Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap ibu yang telah melahirkan menginginkan anaknya lahir dalam keadaan
sehat dan tidak ada kelainan kelainan pada bayi tersebut. Tetapi keinginan tersebut
tidak akan diperoleh oleh setiap ibu. Karena sebagian kecil ada yang lahir dalam
keadaan abnormal. Misalnya anak lahir dengan BBLR, ikterus, hidrosefalus, dan
kelainan- kelainan lainnya. Hal ini di sebabkan oleh banyak factor pencetusnya.
Seperti kurang teraturnya antenatal care ibu saat hamil, asupan gizi yang kurang baik
pada ibu maupun pada janin yang di kandung, atau penyakit yang diturunkan oleh ibu
sendiri.
Kelahiran bayi prematur merupakan masalah sosial ekonomi kesehatan
masyarakat yang utama di negara maju maupun berkembang. Menurut penelitian Dwi
Retnoningrum, kejadian bayi prematur di Indonesia tahun 2003 sebesar 90 per 1000
kelahiran. Di Amerika Serikat dan Amerika Utara kejadian kelahiran prematur ini
mencapai 10% sedangkan di Inggris mencapai 6,7% dari jumlah seluruh kelahiran.
Adapun definisi standar untuk kehamilan lewat bulan (postmatur) adalah 294
hari setelah hari pertama menstruasi terakhir, atau 280 hari setelah ovulasi. Istilah
lewat bulan ( postdate) digunakan karena tidak menyatakan secara langsung
pemahaman mengenai lama kehamilan dan maturitas janin. ( Varney Helen,2007).
Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan
mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin. Secara
klinis, ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum lebih 5
mg/dL. Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva, dan mukosa akibat
penumukan
bilirubin,
sedangkan
hiperbilirubinemia
adalah
ikterus
dengan
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan membahas tentang
bayi baru lahir resiko premature, postmatur, resiko tinggi ikterus neonates, resiko bayi
dari ibu diabetes. Selain itu, makalah ini juga ditujukan untuk memenuhi salah satu
tugas kelompok mata kuliah Sistem Reproduksi.
BAB II
TINJAUN TEORI
A. KONSEP DASAR TEORI
2.1 Definisi
2.1.1 Bayi Baru Lahir Resiko Premature
Bayi prematur adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan kurang atau sama
dengan 37 minggu, tanpa memperhatikan berat badan lahir (Donna L Wong, 2004).
Bayi premature adalah bayi yang lahir sebelu minggu ke 37, dihitung dari
mulai hari pertama menstruasi terakhir, dianggap sebagai periode kehamilan
memendek. (Nelson. 1998 dan Sacharin, 1996)
Prematoritas dan berat lahir rendah biasanya terjadi secara bersamaan,
terutama diantara bayi dengan berat 1500 gr atau kurang saat lahir. Keduanya
berkaitan dengan terjadinya peningkatan morbilitas dan mortalitas neonatus.
Bayi baru lahir prematur adalah bayi yang dilahirkan sebelum gestasi 37
minggu. Karena dilahirkan sebelum waktunya maka ada beberapa resiko penyakit
yang mungkin terjadi. Kebanyakan bayi dilahirkan pada usia kehamilan penuh yaitu
sekitar 38-42 minggu, organ tubuhnya sudah berkembang sepenuhnya. Namun tak
sedikit bayi yang lahir sebelum waktunya.
Lebih dari 90 persen bayi prematur yang lahir dengan berat 800 gram atau
lebih bisa bertahan hidup, sedangkan jika beratnya sekitar 500 gram atau lebih hanya
memiliki 40-50 persen kesempatan hidup.Bayi yang lahir prematur memang memiliki
risiko kesehatan karena organ tubuhnya belum berkembang secara optimal.
2.1.2 Bayi Baru Lahir Resiko Postmatur
Serotinus (postmatur) adalah kehamilan yang melewati 294 hari atau 42
minggu lengkap. Diagnosa usia kehamilan didapatkan dengan perhitungn usia
kehamilan dengan rumus Naegele atau dengan penghitungan tinggi fundus uteri
(Kapita Selekta Kedokteran jilid 1).
Definisi standar untuk kehamilan lewat bulan (postmatur) adalah 294 hari
setelah hari pertama menstruasi terakhir, atau 280 hari setelah ovulasi. Istilah lewat
bulan ( postdate) digunakan karena tidak menyatakan secara langsung pemahaman
mengenai lama kehamilan dan maturitas janin. ( Varney Helen,2007).
Post-maturitas adalah suatu keadaan dimana bayi lahir setelah usia kehamilan
melebihi 42 minggu. Jadi dari berbagai difinisi diatas dapat disimpulkan bahwa
postmatur/postdate/serotinus/ lewat bulan? kehamilan memanjang adalah suatu
kehamilan lebih dari 42 minggu (294 hari)/ yang artinya melebihi dari kehamilan
normal.
2.1.3 Bayi Baru Lahir Resiko Tinggi Ikterus Neonates
Ikterus adalah menguningnya sclera, kulit atau jaringan lain akibat
penimbunan bilirubun dalam tubuh atau akumulasi bilirubin dalam darah lebih dari 5
mg/dl dalam 24 jam, yang menandakan terjadinya gangguan fungsional dari hepar,
sistem biliary, atau sistem hematologi. (Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 2 ).
Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan
mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin. Secara
klinis, ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum lebih 5
mg/dL. Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva, dan mukosa akibat
penumukan
bilirubin,
sedangkan
hiperbilirubinemia
adalah
ikterus
dengan
jelas oleh kehamilan. Diabetes menunjukkan kecendrungan menjadi lebih berat dalam
kehamilan dan keperluan akan insulin meningkat.
2.2 Klasifikasi
2.2.1 Klasifikasi Prematur
Menurut Mitayani (Asuhan Keperawatan, 2009) klasifikasi prematur terdiri
atas :
a) Prematuritas Murni Masa kehamilan kurang dari 37 minggu dengan berat
badan sesuai dengan gestasi atau yang disebut neonatus kurang bulan
sesuai untuk masa kehamilan (NKB-SMK).
b) Bayi Small For Gestasional Age (SGA)
Berat bayi lahir tidak sesuai dengan masa kehamilan.
SGA terdiri atas tiga jenis :
1) Simetris (intra uterus for gestasional age) yaitu terjadi gangguan
nutrisi pada awal kehamilan dan dalam jangka waktu lama.
