Está en la página 1de 14

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.

1 Air Air merupakan kebutuhan yang sangat pokok bagi


kehidupan. Semua makhluk hidup memerlukan air. Tanpa air tak akan ada
kehidupan. Demikian pula manusia tak dapat hidup tanpa air. Kebutuhan air kita
menyangkut dua hal. Pertama, air untuk kehidupan kita sebagai makhluk hayati dan
kedua, air untuk kehidupan kita sebagai manusia yang berbudaya. Tubuh kita
sebagian besar terdiri atas air. Proses kimia yang terjadi dalam tubuh kita yaitu
yang disebut metabolisme, berlangsung dalam medium air. Molekul air juga ikut
dalam banyak reaksi kimia metabolisme. Air merupakan alat untuk mengangkut zat
dari bagian tubuh yang satu ke bagian lain. Misalnya darah yang sebagian besar
terdiri atas air, mengalir ke seluruh bagian tubuh dan membawa oksigen yang
terikat pada sel darah merah ke semua sel dalam tubuh. Air juga diperlukan untuk
mengatur suhu tubuh. (Mahida,U.N., 1993). 2.2 Limbah Rumah Tangga Limbah
rumah tangga adalah limbah yang berasal dari dapur, kamar mandi, cucian, limbah
bekas industri rumah tangga dan kotoran manusia. Limbah merupakan buangan
atau sesuatu yang tidak terpakai berbentuk cair, gas dan padat. Dalam air limbah
terdapat bahan kimia yang sukar untuk dihilangkan dan berbahaya. (Putra,Y., 2004).
Satu meter kubik air limbah domestik kira-kira beratnya 1.000.000 gr dimana
mengandung 500 gram zat padat. Satu setengah zat padat menjadi zat padat
terlarut seperti kalsium, kalium, dan senyawa organik yang larut. Ada 250 gram lagi
yang tidak larut. Fraksi yang tidak larut mengandung kira-kira 125 gram material
yang Universitas Sumatera Utaraakan ditempatkan dalam fraksi cair selama 30
menit dibawah kondisi diam. Sisa 125 gram akan tinggal dalam bentuk suspensi
dalam waktu yang lama. (Davis, M. L. and Cornwell, D. A., 2008). Pengelolaan
Limbah Rumah Tangga Dalam dunia arsitektur ada metode yang bisa diterapkan
dalam merencanakan pengolahan limbah rumah tangga yaitu dengan : 1. Membuat
saluran air kotor 2. Membuat bak peresapan 3. Membuat tempat pembuangan
sampah sementara Hal-hal tersebut dapat dilakukan dengan memperhatikan
ketentuan sebagai berikut: 1) Tidak mencemari sumber air minum yang ada di
daerah sekitarnya baik air dipermukaan tanah maupun air di bawah permukaan
tanah. 2) Tidak mengotori permukaan tanah. 3) Menghindari tersebarnya cacing
tambang pada permukaan tanah. 4) Mencegah berkembang biaknya lalat dan
serangga lain. 5) Tidak menimbulkan bau yang mengganggu. 6) Konstruksi agar
dibuat secara sederhana dengan bahan yang mudah didapat dan murah. 7) Jarak
minimal antara sumber air dengan bak resapan 10 m. Limbah pada konsentrasi
tertentu dengan melewati batas yang ditetapkan akan menimbulkan pencemaran
atau lebih tepat disebutkan akan mempengaruhi kondisi lingkungan. Pada
umumnya urutan proses dalam teknologi pengolahan limbah domestik terdiri dari
proses penyaringan, pengendapan, netralisasi, aerasi, filtrasi dan penghancuran.
Proses ini dapat dilakukan pada metode fisika, metode kimia maupun metode
biologi. Kalau pengendapan dengan sistem fisika tidak berlangsung dengan baik,
maka pengendapan dapat dilanjutkan dengan proses kimia atau proses biologi.
Penangkapan dapat dilakukan dengan metode fisika tapi dapat juga dilakukan
dengan elektrolisa. Penghancuran dapat dilakukan dengan klorinasi dan juga dapat
dilakukan dengan proses fisika. (Ginting,P., 2007). Universitas Sumatera
UtaraPengelolaan yang paling sederhana ialah pengelolaan dengan menggunakan
pasir dan benda-benda terapung melalui bak penangkap pasir dan saringan.
Pengelolaan sekunder dibuat untuk menghilangkan zat organik melalui oksidasi

