Está en la página 1de 60

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap ibu yang telah melahirkan menginginkan anaknya lahir dalam keadaan
sehat dan tidak ada kelainan kelainan pada bayi tersebut. Tetapi keinginan tersebut
tidak akan diperoleh oleh setiap ibu. Karena sebagian kecil ada yang lahir dalam
keadaan abnormal. Misalnya anak lahir dengan BBLR, ikterus, hidrosefalus, dan
kelainan- kelainan lainnya. Hal ini di sebabkan oleh banyak factor pencetusnya.
Seperti kurang teraturnya antenatal care ibu saat hamil, asupan gizi yang kurang baik
pada ibu maupun pada janin yang di kandung, atau penyakit yang diturunkan oleh ibu
sendiri.
Kelahiran bayi prematur merupakan masalah sosial ekonomi kesehatan
masyarakat yang utama di negara maju maupun berkembang. Menurut penelitian Dwi
Retnoningrum, kejadian bayi prematur di Indonesia tahun 2003 sebesar 90 per 1000
kelahiran. Di Amerika Serikat dan Amerika Utara kejadian kelahiran prematur ini
mencapai 10% sedangkan di Inggris mencapai 6,7% dari jumlah seluruh kelahiran.
Adapun definisi standar untuk kehamilan lewat bulan (postmatur) adalah 294
hari setelah hari pertama menstruasi terakhir, atau 280 hari setelah ovulasi. Istilah
lewat bulan ( postdate) digunakan karena tidak menyatakan secara langsung
pemahaman mengenai lama kehamilan dan maturitas janin. ( Varney Helen,2007).
Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan
mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin. Secara
klinis, ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum lebih 5
mg/dL. Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva, dan mukosa akibat
penumukan

bilirubin,

sedangkan

hiperbilirubinemia

adalah

ikterus

dengan

konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau


ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalika (Mansjoer : 2000).
Bayi dari ibu diabetes adalah bayi yang dilahirkan dari ibu penderita diabetes.
Satu dari 500-1000 wanita hamil adalah penderita diabetes, dan satu dari 120
kehamilan adalah gestasional diabetes.
1

Kemudian kurangnya pengetahuan ibu untuk mengenali tanda tanda


kelainan yang mungkin timbul pada bayi baru lahir. Seperti bayi dengan ikterus,
dimana kebanyakan ibu membawa bayinya ke Rumah Sakit dalam derajat yang
tinggi. Sebagaimana kita ketahui bahwa ikterik itu terjadinya dimulai dari wajah. Di
sini jelas bahwa kurangnya pengetahuan ibu atau orang tua tentang ikterus tersebut,
kemudian kurangnya memperoleh pelayanan kesehatan dari tenaga kesehatan. Untuk
itulah penulis mengangkat makalah ini dengan judul bayi baru lahir resiko premature,
postmatur, resiko tinggi ikterus neonatur, resiko bayi dari ibu diabetes.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang kelompok angkat dalam makalah ini, antara lain :
a.
b.
c.
d.

Bagaimana Konsep Bayi Baru Lahir Resiko Premature.


Bagaimana Konsep Bayi Baru Lahir Resiko Postmatur.
Bagaimana Konsep Bayi Baru Lahir Resiko Tinggi Ikterus Neonates.
Bagaimana Konsep Bayi Baru Lahir Resiko Bayi Dari Ibu Diabetes.

1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan membahas tentang
bayi baru lahir resiko premature, postmatur, resiko tinggi ikterus neonates, resiko bayi
dari ibu diabetes. Selain itu, makalah ini juga ditujukan untuk memenuhi salah satu
tugas kelompok mata kuliah Sistem Reproduksi.

BAB II
TINJAUN TEORI
A. KONSEP DASAR TEORI
2.1 Definisi
2.1.1 Bayi Baru Lahir Resiko Premature
Bayi prematur adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan kurang atau sama
dengan 37 minggu, tanpa memperhatikan berat badan lahir (Donna L Wong, 2004).
Bayi premature adalah bayi yang lahir sebelu minggu ke 37, dihitung dari
mulai hari pertama menstruasi terakhir, dianggap sebagai periode kehamilan
memendek. (Nelson. 1998 dan Sacharin, 1996)
Prematoritas dan berat lahir rendah biasanya terjadi secara bersamaan,
terutama diantara bayi dengan berat 1500 gr atau kurang saat lahir. Keduanya
berkaitan dengan terjadinya peningkatan morbilitas dan mortalitas neonatus.
Bayi baru lahir prematur adalah bayi yang dilahirkan sebelum gestasi 37
minggu. Karena dilahirkan sebelum waktunya maka ada beberapa resiko penyakit
yang mungkin terjadi. Kebanyakan bayi dilahirkan pada usia kehamilan penuh yaitu
sekitar 38-42 minggu, organ tubuhnya sudah berkembang sepenuhnya. Namun tak
sedikit bayi yang lahir sebelum waktunya.
Lebih dari 90 persen bayi prematur yang lahir dengan berat 800 gram atau
lebih bisa bertahan hidup, sedangkan jika beratnya sekitar 500 gram atau lebih hanya
memiliki 40-50 persen kesempatan hidup.Bayi yang lahir prematur memang memiliki
risiko kesehatan karena organ tubuhnya belum berkembang secara optimal.
2.1.2 Bayi Baru Lahir Resiko Postmatur
Serotinus (postmatur) adalah kehamilan yang melewati 294 hari atau 42
minggu lengkap. Diagnosa usia kehamilan didapatkan dengan perhitungn usia
kehamilan dengan rumus Naegele atau dengan penghitungan tinggi fundus uteri
(Kapita Selekta Kedokteran jilid 1).
Definisi standar untuk kehamilan lewat bulan (postmatur) adalah 294 hari
setelah hari pertama menstruasi terakhir, atau 280 hari setelah ovulasi. Istilah lewat
bulan ( postdate) digunakan karena tidak menyatakan secara langsung pemahaman
mengenai lama kehamilan dan maturitas janin. ( Varney Helen,2007).

Post-maturitas adalah suatu keadaan dimana bayi lahir setelah usia kehamilan
melebihi 42 minggu. Jadi dari berbagai difinisi diatas dapat disimpulkan bahwa
postmatur/postdate/serotinus/ lewat bulan? kehamilan memanjang adalah suatu
kehamilan lebih dari 42 minggu (294 hari)/ yang artinya melebihi dari kehamilan
normal.
2.1.3 Bayi Baru Lahir Resiko Tinggi Ikterus Neonates
Ikterus adalah menguningnya sclera, kulit atau jaringan lain akibat
penimbunan bilirubun dalam tubuh atau akumulasi bilirubin dalam darah lebih dari 5
mg/dl dalam 24 jam, yang menandakan terjadinya gangguan fungsional dari hepar,
sistem biliary, atau sistem hematologi. (Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 2 ).
Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan
mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin. Secara
klinis, ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum lebih 5
mg/dL. Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva, dan mukosa akibat
penumukan

bilirubin,

sedangkan

hiperbilirubinemia

adalah

ikterus

dengan

konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau


ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalika (Mansjoer : 2000).
Peningkatan kadar bilirubin serum dihubungkan dengan hemolisis sel darah
merah (SDM) dan resopbsi lanjut dari bilirubin yang tidak terkonjugasi dari usus
kecil. Koondisi mungkin tidak berbahaya atau membuat neonates beresiko terhadap
komplikasi multiple atau efek-efek yang tidak diharapkan (Doenges : 1996).
2.1.4 Bayi Baru Lahir Resiko Tinggi Bayi Dari Ibu Diabetes
Bayi dari ibu diabetes adalah bayi yang dilahirkan dari ibu penderita diabetes.
Satu dari 500-1000 wanita hamil adalah penderita diabetes, dan satu dari 120
kehamilan adalah gestasional diabetes.
Definisi diabetes mellitus dalam kehamilan ialah gangguan toleransi glukosa
berbagai tingkat yang terjadi (atau pertama kali dideteksi) pada kehamilan. Batas ini
tanpa melihat dipakai/tidaknya insulin atau menyingkirkan kemungkinan adanya
gangguan toleransi glukosa yang mendahului kehamilan.
Diagnosis diabetes sering dibuat untuk pertama kali dalam kehamilan karena
penderita untuk pertama kali datang kepada dokter atau diabetesnya menjadi lebih

jelas oleh kehamilan. Diabetes menunjukkan kecendrungan menjadi lebih berat dalam
kehamilan dan keperluan akan insulin meningkat.
2.2 Klasifikasi
2.2.1 Klasifikasi Prematur
Menurut Mitayani (Asuhan Keperawatan, 2009) klasifikasi prematur terdiri
atas :
a) Prematuritas Murni Masa kehamilan kurang dari 37 minggu dengan berat
badan sesuai dengan gestasi atau yang disebut neonatus kurang bulan
sesuai untuk masa kehamilan (NKB-SMK).
b) Bayi Small For Gestasional Age (SGA)
Berat bayi lahir tidak sesuai dengan masa kehamilan.
SGA terdiri atas tiga jenis :
1) Simetris (intra uterus for gestasional age) yaitu terjadi gangguan
nutrisi pada awal kehamilan dan dalam jangka waktu lama.
2) Asimetris yaitu terjadi deficit nutrisi pada fase akhir kehamilan.
3) Dismatur yaitu bayi yang beratnya kurang dari semestinya menurut
masa kehamilanya (KMK) / small for Gestasional Age (SGA).
Menurut Bobak (Edisi 4, 2005) klasifikasi pada bayi prematur yaitu :
a) Bayi prematur digaris batas
37 mg, masa gestasi
2500 gr, 3250 gr
16 % seluruh kelahiran hidup
Biasanya normal
Masalah :
Ketidak stabilan
Kesulitan menyusu
Ikterik
RDS mungkin muncul
Penampilan :
Lipatan pada kaki sedikit
Payudara lebih kecil
Lanugo banyak
Genitalia kurang berkembang
b) Bayi prematur sedang
31 mg 36 gestasi
1500 gr 2500 gram
6 % - 7 % seluruh kelahiran hidup
Masalah :
5

Ketidak stabilan
Pengaturan glukosa
RDS
Ikterik
Anemia
Infeksi
Kesulitan menyusu
Penampilan :
Seperti pada bayi premature di garis batas tetapi lebih parah
Kulit lebih tipis, lebih banyak pembuluh darah yang tampak
c) Bayi sangat prematur
24 mg 30 mg gestasi
500 gr 1400 gr
0,8 % seluruh kelahiran hidup
Masalah : semua
Penampilan :
Kecil tidak memiliki lemak
Kulit sangat tipis
Kedua mata mungkin berdempetan
2.2.3 Klasifikasi Ikterus Neonates
a) Ikterus Fisiologik
Ikterus fisiologik Adalah keadaan hiperbilirubin karena faktor fisiologis yang
merupakan gejala normal dan sering dialami bayi baru lahir. Sebagai neonatus,
terutama bayi prematur, d e n g a n b e r a t b a d a n l a h i r r e n d a h menunjukkan
gejala ikterus pada hari pertama. Ikterus ini terjadi atau timbul pada hari ke-2 atau
ke-3 dan tampak jelas pada hari ke-5 sampai dengan ke-6 dan akan menghilang pada
hari ke-7 atau ke-10. kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih daro 12
mg/dl dan pada BBLR tidak lebih dari 10 mg/dl, dan akan menghilang pada hari ke14

Bayi

tampak

biasa,

minum

baik

dan

berat

badan

naik

biasa.

Penyebab ikterus neonatorum fisiologis diantaranya adalah organ hati yang belum
matang dalam memproses bilirubin, kurang protein Y dan Z dan enzim glukoronyl
tranferase yang belum cukup jumlahnya. Meskipun merupakan gejala fisiologis,
orang tua bayi harus tetap waspada karena keadaan fisiologis ini sewaktu-waktu bisa
berubah menjadi patologis terutama pada keadaan ikterus yang disebabkan oleh
karena penyakit atau infeksi.
6

Ikterus fisiologis menurut Tarigan (2003) dan Callhon (1996) dalam Schwats (2005)
adalah ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
Timbul pada hari kedua ketiga
Kadar bilirubin indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg % pada

neonatus cukup bulan dan 10 mg % per hari pada kurang bulan


Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg % perhari
Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg %
Ikterus hilang pada 10 hari pertama
Tidak mempunyai dasar patologis
Bayi dengan gejala ikterus ini tidak sakit dan tidak memerlukan
pengobatan,kecuali dalam pengertian mencegah terjadinya penumpukan bilirubin
tidak langsung yang berlebihan.

b) Ikterus Patologik
Ikterus patologis/hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi
bilirubin dalam darah mencapai nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan
kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan
dengan keadaan yang patologis. Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis atau
hiperbilirubinemia dengan karakteristik sebagai berikut
Menurut Surasmi (2003) bila :
Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran
Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg % atau > setiap 24 jam
Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg % pada neonatus < bulan dan 12,5 %
pada neonatus cukup bulan
Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G6PD
dan sepsis)
Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu, asfiksia,
hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia,
hiperosmolalitas darah.
Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg% pada bayi kurang bulan (BBLR)
dan 12,5 mg% pada bayi cukup bulan.
Ikterus yang disertai proses hemolisis.
Bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl, atau kenaikan bilirubin serum 1 mg/dl/jam
atau lebih 5 mg/dl/hari.

