Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Persalinan merupakan proses fisiologis yang akan dialami pada
kebanyakan perempuan hamil. Di dalam proses persalinan terdapat proses
pengeluaran bayi, plasenta, cairan ketuban, dan selaputnya. Proses persalinan
dapat berlangsung secara normal maupun resiko atau bahkan telah terjadi
gangguan proses persalinan (dystocia). Gangguan persalinan ini erat kaitannya
dengan factor-faktor yang mempengaruhi proses persalinan yang dikenal dengan 5
P yaitu power, passenger, passageway, posisi, psykologis. Salah satu cara
mengatasi gangguan proses persalinan (dystocia) khususnya terkait dengan power
dan passageway adalah dengan tindakan induksi persalinan.
Induksi persalinan adalah upaya memulai persalinan dengan cara-cara
buatan sebelum atau sesudah kehamilan cukup bulan dengan jalan merangsang
timbulnya his. Secara umum induksi persalinan adalah berbagai macam tindakan
terhadap ibu hamil yang belum inpartu, baik secara operatif maupun medisinal,
untuk merangsang timbulnya atau mempertahankan kontraksi rahim sehingga
terjadi persalinan.
Di Indonesia, pada tahun 2007 tindakan induksi persalinan terjadi antara
10% sampai 20% dari seluruh persalinan dengan berbagai indikasi baik dari ibu
maupun dari janinnya. WHO menemukan di Indonesia dari 500.000 ibu bersalin
dengan risiko, 200.000 diantaranya dilakukan induksi persalinan dan 300.000
melakukan seksio sesarea.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Induksi Persalinan
Induksi persalinan adalah upaya menstimulasi uterus untuk memulai
terjadinya persalinan. Sedangkan augmentasi atau akselerasi persalinan adalah
meningkatkan frekuensi, lama, dan kekuatan kontraksi uterus dalam persalinan.1
Induksi dimaksudkan sebagai stimulasi kontraksi sebelum mulai terjadi
persalinan spontan, dengan atau tanpa rupture membrane. Augmentasi merujuk
pada stimulasi terhadap kontraksi spontan yang dianggap tidak adekuat karena
kegagalan dilatasi serviks dan penurunan janin.2
Induksi persalinan adalah upaya memulai persalinan dengan cara-cara
buatan sebelum atau sesudah kehamilan cukup bulan dengan jalan merangsang
timbulnya his. Secara umum induksi persalinan adalah berbagai macam tindakan
terhadap ibu hamil yang belum inpartu, baik secara operatif maupun medisinal,
untuk merangsang timbulnya atau mempertahankan kontraksi rahim sehingga
terjadi persalinan.3
2.2. Epidemiologi Induksi Persalinan
Berdasarkan National Center for Health Statistics, insiden induksi
persalinan di Amerika Serikat melebihi 2 kali lipat dari 9,5 persen pada tahun
1991 menjadi 22,5 persen pada tahun 2006. Insidennya bervariasi di antara
praktisi. Sebagai contohnya, di Parkland Hospital sekitar 35 persen persalinan
diinduksi atau diaugmentasi. Sebagai perbandingan, di Birmingham Hospital di
University of Alabama, persalinan diinduksi pada sekitar 20 persen perempuan,
dan 35 persen lainnya diberikan oksitosin untuk augmentasi totalnya 55 persen.2
Di Indonesia, pada tahun 2007 tindakan induksi persalinan terjadi antara
10% sampai 20% dari seluruh persalinan dengan berbagai indikasi baik dari ibu
maupun dari janinnya. WHO menemukan di Indonesia dari 500.000 ibu bersalin
dengan risiko, 200.000 diantaranya dilakukan induksi persalinan dan 300.000
melakukan seksio sesarea.4
2
Sebaiknya serviks uteri sudah matang, yakni serviks sudah mendatar dan
menipis, hal ini dapat dinilai menggunakan tabel skor Bishop. Jika kondisi
tersebut belum terpenuhi maka kita dapat melakukan pematangan serviks
dengan menggunakan metode farmakologis atau dengan metode mekanis.
mungkin tidak memberikan hasil yang diharapkan. Untuk menilai keadaan serviks
dapat dipakai skor Bishop. berdasarkan kriteria Bishop, yakni:
a. Jika kondisi serviks baik (skor 5 atau lebih), persalinan biasanya berhasil
diinduksi dengan hanya menggunakan induksi.
b. Jika kondisi serviks tidak baik (skor <5), matangkan serviks terlebih
dahulu sebelum melakukan induksi.
uterus
dideskripsikan
sebagai
kontraksi
tunggal
yang
meningkatkan pematangan serviks pada awal kehamilan atau saat cukup bulan
dan tidak mempersingkat waktu pelahiran pervaginam.2
4. Pemberian Infus Oksitosin Intravena
Tujuan induksi atau augmentasi adalah untuk menghasilkan aktifitas uterus
yang cukup untuk menghasilkan perubahan serviks dan penurunan janin.