dengan menggunakan saringan khusus. Pengelolaan secara tersier hanya untuk


membersihkan saja. (Putra,Y., 2004). Penyaringan, pemompaan, pengukuran aliran,
dan penghilangan pasir adalah langkah pertama yang umum dilaksanakan dalam
proses air limbah perkotaan. Koagulasi secara kimiawi dimasukkan untuk
menghilangkan kenaikan pengendapan pertama. (Hammer, M. J., 1996). 2.3 Koloid
Koloid merupakan suatu sistem dispersi karena terdiri dari dua fasa yaitu fasa
terdispersi (fasa yang tersebar halus) yang kontinyu dan fasa pendispersi yang
diskontinyu. Fasa terdispersi umumnya memiliki jumlah yang lebih kecil atau mirip
dengan zat terlarut dan fasa pendispersi jumlahnya lebih besar atau mirip pelarut
pada suatu larutan. Koloid memiliki diameter partikel antara 1 nm 100 nm. (Myers,
D., 2006). 2.4 Koagulasi Koagulasi adalah proses destabilisasi partikel partikel
koloid. Partikel partikel tersebut membentuk lapisan secara kimia yang kemudian
diikuti dengan flokulasi. Zat zat kimia yang digunakan untuk mendestabilkan
partikel koloid disebut dengan koagulan. Koagulan yang paling umum dan paling
sering digunakan adalah alum (aluminium sulfat) dan garam garam besi.
Karakteristik dari kation multivalensi adalah mempunyai kemampuan menarik
koagulan ke muatan partikel koloid. (Proste, R.L., 1997). Di dalam pengolahan air,
proses koagulasi digunakan untuk pembentukan agregat dari suspensi yang tidak
stabil menjadi stabil. Ketika sejumlah partikel kecil menggumpal membentuk
sebuah partikel besar tunggal Universitas Sumatera Utaragerombolannya akan
terbentuk dengan laju yang cepat dari partikel individunya karena diameter yang
lebih besar. Hal ini benar meskipun perbedaan massa jenisnya telah menurun
akibat air yang terperangkap di antara partikel. Penggumpalan bersama partikel
partikel kecil untuk membentuk partikel yang lebih besar disebut koagulasi. (Mihali,
C., 2008). Dua partikel kecil yang saling berinteraksi satu sama lain umumnya akan
saling menempel. Gerak Brown menyatakan bahwa pergerakan molekul dari partikel
mikroskopis memastikan bahwa partikel akan saling bertumbukan dan akhirnya
gerombolan partikel akan terbentuk dan terdiam secara perlahan lahan. (Dean,
B.R., 1981). Proses Koagulasi Destabilisasi partikel koloid dikontrol oleh repulsi
lapisan rangkap listrik dan antar aksi Van der Walls. Empat metode yang digunakan
untuk menggambarkan proses ini adalah penekanan lapisan rangkap listrik (double
layer), netralisasi muatan, penjaringan partikel dalam endapan, dan pembentukan
jembatan antar partikel. Ketika konsentrasi dari ion pusat di dalam medium dispersi
adalah kecil, ketebalan lapisan rangkap listrik adalah besar. Dua partikel koloid yang
berdekatan tidak bisa bersatusatu dengan yang lain disebabkan adanya lapisan
rangkap listrik yang tebal, oleh karena itu koloidnya stabil. Namun ketika
konsentrasi ditingkatkan, kuatnya tarikan di antara muatan pertama dan ion
pusatnya ditingkatkan sehingga menyebabkan lapisan rangkapnya berkurang.
Lapisan ini kemudian ditekan secukupnya dengan dilanjutkan penambahan ion
pusat. Muatan koloid dapat dinetralkan secara langsung dengan penambahan ion
yang mempunyai muatan yang berlawanan yang mempunyai kemampuan
mengadsobsi permukaan koloid. Karakteristik beberapa kation dari garam-garam
logam seperti Al(III) dan Fe(III) adalah membentuk endapan ketika ditambahkan ke
dalam air. Untuk endapan yang terjadi ini, partikel koloid mengalami nukleasi yaitu
pembungkusan koloid sehingga membentuk endapan. Jika beberapa partikel
dibungkus dan diikat bersama koagulasi akan menghasilkan jebakan Universitas
Sumatera Utaralangsung. Metode yang terakhir adalah pembentukan jembatan

antar partikel. Sebuah jembatan molekul akan mengikat sebuah partikel koloid pada
daerah yang aktif dan partikel koloid kedua pada daerah yang lain. Sisi yang aktif
menunjukkan molekul dimana partikelnya diikat dengan ikatan kimia dari koloid
yang terjadi sehingga menyebabkan diikatnya koloid sehingga terjadi proses
koagulasi (Sincero, 1990). 2.5 Flokulasi Flokulasi adalah penggabungan dari partikel
partikel hasil koagulasi menjadi partikel yang lebih besar dan mempunyai
kecepatan mengendap yang lebih besar, dengan cara pengadukan lambat. Dalam
hal ini proses koagulasi harus diikuti flokulasi yaitu penggumpulan koloid
terkoagulasi sehingga membentuk flok yang mudah terendapkan atau transportasi
partikel tidak stabil, sehingga kontak antar partikel dapat terjadi. (Sutrisno, 1987).
Proses Flokulasi Terdapat 3(tiga) tahapan penting yang diperlukan dalam proses
koagulasi yaitu tahap pembentukan inti endapan, tahap flokulasi, dan tahap
pemisahan flok dengan cairan. 1. Tahap Pembentukan Inti Endapan Pada tahap ini
diperlukan zat koagulan yang berfungsi untuk penggabungan antara koagulan
dengan polutan yang ada dalam air limbah. Agar penggabungan dapat berlangsung
diperlukan pengadukan dan pengaturan pH limbah. Pengadukan dilakukan pada
kecepatan 60 s/d 100 rpm selama 1 s/d 3 menit; pengaturan pH tergantung dari
jenis koagulan yang digunakan, misalnya untuk Alum pH 6 s/d 8 Fero Sulfat pH 8 s/d
11 Feri Sulfat pH 5 s/d 9 PAC pH 6 s/d 9 2. Tahap Flokulasi Universitas Sumatera
Utara Pada tahap ini terjadi penggabungan inti endapan sehingga menjadi molekul
yang lebih besar, pada tahap ini dilakukan pengadukan lambat dengan kecepatan
40 s/d 50 rpm selama 15 s/d 30 menit. Untuk mempercepat terbentuknya flok dapat
ditambahkan flokulan misalnya polielektrolit. Polielektrolit digunakan secara luas,
baik untuk pengolahan air proses maupun untuk pengolahan air limbah industri.
Polielektrolit dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu non ionik, kationik dan anionik;
biasanya bersifat larut air. Sifat yang menguntungkan dari penggunaan polielektrolit
adalah volume lumpur yang terbentuk relatif lebih kecil, mempunyai kemampuan
untuk menghilangkan warna, dan efisien untuk proses pemisahan air dari lumpur
(dewatering). 3. Tahap Pemisahan Flok dengan Cairan Flok yang terbentuk
selanjutnya harus dipisahkan dengan cairannya, yaitu dengan cara pengendapan
atau pengapungan. Bila flok yang terbentuk dipisahkan dengan cara pengendapan,
maka dapat digunakan alat klarifier, sedangkan bila flok yang terjadi diapungkan
dengan menggunakan gelembung udara, maka flok dapat diambil dengan
menggunakan skimmer. 2.6 Sel Elektrokimia dengan Elektroda Aluminium Reaksi
pada Katoda Reaksi pada katoda adalah reduksi terhadap kation. Jadi yang
diperhatikan hanya kation saja. 1. Jika larutan mengandung ion-ion logam alkali,
ion-ion logam alkali tanah, ion logam Al3+ dan ion Mg2+, maka ion-ion logam ini
tidak dapat direduksi dari larutan. Yang akan mengalami reduksi adalah pelarut
(air), dan terbentuk gas Hidrogen (H2) pada katoda. 2 H2O + 2e 2OH- + H2 2. Jika
larutan mengandung asam, maka ion H+ dari asam akan direduksi menjadi gas
hidrogen pada katoda. 2H+ + 2e H2 Universitas Sumatera Utara3. Jika larutan
mengandung ion-ion lain, maka ion-ion logam ini akan direduksi menjadi masingmasing logamnya dan logam yang terbentuk itu diendapkan pada permukaan
batang katoda Fe2+ + 2e Fe Mn2+ + 2e Mn Reaksi pada Anoda Elektroda pada
anoda, elektrodanya diketahui dioksidasi (bereaksi) diubah menjadi ionnya. Contoh :
Al Al3+ + 3e Zn Zn2+ + 2e Dalam sistem elektrokimia dengan anoda terbuat dari
aluminium, beberapa kemungkinan reaksi elektroda dapat terjadi sebagai berikut :