Ikterus menetap sesudah bayi berumur 10 hari (cukup bulan) dan lebih dari 14
hari pada BBLR.
Menurut tarigan (2003), adalah :
Suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang
mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi
dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown
menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg % pada cukup
bulan, dan 15 mg % pada bayi yang kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg % dan
15 mg %.
Ikterus patologik dapat terjadi karena beberapa faktor yaitu :
Meningkatnya produksi bilirubin, sehingga melampaui batas kemampuan hepar
untuk dikeluarkan.
Faktor-faktor yang menghalangi itu mengadakan obstruksi pengeluaran bilirubin.
Faktor yang mengurangi atau menghalangi kemampuan hepar untuk mengadakan
konjugasi bilirubin.
Penyakit hemolitik, isoantibodi karena ketidakcocokan golongan darah ibu dan
anak seperti Rhesus antagonis, ABO dan sebagainya.
Kelainan dalam sel darah merah seperti pada defisiensi G-6-PD, thalasemia dan
lain-lain.
Hemolisis : hematoma, polisitemia, perdarahan karena trauma lahir.
Infeksi : septikemia, meningitis, infeksi saluran kemih, penyakit karena
toxoplasmosis, sifilis, rubella, hepatitis dan lain-lain.
Kelainan metabolik : hipoglikemia, galaktosemia.
Obat-obatan yang menggantikan ikatan bilirubin dengan albumin seperti :
solfonamida, salisilat, sodium benzoat, gentamisin dsb.
Pirau enterohepatik yang meninggi: obstruksi usus letak tinggi, penyakit
Hirschprung, mekoneum ileus dan lain-lain.
c) Kern ikterus
Kern Ikterus adalah ikterus berat dengan disertai gumpalan bilirubin pada ganglia
basalis.
Kadar bilirubin lebih dari 20 mg % pada bayi cukup bulan.
Kadar bilirubin lebih dari 18 mg % pada bayi premature.
Hiperbilirubinemia dapat menimbulkan ensefalopati.

Pada bayi dengan hipoksia, asidosis dan hipoglikemia kern ikterus dapat timbul
walaupun kadar bilirubin dibawah 16 mg %.
Pengobatannay dengan tranfusi tukar darah bila kadar bilirubin tidak langsung
mencapai 20mg%
Gambaran Klinik :

Mata berputar putar


Tertidur kesadaran menurun
Sukar menghisap
Tonus otot meninggi
Leher kaku
Akhirnya kaku seluruhnya
Pada kehidupan lebih lanjut terjadi spasme otot dan kekekuan otot
Kejang kejang
Tuli
Kemunduran mental

Encephalopatia oleh bilirubin merupakan satu hal yang sangat di akui sebagai
komplikasi hiperbirubinemia. Bayi-bayi yang mati dengan icterus berupa icterus yang
berat, lethargia tidak mau minum, muntah-muntah, sianosis, opisthotonus dan kejang.
Kadang gejala klinik ini tidak di temukan dan bayi biasanya meninggal karena
serangan apnoea. Kernicterus biasanya di sertai dengan meningkatnya kadar bilirubin
tidak langsung dalam serum.
d) Ikterus hemolitik
Pada umumnya merupakan suatu golongan penyakit yang disebut Erythroblastosis
foetalis atau Morbus Haemolitik Neonatorum ( Hemolytic disease of the new born ).
Penyakit hemolitik ini Disebabkan inkompatibilitas rhesus, golongan darah ABO,
golongan darah lain kelainan eritrosit congenital Atau defisiensi enzim G-6-PD.
Inkompatibilitas Rhesus
Penyakit ini sangat jarang terdapat di Indonesia. Penyakit ini terutama terdapat di
negeri barat karena 15 % Penduduknya mempunyai golongan darah Rhesus
negatif. Di Indonesia, dimana penduduknya hampir 100% Rhesus positif,
terutama terdapat dikota besar, tempat adanya pencampuran penduduk dengan
orang barat. Walaupun demikian, kadang-kadang dilakukan tranfusi tukar darh
pada bayi dengan ikterus karena antagonismus Rhesus, dimana tidak didapatkan
campuran darah denagan orang asing pada susunan keluarga orang tuanya.
9

Bayi Rhesus positif dari Rhesus negatif tidak selamanya menunjukkan gejala
klinik pada waktu lahir, tetapi dapat terlihat ikterus pada hari pertama kemudian
makin lama makin berat ikterusnya, aisertai dengan anemia yang makin lama
makin berat pula. Bila mana sebelum kelahiran terdapat hemolisis yang berat
maka bayi dapat lahir dengan oedema umum disertai ikterus dan pembesaran
hepar dan lien ( hydropsfoetalis ). Terapi ditujukan untuk memperbaiki anemia
dan mengeluarkan bilirubin yang berlebihan dalam serum, agar tidak terjadi Kern
Ikterus.
Inkompatibilitas ABO
Penderita Ikterus akibat hemolisis karena inkom patibilitas golongan darah ABO
lebih sering ditemukan di Indonesia daripada inkom patibilitas Rh. Transfusi
tukar darah pada neonatus ditujukan untuk mengatasi hiperbilirubinemia karena
defisiensi G 6 PD dan Inkompatibilitas ABO. Ikteru dapat terjadi pada hari
pertama dan ke dua yang sifatnya biasanya ringan. Bayi tidak tampak sakit,
anemianya ringan, hepar dan lien tidak membesar, ikterus dapat menghilang
dalam beberapa hari. Kalau hemolisiinya berat, sering kali diperlukan juga
transfusi tukar darah untuk mencegah terjadinya Kern Ikterus. Pemeriksaan yang
perlu dilakukan ialah pemeriksaan kadar bilirubin serum sewaktu-waktu.
Ikterus hemolitik karena incompatibilitas golongan darah lain.
Selain inkompatibilitas darah golongan Rh dan ABO, hemolisis dapat pula terjadi
bila terdapat inkompatibilitas darah golongan Kell, Duffy, MN, dan lain-lain.
Hemolisis dan ikterus biasanya ringan pada neonatus dengan ikterus hemolitik,
dimana pemeriksaan kearah inkimpatibilitas Rh dan ABO hasilnya negatif,
sedang

coombs

test

positif,

kemungkinan

ikterus

akibat

hemolisis

inkompatibilitas golongan darah lain.


Penyakit hemolitik karena kelainan eritrosit kongenital.
Golongan penyakit ini dapat menimbulkan gambaran klinik yang menyerupai
erytrhoblasthosis foetalis akibat isoimunisasi. Pada penyakit ini coombs test
biasanya negatif. Beberapa penyakit lain yang dapat disebut ialah sperositosis
kongenital, anemia sel sabit ( sichle cell anemia ), dan elyptocytosis herediter.
Hemolisis karena diferensi enzyma glukosa-6-phosphat dehydrogenase ( G-6-PD
defeciency ).
Penyakit ini mungkin banyak terdapat di indonesia tetapi angka kejadiannya
belum di ketahui dengan pasti defisiensi G-6-PD ini merupakan salah satu sebab
10

utama icterus neonatorum yang memerlukan transfusi tukar darah. Icterus


walaupun tidak terdapat faktor oksigen, misalnya obat-obat sebagai faktor
pencetusnya walaupun hemolisis merupakan sebab icterus pada defesiensi G-6PD, kemungkinan besar ada faktor lain yang ikut berperan, misalnya faktor
kematangan hepar.
e) Ikterus obstruktif
Terjadi karena sumbatan penyaluran empedu baik dalam hati maupun diluar
hati.Akibatnya kadar bilirubin direk dan indirek meningkat. Bila kadar
bilirubin direk d i a t a s 1 m g % k i t a h a r u s c u r i g a a k a n a d a n y a
o b s t r u k s i hepatitis, sepsis, pyelonephritis, atau p e n y a l u r a n

empedu

peningkatan kadar bilirubin langsung dalam serum, walaupun kadar bilirubin total
masih dalam batas normal, selamanya berhubungan dengan keadaan patologik. Bisa
terjadi karena sumbatan penyaluran empedu baik dalam hati maupun luar hati.
Akibatnya kadar bilirubin direk maupun indirek meningkat.Bila sampai dengan
terjadi obstruksi ( penyumbatan ) penyaluran empedu maka pengaruhnya adalah
tindakan operatif, bila keadaan bayi mengizinkan. Penanganannya adalah dengan
tindakan operatif, bila keadaan bayi mengizinkan.
2.2.4 Klasifikasi Bayi Baru Lahir Resiko Tinggi Bayi Dari Ibu Diabetes
Untuk kepentingan diagnosis, terapi dan prognosis, baik bagi ibu maupun bagi anak,
pelbagi klasifikasi diusulkan oleh beberapa penulis, diantaranya yang sering
digunakan ialah klasifikasi menurut White yang berdasarkan umur waktu penyakitnya
timbul, lamanya, beratnya dan komplikasinya.
1. kelas A diabetes gestasional ( tanpa vaskulopati)
a. A1. maintenance hanya diet saja
b. A2. yang tergantung insulin
2. Kelas B. memerlukan insulin, onset usia 20 tahun durasi penyakit kurang
dari 10 tahun dan tidak ada komplikasi vaskuler
3. kelas C, memerlukan insulin, onset usia 10-19 tahun, durasi penyakit 10-19
tahun tidak ada komplikasi vaskuler

11

4. Kelas D, memerlukan insulin, onset usia kurang dari 10 tahun, durasi


penyakit 20 tahun, ada benigna diabetic retinopati
5. kelas F, memerlukan insulin dengan nefropati
6. kelas H, memerlukan insulin dengan penyakit jantung iskemik
7. kelas R, memerlukan insulin dengan proliferasi nefropati
8. kelas T, memerlukan insulin dengan tranplantasi ginjal.
Klasifikasi Pyke untuk DM gestasional.
1. Diabetes gestasional, dimana DM terjadi hanya pada waktu hamil
2. Diabetes pregestasional, dimana DM sudah ada sebelum hamil dan
berlanjut sesudah kehamilan
3. Diabetes pregestasional yang disertai dengan komplikasi angiopati.
Klasifikasi baru tang akhir-akhir ini banyak dipakai adalah Javanovic
(1986)
A. Regulasi baik ( good diabetic Control)
Glukosa darah puasa 55-65 mg/dL, rata-rata 84 mg/dL, 1 jam sesudah
makan < 140 mg/dL. Hb A 1c normal dalam 30 minggu untuk diabetes
gestasional dan dalam 12 minggu untuk diabetes pregestasional
B. Regulasi tak baik ( Less than optimal Diabetic Control)
Tidak kontrol selama hamil
Glukosa darah diatas normal
Tidak terkontrol baik selama 26 minggu untuk diabetes gestasional atau 12 minggu
untuk diabetes pregestasional
2.3 Etiologi
2.3.1 Penyebab dan Faktor Resiko Bayi Prematur
Meskipun kemajuan teknologi dan pengetahuan kedokteran semakin maju tetapi
hingga saat ini penyebab terjadinya kelahiran prematur belum diketahui.
Menurut dr. Widodo Judarwanto, SpA, pediatrician :
Bayi Prematur dapat disebabkan antara lain dari factor ibu atau dari bayi.

12

Kondisi ibu yang merupakan risiko untuk mengalami kelahiran premature adalah
seperti :

Faktor ras (wanita afrika amerika mempunyai risiko yang lebih tinggi)
Usia ibu kurang dari 18 dan lebih dari 40 tahun
Ibu menderita hipertensi atau dan disertai kelainan jantung
Ibu mengalami perdarahan apapun sebabnya, sehingga diperkirakan jika
tidak segera dilakukan pengakhiran kehamilan akan membahayakan jiwa

Sedangkan

ibu maupun janin.


Ibu mengalami preeklampsi atau eklampsi (keracunan kehamilan)
Inkompetensi serviks
Trauma, aktivitas fisik yang berlebihan
Ibu perokok
Ibu dengan diabetes
faktor

dari

bayi

yang

dapat

memicu

kelahiran

prematur

adalah sebagai berikut :

Bayi dengan kelainan bawaan


Bayi kembar
Gawat janin
Infeksi
Bayi dengan pertumbuhan di perut ibu yang sangat lambat
Bayi dengan resiko dan berbakat alergi dan asma (gerakan dan tendangan
bayi sangat keras selama di kandungan)

Dari berbagai penelitian di dapatkan faktor resiko terjadinya prematuritas,


diantaranya adalah :
Sebelumnya mempunyai

Penyakit Tekanan darah Tinggi

riwayat kelahiran prematur

dan diabetes saat kehamilan

Kelahiran kembar 2,3,4

Jarak Kehamilan yang terlalu


dekat dengan kehamilan

Paparan asap rokok

berikutnya (kurang dari 9


bulan)

Alkohol

Cairan amnion

13

Oligohidramnion dengan

Maternal

selaput ketuban utuh


Penyakit sistematik berat
Ketuban pecah dini
Mioma besar
Polihidramnion
Desiduitis
Infeksi intra amnion subklinis
Aktivitas uterus idiopatik
Korioamn ionitis klinis
Plasenta
Malformasi uterus kongenital
Solusi plasenta
Overdistensi akut
Plasenta previa
Adanya patologi nyata di
Sinus marganalis

abdomen non obstetrik


Penyalahgunaan obat terlarang

Korioangioma besar

Trauma

Disfungsi plasenta

Berat badan yang rendah

Malformasi janin

sebelum kehamilan

Kehamilan majemuk

Perawatan pendek

Janin hidrops

Penyakit selama hamil

Pertumbuhan janin terhambat

Introgenik

Gawat janin

Induksi persalinan

Kematian janin

Sectio caesarea elektif berulang


14

Serviks

Servisitis / vaginitas akut

Inkompetensi serviks

15

2.3.1
2.3.2
2.3.3

2.3.2 Penyebab dan Factor Resiko Bayi Postmatur


Etiologi postmatur yaitu karena perbedaan dalam menentukan usia kehamilan,
ibu lupa akan tanggal haid terakhir, kesalahan perhitungan. Serta ada yang
mengatakan dapat terjadi kehamilan lewat waktu yang tidak diketahui akibat

2.3.4

masa proliferasi yang pendek.


