Está en la página 1de 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Persalinan merupakan proses fisiologis yang akan dialami pada
kebanyakan perempuan hamil. Di dalam proses persalinan terdapat proses
pengeluaran bayi, plasenta, cairan ketuban, dan selaputnya. Proses persalinan
dapat berlangsung secara normal maupun resiko atau bahkan telah terjadi
gangguan proses persalinan (dystocia). Gangguan persalinan ini erat kaitannya
dengan factor-faktor yang mempengaruhi proses persalinan yang dikenal dengan 5
P yaitu power, passenger, passageway, posisi, psykologis. Salah satu cara
mengatasi gangguan proses persalinan (dystocia) khususnya terkait dengan power
dan passageway adalah dengan tindakan induksi persalinan.
Induksi persalinan adalah upaya memulai persalinan dengan cara-cara
buatan sebelum atau sesudah kehamilan cukup bulan dengan jalan merangsang
timbulnya his. Secara umum induksi persalinan adalah berbagai macam tindakan
terhadap ibu hamil yang belum inpartu, baik secara operatif maupun medisinal,
untuk merangsang timbulnya atau mempertahankan kontraksi rahim sehingga
terjadi persalinan.
Di Indonesia, pada tahun 2007 tindakan induksi persalinan terjadi antara
10% sampai 20% dari seluruh persalinan dengan berbagai indikasi baik dari ibu
maupun dari janinnya. WHO menemukan di Indonesia dari 500.000 ibu bersalin
dengan risiko, 200.000 diantaranya dilakukan induksi persalinan dan 300.000
melakukan seksio sesarea.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Induksi Persalinan
Induksi persalinan adalah upaya menstimulasi uterus untuk memulai
terjadinya persalinan. Sedangkan augmentasi atau akselerasi persalinan adalah
meningkatkan frekuensi, lama, dan kekuatan kontraksi uterus dalam persalinan.1
Induksi dimaksudkan sebagai stimulasi kontraksi sebelum mulai terjadi
persalinan spontan, dengan atau tanpa rupture membrane. Augmentasi merujuk
pada stimulasi terhadap kontraksi spontan yang dianggap tidak adekuat karena
kegagalan dilatasi serviks dan penurunan janin.2
Induksi persalinan adalah upaya memulai persalinan dengan cara-cara
buatan sebelum atau sesudah kehamilan cukup bulan dengan jalan merangsang
timbulnya his. Secara umum induksi persalinan adalah berbagai macam tindakan
terhadap ibu hamil yang belum inpartu, baik secara operatif maupun medisinal,
untuk merangsang timbulnya atau mempertahankan kontraksi rahim sehingga
terjadi persalinan.3
2.2. Epidemiologi Induksi Persalinan
Berdasarkan National Center for Health Statistics, insiden induksi
persalinan di Amerika Serikat melebihi 2 kali lipat dari 9,5 persen pada tahun
1991 menjadi 22,5 persen pada tahun 2006. Insidennya bervariasi di antara
praktisi. Sebagai contohnya, di Parkland Hospital sekitar 35 persen persalinan
diinduksi atau diaugmentasi. Sebagai perbandingan, di Birmingham Hospital di
University of Alabama, persalinan diinduksi pada sekitar 20 persen perempuan,
dan 35 persen lainnya diberikan oksitosin untuk augmentasi totalnya 55 persen.2
Di Indonesia, pada tahun 2007 tindakan induksi persalinan terjadi antara
10% sampai 20% dari seluruh persalinan dengan berbagai indikasi baik dari ibu
maupun dari janinnya. WHO menemukan di Indonesia dari 500.000 ibu bersalin
dengan risiko, 200.000 diantaranya dilakukan induksi persalinan dan 300.000
melakukan seksio sesarea.4
2