Anoda : Al Al3+ + 3e Katoda : 2 H2O + 2e H2 + 2OH- 2 H+ + 2e H2 O2 + 4H+ + 4e


2H2O 2.7 Poli Aluminium Klorida (PAC) Poli aluminium klorida sering disingkat
dengan PAC. PAC merupakan garam yang dibentuk oleh aluminium-aluminium
klorida yang khusus digunakan untuk memberikan daya koagulasi dan flokulasi
(penggumpalan dan pemadatan penggumpalan) yang lebih besar dibandingkan
dengan garam-garam aluminium dan besi lainnya. (Gregory et al, 2001). Poli
aluminium klorida mengumpalkan zat-zat yang tersuspensi atau secara koloidal
tersuspensi dalam air membentuk flok-flok yang mengendap dengan cepat. PAC
secara umum dirumuskan dengan : Aln(OH)mCl(3m-n). Dalam air akan menjadi : 2
Al(OH)Cl2 (s) + 4 H2O (l) 2 Al(OH)3 (s) + 4 HCl (aq) Universitas Sumatera Utara
Putih PAC baik digunakan dalam pengolahan air, air sungai maupun air limbah
industri yang dapat mengoptimalkan pemisahan limbah padat dari suspensinya.
PAC bekerja dengan jangkauan pH yang lebih luas dibandingkan dengan koagulan
lainnya. Adapun keunggulan PAC dibandingkan dengan koagulan lainnya adalah
sebagai berikut (Anonimous I, 2007) : a. aplikasinya luas dan cocok dengan
kebanyakan jenis air b. walaupun pada suhu rendah dapat diendapkan dengan baik
c. derajat kebasaannya lebih tinggi daripada garam-garam aluminium dan besi, dan
efek korosinya sedikit d. keefektifan PAC biasanya adalah pada interval pH 6-9 e.
membentuk flok dengan diameter yang lebih besar sehingga mempercepat proses
pengendapan f. tidak mengakibatkan degradasi pH yang drastis sehingga dapat
mengurangi pemakaian alkali g. memiliki kemampuan proses koagulasi yang tidak
dipengaruhi oleh suhu h. berbagai bahan kimia baik senyawa organik maupun
anorganik biasanya dibutuhkan coagulant aids (katalisator penggumpalan), tetapi
untuk PAC biasanya tidak membutuhkan itu (Klimiuk,E., 1999). 2.8 Elektrokoagulasi
Elektrokoagulasi adalah suatu proses teknologi elektrokimia yang populer untuk
digunakan pada pengolahan air limbah. Proses elektrokoagulasi disusun meliputi
proses equalisasi, elektrokimia, sedimentasi dan proses filtrasi. Proses equalisasi
dimaksudkan untuk menyeragamkan limbah cair yang akan diolah terutama kondisi
pH, pada tahap ini tidak terjadi reaksi kimia. Pada proses elektrokimia akan terjadi
pelepasan Al3+ dari plat elektroda ( anoda ) sehingga membentuk flok Al(OH)3
yang mampu mengikat kontaminan dan partikel-partikel dalam limbah. Proses
elektrokoagulasi dilakukan pada bejana elektrolisis yang didalamnya terdapat dua
Universitas Sumatera Utarapenghantar arus listrik searah yang disebut elektroda,
yang tercelup dalam larutan limbah sebagai elektrolit. Apabila dalam suatu
elektrolit ditempatkan dua elektroda dan dialiri arus listrik searah, maka akan
terjadi peristiwa elektrokimia yaitu gejala dekomposisi elektrolit, yaitu ion positif
(kation) bergerak ke katoda dan menerima elektron yang direduksi dan ion negatif
(anion) bergerak ke anoda dan menyerahkan elektron yang dioksidasi. (Sunardi,
2007). Elektrokoagulasi dikenal juga sebagai Elektrolisis Gelombang Pendek.
Elektrokoagulasi merupakan suatu proses yang melewatkan arus listrik ke dalam air.
Itu dapat digunakan menjadi sebuah uji nyata dengan proses yang sangat efektif
untuk pemindahan bahan pengkontaminasi di dalam air. Proses ini dapat
mengurangi lebih dari 99% kation logam berat. Pada dasarnya sebuah elektroda
logam akan teroksidasi dari logam (M) menjadi kation (Mn+). Selanjutnya, air akan
direduksi menjadi gas hidrogen dan ion hidroksil (OH- ). Elektrokoagulasi ini dikenal
sebagai reaksi in situ kation logam. Interaksi yang terjadi di dalam larutan : 1.
Migrasi menuju muatan elektroda yang berlawanan (elektroporesis) dan netralisasi

