Está en la página 1de 8

LEPTOSPIROSIS

A.
Definisi
Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh
suatu mikrorganisme Leptopsiro interogans. Penyakit ini memiliki
manifestasi klinik dari bentuk yang ringan dengan gejala sakit
kepala dan mialigia seperti influenza hingga bentuk berat dengan
gejala ikterus, disfungsi ginjal dan diathesis hemorrhagic.
Penyakit ini pertama kali ditemukan ole Weil pada tahun 1886,
oleh karena itu, bentuk berat penyakit ini dikenal dengan Weils
disease. Penyakit ini dikenal dengan berbagai nama seperti mud
fever, slime fever, swamp fever, dan sebagainya. 1,2,3
B.
Etiologi
Leptospirosis
disebabkan
oleh
genus
leptospira,
family
leptospiraceae
yang
merupakan
suatu
mikroorganisme
spirachaeta. Ciri khas mikroroganisme ini adalah bergelung, tipis,
motilitas tinggi yang panjangnya 5-15 um, dengan spiral halus
lebarnya 0,1-0,2 um, salah satu ujungnya membengkak
membentuk suatu kait, memiliki dua buah periplasmic flagella
yang dapat membuat terowongan menginfeksi jaringan. Spiroceta
ini begitu halus sehingga dalam mikroskop lapangan gelap hanya
dapat dilihat sebagai rantai kokus kecil-kecil. Dengan
pemeriksaan lapang redup pada mikroskop biasa morfologi
leptospira secara umum dapat dilihat. Untuk mengamati lebih
jelas gerakan leptospira digunakan mikroskop lapang gelap.
Leptospira membutuhkan media dan kondisi yang khusus untuk
tumbuh. Dengan medium flethcers dapat tumbuh dengan baik
sebagai
obligat
anaerob.1,2
Secara sederhana genus leptospira terdiri atas dua species yaitu
L.interogans yang pathogen dan L. biflexa yang non pathogen. L.
interrogans dibagi menjadi beberapa serogroup dan serogroup ini
dibagi menjadi beberapa serovar menurut komposisi antigennya.
Saat ini telah ditemukan 23 serogroup yang dibagi menjadi 250
serovar.
Beberapa
serogroup
yang
penting
adalah
icterohemorrhagiae,canicola, pomona, australis, grippotyphosa,
hyos,
dan
sejroe.
2,3

C.
Epidemiologi
Leptospirosis tersebar hampir diseluruh benua kecuali benua
Amerika, namun penyebaran paling banyak terdapat di daerah
tropis. Leptospirosis bisa terdapat dalam binatang peliharaan
seperti anjing, babi, kuda, lembu, kucing. Dalam tubuh binatang
tersebut, Leptospira hidup dalam ginjal atau air kencingnya. Tikus
merupakan vektor utama dari Leptospira icterohaemorrhagica
yang menyebabkan leptospirosis pada manusia. Dalam tubuh
tikus, leptospira akan menetap dan membentuk koloni serta
berkembang biak didalam epitel tubulus ginjal tikus dan terus
menerus ikut mengalir dalam filtrat urin. Penyakit ini bersifat
musiman, di daerah beriklim sedang masa puncak insiden
dijumpai pada musim panas dan musim gugur karena
temperature adalah faktor yang mempengaruhi kelangsungan
hidup leptopsira. Sedangkan di daerah tropis insiden tertinggi
terjadi
selama
musim
hujan.1
Leptospirosis mengenai paling banyak mamalia seperti landak,
tikus, kelinci, tupai, musang dan sebagainya. Binatang pengerat
terutama tikus merupakan reservoir paling banyak. Leptospira
membentuk hubungan simbiosis dengan pejamunya dan dapat
menetap dalam tubulus renalis selama berbulan-bulan dan
bahkan bertahun-tahun. Beberapa reservoir berhubungan dengan
binatang tertentu seperti L. icterohaemoragiae dengan tikus, L.
hardjo dengan sapi, L. canicola dengan anjing dan L. pomona
dengan
babi.
1,2
Di Indonesia Leptospira ditemukan di DKI Jakarta, Jawa Barat,
Jawa Tengah, DIY, Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu, Riau,
Sumatera Barat, Sumatera Utara, Bali, NTB, Sulawesi Selatan,
Sulawesi Utara, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. Salah
satu kendala dalam penanganan leptospira adalah kesulitan
dalam melakukan diagnostic awal. Diagnostic pasti dengan
ditegakkan dengan ditemukannya leptospira dalam urin atau hasil
serologi positif. Untuk dapat berkembang biak, leptospira
memerlukan lingkungan optimal serta tergantung pada suhu yang