Kini dengan adanya pelayanan USG maka usia kehamilan dapat ditentukan
lebih tepat terutama bila pemeriksaan dilakukan pada usia kehamilan 6-11
minggu sehingga penyimpangan hanya 1 minggu. Kekhawatiran dalam
menghadapi kehamilan lewat waktu dapat menjadi 3 kali lebih besar

2.3.5

disbandingkan kehamilan aterm.


Menjelang partus terjadi penurunan hormon progesteron, peningkatan
oksitosin serta peningkatan reseptor oksitosin tetapi yang paling menjatuhkan
adalah adanya produksi prostaglandin yang menyebabkan his yang kuat.
Prostaglandin dibuktikan berperan paling penting dalam menimbulkan
kontraksi uterus. Perbedaan dalam kadar kortisol pada darah bayi sehingga
disimpulkan kerentanan akan stress merupakan tidak timbulnya his, selain
kurangnya air ketuban dan insufisiensi plasenta (plasenta tidak bekerja dengan
baik).

2.3.6
2.3.7
2.3.8

Masalah Perinatal
Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada usia kehamilan 38 minggu dan
kemudian mulai menurun setelah 40 minggu, ini dibuktikan dengan
penurunan kadar esrliol dan plasenta laktogen. Rendahnya fungsi plasenta
berkaitan dengan peningkatan kejadiaan gawat janin dengan resiko 3 kali.
Akibat dari proses penuaan plasenta maka pemasukan plasanta dan oksigen
akan menurun disamping adanya stasme arteri spiralis (penyempitan arteri
secara mendadak dan sebentar). Sirkulasi uteroplasenter akan berkurang dari
50% menjadi 250-1/ menit jumlah air ketuban yang berkurang mengakibatkan

perubahan abnormal jantung bayi.


2.3.9 Masalah masalah pada janin disebabkan oleh :
2.3.10 1. Kelainan pertumbuhan janin
Janin besar dapat menyebabkan distosia bahu, fraktur klavikula
Pertumbuhan janin terhambat

2.3.11 2. Oligohidramnion, kelainan amnion ini menyebabkan :


Gawat janin
Tali pusat tertekan sehingga menyebabkan kematian janin mendadak.
2.3.12 Masalah pada ibu antara lain :

Servik yang belum matang (70% kasus)


Kecemasan ibu
Persalinan traumatis akibat janin besar (20%)
Angka kejadian SC meningkat karena gawat janin, distosia bahu, dan

disproporsi sefalopelviks.
Meningkatkan perdarahan pasca persalinan karena penggunaan oksitosin
untuk akselerasi/induksi.
2.3.13 Faktor yang dikemukakan adalah hormonal yaitu kadar progesteron tidak
cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan, sehingga kepekaan uterus
terhadap oksitosin berkurang ( Mochtar, Rustam, 1999). Diduga adanya kadar
kortisol yang rendah pada darah janin. Selain itu, kurangnya air ketuban dan
insufisiensi plasenta juga diduga berhubungan dengan kehamilan lewat waktu.
Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan 38-42 minggu, kemudian
menurun setelah 42 minggu, terlihat dari menurunnya kadar estrogen dan
laktogen plasenta. Terjadi juga spasme arteri spiralis plasenta. Akibatnya
dapat terjadi gangguan suplai oksigen dan nutrisi untuk hidup dan tumbuh
kembang janin intrauterin. Sirkulasi uteroplasenta berkurang sampai 50%.
Volume air ketuban juga berkurang karena mulai terjadi absorpsi. Keadaankeadaan ini merupakan kondisi yang tidak baik untuk janin. Risiko kematian
perinatal pada bayi postmatur cukup tinggi : 30% prepartum, 55%
intrapartum, 15% postpartum.
2.3.14 2.3.3 Penyebab dan Factor Resiko Bayi Ikterus Neonates
2.3.15 Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir, karena:
a) Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan
berumur lebih pendek.
b) Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim glukuronil
transferase, UDPG/T dan ligand dalam protein belum adekuat) -> penurunan
ambilan bilirubin oleh hepatosit dan konjugasi.

c) Sirkulus enterohepatikus meningkat karena masih berfungsinya enzim ->


glukuronidase di usus dan belum ada nutrien.
d) Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan (ikterus nonfisiologis) dapat
disebabkan oleh faktor/keadaan:
Hemolisis akibat inkompatibilitas ABO atau isoimunisasi Rhesus,
defisiensi G6PD, sferositosis herediter dan pengaruh obat.
Infeksi, septikemia, sepsis, meningitis, infeksi saluran kemih,
infeksi intra uterin.
Polisitemia.
Ekstravasasi sel darah merah, sefalhematom, kontusio, trauma

lahir.
Ibu diabetes.
Asidosis.
Hipoksia/asfiksia.
Sumbatan traktus digestif yang mengakibatkan peningkatan
sirkulasi enterohepatik.

2.3.16 Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat
disebabkan oleh beberapa faktor.
Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi :
a) Produksi bilirubin yang berlebihan
2.3.17 Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada
hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, AB0, golongan
darah lain, defisiensi enzim G-6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan
sepsis.
b) Gangguan dalam proses uptake / pengambilan dan konjugasi hepar
2.3.18 Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat
asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil
transferase (sindrom criggler-Najjar). Penyebab lain yaitu defisiensi protein.
Protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam uptake bilirubin ke sel
hepar.
c) Gangguan transportasi
2.3.19 Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar.
Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya
salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak

terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke
sel otak.
d) Gangguan dalam ekskresi
2.3.20 Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar.
Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi
dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.
e) Peningkatan reabsorpsi dari saluran cerna (siklus enterohepatik)
2.3.21
2.3.22
2.4 Manifestasi Klinis
2.4.1
2.4.2

2.4.1 Manifestasi Klinis pada Bayi Baru Lahir Resiko Premature


Menurut Mitayani (Asuhan Keperawatan, 2009) manifestasi klinis prematur
yaitu
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)

Berat badan kurang dari 2500 gram


Panjang badan kurang dari 45 cm
Lingkar dada kurang dari 30 cm, lingkar kepala kurang dari 33 cm
Masa gestasi kurang dari 37 minggu
Kepala lebih besar daripada tubuh
Kulit tipis, transparan, lanugo banyak, dan lemak subkutan amat sedikit
Pergerakan kurang dan lemah, tangis melemah, pernapasan belum teratur,
dan sering mendapat serangan apnea.

2.4.3
2.4.4

2.4.2 Manifestasi Klinis pada Bayi Baru Lahir Resiko Postmatur


a. Gerakan janin jarang ( secara subjektif kurang dari 7x / 20 menit atau
secara objektif kurang dari 10x / menit ).
b. Pada bayi ditemukan tanda lewat waktu yang terdiri dari:
Stadium I : kulit kehilangan vernix caseosa dan terjadi maserasi

sehingga kulit menjadi kering, rapuh dan mudah terkelupas.


Stadium II : seperti stadium I, ditambah dengan pewarnaan mekoneum

( kehijuan di kulit.
Stadium III : seperti stadium I, ditambah dengan warna kuning pada

kuku, kulit dan tali pusat.


Berat badan bayi lebih berat dari bayi matur.
Tulang dan sutura lebih keras dari bayi matur
Rambut kepala lebih tebal.
2.4.5

2.4.6

Diagnosis kehamilan lewat waktu biasanya dari perhitungan rumus Negell


setelah mempertimbangkan siklus haid dan keadaan klinis. Bila masih ragu
maka pengukuran TFU serial dengan senti meter akan memberikan informasi
mengenai gestasi lebih tepat. Keadaan klinis yang memungkinkan yaitu:

2.4.7
2.4.8
1. Air ketuban yang kurang
2.4.9 Bila ditemukan air ketuban yang banyak dan jernih mungkin keadaan
janin masih baik. Sebaliknya air ketuban sedikit dan mengandung dan
mengan dung mekonium akan mengalami resiko 33% asfiksia.
2. Gerakan janin yang jarang
2.4.10 Gerakn janin dapat ditentukan secara subjektif (normal rata-rata 7
kali /20 menit) atau secara objektif dengan tokografi (normal rata-rata 10
kali/20 menit) dan dapat pula dengan USG.
2.4.11
2.4.12 Tanda bayi Postmatur (Manuaba, Ida Bagus Gde, 1998) :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Biasanya lebih berat dari bayi matur ( > 4000 gram)


Tulang dan sutura kepala lebih keras dari bayi matur
Rambut lanugo hilang atau sangat kurang
Verniks kaseosa di bidan kurang
Kuku-kuku panjang
Rambut kepala agak tebal
Kulit agak pucat dengan deskuamasi epitel

2.4.13
2.4.14 2.4.3 Manifestasi Klinis pada Bayi Baru Lahir Resiko Tinggi Ikterus
Neonates
2.4.15 Menurut Handoko (2003) Gejala utamanya yaitu :
Kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa.
Biasanya, presentasi adalah pada hari kedua atau ketiga kehidupan.
Penyakit kuning yang terlihat selama 24 jam pertama kehidupan mungkin
akan nonphysiologic; evaluasi lebih lanjut disarankan.
Bayi dengan penyakit kuning setelah 3-4 hari hidup juga mungkin
memerlukan pengawasan yang lebih ketat dan pemantauan.
Pada bayi dengan penyakit kuning yang parah atau penyakit kuning yang
terus di luar 1-2 minggu pertama kehidupan, hasil dari layar metabolik
baru lahir harus diperiksa untuk hipotiroidisme galaktosemia dan
kongenital, riwayat keluarga harus dieksplorasi lebih lanjut (lihat di

bawah), kurva berat badan bayi harus dievaluasi, tayangan ibu sejauh
kecukupan ASI harus diperoleh, dan warna tinja harus dinilai.
2.4.16
Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala:
Dehidrasi
Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntah-muntah)
Pucat
2.4.17
Sering
berkaitan dengan
anemia
hemolitik
(mis.
Ketidakcocokan golongan darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau
kehilangan darah ekstravaskular.
Trauma lahir
2.4.18
Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan
tertutup lainnya.
Pletorik (penumpukan darah)
2.4.19
Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan
memotong tali pusat, bayi KM
Letargik dan gejala sepsis lainnya
Petekiae (bintik merah di kulit)
2.4.20
Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis atau
eritroblastosis
Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal)
2.4.21
Sering berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital,

penyakit hati
Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)
Omfalitis (peradangan umbilikus)
Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid)
Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus)
Feses dempul disertai urin warna coklat
2.4.22
Pikirkan ke arah ikterus obstruktif, selanjutnya konsultasikan
ke bagian hepatologi.
2.4.23
2.4.24
2.4.25 Derajat ikterus pada neonates menurut Kramer
2.4.26 Zona

2.4.27 Bagian tubuh yang


kuning

2.4.28 Rata-rata serum


bilirubin indirek

(umol/L)
2.4.29 1

2.4.34 Kepala dan leher

2.4.39 100

2.4.30 2

2.4.35 Pusat - leher

2.4.40 150

2.4.31 3

2.4.36 Pusat - paha

2.4.41 200

2.4.32 4

2.4.37 Lengan + tungkai

2.4.42 250

2.4.33 5

2.4.38 Tangan + kaki

2.4.43 >250

2.4.44
2.4.45 Penegakan diagnosis ikterus neonatorum berdasarkan waktu
kejadiannya
2.4.46 Waktu
2.4.48 Hari ke 1

2.4.47 Diagnosis banding


2.4.49 Penyakit hemolitik (bilirubin indirek)

Inkompatibilitas darah (Rh, ABO)


Sterositosis
Anemia hemolitik non sterositosis

2.4.50 Ikterus obstruktif (bilirubin direk)

Hepatits neonatal

Kuninag apada bayi premature


Kuning fisiologik
Sepsis
Darah ekstravaskular
Polisitemia
Sterositosis congenital

2.4.51 Hari ke 2
sampai ke 5

2.4.52 Hari ke 5
sampai 10

Sepsis
Kuning karena ASI
Defisiensi G6PD
Hipotiroidisme
Galaktosemia
Obat-obatan

Atresia biliaris
Hepatitis neonatal
Kista koledokus
Sepsis (terutama infeksi saluran kemih)
Stenosis pilorik

2.4.53 Hari ke 10
sampai lebih

2.4.54
2.4.55 2.4.4 Manifestasi Klinis Bayi Baru Lahir Resiko Tinggi Bayi Dari Ibu
Diabetes
2.4.56 Bayi cenderung montok dan besar akibat bertambahnya lemak tubuh. Gejala
klinis yang sering ditemukan dan merupakan cirri khas bayi hipoglikemia
adalah tremor, lertargi, malas minum, serta gejala lain yaitu hiperpnea, apnea,
sianosis, pernafasan berat, kejang, apatis, hipotonin, iritabilitas, tangisan
melengking. Pada pemeriksaan diagnostik akan ditemukan peningkatan kadar
gula darah, kadar kalsiun serum <7mg/ml>.
2.4.57
2.5 Masalah Yang Terdapat Pada Bayi Prematur
2.5.1
Menurut MacKendrik et al, 1993 dalam Boback adapun masalah yang
terdapat pada bayi premature adalah :
a) Masalah Fisiologis
2.5.2 Bayi baru lahir preterm berisiko karena system organ yang
imatur dan kurangnya cadangan yang adekuat. Bayi baru lahir ini kurang
mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang diperlukan untuk
kelancaran adaptasi terhadap kehidupan ekstrauteri, yang membuatnya
mengalami masalah kesehatan dan daya tahan. Berbagai masalah fisiologis
merupakan dampak langsung dari hal tersebut.
b) Masalah Respirasi