2) Asimetris yaitu terjadi deficit nutrisi pada fase akhir kehamilan.
3) Dismatur yaitu bayi yang beratnya kurang dari semestinya menurut
masa kehamilanya (KMK) / small for Gestasional Age (SGA).
Menurut Bobak (Edisi 4, 2005) klasifikasi pada bayi prematur yaitu :
a) Bayi prematur digaris batas
37 mg, masa gestasi
2500 gr, 3250 gr
16 % seluruh kelahiran hidup
Biasanya normal
Masalah :
Ketidak stabilan
Kesulitan menyusu
Ikterik
RDS mungkin muncul
Penampilan :
Lipatan pada kaki sedikit
Payudara lebih kecil
Lanugo banyak
Genitalia kurang berkembang
b) Bayi prematur sedang
31 mg 36 gestasi
1500 gr 2500 gram
6 % - 7 % seluruh kelahiran hidup
Masalah :
5
Ketidak stabilan
Pengaturan glukosa
RDS
Ikterik
Anemia
Infeksi
Kesulitan menyusu
Penampilan :
Seperti pada bayi premature di garis batas tetapi lebih parah
Kulit lebih tipis, lebih banyak pembuluh darah yang tampak
c) Bayi sangat prematur
24 mg 30 mg gestasi
500 gr 1400 gr
0,8 % seluruh kelahiran hidup
Masalah : semua
Penampilan :
Kecil tidak memiliki lemak
Kulit sangat tipis
Kedua mata mungkin berdempetan
2.2.3 Klasifikasi Ikterus Neonates
a) Ikterus Fisiologik
Ikterus fisiologik Adalah keadaan hiperbilirubin karena faktor fisiologis yang
merupakan gejala normal dan sering dialami bayi baru lahir. Sebagai neonatus,
terutama bayi prematur, d e n g a n b e r a t b a d a n l a h i r r e n d a h menunjukkan
gejala ikterus pada hari pertama. Ikterus ini terjadi atau timbul pada hari ke-2 atau
ke-3 dan tampak jelas pada hari ke-5 sampai dengan ke-6 dan akan menghilang pada
hari ke-7 atau ke-10. kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih daro 12
mg/dl dan pada BBLR tidak lebih dari 10 mg/dl, dan akan menghilang pada hari ke14
Bayi
tampak
biasa,
minum
baik
dan
berat
badan
naik
biasa.
Penyebab ikterus neonatorum fisiologis diantaranya adalah organ hati yang belum
matang dalam memproses bilirubin, kurang protein Y dan Z dan enzim glukoronyl
tranferase yang belum cukup jumlahnya. Meskipun merupakan gejala fisiologis,
orang tua bayi harus tetap waspada karena keadaan fisiologis ini sewaktu-waktu bisa
berubah menjadi patologis terutama pada keadaan ikterus yang disebabkan oleh
karena penyakit atau infeksi.
6
Ikterus fisiologis menurut Tarigan (2003) dan Callhon (1996) dalam Schwats (2005)
adalah ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
Timbul pada hari kedua ketiga
Kadar bilirubin indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg % pada
b) Ikterus Patologik
Ikterus patologis/hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi
bilirubin dalam darah mencapai nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan
kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan
dengan keadaan yang patologis. Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis atau
hiperbilirubinemia dengan karakteristik sebagai berikut
Menurut Surasmi (2003) bila :
Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran
Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg % atau > setiap 24 jam
Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg % pada neonatus < bulan dan 12,5 %
pada neonatus cukup bulan
Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G6PD
dan sepsis)
Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu, asfiksia,
hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia,
hiperosmolalitas darah.
Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg% pada bayi kurang bulan (BBLR)
dan 12,5 mg% pada bayi cukup bulan.
Ikterus yang disertai proses hemolisis.
Bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl, atau kenaikan bilirubin serum 1 mg/dl/jam
atau lebih 5 mg/dl/hari.
Ikterus menetap sesudah bayi berumur 10 hari (cukup bulan) dan lebih dari 14
hari pada BBLR.
Menurut tarigan (2003), adalah :
Suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang
mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi
dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown
menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg % pada cukup
bulan, dan 15 mg % pada bayi yang kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg % dan
15 mg %.
Ikterus patologik dapat terjadi karena beberapa faktor yaitu :
Meningkatnya produksi bilirubin, sehingga melampaui batas kemampuan hepar
untuk dikeluarkan.
Faktor-faktor yang menghalangi itu mengadakan obstruksi pengeluaran bilirubin.
Faktor yang mengurangi atau menghalangi kemampuan hepar untuk mengadakan
konjugasi bilirubin.
Penyakit hemolitik, isoantibodi karena ketidakcocokan golongan darah ibu dan
anak seperti Rhesus antagonis, ABO dan sebagainya.
Kelainan dalam sel darah merah seperti pada defisiensi G-6-PD, thalasemia dan
lain-lain.
Hemolisis : hematoma, polisitemia, perdarahan karena trauma lahir.
Infeksi : septikemia, meningitis, infeksi saluran kemih, penyakit karena
toxoplasmosis, sifilis, rubella, hepatitis dan lain-lain.
Kelainan metabolik : hipoglikemia, galaktosemia.
Obat-obatan yang menggantikan ikatan bilirubin dengan albumin seperti :
solfonamida, salisilat, sodium benzoat, gentamisin dsb.
Pirau enterohepatik yang meninggi: obstruksi usus letak tinggi, penyakit
Hirschprung, mekoneum ileus dan lain-lain.
c) Kern ikterus
Kern Ikterus adalah ikterus berat dengan disertai gumpalan bilirubin pada ganglia
basalis.
Kadar bilirubin lebih dari 20 mg % pada bayi cukup bulan.
Kadar bilirubin lebih dari 18 mg % pada bayi premature.
Hiperbilirubinemia dapat menimbulkan ensefalopati.
Pada bayi dengan hipoksia, asidosis dan hipoglikemia kern ikterus dapat timbul
walaupun kadar bilirubin dibawah 16 mg %.
Pengobatannay dengan tranfusi tukar darah bila kadar bilirubin tidak langsung
mencapai 20mg%
Gambaran Klinik :
Encephalopatia oleh bilirubin merupakan satu hal yang sangat di akui sebagai
komplikasi hiperbirubinemia. Bayi-bayi yang mati dengan icterus berupa icterus yang
berat, lethargia tidak mau minum, muntah-muntah, sianosis, opisthotonus dan kejang.
