Está en la página 1de 42

Bahasa sebagai Atribut Identitas Nasional

OPINI | 13 September 2012 | 01:28 Dibaca: 794

Komentar: 0

Nihil

Mempelajari Bahasa Indonesia memang susah-susah gampang. Sebagaimana beberapa bahasa


daerah yang ada di di tanah air, Bahasa Indonesia memiliki struktur bahasa berkaitan dengan
segmentasi penggunaannya. Dalam kaidah Bahasa Sunda disebut undak-usuk basa atau
penggunaan kata-kata yang berbeda untuk setiap peruntukan baik yang berkaitan dengan tempat,
zaman dan kedudukan seseorang.
Kalau diamati lebih lanjut maka pola penggunaan bahasa Indonesia ternyata bisa lebih sulit
mencari kata-kata yang tepat dibanding dengan bahasa daerah ditambah dengan kesulitan dalam
menentukan pola penulisan yang sering kali keliru terutama dalam penggunaan kata sambung
dan imbuhan.
Merespon fenomena seperti ini maka sebaiknya pendidikan Bahasa Indonesia bagi pelajar,
pemuda dan mahasiswa khususnya dan secara umum bagi kita perlu didorong perbaikan meliputi
setidaknya tiga hal, yakni :
1. Penggunaan kata-kata yang tepat, yang dimaksudkan disini adalah melakukan pemberian
pemahaman tentang tata cara penggunaan yang tepat dalam suasana dan kepada orang tertentu,
klasifikasinya mesti diperjelas, seperti kapan harus menggunakan kata kamu, kau, anda, saudara,
you, ente, elo.
2. Penulisan kata-kata yang tepat, hal ini terutama untuk membiasakan dua hal, pertama,
penggunaan imbuhan masih banyak yang kesulitan dalam hal ini seperti penggunaan awalan keuntuk menunjukkan tempat apakah disambung atau tidak, dan yang kedua,
bagaimana penggunaan kata serapan yang berasal dari bahasa asing dan lebih khusus dari bahasa
yang tidak menganut asas what you say is what you write seperti Bahasa Inggris.
3. Pengingkatan pemahaman terhadap arti kata-kata serapan yang baru, banyak kata-kata yang
masuk secara begitu saja menjadi bahasa pergaulan sehari-hari. Dengan posisi penempatan kata
yang kurang cocok dengan arti sebenarnya dalam bahasa asal, tetapi dipahami oleh sesama lawan
bicara dan komunitas tertentu maka diperlukan penelaahan yang lebih lanjut. Apakah kata
serapan tersebut akan diterjehmahkan sesuai dengan arti asli pada daerah/ negara asalnya atau
akan diberi arti yang baru sesuai dengan apa yang digunakan komunitas yang menggunakan pada
maksud tertentu yang berbeda dengan asal arti di kamus bahasa asalnya.
Kelihatannya memang perbaikan penggunaan bahasa tersebut simpel, namun dengan semakin
berkembangnya teknologi informasi mendorong pihak-pihak yang berwenang dalam
pemeliharaan dan pengembangan Bahasa Indonesia untuk bekerja lebih fokus dan terarah
menjaga kemurnian Bahasa Indonesia sebagai salah satu identitas bangsa Indonesia (Srijanti,
2009).

Bahasa sebagai atribut identitas bangsa


Bahasa Indonesia merupakan salah satu atribut yang menjaga identitas bangsa Indonesia mesti
dijaga, dipelihara serta dirawat bukan hanya oleh pihak berwenang tetapi juga oleh semua kita.
Sebagaimana sifat atribut, maka Bahasa Indonesia memberikan suatu komponen yang lebih
lengkap terhadap ke-Indonesia-an kita. Jika orisinalitas Bahasa Indonesia kurang terjaga maka
suatu saat bangsa Indonesia mengalami suatu krisis identitas dikarenan lunturnya penggunaan
atribut satu persatu yang menandakan lunturnya identitas kebangsaan kita.
Untuk menjaga terpeliharanya identitas bangsa, maka untuk menjaga atribut yang berupa bahasa
ini perlu dilakukan setidaknya beberapa hal berikut :
1. Meyakinkan diri, keluarga dan masyarakat bahwa sebagai sebuah bangsa, Indonesia harus
memiliki seperangkat atribut yang mencirikan identitasnya sebagai sebuah bangsa.
2. Memahamkan bahwa salah satu atribut tersebut adalah bahasa yang menjadi bahasa persatuan
yakni Bahasa Indonesia yang harus terus dipelihara dan ditingkatkan kualitas penggunaannya.
3. Mengajak dan menjadi teladan dalam menggunakan Bahasa Indonesia dalam setiap
percakapan sesering mungkin dengan tetap membagi proporsi untuk bahasa asing dan bahasa
daerah. Penggunaan bahasa ini selain dalam agenda resmi juga dalam pergaulan sehari-hari.
4. Senantiasa memperbaiki kualitas penggunaan bahasa baik dalam lisan dan tulisan serta
menambah pemahaman terhadap kata-kata yang digunakan, salah satu kelemahan kita adalah
sering mengucapkan kata yang sebenarnya kita sendiri tidak paham arti dan maksud dari kata
tersebut, selain itu juga terus dengan meningkatkan pemahaman terhadap kata-kata baru yang
masuk dan diserap ke dalam Bahasa Indonesia.
5. Membiasakan melakukan percakapan dan penulisan dengan pengucapan dan penulisan yang
baku sehingga terbangun karakter yang baik dalam penggunaan Bahasa Indonesia dalam
kehidupan sehari-hari.
6. Yang paling penting lagi adalah mendidik anak-anak muda dan pelajar untuk mengasah
keterampilannya dalam penggunaan bahasa baik secara lisan terlebih dalam memulai kebiasaan
menumpahkan ide dalam suatu tulisan sehingga menulis sehingga menulis menjadi suatu
kebiasaan bagi anak-anak Indoensia. Hal ini tentu salah satunya dengan mendorong upaya
peningkatan kualitas pendidikan bahasa khususnya di sekolah menengah atas dan perguruan
tinggi. Pemerintah harus mencari strategi dan memformulasi stimulus agar para pemuda dan
mahasiswa menjadi gemar menulis.
Dengan demikian, perbaikan-perbaikan yang menjadikan Bahasa Indonesia sebagai salah satu
atribut identitas nasional maka diharapkan masyarakat menggunakan Bahasa Indonesia dengan
nyaman dan terbiasa menggunakan Bahasa yang baik dan digunakan secara benar. Pembiasaan
ini diharapkan secara otomastis dapat membangun masyarakat yang peka terhadap rasa bersalah
dalam penggunaan bahasa yang bemuara terhadap inisiatif untuk melakukan koreksi sendiri
dengan penuh kesadaran dalam rangka menjaga identitas bangsa yang saat ini sering kali tidak