2.5.3

Salah satu masalah yang paling umum adalah kesulitan

bernapas dan paling sering disebaban oleh sindrom distress respiratory (RDS).
Dalam kondisi ini paru-paru bayi belum berkembang sepenuhnya sehingga
tidak cukup menghasilkan zat penting yang disebut surfaktan. Untuk
menanganinya biasanya bayi dibantu dengan mesin pernapasan atau ventilator
untuk sementara atau penggunaan surfaktan buatan. Apnea adalah masalah
kesehatan umum pada bayi premature, hal ini terjadi karena kurang
matangnya dearah darah di otak yang mengendalikan dorongan untuk
bernapas. Biasanya bayi berhenti bernapas, denyut jantung yang berkurang
dan kulit bisa menjadi pucat, ungu atau biru untuk sementara. Untuk
menanganinya cukup merangsang bayi untuk memulai kembali bernapas, tapi
jika terlalu sering terjadi kemungkinan diperlukan obat-obatan. Pencetus
terjadinya apnea pada neonates dicetuskan oleh gangguan sebagai berikut :
Ketidakstabilan suhu
Masalah system saraf pusat
Obat (maternal atau janin)
Infeksi
Gangguan metabolic
Asfiksia neonatus
Distensi abdomen
2.5.4

Semua bayi baru lahir yang berisiko harus dipantau dengan

monitor apnea selama 2 minggu pertama kehidupanya. Penggunaan stimulasi


taktil dan perubahan posisi untuk menghindari obstruksi faring dengan
hiperfleksi leher terbukti bermanfaat dalam menangani dan mencegah episode
apnea. Teknik penatalaksanaan lain meliputi CAP nasal rendah sampai 5H 2O,
tempat tidur air, dan stimulant pernafasan seperti teofilin atau kafein.
2.5.5
c) Masalah Gastrointestinal
2.5.6 Maturitas saluran GI tercapai pada usia gestasi 36 sampai 38
minggu. Oleh karena itu, saluran GI pada bayi baru lahir preterm tidak sama
fungsinya dengan saluran GI pada bayi yang baru lahir aterm. Factor berikut
ini yang mempengaruhi fungsi GI pada bayi preterm :
Tidak ada koordinasi antara mengisap dan menelan sampai usia gestasi
34 sampai 35 minggu

Sfingter jantung tidak adekuat


Waktu pengosongan lambung lambat
Penurunan absorpsi lemak
Pencernaan protein tidak komplet
Motilitas menurun atau tidak terkoordinasi
d) Masalah Kardiovaskuler
2.5.7 Defek kardiovaskuler yang paling banyak terjadi pada bayi
preterm adalah Duktus Arteriosus. Ductus Arteriosus adalah pembuluh darah
pendek yang menghubungkan pembuluh darah utama untuk memasok darah
dari paru-paru ke aorta (pembuluh darah utama yang meninggalkan jantung).
Fungsinya pada bayi yang belum lahir adalah memungkinkan darah untuk
melewati paru-paru, karena oksigen untuk darah berasal dari ibu. Pada bayi
pembuluh darah ini cukup panjang dan akan segera menutup setelah lahir.
Tapi pada bayi premature kadang tetap tebuka, sehingga menyebabkan
kesulitan bernapas dan terkadang gagal jantung.
e) Masalah Hepar
2.5.8 Hati bayi baru lahir preterm yang belum sempurna
menimbulkan masalah yang serius selama neonates. Sekitar 80% bayi
premature mengalami kondisi heperbilirubin. Pada bayi baru lahir preterm,
kadar bilirubin meningkat dengan cepat dari bayi cukup bulan karena
ketidakmampuan hati memproses bilirubin, sehingga mengembangkan
penyakit kuning. Selain itu bilirubin yang tinggi juga bisa menyababkan
kerusakan otak, karenya bayi premature dengan penyakit kuning harus terus
dipantau dan ditangani dengancepat. Kadar protein serum lebih rendah,
defisiensi factor pembekuan darah, defisiensi konjugasi dan detoksifikasi obat
tertentu semuanya terjadi akibat imaturitas hati.
f) Masalah Imunologi
2.5.9 Dari lima immunoglobulin (Ig), hanya IgM yang diproduksi oleh bayi baru
lahir. IgG tidak menembus plasenta dengan jumlah yang cukup sampai usia
gestasi 34 minggu, hal tersebut dapat membahayakan bayi baru lahir preterm.
g) Masalah Sisitem Saraf Pusat
2.5.10 Tahap pertimbangan system saraf pada saat lahir bergantung
pada tingkat maturitas. Janin telah memiliki sebagian besar neuronnya pada
usia gestasi 18 sampai 20 minggu. Membrane dasar kapiler otak berada pada
ketebalan minimal dibandingkan otak orang dewasa. Fenomena ini mungkin

merupakan sebuah factor yang menyebabkan bayi baru lahir preterm


mengalami perdarahan sub-ependimial dan IVH.
2.5.11 Masalah lain berhubungan dengan tingkat maturitas system
saraf menurut jumlah minggu gestasi. Sedikit ekspresi wajah dapat diamati
pada usia gestasi sebelum 30 sampai 32 minggu. Sedikit tangisan spontan
terjadi sebelum 30 sampai 32 minggu. Sejak saat ini, rasa lapar diekspresikan
dengan tangisan. Mengisap non nutritive secara berirama dapat diamati hanya
setelah usia gestasi 33 minggu. System pendengaran mulai berfungsi dari
gestasi 26 minggu. Respons pendengaran yang konsisten dapat diamati pada
usia gestasi 32 sampai 34 minggu. Peningkatan gradual tonus otot terjadi
sejalan dengan peningkatan usia gestasi. Sejalan dengan meningkatnya tonus
otot, ekstremitas secara bertahap mengambil posisi fleksi. Perubahan postur
dan sifat ekstremitas yang fleksibel ini merupakan bagian dari penilaian
pengkajian usia gestasi. Pada usia 36 minggu, gerakan otot menjadi lebih
terkoordinasi.
h) Masalah Ginjal
2.5.12 Pada bayi baru lahir preterm, ginjal dan struktur urinarius yang
terkait belum cukup matur. Ginjal tidak dapat memekatkan urine dengan baik
atau mengekskresi sejumlah besar cairan. Lebih lanjut lagi, ekskresi obat
memerlukan waktu yang lebih lama. Efisiensi laju filtrasi glomerulus sejalan
dengan usia gestasi. Kapasitas pendapatan ginjal rendah, dengan penurunan
ekskresi bikarbonat dan asam, yang menyebabkan neonatus mengalami
asidosis.
i) Masalah Integument
2.5.13 Kulit bayi baru lahir preterm tipis, transparan dan diselimuti
dengan verniks dalam jumlah besar. Terdapat laju kehilangan cairan yang
tidak disadari (IWL) yang tinggi , terutama pada bayi baru lahir yang berusia
kurang dari 30 minggu. Oleh karena itu, kulit bayi baru lahir preterm meyerap
zat kimia dengan cepat sehingga tindakan pencegahan harus dilakukan dengan
mengoleskan salep topical dan larutan yang menutupi kulit. Akhirnya, kulit
sangat rentan terhadap kerusakan akibat perekatan sehingga kecermatan harus
dilakukan dalam hal jumlah dan jenis perekat yang digunakan untuk
pemasangan monitor dan peralatan lain pada kulit. Penggunaan plester pada

kulit harus dihindari sebisa mungkin, karena pelepasannya dapat mudah


merusak epidermis yang rentan.
2.5.14 Mandi harus diminimakan karena akan menghancurkan lapisan
PH asam dari kulti. Daerah tonjolan tulang harus dilindungi dengan sering
megubah posisi, menggunakan kulti domba kasur air, dan balutan membaran
semipermeabel, seperti Opsite atau Tegadem.
j) Masalah Suhu
2.5.15 Bayi baru lahir premature mengalami kesulitan untuk mengatur suhu
tubuhnya. Factor-faktor berikut ini meningkatkan masalah pengaturan suhu
pada bayi baru lahir premature :
Penurunan insulasi lemak
Pengurangan cadangan lemak coklat
Perbandingan antara area permukaan yang luas terhadap berat badan
Asupan kalori yang tidak adekuat
Postur ekstremitas ekstensi
Kemampuan yang tidak efektif untuk meningkatkan konsumsi oksigen
Kemampuan pengaturan suhu yang belum sempurna
Peningkatan kehilangan cairan yang tidak disadari
Peningkatan kandungan air tubuh.
2.5.16
2.6 Masalah Kesehatan Khusus pada bayi Prematur
a) Respiratory Distress Syndrome (RDS)
2.6.1 RDS adalah masalah pernapasan yang disebabkan belum
siapnya paru-paru. Paru-paru pada bayi prematur dapat kekurangan substansi
cairan yang disebut surfaktan, yang memberikan paru-paru kualitas elastis
yang dibutuhkan untuk kemudahan bernapas. Tanpa surfaktan, paru-paru
cenderung akan kolaps, memaksa bayi kecil untuk bekerja keras untuk
bernapas.
Perawatan : Beberapa bayi akan membutuhkan ventilator, atau respirator,
untuk membantu pernapasan. Sekarang ini telah tersedia surfaktan pengganti
dan cukup efektif dalam mengatasi RDS. Beberapa bayi akan merespon
dengan baik jika menggunakan cara ini. Masalah paru-paru pada bayi
prematur biasanya dapat meningkat dari tujuh hari menjadi beberapa minggu.
b) Penyakit Paru-Paru Kronis / Bronchopulmonary Dysplasia (BPD)
2.6.2 Bayi yang memerlukan bantuan oksigen lebih dari satu bulan
dapat

dideskripsikan

mempunyai

penyakit

paru-paru

kronis

atau

bronchopulmonary dysplasia (BPD). Mereka akan membutuhkan oksigen dan


perawatan lain untuk beberapa minggu bahkan bulanan.Perawatan : Bayi
dengan BPD akan mempunyai paru-paru yang terus tumbuh dan matang,
meskipun beberapa bayi prematur lain tetap akan membutuhkan oksigen saat
kembali ke rumah mereka.
c) Respiratory Syncytial Virus (RSV)
2.6.3 RSV adalah penyebab utama penyakit sistem pernapasan bawah pada bayi
dan anak-anak. Di US, wabah RSV umumnya muncul di bulan oktober dan
Mei. Bayi-bayi yang menderita RSV dapat mengalami apnea (berhentinya
napas pada bayi sekitar 15 detik); bronchiolitis (infeksi saluran pernapasan
yang terdapat di paru-paru); atau masalah paru-paru yang berkepanjangan.
Bayi prematur dan bayi-bayi dengan BPD mempunyai resiko tertinggi untuk
terjadinya komplikasi dari infeksi RSV.Pencegahan dan perawatan : RSV
adalah penyakit menular. Dapat menyebar di dalam rumah sakit atau setelah
bayi pulang kerumah. Pastikan seluruh keluarga dan relasi anda yang
berkunjung tidak sedang flu atau infeksi lain. Pastikan juga untuk mencuci
tangan terlebih dahulu sebelum memegang bayi anda. Tidak ada perawatan
yang terbukti efektif untuk infeksi RSV. Untuk lebih jelasnya tanyakan kepada
dokter spesialis anak anda untuk rekomendasi perawatan yang dibutuhkan
untuk mencegah infeksi RSV jika bayi anda dalam resiko tinggi terjadinya
komplikasi.
d) Retinopathy Of Prematurity (ROP)
2.6.4 ROP adalah penyakit mata yang timbul ketika bagian mata, retina, tidak
tumbuh dengan sempurna.Perawatan : Beberapa kasus ROP adalah ringan dan
dapat ditangani tanpa perawatan lebih lanjut. Bagaimanapun juga, dalam
beberapa kasus ROP dapat mengakibatkan masalah penglihatan yang serius.
Beberapa kasus ROP berat ditangani dengan operasi. Spesialis anak anda akan
menjelaskan lebih lanjut perlakuan apa yang dibutuhkan.
e) Apnea dan Bradycardia
2.6.5 Pengertian : Apnea mengacu pada berhenti bernapasnya selama paling lama
15 detik. Hal ini biasa terjadi pada bayi di bulan-bulan pertamanya. Ketika
apnea

muncul,

detak

jantung

seringkali

turun,

disebut

sebagai

bradycardia.Perawatan : Jika bayi anda menderita apnea, dokter spesialis anak

anda akan memberikan obat resep untuk membantu mengatur pernapasan.


Detak jantung bayi anda dan pernapasannya akan diawasi melalui monitor.
Kebanyakan bayi prematur akan berkembang sebelum kembali ke rumah. Jika
bayi anda tidak berkembang, mungkin bisa diusahakan untuk dipinjami
monitor apnea untuk dirumah.
f) Jaundice atau Kuning
2.6.6 Jaundice arau kuning terjadi karena fungsi hati pada bayi belum sempurna
untuk menyaring substansi warna atau bilirubin dalam darah. Bayi baru lahir
umumnya memproduksi bilirubin lebih tinggi disbanding kemampuan fungsi
2.6.7

hatinya untuk meyaringnya.