Kadang gejala klinik ini tidak di temukan dan bayi biasanya meninggal karena
serangan apnoea. Kernicterus biasanya di sertai dengan meningkatnya kadar bilirubin
tidak langsung dalam serum.
d) Ikterus hemolitik
Pada umumnya merupakan suatu golongan penyakit yang disebut Erythroblastosis
foetalis atau Morbus Haemolitik Neonatorum ( Hemolytic disease of the new born ).
Penyakit hemolitik ini Disebabkan inkompatibilitas rhesus, golongan darah ABO,
golongan darah lain kelainan eritrosit congenital Atau defisiensi enzim G-6-PD.
Inkompatibilitas Rhesus
Penyakit ini sangat jarang terdapat di Indonesia. Penyakit ini terutama terdapat di
negeri barat karena 15 % Penduduknya mempunyai golongan darah Rhesus
negatif. Di Indonesia, dimana penduduknya hampir 100% Rhesus positif,
terutama terdapat dikota besar, tempat adanya pencampuran penduduk dengan
orang barat. Walaupun demikian, kadang-kadang dilakukan tranfusi tukar darh
pada bayi dengan ikterus karena antagonismus Rhesus, dimana tidak didapatkan
campuran darah denagan orang asing pada susunan keluarga orang tuanya.
9
Bayi Rhesus positif dari Rhesus negatif tidak selamanya menunjukkan gejala
klinik pada waktu lahir, tetapi dapat terlihat ikterus pada hari pertama kemudian
makin lama makin berat ikterusnya, aisertai dengan anemia yang makin lama
makin berat pula. Bila mana sebelum kelahiran terdapat hemolisis yang berat
maka bayi dapat lahir dengan oedema umum disertai ikterus dan pembesaran
hepar dan lien ( hydropsfoetalis ). Terapi ditujukan untuk memperbaiki anemia
dan mengeluarkan bilirubin yang berlebihan dalam serum, agar tidak terjadi Kern
Ikterus.
Inkompatibilitas ABO
Penderita Ikterus akibat hemolisis karena inkom patibilitas golongan darah ABO
lebih sering ditemukan di Indonesia daripada inkom patibilitas Rh. Transfusi
tukar darah pada neonatus ditujukan untuk mengatasi hiperbilirubinemia karena
defisiensi G 6 PD dan Inkompatibilitas ABO. Ikteru dapat terjadi pada hari
pertama dan ke dua yang sifatnya biasanya ringan. Bayi tidak tampak sakit,
anemianya ringan, hepar dan lien tidak membesar, ikterus dapat menghilang
dalam beberapa hari. Kalau hemolisiinya berat, sering kali diperlukan juga
transfusi tukar darah untuk mencegah terjadinya Kern Ikterus. Pemeriksaan yang
perlu dilakukan ialah pemeriksaan kadar bilirubin serum sewaktu-waktu.
Ikterus hemolitik karena incompatibilitas golongan darah lain.
Selain inkompatibilitas darah golongan Rh dan ABO, hemolisis dapat pula terjadi
bila terdapat inkompatibilitas darah golongan Kell, Duffy, MN, dan lain-lain.
Hemolisis dan ikterus biasanya ringan pada neonatus dengan ikterus hemolitik,
dimana pemeriksaan kearah inkimpatibilitas Rh dan ABO hasilnya negatif,
sedang
coombs
test
positif,
kemungkinan
ikterus
akibat
hemolisis
empedu
peningkatan kadar bilirubin langsung dalam serum, walaupun kadar bilirubin total
masih dalam batas normal, selamanya berhubungan dengan keadaan patologik. Bisa
terjadi karena sumbatan penyaluran empedu baik dalam hati maupun luar hati.
Akibatnya kadar bilirubin direk maupun indirek meningkat.Bila sampai dengan
terjadi obstruksi ( penyumbatan ) penyaluran empedu maka pengaruhnya adalah
tindakan operatif, bila keadaan bayi mengizinkan. Penanganannya adalah dengan
tindakan operatif, bila keadaan bayi mengizinkan.
2.2.4 Klasifikasi Bayi Baru Lahir Resiko Tinggi Bayi Dari Ibu Diabetes
Untuk kepentingan diagnosis, terapi dan prognosis, baik bagi ibu maupun bagi anak,
pelbagi klasifikasi diusulkan oleh beberapa penulis, diantaranya yang sering
digunakan ialah klasifikasi menurut White yang berdasarkan umur waktu penyakitnya
timbul, lamanya, beratnya dan komplikasinya.
1. kelas A diabetes gestasional ( tanpa vaskulopati)
a. A1. maintenance hanya diet saja
b. A2. yang tergantung insulin
2. Kelas B. memerlukan insulin, onset usia 20 tahun durasi penyakit kurang
dari 10 tahun dan tidak ada komplikasi vaskuler
3. kelas C, memerlukan insulin, onset usia 10-19 tahun, durasi penyakit 10-19
tahun tidak ada komplikasi vaskuler
11
12
Kondisi ibu yang merupakan risiko untuk mengalami kelahiran premature adalah
seperti :
Faktor ras (wanita afrika amerika mempunyai risiko yang lebih tinggi)
Usia ibu kurang dari 18 dan lebih dari 40 tahun
Ibu menderita hipertensi atau dan disertai kelainan jantung
Ibu mengalami perdarahan apapun sebabnya, sehingga diperkirakan jika
tidak segera dilakukan pengakhiran kehamilan akan membahayakan jiwa
Sedangkan
dari
bayi
yang
dapat
memicu
kelahiran
prematur
Alkohol
Cairan amnion
13
Oligohidramnion dengan
Maternal
Korioangioma besar
Trauma
Disfungsi plasenta
Malformasi janin
sebelum kehamilan
Kehamilan majemuk
Perawatan pendek
Janin hidrops
Introgenik
Gawat janin
Induksi persalinan
Kematian janin
Serviks
Inkompetensi serviks
15
2.3.1
2.3.2
2.3.3
2.3.4
2.3.5
2.3.6
2.3.7
2.3.8
Masalah Perinatal
Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada usia kehamilan 38 minggu dan
kemudian mulai menurun setelah 40 minggu, ini dibuktikan dengan
penurunan kadar esrliol dan plasenta laktogen. Rendahnya fungsi plasenta
berkaitan dengan peningkatan kejadiaan gawat janin dengan resiko 3 kali.