2.3. Indikasi Induksi Persalinan


Induksi diindikasikan hanya untuk pasien yang kondisi kesehatannya atau
kesehatan janinnya berisiko jika kehamilan berlanjut. Induksi persalinan mungkin
diperlukan untuk menyelamatkan janin dari lingkungan intra uteri yang potensial
berbahaya pada kehamilan lanjut untuk berbagai alasan atau karena kelanjutan
kehamilan membahayakan ibu.3
Adapun indikasi induksi persalinan yaitu ketuban pecah dini, kehamilan
lewat waktu, oligohidramnion, korioamnionitis, preeklampsia berat, hipertensi
akibat kehamilan, intrauterine fetal death (IUFD) dan pertumbuhan janin
terhambat (PJT), insufisiensi plasenta, dan perdarahan antepartum.5
2.4. Kontraindikasi Induksi Persalinan
Kontra indikasi induksi persalinan serupa dengan kontra indikasi untuk
menghindarkan persalinan dan pelahiran spontan. Faktor janin meliputi
makrosomia yang besar, gestasi janin lebih dari satu, hidrosefalus berat,
malpresentasi, atau status janin yang meresahkan. Beberapa kontraindikasi ibu
berkaitan dengan tipe insisi uterus sebelumnya, anatomi panggul yang terdistorsi
atau sempit, plasentasi abnormal, dan kondisi seperti infeksi herpes genital aktif
atau kanker serviks.2
2.5. Komplikasi atau Risiko Melakukan Induksi Persalinan
Komplikasi dapat ditemukan selama pelaksanaan induksi persalinan
maupun setelah bayi lahir. Komplikasi yang dapat ditemukan antara lain: atonia
uteri, fetal distress, prolaps tali pusat, rupture uteri, solusio plasenta,
hiperbilirubinemia, hiponatremia, infeksi intra uterin, perdarahan post partum,
kelelahan ibu dan krisis emosional, serta dapat meningkatkan pelahiran caesar
pada induksi elektif.2,4

2.6. Persyaratan Induksi Persalinan


Untuk dapat melaksanakan induksi persalinan perlu dipenuhi beberapa
kondisi/persyaratan sebagai berikut:

Tidak ada disproporsi sefalopelvik (CPD)

Sebaiknya serviks uteri sudah matang, yakni serviks sudah mendatar dan
menipis, hal ini dapat dinilai menggunakan tabel skor Bishop. Jika kondisi
tersebut belum terpenuhi maka kita dapat melakukan pematangan serviks
dengan menggunakan metode farmakologis atau dengan metode mekanis.

Tidak terdapat kelainan letak janin.

Sebaiknya kepala janin sudah mulai turun kedalam rongga panggul.5


Apabila kondisi-kondisi diatas tidak terpenuhi maka induksi persalinan

mungkin tidak memberikan hasil yang diharapkan. Untuk menilai keadaan serviks
dapat dipakai skor Bishop. berdasarkan kriteria Bishop, yakni:
a. Jika kondisi serviks baik (skor 5 atau lebih), persalinan biasanya berhasil
diinduksi dengan hanya menggunakan induksi.
b. Jika kondisi serviks tidak baik (skor <5), matangkan serviks terlebih
dahulu sebelum melakukan induksi.

Pada kebanyakan kasus, teknik yang digunakan untuk meningkatkan


favorability atau kematangan serviks juga menstimulasi kontraksi. Jadi teknik
tersebut dapat digunakan untuk menginduksi persalinan. Metode yang digunakan
untuk mematangkan serviks meliputi preparat farmakologis dan berbagai bentuk
4