disadari khususnya oleh generasi muda seperti penggunaan kata-kata yang tidak baku, penulisan
yang tidak tepat misalnya mencampur huruf dengan angka, menulis kata-kata secara gantian
antara huruf kecil dan huruf kapital dan sebagainya.
Menciptakan semangat menjaga identitas bangsa ini tentu saja tidak cukup dilakukan oleh
pemerintah tetapi juga mesti dibangun kesadaran mulai dari kita dan keluarga. Keterbatasaan
pemerintah sudah selayaknya dibantu dengan membangun kesadaran masyarakat yang dimulai
dari mendidik diri dan keluarga terdekat yang pada dan akhirnya membangun kesadaran
masyarakat.
http://bahasa.kompasiana.com/2012/09/13/bahasa-sebagai-atribut-identitasnasional-492964.html

Tunjukkan Identitas Nasional Kita dengan


Bahasa Indonesia
OPINI | 13 September 2012 | 18:11 Dibaca: 421

Komentar: 2

2 aktual

Negara Indonesia adalah salah satu negara yang mempunyai banyak ragam bahasa, budaya, adat
istiadat, dan agama, sehingga Indonesia dikenal dengan sebutan Bhineka Tunggal Ika yang
tertulis di lambang Negara Indonesia. Bahasa adalah suatu alat komunikasi yang mana dapat
menghubungkan yang satu dengan yang lain dalam bersosial. Dengan bahasa kita bisa
menangkap maksud dari orang lain, dan saling berinteraksi.
Menurut saya, semua masyarakat yang ada di Indonesia ini belum sepenuhnya berbahasa
Indonesia. Mengapa bisa demikian ? Karena kita sudah terbiasa dari dulu dengan bahasa kita
sendiri, bahasa daerah kita masing-masing, maka tidak jarang kita dapat menemui orang - orang
yang masih terbata - bata dalam berbahasa Indonesia. Kita dapat menemukan beberapa daerah
yang ada di Nusantara ini yang masih mempertahankan bahasa daerah, bahkan menggunakan
bahasa daerah masing - masing dalam kehidupan sehari hari. Karena itulah indonseia tetap
dikenal sebagai negara yang kaya akan bahasa.
Banyak kalangan daerah pelosok pedalaman yang beranggapan bahwa berbahasa Indonesia
bukanlah suatu kewajiban yang harus dilakukan, dan tidak akan mendapatkan sanksi jika tidak
berbahasa Indonesia. Namun ada suatu alasan yang paling utama yang membuat alangkah
baiknya jika kita berbahasa Indonesia, yaitu Bahasa Indonesia adalah Identitas Nasional Negara
Kita sendiri.
Bagaimana pendapat mengenai Bahasa Indonesia bagi kalangan masyarakat yang cenderung
memakai bahasa daerahnya sendiri ? Kebetulan saya adalah seorang Mahasiswa dari Kalimantan
Selatan yang memiliki banyak teman dari berbagai daerah, ada salah satu teman saya yang sering
menggunakan bahasa daerahnya dalam bersosial, bahasa yang kedengarannya unik, yaitu Bahasa

Manyan. Bahasa Manyan adalah salah satu bahasa daerah bagi suku dayak yang ada di
Kalimantan. Bagi saya, Bahasa Indonesia itu penting, tetapi saya lebih sering menggunakan
bahasa daerah, karena lebih nyaman dalam berkomunikasi sesama teman sedaerah. Tetapi untuk
orang yang tidak saya kenal, saya menggunakan Bahasa Indonesia, ungkap Esva Brezinky
(orang asli suku dayak).
Bahasa Indonesia adalah Identitas Nasional, tetapi tidak semua masyarakat Indonesia yang
menggunakannya , semua tergantung kepada individu masing-masing, karena setiap individu
berbeda dalam hal kenyamanannya berbicara. Bagi seorang pelajar, tentunya akan mempelajari
tentang Bahasa Indonesia, yang mana merupakan salah satu upaya untuk menanamkan modal
kepada diri untuk berbahasa Indonesia. Jadi, Bahasa Indonesia perlu kita tanamkan dalam diri
kita, untuk tetap bisa menunjukkan Identitas Nasional Negara kita.
http://bahasa.kompasiana.com/2012/09/13/tunjukkan-identitas-nasional-kitadengan-bahasa-indonesia-492641.html

