Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
antar partikel. Sebuah jembatan molekul akan mengikat sebuah partikel koloid pada
daerah yang aktif dan partikel koloid kedua pada daerah yang lain. Sisi yang aktif
menunjukkan molekul dimana partikelnya diikat dengan ikatan kimia dari koloid
yang terjadi sehingga menyebabkan diikatnya koloid sehingga terjadi proses
koagulasi (Sincero, 1990). 2.5 Flokulasi Flokulasi adalah penggabungan dari partikel
partikel hasil koagulasi menjadi partikel yang lebih besar dan mempunyai
kecepatan mengendap yang lebih besar, dengan cara pengadukan lambat. Dalam
hal ini proses koagulasi harus diikuti flokulasi yaitu penggumpulan koloid
terkoagulasi sehingga membentuk flok yang mudah terendapkan atau transportasi
partikel tidak stabil, sehingga kontak antar partikel dapat terjadi. (Sutrisno, 1987).
Proses Flokulasi Terdapat 3(tiga) tahapan penting yang diperlukan dalam proses
koagulasi yaitu tahap pembentukan inti endapan, tahap flokulasi, dan tahap
pemisahan flok dengan cairan. 1. Tahap Pembentukan Inti Endapan Pada tahap ini
diperlukan zat koagulan yang berfungsi untuk penggabungan antara koagulan
dengan polutan yang ada dalam air limbah. Agar penggabungan dapat berlangsung
diperlukan pengadukan dan pengaturan pH limbah. Pengadukan dilakukan pada
kecepatan 60 s/d 100 rpm selama 1 s/d 3 menit; pengaturan pH tergantung dari
jenis koagulan yang digunakan, misalnya untuk Alum pH 6 s/d 8 Fero Sulfat pH 8 s/d
11 Feri Sulfat pH 5 s/d 9 PAC pH 6 s/d 9 2. Tahap Flokulasi Universitas Sumatera
Utara Pada tahap ini terjadi penggabungan inti endapan sehingga menjadi molekul
yang lebih besar, pada tahap ini dilakukan pengadukan lambat dengan kecepatan
40 s/d 50 rpm selama 15 s/d 30 menit. Untuk mempercepat terbentuknya flok dapat
ditambahkan flokulan misalnya polielektrolit. Polielektrolit digunakan secara luas,
baik untuk pengolahan air proses maupun untuk pengolahan air limbah industri.
Polielektrolit dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu non ionik, kationik dan anionik;
biasanya bersifat larut air. Sifat yang menguntungkan dari penggunaan polielektrolit
adalah volume lumpur yang terbentuk relatif lebih kecil, mempunyai kemampuan
untuk menghilangkan warna, dan efisien untuk proses pemisahan air dari lumpur
(dewatering). 3. Tahap Pemisahan Flok dengan Cairan Flok yang terbentuk
selanjutnya harus dipisahkan dengan cairannya, yaitu dengan cara pengendapan
atau pengapungan. Bila flok yang terbentuk dipisahkan dengan cara pengendapan,
maka dapat digunakan alat klarifier, sedangkan bila flok yang terjadi diapungkan
dengan menggunakan gelembung udara, maka flok dapat diambil dengan
menggunakan skimmer. 2.6 Sel Elektrokimia dengan Elektroda Aluminium Reaksi
pada Katoda Reaksi pada katoda adalah reduksi terhadap kation. Jadi yang
diperhatikan hanya kation saja. 1. Jika larutan mengandung ion-ion logam alkali,
ion-ion logam alkali tanah, ion logam Al3+ dan ion Mg2+, maka ion-ion logam ini
tidak dapat direduksi dari larutan. Yang akan mengalami reduksi adalah pelarut
(air), dan terbentuk gas Hidrogen (H2) pada katoda. 2 H2O + 2e 2OH- + H2 2. Jika
larutan mengandung asam, maka ion H+ dari asam akan direduksi menjadi gas
hidrogen pada katoda. 2H+ + 2e H2 Universitas Sumatera Utara3. Jika larutan
mengandung ion-ion lain, maka ion-ion logam ini akan direduksi menjadi masingmasing logamnya dan logam yang terbentuk itu diendapkan pada permukaan
batang katoda Fe2+ + 2e Fe Mn2+ + 2e Mn Reaksi pada Anoda Elektroda pada
anoda, elektrodanya diketahui dioksidasi (bereaksi) diubah menjadi ionnya. Contoh :
Al Al3+ + 3e Zn Zn2+ + 2e Dalam sistem elektrokimia dengan anoda terbuat dari
aluminium, beberapa kemungkinan reaksi elektroda dapat terjadi sebagai berikut :
muatan. 2. Kation atau ion hidroksil membentuk sebuah endapan dengan pengotor.