Perawatan : beberapa kasus dapat ditangani efektif dengan cara menempatkan
bayi di bawah sinar. Selama perawatan, kebanyakan kulit bayi akan terpapar

sinar tersebut dan mata akan ditutup untuk melindungi dari sinarnya.
g) Anemia
2.6.8 Bayi prematur dapat membuat kondisi lain seperti anemia of prematurity (low
blood cell count). Hal ini terjadi karena usia sel darah merah pada bayi
prematur lebih seingkat sehingga lebih mudah terjadi pemecahan sel darah
merah.
h) Fungsi kekebalan tubuh rendah
2.6.9 Sistem imunitas dan kekebalan bayi prematur belum terbentuk sempurna
sehingga daya tahan tubuh terhadap infeksi sangat rentan. oleh karena itu bayi
prematur dapat lebih mudah terkena infeksi. Bila terkena infeksi biasanya
tidaklah ringan sehingga sering jatuh dalam keadaan sepsis atau infeksi
sistemik atau mengganggu ke seluruh tubuh. tidak seperti padffa manusia
dewasa atau ank besar bila terjadi infeksi hanya infeksi lokal seperti infeksi
tenggorokan sdaja atau infeksi saluran kencing aja. Pada prematur bila terkena
infeksi langsung menyerang seluruh tubuh dan sangat berat. ditandai dengan
keadaa klinis tangis dan gerak menurun, pucat, denyut jantung meningkat,
gangguan saluran cerna seperti kembung, muntah atau diare, demam dan hasil
darah tombositnya menurun dengan cepat.
i) Hiportemi
2.6.10 bayi prematur karena lapisan lemak di bawah kkulit sangat tippis maka mudah
sekali terjadi pengeluaran panas dari tubuhnya sehingga mengakibatkan

penurunan suhu tuuh, keadaan ini termasuk keadaan darurat yang harus segera
ditangani.
j) Perdarahan kepala
2.6.11 ketidakmatangan sistem saraf pusat dan pembuluh darah di otak
mengakibatkan peningkatan resiko perdarahan di otak bayi. Sehingga bayi
prematur harus dilakukan USG kepala secara ritin dalam periode tertentu.
2.6.12
2.6.13
k) Mur-murs
2.6.14 Heart murmurs adalah bunyi aliran darah yang melewati jantung. Dokter
spesialis anak dan petugas medis profesional lainnya yang menjaga bayi anda
akan selalu menginformasikan kondisi dan perkembangan bayi anda.
2.6.15
2.7 Komplikasi
2.7.1

2.7.1 Komplikasi Pada Bayi Premature

2.7.2

Sindrom aspirasi mekonium (menyebabkan kesulitan bernafas pada bayi)


Hipoglikemi simptomatik
Penyakit membrane hialind
Asfiksia neonaturume
Hiperbilirubinemia
2.7.2 Komplikasi Pada Bayi Postmatur

2.7.3

Hipovolemia
Asidosis
Sindrom gawat napas
Hipoglikemia
Hipofungsi adrenal
2.7.3 Komplikasi Pada Bayi Resiko Tinggi Ikterus Neonates

Ensefalopati hiperbilirubinemia (bisa terjadi kejang, malas minum, letargi

2.7.4

dan dapat berakibat pada gangguan pendengaran, palsi serebralis)


Retardasi mental - Kerusakan neurologis
Gangguan pendengaran dan penglihatan
Kematian
Kernikterus.
2.7.4 Komplikasi Pada Bayi Resiko Bayi Dari Ibu Diabetes
Makrosomia

2.7.5
Kematian Janin dalam rahim
2.7.6
Sindrom gawat napas
2.7.7
Malformasi kongenital
2.7.8
Abnormalitas metabolisme neonatus
2.7.9
Gangguan neurobehavioral
2.7.10
2.7.11
2.8 Patofisiologis
2.8.1
2.8.2

2.8.1 Patofisiologis pada bayi premature


Berdasarkan beberapa factor etiologi yang telah disebutkan, hal itu akan
menyebabkan gangguan sirkulasi utero plasenta. Akibatnya, akan terjadi
insufisiensi plasenta, yang menyebabkan suplai nutrisi dan oksigen ke janin
tidak adekuat. Hal ini lama-kelamaan akan menyebabkan gangguan
pertumbuhan intra uteri dan lahirlah bayi BBLR. Neonatus dengan imaturitas
pertumbuhan dan perkembangan atau bayi BBLR tidak dapat menghasilkan
kalori melalui peningkatan metabolisme. Hal ini disebabkan karena respon
menggigil bayi tidak ada atau kurang, sehingga tidak dapat menambah
aktivitas. Sumber utama kalori bila ada stress dingin atau suhu lingkungan
rendah adalah thermogenesis nonshiver. Sebagai respon terhadap rangsangan
dingin, tubuh bayi akan mengeluarkan norepinefrin yang menstimulus
metabolism lemak dari cadangan lemak coklat untuk menghasilkan kalori
yang kemudian dibawa oleh darah ke jaringan. Stress dingin dapat
menyebabkan hipoksia, metabolism asidosis dan hipoglikemia. Peningkatan
metabolism sebagai respon terhadap stress dingin akan meningkatkan
kebutuhan kalori dan oksigen. Bila oksigen yang tersedia tidak dapat
memenuhi kebutuhan, tekanajn oksigen berkurang (hipoksia) dan keadaan ini
akan menjadi lebih buruk karena volume paru menurun akibat berkurangnya
oksigen darah dan kelaianan paru (paru yang imatur). Keadaan ini dapat
sedikit tertolong oleh haemoglobin fetal (HbF) yang dapat mengikat oksigen

lebih banyak sehingga bayi dapat bertahan lebih lama pada kondisi tekanan
oksigen yang kurang.
2.8.3
2.8.4
2.8.5

2.8.2 Patofisiologis pada bayi postmatur


Permasalahan kehamilan lewat waktu (postmatur) adalah plasenta tidak
sanggup memberikan nutrisi dan pertukaran CO 2/O2 sehingga mempunyai
risiko asfiksia sampai kematian dalam rahim. Makin menurunnya sirkulasi
darah menuju sirkulasi plasenta dapat mengakibatkan

1.
2.
3.
4.
5.

Pertumbuhan janin makin lambat


terjadi perubahan metabolisme janin
Air ketuban berkurang dan makin kental
Sebagian janin bertambah berat, serhingga memerlukan tindakan persalinan
Berkurangnya nutrisi dan O2 ke janin yang menimbulkan asfiksia dan setiap

saat dapat meninggal di rahim.


6. Saat
persalinan
janin

lebih

mudah

mengalami

asfiksia.

(Menurut Manuaba dalam Buku Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan


KB Untuk Pendidikan Bidan, 1998)
2.8.6
2.8.7

Risiko kehamilan lewat waktu antara lain adalah gangguan

pertumbuhan janin, gawat janin, sampai kematian janin dalam rahim. Resiko
gawat janin dapat terjadi 3 x dari pada kehamilan aterm. Kulit janin akan
menjadi keriput, lemak di bawah kulit menipis bahkan sampai hilang, lamalama kulit janin dapat mengelupas dan mengering seperti kertas perkamen.
Rambut dan kuku memanjang dan cairan ketuban berkurang sampai habis.
Akibat kekurangan oksigen akan terjadi gawat janin yang menyebabkan janin
buang air besar dalam rahim yang akan mewarnai cairan ketuban menjadi
hijau pekat. Pada saat janin lahir dapat terjadi aspirasi (cairan terisap ke
dalam saluran napas) air ketuban yang dapat menimbulkan kumpulan gejala
MAS (meconeum aspiration syndrome). Keadaan ini dapat menyebabkan
kematian janin. Komplikasi yang dapat mungkin terjadi pada bayi ialah suhu
2.8.8

yang tidak stabil, hipoglikemia, polisitemia, dan kelainan neurologic.


Kehamilan lewat bulan dapat juga menyebabkan resiko pada ibu, antara lain
distosia karena aksi uterus tidak terkoordinir, janin besar, dan moulding

(moulage) kepala kurang. Sehingga sering dijumpai partus lama, kesalahan


letak, inersia uteri, distosia bahu, dan perdarahan postpartum.
2.8.9
2.8.10
2.8.11
2.8.12 2.8.3 Patofisiologis pada bayi resiko tinggi ikterus neonates
2.8.13 Kurang lebih 80 - 85 % bilirubin berasal dari penghancuran eritrosit tua.
Sisanya 15 - 20 % bilirubin berasal dari penghancuran eritrosit muda karena
proses eritropoesis yang inefektif di sumsum tulang, hasil metabolisme proein
yang mengandung heme lain seperti sitokrom P-450 hepatik, katalase,
peroksidase, mioglobin otot dan enzim yang mengandung heme dengan
distribusi luas.
2.8.14 Gangguan metabolisme bilirubin dapat terjadi lewat salah satu dari keempat
mekanisme ini :
Over produksi
2.8.15 Peningkatan jumlah hemoglobin yang dilepas dari sel darah merah yang sudah
tua atau yang mengalami hemolisis akan meningkatkan produksi bilirubin..
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban
bilirubin pada sel hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila
terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur
eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya
peningkatan

sirkulasi

enterohepatik.

Penghancuran

eritrosit

yang

menimbulkan hiperbilirubinemia paling sering akibat hemolisis intravaskular


(kelainan autoimun, mikroangiopati atau hemoglobinopati) atau akibat
resorbsi hematom yang besar.
2.8.16 Beberapa penyebab ikterus hemolitik : Hemoglobin abnormal (cickle sel
anemia

hemoglobin), Kelainan eritrosit (sferositosis heriditer), Antibodi

serum (Rh. Inkompatibilitas transfusi), Obat-obatan


Penurunan ambilan hepatik
2.8.17 Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi dilakukan dengan memisahkannya
dari albumin dan berikatan dengan protein penerima. Beberapa obat-obatan

seperti asam flavaspidat, novobiosin dapat mempengaruhi uptake ini. .


D a l a m h e p a r t e r j a d i mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat
dengan oleh reseptor membran sel hati dan masuk k e d a l a m s e l h a t i .
Segera setelah ada dalam sel hati, terjadi persenyawaan
d e n g a n l i g a n d i n ( protein-Y), protein-Z, dan glutation hati lain yang
membawanya ke reticulum endoplasma hati,tempat terjadinya proses
konjugasi. Proses ini timbul berkat adanya enzim glukoronil transferaseyang
kemudian menghasilkan bentuk bilirubin direk. Jenis bilirubin ini larut dalam
air dan padakadar tertentu dapat diekskresikan melalui ginjal. Sebagian besar
bilirubin yang terkonjugasi inid i e k s k e s i m e l a l u i d u k t u s h e p a t i k u s
ke

dalam

saluran

pencernaan

dan

selanjutnya

m e n j a d i urobilinogen dan keluar dari tinja sebagai sterkobilin. Gangguan


ambilan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin
tubuh.Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein-Y berkurang atau pada
keadaan protein-Y dan protein-Z terikat oleh anion lain, misalkan pada
bayi dengan asidosis atau keadaan anoksia/hipoksia. Keadaan lain
yang dapat memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila
ditemukan.
2.8.18 Gangguan ambilan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan
kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y berkurang
atau pada keadaan proten Y dan protein Z terikat oleh anion lain, misalnya
pada bayi dengan asidosis atau dengan anoksia/hipoksia. Keadaan lain yang
memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan
gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukoranil transferase) atau bayi
yang menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau
sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatik.
Penurunan konjugasi hepatik
2.8.19 Terjadi gangguan konjugasi bilirubin sehingga terjadi peningkatan bilirubin
tak terkonjugasi. Hal ini disebabkan karena defisiensi enzim glukoronil
transferase. Terjadi pada : Sindroma Gilberth, Sindroma Crigler Najjar I,
Sindroma Crigler Najjar II . Konjugasi dan transfer bilirubin berlangsung

normal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan sel


hati. Akibatnya bilirubin tak terkonjugasi meningkat dalam darah. Karena
bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air maka tidak dapat diekskresikan
ke dalam urine dan tidak terjadi bilirubinuria. Tetapi pembentukkan
urobilinogen meningkat yang mengakibatkan peningkatan ekskresi dalam
urine feces (warna gelap).
Penurunan eksresi bilirubin ke dalam empedu (akibat disfungsi intrahepatik
atau obstruksi mekanik ekstrahepatik).
2.8.20 Gangguan ekskresi bilirubin dapat disebabkan oleh kelainan intrahepatik dan
ekstrahepatik, tergantung ekskresi bilirubin terkonjugasi oleh hepatosit akan
menimbulkan masuknya kembali bilirubin ke dalam sirkulasi sistemik
sehingga timbul hiperbilirubinemia. Kelainan hepatoseluler dapat berkaitan
dengan : reaksi obat, hepatitis alkoholik serta perlemakan hati oleh alkohol.
ikterus pada trimester terakhir kehamilan hepatitis virus, sindroma Dubin
Johnson dan Rotor, Ikterus pasca bedah.
2.8.21 Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia
terkonjugasi yang disertai bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik
dapat total maupun parsial. Obstruksi total dapat disertai tinja yang alkoholik.
Penyebab tersering obstruksi bilier ekstrahepatik adalah : sumbatan batu
empedu pada ujung bawah ductus koledokus, karsinoma kaput pancreas,
karsinoma ampula vateri, striktura pasca peradangan atau operasi.
2.8.22 Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan
tubuh. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat
sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan
terjadinya efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus
sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kernikterus atau
ensefalopati biliaris. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada susunan
saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih
dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata
tidak hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula
pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar
daerah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas, berat lahir rendah,

hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia, dan kelainan susunan saraf pusat yang


terjadi karena trauma atau infeksi.
2.8.23
2.8.24 2.8.4 Patofisiologis pada bayi dari ibu diabetes
2.8.25 Pada DMG, selain perubahan-perubahan fisiologi tersebut, akan terjadi suatu
keadaan di mana jumlah/fungsi insulin menjadi tidak optimal. Terjadi
perubahan kinetika insulin dan resistensi terhadap efek insulin. Akibatnya,
komposisi sumber energi dalam plasma ibu bertambah (kadar gula darah
tinggi, kadar insulin tetap tinggi).
2.8.26 Melalui difusi terfasilitasi dalam membran plasenta, dimana sirkulasi janin
juga ikut terjadi komposisi sumber energi abnormal. (menyebabkan
kemungkinan

terjadi

berbagai

komplikasi).