distensi serviks mekanis. Metode farmakologis diantaranya yaitu pemberian


prostaglandin E2 (dinoprostone, cervidil, dan prepidil), prostaglandin E1
(Misoprostol atau cytotec), dan donor nitrit oksida. Sedangkan ynag termasuk
kedalam metode mekanis yakni kateter transservikal (kateter foley), ekstra
amnionik salin infusion (EASI), dilator servikal higroskopik, dan stripping
membrane.2
2.7. Proses Induksi Persalinan
Ada dua cara yang biasanya dilakukan untuk memulai proses induksi, yaitu
kimiawi dan mekanik. Namun pada dasarnya, kedua cara ini dilakukan untuk
mengeluarkan zat prostaglandin yang berfungsi sebagai zat penyebab otot rahim
berkontraksi.
A. Secara kimiawi atau medicinal/farmakologis
1. Prostaglandin E2 (PGE2)
PGE2 tersedia dalam bentuk gel atau pesarium yang dapat dimasukkan
intravaginal atau intraserviks. Gel atau pesarium ini yang digunakan secara lokal
akan menyebabkan pelonggaran kolagen serviks dan peningkatan kandungan air
di dalam jaringan serviks. PGE2 memperlunak jaringan ikat serviks dan
merelaksasikan serabut otot serviks, sehingga mematangkan serviks. PGE2 ini
pada umumnya digunakan untuk mematangkan serviks pada wanita dengan nilai
bishop <5 dan digunakan untuk induksi persalinan pada wanita yang nilai
bishopnya antara 5 7.2
Bentuk gelnya (prepidil) tersedia dalam suntikan 2,5 ml untuk pemberian
intraserviks berisi 0,5 mg dinoprostone. Ibu dalam posisi terlentang, ujung
suntikan yang belum diisi diletakkan di dalam serviks, dan gel dimasukkan tepat
di bawah os serviks interna. Setelah pemberian, ibu tetap berbaring selama
setidaknya 30 menit. Dosis dapat diulang setiap 6 jam, dengan maksimum tiga
dosis yang direkomendasikan dalam 24 jam.
Cervidil (dinoprostone 10 mg) juga diakui untuk pematangan serviks.
Bentuknya yang persegi panjang (berupa wafer polimerik) yang tipis dan datar,
yang dibungkus dalam kantung jala kecil berwarna putih yang terbuat dari

polyester. Kantungnya memiliki ekor panjang agar mudah untuk mengambilnya


dari vagina.pemasukannya memungkinkan dilepaskannya obat 0,3 mg/jam (lebih
lambat dari pada bentuk gel). Cervidil digunakan dalam dosis tunggal yang
diletakkan melintang pada forniks posterior vagina. Pelumas harus digunakan
sedikit, atau tidak sama sekali, saat pemasukan. Pelumas yang berlebihan dapat
menutupi dan mencegah pelepasan dinoprostone. Setelah pemasukan, ibu harus
tetap berbaring setidaknya 2 jam. Obat ini kemudian dikeluarkan setelah 12 jam
atau ketika persalinan aktif mulai terjadi.6
Cervidil ini dapat dikeluarkan jika terjadi hiperstimulasi. American College
of Obstetricians and Gynecologists (1999) merekomendasikan agar pemantauan
janin secara elektronik digunakan selama cervidil digunakan dan sekurangkurangnya selama 15 menit setelah dikeluarkan.2,5
Efek samping setelah pemberian prostaglandin E2 pervaginam adalah peningkatan
aktivitas uterus, menurut American College of Obstetricians and Gynecologists
(1999) mendeskripsikannya sebagai berikut :
a. Takisistol uterus diartikan sebagai 6 kontraksi dalam periode 10 menit.
b. Hipertoni

uterus

dideskripsikan

sebagai

kontraksi

tunggal

yang

berlangsung lebih lama dari 2 menit.


c. Hiperstimulasi uterus jika salah satu kondisi menyebabkan pola denyut
jantung janin yang meresahkan.
Karena hiperstimulasi yang dapat menyebabkan masalah bagi janin bias
berkembang jika prostaglandin diberikan sebelum adanya persalinan spontan,
maka penggunaannya tidak direkomendasikan. Kontra indikasi untuk agen
prostaglandin secara umum meliputi asma, glaucoma, peningkatan tekanan intraokular.2
2. Prostaglandin E1 (PGE1)
Misoprostol atau cytotec adalah PGE1 sintetik, diakui sebagai tablet 100
atau 200 g. Obat ini telah digunakan secara off label (luas) untuk pematangan
serviks prainduksi dan dapat diberikan per oral atau per vagina. Tablet ini lebih
murah daripada PGE2 dan stabil pada suhu ruangan. Sekarang ini, prostaglandin