muatan. 2. Kation atau ion hidroksil membentuk sebuah endapan dengan pengotor.
3. Interaksi kation logam dengan OH- membentuk sebuah hidroksida, dengan sifat
adsorpsi yang tinggi selanjutnya berikatan dengan pollutan (bridge coagulation) 4.
Oksidasi pollutan sehingga sifat toksiknya berkurang. (Holt,P., 2006). 2.8.1
Kelebihan Elektrokoagulasi Elektrokoagulasi dalam pengolohan limbah sudah
dilakukan sejak ratusan tahun yang lalu, tetapi nanti abad 20 ini telah ditemukan
berbagai pengembangan teknologi tentang elektrokoagulasi, berikut ini kelebihan
dari elektrokoagulasi : 1. Elektrokoagulasi memerlukan peralatan sederhana dan
mudah untuk dioperasikan. 2. Flok yang dihasilkan elektrokoagulasi ini sama
dengan flok yang dihasilkan koagulasi biasa. 3. Keuntungan dari elektrokoagulasi ini
lebih cepat mereduksi kandungan koloid/partikel yang paling kecil, hal ini
disebabkan pengaplikasian listrik kedalam Universitas Sumatera Utaraair akan
mempercepat pergerakan mereka didalam air dengan demikian akan memudahkan
proses. 4. Gelembung-gelembung gas yang dihasilkan pada proses elektrokoagulasi
ini dapat membawa polutan ke atas air sehingga dapat dengan mudah dihilangkan.
5. Dapat memberikan efisiensi proses yang cukup tinggi untuk berbagai kondisi,
dikarenakan tidak dipengaruhi temperatur. 6. Tidak diperlukan pengaturan pH. 7.
Tanpa menggunakan bahan kimia tambahan. 2.8.2 Kelemahan Elektrokoagulasi Ada
beberapa kekurangan elektrokoagulasi ini, berikut ini kekurangan dari proses
elektrokoagulasi : 1. Tidak dapat digunakan untuk mengolah limbah cair yang
mempunyai sifat elektrolit cukup tinggi dikarenakan akan terjadi hubungan singkat
antar elektroda. 2. Besarnya reduksi logam berat dalam limbah cair dipengaruhi
oleh besar kecilnya arus voltase listrik searah pada elektroda, luas sempitnya
bidang kontak elektroda dan jarak antar elektroda. 3. Penggunaan listrik yang
mungkin mahal. 4. Batangan anoda yang mudah mengalami korosi sehingga harus
selalu diganti. (Purwaningsih, I., 2008). 2.9 pH atau Konsentrasi Hidrogen - Ion pH
menyatakan intensitas kemasaman atau alkalinitas dari suatu cairan encer, dan
mewakili konsentrasi hidrogen ionnya. pH tidak mengukur seluruh kemasaman atau
seluruh alkalinitas; suatu metode titrasi (penurunan kadar) yang dibutuhkan untuk
memperkirakan jumlah yang sebenarnya daripada keasaman atau alkali yang ada.
Larutan larutan netral mempunyai pH = 7, asam mempunyai pH kurang dari 7
sedangkan larutan larutan yang mengandung alkali mempunyai pH yang lebih
tinggi Universitas Sumatera Utaradaripada 7. Air limbah domestik yang normal
biasanya mengandung sedikit alkali. (Mahida, U. N., 1984). Air dapat bersifat asam
atau basa, tergantung pada besar kecilnya pH air atau besarnya konsentrasi ion
hidrogen di dalam air. Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan
mempunyai pH antara 6,5 - 7,5. Air limbah industri belum terolah yang dibuang
langsung ke sungai akan mengubah pH air yang dapat mengganggu kehidupan
organisme di dalam sungai. Kondisi ini akan semakin parah jika daya dukung
lingkungan rendah seperti debit sungai yang kecil. (Sunu,P., 2001). Aktivitas biologik
dapat mengubah pH dari unit penanganan. Contoh-contoh reaksi biologik yang
dapat menyebabkan kenaikan pH adalah fotosintesis, denitrifikasi, pemecahan
nitrogen organik dan reduksi sulfat. Contoh reaksi biologik yang dapat
menyebabkan penurunan pH adalah oksidasi sulfat, nitrifikasi, oksidasi karbon
organik. Perubahan relatif dalam pH akan mempengaruhi kapasitas penyangga dari
cairan dan jumlah substrat yang digunakan oleh mikroorganisme. Proses
penanganan biologik konvensional tidak dapat bekerja dengan baik di luar daerah