Selain

itu

terjadi

juga

hiperinsulinemia sehingga janin juga mengalami gangguan metabolik


(hipoglikemia, hipomagnesemia, hipokalsemia, hiperbilirubinemia, dan
sebagainya.
2.8.27 Diabetes pada ibu hamil dapat menyebabkan berbagai gangguan pada bayi
yang dilahirkannya. Gangguan tersebut antara lain :
Hipoglikemia.
2.8.28 Ibu diabetes akan mengalami hiperglikemia. Hiper glikemia ibu ini juga
menyebabkan hiperglikemia pada janin (difusi lelalui plasenta). Bila glukosa dapat
berdifusi melalui plasenta, sebaliknya insulin ibu tidak dapat ditransfer kejanin. Hal
ini menybabkan pangkreas janin terangsang untuk memproduksi insulin sendiri.
Hasilnya adalah hiperinsulinemia pada janin. Segera setelah lahir terjadi pemutusan
aliran darah ibu kejanin, akibatnya suplai glukosa dari ibu juga terhenti. Namun,
insulin masih tetap diproduksi oleh pancreas bayi sebagai adaptasi terhadap kondisi
hiperglikemia sebelumnya. Hal ini yang menyebabkan hipoglikemia pada bayi yang
baru lahir.
Makrosomia.
2.8.29 Bayi dari ibu diabetes cenderung lebih besar dan montok daripada bayi yang
lahir normal. Mekanisme yang menyebabkan janin ini tumbuh berlebih belum

diketahui dengan pasti. Akan tetapi, dari beberapa penelitian didapatkan ada kolerasi
positif antara tingkat makrosomia janin pada ibu yang tidak mengalami konflikasi
penyakit

vaskuler. Hal

tersebut

dimungkinkan

karena

hiperglikemia

dan

hiperinsulinemia pada janin secara bersama-sama dapat menyebabkan peningkatan


sintesis glikogen, lipogenesis dan sintesis protein dalam tubuh janin.sebagai hasil
akhirnya, janin tumbuh subur/pesat pada semua tingkat usia kehamilan yang disebut
large for gestational age (LGA).
Respiratory distress syindrome (RDS).
2.8.30 Bayi dari ibu diabetes mempunyai risiko tinggi mengalami RDS. Hal ini
berkaitan

dengan

Hiperinsulinemia

imaturitas
menghambat

paru

sebagai

produksi

akibat

surfaktan

hiperinsulinemia
karena

janin.

hiperinsulinemia

empengaruhi perbandingan lesitin dengan spingomielin yang merupakan unsur


utama pembentukan surfaktan.
Anomaly congenital.
2.8.31 Bayi dari ibu diabetes mempunyai risiko tiga kali lebih besar untuk
mengalami cacat bawaan. Satu penelitian mengindikasi bahwa kadar glikosilat
hemoglobin yang lebih tinggi pada pasien non-gestasional diabetes yang
berhubungan dengan adanya cacat bawaan yang umum seperti hidrosefalus. Kadar
gula darah yang meningkat selama trimester pertama dihubungkan dengan
banyaknya kelainan malformasi fetal, seperti kelainan jantung bawaan.
Hiperbilirubinemia.
2.8.32 Hiperbilirubinemia ini bisa terjadi dihubungkan dengan makrosomia, trauma
kelahiran dan pendarah akibat trauma kelahiran dan prematuritas (fungsi hepar
imatur).
Hipokalsemia.

2.8.33 Hipokalsemia ini akibat ktidak normalan pada kadar kalsium ibu yang
disalurkan pada janin. Kadar kalsium dalam darah ibu yang tinggi selama kehamilan
(diabetes) direspon oleh janin berupa hipoparatiroid yang kemudian menyebabkan
hipo kalsemia.
Trauma lahir.
2.8.34 Hal ini terjadi akibat tubuh bayi dari ibu diabetes yang melebihi ukuran
normal sehingga sering terjadi penyulit pada proses persalinan.
2.8.35

2.8.36 2.9. WOC


2.8.37

Factor Ibu

Diabetes
Gestasional

Factor Janin

Kondisi
rahim

Kondisi
kandungan
sangat
beresiko

Rahim tidak
mampu
melindungi dan
memenuhi
nutrisi janin

Kehamilan
tidak dapat
di pertahan

Kondisi
janin lemah

Terjadi
persalinan
sebelum
waktunya

Kelainan
kongential
janin

Infeksi
dalam rahim

Usia < 20

Respon
imunologik
spesifik

Sirkulasi
utero
plasenta

Aktifasi sel
limfosit B dan
Limfosit T

Suplai nutrisi
dan O2 ke janin
tidak adekuat

MK :
Nyeri

Kontraksi
pada janin

Gangguan
pertumbuhan intra
uteri pada janin

Prematur
Kardiovaskuler

Ginjal

Penurunan
tekanan darah

Kerusakan
ginjal

Penurunan
darah ke
kapiler

Ginjal tidak
adekuat
mensekresi

hipovolemik

Penurunan
kemampuan
mengeluarakan
urin menurun

MK : Syok

Kemampuan
mempertahankan
cairan / elektrolit
MK : Defisit
Volume cairan

Isufisiensi
plasenta

Pernapasan

Integument

Penurunan
jumlah alveoli
fungsional

Penyekatan
lemah subkutan
yang minimal

Defesiensi
kadar
surfaktan

Reflek pada
kapiler kulit
menurun

Jalan napas
mengalami kolaps
dan mengalami
obstruksi
Kerusakan kapiler
kapiler dalam
paru-paru

MK : Kerusakan
pertukaran gas

BBLR
Tekanan O2
menurun
Apoksia
Sianosis /
pucat

Rentan
kerusakan
pengaturan
suhu
Bayi tidak dapat
menghasilkan
panas sendiri

MK : Hipotermi

MK : Intoleransi
aktivitas

2.8.38 2.10. Penatalaksanaan


2.8.39 2.10.1 Penatalaksanaan pada bayi premature
2.8.40 Perawatan bayi premature sangat rumit dan kompleks karena besarnya resiko
yang bisa terjadi dalam awal kehidupannya. Sehingga perawatannya
memerlukan pengalaman, ketrampilan, pengetahuan dan kesabaran yang
cukup tinggi, dan sering memerlukan perawatan tim dari beberapa disiplin
ilmu spesialis anak. Selain itu untuk sarana perawatan dibutuhkan sarana dan
prasarana medis yang lengkap dan tehnologi canggih.
2.8.41 Untuk itu bayi Prematur harus dirawat diruangan khusus yang disebut NICU
(Neonatal Intensive Care Unit). Hanya sebagian kecil Rumah Sakit di Jakarta
dan kota besar lain di Indonesia yang mempunyai sarana tersebut, termasuk
salah satunya adalah Rumah Sakit Bunda Jakarta.
a) Inkubator
2.8.42 Bayi prematur sangat beresiko terjadi hipotermi atau suhu tubuh yang rendah
sehingga memerlukan lingkungan udara yang hangat. Kondisi demikian
memerlukan bantuan alat incubator. Inkubator adalah suatu tempat kaca yang
dipakai bayi prematur untuk menjaga suhu lingkungan dan mengurangi
kontak dengan orang dan lingkungan luar yang berpotensi menularkan
penyakit.
b) Pemberian alat bantu napas (ventilator mekanik)
2.8.43 Alat bantu napas diperlukan bayi prematur bila dalam keadaan sesak berat
karena paru-paru belum berkembang sempurna atau karena henti napas.
c) Pemberian obat kematangan paru
2.8.44 Pada keadaan paru-paru yang belum berkembang dalam keadaan parah maka
seringkali diperlukan pemberian surfaktan atau obat untuk mematangkan paru
yang disemprotkan ke dalam paru-paru melalui suatu alat. Namun sayangnya
obat ini cukup mahal berkisar sampai 4-5 jutaan.
d) Pemberian cairan dan minum
2.8.45 Pemberian minum pada bayi dilakukan bila kemampuan saluran cerna bayi
sudah memungkinkan. Bila tidak memungkinkan maka cairan dan nutrisi
harus dimasukkan melalui infus. Pemberian minum pada bayi premature
dinaikkan secara bertahap dan harus cermat diamati perkembangannya. Bila
keadaan pencernaan bayi belum optimal awalnya pemberian minum dilakukan
melalui continous drip. Atau memberi minum melalui selang yang

dimasukan mulut dengan menggunakan alat pompa tekan yang dapat diatur
kecepatan minum secara minimal dan teratur. Pada lebih usia kehamilan 32
minggu biasanya reflek menghisap bayi sudah mulai timbul. Sehingga sangat
baik bila dapat diberikan asi secara langsung.
e) Pemantuan ketat pertumbuhan dan perkembangan bayi
2.8.46 Setiap saat dalam periode tertentu bayi harus diamati secara cermat dan teliti
tentang suhu badan, denyut jantung, saturasi oksigen (kemampuan paru-paru),
pertumbuhan berat badan dan lingkar kepala. Pada bayi prematur tertentu
kondisi otaknya harus diperiksa secara cermat dengan memakai ultrasonografi
(usg kepala).
f) Kebutuhan psikososial
2.8.47 Hubungan emosional bayi dan ibu sudah terjadi sejak dalam kandungan.
Hubungan ini jangan terlalu lama dipisahkan, sehingga elusan, pijatan halus
dan belaian dari orangtua sangat diperlukan bayi premature untuk mencapai
tumbuh kembang yang optimal.
g) Terapi musik
2.8.48 Di nicu rumah sakit bunda jakarta, selain terapi konvensional juga dilakukan
terapi musik. Terapi musik tersebut berupa pemberian musik klasik dalam
waktu tertentu selama perawatan. Banyak penelitian mengungkapkan bahwa
dengan pemberian terapi musik klasik tertentu pada bayi prematur ternyata
dapat mengurangi lama perawatan dan biaya perawatan di rumah sakit.
2.8.49
2.8.50

2.8.51 2.10.2 Penatalaksanaan pada bayi postmatur


2.8.52 Yang paling penting dalam menangani kehamilan lewat waktu ialah
menentukan keadaan janin, karena setiap keterlambatan akan menimbulkan
resiko kegawatan. Penentuan keadaan janin dapat dilakukan :
1. Tes tanpa tekanan (non stress test). Bila memperoleh hasil non reaktif maka
dilanjutkan dengan tes tekanan oksitosin. Bila diperoleh hasil reaktif maka
nilai spesifisitas 98,8% menunjukkan kemungkinan besar janin baik. Bila
ditemukan hasil tes tekanan yang positif, meskipun sensitifitas relatif rendah
tetapi telah dibuktikan berhubungan dengan keadaan postmatur.
2. Gerakan janin. Gerakan janin dapat ditentukan secara subjektif (normal ratarata 7x / 20 menit) atau secara objektif dengan tokografi (normal rata-rata
10x / 20 menit), dapat juga ditentukan dengan USG. Penilaian banyaknya air
ketuban secara kualitatif dengan USG (normal >1 cm/ bidang) memberikan
gambaran banyaknya air ketuban, bila ternyata oligohidramnion maka
kemungkinan telah terjadi kehamilan lewat waktu.
3. Amnioskopi. Bila ditemukan air ketuban yang banyak dan jernih mungkin
keadaan janin masih baik. Sebaliknya air ketuban sedikit dan mengandung
mekonium akan mengalami resiko 33% asfiksia
2.8.53
2.8.54 Prinsip dari tata laksana kehamilan lewat waktu ialah merencanakan
pengakhiran kehamilan. Cara pengakhiran kehamilan tergantung dari hasil
pemeriksaan kesejahteraan janin dan penilaian skor pelvik ( pelvic score =
PS ). Ada beberapa cara untuk pengakhiran kehamilan, antara lain:
Induksi partus dengan pemasangan balon kateter Foley
Induksi dengan oksitosin.
Bedah seksio sesaria.
2.8.55
2.8.56 Dalam mengakhiri kehamilan dengan induksi oksitosin, pasien harus
memenuhi beberapa syarat, antara lain kehamilan aterm, ada kemunduran his,
ukuran panggul normal, tidak ada disproporsi sefalopelvik, janin presentasi
kepala, serviks sudah matang (porsio teraba lunak, mulai mendatar, dan mulai
membuka). Selain itu, pengukuran pelvik juga harus dilakukan sebelumnya.
1. Bila nilai pelvis >8, maka induksi persalinan kemungkinan besar akan
berhasil.