Akibat dari proses penuaan plasenta maka pemasukan plasanta dan oksigen
akan menurun disamping adanya stasme arteri spiralis (penyempitan arteri
secara mendadak dan sebentar). Sirkulasi uteroplasenter akan berkurang dari
50% menjadi 250-1/ menit jumlah air ketuban yang berkurang mengakibatkan
disproporsi sefalopelviks.
Meningkatkan perdarahan pasca persalinan karena penggunaan oksitosin
untuk akselerasi/induksi.
2.3.13 Faktor yang dikemukakan adalah hormonal yaitu kadar progesteron tidak
cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan, sehingga kepekaan uterus
terhadap oksitosin berkurang ( Mochtar, Rustam, 1999). Diduga adanya kadar
kortisol yang rendah pada darah janin. Selain itu, kurangnya air ketuban dan
insufisiensi plasenta juga diduga berhubungan dengan kehamilan lewat waktu.
Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan 38-42 minggu, kemudian
menurun setelah 42 minggu, terlihat dari menurunnya kadar estrogen dan
laktogen plasenta. Terjadi juga spasme arteri spiralis plasenta. Akibatnya
dapat terjadi gangguan suplai oksigen dan nutrisi untuk hidup dan tumbuh
kembang janin intrauterin. Sirkulasi uteroplasenta berkurang sampai 50%.
Volume air ketuban juga berkurang karena mulai terjadi absorpsi. Keadaankeadaan ini merupakan kondisi yang tidak baik untuk janin. Risiko kematian
perinatal pada bayi postmatur cukup tinggi : 30% prepartum, 55%
intrapartum, 15% postpartum.
2.3.14 2.3.3 Penyebab dan Factor Resiko Bayi Ikterus Neonates
2.3.15 Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir, karena:
a) Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan
berumur lebih pendek.
b) Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim glukuronil
transferase, UDPG/T dan ligand dalam protein belum adekuat) -> penurunan
ambilan bilirubin oleh hepatosit dan konjugasi.
lahir.
Ibu diabetes.
Asidosis.
Hipoksia/asfiksia.
Sumbatan traktus digestif yang mengakibatkan peningkatan
sirkulasi enterohepatik.
2.3.16 Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat
disebabkan oleh beberapa faktor.
Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi :
a) Produksi bilirubin yang berlebihan
2.3.17 Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada
hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, AB0, golongan
darah lain, defisiensi enzim G-6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan
sepsis.
b) Gangguan dalam proses uptake / pengambilan dan konjugasi hepar
2.3.18 Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat
asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil
transferase (sindrom criggler-Najjar). Penyebab lain yaitu defisiensi protein.
Protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam uptake bilirubin ke sel
hepar.
c) Gangguan transportasi
2.3.19 Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar.
Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya
salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak
terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke
sel otak.
d) Gangguan dalam ekskresi
2.3.20 Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar.
Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi
dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.
e) Peningkatan reabsorpsi dari saluran cerna (siklus enterohepatik)
2.3.21
2.3.22
2.4 Manifestasi Klinis
2.4.1
2.4.2
2.4.3
2.4.4
( kehijuan di kulit.
Stadium III : seperti stadium I, ditambah dengan warna kuning pada
2.4.6
2.4.7
2.4.8
1. Air ketuban yang kurang
2.4.9 Bila ditemukan air ketuban yang banyak dan jernih mungkin keadaan
janin masih baik. Sebaliknya air ketuban sedikit dan mengandung dan
mengan dung mekonium akan mengalami resiko 33% asfiksia.
2. Gerakan janin yang jarang
2.4.10 Gerakn janin dapat ditentukan secara subjektif (normal rata-rata 7
kali /20 menit) atau secara objektif dengan tokografi (normal rata-rata 10
kali/20 menit) dan dapat pula dengan USG.
2.4.11
2.4.12 Tanda bayi Postmatur (Manuaba, Ida Bagus Gde, 1998) :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
2.4.13
2.4.14 2.4.3 Manifestasi Klinis pada Bayi Baru Lahir Resiko Tinggi Ikterus
Neonates
2.4.15 Menurut Handoko (2003) Gejala utamanya yaitu :
Kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa.
Biasanya, presentasi adalah pada hari kedua atau ketiga kehidupan.
Penyakit kuning yang terlihat selama 24 jam pertama kehidupan mungkin
akan nonphysiologic; evaluasi lebih lanjut disarankan.
Bayi dengan penyakit kuning setelah 3-4 hari hidup juga mungkin
memerlukan pengawasan yang lebih ketat dan pemantauan.
Pada bayi dengan penyakit kuning yang parah atau penyakit kuning yang
terus di luar 1-2 minggu pertama kehidupan, hasil dari layar metabolik
baru lahir harus diperiksa untuk hipotiroidisme galaktosemia dan
kongenital, riwayat keluarga harus dieksplorasi lebih lanjut (lihat di
bawah), kurva berat badan bayi harus dievaluasi, tayangan ibu sejauh
kecukupan ASI harus diperoleh, dan warna tinja harus dinilai.
2.4.16
Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala:
Dehidrasi
Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntah-muntah)
Pucat
2.4.17
Sering
berkaitan dengan
anemia
hemolitik
(mis.
Ketidakcocokan golongan darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau
kehilangan darah ekstravaskular.
Trauma lahir
2.4.18
Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan
tertutup lainnya.
Pletorik (penumpukan darah)
2.4.19
Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan
memotong tali pusat, bayi KM
Letargik dan gejala sepsis lainnya
Petekiae (bintik merah di kulit)
2.4.20
Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis atau
eritroblastosis
Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal)
2.4.21
Sering berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital,
penyakit hati
Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)
Omfalitis (peradangan umbilikus)
Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid)
Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus)
Feses dempul disertai urin warna coklat
2.4.22
Pikirkan ke arah ikterus obstruktif, selanjutnya konsultasikan
ke bagian hepatologi.