0inShare

Penggunaan Istilah Indonesia sebagai


Identitas Nasional
OPINI | 21 May 2012 | 19:28 Dibaca: 1477

Komentar: 0

Nihil

Istilah Indonesia muncul pertama kali pada tahun 1850. Nama Indonesia diperkenalkan oleh J.R.
Logan, seorang redaktur majalah Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia juga ia
sebagai pegawai pemerintahan Inggris di Penang Malaysia. Dalam artikelnya kata Indonesia
menurut J.R Logan sama dengan arti kata pulau-pulau atau Kepulauan Hindia dan penduduknya
disebut bangsa Indonesia. Istilah Indonesia dari kata India bahasa latin untuk menyebutkan
Hindia dan Nesos dari bahasa Yunani yang artinya kepulauan. Dengan demikian kata Indonesia
diartinya sebagai Kepulauan Hindia. Melalui tulisan tulisan dari artikel majalah, tulisan ilmiah
guru besar di universitas Belanda dan lain-lain , istilah Indonesia, Indonesisch, Indonesians, atau
Indonesier semakin tersebar luas. Dimasa pergerakan nasional penggunaan istilah Indonesia
sebagai identitas nasional semakin dikembangkan oleh kaum nasionalis. Setelah 20 Mei 1908
para tokoh pergerakan nasional menggunakan dalam kegiatannya , misalkan : Perhimpinan
Indonesia , Indonesia Merdeka , Konggres Pemuda Indonesia , Partai nasional Indonesia dan
sebagainya. Istilah Indonesia secara resmi digunakan sebagai identitas nasional sejak
ditetapkannya Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.
Secara kronologis penggunaan istilah Indonesia sebagai Identitas nasional sebagai
berikut :

Tahun 1850 , J.R Logan , seorang pegawai pemerintahan Inggris di Penang Malaysia,
mengarang buku The Etnology of the Indian Archipelago Embracing Equiries into
Continental Relation of the Indo-Pacific Islander.
Tahun 1884 , Aldol Bastian orang Jerman , menulis buku Indonesian oder die Inseln des
Malayschen Archipels Indonesian , yang dimaksud a. Bastian dalam bukunya adalah
Kepulauan Melayu
Tahun 1913, Ki Hajar Dewantara, mendirikan biro pers di Nederland dengan nama
Indonesisch Persbureau
Tahun 1924 , Mahasiswa Indonesia di Nederland mengganti nama organisasi mereka dari
Indonesisch Veereeniging menjadi Perhimpinan Indonesia
Tahun 1927 Nazir Datuk Pamuncak , wakil Perhimpunan Indonesia dalam Konggres Anti
penindasan Imperialisme dan kolonialisme di Brusel Belgia ( Tanggal 10-15 Februari
1927)berpidato dengan judul Indonesia de Vrijheidsstrijd. Didirikannya Partai nasional
Indonesia bersama Ir Soekarno di Bandung
Tahun 1928 , Konggres Pemuda kedua di Jakarta melahirkan Sumpah Pemuda 28 Oktober
1928
Tahun 1930 , Fraksi Nasional dibawah pimpinan Moh. Husni Thamrin mengumunkan akan
selalu menggunakan bahasa Indonesia dalam setiap sidang
Tahun 1938 , Konggres Bahasa di Surakarta yang melahirkan gagasan untuk mendirikan
sebuah lembaga atau fakultas untuk mempelajari bahasa Indonesia
Tahun 1940, munculnya Mosi Wiwoho, Petisi Sutarjo, Mosi Thamrin di Volktraad.Mosi
Thamrin mengusulkan agar kata-kata Nederlandsch Indie dan Inlander dihapuskan dari
semua undang-undang , peraturan-peraturan dan diganti dengan Indonesisch, Indonesie,
atau Indonesier
Tahun 1945 , Istilah Indonesia resmi mendapatkan arti politik kenegaraan baik nasional
maupun internasional setelah diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal
17 Agustus 1945 oleh Soekarno-Hatta
http://sejarah.kompasiana.com/2012/05/21/penggunaan-istilah-indonesia-sebagaiidentitas-nasional-458919.html

Masih Jelaskah Identitas Nasional


Indonesia?
OPINI | 05 November 2011 | 11:08 Dibaca: 698

Komentar: 5

Nihil

Beragamnya suku bangsa serta bahasa di Indonesia, merupakan suatu tantangan besar bagi
bangsa ini untuk tetap dapat mempertahankan identitasnya, terlebih di era globalisasi seperti saat

ini. Globalisasi diartikan sebagai suatu era atau zaman yang ditandai dengan perubahan tatanan
kehidupan dunia akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi
informasi sehingga interaksi manusia menjadi sempit, serta seolah-olah dunia tanpa ruang. Era
Globalisasi dapat berpengaruh terhadap nilai-nilai budaya bangsa Indonesia. Era Globalisasi
tersebut mau tidak mau, suka tidak suka telah datang dan menggeser nilai-nilai yang telah ada.
Anak anak sebagai generasi penerus nantinya kini mulai tak mengenal identitas bangsanya
sendiri. Mereka lebih hafal syair-syair lagu barat ataupun lagu-lagu dewasa yang cenderung
merusak moral dan mental, dibandingkan dengan lirik lirik lagu kebangsaan yang syarat akan
makna. Jika ditanya mengenai modern dance, kebanyakan dari mereka tahu bahkan hafal di luar
kepala. Namun, ketika ditanya mengenai tarian tradisional, sangat jarang yang tahu gerakannya.
Jangankan gerakannya, nama tariannya saja sangat sedikit sekali yang tahu. Tidak hanya itu, sifat
individualisme, tidak saling peduli, yang timbul akibat rasa egoisme diri perlahan mulai terlihat
di kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini tentunya sangat tidak sesuai dengan jati diri Bangsa
Indonesia yang terkenal ramah tamah di mata dunia. Bahkan, dampak negatif globalisasi juga
secara sadar melumpuhkan rasa nasionalisme masyarakat Indonesia dengan datangnya budayabudaya baru yang lagi-lagi tidak sesuai dengan jati diri Indonesia sesungguhnya. Masyarakat
Indonesia saat ini justru lebih merasa bangga jika dapat menguasai bahasa asing, dibandingkan
dengan mempelajari bahasa persatuan dan bahasa dearahnya sendiri. Terbukti, banyak lembagalembaga kursus bahasa asing bermunculan dan peserta didiknya tak pernah sepi. Sedangkan
Bahasa Indonesia sendiri tak satupun terlihat tempat-tempat nonformal yang khusus mengajarkan
Bahasa Indonesia. Masyarakat Indonesia kini lebih menyepelekan bahasa sendiri. Padahal, dalam
ujian nasional yang menentukan kelulusan, kerap kali nilai yang jatuh terdapat pada mata
pelajaran Bahasa Indonesia. Belum lagi hal-hal lain yang semakin menenggelamkan jati diri
bangsa. Banyak wanita Indonesia yang mengubah warna rambutnya menjadi rambut ala dunia
barat yang berwarna-warni. Padahal, rambut yang paling indah pigmen warnanya adalah rambut
hitam ala Indonesia. Tak berhenti sampai disitu, globalisasi juga menyuguhkan mode-mode
fashion yang sangat jauh dari budaya ketimuran. Jika dahulu kita mudah menjumpai pakaian
kebaya yang dikenakan wanita sebagai pakaian harian, kini hal itu mulai bergeser perlahan.
Pakaian kebaya saat ini lebih di identikkan dengan peringatan Hari Kartini dan pakaian ala
nenek-nenek yang rata-rata lahir di era kemerdekaan. Hal inilah yang seharusnya kita
hapuskan dari pemikiran kita. Jika India saja bisa membusungkan dada dengan Kain Saree-nya,
Jepang menengadahkan kepala dengan Kimono-nya, kenapa tidak untuk Indonesia dengan
Kebaya, batik atau kain songketnya?
http://sosbud.kompasiana.com/2011/11/05/masih-jelaskah-identitas-nasionalindonesia-407625.html

