Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
MAKALAH
Mata kuliah
Kelas
Disusun Oleh :
LAILA ZULFA
NIM. 2021 111 238
2.
PENDAHULUAN
Model atau rancangan bahkan model dalam kurikulum adalah komponen yang sangat
menentukan keberhasilan sebuah proses pendidikan. Mendesain kurikulum bukanlah pekerjaan
yang ringan. Ia membutuhkan kajian yang komprehensif dalam rangka mendapatkan hasil yang
dapat mengakomodir tuntutan dan perubahan zaman. Mendesain kurikulum berarti menyusun
model kurikulum sesuai dengan misi dan visi sekolah. Tugas dan peran seorang desainer
kurikulum, sama seperti arsitek. Sebelum menentukan bahan dan cara mengkonstruksi bangunan
terlebih dahulu seorang arsitek harus merancang model bangunan yang akan dibangun.
Ada beberapa model pengembangan kurikulum :
1.
Admistrative Model
Model pengembangan kurikulum ini merupakan model paling lama dan paling banyak dikenal.
Diberi nama model administratif atau line staff karena inisiatif dan gagasan pengembangan
datang dari para administrator pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi.
Grass Root Model
Model pengembangan ini merupakan lawan dari model pertama. Inisiatif dan upaya
pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi dari bawah, yaitu guru-guru atau
sekolah. Diberi nama Grass root karena inisiatif dan gagasan pengembangan kurikulum datang
dari seorang guru sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah.
Mencermati hal diatas maka penulis tidak dalam upaya untuk menyajikan kurikulum dari
aspek model-modelnya secara keseluruhan. Namun akan lebih mencermati sekaligus mengkaji
kurikulum sesuai dengan judul yang ditugaskan kepada penulis, yaitu pelaksanaan
pengembangan kurikulum dengan menggunakan pendekatan Grass Roots.
PEMBAHASAN
PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KURIKULUM MODEL GRASS ROOT
A. The Grass Root Model (Model Akar Rumput)
Model akar rumput dikembangkan oleh Smith, Stanley & Shores pada tahun 1957. Model
pengembangan kurikulum ini merupakan kebalikan dari model administrasi, dilihat dari sumber
inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum.[1]Jika pada model administrasi kegiatan
pengembangan kurikulum berasal dari atas, pada model yang kedua ini, inisiatif justru berasal
dari bawah, yaitu para pengajar yang merupakan pelaksana kurikulum di sekolah-sekolah. Model
ini mendasarkan diri pada anggapan bahwa penerapan suatu kurikulum akan lebih efektif jika
para pelaksananya sudah diikutsertakan sejak mula pada kegiatan pengembangan kurikulum itu.
Pandangan yang mendasari pengembangan kurikulum model ini adalah pengembangan
kurikulum secara demokratis, yaitu bersal dari bawah. Pengembangan kurikulum model bawah
ini menuntut adanya kerja antarguru, antar sekolah secara baik, disamping harus ada juga kerja
sama antarpihak diluar sekolah khususnya orang tua murid dan masyarakat. Pada
pelaksanaannya, para administrator cukup memberikan bimbingan dan dorongan kepada para
staf pengajar setelah menyelesaikan tahap tertentu.[2] Biasanya diadakan lokakarya untuk
membahas hasil yang telah dicapai, dan merencanakan kegiatan yang akan dilaksanakan
selanjutnya. Pengikut lokakarya disamping para pengajar dan kepala sekolah, juga orang tua
peserta didik, dan anggota masyarakat lainnya, serta para konsultan dan para narasumber yang
lain.[3]
Bisa dikata, model administratif bersifat top-down (atasan-bawahan) sedangkan
model grass-roots adalah buttom-up (dari bawah ke atas). Lebih lanjut juga bisa diketahui
bahwa model administratif merupakan sentralisasi penuh, sedangkan model grassroots cenderung berlaku dalam sistem pendidikan yang kurikulumnya bersifat desentralisasi atau
memberikan peluang terjadinya desentralisasi sebagian. Model pengembangan kurikulum grassroots dapat mengupayakan pengembangan sebagian komponen-komponen kurikulum dapat
keseluruhan, dapat pul sebagian dari keseluruhan komponen kurikulum atau keseluruhan dari
seluruh komponen kurikulum.[4]
B.
1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
4.
5.
d. Ada motivasi kepala sekolah (kepala sekolah, guru) untuk mengembangkan diri, mencari dan
menciptakan kurikulum yang sebaik-baiknya, dengan demikian akan terjadi semacam kompetisi
dalam pengembangan kurikulum.
2. Kekurangan
a. Tidak adanya keseragaman, untuk situasi yang membutuhkan keseragaman demi persatuan dan
kesatuan nasional, bentuk ini kurang tepat.
b. Tidak adanya standar penilaian yang sama, sehingga sukar untuk diperbandingkan keadaan dan
kemajuan suatu sekolah/wilayah dengan sekolah/wilayah lainnya.
c. Adanya kesulitan bila terjadi perpindahan siswa ke sekolah/wilayah lain.
d. Sukar untuk mengadakan pengelolaan dan penilaian secara nasional.
e. Belum semua sekolah/daerah mempunyai kesiapan untuk menyusun dan mengembangkan
kurikulum sendiri.