lembab, hangat, dimana lokasi ini ditemukan didaerah tropis.1,


Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan air atau tanah,
lumpur yang telah terkontaminasi oleh urin binatang yang telah
terinfeksi leptospira. Infeksi tersebut terjadi jika terdapat luka
pada kulit ataupun selaput lender. Air genangan dapat
memanikan peranan dalam proses penularan penyakit. Kadangkadang penyakit ini terjadi akibat gigitan binatang yang
sebelumnya terinfeksi leptospira. Transmisi dari manusia ke
manusia paling jarang terjadi. Orang-orang yang memiliki faktor
resiko penularan leptospira adalah pekerja di sawah, pertanian,
perkebunan, peternakan, pekerja tambang, dokter hewan. 2
D.
Patofisiologi
Leptospira masuk kedalam tubuh manusia melalui kulit dan
membrane mukosa yang terluka kemudian masuk kedalam aliran
darah dan berkembang khususnya pada konjungtiva dan batas
oro-nasofaring. Kemudian terjadi respon imun seluler dan
humoral sehingga infeksi ini dapat ditekan dan terbentuk
antibody spesifik. Leptospira dapat bertahan sampai ke ginjal dan
sampai ke tubulus konvoluntus sehingga dapat berkembang biak
di ginjal. Leptospira dapat mencapai ke pembuluh darah dan
jaringan sehingga dapat diisolasi dalam darah dan LCS pada hari
ke 4-10 dari perjalanan penyakit. Pada pemeriksaan LCS
ditemukan pleocitosis. Pada infiltrasi pembuluh darah dapat
merusak pembuluh darah yang dapat menyebabkan vasculitis
dengan terjadi kebocoran dan ekstravasasi darah sehingga terjadi
perdarahan. Setelah terjadi proses imun leptospira dapat lenyap
dari darah setelah
terbentuk agglutinin. Setelah
fase
leptospiremia 4-7 hari, mikroorganisme hanya dapat ditemukan
dalam jaringan ginjal dan okuler. Dalam perjalana pada fase
leptospiremia, leptospira melepaskan toksin yang bertanggung
jawab atas terjadinya keadaan patologi pada beberapa organ.
Lesi yang muncul terjadi karena kerusakan pada endotel kapiler.
Organ-organ yang sering terkena leptospira adalah sebagai
berikut
:1.2.3.4,5
Ginjal. Nefritis Interstisial dengan infiltrasi sel mononuclear