2. Bila PS >5, dapat dilakukan drip oksitosin.


3. Bila PS <5, dapat dilakukan pematangan servik terlebih dahulu, kemudian
lakukan pengukuran PS lagi.
2.8.57
2.8.58 Tatalaksana yang biasa dilakukan adalah induksi dengan oksitosin 5 IU.
Sebelum dilakukan induksi, pasien dinilai terlebih dahulu kesejahteraan
janinnya dengan alat KTG, serta diukur skor pelvisnya. Jika keadaan janin
baik dan skor pelvis >5, maka induksi persalinan dapat dilakukan. Induksi
persalinan dilakukan dengan oksitosin 5 IU dalam infus Dextrose 5%. Tetesan
infus dimulai dengan 8 tetes/menit, lalu dinaikkan tiap 30 menit sebanyak 4
tetes/menit hingga timbul his yang adekuat. Selama pemberian infus,
kesejahteraan janin tetap diperhatikan karena dikhawatirkan dapat timbul
gawat janin. Setelah timbul his adekuat, tetesan infus dipertahankan hingga
persalinan. Namun, jika infus pertama habis dan his adekuat belum muncul,
dapat diberikan infus drip oksitosin 5 IU ulangan. Jika his adekuat yang
diharapkan tidak muncul, dapat dipertimbangkan terminasi dengan seksio
sesaria.
2.8.59 Penanganan postmatur menurut saifuddin, 2006 yaitu pengelolaan kehamilan
posterm diawali dengan umur kehamilan 41 minggu, karena meningkatnya
pengaruh buruk pada keadaan perinatal setelah umur kehamilan 40 minggu
dan meningkatnya insidensi janin besar. Bila kehamilan >40 minggu, ibu
hamil dianjurkan menghitung gerak janin selama 24 jam (tidak boleh < 10
kali) atau menghitung jumlah gerakan janin persatuan waktu dan
dibandingkan (mengalami penurunan atau tidak). Pengelolaan persalinan pada
penanganan postmature yaitu sebagai berikut
1. Bila sudah dipastikan umur kehamilan 41 minggu, pengelolaan tergantung
dari derajad
2.8.60 kematangan servik.
2. Bila servik matang
Dilakukan induksi persalinan bila tidak ada janin besar, jika janin >4000
gram, dilakukan secsio cesarea.

Pemantauan intra partum dengan mempergunakan KTG


(kardiotokografi) dan dokter spesialis anak apalagi jika ditemukan

mekonium mutlak.
3. Bila servik belum matang perlu menilai keadaan janin lebih lanjut apabila
kehamilan tidak diakhiri.
NST dan penilaian volume kantong amnion. Bila keduanya normal,
kehamilan dibiarkan berlanjut dan penilaian janin dilanjutkan seminggu

dua kali.
Bila ditemukan oligohidramnion (< 2 cm pada kantong yang vertikan atau
indeks cairan amnion < 5) atau dijumpai deselerasi variable pada NST,

maka dilakukan induksi persalinan.


Bila volume cairan amnion normal dan NST tidak reaktif, tes dengan
kontraksi (CST) harus dilakukan. Hasil CST positif, janin perlu
dilahirkan, sedangkan bila CST negative kehamilan dibiarkan

berlangsung dan penilaian janin dilakukan lagi 3 hari kemudian.


Keadaan servik (sekor bishop) harus dinilai ulang setiap kunjungan
pasien, dan kehamilan yharus diakhiri bila servik matang.

2.8.61
2.8.62 Kehamilan > 42 minggu diupayakan diakhiri. Pasien dengan kehamilan
lewat waktu dengan komplikasi diabetes mellitus, pre-eklamsi, PJB (penyakit
jantung bawaan), kehamilannya harus diakhiri tanpa memandang keadaan
servik. Tentu saja kehamilan dengan resiko ini tidak boleh dibiarkan melewati
kehamilan lewat waktu. Pengelolaan intrapartum pada pasien dapat dilakukan
sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.

Pasien tidur miring sebelah kiri


Pergunakan pemantauan elektronik jantung janin.
Beri oksigen bila ditemukan keadaan jantung yang abnormal
Perhatikan jalannya persalinan
Segera setelah lahir, bayi harus segera diperiksa terhadap kemungkinan
hipoglikemi,hipofolemi, hipotermi dan polisitemi.

2.8.63
2.8.64 Apabila ditemukan cairan ketuban yang terwarnai mekonium harus segera
dilakukan resusitasi sebagai berikut :

1. Penghisapan nasofaring dan orofaring posterior secara agresif sebelum janin


lahir.
2. Bila mekonium tampak pada pita suara, pemberian ventilasi dengan tekanan
positifditangguhkan sampai trachea telah diintubasi dan penghisapan yang
cukup.
3. Inkubasi trachea harus dilakukan rutin bila ditemukan mekonium yang tebal
2.8.65
2.8.66 2.10.3 Penatalaksanaan pada bayi resiko ikterus neonates
2.8.67 a) Tindakan umum
2.8.68 Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil. Mencegah
truma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat
menimbulkan ikhterus, infeksi dan dehidrasi. Pemberian makanan dini dengan
jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan kebutuhan bayi baru lahir,
Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
2.8.69 b) Tindakan khusus
Fototerapi
Dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbilirubin patologis dan berfungsi
untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urine dengan
oksidasi foto.
Pemberian fenobarbital
Mempercepat konjugasi dan mempermudah ekskresi. Namun pemberian ini
tidak efektif karena dapat menyebabkan gangguan metabolic dan pernafasan
baik pada ibu dan bayi.
Pemberi substrat yang kurang untuk transportasi/ konjugasi
Misalnya pemberian albumin karena akan mempercepat keluarnya bilirubin
dari ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin lebih mudah dikeluarkan
dengan transfuse tukar.
Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi
Untuk mencegah efek cahaya berlebihan dari sinar yang ditimbulkan dan
dikhawatirkan akan merusak retina. Terapi ini juga digunakan untuk

menurunkan kadar bilirubin serum pada neonatus dengan hiperbilirubin jinak


hingga moderat.
Terapi transfuse
Digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin yang tinggi.
Terapi obat-obatan
Misalnya obat phenorbarbital/luminal untuk meningkatkan bilirubin di sel hati
yang menyebabkan sifat indirect menjadi direct, selain itu juga berguna untuk
mengurangi timbulnya bilirubin dan mengangkut bilirubin bebas ke organ
hari.
Menyusui bayi dengan ASI
Terapi sinar matahari
Tindak lanjut
2.8.70 c) Tindak lanjut
2.8.71 Terhadap semua bayi yang menderita hiperbilirubin dengan evaluasi berkala
terhadap pertumbuhan, perkembangan dan pendengaran serta fisioterapi
dengan rehabilitasi terhadap gejala sisa.
2.8.72 2.10.4 Penatalaksanaan pada bayi resiko bayi dari ibu diabetes
2.8.73 Setelah lahir, semua bayi yang lahir dari ibu dibetes harus mendapat
pengamatan dan perawatan intensif. Adapun penatalaksanaan umum yang
dilakukan adalah:
Periksa adar gula darah bayi segera setelah lahir. Selanjutnya, control setiap jam
sampai kadar gula darah normal dan stabil.
Jika kondisi bayi baik, berikan minuman setelah 2-3 jam kelahiran. Jika bayi
sulit mengisap, beri makanan melalui intravena.
Mengatasi hipoglikemia dengan cara member infuse glukosa 10% , injeksi bolus
glukosa kadar tinggi harus dihindarkan karena dapat menyebabkan hiper
insulinemia.

2.8.74 2.11. Pemeriksaan penunjang


2.8.75 2.11.1. Bayi baru lahir resiko tinggi premature

X-ray pada dada dan organ lain untuk menentukan adanya abnormalitas
Ultrasonografi untuk mendeteksi kelainan organ
Stick glukosa untuk menentukan penurunan kadar glukosa
Kadar kalsium serum, penurunan kadar berarti terjadi hipokalsemia
Kadar bilirubin untuk mengidentifikasi peningkatan (karena pada prematur

lebih peka terhadap hiperbilirubinemia)


Kadar elektrolit, analisa gas darah, golongan darah, kultur darah, urinalisis,
analisis feses dan lain sebagainya.

2.8.76 2.11.2. Post matur

USG : untuk mengetahui usia kehamilan, derajat maturitas plasenta, ukuran

diameter biparietal, gerkan janin dan jumlah air ketuban.


Kardiotokografi : untuk menilai ada atau tidaknya gawat janin. mengawasi

dan membaca denyut jantung janin, karena insufiensi plasenta.


Amniocentesis : pemeriksaan sitologi air ketuban.
Amnioskopi : melihat kekeruhan air ketuban. menurut warnanya karena

dikeruhi mekonium.
Uji Oksitisin (steres test) : untuk menilai reaksi janin terhadap kontraksi

uterus.
Pemeriksaan kadar estriol dalam urine.
Pemeriksaan sitologi vagina.

2.8.77 2.11. 3. Ikterus neonatus


Tes Coomb pada tali pusat bayi baru lahir: Hasil positif tes Coomb
indirek menandakan adanya antibody Rh-positif, anti-A, atau anti-B
dalam darah ibu. Hasil positif dari tes Coomb direk menandakan adanya
sensititas (Rh-positif, anti-A, anti-B) SDM dari neonates.
Golongan darah bayi dan ibu: Mengidentifikasi inkompatibilitas ABO.
Bilirubin total: Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1.01.5 mg/dl, yang mungkin dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek
(tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi peningkatan 5 mg/dl dalam 24
jam, atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 15
mg/dl pada bayi praterm (tergantung pada berat badan).

Protein serum total: Kadar kurang dari 3.0 mg/dl menan dakan
penurunan kapasitas ikatan, terutama pada bayi praterm.
Hitung darah lengkap: Hemoglobin (Hb) mungkin rendah (kurang dari
14 g/dl) karena hemolisis. Hematokrit (Ht) mungkin meningkat (lebih
besar dari 65%) pada polisitemia, penurunan (kurang dari 45%) dengan
hemolisis dan anemia berlebihan.
Glukosa: Kadar Dextrostix mungkin kurang dari 45% glukosa darah
lengkap kurang dari 30 mg/dl, atau tes glukosaserum kurang dari 40
mg/dl bila bayi baru lahir hepoglikemi dan mulai menggunakan
simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.
Daya ikat karbon dioksida: Penurunan kadar menunjukkan hemolisis.
Meter ikterik transkutan: Mengidentifikasi bayi yang memerlukan
penentuan bilirubin serum.
Jumlah retikulosit: peningkatan retikulosit menandakan peningkatan
produksi SDM dalam respon terhadap hemolisis yang berkenaan dengan
penyakit RH.
Smear darah perifer: dapat menunjukkan SDM abnormal atau imatur,
eritroblastosis pada penyakit Rh, atau sferositis pada inkompabilitas
ABO.
Tes Betke-Kleihauer: Evaluasi smear darah meternal terhadap eritrosit
janin.
2.8.78

Uji Laboratorium

2.8.79

2.8.81

Bilirubin total
: 11 mg/dl
Bilirubin direct : 0,8 mg/dl
Hb
: 16,8 mg%
Ht
: 47%
Leukosit
: 15.000 mg/dl
Trombosit
: 250.000 mm
2.8.80
2.12 Pemeriksaan laboratorium
2.8.82

Kadar bilirubin, golongan darah (ABO dan Rhesus) ibu dan

anak, darah rutin, hapusan darah, Coomb tes, kadar enzim G6PD (pada
riwayat keluarga dengan defisiensi enzim G6PD).

Pemeriksaan bilirubin serum


2.8.83 Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih
6mg/dl antara 2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl
tidak

fisiologis.

Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl


antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl
tidak fisiologis.
Pemeriksaan radiology
2.8.84 Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau
peningkatan diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati
atau hepatoma
Ultrasonografi
2.8.85 Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic
dengan ekstra hepatic.
Biopsy hati
2.8.86 Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus
yang sukar seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan
intra hepatic selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis,
serosis hati, hepatoma.
Peritoneoskopi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto
dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada
penderita penyakit ini.
Laparatomi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto
dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada
penderita penyakit ini.
2.8.87
2.8.88 B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
2.8.89 2.2.1. Pengkajian
2.8.90 1) Identitas Klien
2.8.91 Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
suku, bangsa, tangal,jam MRS,nomor registrasi,dan diagnose medis,
penanggung jawab.