E1 merupakan prostaglandin pilihan untuk induksi persalinan atau aborsi pada


Parkland Hospital dan Birmingham Hospital di University of Alabama.2
Misoprostol oral maupun vagina dapat digunakan untuk pematangan serviks
atau induksi persalinan. Dosis yang digunakan 25 50 g dan ditempatkan di
dalam forniks posterior vagina. 100 g misoprostol per oral atau 25 g
misoprostol per vagina memiliki manfaat yang serupa dengan oksitosin intravena
untuk induksi persalinan pada perempuan saat atau mendekati cukup bulan, baik
dengan rupture membrane kurang bulan maupun serviks yang baik. Misoprostol
dapat dikaitkan dengan peningkatan angka hiperstimulasi, dan dihubungkan
dengan rupture uterus pada wanita yang memiliki riwayat menjalani seksio
sesaria. Selain itu induksi dengan PGE1, mungkin terbukti tidak efektif dan
memerlukan augmentasi lebih lanjut dengan oksitosin, dengan catatan jangan
berikan oksitosin dalam 8 jam sesudah pemberian misoprostol. Karena itu,
terdapat pertimbangan mengenai risiko, biaya, dan kemudahan pemberian kedua
obat, namun keduanya cocok untuk induksi persalinan. Pada augmentasi
persalinan, hasil dari penelitian awal menunjukkan bahwa misoprostol oral 75 g
yang diberikan dengan interval 4 jam untuk maksimum dua dosis, aman dan
efektif.1,2
3. Donor Nitrit Oksida
Beberapa temuan telah mengarahkan pada pencarian zat yang menstimulasi
produksi nitrit oksida (NO) lokal yang digunakan untuk tujuan klinis diantaranya
yakni, nitrit oksida merupakan mediator pematangan serviks, metabolit NO pada
serviks meningkat pada awal kontraksi uterus, dan produksi NO di serviks sangat
rendah pada kehamilan lebih bulan. Dasar pemikiran dan penggunaan donor NO
yaitu isosorbide mononitrate dan glyceryl trinitrate. Isosorbide mononitrate
menginduksi siklo-oksigenase 2 serviks, agen ini juga menginduksi pengaturan
ulang ultrastruktur serviks, serupa dengan yang terlihat pada pematangan serviks
spontan. Namun sejauh ini uji klinis belum menunjukkan bahwa donor NO sama
efektifnya dengan prostaglandin E2 dalam menghasilkan pematangan serviks, dan
penambahan isosorbide mononitrate pada dinoprostone atau misoprostol tidak

meningkatkan pematangan serviks pada awal kehamilan atau saat cukup bulan
dan tidak mempersingkat waktu pelahiran pervaginam.2
4. Pemberian Infus Oksitosin Intravena
Tujuan induksi atau augmentasi adalah untuk menghasilkan aktifitas uterus
yang cukup untuk menghasilkan perubahan serviks dan penurunan janin.
Sejumlah regimen oksitosin untuk stimulasi persalinan direkomendasikan oleh
American College of Obstetricians and Gynecologists (1999). Satu ampul
oksitosin 1 mL yang mengandung 10 unit biasanya dilarukan ke dalam 1000 mL
larutan kristaloid dan diberikan melalui pompa infus. Infus yang biasa digunakan
mengandung 10 atau 20 unit dicampur dalam 1000 mL larutan ringer laktat.
Campuran ini menghasilkan konsentrasi oksitosin 10 atau 20 mU/mL secara
berurutan. Untuk menghindari pemberian secara bebas, infus sebaiknya
dimasukkan ke dalam jalur intavena utama yang dekat dengan tempat penusukan.
Oksitosin diberikan dengan menggunakan protokol dosis rendah (1 4 mU/menit)
atau dosis tinggi (6 40 mU/menit). awalnya hanya variasi protokol dosis rendah
yang digunakan di Amerika Serikat, kemudian dilakukan percobaan dengan
membandingkan dosis tinggi, dan hasilnya kedua regimen tersebut tetap
digunakan untuk induksi dan augmentasi persalinan karena tidak ada regimen
yang lebih baik dari pada terapi yang lain untuk memperpendek waktu persalinan.
Oksitosin digunakan secara hati-hati karena gawat janin dapat terjadi dari
hiperstimulasi. Walaupun jarang, rupture uteri dapat pula terjadi, lebih-lebih pada
multipara. Untuk itu senantiasa lakukan observasi yang ketat pada ibu yang
mendapat oksitosin.2
Jika masih tidak terbentuk kontraksi yang baik pada dosis maksimal,
lahirkanlah janin melalui sectio caesar. Dalam pemberian infuse oksitosin, selama
pemberian ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh petugas kesehatan yaitu:
a.