merupakan bentuk lesi yang dapat terjadi tanpa disertai


gangguan fungsi ginjal. Sedangkan jika terjadi gagal ginjal akibat
nekrosis
tubular
akut.
Hati. Pada organ hati terjadi nekrosis sentilobuler fokal dengan
infiltrasi sel limfosit fokal dan proliferasi sel Kupfer.
Jantung. Kelainan miokradium dapat fokal ataupun difus berupa
interstisial edema dengan infiltrasi sel mononuclear dan plasma.
Nekrosis berhubungan dengan infiltrasi neutrofil. Dapat terjadi
perdarahan
fokal
dan
juga
endokarditis.
Otot rangka. Pada otot rangka terjadi nekrosis, vakuolisasi dan
kehilangan striata. Nyeri otot yang terjadi pada leptospira
disebabkan
oleh
invasi
langsung
leptospira.
Mata. Leptospira dapat masuk ke uvea anterior yang dapat
menyebabkan uveitis anterior pada saat fase leptospiremia.
Pembuluh darah. Bakteri yang menempel pada dinding pembuluh
darah dapat terjadi vaskulitis dengan manifetasi perdarahan
termasuk pada mukosa, organ-organ visceral dan perdarahan
bawah
kulit.
Susunan Saraf Pusat (SSP). Manifestasi masuknya bakteri ke
dalam LCS adalah meningitis. Meningitis terjadi sewaktu
terbentuknya respon antibodi, bukan pada saat masuk ke LCS.
Terjadi penebalan meninges dengan peningkatan sel mononuclear
arakhnoid. Meningitis yang terjadi adalah meningitis aseptic,
biasanya
paling
sering
disebabkan
oleh
L.canicola.
Weil
Disease
Weil disease merupakan leptopsirosis yang berat ditandai dengan
ikterus biasanya disertai dengan perdarahan, anemia, azotemia,
gangguan kesadaran dan demam tipe continue. Serotype
leptospira yang menyebabkan weil disease adalah serotype
icterohaemorrhagica.
Gambaran
klinis
bervariasi
berupa
gangguan
renal,
hepatic
dan
disfungsi
vascular.1

E.
GAMBARAN
KLNINIS
Masa inkubasi 2-26 hari, dengan manifestasi klinis dibagi menjadi
2 fase penyakit yang khas yaitu fase leptospiremia dan fase
imun.1,2
Fase
Leptopsiremia
Fase ini ditandai dengan adanya leptospira di dalam darah dan
cairan srebrospinal, berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala
awal sakit kepala biasanya di bagian frontal, rasa sakit yang
hebat terutama pada paha, betis dan pinggang disertai dengan
nyeri tekan. Mialgia dapat diikuti dengan hiperestesia kulit,
demam tinggi yang disertai mengigil, juga didapati mual muntah
disertai mencret, bahkan dapat terjadi penurunan kesadaran.
Pada hari keempat dapat disertai dengan konjungtiva suffusion
dan fotofobia. Pada kulit dapat dijumpai rash berbentuk macular,
makulopapular
atau
urtikaria.
Kadang
dapat
dijumpai
hepatosplenomegali dan limfadenopati. Fase ini berlangsung
selama
4-7
hari.1,2,5
Fase
Imun
Fase ini ditandai dengan peningkatan titer antibody, dapat timbul
demam yang mencapai suhu 40oC disertai menggigil dan
kelemahan umum. Terdapat rasa sakit menyeluruh diotot-otot
leher terutama diotot bagian betis. Terdapat perdarahan berupa
epistaksis, gejala kerusakan pada ginjal dan hati, uremia dan
ikterik. Perdarahan paling jelas terlihat pada fase ikterik, pupura,
petechiae, epistaksis, perdarahan gusi merupakan manifetasi
perdarahan yang paling sering. Conjunctiva injection dan
conjunctiva suffusion
dengan ikterus merupakan
tanda
patognomosis untuk leptospirosis. Pada sekitar 50% pasien dapat
terjadi meningitis. Pada fase ini leptospira dapat dijumpai dalam
urin. Gambaran perjalanan penyakit leptospirosis dapat dilihat
pada
gambar
dibawah
ini.1,2,5
F.
DIAGNOSIS
Pada anamnesis, penting diketahui tentang riwayat pekerjaan
pasien, apakah termasuk kelompok resiko tinggi. Gejala dan