Agenda Memantapkan Identitas Nasional


Melalui Pendidikan
OPINI | 17 August 2012 | 05:52 Dibaca: 373

Komentar: 0

Nihil

Identitas Nasional pada hakekatnya adalah manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan
berkembang dalam aspek kehidupan suatu bangsa (nation) dengan ciri-ciri yang khas yang

membedakan suatu bangsa dengan bangsa lain (Wibisono Koento. 2005). Identitas berasal dari
kata identity yang berarti ciri-ciri tanda-tanda atau jati diri yang melekat pada seseorang atau
sesuatu yang membedakannya dengan yang lain. Dalam terminologi antropologi identitas adalah
sifat khas yang menerangkan dan sesuai dengan kesadaran diri pribadi sendiri, golongan,
kelompok, komunitas atau negara sendiri. Kata nasional dalam identitas nasional adalah
merupakan identitas yang melekat pada kelompok-kelompok yang lebih besar yang diikat oleh
kesamaan-kesamaan, baik fisik seperti budaya, agama, bahasa maupun non fisik seperti
keinginan cita-cita dan tujuan. Istilah identitas nasional atau identitas bangsa melahirkan
tindakan kelompok (collective action) yang diberi atribut nasional.
Globalisasi telah menempatkan manusia pada dunia tanpa batas (borderless world). Globalisasi
yang disertai dengan revolusi di bidang teknologi dan di bidang informasi dan komunikasi (ICT)
membawa pengaruh pada lunturnya identitas nasional di kalangan generasi muda. Berbagai
kemudahan memperoleh informasi akibat akselerasi di bidang ICT telah membuat generasi muda
Indonesia yang merupakan tonggak pembangunan bangsa teracuni dengan berbagai dampak
negatif globalisasi.
Penetrasi budaya antar bangsa begitu kuat sehingga tidak bisa dibedakan mana budaya yang
berdampak positif dan mana budaya yang berdampak negatif dan cenderung destruktif. Ironis
jika budaya yang saling mempengaruhi itu tidak bisa di filter oleh kalangan generasi muda dan
cenderung untuk dijadikan panduan dalam berperilaku. Hal ini terjadi karena tidak kuatnya
sistem filter yang dimiliki generasi muda pada khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya.
Lunturnya budaya kegotong royongan, nilai-nilai toleransi, lebih membanggakan produk luar
negeri daripada produk dalam negeri, pergaulan bebas remaja, munculnya beberapa peristiwa
kekerasan di negeri ini menjadi indikator menurunnya kesadaran akan identitas nasional.
Pasca reformasi tahun 1998 banyak muncul tuntutan untuk memperbaiki bangsa ini dari berbagai
macam penyimpangan di berbagai dimensi kehidupan yang mengalami krisis identitas dan jati
diri. Perilaku-perilaku elit yang korup, manipulasi demokrasi dengan manipulasi hak-hak
warganegara yang menambah daftar keterpurukan bangsa ini harus segera diakhiri. Namun,
reformasi belum bisa menjawab dan mencarikan solusi atas permasalahan yang dihadapi bangsa
ini. Perilaku korup bangsa ini belum bisa dihentikan meskipun demokrasi berjalan beberapa
langkah lebih maju daripada semasa era orde baru. Akrobat-akrobat politik yang dilakukan oleh
tokoh-tokoh politik belum bisa memberikan pendidikan politik yang sehat bagi warga bangsa.
Peristiwa kekerasan dan terorisme semakin menjauhkan kesan bahwa bangsa Indonesia adalah
bangsa yang beradab yang mengagungkan nilai-nilai kemanusian.
Sementara bangsa ini sibuk dengan permasalahan kompleks yang sedang dihadapi seperti yang
disebutkan diatas, Nasionalisme kita terusik karena beberapa kekayaan bangsa kita yang sudah
menjadi brand image diambil dan diklaim oleh negara lain. Kekayaan bangsa yang diambil
negara lain misalnya: Reog Ponorogo, batik, alat musik Angklung, Pulau Sipadan dan ligitan,
beberapa daerah diperbatasan yang disengketakan dan masih banyak lagi.
Dorongan untuk segera diadakan perbaikan dinegeri ini semakin kuat. Masyarakat menuntut
untuk segera diadakan restorasi di segala bidang untuk mengangkat bangsa ini dari keterpurukan.
Perlu adanya upaya untuk memutus mata rantai penyebab keterpurukan bangsa ini. Mengangkat