2.4.23
2.4.24
2.4.25 Derajat ikterus pada neonates menurut Kramer
2.4.26 Zona
(umol/L)
2.4.29 1
2.4.39 100
2.4.30 2
2.4.40 150
2.4.31 3
2.4.41 200
2.4.32 4
2.4.42 250
2.4.33 5
2.4.43 >250
2.4.44
2.4.45 Penegakan diagnosis ikterus neonatorum berdasarkan waktu
kejadiannya
2.4.46 Waktu
2.4.48 Hari ke 1
Hepatits neonatal
2.4.51 Hari ke 2
sampai ke 5
2.4.52 Hari ke 5
sampai 10
Sepsis
Kuning karena ASI
Defisiensi G6PD
Hipotiroidisme
Galaktosemia
Obat-obatan
Atresia biliaris
Hepatitis neonatal
Kista koledokus
Sepsis (terutama infeksi saluran kemih)
Stenosis pilorik
2.4.53 Hari ke 10
sampai lebih
2.4.54
2.4.55 2.4.4 Manifestasi Klinis Bayi Baru Lahir Resiko Tinggi Bayi Dari Ibu
Diabetes
2.4.56 Bayi cenderung montok dan besar akibat bertambahnya lemak tubuh. Gejala
klinis yang sering ditemukan dan merupakan cirri khas bayi hipoglikemia
adalah tremor, lertargi, malas minum, serta gejala lain yaitu hiperpnea, apnea,
sianosis, pernafasan berat, kejang, apatis, hipotonin, iritabilitas, tangisan
melengking. Pada pemeriksaan diagnostik akan ditemukan peningkatan kadar
gula darah, kadar kalsiun serum <7mg/ml>.
2.4.57
2.5 Masalah Yang Terdapat Pada Bayi Prematur
2.5.1
Menurut MacKendrik et al, 1993 dalam Boback adapun masalah yang
terdapat pada bayi premature adalah :
a) Masalah Fisiologis
2.5.2 Bayi baru lahir preterm berisiko karena system organ yang
imatur dan kurangnya cadangan yang adekuat. Bayi baru lahir ini kurang
mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang diperlukan untuk
kelancaran adaptasi terhadap kehidupan ekstrauteri, yang membuatnya
mengalami masalah kesehatan dan daya tahan. Berbagai masalah fisiologis
merupakan dampak langsung dari hal tersebut.
b) Masalah Respirasi
2.5.3
bernapas dan paling sering disebaban oleh sindrom distress respiratory (RDS).
Dalam kondisi ini paru-paru bayi belum berkembang sepenuhnya sehingga
tidak cukup menghasilkan zat penting yang disebut surfaktan. Untuk
menanganinya biasanya bayi dibantu dengan mesin pernapasan atau ventilator
untuk sementara atau penggunaan surfaktan buatan. Apnea adalah masalah
kesehatan umum pada bayi premature, hal ini terjadi karena kurang
matangnya dearah darah di otak yang mengendalikan dorongan untuk
bernapas. Biasanya bayi berhenti bernapas, denyut jantung yang berkurang
dan kulit bisa menjadi pucat, ungu atau biru untuk sementara. Untuk
menanganinya cukup merangsang bayi untuk memulai kembali bernapas, tapi
jika terlalu sering terjadi kemungkinan diperlukan obat-obatan. Pencetus
terjadinya apnea pada neonates dicetuskan oleh gangguan sebagai berikut :
Ketidakstabilan suhu
Masalah system saraf pusat
Obat (maternal atau janin)
Infeksi
Gangguan metabolic
Asfiksia neonatus
Distensi abdomen
2.5.4
dideskripsikan
mempunyai
penyakit
paru-paru
kronis
atau
muncul,
detak
jantung
seringkali
turun,
disebut
sebagai
sinar tersebut dan mata akan ditutup untuk melindungi dari sinarnya.
g) Anemia
2.6.8 Bayi prematur dapat membuat kondisi lain seperti anemia of prematurity (low
blood cell count). Hal ini terjadi karena usia sel darah merah pada bayi
prematur lebih seingkat sehingga lebih mudah terjadi pemecahan sel darah
merah.
h) Fungsi kekebalan tubuh rendah
2.6.9 Sistem imunitas dan kekebalan bayi prematur belum terbentuk sempurna
sehingga daya tahan tubuh terhadap infeksi sangat rentan. oleh karena itu bayi
prematur dapat lebih mudah terkena infeksi. Bila terkena infeksi biasanya
tidaklah ringan sehingga sering jatuh dalam keadaan sepsis atau infeksi
sistemik atau mengganggu ke seluruh tubuh. tidak seperti padffa manusia
dewasa atau ank besar bila terjadi infeksi hanya infeksi lokal seperti infeksi
tenggorokan sdaja atau infeksi saluran kencing aja. Pada prematur bila terkena
infeksi langsung menyerang seluruh tubuh dan sangat berat. ditandai dengan
keadaa klinis tangis dan gerak menurun, pucat, denyut jantung meningkat,
gangguan saluran cerna seperti kembung, muntah atau diare, demam dan hasil
darah tombositnya menurun dengan cepat.
i) Hiportemi
2.6.10 bayi prematur karena lapisan lemak di bawah kkulit sangat tippis maka mudah
sekali terjadi pengeluaran panas dari tubuhnya sehingga mengakibatkan
penurunan suhu tuuh, keadaan ini termasuk keadaan darurat yang harus segera
ditangani.
j) Perdarahan kepala
2.6.11 ketidakmatangan sistem saraf pusat dan pembuluh darah di otak
mengakibatkan peningkatan resiko perdarahan di otak bayi. Sehingga bayi
prematur harus dilakukan USG kepala secara ritin dalam periode tertentu.
2.6.12
2.6.13
k) Mur-murs
2.6.14 Heart murmurs adalah bunyi aliran darah yang melewati jantung. Dokter
spesialis anak dan petugas medis profesional lainnya yang menjaga bayi anda
akan selalu menginformasikan kondisi dan perkembangan bayi anda.
2.6.15
2.7 Komplikasi
2.7.1
2.7.2
2.7.3
Hipovolemia
Asidosis
Sindrom gawat napas
Hipoglikemia
Hipofungsi adrenal
2.7.3 Komplikasi Pada Bayi Resiko Tinggi Ikterus Neonates
2.7.4
2.7.5
Kematian Janin dalam rahim
2.7.6
Sindrom gawat napas
2.7.7
Malformasi kongenital
2.7.8
Abnormalitas metabolisme neonatus
2.7.9
Gangguan neurobehavioral
2.7.10
2.7.11
2.8 Patofisiologis
2.8.1
2.8.2
lebih banyak sehingga bayi dapat bertahan lebih lama pada kondisi tekanan
oksigen yang kurang.