pH 6,5 8,5 dan sifat asam atau alkali harus dimodifikasi dengan cara tertentu
seperti dengan pengenceran, netralisasi dan pengendalian proses reaksi biologik.
Air limbah yang mengandung konsentrasi asam organik yang cukup banyak sering
mempunyai pH yang rendah dan dapat diatasi secara efektif dengan menyesuaikan
laju penghilangan dengan laju input massa dari asam. (Laksmi, B.S., 1993). 2.10
Kekeruhan Pengeruhan terjadi disebabkan oleh adanya zat zat koloid yaitu zat
yang terapung serta terurai secara halus sekali. Hal itu disebabkan pula oleh
kehadiran zat organik yang terurai secar halus, jasad jasad renik, lumpur, tanah
liat dan zat koloid yang serupa atau benda terapung yang tidak mengendap dengan
segera. Pengeruhan atau tingkat kelainan adalah sifat fisik yang lain dan unik
daripada limbah dan meskipun penentuannya bukanlah merupakan ukuran
mengenai jumlah benda benda yang Universitas Sumatera Utaraterapung, sebagai
aturan umum dapat dipakai bahwa semakin luar biasa kekeruhan semakin kuat
limbah itu. Air cucian di jalanan juga menambah/menghasilkan kekelaman.
Kekeruhan diukur dalam bagian bagian per sejuta dalam ukuran berat atau
dengan miligram per liter, namun ukuran ukuran demikian itu umumnya terbatas
pada air dan hanya kadang kadang dibuat untuk limbah dan selokan. (Mahida,
U.N., 1984). Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan
banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan bahan yang terdapat
di dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan bahan
anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus). Padatan
tersuspensi berkorelasi positif dengan kekeruhan. Semakin tinggi nilai padatan
tersuspensi, nilai kekeruhan juga akan semakin tinggi. Akan tetapi, tingginya
padatan terlarut tidak selalu diikuti dengan tingginya kekeruhan. Kekeruhan
dinyatakan dalam satuan unit turbiditas, yang setara dengan 1 mg/L SiO2.
Peralatan yang digunakan untuk mengukur kekeruhan yaitu Jackson Candler
Turbidimeter yang dikalibrasi menggunakan silika. Satu unit turbiditas Jackson
Candler Turbidimeter dinyatakan dengan 1 JTU. Pengukurannya bersifat visual, yaitu
membandingkan air sampel dengan air standar. Metode lain mengukur kekeruhan
yaitu Nephelometri dengan satuan NTU. Konversi antara NTU dan JTU yaitu 40 NTU
setara dengan 40 JTU. (Gandjar, G.I., 2007). Metode pengukuran turbiditas dapat
dikelompokkan dalam tiga golongan, yaitu pengukuran perbandingan intensitas
cahaya yang dihamburkan terhadap intensitas cahaya yang datang; pengukuran
perbandingan cahaya yang diteruskan terhadap cahaya yang datang; pengukuran
efek ekstingsi, yaitu kedalaman di mana cahaya mulai tidak tampak di dalam
lapisan medium yang keruh. Instrumen pengukur perbandingan Tyndall disebut
sebagai Tyndall meter. Dalam instrumen ini intensitas diukur secara langsung.
Sedang pada nefelometer, intensitas cahaya diukur dengan larutan standar.
Turbidimeter meliputi pengukuran cahaya yang diteruskan. Turbiditas berbanding
lurus terhadap konsentrasi dan ketebalan, tetapi turbiditas tergantung juga pada
warna. Prinsip spektroskopi absorpsi dapat digunakan pada turbidimeter dan
nefelometer. Untuk turbidimeter, absorpsi akibat partikel yang tersuspensi diukur
Universitas Sumatera Utarasedangkan pada nefelometer, hamburan cahaya oleh
suspensilah yang diukur. Meskipun presisi metode ini tidak tinggi tetapi mempunyai
kegunaan praktis, sedang akurasi pengukuran tergantung pada ukuran dan bentuk
partikel. Setiap instrumen spektroskopi absorpsi dapat digunakan untuk
turbidimeter, sedang nefelometer memerlukan reseptor pada sudut 90 terhadap

lintasan cahaya. (Khopkar,S.M., 2003). Turbiditas dalam air diukur dengan efek
partikel suspensi dalam sinar lampu. Kesimpulan cahaya metoda analitis
diklasifikasikan sebagai nefelometri, dan satu sistem pengukuran turbiditas
menggunakan Nephelometric Turbidity Units (NTU). Metoda original nefelometri
digunakan sebagai standar lilin, memberikan hasil dalam Jackson Turbidity Units
(JTU), dinamakan untuk orang yang mengembangkan standar lilin. Standar
turbiditas disiapkan dengan formazin untuk menentukan perbandingan pipa yang
memberikan kenaikan ketiga unit turbiditas, FTU. JTU diukur dengan transmisi sinar
lampu, sedangkan NTU diukur dengan lampu yang dihamburkan, jadi tidak ada
perbandingan di antara kedua unit yang berlaku untuk semua air. (Kemmer,F.N.,
1979). 2.11 Nilai Permanganat Kebutuhan oksigen kimiawi didefinisikan sebagai
jumlah oksigen dalam bentuk ion pengoksidasi yang dikonsumsi oleh senyawa
senyawa organik dalam air. Derajat oksidasi tergantung pada tipe dari substansi,
pH, temperatur, waktu reaksi dan konsentrasi dari ion pengoksidasi. Kalium
permanganat telah lama digunakan sebagai ion pengoksidasi untuk menentukan
senyawa organik dalam air dan limbah. Adapun metode ini terutama digunakan
pada permukaan air yang telah dicemari atau air minum, dimana hasilnya
digunakan hanya untuk orientasi. Pengukuran ini terutama ditunjukkan dalam
larutan asam yang mana ion permanganat direduksi menjadi Mn (II). MnO4 - + 8 H+
+ 5eMn2+ + 4 H2O Universitas Sumatera UtaraNilai kebutuhan oksigen kimiawi
semakin akurat disebabkan oleh oksidasi kalium dikromat dalam larutan asam kuat.
Cr2O7 2- + 14 H+ + 6e- 2 Cr3+ + 4 H2O Metode ini digunakan untuk menentukan
kebutuhan oksigen kimiawi pada semua jenis air dan air limbah. Dengan sedikit
pengecualian semua senyawa senyawa organik hampir dioksidasi dengan
sempurna. Konsentrasi (mg/L O2) dari 10 15 mg/L secara normal dapat diukur.
Metode ini dapat dimodifikasi untuk konsentrasi yang lebih kecil. Untuk interpretasi
dari hasil hasil sangat penting untuk diketahui bahwa nilai kebutuhan oksigen
kimiawi tidak dapat secara langsung dikonversikan kepada pengukuran jumlah
senyawa organik yang ada, dimana komposisi kuantitasnya tidak diketahui.
Senyawa senyawa yang berbeda membutuhkan jumlah yang berbeda dari ion
pengoksidasi untuk oksidasi yang sempurna. (Rump, H.H dan Krist, H., 1992). Uji
coba selama tiga menit menentukan kebutuhan langsung oksigen dari contoh
disebabkan oleh zat anorganik yang dapat dioksidasi maupun zat organik yang
telah dioksidasi oleh potassium permanganat. Uji coba ini dengan cepat
menunjukkan kebutuhan langsung oksigen yang disebabkan oleh zat zat
anorganik yang dapat dioksidasi seperti nitrit, sulfida, sulfit dan sebagainya,
maupun oleh zat zat organik yang dapat dioksidasi dengan mudah. Daya guna
daripada uji coba selama tiga menit ini akan menunjukkan adanya zat zat yang
mudah dioksidasi. Uji coba permanganat selama empat jam merupakan uji coba
kimiawi murni dan mengukur jumlah zat pencemar yang dioksidasi secara kimiawi
oleh potassium permanganat. Uji coba permanganat menunjukkan jumlah yang
sesungguhnya daripada kotoran kotoran organik di dalam suatu contoh; BOD
adalah suatu petunjuk mengenai kemudahan relatif yang berlangsung sejalan
dengan oksidasi secara biokimiawi. Suatu selokan akhir yang baik yang berasal dari
suatu instalasi pembenahan aerobik seharusnya tidak melebihi 15 mg/L seperti nilai
uji coba permanganat selama empat jam. Apabila beberapa sampah perdagangan
terdapat dalam air limbah, nilai ini dapat mencapai setinggi tingginya 25 mg/L.

