mata pencaharian.

c. Visum et repertum lanjutan


Diberikan apabila setelah dirawat/ diobservasi ternyata:
-

korban sembuh

korban belum sembuh, pindah rumah sakit atau dokter lain


14

korban belum sembuh, kemudian pulang paksa atau melarikan diri

korban meninggal dunia

DAFTAR PUSTAKA
1. Atmodirono, Haroen. 1980. Visum et Repertum dan Pelaksanaannya. Surabaya:
Airlangga University Press.
2. Hoediyanto, dr. Sp. F (K). 2007. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal. Surabaya: Bagian IKF dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Unair.
3. Idries A.M. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa Aksara.
15

4. Ranoemihardja, R.Atang, S.H. 1991. Ilmu Kedokteran Kehakiman (Forensic Science).


Bandung: Penerbit Tarsito.
5. Sugandhi, R. SH. 1980. KUHP dan Penjelasannya. Surabaya: Usaha Nasional.
6. 1984. Kumpulan Makalah Ilmu Kedokteran Forensik. Markas Besar Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
7. http://asiatour.com/lawarchives/indonesia/kuhap

16

También podría gustarte