Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
6.0 Pengenalan
Jenis-jenis penulisan ilmiah yang utama ialah esei ilmiah, kertas kerja, laporan kajian,
tesis dan disertasi.
6.1.1 Esei ilmiah merujuk karangan ilmiah yang pendek tentang topik atau
permasalahan berdasarkan data yang diperolehi melalui rujukan perpustakaan
dan / atau kerja lapangan. Penghuraiannya bersifat rasional-empiris dan objektif.
6.1.2 Kertas kerja ialah penulisan ilmiah yang memaparkan sesuatu fakta
atau permasalahan berdasarkan data kerja lapangan dan / atau rujukan
perpustakaan. Analisis dalam kertas kerja adalah lebih serius serta bersifat
rasional-empiris dan objektif. Kertas kerja biasanya ditulis untuk diterbitkan
dalam jurnal akademik atau dibentangkan dalam pertemuan ilmiah seperti
seminar, bengikel dan sebagainya.
Terdapat beberapa ciri khusus dalm penulisan ilmiah yang perlu diberi perhatian:
1. Catatan Pustaka
2. Catatan Kaki dan Catatan Kaki Singkat
3. Petikan Langsung dan Tak Langsung
4. Bibliografi / Rujukan / Daftar Pustaka
Dalam penulisan ilmiah, sumber maklumat yang digunakan atau dirujuk perlulah
dinyatakan. Catatan tentang sumber maklumat seperti buku, majalah, jurnal atau surat
khabar disebut catatan pustaka. Teknik catatatn pustaka yang lazimnya digunakan adalah
seperti berikut:
Jika nama pengarang dimasukkan bersama teks, karangan yang diisi di dalamnya
tahun penerbitan dan muka surat dan perlu ditempatkan selepas nama pengarang
tersebut. Tanda titik bertindih (:), dimasukkan di antara angka tahun terbitan dengan
angka muka surat. Contoh:
Menurut Mohd. Nor Daud (1997 : 63), ayat yang berkesan ialah satu bentuk ayat
yang disokong oleh kepelbagaian dalam struktur ayat.
atau
Hassan Ahmad (2000), juga sependapat dengan....
atau
Mengikut pandangan Saville – Troike (1986 : 52-63), peristiwa
komunikasi....
Jika dalam teks nama pengarang tidak disebut, catatan nama pengarang, tahun
penerbitan dan muka surat dimasukkan di dalam kurungan dan diletakkan di hujung teks
sebelum noktah. Tanda koma (,) diletakkan di antara nama pengarang dengan tahun
terbit. Contoh:
Catatan kaki singkat merupakan satu lagi kaedah menunjukkan sumber rujukan selain
kaedah catatan pustaka.
Perhatikan contoh catatan kaki singkat yang menunjukkan sumber rujukan dan
ditempatkan pada bahagian bawah halaman serta dipisahkan daripadaa teks degan
garisan panjang seperti yang berikut:
1. John Dewey, 1974. How We Think. Chicago. Henry Regnery Company. hal : 75
2. Shaykh Hakim Moinuddin Chisti, 1985. The Book of Sufi Healing. New York. Inner
Traditions International Ltd. hal : 25
3. Ibid, hal. 45
Petikan langsung pula ditulis dalam susunan ayat asalnya tanpa sebarang perubahan dan
diberi tempat tersendiri, terpisah daripada teks. Petikan langsung kadang-kadang
diperlukan untuk mempertahankan keaslian penyataan yang dipetik, menunjangi hujah
atau memberi maklumat tambahan.
Petikan langsung diberi tanda petik (“ “) padanya dan diikuti oleh catatan pustaka.
Biasanya petikan langsung ditulis rapat (satu spasi) ataupun dikecilkan saiz hurufnya
seperti contoh yang berikut:
“segala sesuatu cakap yang pendek yang melekat di mulut orang ramai semenjak
beberapa lama oleh sebab sedap dan bijak perkataannya, luas dan besar tujuannya
dipakainya sebagai sebutan-esbutan orang sebagai bandingan teladan dan
pengajaran”.
(Za’ba, 1965 : 165)
6.5 Bibliografi
Nama penulis
Tahun penerbitan
Judul – digaris atau dicetak miring
Tempat penerbitan
Nama penerbit
Bibliografi
Abdullah Hassan, 1984. Linguistik Am Untuk Guru Bahasa Malaysia.
Petaling Jaya. Penerbitan Fajar Bakti Sdn. Bhd.
Mohd. Senu Awang, 1994. Khutbah Jumaat : Satu Analisis Laras. Kuala
Lumpur. Penerbitan Jabatan Pengajian Melayu, Universiti Malaya, Kuala Lumpur.
Nik Safiah karim, et. All. 1993. Tatabahasa Dewan, jilid 1 dan 2. Kuala
Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Tan Ching Kwang, 1985. Malay Proverbs. Kuala Lumpur. Graham Brash.
Teo Kok Seong, 1997. Linguistik Antropologi: Satu Pengenalan Teoritis,
dlm. Jurnal Dewan Bahasa. 41 : 3 Mac, hlm. 243-251.
http://www.dbp.gov.my/
http://www.bharian.com.my
http://ww.utusan.com.my/majalah/massa
Kamus
TUJUAN
Tujuan pembuatan Penulisan Ilmiah adalah melatih mahasiswa untuk dapat menguraikan dan membahas suatu
permasalahan secara ilmiah dan dapat menuangkannya secara ilmiah dan menuangkannya secara teoritis, jelas
dan sistematis.
1. Bagian Awal
Bagian Awal, terdiri atas :
- Halaman Judul
Ditulis sesuai dengan cover depan Penulisan Ilmiah standar Universitas Gunadarma.
- Lembar Pengesahan
Dituliskan Judul PI, Nama, NPM, NIRM, Tanggal Sidang, Tanggal Lulus, dan tanda tangan pembimbing,
koordinator PI, serta Ketua Jurusan.
- Abstraksi
Berisi ringkasan dari penulisan. Maksimal 1 halaman.
- Kata Pengantar
Berisi ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang ikut berperan dalam pelaksanaan penelitian dan
penulisan ilmiah (a.l. Rektor, Dekan, Ketua Jurusan, Pembimbing, Perusahaan).
- Daftar Tabel
- Daftar Gambar Kalau ada
- Daftar Lampiran
2. Pendahuluan
Pendahuluan menguraikan pokok persoalan. Terdiri dari :
- Latar Belakang Masalah
Menguraikan mengapa penulis sampai kepada pemilihan topik permasalahan yang bersangkutan.
- Masalah dan Pembatasan Masalah
Memberikan batasan yang jelas bagian mana dari persoalan yang dikaji dan bagian mana yang tidak.
- Tujuan Penulisan
Menggambarkan hasil-hasil yang diharapkan dari penelitian ini dengan memberikan jawaban terhadap
masalah yang diteliti.
- Metode Penelitian
Menjelaskan cara pelaksanaan kegiatan penelitian, mencakup cara pengumpulan data dan cara analisa
data.
Jenis-Jenis Metode Penelitian :
a. Studi Pustaka : Semua bahan diperoleh dari buku-buku dan/atau jurnal.
b. Studi Lapangan : Data diambil langsung di lokasi penelitian.
c. Gabungan : Menggunakan gabungan kedua metode di atas.
(Bila penulis melakukan Praktek Kerja, laporan ditulis menurut format penulisan ilmiah).
- Sistematika Penulisan
Memberikan gambaran umum dari bab ke bab isi dari Penulisan Ilmiah.
4. Gambaran Umum Perusahaan (untuk yang melakukan penelitian / kerja praktek di perusahaan)
Menguraikan secara singkat profil perusahaan tempat dilakukannya kerja praktek / penelitian. Dibuat bab
seendiri (tidak termasuk dalam landasan teori).
7. Bagian Akhir
- Daftar Pustaka
Berisi daftar referensi (buku, jurnal, majalah, dll), yang digunakan dalam penulisan.
- Daftar Simbol
Berisi deretan simbol-simbol yang digunakan di dalam penulisan, lengkap dengan keterangannya.
Lampiran
Penjelasan tambahan, dapat berupa uraian, program, gambar, perhitungan-perhitungan, grafik, atau tabel,
yang merupakan penjelasan rinci dari apa yang disajikan di bagian-bagian terkait sebelumnya.
TEKNIK PENULISAN
2. Penomoran Halaman
- Bagian Awal, nomor halaman ditulis dengan angka romawi huruf kecil (i,ii,iii,iv,…).Posisi di tengah bawah (2
cm dari bawah). Khusus untuk lembar judul dan lembar pengesahan, nomor halaman tidak perlu diketik,
tapi tetap dihitung.
- Bagian Pokok, nomor halaman ditulis dengan angka latin. Halaman pertama dari bab pertama adalah
halaman nomor satu. Peletakan nomor halaman untuk setiap awal bab di bagian bawah tengah, sedangkan
halaman lainnya di pojok kanan atas.
- Bagian akhir, nomor halaman ditulis di bagian bawah tengah dengan angka latin dan merupakan kelanjutan
dari penomoran pada bagian pokok.
- Penulisan daftar pustaka tergantung jenis informasinya yang secara umum memiliki urutan sebagai berikut :
Nama Pengarang, Judul karangan (digarisbawah / tebal / miring), Edisi, Nama Penerbit, Kota Penerbit,
Tahun Penerbitan.
Contoh :
Buku :
1.Date, C.J., An Introduction To Database Systems , 6th ed., Addison Willey Publishing Wesley Company,
Inc., Reading Massachusetts, 1995.
Anonim :
1.Anonim, Sistem Pemerintahan di Indonesia, cetakan pertama, PT. Gunung Agung, Jakarta 1983.
Majalah / Jurnal :
1.Cattell R.G.G. and Skeen.J. “Object Operation Benchmark”. ACM Trans. Database Systems, 17, 1992,
pp. 1 - 31.
(Jika ada, nama dan kota penerbit dapat dicantumkan di antara volume dan halaman, nama jurnal
digarisbawah / tebal / miring).
5. Pengutipan
Agar pengutipan menjadi sederhana, judul materi yang diacu tidak perlu diletakkan di bagian bawah pada
halaman yang bersangkutan, melainkan cukup dengan memberikan nomor urut acuan dari daftar pustaka,
sbb :
………………..(kutipan)………………… 3. berarti kutipan diambil dari buku ke tiga dari daftar pustaka.
- Jika kutipan kurang atau sama dari tiga baris, bagian awal dan akhir kutipan diberi tanda kutip, spasi tetap
biasa.
- Kutipan yang lebih panjang dari tiga baris tidak perlu diberi tanda kutip, tapi diketik dengan jarak satu spasi
dengan indent yang lebih dalam 7 ketuk pada bagian kiri.
6. Format Pengetikan
- Menggunakan kertas ukuran A4.
- Margin Atas : 4 cm Bawah : 3 cm
Kiri : 4 cm Kanan : 3 cm
- Jarak spasi : 1,5
- Jenis huruf (Font) : Times New Roman.
- Ukuran / variasi huruf : Judul Bab 14 / Tebal + Huruf Besar
Isi 12 / Normal
Subbab 12 / Tebal
Muqaddimah
Menulis pada hakikatnya adalah upaya mengekspresikan apa yang dilihat, dialami,
dirasakan, dan dipikirkan ke dalam bahasa tulisan. Sebagai sebuah proses transfer ilmu
dan informasi, semakin hari aktivitas menulis semakin urgen untuk ditekuni. Akademisi
syar`i yang memiliki orientasi dakwah dan indzar umat, semestinya menyadari betapa
dakwah bil qalam tidak kalah efektif –kalau tidak mau dibilang lebih— dibandingkan
dakwah oral dalam bentuk ceramah dan khutbah.
Ada banyak jenis tulisan yang dapat dinikmati di zaman sekarang. Kecanggihan
teknologi telah mewujudkan hal-hal yang dulu hanya menjadi khayalan para pendahulu
kita. Hari ini, kumpulan karya tulis dapat dinikmati dengan mudah. Dari Koran, majalah,
jurnal ilmiah, buku-buku fiksi, hingga internet yang secara cuma-cuma mengobral
informasi dan ilmu dari dunia maya. Perkembangan dunia tulis menulis demikian
pesatnya. Bentuk karya tulis semakin berwarna dan beragam. Tapi hakikatnya, karya
tulis terbagi kepada dua pembagian besar: fiksi dan non-fiksi. Satu diantara jenis tulisan
non-fiksi yang banyak kita temukan adalah karya tulis ilmiah populer. Tulisan berikut
akan berbicara seputar jenis tulisan ini secara sederhana.
Untuk memahami jenis tulisan ilmiah populer secara lebih dekat, akan lebih baik bila
dilakukan terlebih dahulu pengkajian terhadap pengertian kata: tulisan, ilmiah, dan
populer itu sendiri. Dari sana semoga akan ditemukan makna yang utuh tentang jenis
tulisan ini. Berikut pemaparan ringkas dari ketiga elemen itu.
Tulisan
Tulisan, menurut Dr. Slamet Suseno, adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan
sebuah karya tulis yang disusun berdasarkan tulisan, karangan, dan pernyataan gagasan
orang lain. Orang yang menyusun kembali hal-hal yang sudah dikemukakan orang lain
itu disebut penulis. Ia bukan pengarang. Sebab ia memang hanya mengkompilasikan
(meringkas dan menggabungkan menjadi satu) pelbagai bahan informasi sedemikian
rupa sehingga tercipta sebuah cerita baru lagi yang lebih utuh.
Ilmiah
Ilmiah berarti bersifat ilmu, atau memnuhi syarat (kaidah) ilmu pengetahuan. Karya
ilmiah adalah suatu karya yang memuat dan mengkaji suatu masalah tertentu dengan
menggunakan kaidah-kaidah keilmuan. Artinya, karya ilmiah menggunakan metode
ilmiah dalam membahas permasalahan, menyajikan kajiannya dengan bahasa baku dan
tata tulis ilmiah, serta menggunakan prinsip-prinsip keilmuan yang lain seperti objektif,
logis, empiris (berdasarkan fakta), sistematis, lugas, jelas, dan konsisten. Pada mulanya
karya tulis ilmiah adalah tulisan yang didasarkan atas penelitian ilmiah. Namun
belakangan mulai berkembang suatu paradigma baru bahwa suatu karya tulis ilmiah
tidak harus didasarkan atas penelitaian ilmiah saja, melaikan juga suatu kajian terhadap
suatu masalah yang dianalisis oleh ahlinya secara professional.
Contoh dari karya tulis ilmiah seperti definisi di atas adalah makalah (paper), artikel
ilmiah, Skripsi, tesis, disertasi, dan lain-lain. Defenisi ilmiah ini sendiri akan mengalami
reduksi (pengurangan) makna bila kelak digandengkan dengan kata populer.