Observasi ibu selama mendapatkan infuse oksitosin secara cermat.

b.

Jika infuse oksitosin menghasilkan pola persalinan yang baik, pertahankan


kecepatan infuse yang sama sampai pelahiran.

c.

Ibu yang mendapat oksitosin tidak boleh ditinggal sendiri

d.

Jangan menggunakan oksitosin 10 unit dalam 500 ml (20 mIU/ml) pada


multigravida dan pada ibu dengan riwayat section caesar.

e.

Peningkatan kecepatan infus oksitosin dilakukan hanya sampai terbentuk


pola kontraksi yang baik, kemudian pertahankan infus pada kecepatan
tersebut.1,2

B. Secara Mekanik atau Tindakan


1. Kateter Transservikal (Kateter Foley)
Kateter foley merupakan alternatif yang efektif disamping pemberian
prostaglandin untuk mematangkan serviks dan induksi persalinan. Akan tetapi
tindakan ini tidak boleh digunakan pada ibu yang mengalami servisitis, vaginitis,
pecah ketuban, dan terdapat riwayat perdarahan. Kateter foley diletakkan atau
dipasang melalui kanalis servikalis (os seviks interna) di dalam segmen bawah
uterus (dapat diisi sampai 100 ml). tekanan kearah bawah yang diciptakan dengan
menempelkan kateter pada paha dapat menyebabkan pematangan serviks.
Modifikasi cara ini, yang disebut dengan extra-amnionic saline infusion (EASI),
cara ini terdiri dari infuse salin kontinu melalui kateter ke dalam ruang antara os
serviks interna dan membran plasenta. Teknik ini telah dilaporkan memberikan
perbaikan yang signifikan pada skor bishop dan mengurangi waktu induksi ke
persalinan.2

Adapun teknik pemasangan kateter foley yaitu sebagai berikut:


a.

Pasang speculum pada vagina

b.

Masukkan kateter foley pelan-pelan melalui servik dengan menggunakan


cunam tampon.

c.

Pastikan ujung kateter telah melewati ostium uteri internum


9

d.

Gelembungkan balon kateter dengan memasukkan 10 ml air

e.

Gulung sisa kateter dan letakkan dalam vagina

f.

Diamkan kateter dalam vagina sampai timbul kontraksi uterus atau


maksimal 12 jam

g.

Kempiskan balon kateter sebelum mengeluarkannya dan kemudian


lanjutkan dengan infuse oksitosin.1

2. Dilator Servikal Higroskopik (Batang Laminaria)


Dilatasi serviks dapat juga di timbulkan menggunakan dilator serviks
osmotik higroskopik. Teknik yang dilakukan yakni dengan batang laminaria dan
pada keadaan dimana serviks masih belum membuka. Dilator mekanik ini telah
lama berhasil digunakan jika dimasukkan sebelum terminasi kehamilan, tetapi
kini alat ini juga digunakan untuk pematangan serviks sebelum induksi persalinan.
Pemasangan laminaria dalam kanalis servikalis dan dibiarkan selama 12-18 jam,
kemudian jika perlu dilanjutkan dengan infus oksitosin.2
Keterangan :
Gambar A : Pemasangan laminaria didalam kanalis
servikalis
Gambar B : Laminaria mengembang
Gambar C : Ujung laminaria melebihi ostium uteri
internum
Gambar D : Ujung laminaria tidak melewati ostium
uteri internum