2.8.3
2.8.4
2.8.5
1.
2.
3.
4.
5.
lebih
mudah
mengalami
asfiksia.
pertumbuhan janin, gawat janin, sampai kematian janin dalam rahim. Resiko
gawat janin dapat terjadi 3 x dari pada kehamilan aterm. Kulit janin akan
menjadi keriput, lemak di bawah kulit menipis bahkan sampai hilang, lamalama kulit janin dapat mengelupas dan mengering seperti kertas perkamen.
Rambut dan kuku memanjang dan cairan ketuban berkurang sampai habis.
Akibat kekurangan oksigen akan terjadi gawat janin yang menyebabkan janin
buang air besar dalam rahim yang akan mewarnai cairan ketuban menjadi
hijau pekat. Pada saat janin lahir dapat terjadi aspirasi (cairan terisap ke
dalam saluran napas) air ketuban yang dapat menimbulkan kumpulan gejala
MAS (meconeum aspiration syndrome). Keadaan ini dapat menyebabkan
kematian janin. Komplikasi yang dapat mungkin terjadi pada bayi ialah suhu
2.8.8
sirkulasi
enterohepatik.
Penghancuran
eritrosit
yang
dalam
saluran
pencernaan
dan
selanjutnya
terjadi
berbagai
komplikasi).
Selain
itu
terjadi
juga
diketahui dengan pasti. Akan tetapi, dari beberapa penelitian didapatkan ada kolerasi
positif antara tingkat makrosomia janin pada ibu yang tidak mengalami konflikasi
penyakit
vaskuler. Hal
tersebut
dimungkinkan
karena
hiperglikemia
dan
dengan
Hiperinsulinemia
imaturitas
menghambat
paru
sebagai
produksi
akibat
surfaktan
hiperinsulinemia
karena
janin.
hiperinsulinemia
2.8.33 Hipokalsemia ini akibat ktidak normalan pada kadar kalsium ibu yang
disalurkan pada janin. Kadar kalsium dalam darah ibu yang tinggi selama kehamilan
(diabetes) direspon oleh janin berupa hipoparatiroid yang kemudian menyebabkan
hipo kalsemia.
Trauma lahir.
2.8.34 Hal ini terjadi akibat tubuh bayi dari ibu diabetes yang melebihi ukuran
normal sehingga sering terjadi penyulit pada proses persalinan.
2.8.35
Factor Ibu
Diabetes
Gestasional
Factor Janin
Kondisi
rahim
Kondisi
kandungan
sangat
beresiko
Rahim tidak
mampu
melindungi dan
memenuhi
nutrisi janin
Kehamilan
tidak dapat
di pertahan
Kondisi
janin lemah
Terjadi
persalinan
sebelum
waktunya
Kelainan
kongential
janin
Infeksi
dalam rahim
Usia < 20
Respon
imunologik
spesifik
Sirkulasi
utero
plasenta
Aktifasi sel
limfosit B dan
Limfosit T
Suplai nutrisi
dan O2 ke janin
tidak adekuat
MK :
Nyeri
Kontraksi
pada janin
Gangguan
pertumbuhan intra
uteri pada janin
Prematur
Kardiovaskuler
Ginjal
Penurunan
tekanan darah
Kerusakan
ginjal
Penurunan
darah ke
kapiler
Ginjal tidak
adekuat
mensekresi
hipovolemik
Penurunan
kemampuan
mengeluarakan
urin menurun
MK : Syok
Kemampuan
mempertahankan
cairan / elektrolit
MK : Defisit
Volume cairan
Isufisiensi
plasenta
Pernapasan
Integument
Penurunan
jumlah alveoli
fungsional
Penyekatan
lemah subkutan
yang minimal
Defesiensi
kadar
surfaktan
Reflek pada
kapiler kulit
menurun
Jalan napas
mengalami kolaps
dan mengalami
obstruksi
Kerusakan kapiler
kapiler dalam
paru-paru
MK : Kerusakan
pertukaran gas
BBLR
Tekanan O2
menurun
Apoksia
Sianosis /
pucat
Rentan
kerusakan
pengaturan
suhu
Bayi tidak dapat
menghasilkan
panas sendiri
MK : Hipotermi
MK : Intoleransi
aktivitas
dimasukan mulut dengan menggunakan alat pompa tekan yang dapat diatur
kecepatan minum secara minimal dan teratur. Pada lebih usia kehamilan 32
minggu biasanya reflek menghisap bayi sudah mulai timbul. Sehingga sangat
baik bila dapat diberikan asi secara langsung.
e) Pemantuan ketat pertumbuhan dan perkembangan bayi
2.8.46 Setiap saat dalam periode tertentu bayi harus diamati secara cermat dan teliti
tentang suhu badan, denyut jantung, saturasi oksigen (kemampuan paru-paru),
pertumbuhan berat badan dan lingkar kepala. Pada bayi prematur tertentu
kondisi otaknya harus diperiksa secara cermat dengan memakai ultrasonografi
(usg kepala).
f) Kebutuhan psikososial
2.8.47 Hubungan emosional bayi dan ibu sudah terjadi sejak dalam kandungan.
Hubungan ini jangan terlalu lama dipisahkan, sehingga elusan, pijatan halus
dan belaian dari orangtua sangat diperlukan bayi premature untuk mencapai
tumbuh kembang yang optimal.
g) Terapi musik
2.8.48 Di nicu rumah sakit bunda jakarta, selain terapi konvensional juga dilakukan
terapi musik. Terapi musik tersebut berupa pemberian musik klasik dalam
waktu tertentu selama perawatan. Banyak penelitian mengungkapkan bahwa
dengan pemberian terapi musik klasik tertentu pada bayi prematur ternyata
dapat mengurangi lama perawatan dan biaya perawatan di rumah sakit.
2.8.49
2.8.50
mekonium mutlak.
3. Bila servik belum matang perlu menilai keadaan janin lebih lanjut apabila
kehamilan tidak diakhiri.
NST dan penilaian volume kantong amnion. Bila keduanya normal,
kehamilan dibiarkan berlanjut dan penilaian janin dilanjutkan seminggu
dua kali.