kembali identitas nasional adalah agenda mendesak bangsa ini untuk memulihkan kembali
eksistensinya sebagai bangsa yang beradab, bangsa yang santun serta disegani dalam pergaulan
internasional.
Salah satu upaya untuk mengembalikan dan mengembangkan identitas nasional adalah melalui
bidang pendidikan. Socrates menegaskan bahwa pendidikan merupakan proses pengembangan
manusia kearah kearifan (wisdom), pengetahuan (knowledge), dan etika (conduct). (Zaim. 2007).
Ada dua fenomena mengapa pendidikan adalah yang pertama dan utama.
Pertama, ketika Uni Sovyet meluncurkan pesawat luar angkasanya yang pertama Sputnic pada 4
Oktober 1957, Amerika Serikat meradang. Amerika adalah negara besar dengan kemampuan
teknologi yang paling maju merasa didahului oleh Uni Sovyet. Presiden AS ketika itu
memerintahkan untuk membentuk special unit. Tim ini tidak berkeinginan untuk menandingi Uni
Sovyet, tetapi tugasnya adalah meninjau kembali kurikulum pendidikan AS mulai dari jenjang
Pendidikan Dasar sampai tingkat Perguruan Tinggi. Dengan bekerja keras dalam waktu yang
singkat tim tersebut berhasil mengeluarkan statement yang menyatakan bahwa kurikulum
pendidikan AS dari semua jenjang pendidikan sudah tidak layak lagi dan harus direvisi.
Amerikapun mulai melakukan pembaharuan pendidikan dalam segala segi dan dimensinya.
Mulai dari kurikulum, mata pelajaran, tenaga pengajar, sarana pendidikan sampai pada sistem
evaluasi pendidikan. Usaha mereka dengan sangat cepat membuahkan hasil yang sangat luar
biasa. Pada tanggal 14 Juli 1969 mereka berhasil meletakkan manusia pertama di permukaan
bulan. Hanya dalam kurun waktu 12 tahun mereka berhasil mengungguli teknologi Uni Sovyet.
Waktu yang relatif singkat, kurang dari masa pendidikan seorang anak dari tingkat dasar sampai
jenjang perguruan tinggi. (C. Winfield dan Scoot dalam Zaim. 2007).
Kedua, kejadian yang hampir serupa ketika Jepang telah kalah dalam perang dunia II dengan
dijatuhi bom atom di kota Hiroshima dan Nagasaki pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945. Jepang
praktis lumpuh dalam segala sendi kehidupan. Bahkan Kaisar Jepang waktu itu menyatakan
bahwa mereka sudah tidak punya apa-apa lagi kecuali tanah dan air. Namun sang Kaisar
langsung memanggil pucuk pimpinan dan bertanya: berapa orang guru yang masih hidup?.
Sebuah pertanyaan sederhana tapi mengandung makna bahwa pendidikan adalah awal segalanya.
Dua fenomena diatas merupakan gambaran nyata dari urgensi pendidikan yang telah dipahami
dan diaplikasikan dengan baik oleh AS dan Jepang. Langkah yang mereka ambil telah
membuktikan kepada dunia bahwa kemajuan pendidikan berarti kemajuan sebuah bangsa. Dan
bangsa manapun di dunia ini yang mengabaikan pendidikan maka tunggulah kehancuran dari
bangsanya.
Di Indonesia, jauh sebelum Bung Karno menggagas konsep kemerdekaan Indonesia, elemen
bangsa yang berbasis pendidikan seperti R.A. Kartini, HOS Cokroaminoto, Dr. Soetomo, Cipto
Mangunkusumo dan Ki Hajar Dewantara, sudah memikirkan bangsa ini lewat pendidikan. Tidak
lama berselang giliran KH. Ahmad Dahlan mendirikan organisasi sosial dan kependidikan
dengan nama Muhammadiyah. Lewat satu Dekade berikutnya KH. Hasyim Asyari ikut
mencerdaskan bangsa dengan NUnya. Semua bermuara pada pendidikan. Hasilnya, semua orang
terdidik mulai memikirkan bangsa dan berusaha lepas dari penjajahan.

Dari uraian di atas nampak adanya keterkaitan antara pendidikan dengan kemajuan suatu bangsa.
Warna pendidikan adalah warna suatu bangsa. Identitas nasional yang dikembangkan melalui
pendidikan diharapkan akan memberi harapan positif bagi kemajuan bangsa ini untuk
mempertahankan karakteristiknya sebagai sebuah bangsa yang beradab, bangsa yang santun,
bangsa yang toleran, bangsa yang menghargai perbedaan dan bangsa yang menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan.
Pemantapan identitas nasional melalui dunia pendidikan hendaknya tidak dilakukan setengah
hati dan parsial. Transformasi nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang memacu tumbuhnya
identitas dan jatiri bangsa perlu sinergi dari pihak-pihak yang berkompeten di dunia pendidikan
terutama guru yang bersentuhan langsung dengan siswa, dan yang perlu diperhatikan adalah
bahwa tugas ini tidak hanya menjadi tugas guru mata pelajaran tertentu saja misalnya Pendidikan
Kewarganegaraan, tetapi juga semua guru mata pelajaran dengan pendekatan sesuai karakteristik
mata pelajaran yang diampuh.
Melalui dunia pendidikan dapat ditanamkan desain identitas nasional kepada generasi muda yang
merupakan miniatur masyarakat masa depan. Dalam jangka pendek peyimpangan-penyimpangan
perilaku generasi muda dapat ditekan sedemikian rupa dan dalam jangka panjang generasi muda
saat ini yang merupakan miniatur masyarakat masa depan bisa menunjukkan perilaku-perilaku
yang santun, toleran, jauh dari tindak kekerasan. Generasi sekarang tidak akan. malu untuk
memakai budaya sendiri yang lebih memiliki filosofi daripada budaya bangsa lain. Jika hal ini
dilakukan maka cita-cita untuk menjadi bangsa yang besar dan disegani akan terwujud. Salam
kemerdekaan. Selamat berjuang !
http://edukasi.kompasiana.com/2012/08/17/agenda-memantapkan-identitasnasional-melalui-pendidikan/