Populer
Dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan bahwa Populer berarti dikenal dan disukai
orang banyak (umum). Bisa juga berarti sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada
umumnya, atau mudah dipahami orang banyak. Istilah popular merujuk kepada
penggunaan bahasa yang relatif lebih santai, padat, serta mudah dicerna oleh masyarakat
pembacanya yang begitu beragam.
Setelah pemaparan singkat ini, kiranya kita dapat menarik kesimpulan –yang semoga
komprehensif—tentang apa yang dimaksud dengan karya tulis ilmiah populer. Seperti
yang kita katakan di atas, bahwa secara otomatis akan ada proses reduksi makna ilmiah
dari makna aslinya ketika digandengkan dengan kata populer. Bila karya ilmiah di satu
sisi kita sebut adalah nash umum, maka kata-kata populer adalah takhsishnya. Maka
karya tulis ilmiah populer adalah karya tulis yang berpegang kepada standar ilmiah,
tetapi ditampilkan dengan bahasa umum sehingga mudah dipahami oleh masyarakat
awam. Dengan pengertian seperti ini, benar bila dikatakan bahwa ilmiah populer adalah
sarana komunikasi antara ilmu dengan masyarakat awam.
Bila ingin ditambahkan dengan penjelasan kata tulisan di awal tadi, maka dapat kita
katakan bahwa karya tulis ilmiah populer lebih banyak diciptakan dengan jalan
menyadur, mengutip, dan meramu informasi dari berbagai tulisan orang lain, daripada
menulis murni gagasan, pendapat, dan pernyataan sendiri. Artinya, karya tulis ilmiah –
mengutip pendapat Soeseno—lebih cocok disebut sebagi tulisan ketimbang karangan.
Satu hal yang pasti, meski melangalami reduksi, kata-kata ilmiah tetap menggambarkan
pertanggungjawaban penulisnya secara ilmiah dengan pencantuman sumber rujukan.
Dapat disimpulkan bahwa beda antara ilmiah populer dengan ilmiah murni (skripsi,
tesis, desertasi, dll) sesungguhnya terletak pada bahasa penyampaian yang digunakan.
Karya tulis ilmiah murni ditampilkan dalam bahasa baku dan sangat terikat dengan
kaidah bahasa Indonesia resmi. Sementara ilmiah populer ditampilkan dengan bahasa
yang lebih luwes, serta dapat dipahami masyarakat umum.
Dari segi topik bahasan, tulisan ilmiah populer cenderung membahas permasalahan yang
berkaitan dengan masyarakat di sekitarnya Berbeda dengan karya tulis ilmiah murni
yang lebih sering berkutat dalam bidang ilmiah yang jauh dari jangkauan masyarakat
awam.
Artikel yang banyak dimuat di media massa, dari satu sisi merupakan karya tulis ilmiah
populer. Sekalipun bersifat opini (gagasan murni), biasanya penulis artikel berangkat
dari sejumlah referensi, entah itu kepustakaan atau hasil wawancara.
M. Arief Hakim membagi artikel dari segi proses penggarapannya kepada dua model:
pertama, artikel yang digarap dengan cara refleksi murni dari penulisnya, tanpa bantuan
referensi, pustaka, dan rujukan ilmiah lain. Kedua, artikel yang dibikin dengan bantuan
referensi, pustaka, dan rujukan ilmiah tertentu. Model kedua inilah yang lazim. Arief
Hakim mengatakan: 'Artikel kebanyakan punya karakter `ilmiah` yang kental'.
Tulisan opini di media massa lazimnya adalah tulisan ilmiah populer. Karena para
kolumnis media massa rata-rata adalah para pakar dan pengamat yang melakukan
pengkajian mendalam terhadap masalah yang dibahasnya. Seperti dipaparkan
sebelumnya, karya tulis ilmiah populer dalam arti yang sempit adalah derivasi (turunan)
tulisan ilmiah yang dipopulerkan. Sehingga ia bisa berasal dari mempopulerkan tulisan
ilmiah murni, atau bisa juga bisa berasal dari penulisan opini yang dibuat secara objektif
dan mendalam.
Secara umum, sekurang-kurangnya ada tiga proses menulis yang ditawarkan oleh David
Nunan, yakni: (1) tahap pra-penulisan, (2) tahap penulisan, dan (3) tahap perbaikan
(editing). Dalam prakteknya proses ini akan menjadi empat tahap, yaitu:
Hampir semua proses menulis (esai, opini/artikel, karya ilmiah, artistic, dan lain-lain)
melalui keempat tahap ini. Berikut paparan keempat fase ini:
Pertama, tahap persiapan atau prapenulisan adalah ketika penulis menyiapkan diri,
mengumpulkan informasi, merumuskan masalah, menentukan fokus, mengolah
informasi, menarik tafsiran terhadap realitas yang dihadapinya, berdiskusi, membaca,
mengamati, dan lain-lain yang memperkaya masukan kognitif yang akan diproses
selanjutnya.
Kedua, tahap inkubasi adalah ketika pembelajar memproses informasi yang dimilikinya
sedemikian rupa, sehingga mengantarkannya pada ditemukannya pemecahan masalah
atau jalan keluar yang dicarinya. Proses inkubasi ini analog dengan ayam yang
mengerami telurnya sampai telur menetas menjadi anak ayam.
Ketiga, tahap iluminasi adalah ketika datangnya inspirasi atau insight, yaitu gagasan
datang seakan-akan tiba-tiba dan berloncatan dari pikiran kita. Pada saat ini, apa yang
telah lama kita pikirkan menemukan pemecahan masalah atau jalan keluar. Iluminasi
tidak mengenal tempat atau waktu. Ia bisa datang ketika kita duduk di kursi, sedang
mengendarai mobil, sedang berbelanja di pasar atau di supermarket, sedang makan,
sedang mandi, dan lain-lain.
Jika hal-hal itu terjadi, sebaiknya gagasan yang muncul dan amat dinantikan itu segera
dicatat, jangan dibiarkan hilang kembali sebab momentum itu biasanya tidak
berlangsung lama. Agar gagasan tidak menguap begitu saja, seorang pembelajar menulis
yang baik selalu menyediakan ballpoint atau pensil dan kertas di dekatnya, bahkan
dalam tasnya ke mana pun ia pergi.
Keempat, tahap terakhir yaitu verifikasi, apa yang dituliskan sebagai hasil dari tahap
iluminasi itu diperiksa kembali, diseleksi, dan disusun sesuai dengan fokus tulisan.
Mungkin ada bagian yang tidak perlu dituliskan, atau ada hal-hal yang perlu
ditambahkan, dan lain-lain. Mungkin juga ada bagian yang mengandung hal-hal yang
peka, sehingga perlu dipilih kata-kata atau kalimat yang lebih sesuai, tanpa
menghilangkan esensinya.
Beberapa Catatan Penting yang Perlu Diperhatikan Dalam Penulisan Karya tulis Ilmiah
Populer
1. Dalam konsep penulisan hard news (berita singkat) ada sistem yang disebut alur
piramida terbalik, yang berarti dimulai dari informasi yang terpenting sampai ke detail
yang kurang penting. Keuntungannya, pembaca cepat mendapat informasi utama. Untuk
sebuah karya ilmiah seperti ilmiah populer, model ini kurang tepat untuk digunakan.
Sebab terkesan membosankan. Hal yang terpenting sudah diketahui di awal, pembaca
merasa sudah cukup dengan paragraf-paragraf awal. Tidak ada unsur menggelitik rasa
ingin tahu lebih lanjut. Walau tidak salah, sistem penulisan seperti ini akan mengurangi
daya tarik sebuah karya tulis ilmiah.
2. Tentukan secara pasti, Kepada siapa anda menyajikan tulisan anda, media apa yang
anda pilih (internet, televisi, koran, majalah, radio, dsb), gaya penulisan apa yang paling
tepat, serta kira-kira berapa lama pembaca meluangkan waktu untuk membaca tulisan
anda.
Walau factor-faktor ini lazim digunakan untuk semua jenis karya tulis, tapi untuk
penulisan ilmiah populer ia menjadi lebih urgen. Karena sekali lagi, sesungguhnya
ilmiah populer adalah papan yang menjembatani antara ilmu dengan masyarakat umum.
Sehingga pemilihan kata, pertimbangan segmen tulisan, termasuk kemungkinan waktu
pembaca amat penting dipertimbangkan.
d. Bahas permasalahan dengan sudut pandang yang baru, atau berbeda dengan bahasan-
bahasan topik sejenis.
Penutup
Perlu ditekankan bahwa sebagai sebuah titian yang menjembatani dunia ilmiah dengan
masyarakat umum, tulisan ilmiah populer memiliki peran penting dalam misi
pencerdasan kehidupan umat. Standar kecanggihan sebuah tulisan ilmiah populer
tidaklah terletak pada bahasa ilmiah yang bejibun dan membingungkan. Justeru ia
menemukan nilainya di pemilihan bahasa yang mampu dicerna orang banyak. Di situlah
ia menemukan hakikat populer yang melekat di ujung namanya.
Akhirnya, selamat mencoba. Selamat berjuang dan berkarya. Tulisan yang bagus tidak
serta muncul dengan simsalabim, tapi melalui proses panjang yang membutuhkan
kesabaran membaja. Di sanalah justeru nilai jihadnya terkandung. Wallahu a`lam
* Disampaikan dalam acara Diklat Menulis, Mengenal Pers dan Jurnalistik. Kelompok
Studi Mahasiswa Riau (KSMR) Mesir, tanggal 08 Maret 2006 di Rumah Riau, Hay
Nastr City, Kairo.
Bahan-bahan Rujukan:
1. Otonomi Bahasa 7 Strategi Tulis Pragmatik bagi Praktisi Bisnis dan Mahasiswa.
Ditulis oleh Wahyu Wibowo. Cetakan Pertama: Oktober 2003. Penerbit PT Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
2. Menulis Artikel di Media, Dari Pemula Sampai Mahir. Ditulis oleh M. Arief Hakim.
Cetakan Kedua (Edisi Revisi). Juli 2004. Penerbit Nuansa Cendekia, Bandung
3. Jurnalistik Islami; Panduan Praktis Bagi Para Aktivis Muslim. Ditulis Oleh Ahmad Y.
Samantho. Cetakan Pertama: Mei 2002. Penerbit Harakah, Jakarta Selatan.
4. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Edisi Ketiga tahun 2002. Diterbitkan oleh
Balai Pustaka; Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
6. Manajemen Bahasa. Ditulis oleh Wahyu wibowo. Cetakan Kedua: Oktober 2003.
Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
8. Artikel berjudul "Model pengajaran menulis Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing
Tingkat Lanjut. Ditulis oleh Khaerudin Kurniawan.
Karya ilmiah populer yang baik bukan berarti menulis hasil penelitian
dengan lengkap. Prinsip utamanya adalah mencari sudut pandang yang
unik dan cerdas, serta menggugah rasa ingin tahu pembaca awam.
Sebetulnya menulis ilmiah populer mudah. Berbeda dengan menulis
cerpen atau non-fiksi yang memerlukan keratifitas dan imajinasi tinggi.
Dalam penulisan non-fiksi yang terpenting anda mengumpulkan fakta-
fakta, menyeleksinya, menetapkan fokus dan meramu story. Beberapa
tips yang dapat membantu dalam meramu karya ilmiah populer bisa
anda ikuti dalam tulisan ini.
Think twice before writing, kata Ken Golstein penulis dari Columbia
School of Journalism. Sebelum mulai menulis ilmiah populer, dan
sebelum anda masuk kepada dramaturgi, sistematik tulisan, detail,
setidaknya anda harus memikirkan strategi berikut:
Kepada siapa anda menyajikan tulisan anda?
Media apa yang anda pilih (internet, televisi, koran, majalah, radio, dsb)
A. Pengetahuan
Bahwa manusia itu tahu sesuatu, tidak ada yang menyangkal. Manusia tahu akan dunia
sekitarnya, akan dirinya sendiri, akan orang lain. Manusia tahu yang baik dan yang buruk, yang
indah dan yang tidak indah, yang bermanfaat dan yang tidak bermanfaat. Menurut para ahli
filsafat ada empat gejala tahu pada manusia, yaitu :
1. Tidak dari permulaan manusia itu tahu
Rasa ingin tahu manusia disebabkan karena rasa kagum dan heran terhadap sesuatu yang ada
di sekelilingnya.
Tahu yang tidak benar disebut keliru dan pemuas ingin tahu itu hanyalah kebenaran walaupun
tidak mudah menganalisis apakah kebenaran itu.
3. Tahunya manusia tentang sesuatu bukanlah suatu bekal yang dibawa sejak lahir
Yang mengelilingi manusia dan yang ingin diketahi manusia adalah dunia seisinya, yang
kelihatan maupun yang tidak kelihatan, yang sekarang ada maupun yang tidak ada, yang
mungkin maupun yang tidak mungkin tetapi yang tidak mengandung kemustahilan sehingga
mungkin akan ada.
Manusia tahu benar bahwa ia tidak tahu sesuatu, maka bertanyalah ia, misalnya kepada orang
lain. Mungkin juga ia mengira bahwa ia tahu, tetapi pada suatu ketika ia tahu bahwa ia keliru.
B. Ilmu Pengetahuan
Ilmu (sains) berasal dari Bahasa Latin scientia yang berarti knowledge. Ilmu dipahami sebagai
proses penyelidikan yang berdisiplin. Ilmu bertujuan untuk meramalkan dan memahami gejala-
gejala alam.
Ilmu pengetahuan (science) adalah pengetahuan yang bertujuan mencapai kebenaran ilmiah
tentang obyek tertentu, yang diperoleh melalui pendekatan atau cara pandang (approach),
metode (method), dan sistem tertentu. Yang dimaksud kebenaran ilmu pengetahuan atau yang
disebut dengan kebenaran keilmuan/kebenaran ilmiah adalah pengetahuan yang jelas dari suatu
obyek materi yang dicapai menurut obyek forma (cara pandang) tertentu dengan metode yang
sesuai dan ditunjang oleh system yang relevan. Ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yang
telah diolah kembali dan disusun secara metodis, sistematis, konsisten dan koheren. Agar
pengetahuan menjadi ilmu, maka pengetahuan tadi harus dipilah (menjadi suatu bidang tertentu
dari kenyataan) dan disusun secara metodis, sistematis serta konsisten. Tujuannya agar
pengalaman tadi bisa diungkapkan kembali secara lebih jelas, rinci dan setepat-tepatnya.