3. Interaksi kation logam dengan OH- membentuk sebuah hidroksida, dengan sifat
adsorpsi yang tinggi selanjutnya berikatan dengan pollutan (bridge coagulation) 4.
Oksidasi pollutan sehingga sifat toksiknya berkurang. (Holt,P., 2006). 2.8.1
Kelebihan Elektrokoagulasi Elektrokoagulasi dalam pengolohan limbah sudah
dilakukan sejak ratusan tahun yang lalu, tetapi nanti abad 20 ini telah ditemukan
berbagai pengembangan teknologi tentang elektrokoagulasi, berikut ini kelebihan
dari elektrokoagulasi : 1. Elektrokoagulasi memerlukan peralatan sederhana dan
mudah untuk dioperasikan. 2. Flok yang dihasilkan elektrokoagulasi ini sama
dengan flok yang dihasilkan koagulasi biasa. 3. Keuntungan dari elektrokoagulasi ini
lebih cepat mereduksi kandungan koloid/partikel yang paling kecil, hal ini
disebabkan pengaplikasian listrik kedalam Universitas Sumatera Utaraair akan
mempercepat pergerakan mereka didalam air dengan demikian akan memudahkan
proses. 4. Gelembung-gelembung gas yang dihasilkan pada proses elektrokoagulasi
ini dapat membawa polutan ke atas air sehingga dapat dengan mudah dihilangkan.
5. Dapat memberikan efisiensi proses yang cukup tinggi untuk berbagai kondisi,
dikarenakan tidak dipengaruhi temperatur. 6. Tidak diperlukan pengaturan pH. 7.
Tanpa menggunakan bahan kimia tambahan. 2.8.2 Kelemahan Elektrokoagulasi Ada
beberapa kekurangan elektrokoagulasi ini, berikut ini kekurangan dari proses
elektrokoagulasi : 1. Tidak dapat digunakan untuk mengolah limbah cair yang
mempunyai sifat elektrolit cukup tinggi dikarenakan akan terjadi hubungan singkat
antar elektroda. 2. Besarnya reduksi logam berat dalam limbah cair dipengaruhi
oleh besar kecilnya arus voltase listrik searah pada elektroda, luas sempitnya
bidang kontak elektroda dan jarak antar elektroda. 3. Penggunaan listrik yang
mungkin mahal. 4. Batangan anoda yang mudah mengalami korosi sehingga harus
selalu diganti. (Purwaningsih, I., 2008). 2.9 pH atau Konsentrasi Hidrogen - Ion pH
menyatakan intensitas kemasaman atau alkalinitas dari suatu cairan encer, dan
mewakili konsentrasi hidrogen ionnya. pH tidak mengukur seluruh kemasaman atau
seluruh alkalinitas; suatu metode titrasi (penurunan kadar) yang dibutuhkan untuk
memperkirakan jumlah yang sebenarnya daripada keasaman atau alkali yang ada.
Larutan larutan netral mempunyai pH = 7, asam mempunyai pH kurang dari 7
sedangkan larutan larutan yang mengandung alkali mempunyai pH yang lebih
tinggi Universitas Sumatera Utaradaripada 7. Air limbah domestik yang normal
biasanya mengandung sedikit alkali. (Mahida, U. N., 1984). Air dapat bersifat asam
atau basa, tergantung pada besar kecilnya pH air atau besarnya konsentrasi ion
hidrogen di dalam air. Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan
mempunyai pH antara 6,5 - 7,5. Air limbah industri belum terolah yang dibuang
langsung ke sungai akan mengubah pH air yang dapat mengganggu kehidupan
organisme di dalam sungai. Kondisi ini akan semakin parah jika daya dukung
lingkungan rendah seperti debit sungai yang kecil. (Sunu,P., 2001). Aktivitas biologik
dapat mengubah pH dari unit penanganan. Contoh-contoh reaksi biologik yang
dapat menyebabkan kenaikan pH adalah fotosintesis, denitrifikasi, pemecahan
nitrogen organik dan reduksi sulfat. Contoh reaksi biologik yang dapat
menyebabkan penurunan pH adalah oksidasi sulfat, nitrifikasi, oksidasi karbon
organik. Perubahan relatif dalam pH akan mempengaruhi kapasitas penyangga dari
cairan dan jumlah substrat yang digunakan oleh mikroorganisme. Proses
penanganan biologik konvensional tidak dapat bekerja dengan baik di luar daerah
pH 6,5 8,5 dan sifat asam atau alkali harus dimodifikasi dengan cara tertentu
seperti dengan pengenceran, netralisasi dan pengendalian proses reaksi biologik.