Untuk mengatasi kelemahan bentuk kurikulum tersebut, bentuk campuran antara sentraldesentral dapat digunakan. Dalam kurikulum yang dikelola secara desentralisasi dan sampai
batas-batas tertentu juga yang sentralisasi-desentralisasi, peranan guru dalam pengembangan
kurikulum lebih besar dibandingkan dengan yang dikelola secara sentralisasi. Guru-guru turut
berpartisipasi, bukan hanya dalam penjabaran kurikulum induk ke dalam program
tahunan/semester/catur wulan, atau satuan pelajaran, tetapi juga didalam menyusun kurikulum
yang menyeluruh untuk ssekolahnya. Guru-guru turut memberi andil dalam merumuskan setiap
komponen dan unsur dari kurikulum. Dalam kegiatan seperti itu, mereka mempunyai perasaan
turut memiliki kurikulum dan terdorong untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan
dirinya dalam pengembangan kurikulum.
Karena guru-guru sejak awal penyusunan kurikulum telah diikutsertakan, mereka akan
memahami dan benar-benar menguasai kurikulumnya, dengan demikian pelaksanaan kurikulum
di dalam kelas akan lebih tepat dan lancar, pemikir, penyusun, pengembang dan juga pelaksana
dan evaluator kurikulum.[10]
SIMPULAN
Berdasarkan penjelasan sebagaimana telah dibahas pada bagian pembahasan maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa banyak model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum.
Pemilihan suatu model pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas kelebihan dan
kebaikan-kebaikannya serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal, tetapi juga perlu
disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem pengolahan pendidikan yang dianut serta
model konsep pendidikan mana yang akan digunakan dalam suatu sekolah itu sendiri.
Model pengembangan Grass roots ini merupakan inisiatif dan upaya pengembangan
kurikulum, bukan datang dari atas tetapi dari bawah, yaitu guru-guru atau sekolah. Diberi nama
Grass roots karena inisiatif dan gagasan pengembangan kurikulum datang dari seorang guru
sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah. Pendekatan grass roots hanya mungkin
terjadi manakala guru memiliki sikap professional yang tinggi disertai kemampuan yang
memadai. Sikap professional itu biasanya ditandai dengan keinginan untuk mencoba dan
mencoba sesuatu yang baru dalam upaya untuk meningkatkan kinerjanya. Seorang professional
itu akan selalu berusaha menambah pengetahuan dan wawasannya dengan menggali sumber-
sumber pengetahuan. Ia juga akan selalu mencoba dan mencoba untuk mencapai kesempurnaan.
Ia tidak akan puas dengan hasil yang minimal. Ia akan bisa tenang manakala hasil kinerjanya
sesuai dengan target maksimalnya.
Dalam
kondisi
yang
demikianlah
grass
roots
akan
terjadi.
Pengembangan kurikulum yang bersifat grass roots, mungkin hanya berlaku untuk bidang studi
tertentu atau sekolah tertentu, tetapi mungkin pula dapat digunakan untuk seluruh bidang studi
pada sekolah atau daerah lain. Pengembangan kurikulum yang bersifat desentralistik dengan
model grass rootsnya, memungkinkan terjadinya kompetisi dalam meningkatkan mutu dan
sistem pendidikan, yang pada gilirannya akan melahirkan manusia-manusia yang lebih mandiri
dan kreatif.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, M. 1998. Pengembangan Kurikulum. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Mudlofir, Ali. 2011. Aplikasi Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Agama Islam.
Jakata: PT. Raja Grafindo Persada.
Dimyati dan Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT.Rineka Cipta.
Subandijah. 1996. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Jakarta: PT. Raja Grafindo.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2009. Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya
Imadi, Model Pengembangan Kurikulum Grass Roots, imadiadi.blogspot.com, diakses pada tgl 02
Desember 2013.
Prayogo, Agung. Model Pengembangan Kurikulum Grass Roots, file: //Agunk's%20Blog
%20%20Model%20Pengembangan%20Kurikulum%20Grass%20Roots.htm, di akses pada 02
Desember 2013
[1] Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1999) hlm.___
[2] M. Ahmad dkk, Pengembangan Kurikulum, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1998), hlm. 55
[3] Subandijah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1996), hlm. 71
[4] Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1999) hlm.___
[5]Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum (Teori dan Praktek), (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2009), hlm.163.
[6] Imadi, Model Pengembangan Kurikulum Grass Roots, imadiadi.blogspot.com, diakses pada
tgl 02 Desember 2013.
[7] Ali Mudlofir, Aplikasi Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan
Bahan Ajar dalam Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 38.
[8] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum (Teori dan Praktek), (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2009), hlm. 201
[9] Agung Prayogo, Model Pengembangan Kurikulum Grass Roots, file: //Agunk's%20Blog
%20% 20Model %20Pengembangan%20Kurikulum%20Grass%20Roots.htm, di akses pada 02
Desember 2013.
[10] Op, Cit,. Hlm. 201-202