Science tidaklah menghiraukan kegunaanya. Hakekat science yang utama adalah sebagai suatu
metode pendekatan terhadap keseluruhan dunia empiris, yakni dunia kenyataan yang dapat
dikenal manusia melalui pengalamannya. Science tidak bertujuan untuk menemukan kebenaran
yang mutlak tetapi selalu bersifat relative dan temporer/sementara atau tentatife. Tujuan science
yang sebenarnya adalah untuk memahami dunia ini dan seisinya.
Metodis, berarti dalam proses menemukan dan mengolah pengetahuan menggunakan metode
tertentu, tidak serampangan. Sistematis, berarti dalam usaha menemukan kebenaran dan
menjabarkan pengetahuan yang diperoleh, menggunakan langkah-langkah tertentu yang teratur
dan terarah sehingga menjadi suatu keseluruhan yang terpadu. Koheren, berarti setiap bagian
dari jabaran ilmu pengetahuan itu merupakan rangkaian yang saling terkait dan berkesesuaian
(konsisten).
Sedangkan suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu
pengetahuan disebut penelitian (research). Usaha-usaha itu dilakukan dengan menggunakan
metode ilmiah.
Ilmu ini diperoleh dengan cara analisis refleksi dengan mencari hubungan antara konsep-
konsep. Termasuk dalam kelompok ilmu ini adalah logika formal, matematika, fisika, kimia, dan
lain-lain.
Pengetahuan filsafat diperoleh dengan cara analisis refleksi (pemahaman, penafsiran, spekulasi,
penilaian kritis, logis rasional) dengan mencari hakikat prinsip yang melandasi keberadaan
seluruh kenyataan.
C. Metode Ilmiah
Menurut Almadk (1939),” metode ilmiah adalah cara menerapkan prinsip-prinsip logis terhadap
penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran. Sedangkan Ostle (1975) berpendapat bahwa
metode ilmiah adalah pengejaran terhadap sesuatu untuk memperoleh sesuatu interelasi.”
Metode Ilmiah merupakan suatu cara sistematis yang digunakan oleh para ilmuwan untuk
memecahkan masalah yang dihadapi. Metode ini menggunakan langkah-langkah yang
sistematis, teratur dan terkontrol. Menurut A. Nashrudin, S.IP, M,Si
(dossuwanda.wordpress.com ), Supaya suatu metode yang digunakan dalam penelitian disebut
metode ilmiah, maka metode tersebut harus mempunyai kriteria sebagai berikut:
1. Berdasarkan fakta
4. Menggunakan hipolesa
2. Mengumpulkan keterangan, yaitu segala informasi yang mengarah dan dekat pada
pemecahan masalah. Sering disebut juga mengkaji teori atau kajian pustaka.
3. Menyusun hipotesis.
Hipotesis merupakan jawaban sementara yang disusun berdasarkan data atau keterangan yang
diperoleh selama observasi atau telaah pustaka.
5. Mengolah data (hasil) percobaan dengan menggunakan metode statistik untuk menghasilkan
kesimpulan.
Hasil penelitian dengan metode ini adalah data yang objektif, tidak dipengaruhi subyektifitas
ilmuwan peneliti dan universal (dilakukan dimana saja dan oleh siapa saja akan memberikan
hasil yang sama).
6. Menguji kesimpulan.
Untuk meyakinkan kebenaran hipotesis melalui hasil percobaan perlu dilakukan uji ulang.
Apabila hasil uji senantiasa mendukung hipotesis maka hipotesis itu bisa menjadi kaidah
(hukum) dan bahkan menjadi teori.
Untuk mengkomunikasikan hasil penelitian kepada orang lain sehingga orang lain tahu bahwa
kita telah melakukan suatu penelitian ilmiah.
Metode ilmiah didasari oleh sikap ilmiah. Sikap ilmiah semestinya dimiliki oleh setiap penelitian
dan ilmuwan. Adapun sikap ilmiah yang dimaksud adalah :
D. Penelitian / Riset
Salah satu hal yang penting dalam dunia ilmu adalah penelitian (research). Research berasal
dari kata re yang berarti kembali dan search yang berarti mencari, sehingga research atau
penelitian dapat didefinisikan sebagai suatu usaha untuk mengembangkan dan mengkaji
kebenaran suatu pengetahuan.
Research, menurut The Advanced Learner’s Dictionary of Current English (1961) ialah
penyelidikan atau pencarian yang seksama untuk memperoleh fakta baru dalam cabang ilmu
pengetahuan.
Menurut Fellin, Tripodi dan Meyer (1969) riset adalah suatu cara sistematik untuk maksud
meningkatkan, memodifikasi dan mengembangkan pengetahuan yang dapat disampaikan
(dikomunikasikan) dan diuji (diverifikasi) oleh peneliti lain.
Ciri-ciri riset adalah sebagai berikut, yaitu bahwa riset: (Abisujak, 1981)
E. Penelitian Ilmiah
Penelitian yang dilakukan dengan metode ilmiah disebut penelitian ilmiah. Suatu penelitian
harus memenuhi beberapa karakteristik untuk dapat dikatakan sebagai penelitian ilmiah.
Umumnya ada lima karakteristik penelitian ilmiah, yaitu :
1. Sistematik
Berarti suatu penelitian harus disusun dan dilaksanakan secara berurutan sesuai pola dan
kaidah yang benar, dari yang mudah dan sederhana sampai yang kompleks.
2. Logis
Suatu penelitian dikatakan benar bila dapat diterima akal dan berdasarkan fakta empirik.
Pencarian kebenaran harus berlangsung menurut prosedur atau kaidah bekerjanya akal, yaitu
logika. Prosedur penalaran yang dipakai bisa prosedur induktif yaitu cara berpikir untuk
menarik kesimpulan umum dari berbagai kasus individual (khusus) atau prosedur deduktif
yaitu cara berpikir untuk menarik kesimpulan yang bersifat khusus dari pernyataan yang
bersifat umum.
3. Empirik, artinya suatu penelitian biasanya didasarkan pada pengalaman sehari-hari (fakta
aposteriori, yaitu fakta dari kesan indra) yang ditemukan atau melalui hasil coba-coba yang
kemudian diangkat sebagai hasil penelitian.
a. Hal-hal empirik selalu memiliki persamaan dan perbedaan (ada penggolongan atau
perbandingan satu sama lain)
c. Hal-hal empirik tidak bisa secara kebetulan, melainkan ada penyebabnya (ada hubungan
sebab akibat).
5. Replikatif, artinya suatu penelitian yang pernah dilakukan harus diuji kembali oleh peneliti
lain dan harus memberikan hasil yang sama bila dilakukan dengan metode, kriteria, dan kondisi
yang sama. Agar bersifat replikatif, penyusunan definisi operasional variabel menjadi langkah
penting bagi seorang peneliti.
Ada tiga tingkatan penelitian ilmiah untuk sampai kepada perwujudan ilmu/teori, yaitu :
1. Penelitian Eksploratif
Penelitian ekploratif adalah penelitian dalam untuk upaya mencari masalah/menjajagi masalah.
2. Penelitian Pengembangan
3. Penelitian Verifikasi
Pertanyaan seperi di atas sering kali muncul dari peserta workshop kepenulisan di mana saya
menjadi pembicaranya. Terutama kalau saya sedang meluncurkan atau bedah buku, karya saya
berupa memoar.
Dengan menulis memoar aku bisa bersibuka lebih leluasa, berbagi pengalaman dengan cara
sederhana, bertutur kata yang bersahaja.
Orsinalitas sangat terpelihara; karena tak semua orang memiliki lakon yang sama, pemikiran
dan solusi yang serupa.
Ada sesuatu yang ingin disampaikan dan hanya bisa melalui jenis tulisan semacam memoar atau
catatan harian ini, tidak bisa disampaikan melalui fiksi seperti novel.
Bisa lebih jujur dalam menyampaikan parasaan, pemikiran atau visi dan misi perikehidupan
kita.
Lebih karena alasan pribadi; saya sering merasa hampir tak punya waktu lagi, mengingat
penyakit abadi yang saya derita, jadi setiap saat sering tergelitik untuk mencatat lakon demi
lakon. Sehingga begitu banyak buku harian, akhirnya merasa sayang kalau dibiarkan “bulukan”
begitu saja.
Sebagaimana dengan karya fiksi, saya tidak akan morang-maring, meskipun mendapat kecaman
yang menyakitkan dan tidak relevan sama sekali.
Kita menjelaskan apa adanya, apa yang diinginkan atau menjadi rasa penasaran pembaca.
Tergantung bagaimana penulis menyampaikannya; apakah dengan bahasa sastra atau ringan
yang lazim disebut sebagai karya populer.
Pipiet Senja. Disampaikan pada SILNAs FLP sesi Pelatihan Menulis Kreatif Non Fiksi, Sabtu, 12
Juli 2008
Sebenarnya, masalah ini sangat klise. Karena, bukan hanya ketika hendak menulis saja kita
mendapatkan hambatan, tapi dalam kegiatan apa pun, yang namanya hambatan itu selalu saja
muncul. Oke, karena ini berkaitan dengan tulis menulis, jadilah pembicaraan kita kali ini
tentang hal itu.
Hambatan yang selalu mendasar adalah tentang : ide, mood dan waktu. Kita pernah
membicarakannya pada tulisan terdahulu. Silakan, teman-teman mengklik di file sebelumnya.
Yang ingin saya bicarakan di sini adalah mengenai saat ketika akan menuliskan ide atau gagasan
yang kita miliki.
Banyak yang mempunyai masalah dengan hal ini. Ketika hendak menuliskan, sementara ide
sudah kita punya, mood sedang bersahabat dan waktu kita miliki, tapi kita tak mampu
menuliskannya. Kalau pun mampu, banyak yang masih “kurang puas” dengan tulisannya
sendiri.
Tentunya kita semua pernah membaca bermacam buku teori mengarang, yang banyak sekali
mengajarkan trik dan tips menulis. Dan jelas itu sangat bermanfaat. Nah, coba gabungkan
dengan apa yang saya sarankan di bawah ini.
Sebenarnya menyiasati hambatan menulis ini sangat sederhana. Selagi kita memiliki semua itu,
gabungkan energi kita dengan energi yang ada di sekeliling kita. Maksudnya begini, gunakan
sebaik mungkin apa pun yang ada di sekitar kita. Kalau kita saat ini menulis di kamar tertutup,
kita bisa menatap tembok di hadapan kita. Atau melirik ke tembok di sebelah kanan kiri kita.
Bayangkan, ya, bayangkan, adegan demi adegan yang hendak kita tuliskan itu terpampang lebar
di tembok-tembok itu. Biarkan mereka hidup. Biarkan mereka bergerak dan kita berusaha
menjadi seorang penonton yang baik.
Bila hal ini tidak bisa kita dapatkan, pandangi layar monitor kita. Jangan dulu memikirkan kata
demi kata yang hendak kita tuliskan. Mainkan imajinasi kita. Biarkan adegan demi adegan itu
muncul di layar monitor kita (dalam imajinasi tentunya). Dengan cara seperti ini, akan ada
kemudahan pendahuluan sebelum mencari dan menyusun kata demi kata.
Oke, bila itu tidak bisa kita lakukan juga, coba trik berikutnya :
1. Jadikan alam pikiran kita sebagai sebuah layar lebar yang dengan mudah kita tembus untuk
melihat adegan demi adegan. Mainkan segala imajinasi. Jangan menuliskannya dulu. Mainkan
dan mainkan, biarkan semuanya bergerak dan mengalir. Bila kita melakukan ini dan sudah
terbiasa, segala macam cerita akan muncul begitu saja (biasanya).
2. Setelah kita menemukannya dan melihat gambaran adegan demi adegan itu, boleh kita cari
bagaimana endingnya (kalau bisa, masalah ending diabaikan saja dulu). Yang terpenting, kita
mendapatkan setting, tokoh, ide cerita dan konflik dalam cerita itu.
3. Mulailah kita menulis. (Teman-teman bisa klik di file sebelumnya, tentang bagaimana
membuka sebuah cerita) Biasanya, saat menuliskan adegan yang terpampang di imajinasi kita,
akan berbeda dengan hasil tulisannya. Abaikan masalah itu. Teruskan menulis. Bikin
kronologisnya dengan rapih. Abaikan pula masalah ada salah pengetikan, salah eja, atau salah
apa pun. Teruskan saja.
4. Cobalah dengan memulai cerita dari berbagai segi. Bisa dimulai dari dialog dulu, atau tentang
deskripsi dulu, atau apa saja. Setelah oke, pilihlah salah satu dari apa yang kita tuliskan itu.
Yang mana yang ingin kita pakai. Tentunya hanya satu saja yang bisa kita gunakan, dan yang
lain itu bukan berarti tidak ada gunanya. Tapi menunjukkan semangat dan latihan kita.
5. Bermainlah dengan kata-kata. Boleh bermetafora atau lugas saja. Dalam beberapa cerita,
saya menulis tidak perlu bermetafora. Dalam beberapa cerita, saya menulisnya dengan
mempergunakan metafora. Dalam beberapa cerita, saya mengkombinasikannya. Ini bebas-bebas
saja, terserah masing-masing ingin menuliskannya.
Ingatlah teori Thomas Alfa Edison yang menyatakan bahwa sukses itu adalah 1 persen karena
bakat dan 99 persen karena kerja keras. Di sini jelas bahwa untuk menuju tangga kes'iksesan
dalam bidang apa saja, sebenamya bakat tidak memegang peranan sukses tetapi yang paling
penting adalah usaha yang sungguh-sungguh. Jadi untuk bisa menulis harus terus mencoba,
mencoba, dan mencoba, menulis, menulis, dan terus menulis.
Langkah Menulis Artikel di Media Massa
ttp://ardawriters.blogspot.com/
http://duniawriters.blogspot.com/
(Wilson Nadeak).
Langkah jitu menulis artikel adalah dengan langsung menuliskannya dalam bentuk kalimat
demi kalimat. Bagaimana untuk memulai menulis kalimat itu?
Memulai sebuah kalimat, syaratnya sudah tentu harus terpikir dahulu, tema apa yang akan kita
tulis dalam artikel tersebut. Bila masalah yang akan ditulis menjadi artikel itu sudah ada dalam
pikiran (kepala) kita, tentu akan lebih mudah memulainya dalam menyusun sebuah kalimat.
Dalam membuat kalimat, hendaknya kalimat pertama harus ada hubungannya dengan kalimat
kedua. Begitu pun dengan kalimat-kalimat selanjutnya. Langkah-langkah demikian, tentu
berlaku juga dalam menyusun alinea pertama harus sejalan dengan alinea kedua dan alinea
berikutnya.