Air limbah yang mengandung konsentrasi asam organik yang cukup banyak sering
mempunyai pH yang rendah dan dapat diatasi secara efektif dengan menyesuaikan
laju penghilangan dengan laju input massa dari asam. (Laksmi, B.S., 1993). 2.10
Kekeruhan Pengeruhan terjadi disebabkan oleh adanya zat zat koloid yaitu zat
yang terapung serta terurai secara halus sekali. Hal itu disebabkan pula oleh
kehadiran zat organik yang terurai secar halus, jasad jasad renik, lumpur, tanah
liat dan zat koloid yang serupa atau benda terapung yang tidak mengendap dengan
segera. Pengeruhan atau tingkat kelainan adalah sifat fisik yang lain dan unik
daripada limbah dan meskipun penentuannya bukanlah merupakan ukuran
mengenai jumlah benda benda yang Universitas Sumatera Utaraterapung, sebagai
aturan umum dapat dipakai bahwa semakin luar biasa kekeruhan semakin kuat
limbah itu. Air cucian di jalanan juga menambah/menghasilkan kekelaman.
Kekeruhan diukur dalam bagian bagian per sejuta dalam ukuran berat atau
dengan miligram per liter, namun ukuran ukuran demikian itu umumnya terbatas
pada air dan hanya kadang kadang dibuat untuk limbah dan selokan. (Mahida,
U.N., 1984). Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan
banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan bahan yang terdapat
di dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan bahan
anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus). Padatan
tersuspensi berkorelasi positif dengan kekeruhan. Semakin tinggi nilai padatan
tersuspensi, nilai kekeruhan juga akan semakin tinggi. Akan tetapi, tingginya
padatan terlarut tidak selalu diikuti dengan tingginya kekeruhan. Kekeruhan
dinyatakan dalam satuan unit turbiditas, yang setara dengan 1 mg/L SiO2.
Peralatan yang digunakan untuk mengukur kekeruhan yaitu Jackson Candler
Turbidimeter yang dikalibrasi menggunakan silika. Satu unit turbiditas Jackson
Candler Turbidimeter dinyatakan dengan 1 JTU. Pengukurannya bersifat visual, yaitu
membandingkan air sampel dengan air standar. Metode lain mengukur kekeruhan
yaitu Nephelometri dengan satuan NTU. Konversi antara NTU dan JTU yaitu 40 NTU
setara dengan 40 JTU. (Gandjar, G.I., 2007). Metode pengukuran turbiditas dapat
dikelompokkan dalam tiga golongan, yaitu pengukuran perbandingan intensitas
cahaya yang dihamburkan terhadap intensitas cahaya yang datang; pengukuran
perbandingan cahaya yang diteruskan terhadap cahaya yang datang; pengukuran
efek ekstingsi, yaitu kedalaman di mana cahaya mulai tidak tampak di dalam
lapisan medium yang keruh. Instrumen pengukur perbandingan Tyndall disebut
sebagai Tyndall meter. Dalam instrumen ini intensitas diukur secara langsung.
Sedang pada nefelometer, intensitas cahaya diukur dengan larutan standar.