Bila ditemukan oligohidramnion (< 2 cm pada kantong yang vertikan atau
indeks cairan amnion < 5) atau dijumpai deselerasi variable pada NST,
2.8.61
2.8.62 Kehamilan > 42 minggu diupayakan diakhiri. Pasien dengan kehamilan
lewat waktu dengan komplikasi diabetes mellitus, pre-eklamsi, PJB (penyakit
jantung bawaan), kehamilannya harus diakhiri tanpa memandang keadaan
servik. Tentu saja kehamilan dengan resiko ini tidak boleh dibiarkan melewati
kehamilan lewat waktu. Pengelolaan intrapartum pada pasien dapat dilakukan
sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
2.8.63
2.8.64 Apabila ditemukan cairan ketuban yang terwarnai mekonium harus segera
dilakukan resusitasi sebagai berikut :
X-ray pada dada dan organ lain untuk menentukan adanya abnormalitas
Ultrasonografi untuk mendeteksi kelainan organ
Stick glukosa untuk menentukan penurunan kadar glukosa
Kadar kalsium serum, penurunan kadar berarti terjadi hipokalsemia
Kadar bilirubin untuk mengidentifikasi peningkatan (karena pada prematur
dikeruhi mekonium.
Uji Oksitisin (steres test) : untuk menilai reaksi janin terhadap kontraksi
uterus.
Pemeriksaan kadar estriol dalam urine.
Pemeriksaan sitologi vagina.
Protein serum total: Kadar kurang dari 3.0 mg/dl menan dakan
penurunan kapasitas ikatan, terutama pada bayi praterm.
Hitung darah lengkap: Hemoglobin (Hb) mungkin rendah (kurang dari
14 g/dl) karena hemolisis. Hematokrit (Ht) mungkin meningkat (lebih
besar dari 65%) pada polisitemia, penurunan (kurang dari 45%) dengan
hemolisis dan anemia berlebihan.
Glukosa: Kadar Dextrostix mungkin kurang dari 45% glukosa darah
lengkap kurang dari 30 mg/dl, atau tes glukosaserum kurang dari 40
mg/dl bila bayi baru lahir hepoglikemi dan mulai menggunakan
simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.
Daya ikat karbon dioksida: Penurunan kadar menunjukkan hemolisis.
Meter ikterik transkutan: Mengidentifikasi bayi yang memerlukan
penentuan bilirubin serum.
Jumlah retikulosit: peningkatan retikulosit menandakan peningkatan
produksi SDM dalam respon terhadap hemolisis yang berkenaan dengan
penyakit RH.
Smear darah perifer: dapat menunjukkan SDM abnormal atau imatur,
eritroblastosis pada penyakit Rh, atau sferositis pada inkompabilitas
ABO.
Tes Betke-Kleihauer: Evaluasi smear darah meternal terhadap eritrosit
janin.
2.8.78
Uji Laboratorium
2.8.79
2.8.81
Bilirubin total
: 11 mg/dl
Bilirubin direct : 0,8 mg/dl
Hb
: 16,8 mg%
Ht
: 47%
Leukosit
: 15.000 mg/dl
Trombosit
: 250.000 mm
2.8.80
2.12 Pemeriksaan laboratorium
2.8.82
anak, darah rutin, hapusan darah, Coomb tes, kadar enzim G6PD (pada
riwayat keluarga dengan defisiensi enzim G6PD).
fisiologis.
2.8.101
2.8.102
Sirkulasi
2.8.103
Nadi apikal mungkin cepat / tidak teratur dalam batas normal (120
sampai 160 dpm) murmur jantung yang dapat menandakan duktus arteriosus
paten (PDA)
Makanan / Cairan
2.8.104
Neurosensori
2.8.105
Tubuh panjang, kurus, lemas dengan perut agak gendut. Ukuran kepala
besar dalam hubungan dengan tubuh : sutura mungkin mudah di gerakan,
fontanel mungkin besar / terbuka lebar.Umumnya terjadi edema pada kelopak
mata, mata mungkin merapat. Reflek tergantung pada usia gestasi
Pernafasan
2.8.106
Keamanan
2.8.107
Seksualitas
2.8.109
Persalinan / kelahiran tergesa-gesa
2.8.110Genetalia ; Labia minora lebih besar dari labia mayora dengan kritoris
menonjol testis pria tidak turun, rugae mungkin banyak / tidak ada pada
skrotum
Data Penunjang :
Pengobatan :
2.8.111Cettrazidine 2 x 75 mg
2.8.112Aminophylin 2 x 0,15 /IV
2.8.113Mikasin 2 x 10 mg
2.8.114Aminosteril 15 cc
Perhatian Khusus:
O2
2.8.115
2.8.116Observasi TTV
Laboratorium:
2.8.117 Ht : 46 vol %
2.8.118Hb : 15,7 gr/dl
2.8.119Leukosit : 11 900 ul
2.8.120
Clorida darah : 112 mEq
2.8.121
Natrium darah : 140
2.8.122
Kalium : 4,1
2.8.123
GDS : 63
2.8.124
2.8.125
2.8.126
2.8.127
2.8.128
2.8.129
2.8.130
2.8.131
2.8.133
2.2.3 NCP
2.8.134
2.8.135
No
2.8.136
Diagnosa
Tuj 2.8.137
uan
Cri 2.8.138
teria Hasil
Inter 2.8.139
Ra
vensi
keper
awata
n
2.8.140
2.9 Deficit
volume
1.
cairan
berhubu
ngan
dengan
penurun
an
kemamp
uan
mempert
ahankan
cairan
elektroli
t
2.9.1
Setelah
Dapat
dilakukan
mempertahank
tindakan
an hidrasi
keperawat
adekuat
an 2x24
dibuktikan
jam
oleh tanda
diharapka
vital stabil,
n cairan
nadi perifer
elektrolit
teraba,
dapat
pengisian
terpenuhi
kapiler baik,
kembali
dan membrane
2.9.2 Mandiri :
2.9.10
Awasi keluaran Dieresis cepat
mukosa
lembab
dengan hati-
menyebabkan
kekurangan vo
bila
diindikasikan.
ketidakcukupa
Perhatikan
jumlah natrium
keluaran 100-
diabsorbsi dala
200 ml/jam
Dorong
tubulus ginjal
Pasien dibatasi
peningkatan
pemasukan ora
pemasukan oral
dalam upaya
berdasarkan
mengontrol ge
kebutuhan
urinaria, home
individu
2.9.3
2.9.4
2.9.5
2.9.6
Awasi TD, nadi
dengan sering.
