Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui patofisiologis dan etiologi mual dan muntah.
1.3.2 Mengetahui terapi yang tepat untuk mual dan muntah.
1.3.3 Mampu menyikapi kasus dan memahami pertimbangan assesment
terapi.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Etiologi :
Penyakit psikogenik
Proses-proses sentral (misal : tumor otak)
Proses sentral tak langsung (misal : obat-obatan, kehamilan)
Penyakit perifer (misal : peritonitis)
Iritasi lambung atau usus (Walsh, 1997: 310).
termasuk
relaksasi,
biofeedback,
self-hypnosis,
intervensi
psikologik
2.3 Hal yang Diperhatikan Pada Terapi Mual Muntah Karena Induksi
Kemoterapi
Kemungkinan berkembangnya mual dan muntah pada pasien yang
sedang menjalani kemoterapi sangat tergantung pada berbagai faktor. Jenis
kelamin dan usia merupakan dua faktor yang sangat berperan dalam hal ini.
Pasien wanita dengan usia yang lebih muda merupakan kelompok pasien
beresiko tinggi terhadap mual dan muntah akibat kemoterapi. Selain itu
pasien yang telah menunjukan mual dan muntah pada masa prekemoterapi,
berpotensi mendapati mual dan muntah yang parah setelah menjalani
kemoterapi. Sebaliknya pasien dengan riwayat konsumsi alkohol tinggi
memiliki resiko mual dan muntah akibat kemoterapi yang lebih rendah.
Dalam terapi pendukung terhadap kemoterapi ini, faktor dosis dan tingkat
emetogenisitas juga harus diperhatikan agar dapat memberikan terapi
pendukung yang tepat dan efektif. Berdasarkan kemampuannya dalam
menginduksi mual dan muntah (tingkat emetogenisitas) kemoterapi
dibedakan kedalam 4 kategori sebagai berikut:
2.3.1 Kemoterapi dengan tingkat emetogenisitas minimal (<10%) :
Bevacizumab,
2.3.2
Bleomycin,
Busulfan,
Cladribine,
Fludarabine,
2.3.3
Methotrexate,
Mitomycin,
Mitoxantrone,
Paclitaxel,
Doxorubicin,
Epirubicin,
Idarubicin,
Ifosfamide,
2.3.4
Cyclophosphamide (>1.5
g/m2),
Dacarbazine,
BAB III
STUDI KASUS
3.1 Kasus
KJ adalah seorang perempuan berusia 65 tahun. Dia datang ke klinik
kanker untuk menjalani kemoterapi yang pertama. Dia didiagnosa kanker
ovarium stage II. Dia direncanakan akan menerima kemoterapi sebanyak 5
kali dengan regimen carboplatin dan paclitaxel (Carboplatin AUC 6 IV
selama 30 menit setiap 21 hari sekali + Paclitaxel 175 mg/m2 i.v selama 3
jam setiap 21 hari sekali). Pada hari pertama kemoterapi dia mendapat obat
sebagai berikut :
menyebabkan
mual
dan
muntah.
Regimen
kemoterapi
3.2.3.1 Ondansetron
Senyawa karbazol ini adalah antagonis serotonin selektif
(dari
reseptor
5HT3). Bekerja
antiemetik
kuat
dengan
pembentukan
prostaglandin
dan
merangsang
pada
penderita
mual-muntah
yang
disebabkan
kemoterapi.
3.2.3.3 Metoklopramid
Derivat aminoklorobenzamida ini berkhasiat antiemetik
kuat berdasarkan awalnya blockade reseptor dopamine di
Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ). Di samping itu zat ini juga
memperkuat pergerakan dan pengosongan lambung efektif pada
semua jenis muntah, terutama akibat kemoterapi.
Dosis
: 25-50 mg
(Chemoreceptor
Metoklopramid
Trigger
Zone).
mempengaruhi
medulla
bebas
untuk
mengikat
pada
gastrointestinal
uterus,
saluran
pembuluh
reseptor
HI
juga
histamin.
: efek sedatif maksimum :1-3 jam
: 4-7 jam
: 78%
: sebagian besar dihati, sedikit di paru
dan ganjil.
: oral : 40-60%
pemeliharaan
Mekanisme Kerja : Famotidine bekerja dengan menghambat
secara kompetitif reseptor histamin H2.
Aktivitas Farmakologi yang penting dari
famotidine
adalah
menghambat
sekresi
menginduksi
polimerisasi
tubulin
dan
menstabilkan
moderat. Maka terapi untuk mengatasi mual dan muntah yang tepat
yaitu menggunakan kombinasi SSRI+kortikosteroid. Pada kasus ini
pasien diberi Ondansetron yang merupakan obat golongan SSRI,
dexamethasone
yang
merupakan
golongan
kortikosteroid,
regimen kemoterapi.
Pemberian Ondansetron dengan dosis 24 mg sebelum kemoterapi
terlalu tinggi karena dosis ini digunakan untuk resiko emesis yang
tinggi. Regimen kemoterapi yang digunakan yaitu Carboplatin dan
Paclitaxel, regimen ini memberikan resiko emesis sedang, jadi
seharusnya dosis Ondansetron yang diberikan adalah 8mg.
Pemberian Ondansetron sebelum kemoterapi secara IV lebih
dianjurkan karena efeknya akan lebih cepat.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Sukandar, Y.E., Andrajati, R., Sigit, I.J., Adnyana, I,K., Setiadi, A.A.P.,
Kusnandar, 2008.IsoFarmakaterapi. Jakarta: PT.ISFI Penerbitan
Walsh,T.D. 1997. Kapita Selekta Penyakit dan Terapi. Jakarta: EGC Buku
Kedokteran