Dalam menulis sebuah kalimat, harus sesuai dengan tujuan kalimat. Artinya kalimat itu tidak
perlu panjang-panjang, agar mudah dimengerti oleh pembaca. Namun demikian, kalimat
panjang bukan berarti tidak boleh, asalkan mudah dimengerti dan tidak bertele-tele.
Terkait langkah memulai menulis artikel di media massa ini, intinya kita harus segera
mempraktekkannya. Dalam menjalankan praktek, menurut Roesli Lahani Yunus (2002), seorang
(calon) penulis harus punya bermacam-macam kemampuan. Dia harus mampu berbahasa
Indonesia yang baik dan benar, terutama dalam penulisannya. Dia harus rajin dan tekun
membaca. Kemudian harus rajin menulis atau melatih diri untuk berbagai tulisan (artikel).
Mempraktekkan semuanya itu, tentu bukan hanya untuk sekali atau sehari saja, tetapi setiap
hari. Di sinilah gunanya latihan. Latihan berarti mempermahir seorang calon penulis artikel
untuk menyusun kata-kata menjadi kalimat yang indah dan enak dibaca oleh siapa saja, hingga
pembaca mengerti dari isi artikel yang kita tulis.
Sejalan dengan itu, Asep Syamsul M. Romli (1999), menyebutkan rajin membaca adalah kunci
sukses seorang penulis. Dengan membaca, ia tidak saja memiliki banyak pengetahuan dan
referensi tentang berbagai masalah, tapi juga dapat mempelajari bagaimana orang lain
mengemukakan pandangannya lewat bahasa tulisan (artikel) di media massa.
Lebih jauh, Romel (sapaan akrab Asep Syamsul M. Romli) menyebutkan paling tidak ada empat
modal dasar yang mutlak dimiliki seseorang untuk dapat menulis artikel. Pertama, kemauan.
Kemauan merupakan modal utama bagi seseorang untuk menggerakan dirinya mencapai
sesuatu. Bahkan bukan sekadar kemauan, melainkan harus berupa ambisi.
Kemauan atau ambisi untuk dapat menulis akan menimbulkan semangat, keuletan, dan
mendorong seseorang melakukan apa saja yang memungkinkannya mencapai kemampuan
menulis.
Kedua, motivasi menulis. Motivasi erat kaitannya dengan kemauan. Bahkan, motivasi inilah
yang dapat memunculkan kemauan untuk (dapat) menulis. Karena, motivasi adalah niat. Maka
niat yang terbaik dalam menulis, tentu dengan tujuan: berbagai wawasan, pengalaman, atau
pengetahuan dengan pembaca; menyampaikan kebenaran; menyumbangkan pemikiran bagi
orang lain atas pemecahan suatu masalah; dan sebagainya.
Ketiga, kemampuan. Setelah ada kemauan dan motivasi, tentunya harus ada kemampuan.
Kemauan menulis tanpa kemampuan untuk melakukannya tidak akan menghasilkan. Begitu
pula sebaliknya, jika kemampuan tidak disertai kemauan tidak ada karya.
Kemampuan menulis ini menyangkut persoalan bakat. Dan, bakat tidak akan berkembang atau
dapat dioptimalkan tanpa latihan. Dengan demikian, bakat dan latihan merupakan dua hal
utama untuk mencapai kemampuan prima. Kendatipun begitu, jika tidak ada bakat, latihan
yang keras dan terus menerus akan mendatangkan kemampuan. Adapun kemampuan yang
diperlukan untuk menulis artikel, antara lain: kemampuan mengamati fenomena; kemampuan
berbahasa tulis; dan kemampuan berbahasa jurnalistik.
Akhirnya, agar langkah menulis artikel ini terencana dengan baik, maka rajin-rajinlah
melakukan pola menggali ide setiap saat, mengumpulkan bahan atau referensi (dari buku,
koran, majalah, kamus, kliping media massa, dan lainnya), baru selanjutnya segera kita
mengikatnya dengan memulai menulis artikel.
Dalam hal ini, ada saran yang baik dari Hadiyanto (2001), dalam “Membudayakan Kebiasaan
Menulis (Sebuah Pengantar),” disebutkan belajar menulis atau membudayakan kebiasaan
menulis harus dimulai dengan gaya bertutur atau bercerita. Misalnya, dengan menceritakan
(menuliskan-pen) pengalaman hidup sehari-hari, pengalaman ketika melakukan perjalanan,
atau menuliskan sesuatu berdasarkan hasil pengamatan terhadap alam sekitar kita, termasuk
masyarakatnya. Bisa juga menceritakan pengalaman orang lain. Pokoknya, segala sesuatu yang
bisa kita ceritakan kepada orang lain, baik formal maupun tidak formal, sangat baik sebagai
bahan ketika mulai belajar menulis.
Adapun langkah-langkah menulis, yang dapat kita lakukan adalah antara lain: biasakan
berpikir logis dan sistematis, menentukan tema yang kita kuasai, membatasi pembahasan tulisan
artikel dengan membuat kerangka tulisan, menentukan lead pendahuluan yang tepat,
membangun tubuh tulisan melalui pembuatan paragraf yang mengalir, dan mengakhiri tulisan
artikel dengan “memuaskan” pembaca. Selamat belajar menulis, Anda pasti bisa menulis artikel
di media massa!***
Dari mailinglist e-penulis, barangkali bisa menambah referensi kita dalam menulis.
Semua yang di Multiply ini pingin jadi Penulis bukan? termasuk saya, hihihi.
HELVRY SHINAGA
Edisi 045/Juli/2008
TEMA: KRITERIA TULISAN YANG
BAIK
______________________________________________________________________
= DAFTAR ISI =
* Dari Redaksi: Seperti Apakah Tulisan yang Baik Itu?
* Mutiara Penulis
* Artikel 1: Kode Etik dan Tanggung Jawab Penulis untuk Hasil Tulisan
yang Baik
* Artikel 2: Kriteria Tulisan yang Bagus
* Tips: Kriteria untuk Menilai Karya Tulis
* Pojok Bahasa: Disapa "Anda" Malah Tersinggung
* Stop Press: 40 Hari Mengasihi Bangsa dalam Doa
____________________________DARI REDAKSI______________________________
___________________________MUTIARA PENULIS____________________________
______________________________ARTIKEL 1_______________________________
KODE ETIK DAN TANGGUNG JAWAB PENULIS UNTUK HASIL TULISAN YANG BAIK
1. unsur informasi,
2. unsur edukasi/pendidikan, dan
3. unsur hiburan.
Ketiganya terpadu dalam suatu karya tulis yang akan memberi manfaat
yang menyenangkan pembaca. Dengan membaca suatu tulisan, apakah itu
fiksi, seperti cerita pendek, puisi atau novel, maupun nonfiksi,
misalnya tentang sejarah, ilmu kesehatan, flora dan fauna, pembaca
memeroleh informasi sekaligus juga dapat mempelajari sesuatu.
Tulisan yang enak dibaca, dengan susunan kalimat dan frase yang
jelas dan lancar, apalagi bila ada selingan humor segar, dengan gaya
tulisan yang menarik, tidak gersang, pasti disukai oleh siapa saja.
Jadi, dengan membaca sebuah buku atau artikel, seorang pembaca dapat
memahami informasi yang disampaikan. Bacaan itu akan lebih menarik
perhatiannya apabila berisi hal-hal yang
ingin diketahui dan
dipelajarinya. Selain itu, hal-hal yang disampaikan benar-benar
memberinya manfaat. Misalnya, seseorang ingin membaca buku tentang
bagaimana menanam pepaya. Ia dapat belajar menanam pepaya dan
membuktikan sendiri bahwa teknik dan seni menanam pepaya yang
dibacanya itu dapat dipraktikkan dan berhasil.
Memang tidak semua buku dapat dipraktikkan seperti itu. Ini hanya
gambaran tentang kode etik bagi penulis berkaitan dengan tanggung
jawabnya. Penulis yang tidak menyimak rambu-rambu tulisan menjadi
kurang hati-hati dan menulis semaunya sendiri, yang penting asal
laku. Misalnya, buku-buku porno. Buku-buku tersebut memang laris di
pasaran walaupun berselera rendah. Tetapi, pornografi tidak memiliki
unsur mendidik, kalaupun mengandung informasi, sifatnya vulgar,
tidak bermutu. Tulisan seperti ini
dapat merusak moral, terutama di
kalangan generasi muda. Di mana tanggung jawab penulis yang katanya
ingin berekspresi untuk menyampaikan gagasan kepada orang lain?
Tulisan-tulisan demikian tentu saja melanggar kode etik dan dapat
dikategorikan sebagai buku-buku terlarang dalam sebuah negara yang
telah memiliki undang-undang tentang pornografi.
Kesadaran akan tanggung jawabnya itulah yang harus ada dalam jiwa
setiap penulis. Keberaniannya untuk menyampaikan pendapat dan
kebebasannya untuk berekspresi di arena tulis-menulis akan dihargai
oleh masyarakat pembaca apabila ia memang memiliki kemampuan untuk
memertanggungjawabkan manfaat maupun kebenarannya. Apalagi jika buku
itu mampu menggerakkan hati nurani pembacanya dan kemudian
menciptakan opini di kalangan masyarakat. Inilah keberhasilan
seorang penulis atau
pengarang. Bahkan, buku-buku seperti ini dapat
mengubah pandangan dunia.
______________________________ARTIKEL 2_______________________________
- Isinya Menggugah
Isi tulisan yang bagus bisa menggugah pembacanya untuk berbuat hal
positif, memerbaiki karakter dan moral masyarakat, atau paling
tidak, memberi inspirasi yang mencerahkan.
- Temanya Istimewa
Tema yang tidak biasa dapat menyulap sebuah tulisan menjadi
bernilai tinggi dan bagus. Ketika orang ramai menulis tentang
pentingnya menghentikan pengeluaran izin baru bagi penebangan
hutan, Anda dapat menulis soal kelangkaan bahan baku kayu yang
mungkin dialami pabrik kayu lapis dan industri mebel kayu sebagai
konsekuensinya. Hasil karya ini bisa dianggap tulisan bagus karena
temanya
berbeda dengan pandangan umum.
- Mengandung Kejutan
Novel-novel detektif, "suspense" atau "thriller" mengandalkan
ketegangan dan kejutan untuk menjadi karya terpoluler dan terbaik.
- Bahasanya Bagus
Karya Linus Suryadi Ag, "Pengakuan Pariyem", diakui bagus,
teristimewa karena ditulis dalam format prosa lirik dengan
kata-kata yang indah dan mendalam. Biasanya karya yang
dikategorikan bernilai sastra, apalagi puisi, selain temanya
menyentuh, bahasanya juga luar biasa.
- Penulisnya Top
Jika enak atau tidaknya makanan bergantung kepada keahlian juru
masak yang mengolahnya, maka bagus tidaknya karya tulis pun sering
kali ditentukan oleh siapa penulisnya. Sekali seorang penulis
menghasilkan karya bagus, maka karyanya selanjutnya cenderung
dianggap bagus pula.
Tulisan Anda memang tak dapat disaring lolos melalui semua kriteria
tersebut, sebab nilai sebuah karya tulis pun memang perlu
ditentukan
terlebih dahulu kategorinya sebelum diuji mutunya menurut kriteria
yang sesuai. Jika Anda menulis roman, contohnya, tentu tidak perlu
menyajikan data dan mungkin tidak selalu harus ada hubungannya
dengan orang-orang tersohor.
_________________________________TIPS_________________________________
Berikut ini adalah lima panduan dalam menulis sebuah karya tulis
yang efektif. Semua karya tulis pada akhirnya akan dinilai
berdasarkan kriteria-kriteria yang terkandung dalam tips-tips
berikut.
1. Fokus. Kenali benar-benar topik karya tulis Anda, entah topik itu
adalah pilihan Anda sendiri atau pilihan orang lain yang harus Anda
kerjakan.
2. Karya tulis Anda harus logis. Ungkapkan argumen Anda dengan baik
dan tuliskanlah pernyataan/kalimat Anda dengan akurat. Hubungkan
poin-poin tulisan Anda sehingga ada alur yang jelas dari satu ide ke
ide yang lain. Kembangkan poin-poin
yang Anda angkat dengan
maksimal.
____________________________POJOK
BAHASA______________________________
Mencermati fenomena baru ini tentu saja ada kesimpulan yang dapat
ditarik.
Pertama, tidak selamanya sesuatu yang dirumuskan oleh ahli
bahasa dapat sesuai dengan selera penutur bahasa. Kedua, bahasa
tidak berhenti pada satu titik, tetapi terus bergerak sehingga para
pembina bahasa terus mencermati dan terus melakukan penyesuaian.
Ketiga, semua orang yang paham kebahasaan dan tata aturannya tetap
harus mencermati perkembangan budaya di sekelilingnya. Dalam
pelaksanaannya, penggunaan bahasa yang benar tidak selalu merupakan
bahasa yang baik.
Over himself, over his own body and mind, the individual is sovereign.
Ada masalah serius di balik pemakluman pada masa itu. Pemisahan antara agama dan
politik dalam modernitas selama ini ternyata hanya menghasilkan pseudo-toleransi (toleransi
palsu). Baik komunitas-komunitas sekular maupun agama tidak sungguh-sungguh saling belajar.
Toleransi dimengerti secara keliru dalam bentuk sikap ignorant dan laissez-faire. Akibatnya,
yang berlangsung hanyalah sekedar "gencatan senjata" antara agama dan politik. Gaung
alasan-alasan religius tidak diinginkan didengarkan di ruang publik, dan keadaan ini justru
bergulir pada konsekuensi yang amat berbahaya, yakni merebaknya kekerasan atas nama
agama akhir-akhir ini dalam permukaan politik global. Atas dasar itu, tulisan ini hendak
mencoba sedikit menimbang kembali fenomena sekularisasi untuk menemukan cara yang bijak
dan bajik dalam rangka menemukan suatu "jalan tengah" antara yang ‘religius' dan yang
‘sekular'.
Apakah sebenarnya "sekularisasi" itu? Akar katanya berasal dari kata Latin "Saeculum"
yang berarti "zaman", atau "saecularis" yang berarti "duniawi (Rahner dalam Budi Hardiman,
2007 : 2). Di Barat, kosa kata ini secara luas diartikan sebagai pemisahan antara gereja dan
negara. Mengingat klaim agama atas kemutlakan dan totalitasnya yang terwujud dalam
masyarakat Barat tradisional, sekularisasi dapat diartikan sebagai proses emansipasi tatanan
politis dari dominasi dan determinasi agama. Proses ini harus dimengerti sebagai suatu
pencapaian peradaban Barat yang mencakup berbagai aspek kehidupan.