Untuk air Universitas Sumatera Utaraair sungai, nilai uji coba selama empat
jamnya secara umum tidak boleh melebihi 5 mg/L. Tidak ada ikan yang tahan hidup
dalam aliran aliran apabila permanganat naik melebihi 10 mg/L. (Mahida, U.N.,
1984). 2.12 Zat Padat Tersuspensi (TSS) Zat tersuspensi yang halus dalam air alam
biasanya organik alami mewakili zat koloid dimana flokulasi dibawah pengaruh
bakteri dan protozoa. Zat tersuspensi inorganik terutama dibatasi menjadi zat silika
yang terbentuk dari pengikisan mineral tanah. Sebagai contoh sampel TSS dikontrol
dengan filter penyerap. Satu metoda yang direkomendasikan adalah untuk
menyaring melalui alas ukur percobaan Gooch. Satu kegunaan yang berlainan
bentuk Hartley dari corong Buchner dan serat kaca kertas saring. Bagaimanapun,
maksudnya untuk mampu menyaring melalui kaca ukur kertas saring dalam corong
dan mudah dicuci dengan air destilasi atau air tanpa ion. Residu dikeringkan untuk
ukur konstanta dan kemudian ditimbang. Kertas serat kaca digunakan sejak
kandungan air dapat diabaikan dan kertas kering tidak dapat berubah selama
penimbangan, berbeda dengan kertas saring biasanya. Kertas kaca mengandung
sejumlah kecil zat organik, tetapi dapat mengurangi tingkat yang tidak berarti
dengan pencucian terlebih dahulu. Informasi lebih lanjut tentang faktor yang
mempengaruhi penentuan zat padat tersuspensi dapat berlaku dari Crane dan
Dewey (1980). 2.13 Zat Padat Terlarut (TDS) Itu sering tepat untuk menentukan zat
padat terlarut dalam sisa penyaringan dari penentuan TSS. (Allen,S.E., 1989).
Universitas Sumatera Utara

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21100/4/Chapter%20II.pdf

1.3. Kekeruhan
Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya
cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air.
Kekeruhan disebabkan adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan
terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus), maupun bahan anorganik dan organik yang
berupa plankton dan mikroorganisne lain (APHA, 1976; Davis dan Cornwell, 1991dalam
Effendi 2003). Zat anorganik yang menyebabkan kekeruhan dapat berasal dari
pelapukan batuan dan logam, sedangkan zat organik berasal dari lapukan hewan dan
tumbuhan. Bakteri dapat dikategorikan sebagai materi organik tersuspensi yang
menambah kekeruhan air.

Padatan tersuspensi berkolerasi positif dengan kekeruhan. Semakin tinggi nilai padatan
tersuspensi, semakin tinggi nilai kekeruhan. Akan tetapi, tingginya padatan terlarut tidak
selalu diikuti dengan tingginya kekeruhan. Tingginya nilai kekeruhan dapat mempersulit
usaha penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air.
Secara optis, kekeruhan merupakan suatu kondisi yang mengakibatkan cahaya dalam
air didispersikan atau diserap dalam suatu contoh air. Beberapa metode pengukuran
kekeruhan antara lain (Santika, 1987) :

1.3.1. Metode Jackson Candler Turbidimetry


Metode ini dilakukan berdasarkan transmisi cahaya yang terjadi. Pengukuran kekeruhan
menggunakan metode ini bersifat visual dan dilakukan dengan cara membandingkan
contoh air dengan air standar. Pada awalnya metode standar yang digunakan untuk
menentukan kekeruhan adalah metode Turbidimeter Jackson Candler yang dikalibrasi
menggunakan silika. Namun, tingkat kekeruhan terendah yang dapat diukur dengan alat
ini adalah 25 unit. Satu unit turbiditas Jackson Candler Turbidimeter dinyatakan dengan
satuan 1 JTU.

1.3.2. Metode Nephelometric


Nephelometer tidak dipengaruhi oleh perubahan kecil pada desain parameter. Satuan
kekeruhan dalam pengukuran nephelometer dinyatakan dalam NTU (Nephelometric
Turbidity Unit). Nephelometric Method disarankan untuk metode visual karena
ketepatan, sensitifitas, dan dapat digunakan dalam rentang turbiditas yang besar.
Prinsip kerja dari metode ini adalah membandingkan cahaya yang didispersikan oleh
contoh air pada kondisi yang sama dengan intensitas cahaya yang didispersikan oleh
larutan suspensi standar (polymer formazin). Semakin tinggi intensitas yang
didispersikan, semakin tinggi pula turbiditasnya. Penentuan turbiditas sebaiknya
dilakukan pada saat pengambilan contoh air. Bila tidak, disimpan pada tempat yang
gelap, paling lama 24 jam. Penyimpanan yang terlalu lama dapat menyebabkan
kekeruhan.

1.3.3. Metode Visual

Metode ini merupakan cara kuno yang lebih sesuai digunakan untuk contoh air dengan
tingkat kekeruhan yang tinggi.
Dalam sistem penyediaan air minum, kekeruhan merupakan salah satu faktor penting
karena beberapa alasan sebagai berikut (Sawyer, 4th edition) :
Faktor estetika
Konsumen menghendaki air yang bebas dari kekeruhan. Kekeruhan pada air minum
dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya polusi limbah cair dan bahaya kesehatan
yang mengancam.
Filterability
Filtrasi air akan lebih sulit dilakukan dan akan membutuhkan biaya yang besar apabila
kekeruhannya tinggi.
Desinfeksi
Pada air yang keruh, banyak terkandung organisme berbahaya yang tersembunyi pada
proses desinfeksi.
Satuan kekeruhan yang biasa digunakan sebagai berikut :

mg/l SiO2 (satuan standar) = 1 unit turbiditas.