Sejumlah regimen oksitosin untuk stimulasi persalinan direkomendasikan oleh
American College of Obstetricians and Gynecologists (1999). Satu ampul
oksitosin 1 mL yang mengandung 10 unit biasanya dilarukan ke dalam 1000 mL
larutan kristaloid dan diberikan melalui pompa infus. Infus yang biasa digunakan
mengandung 10 atau 20 unit dicampur dalam 1000 mL larutan ringer laktat.
Campuran ini menghasilkan konsentrasi oksitosin 10 atau 20 mU/mL secara
berurutan. Untuk menghindari pemberian secara bebas, infus sebaiknya
dimasukkan ke dalam jalur intavena utama yang dekat dengan tempat penusukan.
Oksitosin diberikan dengan menggunakan protokol dosis rendah (1 4 mU/menit)
atau dosis tinggi (6 40 mU/menit). awalnya hanya variasi protokol dosis rendah
yang digunakan di Amerika Serikat, kemudian dilakukan percobaan dengan
membandingkan dosis tinggi, dan hasilnya kedua regimen tersebut tetap
digunakan untuk induksi dan augmentasi persalinan karena tidak ada regimen
yang lebih baik dari pada terapi yang lain untuk memperpendek waktu persalinan.
Oksitosin digunakan secara hati-hati karena gawat janin dapat terjadi dari
hiperstimulasi. Walaupun jarang, rupture uteri dapat pula terjadi, lebih-lebih pada
multipara. Untuk itu senantiasa lakukan observasi yang ketat pada ibu yang
mendapat oksitosin.2
Jika masih tidak terbentuk kontraksi yang baik pada dosis maksimal,
lahirkanlah janin melalui sectio caesar. Dalam pemberian infuse oksitosin, selama
pemberian ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh petugas kesehatan yaitu:
a.
b.
c.
d.
e.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
3. Stripping membrane
Stripping membrane yaitu cara atau teknik melepaskan atau memisahkan
selaput kantong ketuban dari segmen bawah uterus. Induksi persalinan dengan
stripping membrane merupakan praktik yang umum dan aman serta mengurangi
insiden kehamilan lebih bulan. Stripping dapat dilakukan dengan cara manual
yakni dengan jari tengah atau telunjuk dimasukkan dalam kanalis servikalis.2
10
4. Amniotomi
Ruptur membrane artifisial atau terkadang disebut dengan induksi
pembedahan, teknik ini dapat digunakan untuk menginduksi persalinan.
Pemecahan ketuban buatan memicu pelepasan prostaglandin. Amniotomi dapat
dilakukan sejak awal sebagai tindakan induksi, dengan atau tanpa oksitosin. Pada
uji acak, Bacos dan Backstrom (1987) menemukan bahwa amniotomi saja atau
kombinasi dengan oksitosin lebih baik dari pada oksitosin saja. Induksi persalinan
secara bedah (amniotomi) lebih efektif jika keadaan serviks baik (skor Bishop >
5). Amniotomi pada dilatasi serviks sekitar 5 cm akan mempercepat persalinan
spontan selama 1 sampai 2 jam, bahkan Mercer dkk. (1995) dalam penelitian acak
dari 209 perempuan yang menjalani induksi persalinan baik itu amniotomi dini
pada dilatasi 1-2 cm ataupun amniotomi lanjut pada dilatasi 5 cm didapatkan
awitan persalinan yang lebih singkat yakni 4 jam.2,6
11
12
BAB III
KESIMPULAN
Induksi persalinan adalah upaya memulai persalinan dengan cara-cara
buatan sebelum atau sesudah kehamilan cukup bulan dengan jalan merangsang
timbulnya his. Secara umum induksi persalinan adalah berbagai macam tindakan
terhadap ibu hamil yang belum inpartu, baik secara operatif maupun medisinal,
untuk merangsang timbulnya atau mempertahankan kontraksi rahim sehingga
terjadi persalinan. Salah satu syarat dalam induksi persalinan adalah sebaiknya
13
serviks uteri sudah matang, yakni serviks sudah mendatar dan menipis, hal ini
dapat dinilai menggunakan tabel skor Bishop. Jika kondisi tersebut belum
terpenuhi maka kita dapat melakukan pematangan serviks dengan menggunakan
metode farmakologis atau dengan metode mekanis. Ada dua cara yang biasanya
dilakukan untuk memulai proses induksi, yaitu kimiawi dan mekanik. Namun
pada dasarnya, kedua cara ini dilakukan untuk mengeluarkan zat prostaglandin
yang berfungsi sebagai zat penyebab otot rahim berkontraksi. Proses induksi
secara kimiawi antara lain pemberian Prostaglandin E2 (PGE2), Prostaglandin E2
(PGE1), donor nitrit oksida, dan pemberian oksitosin. Proses induksi secara
mekanik antara lain kateter foley, laminaria, stripping membrane, amniotomi,
rangsangan puting susu, dan hubungan seksual.
DAFTAR PUSTAKA
1. Saifuddin, Abdul. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal Dan Neonatal. Jakarta: YBP-SP
2. Cunningham FG, dkk. 2006. Obstetri Williams Ed.23 Volume 1. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
3. Llewellyn, Derek. 2002. Dasar Dasar Obstetri dan Ginekologi, edisi 6
(ed-6). Jakarta : Hipokrates
14
15