Secara intelektual, sekularisasi berlangsung di dalam filsafat dan sains modern. Konsep-
konsep seperti "jiwa", "dosa", dan "surga" yang dalam agama dibawa sedemikian jauhnya ke
dunia transendental, oleh psikologi dijelaskan sebagai gejala-gejala emosional dan imajiner.
Substansi Kitab Suci pun diselidiki secara historis dan eksegetis untuk menemukan asal-usul
profannya dalam persilangan kepentingan politis, sosial, kultural dan ekonomis pada zaman saat
teks-teks itu ditulis. Jika diartikan secara sangat longgar, sekularisasi sudah terjadi di abad ke-5
SM, yakni dalam filsafat Yunani, ketika pemikiran yang argumentatif-rasional hendak
melepaskan diri dari narasi yang mitologis-dogmatis. Sekularisasi adalah demitologisasi. Namun
proses itu juga sebenarnya suatu pemisahan antara dunia-yang ini dan dunia-yang itu, sebab
bila dirunut jauh sekali, proses ini, sebagaimana diungkapkan oleh Harvey Cox dalam The
Secular City, bahkan sudah terjadi dengan penciptaan dunia: Bahwa Tuhan menciptakan dunia
berarti bahwa dunia ini bukan Tuhan (seperti dalam panteisme), dan dunia itu otonom sebagai
ciptaan, yakni Tuhan memberikan asas perkembangan internalnya sendiri, maka sesungguhnya
tiada yang magis di sana. Ini mengingatkan kita pada konsep Max Weber tentang
"disenchantment of the world" yang merangkum apa yang terjadi dalam sekularisasi, yakni
pemisahan dunia-yang ini dan dunia-yang itu. Pemisahan antara gereja dan negara, serta agama
dan politik yang menjadi fokus pembahasan tulisan ini, dapat dilihat sebagai institusionalisasi
legal-politis atas segala proses mental yang mendasarinya.
Apabila kita coba untuk menelaah lebih lanjut, dalam konteks kehidupan bermasyarakat,
persoalan sesungguhnya tidak terletak pada klaim kemutlakan kebenaran iman itu sendiri -
yang memang wajar dimiliki setiap orang beriman sebagai orientasi nilainya - melainkan
penggunaan klaim iman itu dalam ruang publik. Jika kebenaran iman dipakai sebagai norma
publik, iman yang disalahgunakan secara ideologis inipun akan memberangus pikiran. Apa yang
dimaksud fideisme ini mengandung paradoks dalam dirinya: Ia mencurigai pikiran, namun ia
sendiri ternyata sebentuk pikiran, yakni pikiran yang membunuh pikiran. Buah yang dapat
dituai dalam ruang publik adalah benturan ideologis antara "iman kita" dan "iman mereka"
yang memicu konflik massa. Penuainya tentu saja bukan agama, melainkan penguasa politis
yang secara licik menggunakan agama sebagai bahan bakar untuk memobilisasi massa. Setiap
agama, yang menurut Ulil Abshar Abdalla tidak lain adalah jalan kebajikan menuju kepada
Yang Mahabenar, berubah menjadi alat kuasa untuk mengalihkan motivasi berkorban kepada
Allah ke dalam kesediaan untuk menumpahkan darah demi kepentingan ideologis-politis yang
picik. Lewat sekularisasi, masyarakat Barat menemukan jalan keluar dari patologi ini dengan
menarik agama dari posisi publiknya ke dalam ruang privat. Sikap-sikap sekular dalam negara
liberal dewasa ini dapat dikembalikan pada "jalan khas" yang diambil oleh Barat dalam proses
peradabannya itu.
Di sini sekularisasi yang ingin membangun ruang publik yang pro-pluralisme dalam
sekularisme malah berbalik menjadi intoleransi terhadap alasan-alasan religius. Negara liberal
sekular ingin mempertahankan netralitasnya di hadapan berbagai orientasi nilai yang majemuk
dalam masyarakat, tetapi ini dilakukan sering dengan ongkos memblokade alasan-alasan religius
sebagai privat dan mengancam kepentingan keseluruhan. Dalam kondisi eksesif, negara hukum
liberal ingin menjadi semacam mesin legal-politis yang bergerak sendiri lepas dari sumber-
sumber religius, tetapi ia lupa bahwa warganegara memiliki motivasinya untuk mematuhi
hukum lewat orientasi-orientasi nilai yang antara lain juga bersumber dari nilai-nilai religius.
Bahkan asas netralitas dan fairness yang mendasari praktik birokrasi modern pun memperoleh
tenaganya dari agama (Budi Hardiman, 2007 : 4).
Sekularisme berciri patologis tak hanya karena ia tak mampu menerima alasan-alasan
religius sebagai bagian yang wajar dalam demokrasi, melainkan juga ia ingin menyingkirkan
religiositas itu sendiri. Di abad ke-18, dalam deisme, Tuhan dianggap menganggur setelah
penciptaan. Di abad ke-20, Dia dianggap tidak lagi perlu ada. Tetapi bila dianggap mati,
manusiapun bermain sebagai Tuhan dalam sains dan teknologinya untuk merakit manusia atau
menghancurkannya lewat mesin perang. Manusia yang bermain sebagai Tuhan inipun segera
menghancurkan kemajemukan dan kemanusiaan itu sendiri. Jika perasaan-perasaan terdalam
terhadap Yang Mahasuci terkikis habis, manusia itu sendiri mati sebagai manusia. Manusia
semacam itu sesungguhnya telah tenggelam jauh ke dasar kehampaan dan ke-bukan-apa-apaan,
yang tidak lagi memiliki esensi dari tujuan hidupnya.
Negara hukum modern, termasuk republik Indonesia, kerapkali menghadapi dua macam
jebakan yang dihasilkan lewat sekularisasi. Di satu sisi, negara masuk ke dalam jebakan
sekularisme jika menyingkirkan setiap alasan religius yang diyakini oleh para warganegaranya
yang beriman. Namun di sisi lain juga menganga jebakan fundamentalisme agama, jika negara
menerima begitu saja alasan religius dan menjadikannya regulasi publik. Negara yang
mendasarkan konstitusi legal-formalnya berdasarkan atas prinsip-prinsip demokrasi harus
lincah dan lihai berselancar diantara dua sisi arus itu tanpa terperosok ke dalamnya, karena
pada dasarnya setiap masyarakat majemuk selalu terancam oleh kedua sisi yang gelap gulita itu.
Masyarakat Post-Sekular
Suatu masyarakat memasuki kondisi "post-sekular", jika waspada terhadap kedua macam
jebakan di atas dalam proses legislasi hukumnya. Masyarakat seperti ini melihat sekularisasi
sebagai proses belajar antara pemikiran sekular dan pemikiran religius. Tanpa prasangka,
keduanya dipandang komplementer. Negara liberal tidak akan sanggup mengatasi krisis
motivasi di dalamnya hanya dari asas-asas sekularnya sendiri. Dibutuhkan kesediaan untuk
mendengarkan suara nilai-nilai yang lebih mendalam yang disumbangkan agama. Komitmen,
keutamaan, kejujuran dan bahkan civil courage sebagaimana dipraktikkan oleh Martin Luther
King Jr. berasal dari perigi-perigi yang lebih primordial daripada konstitusi negara modern.
Dalam kondisi post-sekular itu para warganegara sekular harus bersedia mendengarkan
kontribusi-kontribusi rekan-rekannya yang religius, karena kerap kali di dalam kepompong
alasan-alasan mereka yang partikular terkandung kebenaran-kebenaran yang lebih umum.
Sebaliknya, para warganegara yang beriman harus belajar dari para warganegara sekular atau
yang beriman lain untuk mengarahkan segala alasan mereka yang absolut namun partikular itu
kepada rasionalitas publik. Juga sekiranya hanya tersedia bahasa agama dalam masyarakat,
para warganegara dari iman yang sama itu pun hanya dapat saling mengerti sebagai
warganegara sebuah res publica (hal umum) yang inklusif (Habermas: 2005). Atas dasar ini
peraturan-peraturan publik yang bertumpu pada agama tertentu sudah pasti melanggar asas
kepublikan itu. Norma-norma macam begitu memakai "bahasa rumah" yang tetap asing,
bahkan di telinga para penganut agama itu sendiri, karena di dalam res publica, mereka itu
bukan umat atau jemaat, melainkan warganegara yang fungsi dan kedudukannya sama di mata
hukum.
Dengan memberi peluang dialog publik bagi aspirasi-aspirasi religius, masyarakat post-
sekular tidak sedang membangunkan singa yang tertidur, melainkan ingin bersikap fair
terhadap kelompok-kelompok agama dalam kerangka demokrasi. Segala macam motif dan
kebijaksanaan religius dalam masyarakat majemuk tetap harus dipandang sebagai gambaran
dunia yang diyakini absolut dan universal,namun rupanya tetap menjadi relatif dan partikular
di hadapan fakta pluralitas. Jadi, dalam kerangka pluralisme, sesungguhnya tidak ada
kebenaran yang bisa dipaksakan kemutlakkannya.
Dalam proses diskursif pada ruang publik-politis, alasan-alasan religius dapat menjadi
kontribusi-kontribusi dalam diskusi bebas. Akan jauh lebih bijak apabila para warganegara
menerjemahkan "bahasa rumah" dari agama mereka ke dalam "bahasa publik" untuk bisa
meyakinkan para pendengar mereka yang sekular atau dari agama-agama lain dengan tanpa
paksaan. Aspirasi religius dalam ruang publik tidak boleh dibentengi dari kritik rasional, seolah-
olah keyakinan itu dimargasatwakan selayaknya spesies-spesies langka yang hampir punah dan
oleh karenanya harus dilindungi. Sebaliknya, warganegara beriman harus berusaha
meninggalkan perspektif etnosentris mereka tanpa kehilangan identitas religius mereka (Budi
Hardiman, 2007 : 6). Di tengah-tengah globalisasi yang membuka peluang-peluang kontak yang
baru di antara pemikiran sekular dan pemikiran religius, agama pun, meminjam istilah yang
digunakan oleh Ulil Abshar Abdalla, tidak bisa bersikap seperti burung onta. Agama harus
membuka diri terhadap perubahan dengan meraih wawasan yang lebih pluralis-kosmopolitan.
Tantangan yang paling nyata bagi masyarakat post-sekular adalah dalam hal
mengejawantahkan "religiositas-substansial" dari keyakinan-keyakinan religius yang spesifik itu
ke dalam perbincangan rasional yang penuh dengan keramahan dan kerendahan hati. Dan kita
yang memang hidup di dalam nuansa majemuk yang penuh dengan pergulatan dan pergelutan
di dalamnya, tentu harus bisa terus menggali pelbagai kebijaksanaan, baik itu yang sifatnya
religius maupun intelektual, demi menciptakan ruang publik yang "ramai" namun "damai".
Dengan demikian, mengejar-ngejar dan menganiaya umat Ahmadiyah hanya karena mereka
memiliki keyakinan yang "liyan", tidak lain hanyalah sebentuk intellectual and spiritual poverty.
Daftar Pustaka
Habermas, Juergen. 2005. Zwischen Naturalismus und Religion. Suhrkamp, Frankfurt a.M.
Hardiman, Fransisco Budi. 2007. Agama dalam Ruang Publik : Menimbang Kembali
Sekularisme. Jakarta : Teater Utan Kayu - Jaringan Islam Liberal.
Maier, Hans (ed.). 1996. Totalitarismus und politische Religionen. Schoeningh, Padeborn.
Rahner, Karl (ed.), Herders Theologisches Taschenlexiconm. Jilid 6m Herderm Freiburg i.B.
Kamis, 17 November 2005 06:39:18
Iptek Indonesia - Bidang Kebijakan Iptek
Artikel Ilmiah Indonesia: Refleksi Penelitian di Indonesia
Oleh Brian Yuliarto
Pada negara-negara yang telah mengalami kemajuan Iptek, paper ilmiah yang dipublikasikan di
jurnal internasional merupakan salah satu ukuran penting untuk mengukur kualitas penelitian.
Di beberapa negara maju seperti Jepang, Inggris dan Amerika, jumlah dan kualitas paper ilmiah
yang dipublaksikan tersebut bahkan dijadikan salah satu ukuran untuk menentukan berapa
besar dana penelitian yang akan diberikan pada laboratorium tersebut. Paper ilmiah dianggap
cukup mewakili penilaian kualitas penelitian, mengingat paper tersebut akan diuji oleh para
peneliti yang berkompeten di bidangnya sebelum dinyatakan layak untuk dipublikasikan dalam
jurnal ilmiah tersebut.
Majalah ternama ilmu pengetahuan Nature terbitan 21 Juli 2005 memuat sebuah artikel
menarik tentang perkembangan penelitian yang sangat pesat dari negara-negara di Asia. Data
tersebut melaporkan pesatnya pertumbuhan publikasi ilmiah yang ditunjukkan oleh negara di
Asia Pasific pada tahun 2004 yang mencapai 25% dari total paper ilmiah yang terbit di seluruh
dunia. Jumlah ini jauh meningkat dari tahun 1990 yang hanya sebesar 16%. Meskipun jumlah
tersebut masih dibawah Eropa yang mempublikasikan paper sebanyak 38% dan Amerika
Serikat sebesar 33% dari total paper ilmiah di dunia, pertumbuhan yang pesat dari negara-
negara di Asia pasific merupakan "ancaman" baru bagi Eropa dan Amerika.
Analisis dari National Science Foundation (NSF), sebuah lembaga ilmu pengetahuan bergengsi
milik pemerintah Amerika, menyatakan bahwa jumlah peper ilmiah yang dihasilkan oleh
Amerika cenderung tetap dari tahun ke tahun dalam dekade terakhir ini, sedangkan negara-
negara lain mengalami peningkatan. NSF menyatakan bahwa Cina, Korea Selatan, Singapore,
dan Taiwan memiliki pertumbuhan yang paling tinggi dianatara negara-negara Asia lainnya, di
samping Jepang yang memang sudah sejak lama memiliki tradisi kuat mempublikasikan paper
ilmiah. NSF mencatat pertumbuhan publikasi hasil riset di Cina antara tahun 1998 sampai 2001
mencapai lima kali, Singapura dan Taiwan enam kali, dan Korea Selatan bahkan mencapai 14
kali. Sementara itu Amerika Serikat hanya mencapai 1.1 kalinya dan eropa 1.6, sementara total
pertumbuhan di dunia sebesar 1.4 kali.