2.8.92 2) Keluhan Utama


2.8.93 Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalahketuban pecah din. Timbul keluhan Nyeri panggul mungkin beberapa
jam kemudian setelah nyeri atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa
waktu lalu. Sifat keluhan Nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau
timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai Biasanya klien
mengeluh rasa ingin BAB.
2.8.94 3) Riwayat Kesehatan Sekarang
2.8.95 Pada sebagian besar penderita menimbulkan gejala nyeri panggul sering sekali
disertai dengan pusing.
2.8.96 4) Riwayat kesehatan dahulu
2.8.97 Apakah ada riwayat persalinan premature pada ibu
2.8.98 5) Riwayat kesehatan keluarga
2.8.99 Biasanya ada riwayat keluarga yang mengidap penyakit keturunan atau bayi
kembar
2.8.100

6) Data dasar pengkajian pasien

2.8.101
2.8.102

Sirkulasi

2.8.103

Nadi apikal mungkin cepat / tidak teratur dalam batas normal (120
sampai 160 dpm) murmur jantung yang dapat menandakan duktus arteriosus
paten (PDA)

Makanan / Cairan

2.8.104

Berat badan kurang dari 2500 g

Neurosensori

2.8.105

Tubuh panjang, kurus, lemas dengan perut agak gendut. Ukuran kepala
besar dalam hubungan dengan tubuh : sutura mungkin mudah di gerakan,
fontanel mungkin besar / terbuka lebar.Umumnya terjadi edema pada kelopak
mata, mata mungkin merapat. Reflek tergantung pada usia gestasi

Pernafasan

2.8.106

Apgar score mungkin rendah. Pernafasan dangkal, tidak teratur,


pernafasan diafragmatik intermiten (40-60 x/mnt) mengorok, pernafasan
cuping hidung, retraksi suprasternal subternal, sianosis ada. Adanya bunyi
ampelas pada auskultasi, menandakan sindrom distres pernafasan (RDS)

Keamanan

2.8.107

Suhu berfluktuasi dengan mudah. Menangis mungkin lemah. Wajah


mungkin memar, mungkin kaput suksedaneum. Kulit transparan. Lanugo
terdistribusi secara luas diseluruh tubuh

Ekstremitas tampak edema


Garis telapak kaki terlihat
Kuku pendek
2.8.108

Seksualitas

2.8.109
Persalinan / kelahiran tergesa-gesa
2.8.110Genetalia ; Labia minora lebih besar dari labia mayora dengan kritoris
menonjol testis pria tidak turun, rugae mungkin banyak / tidak ada pada
skrotum

Data Penunjang :
Pengobatan :

2.8.111Cettrazidine 2 x 75 mg
2.8.112Aminophylin 2 x 0,15 /IV
2.8.113Mikasin 2 x 10 mg
2.8.114Aminosteril 15 cc
Perhatian Khusus:
O2
2.8.115
2.8.116Observasi TTV
Laboratorium:
2.8.117 Ht : 46 vol %
2.8.118Hb : 15,7 gr/dl
2.8.119Leukosit : 11 900 ul
2.8.120
Clorida darah : 112 mEq
2.8.121
Natrium darah : 140
2.8.122
Kalium : 4,1
2.8.123
GDS : 63
2.8.124
2.8.125
2.8.126
2.8.127
2.8.128
2.8.129
2.8.130
2.8.131

2.2.2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul

1. Deficit volume cairan berhubungan dengan penurunan kemampuan mempertahankan


cairan elektrolit

2. Kerusakkan pertukaran gas berhubungan dengan kehilangan surfaktan


menyebabkan kolaps alveolar
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan antara suplai dengan kebutuhan
oksigen
4. Hipotermi berhubungan dengan reflex pada kapiler kulit menurun
5. Syok hipovolemik berhubungan dengan penurunan pengisian darah ke kapiler
6. Nyeri berhubungan dengan kontraksi pada uterus.
2.8.132

2.8.133

2.2.3 NCP

2.8.134
2.8.135
No

2.8.136

Diagnosa

Tuj 2.8.137
uan

Cri 2.8.138
teria Hasil

Inter 2.8.139

Ra

vensi

keper
awata
n
2.8.140
2.9 Deficit
volume
1.
cairan
berhubu
ngan
dengan
penurun
an
kemamp
uan
mempert
ahankan
cairan
elektroli
t

2.9.1

Setelah

Dapat

dilakukan

mempertahank

tindakan

an hidrasi

keperawat

adekuat

an 2x24

dibuktikan

jam

oleh tanda

diharapka

vital stabil,

n cairan

nadi perifer

elektrolit

teraba,

dapat

pengisian

terpenuhi

kapiler baik,

kembali

dan membrane

2.9.2 Mandiri :
2.9.10
Awasi keluaran Dieresis cepat

mukosa
lembab

dengan hati-

menyebabkan

hati, tiap jam

kekurangan vo

bila

total cairan kar

diindikasikan.

ketidakcukupa

Perhatikan

jumlah natrium

keluaran 100-

diabsorbsi dala

200 ml/jam
Dorong

tubulus ginjal
Pasien dibatasi

peningkatan

pemasukan ora

pemasukan oral

dalam upaya

berdasarkan

mengontrol ge

kebutuhan

urinaria, home

individu
2.9.3
2.9.4
2.9.5
2.9.6
Awasi TD, nadi
dengan sering.
Evaluasi
pengisian
kapiler dan
membrane

mukosa oral
Tingkatkan

pengurangan
cadangan dan

peningkatan re
dehidrasi /

hipovolemik
Memampukan
deteksi dini/
intervensi

hipovolemik k

sistemik
2.9.11
2.9.12
Menurunkan k

tirah baring

jantung,

dengan kepala

memudahkan

tinggi
2.9.7 Kolaborasi
Awasi

homeostastik

sirkulasi
Bila pengumpu

elektrolit,

cairan terkump

khususnya

area ekstraselu

natrium.
2.9.8
2.9.9
Berikan cairan

natrium dapat
mengikuti

IV, ( garam faal

perpindahan
Menggantikan

hipertonik)

kehilangan cai

sesuai

natrium untuk

kebutuhan

mencegah /
memperbaiki

2.9.132.9.14 Kerus
2.

akkan

2.9.15 Setelah

TTV dalam 2.9.16 Mandiri:

batas normal
Menunjukan

dilakukan

kaji

pertuk

intervensi

aran

selama 2 x

perbaikan

frekuensi,kedal

gas

24 jam

berhu

diharapka

ventilasi
Bebas gejala

aman

bunga

distress

anak

Kerusakan

denga

pertukaran

gas pada

kehila

bayi dapat

ngan

di atasi

surfak

dan

tan

menunjuk

meny

an status

ebabk

pernapasa

pernapasan

pernapasan

2.9.17
2.9.18
2.9.19
2.9.20
2.9.21
2.9.22

hipovolemia
2.9.30

kecepatan b

meningkat,di
dan
peningkatan
kerja(pada
atau hanya
EP

sub

kedalaman
pernapasan
bervariasi
tergantung
gagal

napas.ekspan

dada terbata

berhubungan

an
kolap
s

n normal

2.9.23

dengan
atau

Auskultasi
bunyi

alveol
ar

ate
nyeri

pleuritik
bunyi

napas,catat area

menurun / t

penurunan

bila

aliran udara dan

obstruksi se

atau

terhadap

bunyi

tambahan

jalan

perdarahan,b

atau kolaps

2.9.24

napas
2.9.25

kecil(atelekta

2.9.26

nki

dan

menyertai ob

Tinggikan
kepala

jalan napas
dari

tempat

napas
perasaan tak

tidur,bantu anak

ansietas

untuk memilih

berhubungan

posisi

yang

dengan

mudah

untuk

ketidakmamp

bernapas/terj

bernapas
,dorong

hepoksemia

napas

dalam perlahan

dapat secara

atau napas bibir

meningkatka

sesuai

konsumsi

kebutuhan

oksigen/kebu

2.9.27 Kolaborasi:

2.9.31

2.9.32

Berikan
oksigen

Memaksimal

tambahan
2.9.28
Berikan

bernapas
menurunkan

humidifikasi

tambahan,mis,n

membuang

ebulizer

napas
berguna
darah

ultrasonic
Siapkan

membersihka

untuk/bantu

bronkoskopi

napas
Memudahkan
upaya

pern

dalam

2.9.29

meningkatka

drainase secr
segmen

kedalam bron
2.9.332.9.34 Intole
3.

2.9.35 Setelah

Ditunjukan

2.9.36 Mandiri :
Kaji kemampuan

2.9.45
2.9.46
Mencegah terla

ransi

dilakukan

penurunan

aktifit

intervensi

tanda

pasien untuk

as

keperawat

fisiologis,

melakukan

berhu

an selama

intoleransi ,

aktivitas, catat

bunga

2x24 jam

misalnya

kelelahan dan

diharapka

:nadi,

kesulitan dalam

denga

pernapasan,

intoleransi

beraktifitas
masih dalam Kaji tanda-tanda

antara

aktivitas

rentang

vital setelah

menunjukan ba

suplai

dan

pasien
Menunjukka

beraktivitas

pasien mengala

denga

kebutuhan

oksigen

kebut

dapat

peningkatan

terpenuhi

toleransi

uhan
oksig

terhadap
aktifitas

lelah
2.9.47
2.9.48

jantung TD

2.9.37
2.9.38
2.9.39
2.9.40
2.9.41
Cata respon
terhadap aktivitas

2.9.49
2.9.50
2.9.51
Perubahan frek

sesak napas,

khususnya bila

lain untuk tand

telah terlihat
Ketika beraktiv

en

yang
diukur

dapat 2.9.42
2.9.43

dengan tidak Beri lingkungan


yang tenang,
adanya
asfiksia,

Ubah posisi

TTV dalam

dengan perlahan

batas

dan pantau

normal.

terdapat kesulit

2.9.44

2.9.54
2.9.55 2.2.4. Implementasi/pelaksanaan
2.9.56
2.9.57 Dilaksanakan sesuai dengan rencana tindakan, menjelaskan setiap
tindakan yang akan dilakukan sesuai dengan pedoman atau prosedur teknis
yang telah ditentukan.
2.9.58 2.2.5. Evaluasi
2.9.59
Pengukuran efektivitas intervensi askep yang telah disusun dan
tujuan yang ingin dicapai ada 3 kemungkinan :

Tujuan tercapai
Tujuan tercapai sebagian
Tujuan tidak tercapai

2.9.60
2.9.61
2.9.62
2.9.63 Untuk persalinan premature :

2.9.64
2.9.65
2.9.66
2.9.67
2.9.68

Jalan nafas tetap paten


Bayi tidak menunjukan tanda-tanda TIK
Bayi menunjukan bukti homeostatis
Bayi dapat menunjukan penambahan berat badan (2x 20-30 gr/hr)
Suhu aksila bayi tetap dalam rentang normal untuk usia pasca konsepsi

kelelahan
2.9.52
Lingkungan ya

tenang meningk

kenyamanan at

istirahat pasien
2.9.53

2.9.69
2.9.70
2.9.71
2.9.72
2.9.73
2.9.74
2.9.75
2.9.76
2.9.77
BAB III
2.9.78
PENUTUP
2.9.79
2.9.80

3.1 Kesimpulan
2.9.81 Bayi baru lahir prematur adalah bayi yang dilahirkan sebelum

gestasi 37 minggu. Karena dilahirkan sebelum waktunya maka ada beberapa


resiko penyakit yang mungkin terjadi. Kebanyakan bayi dilahirkan pada usia
kehamilan penuh yaitu sekitar 38-42 minggu, organ tubuhnya sudah
berkembang sepenuhnya. Namun tak sedikit bayi yang lahir sebelum
waktunya.
2.9.82 Post-maturitas adalah suatu keadaan dimana bayi lahir setelah
usia kehamilan melebihi 42 minggu. Jadi dari berbagai difinisi diatas dapat
disimpulkan bahwa postmatur/postdate/serotinus/ lewat bulan? kehamilan
memanjang adalah suatu kehamilan lebih dari 42 minggu (294 hari)/ yang
artinya melebihi dari kehamilan normal.
2.9.83 Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada
kulit dan mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu
bilirubin. Secara klinis, ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi
bilirubin serum lebih 5 mg/dL.
2.9.84 Bayi dari ibu diabetes adalah bayi yang dilahirkan dari ibu
penderita diabetes. Satu dari 500-1000 wanita hamil adalah penderita diabetes,
dan satu dari 120 kehamilan adalah gestasional diabetes.
2.9.85 Pada saat persalinan, BBLR mempunyai risiko kurang
menyenangkan, yaitu asfiksia atau gagal untuk bernapas secara spontan dan
teratur saat atau beberapa menit setelah lahir. Hal itu diakibatkan faktor paru
yang belum matang. Risiko lainnya adalah hiportemia (suhu tubuh 6,5 167 C).
Karena itu, perhatian dan pelayanan atau perawatan BBLR dimulai sejak lahir

dan sebaiknya persalinannya ditolong oleh tenaga kesehatan dan dilakukan di


puskesmas, rumah sakit, atau rumah sakit bersalin).
2.9.86
2.9.87
2.9.88
3.2 Saran
2.9.89
Diharapkan kepada pembaca terutama mahasiwa/i STIKES Tri
Mandiri Sakti Bengkulu dapat mengetahui Bayi Baru Lahir Resiko Tinggi
Premature, Postmatur, Ikterus Neonates, Dan Bayi Dari Ibu Diabetes.
2.9.90
2.9.91

2.9.92

2.9.94
2.9.95

DAFTAR PUSTAKA
2.9.93
Boback. 2004. Keperawatan Maternitas. Ed. 4. Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi

2.9.96

8. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilynn E. 2001. Rencana Perawatan Maternal. Ed. 2. Jakarta :

2.9.97

EGC.
Saccharin, Rossa M. 2004. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Ed. 2. Jakarta :

2.9.98

EGC.
Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta :

2.9.99

EGC.
Alimul, Hidayat A. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta:

2.9.100

Salemba medika.
Berhman, Richard E. 1995. Ilmu Kesehatan Anak Nelson vol I Edisi 15.

2.9.101

Jakarta: EGC.
Doenges, ME & Moorhouse MF. 1996. Rencana Keperawatan Maternal /

2.9.102

Bayi. EGC. Jakarta.


Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius.

Jakarta: Media Aecsulapius.


Rudolph, ann Alpers, 2006. Buku Ajar Pediatrik. Jakarta: EGC.
2.9.104 Speer, Kathleen Morgan. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik
2.9.103

Dengan Klinikal Patways Edisi 3. Jakarta: EGC

También podría gustarte