Turbidimeter meliputi pengukuran cahaya yang diteruskan. Turbiditas berbanding
lurus terhadap konsentrasi dan ketebalan, tetapi turbiditas tergantung juga pada
warna. Prinsip spektroskopi absorpsi dapat digunakan pada turbidimeter dan
nefelometer. Untuk turbidimeter, absorpsi akibat partikel yang tersuspensi diukur
Universitas Sumatera Utarasedangkan pada nefelometer, hamburan cahaya oleh
suspensilah yang diukur. Meskipun presisi metode ini tidak tinggi tetapi mempunyai
kegunaan praktis, sedang akurasi pengukuran tergantung pada ukuran dan bentuk
partikel. Setiap instrumen spektroskopi absorpsi dapat digunakan untuk
turbidimeter, sedang nefelometer memerlukan reseptor pada sudut 90 terhadap
lintasan cahaya. (Khopkar,S.M., 2003). Turbiditas dalam air diukur dengan efek
partikel suspensi dalam sinar lampu. Kesimpulan cahaya metoda analitis
diklasifikasikan sebagai nefelometri, dan satu sistem pengukuran turbiditas
menggunakan Nephelometric Turbidity Units (NTU). Metoda original nefelometri
digunakan sebagai standar lilin, memberikan hasil dalam Jackson Turbidity Units
(JTU), dinamakan untuk orang yang mengembangkan standar lilin. Standar
turbiditas disiapkan dengan formazin untuk menentukan perbandingan pipa yang
memberikan kenaikan ketiga unit turbiditas, FTU. JTU diukur dengan transmisi sinar
lampu, sedangkan NTU diukur dengan lampu yang dihamburkan, jadi tidak ada
perbandingan di antara kedua unit yang berlaku untuk semua air. (Kemmer,F.N.,
1979). 2.11 Nilai Permanganat Kebutuhan oksigen kimiawi didefinisikan sebagai
jumlah oksigen dalam bentuk ion pengoksidasi yang dikonsumsi oleh senyawa
senyawa organik dalam air. Derajat oksidasi tergantung pada tipe dari substansi,
pH, temperatur, waktu reaksi dan konsentrasi dari ion pengoksidasi. Kalium
permanganat telah lama digunakan sebagai ion pengoksidasi untuk menentukan
senyawa organik dalam air dan limbah. Adapun metode ini terutama digunakan
pada permukaan air yang telah dicemari atau air minum, dimana hasilnya
digunakan hanya untuk orientasi. Pengukuran ini terutama ditunjukkan dalam
larutan asam yang mana ion permanganat direduksi menjadi Mn (II). MnO4 - + 8 H+
+ 5eMn2+ + 4 H2O Universitas Sumatera UtaraNilai kebutuhan oksigen kimiawi
semakin akurat disebabkan oleh oksidasi kalium dikromat dalam larutan asam kuat.
Cr2O7 2- + 14 H+ + 6e- 2 Cr3+ + 4 H2O Metode ini digunakan untuk menentukan
kebutuhan oksigen kimiawi pada semua jenis air dan air limbah. Dengan sedikit
pengecualian semua senyawa senyawa organik hampir dioksidasi dengan
sempurna. Konsentrasi (mg/L O2) dari 10 15 mg/L secara normal dapat diukur.
Metode ini dapat dimodifikasi untuk konsentrasi yang lebih kecil. Untuk interpretasi
dari hasil hasil sangat penting untuk diketahui bahwa nilai kebutuhan oksigen
kimiawi tidak dapat secara langsung dikonversikan kepada pengukuran jumlah
senyawa organik yang ada, dimana komposisi kuantitasnya tidak diketahui.
Senyawa senyawa yang berbeda membutuhkan jumlah yang berbeda dari ion
pengoksidasi untuk oksidasi yang sempurna. (Rump, H.H dan Krist, H., 1992). Uji
coba selama tiga menit menentukan kebutuhan langsung oksigen dari contoh
disebabkan oleh zat anorganik yang dapat dioksidasi maupun zat organik yang
telah dioksidasi oleh potassium permanganat. Uji coba ini dengan cepat
menunjukkan kebutuhan langsung oksigen yang disebabkan oleh zat zat
anorganik yang dapat dioksidasi seperti nitrit, sulfida, sulfit dan sebagainya,
maupun oleh zat zat organik yang dapat dioksidasi dengan mudah. Daya guna
daripada uji coba selama tiga menit ini akan menunjukkan adanya zat zat yang
mudah dioksidasi. Uji coba permanganat selama empat jam merupakan uji coba
kimiawi murni dan mengukur jumlah zat pencemar yang dioksidasi secara kimiawi
oleh potassium permanganat. Uji coba permanganat menunjukkan jumlah yang
sesungguhnya daripada kotoran kotoran organik di dalam suatu contoh; BOD
adalah suatu petunjuk mengenai kemudahan relatif yang berlangsung sejalan
dengan oksidasi secara biokimiawi. Suatu selokan akhir yang baik yang berasal dari
suatu instalasi pembenahan aerobik seharusnya tidak melebihi 15 mg/L seperti nilai
uji coba permanganat selama empat jam. Apabila beberapa sampah perdagangan
terdapat dalam air limbah, nilai ini dapat mencapai setinggi tingginya 25 mg/L.