Kondisi pertumbuhan penelitian yang pesat ini membuat "kekhawatiran" di kalangan peneliti di
Eropa bahwa kiblat ilmu pengetahuan akan berpindah ke benua Asia. Komisi Uni Eropa bahkan
menyatakan sangat mungkin bagi Eropa untuk gagal memenuhi tujuan-tujuan pengembangan
risetnya dengan pertumbuhan seperti ini. Van Bubnoff dalam artikel di majalah Nature bahkan
menyatakan jika pertumbuhan riset di negara-negara Asia tetap seperti ini, dalam enam sampai
tujuh tahun ke depan diyakini posisi Amerika di tempat kedua akan mampu digeser oleh Asia
dalam jumlah publikasi paper ilmiah. Meskipun secara umum kualitas paper ilmiah Asia masih
mungkin berada di bawah negara Eropa dan Amerika, kondisi pertumbuhan seperti ini
dianggap mampu merangsang dan menciptakan kondisi kondusif bagi peneliti di negara-negara
Asia Pasific untuk makin meningkatkan kualitas paper ilmiahnya. Dan bukannya tidak mungkin
sedikit demi sedikit kualitas paper ilmiah dari negara Asia pun akan bisa mengungguli hasil riset
dari Eropa dan Amerika.
Di tengah kebangkitan negara Asia yang lainnya, yang disebut oleh Nature sebagai paper tigers
atau macannya paper ilmiah, prestasi paper ilmiah di Indonesia bisa dikatakan masih
memprihatinkan. Sebuah lembaga ilmiah Thomson Scientific yang brbasis di Philadelphia
Amerika secara berkala mengeluarkan data paper ilmiah yang dipublikasikan dalam jurnal
internasional. Dari data tersebut didapatkan bahwa jumlah paper ilmiah yang berhasil di
publikasikan selama tahun 2004 oleh peneliti di Indonesia (yang berafiliasi dengan lembaga
penelitian atau universitas di Indonesia) berjumlah 522 paper ilmiah. Jumlah ini hanya sekitar
1/3 dari paper ilmiah yang hasilkan oleh negara tetangga Malayisa yang berjumlah 1438.
Di antara negara ASEAN Indonesia menduduki peringkat keempat di bawah Singapore dengan
5781 paper, Thailand yang memiliki 2397 paper dan Malaysia. Sementara jika dibandingkan
negara-negara maju di Asia jumlah paper Indonesia jelas sangat tertinggal di mana Jepang
memiliki 83484 paper, Cina 57740 paper, Korea 24477 paper, dan India 23336 paper. Jumlah dari
Indonesia juga hampir sama dengan paper ilmiah dari Vietnam yang memiliki 453 paper selama
tahun 2004 tersebut.
Jika kita lihat dari pertumbuhan jumlah paper antara tahun 1990 dan 2004, Indonesia yang
pertumbuhan paper ilmiahnya 2.67 ternyata memiliki pertumbuhan yang lebih rendah
dibandingkan negara ASEAN lainnya seperti Singapura (7), Thailand (4.81), Malaysia (3.89)
Singapura (7) dan bahkan Vietnam (3.84). Negara kita hanya menang jika dibandingkan
Philipina dan Brunei yang memang sangat sedikit jumlah paper ilmiahnya, yaitu dibawah 50
paper.
Kondisi di atas setidaknya bisa merefleksikan bagaimana kondisi penelitian di Indonesia jika
dibandingkan dengan kemajuan ilmu pengetahuan di dunia. Adalah realitas bahwa negara kita
masih sangat lemah dari sisi pengembangan IPTEK bahkan jika dibandingkan dengan negara-
negara di tetangga. Ada beberapa hal yang menurut penulis perlu dikembangkan dalam
kaitannya dengan dunia penelitian di Indonesia, antara lain:
Pertama, menghidupkan pertemuan ilmiah. Di negara maju seperti Jepang, pertemuan ilmiah
yang diselenggarakan oleh komunitas ilmiah merupakan hal yang sangat lumrah bahkan bagi
mahasiswa S1 dan S2 sekalipun. Selain dapat merangsang semangat meneliti, pertemuan ilmiah
oleh komunitas ilmu tertentu akan dapat membantu mahasiswa dan peneliti mengetahui
perkembangan terbaru dari riset di bidangnya. Selain itu pertemuan ilmiah yang juga menjadi
ajang yang sangat penting untuk terbangunnya kerja sama antar laboratorium.
Kedua, mendorong terjadinya sinergi antar laboratorium. Adalah hal yang kita ketahui bersama
bahwa pendanaan merupakan kendala terbesar bagi kemajuan riset di Indonesia. Dengan
adanya keterbatasan tersebut, selayaknya dilakukan kerjasama dari dua atau bahkan beberapa
laboratorium untuk mengatasi keterbatasan yang ada. Kerja sama antar laboratoirum juga akan
mampu menekan penelitian yang berulang yang sebenrnya telah dilakukan oleh salah satu
laboratorium.
Ketiga, mengembangkan jurnal-jurnal ilmiah di tanah air. Saat ini sebenarnya sudah ada
beberapa jurnal ilmiah yang dikelola oleh komunitas ilmiah. Meskipun begitu praktis gaungnya
tidak terlalu hidup kecuali sebatas pengurus komunitas ilmiahnya, disamping masalah
pendanaan yang tidak jarang membuat sebuah jurnal ilmiah kemudian mati suri. Padahal
keberadaan sebuah jurnal ilmiah yang terbit secara berkala merupakan parameter keberadaan
riset pada bidang tersebut. Jurnal ilmiah ini juga bisa menjadi wahana saling bertukar informasi
yang efektif pada sebuah bidang ilmu pengetahuan.
Menghidupkan jurnal ilmiah akan menjadi satu jalan penting untuk kebangkitan IPTEK di
Indonesia. Berbagai cara sebenarnya bisa dilakukan untuk mewujudkan hal ini mulai dari
dimasukkannya poin penilaian secara khusus bagi peneliti yang mampu mempublikasikan paper
di jurnal ilmiah, menjadikan syarat publikasi di jurnal untuk mendapatkan grant ataupun
setelah grant penelitian selesai, syarat kelulusan studi S2 dan S3. Pengeloaan jurnal ilmiah
secara elektronik melalui internet juga perlu dilakukan untuk mengatasi kendala biaya
penerbitan. Di beberapa negara maju syarat seperti di atas ditetapkan kepada mahasiswa selain
untuk menambah wawasan mahasiswa tersebut akan bidang yang ditelitinya, juga untuk
mengetahui sejauh mana penilaian terhadap hasil penelitiannya dari peneliti lain melalui referee
(penguji) dari jurnal ilmiah tersebut.
Keempat, membuat prioritas penelitian. Meskipun dalam rencana strategis IPTEKNAS sudah
diletakkan beberapa prioritas pokok Iptek yang akan dikembangkan di Indonesia, tetapi tetap
saja arah penelitian yang berkembang baik di universitas maupun di lembaga penelitian belum
mampu menciptakan sebuah trade mark tersendiri apa yang menjadi kompetensi bangsa
Indonesia. Berbeda dengan Singapura yang meskipun sudah maju dari sisi penelitian, Singapura
tetap memiliki prioritas di bidang Bioteknologi, demikian juga dengan Kuba atapun India yang
juga fokus pada Bioteknologi selain IT nya.
Demikianlah beberapa hal yang diharapkan dapat mendorong kemajuan penelitian di Indonesia.
Di samping hal-hal di atas, tugas besar untuk memberikan penghargaan bagi para peneliti juga
tetap menjadi pekerjaan rumah pemerintah untuk membangkitkan gairah meneliti.
Brian Yuliarto, Alumni Teknik Fisika ITB, Doktor di The University of Tokyo, dan Sekretaris
ISTECS Chapter Japan. Email: me@brianyuliarto.com
Bagaimanakah sebuah taktik yang dilakukan oleh seorang negosiator berjalan sesuai etika? Hal
tersebut tergantung pada beberapa faktor yaitu: 1) Sebuah kebohongan tidak menjadi sebuah
kebohongan sebenarnya jika kebohongan itu diharapkan, 2) Ketika seseorang bicara kebenaran
itu merupakan hal yang baik, ketika bicara sebaliknya atau berbohong maka itu merupakan hal
buruk, 3) Apapun tentang benar dan salah tergantung pada situasi yang dihadapi.
Kebanyakan manajer cenderung menjelaskan perilaku etis sebagai fungsi dari nilai personal.
Salah satu nilai yang paling banyak dianut dijadikan sebagai golden rule: Apa yang dilakukan
orang lain akan berdampak pada imbal balik perlakuan orang lain tersebut pada diri kita.
Universalism
Sebuah pedoman yang kompleks tentang sikap etika adalah universalitas, yang berisi argumen
tentang benar dan salah dari suatu tindakan yang diputuskan sebagai sebuah prioritas, atau
sebelum outcome dari tindakan tersebut dapat direalisasikan.
Utilitiarism
Utiliarisme memandang bahwa benar tidaknya suatu tindakan tergantung pada konsekuensi
yang akan diterima. Maksudnya adalah setiap orang harus memandang setiap alternatif
tindakan yang ada dan memilih salah satu yang terbaik untuk menghasilkan nilai yang
maksimal dari kegiatan yang dialakukannya.
Distributive Justice
Keadilan distributif adalah sebuah sistem pemberian penghargaan dan hukuman berdasarkan
kontribusi seseorang pada suatu kegiatan organisasi. Beberapa kriteria yang harus diperhatikan
adalah: pengambilan keputusan harus diketahui semua pihak, setiap orang memiliki hak
kebebasan berpendapat yang sama, penghargaan didasarkan atas kontribusi masing – masing,
Dapat mempertahnkan posisi masing – masing agar tidak mudah diserang.
Kadang – kadang kita dihadapkan pada permasalahan negosiasi yang sangat kompleks. Untuk
mengatasi hal tersebut sangat diperlukan untuk menggunakan lebih dari satu kriteria.
Ethical Negotiation
Kita dapat menerapkan empat kriteria di atas untuk memaksimalkan negosiasi agar sesuai etika
mulai dari trik hingga cara memaksimalkannya. Beberapa trik kotor yang tidak etis dalam
negosiasi:
Lies
Sebuah kebohongan adalah statemen yang dibuat oleh negosiator dengan melakukan hal yang
kontradiksi pada pengetahuan atau kepercayaan tentang suatu materi pada negosiasi.
Puffery
Puffery adalah tindakan melebih – lebihkan nilai dari sesuatu yang dimiliki masing – masing
orang. Negosiator melakukan tindakan melebih –lebihkan nilai dari alternatif yang dia usulkan
agar disetujui lawan.
Tindakan ini dilakukan oleh seorang negosiator dengan menunjukkan kelemahan – kelemahan
yang ada pada dirinya agar pihak lawan bersimpati sehingga mau menurunkan penawarannya
sesuai keinginan negosiator tadi.
Taktik ini dilakukan oleh seorang negosiator dengan memberikan sebuah statemen yang
menunjukkan bahwa dia cukup kuat tetapi statemen itu digunakan hanya untuk menutupi
kelemahannya saja dan untuk menggertak lawan negosiasi saja.
Nondisclosure
Hal ini termasuk salah satu cara yang kurang etis karena para pihak yang terlibat negosiasi
merahasiakan berbagai informasi dan kepentingan mereka dari pihak lawan sehingga tidak
terjadi saling keterbukaan.
Exploiting Information.
Eksploitasi informasi dari para negosiator sangat penting karena akan memperlancar jalannya
suatu negosiasi tetapi terkadang eksploitasi tersebut bisa saja menjadi tidak etis karena hanya
akan memperlemah posisi salah satu pihak dalam negosiasi.
Change of Mind
Pada jangka panjang apabila anda tidak melakukan pembatalan sebuah komitmen atau
persetujuan, anda diijinkan untuk merubah pemikiran anda. Mungkin pada saat itu anda
menyetujui penawaran yang sebelumnya tidak pernah anda setujui.
Distraction
Negosiator terkadang melindungi kelemahan mereka atau kepentingan mereka dengan cara
melakukan gangguan pada pihak lawan. Taktik ini tidak akan mengurangi tingkat perlawanan
dari lawan negosiasi dan masih dapat dikatakan beretika.
Maximization
Taktik ini termasuk taktik etis dalam negosiasi apabila maksimalisasi yang dijalankan sesuai
dengan kriteria universalitas etika dan aturan golden rule dari sebuah negosiasi.
Apabila pelaksanaan negosiasi berjalan dengan benar dan sesuai etika maka akan
memperlancar proses negosiasi tersebut pada masa yang akan datang apabila kita
melakukannya dengan pihak yang sama. Apabila negosiasi dilakukan dengan tidak etis maka
pada masa yang akan datang akan mengakibatkan hal – hal sbb:
Negosiasi menjadi sangat sukar.
Kesimpulan
Artikel tersebut pembahasannya cukup lengkap dalam memahmi masalah etika bernegosiasi.
Dalam bernegosiasi hendaknya kita harus memperhatikan aspek – aspek etis di dalamnya. Kita
jangan hanya berfokus pada keuntungan jangka pendek yang terkadang membuat kita
melewatkan aspek etis dalam bernegosiasi.
Kita juga harus memperhatikan dampak jangka penjang apabila kita mengabaikan hal – hal etis
tersebut yang dapat merusak relationship, reputasi, kesulitan dalam melakukan negosiasi
dengan pihak yang sama pada masa yang akan datang, dan hilangnya peluang untuk mendapat
benefit lebih pada masa yang akan datang.
Mungkin sebagian besar orang menganggap bahwa aspek etis tersebut merupakan aspek yang
tidak penting karena hanya dianggap akan menghambat jalannya negosiasi dan memperbesar
jumlah cost yang harus dikeluarkan pada saat ini tetapi hal tersebut tidak benar karena jumlah
cost yang harus dikeluarkan akan lebih besar pada masa depan apabila kita mengabaikan aspek
etis tadi.
Diplomasi Publik Yang Baru: What does this historical moment ask of public relations
professionals?
Rabu, 19 September 2007 07:45 WIB
(Vibiznews - Sales & Marketing) - Momen IPRA ini meminta supaya kita tidak hanya berperan
sebagai orang PR saja, melainkan juga diplomat public. Untuk bekerja dengan efektif dalam
dunia yang saling berketerkaitan ini, kita mebutuhkan cara yang baru dalam bekerja. Sebagai
PR yang professional, kami perlu untuk menggunakan skill komunikasi dan relationship untuk
mengidentifikasi, menekankan dan menumbuhkan kepentingan dan nilai yang sama antara
orang-orang di seluruh dunia.
Definisi diplomasi publik diciptakan pada 1965 oleh Edmund Gullion, dekan dari Fletcher
School of Law and Diplomacy di Tufts University di Amerika, ketika mereka membangun
Edward R. Murrow Center of Public Diplomacy. Namun konsep diplomasi public mereka
terbatas hanya pada menjelaskan dan mempromosikan isu dan kebijakan asing.