Demokrasi Kosmopolitan dan Identitas


Nasional
REP | 02 November 2011 | 04:37 Dibaca: 368

Komentar: 0

Nihil

Ketika demokrasi diputuskan sebagai sistem politik sebuah negara, maka demokrasi tersebut
akan menjadi terbatas kemampuannya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan identitas
nasional. Karena metoda dalam sistem demokrasi memiliki pengaruh yang kecil dalam
memecahkan masalah-masalah identitas nasional, maka masalah identitas nasional lebih sering
dipecahkan secara tidak demokratis.
Hal ini mengantarkan kita pada pertanyaan yang lebih mendasar mengenai: apakah gagasan
tentang demokrasi kosmopolitan dapat memberikan jawaban alternatif tentang pendekatan
transnasional untuk memecahkan masalah identitas nasional? Atau, dapatkah institusi
demokrasi kosmopolitan mampu memberikan pendekatan alternatif guna menjawab
permasalahan identitas nasional?

Pada kebanyakan Negara di Asia, masalah identitas nasional tidak pernah menjadi isu sentral
apalagi subyek azali bagi ide demokrasi kosmopolitan. Hal ini ditandai oleh tidak adanya
kemauan negara dalam melakukan rekonseptualisasi demokrasi dalam abad globalisasi.
Demokrasi kosmopolitan lebih merespon pada alasan-alasan yang membuat erosi identitas
nasional dan menempatkannya kembali dengan jargon pruralitas dari identitas politik pada
tingkatan yang berbeda.
Hal ini justru mengakibatkan terjadinya penguatan lembaga demokratik transnasional yang lebih
responsif dan memberi ruang lebih luas untuk internasionalisasi pengambilan keputusan di
tingkat publik. Itu semua ditetapkan tidak hanya untuk memecahkan masalah identitas nasional
sebagai cara menghindari atau mengesampingkannya dengan membuat batas-batas wilayah mana
yang lebih penting ditangani negara.
Sementara itu, gagasan demokrasi kosmopolitan bukanlah obat mujarab universal yang dapat
memecahkan masalah identitas nasional dalam semua bentuk manifestasinya. Masalah identitas
nasional harus dipahami sebagai gejala populasi nasional yang tidak teridentifikasi oleh negara
dan pemerintahannya. Masalah yang tidak teridentifikasi itu kemudian akan menciptakan
identitas politiknya sendiri melalui rekonstruksi identitas budaya dan etnisitas. Gejala ini akan
semakin mendorong keterpisahan negara dengan entitas politik karena ketakpahaman negara
akan identitas kultural dan sejarah. Oleh karena itu, pertanyaan identitas lalu berkaitan dengan
masalah kontrol teritori dan sumberdaya yang menggambarkan batas-batas nasionalitas negara.
Demokrasi sendiri ditemukan dan kemudian menjadi sistem politik yang berbasis komunitas.
Konsekuensinya adalah, demokrasi hanya bisa berjalan dalam negara moderen dan mengikat
keseluruhan teritori. Dengan kata lain, akuntabilitas demokrasi dan legitimitasnya akan selalu
bersinggungan dengan identitas lokal. Sementara itu, globalisasi telah memasuki wilayah basis
demokrasi dan otonomi negara dan telah melahirkan tidak saja komunitas politik yang beragam
tetapi juga banyaknya interaksi sosial yang saling tumpang-tindih.
Jadi, gagasan untuk mendekatkan langsung konstituen menuju masyarakat demokrasi akan tetap
melahirkan dilema yang problematik. Artinya, keanggotaan politik dalam demokrasi akan terus
berubah dan tidak stabil. Kesulitan utama dalam menangani masalah globalisasi adalah bagimana
melakukan rekonsiliasi antara prinsip-prinsip hukum dengan kekuatan politik dan ekonomi yang
nyata-nyata terus meningkatkan jelajahnya pada wilayah transnasional dan ke skala global. Hal
ini mengantar kita pada pertanyaan apakah prinsip-prinsip hukum mampu mengakomodasi
kepentingan manusia?
http://sosbud.kompasiana.com/2011/11/02/demokrasi-kosmopolitan-dan-identitasnasional-408918.html

Wawasan Nusantara = Wawasan


Kebangsaan bukan Wawasan Kebanggaan
atau Wawasan Kenistaan
OPINI | 04 March 2010 | 17:18 Dibaca: 399