Evaluasi
pengisian
kapiler dan
membrane
mukosa oral
Tingkatkan
pengurangan
cadangan dan
peningkatan re
dehidrasi /
hipovolemik
Memampukan
deteksi dini/
intervensi
hipovolemik k
sistemik
2.9.11
2.9.12
Menurunkan k
tirah baring
jantung,
dengan kepala
memudahkan
tinggi
2.9.7 Kolaborasi
Awasi
homeostastik
sirkulasi
Bila pengumpu
elektrolit,
cairan terkump
khususnya
area ekstraselu
natrium.
2.9.8
2.9.9
Berikan cairan
natrium dapat
mengikuti
perpindahan
Menggantikan
hipertonik)
kehilangan cai
sesuai
natrium untuk
kebutuhan
mencegah /
memperbaiki
2.9.132.9.14 Kerus
2.
akkan
2.9.15 Setelah
batas normal
Menunjukan
dilakukan
kaji
pertuk
intervensi
aran
selama 2 x
perbaikan
frekuensi,kedal
gas
24 jam
berhu
diharapka
ventilasi
Bebas gejala
aman
bunga
distress
anak
Kerusakan
denga
pertukaran
gas pada
kehila
bayi dapat
ngan
di atasi
surfak
dan
tan
menunjuk
meny
an status
ebabk
pernapasa
pernapasan
pernapasan
2.9.17
2.9.18
2.9.19
2.9.20
2.9.21
2.9.22
hipovolemia
2.9.30
kecepatan b
meningkat,di
dan
peningkatan
kerja(pada
atau hanya
EP
sub
kedalaman
pernapasan
bervariasi
tergantung
gagal
napas.ekspan
dada terbata
berhubungan
an
kolap
s
n normal
2.9.23
dengan
atau
Auskultasi
bunyi
alveol
ar
ate
nyeri
pleuritik
bunyi
napas,catat area
menurun / t
penurunan
bila
obstruksi se
atau
terhadap
bunyi
tambahan
jalan
perdarahan,b
atau kolaps
2.9.24
napas
2.9.25
kecil(atelekta
2.9.26
nki
dan
menyertai ob
Tinggikan
kepala
jalan napas
dari
tempat
napas
perasaan tak
tidur,bantu anak
ansietas
untuk memilih
berhubungan
posisi
yang
dengan
mudah
untuk
ketidakmamp
bernapas/terj
bernapas
,dorong
hepoksemia
napas
dalam perlahan
dapat secara
meningkatka
sesuai
konsumsi
kebutuhan
oksigen/kebu
2.9.27 Kolaborasi:
2.9.31
2.9.32
Berikan
oksigen
Memaksimal
tambahan
2.9.28
Berikan
bernapas
menurunkan
humidifikasi
tambahan,mis,n
membuang
ebulizer
napas
berguna
darah
ultrasonic
Siapkan
membersihka
untuk/bantu
bronkoskopi
napas
Memudahkan
upaya
pern
dalam
2.9.29
meningkatka
drainase secr
segmen
kedalam bron
2.9.332.9.34 Intole
3.
2.9.35 Setelah
Ditunjukan
2.9.36 Mandiri :
Kaji kemampuan
2.9.45
2.9.46
Mencegah terla
ransi
dilakukan
penurunan
aktifit
intervensi
tanda
pasien untuk
as
keperawat
fisiologis,
melakukan
berhu
an selama
intoleransi ,
aktivitas, catat
bunga
2x24 jam
misalnya
kelelahan dan
diharapka
:nadi,
kesulitan dalam
denga
pernapasan,
intoleransi
beraktifitas
masih dalam Kaji tanda-tanda
antara
aktivitas
rentang
vital setelah
menunjukan ba
suplai
dan
pasien
Menunjukka
beraktivitas
pasien mengala
denga
kebutuhan
oksigen
kebut
dapat
peningkatan
terpenuhi
toleransi
uhan
oksig
terhadap
aktifitas
lelah
2.9.47
2.9.48
jantung TD
2.9.37
2.9.38
2.9.39
2.9.40
2.9.41
Cata respon
terhadap aktivitas
2.9.49
2.9.50
2.9.51
Perubahan frek
sesak napas,
khususnya bila
telah terlihat
Ketika beraktiv
en
yang
diukur
dapat 2.9.42
2.9.43
Ubah posisi
TTV dalam
dengan perlahan
batas
dan pantau
normal.
terdapat kesulit
2.9.44
2.9.54
2.9.55 2.2.4. Implementasi/pelaksanaan
2.9.56
2.9.57 Dilaksanakan sesuai dengan rencana tindakan, menjelaskan setiap
tindakan yang akan dilakukan sesuai dengan pedoman atau prosedur teknis
yang telah ditentukan.
2.9.58 2.2.5. Evaluasi
2.9.59
Pengukuran efektivitas intervensi askep yang telah disusun dan
tujuan yang ingin dicapai ada 3 kemungkinan :
Tujuan tercapai
Tujuan tercapai sebagian
Tujuan tidak tercapai
2.9.60
2.9.61
2.9.62
2.9.63 Untuk persalinan premature :
2.9.64
2.9.65
2.9.66
2.9.67
2.9.68
kelelahan
2.9.52
Lingkungan ya
tenang meningk
kenyamanan at
istirahat pasien
2.9.53
2.9.69
2.9.70
2.9.71
2.9.72
2.9.73
2.9.74
2.9.75
2.9.76
2.9.77
BAB III
2.9.78
PENUTUP
2.9.79
2.9.80
3.1 Kesimpulan
2.9.81 Bayi baru lahir prematur adalah bayi yang dilahirkan sebelum
2.9.92
2.9.94
2.9.95
DAFTAR PUSTAKA
2.9.93
Boback. 2004. Keperawatan Maternitas. Ed. 4. Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi
2.9.96
8. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilynn E. 2001. Rencana Perawatan Maternal. Ed. 2. Jakarta :
2.9.97
EGC.
Saccharin, Rossa M. 2004. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Ed. 2. Jakarta :
2.9.98
EGC.
Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta :
2.9.99
EGC.
Alimul, Hidayat A. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta:
2.9.100
Salemba medika.
Berhman, Richard E. 1995. Ilmu Kesehatan Anak Nelson vol I Edisi 15.
2.9.101
Jakarta: EGC.
Doenges, ME & Moorhouse MF. 1996. Rencana Keperawatan Maternal /
2.9.102