NTU (Nephelometric Turbidity Unit). Batas maksimal yang diperbolehkan oleh US


Environmental Protection Agency adalah 0,5 1 unit kekeruhan (NTU). Dalam batas ini,
air boleh digunakan sebagai air minum.
JTU (Jackson Candle Turbidity Unit). 40 NTU = 40 JTU (Sawyer dan Mc Carthy :

1978).

FTU (Formazin Turbidity Unit)


https://jujubandung.wordpress.com/2012/06/08/parameter-fisika-kimia-biologipenentu-kualitas-air-2/

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup


No. 3 Tahun 1998
Tentang : Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kawasan
Industri

Daftar Peraturan Perundang-undangan di Bidang Lingkungan


Hidup tentang Pengendalian Pencemaran Air
1. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air
2. Keputusan MENLH Nomor KEP-51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah
Cair Bagi Kegiatan Industri
3. Keputusan MENLH Nomor KEP-52/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah
Cair Bagi Kegiatan Hotel
4. Keputusan MENLH Nomor KEP-58/MENLH/12/1995 tentang Baku Mutu Limbah
Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit
5. Keputusan MENLH Nomor 28 Tahun 2003 tentang Pedoman Teknis Pengkajian
Pemanfaatan Air Limbah dari Industri Minyak Sawit pada Tanah di Perkebunan
Kelapa Sawit
6. Keputusan MENLH Nomor 29 Tahun 2003 tentang Pedoman dan Tata Cara
Perizinan Pemanfaatan Air Limbah dari Industri Minyak Sawit pada Tanah di
Perkebunan Kelapa Sawit
7. Keputusan MENLH Nomor 37 Tahun 2003 tentang Metoda Analisis Kualitas Air
Permukaan dan Pengambilan Contoh Air Permukaan
8. Keputusan MENLH Nomor 110 Tahun 2003 tentang Pedoman Penetapan Daya
Tampung Beban Pencemaran Air pada Sumber Air
9. Keputusan MENLH Nomor 111 Tahun 2003 tentang Pedoman Mengenai Syarat
dan Tata Cara Perizinan Serta Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah Ke Air
atau Sumber Air
10. Keputusan MENLH Nomor 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah
Domestik
11. Keputusan MENLH Nomor 113 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Usaha dan atau Kegiatan Pertambangan Batu Bara
12. Keputusan MENLH Nomor 114 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengkajian Untuk
Menetapkan Kelas Air

13. Keputusan MENLH Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status
Mutu Air
14. Keputusan MENLH Nomor 142 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Keputusan
MENLH Nomor 111 Tahun 2003 tentang Pedoman Mengenai Syarat dan Tata Cara
Perizinan Serta Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah Ke Air atau Sumber Air
15. Keputusan MENLH Nomor 122 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Keputusan
MENLH Nomor KEP-51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi
Kegiatan Industri
16. Keputusan MENLH Nomor 202 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Usaha dan /atau Kegiatan Pertambangan Bijih Emas atau Tembaga
17. Peraturan MENLH Nomor 02 Tahun 2006 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Kegiatan Rumah Pemotongan Hewan
18. Peraturan MENLH Nomor 04 Tahun 2006 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Kegiatan Pertambangan Bijih Timah
19. Peraturan MENLH Nomor 09 Tahun 2006 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Kegiatan Pertambangan Bijih Nikel
20. Peraturan MENLH Nomor 10 Tahun 2006 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Kegiatan Industri Vinyl Chloride Monomer dan Poly Vinyl Chloride
21. Peraturan MENLH Nomor 01 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengkajian Teknis
Untuk Menetapkan Kelas Air
22. Peraturan MENLH Nomor 04 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Kegiatan Minyak dan Gas Serta Panas Bumi
23. Peraturan MENLH Nomor 05 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Kegiatan Pengolahan Buah-Buahan dan/atau Sayuran
24. Peraturan MENLH Nomor 06 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Kegiatan Pengolahan Hasil Perikanan
25. Peraturan MENLH Nomor 08 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Kegiatan Industri Petrokimia Hulu
26. Peraturan MENLH Nomor 09 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Kegiatan Industri Rayon
27. Peraturan MENLH Nomor 10 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Kegiatan Industri Terephthalate Acid dan Poly Ethylene Terephthalate
28. Peraturan MENLH Nomor 13 Tahun 2007 tentang Persyaratan dan Tata Cara
Pengelolaan Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi
Serta Panas Bumi Dengan Cara Injeksi

29. Peraturan MENLH Nomor 12 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Kegiatan Pengolahan Rumput Laut
30. Peraturan MENLH Nomor 13 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Kegiatan Pengolahan Kelapa
31. Peraturan MENLH Nomor 14 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Kegiatan Pengolahan Daging
32. Peraturan MENLH Nomor 15 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Kegiatan Pengolahan Kedelai
33. Peraturan MENLH Nomor 16 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Kegiatan Industri Keramik
34. Peraturan MENLH Nomor 03 Tahun 2009 tentang Sertifikasi Kompetensi dan
Standar Kompetensi Manajer Pengendalian Pencemaran Air
35. Peraturan MENLH Nomor 08 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Kegiatan Pembangkit Listrik Tenaga Termal
36. Peraturan MENLH Nomor 09 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Kegiatan Pengolahan Obat Tradisional/Jamu
37. Peraturan MENLH Nomor 10 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Kegiatan Industri Oleokimia Dasar
38. Peraturan MENLH Nomor 11 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Kegiatan Peternakan Sapid an Babi
39. Peraturan MENLH Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pemanfaatan Air Hujan
40. Peraturan MENLH Nomor 21 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Kegiatan Pertambangan Bijih Besi
41. Peraturan MENLH Nomor 28 Tahun 2009 tentang Daya Tampung Beban
Pencemaran Air Danau dan/atau Waduk
42. Peraturan MENLH Nomor 34 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Kegiatan Pertambangan Bijih Bauksit
43. Peraturan MENLH Nomor 01 Tahun 2010 tentang Tatalaksana Pengendalian
Pencemaran Air
44. Peraturan MENLH Nomor 03 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Kawasan Industri
45. Peraturan MENLH Nomor 04 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Industri Minyak Goreng
46. Peraturan MENLH Nomor 05 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Industri Gula