3. Stripping membrane
Stripping membrane yaitu cara atau teknik melepaskan atau memisahkan
selaput kantong ketuban dari segmen bawah uterus. Induksi persalinan dengan
stripping membrane merupakan praktik yang umum dan aman serta mengurangi
insiden kehamilan lebih bulan. Stripping dapat dilakukan dengan cara manual
yakni dengan jari tengah atau telunjuk dimasukkan dalam kanalis servikalis.2

10

4. Amniotomi
Ruptur membrane artifisial atau terkadang disebut dengan induksi
pembedahan, teknik ini dapat digunakan untuk menginduksi persalinan.
Pemecahan ketuban buatan memicu pelepasan prostaglandin. Amniotomi dapat
dilakukan sejak awal sebagai tindakan induksi, dengan atau tanpa oksitosin. Pada
uji acak, Bacos dan Backstrom (1987) menemukan bahwa amniotomi saja atau
kombinasi dengan oksitosin lebih baik dari pada oksitosin saja. Induksi persalinan
secara bedah (amniotomi) lebih efektif jika keadaan serviks baik (skor Bishop >
5). Amniotomi pada dilatasi serviks sekitar 5 cm akan mempercepat persalinan
spontan selama 1 sampai 2 jam, bahkan Mercer dkk. (1995) dalam penelitian acak
dari 209 perempuan yang menjalani induksi persalinan baik itu amniotomi dini
pada dilatasi 1-2 cm ataupun amniotomi lanjut pada dilatasi 5 cm didapatkan
awitan persalinan yang lebih singkat yakni 4 jam.2,6

11

Adapun teknik amniotomi sebagai berikut :


a. Dengar dan catat DJJ
b. Baringkan pasien dengan tungkai fleksi dan kedua tungkai saling menjauh
dan kedua lutut terbuka
c. Gunakan sarung tangan steril, lakukan VT dengan tangan kanan untuk
menilai konsistensi posisi dilatasi dan pendataran servik
d. Masukkan amniotic hook kedalam vagina
e. Tuntun amniotic hook kearah selaput ketuban dengan menyusuri jari-jari
dalam vagina
f. Dorong selaput ketuban dengan jari-jari dalam vagina dan pecahkan
selaput ketuban dengan ujung instrumen
g. Biarkan cairan amnion mengalir perlahan sekitar jari dan amati cairan
amnion yang keluar
h. Setelah pemecahan ketuban, dengarkan DJJ selama dan setelah his. Bila
DJJ < 100 atau > 180 dpm : dugaan terjadi GAWAT JANIN.
i. Bila setelah 1 jam tidak nampak tanda-tanda kemajuan persalinan mulailah
pemberian oksitosin infus.
Namun ada komplikasi atau resiko yang dapat timbul setelah dilakukan
amniotomi yakni: sekitar 0,5 % terjadi prolaps tali pusat, infeksi (jika jangka
waktu antara induksi-persalinan > 24 jam), perdarahan ringan, perdarahan post
partum (resiko relatif 2 kali dibandingkan dengan tanpa induksi persalinan),
hiperbilirubinemia neonatus (bilirubin > 250 mol/l).3
5. Stimulasi Puting Susu
Untuk stimulasi payudara gunakan pedoman CST dan pantau DJJ dengan
auskultasi atau pemantauan janin dengan cardiotografi. Observasi adanya
hiperstimulasi pada uterus.8
6. Hubungan Seksual

12

Hanya dilakukan apabila ketuban dalam keadaan utuh. Orgasme pada


wanita akan menyebabkan kontraksi uterus. semen atau sperma mengandung
prostaglandin, sehingga dapat pula merangsang kontraksi.8