Komentar: 0

Nihil

Dulu jaman Orde Baru ada Wawasan Nusantara, yang didalamnya terkandung nilai-nilai luhur
dari budi pekerti bangsa ini, belajar mengenal sejarah bangsa, mengenal prinsip-prinsip yang
utama dari para Pahlawan yang sudah berjuang untuk bangsa ini, dari mulai SD diterapkan
didikan budi pekerti, bagaimana menghargai Bapak/Ibu Guru yang mendidik muridnya bersopan
santun dengan tatanan adat budaya yang sesuai dengan Bangsa ini, alangkah bangganya seorang
Bapak/Ibu Guru jika melihat anak didiknya berhasil menjadi orang besar di negerinya.
Namun, bila kita lihat parahnya sikap dan perilaku para Pembesar yang mengatas namakan
rakyat, yang melaksanakan rapat paripurna, seperti segerombolan orang dipasar yang sedang
dikumpulkan kepala pasar, saling ejek, saling tarik, saling dorong dan saling cemooh, nyaris
seperti orang yang tidak pernah mengenal pendidikan budi pekerti, apakah seperti ini demokratis
yang dimaksudkan, setiap kelompok merasa mewakili semua rakyat, dan setiap celoteh dan
cemoohan dari setiap wakil rakyat ini merupakan berita demokrasi, bukankah ini merupakan
Wawasan Kebanggaan Kelompok/perorangan, yang menyuarakan Kami/Saya telah berbuat
untuk bangsa ini, atau mungkin juga bisa disebut Wawasan Kenistaan, karena seolah tidak ada
aturan yang dijadikan pedoman dalam melaksanakan rapat, karena walaupun ada salah satu atau
salah dua dari mereka mencuplik peraturan kelihatannya banyak yang tidak menguasai peraturan
itu.
Maka Pantaslah jika para Mahasiswa dan anggota HMI di Makasar jadi beringas, seolah tidak
ada aturan dalam mengungkapkan kekesalannya kepada Polisi, padahal institusinya jelas,
Kantornya jelas, kok yang dirusak fasilitas umum, kenapa bukan Kantor Poldanya yang dirusak,
kalau memang ada oknum polisi yang menyerang Kantor Sekretariat HMI, kan tanggung jawab
ada di Polisinya bukan memblokade jalan umum, yang sangat merugikan masyarakat baik dari
segi waktu maupun materi, tapi mungkin contoh dari atasnya begitu ya merekapun akan seperti
itu.
Kalau kita renungkan, mungkinkah pelajaran budi pekerti itu harus diajarkan kembali, agar
rakyat bisa sopan santun, karena kita bisa disebut lagi bangsa yang ramah tamah, sopan santun
yang mempunyai Wawasan Kebangsaan untuk menuju kesejahteraan sesuai dengan Pancasila,
jangan malu mengadopsi istilah Orde Baru karena mereka selama tiga puluh dua tahun sudah
berbuat, walaupun dianggap tidak demokratis, namun bila Orde Reformasi yang selama satu dasa
warsa ini hanya berbuat keributan dan pengrusakan seolah tidak ada aturan, kayaknya perlu juga
adanya penekanan Wawasan Nusantara menuju Wawasan kebangsaan bukan Wawasan
kebanggaan yang menuju Wawasan Kenistaan

http://politik.kompasiana.com/2010/03/04/wawasan-nusantara-wawasankebangsaan-bukan-wawasan-kebanggaan-atau-wawasan-kenistaan-86077.html

WAWASAN NUSANTARA
oleh Renny Masmada

rennymasmada
Deklarasi Djuanda, 13 Desember 1957 menjadi tonggak sejarah lahirnya Wawasan Nusantara.
Batas laut teritorial yang sebelumnya diatur di dalam Territoriale Zee Maritiem Kringen
Ordinatie 1939 (Ordinasi tentang Laut Teritorial dan Lingkungan Maritim) peninggalan kolonial
Belanda, mengalami perubahan. Wilayah laut Indonesia menjadi lebih luas.
Walau Deklarasi Djuanda ditolak pada Konferensi Hukum Laut di Geneva tahun 1958, namun
momentum ini cukup memberikan semangat maritim yang pernah ada sejak zaman Indonesia
purba dulu.
Deklarasi Djuanda dikukuhkan pada tanggal 18 Februari 1960 dalam Undang-Undang No. 4/Prp
tahun 1960 tentang perairan Indonesia.
Sedang Konsep Nusantara dituangkan dalam Wawasan Nusantara sebagai dasar pokok
pelaksanaan Garis-Garis Besar Haluan Negara melalui Ketetapan MPRS No. IV tahun 1973.
Tahun 1978 pada Konferensi Hukum Laut pada sidang ke tujuh di Geneva, konsepsi Wawasan
Nusantara mendapat pengakuan dunia Internasional.
Dan, pada 10 Desember 1982, dengan perjuangan diplomatik yang tak kenal lelah, konsep
Wawasan Nusantara dapat diterima dan ditetapkan dalam Konvensi Hukum Laut Perserikatan
Bangsa-Bangsa, United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS), yang
kemudian dituangkan dalam Undang-Undang No. 17 tanggal 31 Desember 1985 tentang
pengesahan UNCLOS.
Apalagi kemudian pada tanggal 26 September 1998, B.J. Habibie mengumumkan deklarasi yang
populer dikenal dengan Deklarasi Bunaken, menyatakan bahwa sudah waktunya visi
pembangunan dan persatuan Indonesia berorientasi ke laut.

Sebagai negara maritim terbesar di dunia, Indonesia mulai kembali memiliki kepercayaan diri
memiliki 3,9 juta km luas lautan yang terbentang di antara 17.500 lebih pulau yang tercatat
sebagai pulau terbanyak di dunia.
Yang menarik, adalah bahwa Deklarasi Djuanda melahirkan konsepsi Wawasan Nusantara.
Sedang Wawasan Nusantara sebenarnya adalah implementasi dari Politik Nusantara yang
diterapkan oleh Gajah Mada, Mahapatih Amangkubumi Majapahit lebih dari 600 tahun lalu.
Salam Nusantara..!
http://sosbud.kompasiana.com/2012/05/18/wawasan-nusantara-458194.html

..