Sekarang ini tidak pelak lagi bahwa pemerintah Anda dan saya berkomunikasi untuk
menginformasikan atau mempengaruhi opini public baik di negaranya maupun di Negara lain.
Kita tidak perlu lagi mendebatkan hal tersebut.
Saya menyarankan, yaitu saling berhubungan dan ketergantungan kita dalam perekonomian
global ini menghadirkan suatu peluang yang baru untuk dialog internasional dan kolaborasi
untuk masing-masing orang. Bukanlah kebijakan asing yang dijelaskan dan dipromosikan oleh
para praktisi public relations.
Hal yang dibutuhkan oleh perusahaan dan klien adalah collaborative diplomacy yang
memfasilitasi hubungan antar partner dan partner yang potensial sementara mereka tidak saling
mengenal satu sama lain. Dan kelompok ini bisa saja berada di China ataupun di Charing Cross.
dan kemungkinan mereka berada di seluruh dunia sama besar dengan dengan kemungkinan
mereka berada di jalanan depan rumah kita.
Collaborative diplomacy ini tidaklah hanya suatu praktik PR yang bagus, melainkan juga bisnis
yang bagus. Walaupun teknologi memungkinkan komunikasi, namun kita tidak dapat
mengandalkan pesan instant pada gambar-gambar You tube, sebagaimanaapun menariknya.
Kita harus menyediakan konteks dan menjelaskan motif dan tujuan serta mendeskripsikan
berbagai atribut yang membentuk industri, bangsa dan budaya kita.
Industri yang saya geluti, yaitu farmasi, saat ini fokusnya berpindah ke Asia. Baik pasarnya
maupun asal perkembangan penelitian hingga pengobatan yang baru. Namun terlalu banyak
perusahaan yang bertindak naïf ketika memutuskan mengenai apakah mereka akan berpartner
di pasar yang baru, berpartner dengan siapa serta bagaimana mengelola hubungan tersebut.
Wall Street Journal belakangan ini melaporkan contoh terbaik untuk hal ini yang terjadi pada
Cina dan India. Dua Negara ini memiliki perbedaaan signifikan dalam hal pendapatan, iklim
geografis, budaya, bahasa dan agama. Kesuksesan bisnis di kedua Negara ini tidaklah mungkin
tanpa pemahaman mendalam dan segmenatsi pasar dengan baik.
Haier Group, produsen dari Cina, membuat beberapa lini produk mesin cuci. Satu adalah untuk
penduduk rural. Mesin cuci tersebut tidak hanya dapat membersihka pakaian, melainkan juga
ubi dan kacang ! Haier juga menjual mesin cuci kecil yang didesain untuk membersihkan sehelai
pakaian. Di daerah Shanghai sangat populer.
Salah satu contoh lain dimana collaborative public diplomacy mendukung strategi bisnis adalah
kasus perusahaan AS yaitu Campbell Soup. Awalnya ketika memasuki Rusia dan Cina, mereka
menjual supnya dalam kaleng atau kotak. Hingga 1990, tingkat kesuksesannya kecil. Sekarang
mereka melakukannya dengan cara berbeda. Setelah mengunjungi rumah orang-orang Rusia
dan Cina serta melihat bagaimana mereka menyiapkan dan memakan sup dan menanyakan
bagaimana pentingnya sup dalam kehidupan mereka.
Mereka kemudian mempelajari bahwa sup adalah sumber kebanggan di negara tersebut, dan
orang-orang cenderung untuk menggunakan sup sebagai dasar dari masakan lain. Sehingga
Campbell akan memasuki kembali pasar tersebut pada musim gugur ini dengan ‘starter soup’
untuk membantu konsumen menghemat waktu selagi membuat sup sesuai selera mereka.
Pemahaman kebudayaan sangatlah penting untuk kesuksesan bisnis dan itu adalah komponen
utama dalam suatu diplomasi publik. Namun diluar kesuksesan komersial, diplomasi publik
melalui bisnis juga dapat menjadi kekuatan yang bermanfaat bagi perubahan global serta
menyampaikan masalah nasional.
Setelah tsunami pada 2005, perusahaan Amerika adalah termasuk yang paling cepat merespon
dengan baik terhadap Indonesia. Seminggu kemudian, survei menunjukkan bahwa terdapat
opini buruk mengenai AS dimana-mana. Namun terdapat pengecualian di Indonesia. Disini
cenderung stabil.
Kita tidak dapat mengabaikan pentingnya persepsi publik. Pew Foundation di AS baru-baru ini
melakukan survei di 32 negara. Survei menunjukkan bahwa teman atau relatif di AS yang telah
mengunjungi negara tersebut cenderung untuk memiliki opini baik mengenai negara tersebut.
Kesimpulannya, tiap bangsa, tiap bisnis dan tiap orang dapat mamatahkan suatu praduga,
stereotype, kecurigaan dan ketidakpercayaan jika kita dapat memiliki suatu pengalaman hidup
bersama orang lain tersebut. Ini menunjukkan satu hal, yaitu public relations telah melakukan
diplomasi publik dengan baik. (RP)PENGANTAR ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
Ialah Ilmu yang mempelajari hubungan antar negara yang dilakukan oleh pemerintah, organisasi non-
pemerintah, dan individu yang khususnya mempunyai tujuan politik.
REALISME :
Ialah Pendekatan yang menekankan pada Power (Kekuatan). Power didefinisikan sebagai
kemampuan total dari suatu negara yang meliputi kekayaan alam, kekayaan sintetis ( buatan)
hingga kemampuan sosio-psikologi.
School of international political theory that concentrates on power relationship ;power is seen as
the essential element maintaining stability within the international system. (Dean A Minix )
Pada dasarnya setiap manusia (negara) ingin mendapatkan power, mempertahankan,
dan memperluas kekuasaan jika hal ini berbenturan dengan yang lain maka akan
menimbulkan “ struggle for power “ (Hans J Morgenthau : Politics Among Nations )
Hal yang paling menentukan tingkat / derajad seorang Raja apakah ia Superior atau
Inferior ialah seberapa banyak ia memiliki Power, oleh karena itu dianjurkan bagi
penguasa (Raja) untuk selalu memperbesar Power (Kautilya, Menteri pada
Kekaisaran India, 2000 th yang lalu).
Jika antara manusia yang satu dengan manusia yang lain mempunyai kepentingan
yang sama yang tidak dapat dikompromikan maka mereka akan menjadi musuh dan
saling menghancurkan. (Thomas Hobbes, dalam Leviathan,1588)
Pendekatan ini disebut pula sebagai pendekatan pragmatis dalam politik internasional
,istilah lain dari realpolitik .
Perhatian utama Realisme Politik ialah pada negara.
1. Negara selalu mempunyai kepentingan yang berbenturan
2. Perbedaan kepentingan akan menimbulkan perang atau konflik.
3. Power yang dimiliki oleh suatu negara sangat mempengaruhi penyelesaian konflik
,dan menentukan pengaruhnya atas negara lain.
4. Politik didefinisikan sebagai memperluas power, mempertahankan, dan
menunjukkan power.
5. Setiap negara dianjurkan untuk membangun kekuatan, beraliansi dengan negara
lain, dan memecah belah kekuatan negara lain ( devide and rule).
6. Perdamaian akan tercapai jika telah terwujud Balance of Power atau
Keseimbangan Kekuatan yaitu keadaan ketika tidak ada satu kekuatan yang
mendominasi sistem internasional.
7. Setiap negara akan selalu bergerak dan berbuat berdasarkan kepentingan
nasionalnya (national interest)
IDEALISME :
Ialah pendekatan yang menekankan pada manusia, pada dasarnya manusia dan
negara mempunyai potensi (kemampuan) untuk bekerjasama daripada konflik. Jean
–Jacques Rousseau dalam The Social Contract.
The theory of international relations in the twentieth century that states that human
beings are essentiallly good in nature and peace depends upon the appropriate
concentration of international power. ( Dean A Minix )
Masyarakat Dunia harus selalu mencari Tata Dunia Baru karena sistem yang lama
yang menekankan pada kedaulatan hanya mementingkan dan melindungi
kepentingan negara tertentu saja.
Setiap negara bertindak berdasarkan etika/moral dan bukan kepentingan nasionalnya.
Pendekatan Ekonomi
5. Ialah pendekatan dalam ilmu hubungan internasional yang menekankan pada
orientasi ekonomi (Ekonomi Politik )
6. Pendekatan ini percaya bahwa kekuatan dan kondisi ekonomi memainkan
peranan penting dalam hubungan internasional.
7. Hubungan internasional akan diwarnai oleh konflik ideologi ekonomi antara
Kapitalisme dengan Sosialisme –Marxisme.
8. Marxisme percaya bahwa konflik internasional merupakan akibat dari sikap
imperialisme yang agresif darri negara-negara kapitalis untuk mendapatkan
kemakmuran, dan menghancurkan masa depan komunisme.
9. Pendekatan ini memunculkan teori dependencia, yaitu teori yang mengatakan
bahwa negara-negara maju secara ekonomi dan politik lebih merdeka.
Pendekatan Neo-Realisme
Pendekatan ini seperti halnya Realisme menekankan pada peranan negara dalam
hubungan internasional tetapi pendekatan ini percaya bahwa sistem internasional
lebih mempengaruhi politik luar negeri negara dari pada politik domestiknya.
Pendekatan ini memandang struktur dari sistem internasional sangat mempengaruhi
sifat anarchis negara, tidak peduli apakah sistem politik domestik negara tersebut
demokratis,atau diktator atau apakah ideologi yang digunakan negara tersebut
Kapitalis atau Sosialis.
Pendekatan ini bermanfaat untuk menjelaskan sikap agresif suatu negara dalam suatu
sistem internasional yang anarchis meskipun negaranya termasuk demokratis.
Neo-Realist sangat pesimis dengan masa depan perdamaian.
Pendekatan Neo-Liberalisme
Pendekatan ini menekankan pada Organisasi Internasional atau non-state actor yang
mempengaruhi kerjasama internasional.
Neo-Liberalisme mencoba membangun teori hubungan internasional dengan
meminjam pendekatan idealisme politik dengan cara memperhatikan konsensus-
konsensus internasional.
Pendekatan ini menekankan pada masa depan kemajuan perdamaian dan
kemakmuran.
Pendekatan Postmodernisme
Ialah pendekatan dalam ilmu Hubungan Internasional pasca PD II yang menekankan
pada text, arti yang tersembunyi, kesalahan penulisan dan pidato para pembuat
kebijakan atau analist yang membahas masalah internasional.
Pendekatan ini juga sering diartikan sebagai pendekatan yang tidak mempedulikan
kaidah-kaidah ilmiah yang telah disepakati tetapi melihat fenomena internasional
seperti apa adanya dan menurut interpretasinya sendiri.
Pendekatan ini juga sering disebut sebagai Post-Positivism.
Pendekatan Positivist
Pendekatan ini merupakan pendekatan filosofis tradisional yang menekankan pada
metode ilmiah mengenai fakta dan fenomena positif dengan mengesampingkan
penyebabnya.
Pendekatan Feminisme
Pendekatan dalam ilmu hubungan internasional yang menekankan pada masalah
gender.
Pendekatan ini menekankan pada masa depan peranan wanita yang akan menduduki
jabatan- jabatan penting dalam hubungan internasional, atau menjadi anggota infantri
dalam pasukan tempur.
Catatan:
Menggunakan satu tingkat analisa bukan berarti menghapuskan tingkat analisa yang
lain, tetapi kita harus menentukan tingkat analisa yang paling dominan.
Indonesia dan Diplomasi Merah Putih
Abdul Irsan
Dimana, bagaimana dan sampai batas mana politik luar negeri Indonesia yang
bebas dan aktif itu harus dilaksanakan?
Kedua, dalam menjalankan kebijakan politik luar negeri yang bebas dan aktif,
Indonesia tidak jarang “dipaksa” menghadapi persimpangan jalan, bahkan cukup
sering dipojokkan untuk hanya punya satu pilihan, yang antara lain dikarenakan
kondisi “kesejahteraan” Indonesia yang masih sangat bergantung dari belas
kasihan asing. Apa yang dinamakan politik bebas dan aktif hanya menjadi
kemandulan politik, karena sudah kurang mandiri. Hal ini memang suatu realita,
walaupun terasa sangat menyesakkan kalau mau menyadari dari lubuk hati yang
jujur. Sebagai misal, bangsa dan rakyat Indonesia pernah sangat menderita a.l.
akibat perbuatan pelanggaran hak asasi manusia oleh bangsa asing, terutama dari
bangsabangsa yang pernah menjajah Indonesia. Kekhawatiran bahwa akan
mengganggu hubungan bilateral, atau lebih jelas lagi akan mempengaruhi bantuan
ekonomi mereka kepada Indonesia, menyebabkan Indonesia lebih mementingkan
terpeliharanya hubungan bilateral yang baik daripada mempersoalkan hak kita
sebagai bangsa merdeka.
Penderitaan yang pernah dialami rakyat Indonesia harus dikorbankan untuk
kepentingan hubungan bilateral, yang inti sebenarnya karena mengharapkan
bantuan ekonomi dari bangsa lain. Bangsa Indonesia sendiri terpaksa harus
memilih, apakah harus melaksanakan politik luar negeri yang aktif walaupun
tidak bebas, ataukah membela harga diri sebagai bangsa. Salah satu pilihan
terbaik adalah menciptakan persatuan dan kesatuan bangsa dengan etika
memelihara dan mempertahankan harga diri agar bangsa Indonesia tidak selalu
berada dalam persimpangan jalan.
Mengapa negara seperti RRC, Korea Selatan bahkan Korea Utara dan Filipina
berani mempertanyakan perlakuan tidak beradab yang dialami bangsanya,
sementara bangsa Indonesia masih terus mengkhawatirkan berkurangnya bantuan
asing? Pilihan terbaik lainnya apabila Indonesia mampu membangun kemampuan
ekonomi dan pertahanan yang kuat untuk menciptakan suatu kemandirian politik
dan diplomasi, agar tidak dilecehkan bangsa lain.
Ketiga, dalam menjalankan politik regional, Indonesia belum meninggalkan
konsep membina kerjasama kawasan yang aman dan stabil, di bidang politik,
ekonomi, kebudayaan dan keamanan, agar memungkinkan Indonesia membangun
negaranya lebih baik dan cepat. Terciptanya stabilitas kawasan tidak dapat
dilepaskan dari kondisi hubungan bilateral antar negara sekawasan itu sendiri.