BAB III
KESIMPULAN
Induksi persalinan adalah upaya memulai persalinan dengan cara-cara
buatan sebelum atau sesudah kehamilan cukup bulan dengan jalan merangsang
timbulnya his. Secara umum induksi persalinan adalah berbagai macam tindakan
terhadap ibu hamil yang belum inpartu, baik secara operatif maupun medisinal,
untuk merangsang timbulnya atau mempertahankan kontraksi rahim sehingga
terjadi persalinan. Salah satu syarat dalam induksi persalinan adalah sebaiknya

13

serviks uteri sudah matang, yakni serviks sudah mendatar dan menipis, hal ini
dapat dinilai menggunakan tabel skor Bishop. Jika kondisi tersebut belum
terpenuhi maka kita dapat melakukan pematangan serviks dengan menggunakan
metode farmakologis atau dengan metode mekanis. Ada dua cara yang biasanya
dilakukan untuk memulai proses induksi, yaitu kimiawi dan mekanik. Namun
pada dasarnya, kedua cara ini dilakukan untuk mengeluarkan zat prostaglandin
yang berfungsi sebagai zat penyebab otot rahim berkontraksi. Proses induksi
secara kimiawi antara lain pemberian Prostaglandin E2 (PGE2), Prostaglandin E2
(PGE1), donor nitrit oksida, dan pemberian oksitosin. Proses induksi secara
mekanik antara lain kateter foley, laminaria, stripping membrane, amniotomi,
rangsangan puting susu, dan hubungan seksual.

DAFTAR PUSTAKA
1. Saifuddin, Abdul. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal Dan Neonatal. Jakarta: YBP-SP
2. Cunningham FG, dkk. 2006. Obstetri Williams Ed.23 Volume 1. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
3. Llewellyn, Derek. 2002. Dasar Dasar Obstetri dan Ginekologi, edisi 6
(ed-6). Jakarta : Hipokrates

14

4. Wiknjosastro, Hanifa. 2006. Ilmu Kebidanan, Edisi Ketiga. Jakarta : YBPSP.


5. Medforth, J., et al. 2013. Kebidanan Oxford dari bidan untuk bidan.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
6. Sinclair, C. 2003. Buku Saku Kebidanan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
7. Oxorn, H., Forte, W. 1990. Ilmu Kebidanan: Patologi & Fisiologi
Persalinan. Yogyakarta: ANDI YEM
8. Varney, H., et al. 2002. Buku Saku Bidan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