47. Peraturan MENLH Nomor 06 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Industri Rokok dan/atau Cerutu
48. Peraturan MENLH Nomor 19 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Usaha dan/atau Kegiatan Minyak dan Gas Serta Panas Bumi
49. Peraturan MENLH Nomor 02 Tahun 2011 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Usaha dan/atau Kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi Gas Metana Batubara

También podría gustarte

  • HClPembuatan
    HClPembuatan
    Documento10 páginas
    HClPembuatan
    adityafebrynurpratam
    100% (1)
  • SDAL_INFO
    SDAL_INFO
    Documento25 páginas
    SDAL_INFO
    batagorenak
    Aún no hay calificaciones
  • Bab 1
    Bab 1
    Documento2 páginas
    Bab 1
    adityafebrynurpratam
    Aún no hay calificaciones
  • Cover
    Cover
    Documento20 páginas
    Cover
    adityafebrynurpratam
    Aún no hay calificaciones
  • Photovoltaic
    Photovoltaic
    Documento3 páginas
    Photovoltaic
    adityafebrynurpratam
    Aún no hay calificaciones
  • Daftar Isi Fix
    Daftar Isi Fix
    Documento7 páginas
    Daftar Isi Fix
    adityafebrynurpratam
    Aún no hay calificaciones
  • Menghitung Ketebalan Jacketed Vessel and Coil
    Menghitung Ketebalan Jacketed Vessel and Coil
    Documento5 páginas
    Menghitung Ketebalan Jacketed Vessel and Coil
    adityafebrynurpratam
    Aún no hay calificaciones
  • Cover
    Cover
    Documento1 página
    Cover
    adityafebrynurpratam
    Aún no hay calificaciones
  • BAB-1-4 Fixxx
    BAB-1-4 Fixxx
    Documento37 páginas
    BAB-1-4 Fixxx
    adityafebrynurpratam
    Aún no hay calificaciones
  • BAB III - Editan
    BAB III - Editan
    Documento2 páginas
    BAB III - Editan
    adityafebrynurpratam
    Aún no hay calificaciones
  • Materi Presentasi Bagian Adit Dan Bowo
    Materi Presentasi Bagian Adit Dan Bowo
    Documento14 páginas
    Materi Presentasi Bagian Adit Dan Bowo
    adityafebrynurpratam
    Aún no hay calificaciones
  • The Max. Heat Transfer Coefficient (W/ M .ºC) 7500
    The Max. Heat Transfer Coefficient (W/ M .ºC) 7500
    Documento2 páginas
    The Max. Heat Transfer Coefficient (W/ M .ºC) 7500
    adityafebrynurpratam
    Aún no hay calificaciones
  • BAB II Hydrolizer
    BAB II Hydrolizer
    Documento6 páginas
    BAB II Hydrolizer
    adityafebrynurpratam
    Aún no hay calificaciones
  • BAB II - Editan
    BAB II - Editan
    Documento20 páginas
    BAB II - Editan
    adityafebrynurpratam
    Aún no hay calificaciones
  • Modul H Pembuatan Gas Klor
    Modul H Pembuatan Gas Klor
    Documento1 página
    Modul H Pembuatan Gas Klor
    kaito
    Aún no hay calificaciones
  • Pembuatan Asam Fosfat
    Pembuatan Asam Fosfat
    Documento13 páginas
    Pembuatan Asam Fosfat
    adityafebrynurpratam
    Aún no hay calificaciones
  • Modul G Pelunakan Air Sadah
    Modul G Pelunakan Air Sadah
    Documento11 páginas
    Modul G Pelunakan Air Sadah
    adityafebrynurpratam
    Aún no hay calificaciones
  • Manaluaa
    Manaluaa
    Documento5 páginas
    Manaluaa
    adityafebrynurpratam
    Aún no hay calificaciones
  • Pembuatan Gas Hidrogen
    Pembuatan Gas Hidrogen
    Documento1 página
    Pembuatan Gas Hidrogen
    adityafebrynurpratam
    Aún no hay calificaciones
  • Daftar Perusahaan Magang Dan Penelitian TKPB 2010
    Daftar Perusahaan Magang Dan Penelitian TKPB 2010
    Documento2 páginas
    Daftar Perusahaan Magang Dan Penelitian TKPB 2010
    adityafebrynurpratam
    Aún no hay calificaciones
  • Modul B Pembuatan Kristal CuSO4.5H2O
    Modul B Pembuatan Kristal CuSO4.5H2O
    Documento11 páginas
    Modul B Pembuatan Kristal CuSO4.5H2O
    adityafebrynurpratam
    Aún no hay calificaciones
  • Tugas Plan Tools
    Tugas Plan Tools
    Documento5 páginas
    Tugas Plan Tools
    adityafebrynurpratam
    Aún no hay calificaciones
  • Dimensi Tangki
    Dimensi Tangki
    Documento2 páginas
    Dimensi Tangki
    adityafebrynurpratam
    Aún no hay calificaciones
  • Filt Rasi
    Filt Rasi
    Documento11 páginas
    Filt Rasi
    lonelynightsky
    Aún no hay calificaciones
  • Prinsip Kerja Enhanced Oil Recovery
    Prinsip Kerja Enhanced Oil Recovery
    Documento3 páginas
    Prinsip Kerja Enhanced Oil Recovery
    adityafebrynurpratam
    Aún no hay calificaciones
  • Elek Tro Plating
    Elek Tro Plating
    Documento3 páginas
    Elek Tro Plating
    adityafebrynurpratam
    Aún no hay calificaciones
  • Tugas
    Tugas
    Documento3 páginas
    Tugas
    adityafebrynurpratam
    Aún no hay calificaciones
  • Tabel
    Tabel
    Documento1 página
    Tabel
    adityafebrynurpratam
    Aún no hay calificaciones
  • Tugas
    Tugas
    Documento3 páginas
    Tugas
    adityafebrynurpratam
    Aún no hay calificaciones