Untuk air Universitas Sumatera Utaraair sungai, nilai uji coba selama empat
jamnya secara umum tidak boleh melebihi 5 mg/L. Tidak ada ikan yang tahan hidup
dalam aliran aliran apabila permanganat naik melebihi 10 mg/L. (Mahida, U.N.,
1984). 2.12 Zat Padat Tersuspensi (TSS) Zat tersuspensi yang halus dalam air alam
biasanya organik alami mewakili zat koloid dimana flokulasi dibawah pengaruh
bakteri dan protozoa. Zat tersuspensi inorganik terutama dibatasi menjadi zat silika
yang terbentuk dari pengikisan mineral tanah. Sebagai contoh sampel TSS dikontrol
dengan filter penyerap. Satu metoda yang direkomendasikan adalah untuk
menyaring melalui alas ukur percobaan Gooch. Satu kegunaan yang berlainan
bentuk Hartley dari corong Buchner dan serat kaca kertas saring. Bagaimanapun,
maksudnya untuk mampu menyaring melalui kaca ukur kertas saring dalam corong
dan mudah dicuci dengan air destilasi atau air tanpa ion. Residu dikeringkan untuk
ukur konstanta dan kemudian ditimbang. Kertas serat kaca digunakan sejak
kandungan air dapat diabaikan dan kertas kering tidak dapat berubah selama
penimbangan, berbeda dengan kertas saring biasanya. Kertas kaca mengandung
sejumlah kecil zat organik, tetapi dapat mengurangi tingkat yang tidak berarti
dengan pencucian terlebih dahulu. Informasi lebih lanjut tentang faktor yang
mempengaruhi penentuan zat padat tersuspensi dapat berlaku dari Crane dan
Dewey (1980). 2.13 Zat Padat Terlarut (TDS) Itu sering tepat untuk menentukan zat
padat terlarut dalam sisa penyaringan dari penentuan TSS. (Allen,S.E., 1989).
Universitas Sumatera Utara
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21100/4/Chapter%20II.pdf
1.3. Kekeruhan
Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya
cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air.
Kekeruhan disebabkan adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan
terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus), maupun bahan anorganik dan organik yang
berupa plankton dan mikroorganisne lain (APHA, 1976; Davis dan Cornwell, 1991dalam
Effendi 2003). Zat anorganik yang menyebabkan kekeruhan dapat berasal dari
pelapukan batuan dan logam, sedangkan zat organik berasal dari lapukan hewan dan
tumbuhan. Bakteri dapat dikategorikan sebagai materi organik tersuspensi yang
menambah kekeruhan air.
Padatan tersuspensi berkolerasi positif dengan kekeruhan. Semakin tinggi nilai padatan
tersuspensi, semakin tinggi nilai kekeruhan. Akan tetapi, tingginya padatan terlarut tidak
selalu diikuti dengan tingginya kekeruhan. Tingginya nilai kekeruhan dapat mempersulit
usaha penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air.
Secara optis, kekeruhan merupakan suatu kondisi yang mengakibatkan cahaya dalam
air didispersikan atau diserap dalam suatu contoh air. Beberapa metode pengukuran
kekeruhan antara lain (Santika, 1987) :
Metode ini merupakan cara kuno yang lebih sesuai digunakan untuk contoh air dengan
tingkat kekeruhan yang tinggi.
Dalam sistem penyediaan air minum, kekeruhan merupakan salah satu faktor penting
karena beberapa alasan sebagai berikut (Sawyer, 4th edition) :
Faktor estetika
Konsumen menghendaki air yang bebas dari kekeruhan. Kekeruhan pada air minum
dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya polusi limbah cair dan bahaya kesehatan
yang mengancam.
Filterability
Filtrasi air akan lebih sulit dilakukan dan akan membutuhkan biaya yang besar apabila
kekeruhannya tinggi.
Desinfeksi
Pada air yang keruh, banyak terkandung organisme berbahaya yang tersembunyi pada
proses desinfeksi.