Terbentuknya ASEAN membantu menciptakan keserasian hubungan bilateral
antar negara anggotanya, selain ikut menciptakan stabilitas kawasan. Tapi
Kenyataannya, diplomasi Indonesia sering harus menghadapi pilihan, apakah
harus mengutamakan stabilitas kawasan ataukah mengutamakan kepentingan
nasional? Kalau lebih mengutamakan solidaritas kawasan, berarti Indonesia
terpaksa mengorbankan kepentingan nasionalnya yang dapat merugikan
kepentingan Indonesia sendiri, karena akibatnya pada pertumbuhan ekonomi
nasionalnya. Apabila lebih mengutamakan kepentingan nasional, dapat membawa
dampak pada keutuhan kerjasama ASEAN secara keseluruhan. Peran diplomasi
menjadi sangat penting untuk mencari jalan keluar yang terbaik.
Diperlukan kesadaran negara tetangga dan unsur di dalam negeri Indonesia
sendiri yang justru ikut berperan membantu terjadinya berbagai persoalan
bilateral antara Indonesia dengan negara tetangga terdekatnya. Mereka terlibat
tindakan pelanggaran hukum yang terselubung dengan melakukan penyelundupan
dan perdagangan liar di daerah perbatasan dan tindakan lain yang sangat
merugikan Indonesia. Persoalan lain yang harus dihadapi Indonesia adalah
kenyataan bahwa di lingkungan ASEAN terjadi perbedaan persepsi politik
menghadapi kepentingan strategi global AS. Perbedaan tersebut setidaknya ikut
mempengaruhi hubungan di kawasan maupun kekompakan hubungan dalam
konteks ASEAN.
Tanpa ada kesimbangan kekuatan yang memadai, baik dilihat dari kekuatan
ekonomi maupun kekuatan pertahanan di kawasan Asia Tenggara, maka
Indonesia sebagai Negara “kaya” yang memiliki wilayah terbesar, hanya dijadikan
permainan dan pelecehan politik oleh negara di sekitarnya. Indonesia harus
mampu mengantisipasi faktor gangguan dan ancaman terhadap survivalnya, yang
bersumber dari negara di sekeliling Indonesia.
Keempat, pelaksanaan politik luar negeri dan diplomasi Indonesia tidak dapat
berhasil tanpa kondisi positif politik di dalam negeri. Hubungan ekonomi luar
negeri termasuk investasi luar negeri, sangat tergantung dari perkembangan
politik dan keamanan di dalam negeri. Banyak pihak di Indonesia yang kurang
menyadari bahwa dengan perkembangan teknologi komunikasi dewasa ini,
menyebabkan sekecil apapun kejadian yang berlangsung di Indonesia akan cepat
diketahui oleh masyarakat dunia. Sebaliknya, masyarakat umum di Indonesia
cenderung lebih banyak bersikap inward looking, tidak mau
peduli terhadap dampak di luar negeri kejadian yang berlangsung di tanah air.
Bangsa Indonesia cenderung lebih suka memuaskan dirinya dan mengeluarkan
banyak energi, untuk saling bertentangan antara mereka sendiri daripada mencari
jalan meningkatkan produktivitasnya memperbaiki keadaan politik, ekonomi
maupun sistem pertahanannya. Bangsa Indonesia perlu merubah pola fikirnya
agar lebih outward-looking dengan lebih berorientasi pada pembangunan fisik dan
moral secara bersamaan. Sebagai contoh, tanpa disadari Vietnam yang pernah
mendapat bantuan beras dari Indonesia, sekarang justru sebagai pengekspor
beras. Indonesia yang dahulunya termasuk negara pengekspor kopi terbesar,
secara tibatiba nilai ekspornya sudah dilewati oleh Vietnam. Mengapa Indonesia
tidak bisa mencontoh Vietnam ?
Demokratisasi yang seharusnya membawa keserasian kehidupan bernegara,
ternyata ongkosnya dibayar terlalu mahal oleh bangsa Indonesia sendiri. Hasil
demokratisasi di Indonesia justru memunculkan banyak pertentangan dan
perpecahan antara sesama anak bangsa. Sementara itu, negara Barat yang selalu
menekan dan mendorong Indonesia mereformasi diri menjadi bangsa atau negara
demokratis, ternyata meninggalkan bahkan membiarkan Indonesia berjuang
sendiri menghadapi gejolak pertentangan di dalam negerinya.
Di sektor perdagangan, mereka lebih memilih berdagang dengan negara tidak
demokratis, sepanjang hal itu menguntungkan mereka.
Mereka bahkan terus berusaha memojokkan Indonesia yang dinilai telah
mengalami kemerosotan sosial dan moral. Reformasi tanpa disertai persiapan dan
kesepakatan nasional dalam menentukan arah tujuan yang kita kehendaki
bersama, ternyata hanya memunculkan gejolak anarkis dan menurunkan etika
moral, yang menyengsarakan rakyat banyak.
Demokratisasi di Indonesia lebih melibatkan mereka yang sudah mengenyam
pendidikan, sementara mayoritas masyarakat yang kurang berpendidikan hanya
dijadikan obyek politik oleh mereka yang ingin menggapai kekuasaan. Walaupun
prosentase jumlah yang berpendidikan jauh lebih kecil daripada yang kurang
berpendidikan, tetapi hal itu digemborkan sudah sesuai dengan prinsip demokrasi.
Secara pribadi saya berpendapat, bahwa kehidupan demokrasi di Indonesia perlu
dilakukan secara bertahap dan terencana dengan baik berdasarkan konstitusi,
melalui proses pencerdasan bangsa secara terencana dan konsepsional.
Mungkin perlu difikirkan mencanangkan Sumpah Pemuda ke II sebagai
kelanjutan dari Sumpah Pemuda yang pernah diikrarkan 79 tahun yang lalu
untuk melanjutkan reformasi politik yang dilandasi oleh keinginan untuk bersatu
atau menyatukan diri dengan mengesampingkan dahulu kepentingan kelompok
atau perorangan. Kondisi dalam negeri yang lebih stabil, tenang dan aman akan
membantu menciptakan kondisi Indonesia yang lebih baik melalui demokratisasi
bertahap, yang tentunya juga akan sangat membantu terlaksananya pelaksanaan
politik luar negeri dan diplomasi Indonesia yang lebih bermartabat
memperjuangkan merah-putih sebagai kepentingan nasional. Sumpah Pemuda I
punya ikatan filosofis menyatukan bangsa melawan kolonialisme, maka Sumpah
Pemuda II diikat oleh falsafah Pancasila untuk menyatukan bangsa melawan
kemiskinan.
Dubes Pohan yang juga ketua delegasi RI pada perundingan itu menjelaskan
kedua delegasi telah menyepakati teks protokol yang direncanakan akan
ditandatangani pada 2007.
Bidang kerjasama lain yang juga disepakati dalam teks protokol itu, antara lain
pemberian beasiswa untuk tingkat bergelar maupun non-gelar, kegiatan
kepemudaan, media massa, kearsipan dan perpustakaan, teater dan perfilman,
musik kontemporer dan tradisional, dan perlindungan benda-benda budaya.
Apalagi, Indonesia cukup dikenal oleh dunia sebagai negara yang kaya dengan
berbagai sumber alam dan keindahan panoramanya. Program yang secara
sistematis dikelola pusat kebudayaan ini akan memberikan kesempatan bagi
Indonesia untuk menunjukkan khazanah dan kekayaaan budaya bangsa di luar
negeri, katanya.
Di samping itu, kata Pohan, berbagai pusat kebudayaan ini juga akan mendukung
kampanye promosi wisata dalam jangka panjang.
Dalam kurun tiga tahun terakhir, kegiatan seni budaya yang dilakukan KBRI
mengalami peningkatan yang cukup signifikan dengan semakin banyaknya
permintaan pertunjukan seni budaya Indonesia dari masyarakat dan lembaga
kebudayaan setempat.
Partai Amanat Nasional (PAN) patut bangga terhadap salah seorang kader
partainya. Abdillah Toha adalah sosok politisi yang santun, tidak gampang
terpancing emosinya, tidak meluap-luap dalam mengeluarkan pernyataan namun
tetap konsisten dalam memperjuangkan idealismenya.
Abdillah Toha dikenal sebagai seorang politisi yang sangat tenang dalam
menyampaikan ide dan buah pikiran. Ketika berucap, tutur katanya mengalir
sederas air dengan pilihan kata yang tepat dan tersusun rapi meskipun tanpa teks.
Sikap seperti itulah yang semestinya dapat diteladani oleh para anggota
DPR RI lainnya ketika menyampaikan pendapatnya ditengah perbedaan pendapat
yang demikian tajam yang kerap kali terjadi dalam rapat-rapat di DPR. Oleh
karena itu, sudah sepatutnya jika anggota lain dapat meneladani sikap politikus
senior ini dalam mempertahankan pendapat tanpa emosi dan tetap konsisten
sesuai dengan kebenaran yang diyakininya.
Di usia yang terbilang sangat matang dan sudah banyak merasakan pahit –
manisnya kehidupan, Ia pun bertekad pada dirinya untuk terus mengabdi dan
melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat. Sehingga tidak heran jika
suami dari Ning Salma, banyak disegani kawan dalam partai maupun lawan
politiknya.
Karena itu, Ketua BKSAP yang juga pernah dipercaya menjadi Ketua Fraksi PAN
ini pantang menyerah memperjuangkan resolusi yang diusung DPR RI dalam
sidang IPU ke-116 beberapa waktu di Denpasar, Bali. Tidak tanggung-tanggung,
resolusi yang menegaskan perlawanan parlemen-parlemen dunia terhadap
terorisme itu mendesak agar Amerika Serikat segera menarik mundur pasukan
militernya dari Irak. Sebab, tindakan tersebut dinilai telah menyebabkan
tumbuhnya gerakan terorisme secara signifikan.
Agenda tambahan ini bermula dari Indonesia, kemudian didukung Iran, India,
dan Mexico. Dari kesamaan pandangan, akhirnya negara-negara tersebut bersatu
guna meyakinkan parlemen lain bahwa usul resolusi parlemen lebih penting
daripada agenda lainnya.
Abdillah Toha adalah sosok dengan prinsip yang sangat teguh. Menurutnya bila
kita mau kerja keras, kita sungguh-sungguh, kita punya prinsip, kita punya
kepercayaan diri, dan kita memperjuangan sesuatu keyakinan itu benar maka kita
akan berhasil.
Saat ini dunia luar telah mengakui demokrasi di Indonesia luar biasa, kebebasan
pers di Indonesia melebihi Amerika. Selain itu, Indonesia kini telah menjadi
negara demokrasi terbesar ketiga dunia dibawah India dan Amerika.
Penasehat PAN itu mengingatkan, Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1747
hanyalah ambisi para pemegang veto agar kekuatan nuklir mereka tidak tersaingi.
Ini hanyalah usaha untuk menghapus dan meniadakan setiap kekuatan di Timur
Tengah yang dapat menghalangi hegemoni AS untuk menguasai minyak,
melindungi Israel dan menguasai jalur strategi di kawasan itu dan Indonesia
masuk dalam konspirasi besar itu.
Rasa kecewa disebabkan rasa malu seluruh masyarakat, baik eksekutif, legislatif
dan tokoh-tokoh masyarakat telah mendukung kebijakan Iran dalam pengayaan
uranium dalam pemenuhan kebutuhan energi dalam negeri.
Disamping itu, rasa kecewa yang timbul dalam diri Abdillah juga disebabkan
akibat pemerintah tidak menerapkan politik bebas aktif sebagai negara yang
berdaulat dan merdeka seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar
1945 dan para pendahulu.
”Seperti dalam konstitusi juga telah diarahkan bahwa politik luar negeri kita
menyesuaikan dengan perkembangan dunia. Entah kita ini dibanyang-bayangi
ketakutan, sehingga berpengaruh pada pembangunan perekonomian Indonesia”,
ujarnya.
Dirikan PAN
Disaat rekan partainya telah duduk dalam jabatan pimpinan lembaga negara dan
menteri, namun politisi kelahiran Solo, 29 April 1942 ini tetap berkutat sebagai
anggota Komisi I DPR RI. Hal itu tidak dijadikan suatu masalah karena baginya
setiap pekerjaan adalah ibadah yang harus dilaksanakan sebaik-baiknya.
Pria bertubuh tegap dan berkaca mata ini telah lama ingin menjadi politikus,
namun kondisi era orde baru saat itu tidak memungkinkan dirinya untuk
mewujudkan keinginannya. Setelah era reformasi yang dimotori Amin Rais
berhasil berjalan, keinginan itu diwujudkannya melalui wadah Partai Amanat
Nasional.
Sebagai Ketua BKSAP DPR RI, dirinya tidak bosan-bosan selalu menyerukan
akan pentingnya diplomasi parlemen. Menurutnya di negera-negara maju yang
menganut paham demokrasi, antara hubungan internasional dan hubungan
diplomasi tidak cukup dilakukan antara eksekutif dengan eksekutif, namun
parlemen dapat melakukan peran diplomasi termasuk Indonesia.
Padahal, menurut Abdillah hal tersebut diatas tidak benar, karena jika
insfrakstruktur baik, birokrasi lancar maka para investor asing akan datang
sendiri. ”Dalam paham kapitalisme, materi (uang) tidak punya idelogi,” tegasnya.
Sebagai wakil rakyat, suami dari Ning Salmah dan ayah dari 3 orang putra dari
Riza, Karima dan Nadia yang semuanya telah berumah tangga ini menilai menjadi
anggota dewan sangat penting sekali, karena ikut dalam menentukan kebijakan
untuk masyarakat sebagaimana yang menjadi obsesinya.
Berbicara kontribusi yang akan diberikannya sebagai wakil rakyat, Abdillah yang
pernah aktif berorganisasi di sekolah saat menjadi mahasiswa di Australia. Ia
pernah menjadi presiden dari Australia Indonesia Asosation, Presiden dari
persatuan mahasiswa di Australia mengatakan ada tiga persoalan yang mesti
segera diselesaikan, Pertama dan menjadi sumber masalah adalah penegakan
hukum.
Karena alasan tersebut, maka obsesi yang sangat diinginkannya adalah untuk ikut
serta menyumbangkan sesuatu kepada negara, agar maju, besar dan rakyatnya
makmur, serta bertekad menghabiskan sisa umurnya untuk melakukan
pengabdian terhadap bangsa dan negara Indonesia tercinta. (try/da/nt)
Agama : Islam
RIWAYAT PENDIDIKAN :
SMEAN II Solo
Universitas Gajah Mada
University of Western Australia
RIWAYAT PEKERJAAN :
PENGALAMAN JABATAN :
KEANGGOTAAN/JABATAN DI DPR RI
Anggota Komisi I
Ketua Fraksi PAN (2004-2007)
Ketua BKSAP