keluhan didapati demam muncul mendadak, sakit kepala bagian


frontal, nyeri otot, fotofobia. Pada pemeriksaan fisik didapati
demam, bradikardia, nyeri tekan dan hepatomegali. Pada
pemeriksaan laboratorium darah rutin biasanya dijumpai
leukositosis, pada pemeriksaan urin dijumpai protein urin,
leukosituria. Diagnose pasti dengan kultur dan serologi.1,4
Kultur
Dengan mengambil specimen dari darah dan LCS segera pada
awal gejala. Dianjurkan untuk melakukan kultur ganda dan
mengambil specimen pada fase leptospiremia serta belum diberi
antibiotic. Kultur urin diambil setelah 2-4 minggu onset penyakit.
1,4
Serologi
Pemeriksaan untuk mendeteksi leptospira dengan cepat adalah
dengan pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR), silver
stain atau fluorescent antibody stain, dan mikroskop lapangan
gelap.
3,4
G.
PENGOBATAN
Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi
dan mengatasi keadaan dehidrasi, hipotensi, perdarahan dan
gagal ginjal sangat penting pada leptospirosis. Pemberian
antobiotik harus dimulai secepat mungkin, bias any pemberian
dalam 4 hari setelah onset cukup efektif. Berikut golongan
antibiotic yang dapat diberika pada pasien leptospirosis :1
Indikasi
Regimen
Dosis
Leptospirosis
ringan Doksisiklin
2
x
100
mg
Ampisilin
4
x
500-750
mg
Amoksisilin
4
x
500
mg
Leptospirosis sedang/berat Penisilin G 1,5 juta unit/ 6 jam
Ampisilin
1
gram/
6
jam
Amoksisilin
1
gram/
6
jam
Kemoprofilaksis Doksisiklin
200
mg/
minggu
Sampai saat ini penisilin masih menjadi pilihan utama, namun
perlu diingat bahwa antibiotic bermanfaat jika leptospira masih di

darah (fase leptospiremia). Pada pemberian penisilin dapat timbul


reaksi Jarisch-Herxheimer 4 sampai 6 jam setelah pemberian
intravena yang menunjukkan adanya aktivitas anti leptospira.
Tindakan suportif diberikan sesuai dengan keparahan penyakit
dan komplikasi yang timbul. Kesimbangan cairan, elektrolit dan
asam basa diatur sebagaimana pada penaggulangan gagal ginjal
secara umum. Jika terjadi azotemia berat dapat dilakukan
dialisa.1
H.
PROGNOSIS
Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal. Pada kasus dengan
ikterus, angka kematian 5% pada umur dibawah 30 tahun. Pada
usia
lanjut
mencapai
30-40%.1
I.
PENCEGAHAN
Pencegahan leptospira khususnya didaerah tropis sangat sulit
karena banyaknya hospes perantara dan jenis serotype sulit
untuk dihapuskan. Bagi mereka yang memiliki resiko tinggi untuk
tertular laptospirosis harus diberikan perlindungan khusus yang
dapat melindungi dari kontak dengan bahan-bahan yang
terkontaminasi dengan kemih binatang reservoir. Pemberian
doksisiklin 200 mg perminggu dikatakan bermanfaat untuk
mengurangi serangan leptospirosis bagi mereka yang resiko
tinggi
dan
terpapar
dalam
waktu
singkat.4
J.
KESIMPULAN
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan
oleh leptospira. Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan
leptospira secara incidental. Gejala klinis yang timbul mulai dari
yang ringan sampai yang berat bahkan kematian bila terlambat
dalam
pengobatan.
Diagnosa
dini
yang
tepat
dan
penatalaksanaan yang cepat akan mencegah perjalanan penyakit
menjadi berat. Pencegahan dini terhadap mereka yang terekspos
diharapkan
dapat
melindungi
mereka
dari
serangan
leptospirosis.1,2,3,4,5
DAFTAR
PUSTAKA
1. Anonim, 2005, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, FK UI.

Jakarta.
Hal
1845-1848.
2. Hauser, Kasper et al, 2005, Harrisons Principles of Internal
Medicine 16 editions, Mc Graw Hill. New York. Page 988-990.
3. Kayser, et al, 2005, Medical Microbiology, thieme. Page 328330.
4. Sandra, Gompf, 2008, Leptospirosis, last up date August, 11,
2008. Download from www.emedicine.com/leptospirosis.html.
5. Human Leptospirosis : Guidance for Diagnosis, Surveillans and
Control. WHO and International Leptospirosis Society 2003.

sorces : http://sanirachman.blogspot.com/2009/08/all-aboutleptospirosis_9366.html#ixzz3l3htINXU
Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial

También podría gustarte