Satuan kekeruhan yang biasa digunakan sebagai berikut :
1978).
13. Keputusan MENLH Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status
Mutu Air
14. Keputusan MENLH Nomor 142 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Keputusan
MENLH Nomor 111 Tahun 2003 tentang Pedoman Mengenai Syarat dan Tata Cara
Perizinan Serta Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah Ke Air atau Sumber Air
15. Keputusan MENLH Nomor 122 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Keputusan
MENLH Nomor KEP-51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi
Kegiatan Industri
16. Keputusan MENLH Nomor 202 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Usaha dan /atau Kegiatan Pertambangan Bijih Emas atau Tembaga
17. Peraturan MENLH Nomor 02 Tahun 2006 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Kegiatan Rumah Pemotongan Hewan
18. Peraturan MENLH Nomor 04 Tahun 2006 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Kegiatan Pertambangan Bijih Timah
19. Peraturan MENLH Nomor 09 Tahun 2006 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Kegiatan Pertambangan Bijih Nikel
20. Peraturan MENLH Nomor 10 Tahun 2006 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Kegiatan Industri Vinyl Chloride Monomer dan Poly Vinyl Chloride
21. Peraturan MENLH Nomor 01 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengkajian Teknis
Untuk Menetapkan Kelas Air
22. Peraturan MENLH Nomor 04 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Kegiatan Minyak dan Gas Serta Panas Bumi
23. Peraturan MENLH Nomor 05 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Kegiatan Pengolahan Buah-Buahan dan/atau Sayuran
24. Peraturan MENLH Nomor 06 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Kegiatan Pengolahan Hasil Perikanan
25. Peraturan MENLH Nomor 08 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Kegiatan Industri Petrokimia Hulu
26. Peraturan MENLH Nomor 09 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Kegiatan Industri Rayon
27. Peraturan MENLH Nomor 10 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Kegiatan Industri Terephthalate Acid dan Poly Ethylene Terephthalate
28. Peraturan MENLH Nomor 13 Tahun 2007 tentang Persyaratan dan Tata Cara
Pengelolaan Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi
Serta Panas Bumi Dengan Cara Injeksi
29. Peraturan MENLH Nomor 12 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Kegiatan Pengolahan Rumput Laut
30. Peraturan MENLH Nomor 13 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Kegiatan Pengolahan Kelapa
31. Peraturan MENLH Nomor 14 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Kegiatan Pengolahan Daging
32. Peraturan MENLH Nomor 15 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Kegiatan Pengolahan Kedelai
33. Peraturan MENLH Nomor 16 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Kegiatan Industri Keramik
34. Peraturan MENLH Nomor 03 Tahun 2009 tentang Sertifikasi Kompetensi dan
Standar Kompetensi Manajer Pengendalian Pencemaran Air
35. Peraturan MENLH Nomor 08 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Kegiatan Pembangkit Listrik Tenaga Termal
36. Peraturan MENLH Nomor 09 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Kegiatan Pengolahan Obat Tradisional/Jamu
37. Peraturan MENLH Nomor 10 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Kegiatan Industri Oleokimia Dasar
38. Peraturan MENLH Nomor 11 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Kegiatan Peternakan Sapid an Babi
39. Peraturan MENLH Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pemanfaatan Air Hujan
40. Peraturan MENLH Nomor 21 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Kegiatan Pertambangan Bijih Besi
41. Peraturan MENLH Nomor 28 Tahun 2009 tentang Daya Tampung Beban
Pencemaran Air Danau dan/atau Waduk
42. Peraturan MENLH Nomor 34 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Kegiatan Pertambangan Bijih Bauksit
43. Peraturan MENLH Nomor 01 Tahun 2010 tentang Tatalaksana Pengendalian
Pencemaran Air
44. Peraturan MENLH Nomor 03 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Kawasan Industri
45. Peraturan MENLH Nomor 04 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Industri Minyak Goreng
46. Peraturan MENLH Nomor 05 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Industri Gula
47. Peraturan MENLH Nomor 06 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Industri Rokok dan/atau Cerutu
48. Peraturan MENLH Nomor 19 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Usaha dan/atau Kegiatan Minyak dan Gas Serta Panas Bumi
49. Peraturan MENLH Nomor 02 Tahun 2011 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Usaha dan/atau Kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi Gas Metana Batubara