15

También podría gustarte

  • Case Mata
    Case Mata
    Documento34 páginas
    Case Mata
    Nedya Bellinawatii
    Aún no hay calificaciones
  • Laporan
    Laporan
    Documento37 páginas
    Laporan
    Nedya Bellinawatii
    Aún no hay calificaciones
  • Contoh Format Sop Fix
    Contoh Format Sop Fix
    Documento2 páginas
    Contoh Format Sop Fix
    Nedya Bellinawatii
    Aún no hay calificaciones
  • Proposal TPP Kelompok 4
    Proposal TPP Kelompok 4
    Documento20 páginas
    Proposal TPP Kelompok 4
    Nedya Bellinawatii
    Aún no hay calificaciones
  • Status Mata Blank
    Status Mata Blank
    Documento9 páginas
    Status Mata Blank
    AyuAryani
    Aún no hay calificaciones
  • Tutorial Skenario
    Tutorial Skenario
    Documento17 páginas
    Tutorial Skenario
    Nedya Bellinawatii
    Aún no hay calificaciones
  • Cover Referat Nedya Fix
    Cover Referat Nedya Fix
    Documento5 páginas
    Cover Referat Nedya Fix
    Nedya Bellinawatii
    Aún no hay calificaciones
  • Bab Iii Ta
    Bab Iii Ta
    Documento11 páginas
    Bab Iii Ta
    Nedya Bellinawatii
    Aún no hay calificaciones
  • Anemia Hemolitik Autoimun
    Anemia Hemolitik Autoimun
    Documento3 páginas
    Anemia Hemolitik Autoimun
    Nedya Bellinawatii
    100% (1)
  • Status Ujian
    Status Ujian
    Documento21 páginas
    Status Ujian
    Nedya Bellinawatii
    Aún no hay calificaciones
  • Ceramah Aik
    Ceramah Aik
    Documento3 páginas
    Ceramah Aik
    Nedya Bellinawatii
    Aún no hay calificaciones
  • HIV Closing
    HIV Closing
    Documento1 página
    HIV Closing
    Nedya Bellinawatii
    Aún no hay calificaciones
  • Cover Ujian
    Cover Ujian
    Documento1 página
    Cover Ujian
    Nedya Bellinawatii
    Aún no hay calificaciones
  • Kata Pengantar, Daftar Isi
    Kata Pengantar, Daftar Isi
    Documento2 páginas
    Kata Pengantar, Daftar Isi
    Nedya Bellinawatii
    Aún no hay calificaciones
  • Harvard Step Test
    Harvard Step Test
    Documento22 páginas
    Harvard Step Test
    Nedya Bellinawatii
    0% (1)
  • LAporan Tutorial 3 Skenario B Blok 6
    LAporan Tutorial 3 Skenario B Blok 6
    Documento41 páginas
    LAporan Tutorial 3 Skenario B Blok 6
    Nedya Bellinawatii
    Aún no hay calificaciones
  • Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi
    Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi
    Documento4 páginas
    Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi
    Nedya Bellinawatii
    Aún no hay calificaciones
  • Dokter Komunitas
    Dokter Komunitas
    Documento5 páginas
    Dokter Komunitas
    Nedya Bellinawatii
    Aún no hay calificaciones
  • Analisis Masalah
    Analisis Masalah
    Documento3 páginas
    Analisis Masalah
    Nedya Bellinawatii
    Aún no hay calificaciones
  • Learning Kapitasi
    Learning Kapitasi
    Documento4 páginas
    Learning Kapitasi
    Nedya Bellinawatii
    Aún no hay calificaciones
  • SKENARIO Kapitasi
    SKENARIO Kapitasi
    Documento29 páginas
    SKENARIO Kapitasi
    Nedya Bellinawatii
    Aún no hay calificaciones
  • Referat Gangguan Belajar Pada Anak
    Referat Gangguan Belajar Pada Anak
    Documento22 páginas
    Referat Gangguan Belajar Pada Anak
    Nedya Bellinawatii
    Aún no hay calificaciones
  • HIPERTENSI
    HIPERTENSI
    Documento5 páginas
    HIPERTENSI
    Nedya Bellinawatii
    Aún no hay calificaciones
  • Tanda Vital
    Tanda Vital
    Documento3 páginas
    Tanda Vital
    Nedya Bellinawatii
    Aún no hay calificaciones
  • Filsafat Ilmu
    Filsafat Ilmu
    Documento13 páginas
    Filsafat Ilmu
    Nedya Bellinawatii
    Aún no hay calificaciones
  • Learn Issue
    Learn Issue
    Documento3 páginas
    Learn Issue
    Nedya Bellinawatii
    Aún no hay calificaciones
  • Case Report Appendisitis
    Case Report Appendisitis
    Documento17 páginas
    Case Report Appendisitis
    Nedya Bellinawatii
    Aún no hay calificaciones
  • Pendahuluan AIK
    Pendahuluan AIK
    Documento2 páginas
    Pendahuluan AIK
    Nedya Bellinawatii
    Aún no hay calificaciones
  • Ktpngantar Dan Dftarisi AIK
    Ktpngantar Dan Dftarisi AIK
    Documento2 páginas
    Ktpngantar Dan Dftarisi AIK
    Nedya Bellinawatii
    Aún no hay calificaciones
  • Definisi Delirium
    Definisi Delirium
    Documento4 páginas
    Definisi Delirium
    Nedya Bellinawatii
    Aún no hay calificaciones