Hak Asasi Manusia dalam Ketahanan


Nasional Indonesia
OPINI | 04 November 2009 | 09:20 Dibaca: 4993

Komentar: 0

Nihil

Makin kaburnya batas-batas negara (borderless) dan semakin menyatunya dunia, menjadikan
saling ketergantungan antarnegara. Keadaan inilah yang disebut dengan globalisasi. Globalisasi
menjadikan masa depan dipenuhi dengan ketidakpastian sehingga membuat masa depan sulit
diprediksi. Tren utama globalisasi dan aspek srtategis lainnya yang berlangsung pada awal abad
21 masih berkisar pada demokrasi, individualisme, HAM, lingkungan hidup, revolusi bidang
informasi, liberalisasi perdagangan dan pergeseran perimbangan kekuatan dunia. Di satu sisi,
lingkungan strategis tersebut membawa dampak positif bagi bangsa Indonesia, sehingga
menjadikannya sebagai peluang. Sedangkan di sisi lain, ada pula dampak negatifnya, sehingga
menjadikannya sebuah tantangan bagi pemerintah. Tiap negara, termasuk Indonesia, harus
memiliki ketahanan dalam menghadapi setiap perubahan. Karena suatu bangsa yang memiliki
tingkat ketahanan nasional yang tinggi makin tinggi pula nilai kewibawaan nasional yang berarti
makin tinggi tingkat daya tangkal yang dimiliki bangsa dan negara Indonesia.
Berkembangnya zaman menyebabkan masalah mengenai Hak Asasi Manusia semakin kompleks.
Karena itulah sangat penting untuk mengetahui lebih jelas lagi mengenai Hak Asasi Manusia
demi meningkatkan wawasan nusantara kita.
Hak asasi manusia dalam pengertian umum adalah hak-hak dasar yang dimiliki setiap pribadi
manusia sebagai anugerah tuhan yang dibawa sejak lahir. Ini berarti bahwa sebagai anugerah dari
Tuhan kepada makhluknya, hak asasi tidak dapat dipisahkan dari eksistensi pribadi manusia itu

sendiri. Hak asasi tidak dapat dicabut oleh suatu kekuasaan atau oleh sebab-sebab lainnya,
karena jika hal itu terjadi manusia kehilangan martabat yang sebenarnya menjadi inti nilai
kemanusiaan.
Sementara menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, Hak Asasi Manusia
adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan
Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia.
Hasil amandemen UUD 1945 memberikan suatu titik terang bahwa Indonesia semakin
memperhatikan dan menjunjung nilai-nilai Hak Asasi Manusia (HAM) yang selama ini kurang
diperhatikan oleh pemerintah. Amandemen kedua bahkan telah menghasilkan satu bab khusus
mengenai Hak Asasi Manusia yaitu pada Bab XA. Walau demikian, bukan berarti bahwa
perwujudan hak asasi manusia dapat dilaksanakan secara mutlak karena dapat melanggar hak
asasi orang lain. Memperjuangkan hak sendiri sampai-sampai mengabaikan hak orang lain, ini
merupakan tindakan yang tidak manusiawi. Kita wajib menyadari bahwa hak-hak asasi kita
selalu berbatasan dengan hak-hak asasi orang lain.
Kebebasan Berpendapat
Dalam konteks suatu negara, rakyat menduduki posisi penting. Posisi ini setidak-tidaknya
didasarkan pada asumsi bahwa tanpa rakyat suatu negara tidak dapat menjamin kelangsungan
hidupnya secara damai dan dinamis. Jika suatu negara ingin menjamin kelangsungan hidupnya
secara damai dan dinamis, negara tersebut harus membuat rakyatnya betah tinggal di dalamnya.
Sebagai konsekuensinya, rakyat diberikan ruang publik yang memadai agar mampu
mengekspresikan dirinya.
Dalam Pasal 28I Ayat (2) UUD 1945 diterangkan mengenai kebebasan dalam mengemukakan
pikiran, yaitu:
Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak
beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan
hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang
tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.
Bebas menyampaikan pendapat di muka umum juga merupakan salah satu Hak Asasi Manusia
yang dijamin dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945, yaitu:
Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Pada rezim Soeharto, ruang publik rakyat untuk turut serta mempengaruhi kebijakan politik
sangat dibatasi. Rakyat menginginkan ruang politik yang lebih luas lagi bagi dirinya karena
mereka sadar bahwa dirinya merupakan sumber eksistensi negaranya. Namun, itu tidak mereka
dapatkan pada saat Soeharto memerintah. Kebebasan rakyat dalam berpendapat sangat dikekang.

Hal ini tentu saja merupakan pelanggaran HAM dan tidak sesuai dengan isi UUD 1945 Bab XA
yang membahas mengenai Hak Asasi Manusia.
Sejak reformasi bergulir, yaitu tahun 1998, perilaku politik berubah total tatkala Soeharto
mengundurkan diri dari jabatan presiden, 21 Mei 1998. pers nasional seolah-olah bangkit dari
keterpurukannya dan pintu kebebasan pers pun seakan terbuka lebar. Ini ditandai dengan
diberlakukannya UU No. 40 Tahun 1999. Kreatifitas yang pada rezim Orde Baru begitu
dikekang, kini bisa dengan bebas mewarnai dunia pers Indonesia. Selain itu, sistem sosial politik
berubah. Rakyat yang sebelumnya sangat terbelenggu, menjadi bebas bahkan terkesan liar. Ibarat
kuda lepas dari kandangnya. Tingkat partisipasi rakyat mencapai titik kulminasi tertinggi pada
era ini. Orang-orang bebas mengemukakan pendapatnya di muka umum dengan
mengatasnamakan demokrasi dan Hak Asasi Manusia.
Hal ini juga dipengaruhi oleh sistem komunikasi yang pada era ini merupakan sistem komunikasi
terbuka sehingga sesuai harapan ideal masyarakat. Setelah ini, justru ibarat kuda lepas dari
kandang. Media massa harus diberikan ruang bebas yang cukup agar bisa mengalokasikan
kepentingan masyarakat dan pemerintah secara baik. Namun apakah sesuai dengan sistem
komunikasi yang dianut Indonesia, yaitu sistem komunikasi bebas bertanggung jawab dan sesuai
dengan hak-hak asasi manusia? Jawabannya jelas tidak.
Setiap orang berhak mengemukakan pendapatnya, karena negara kita merupakan negara yang
demokratis dan karena itu merupakan hak setiap manusia yang telah diatur dalam UUD 1945
maupun dalam Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia yang telah disetujui dan
diumumkan oleh Resolusi Majelis Umum PBB tanggal 10 Desember 1948. Namun pada
praktiknya tetap harus bertanggung jawab terhadap apa yang telah disampaikan. Harus
disesuaikan dengan batasan-batasan yang telah diberikan negara Indonesia baik menurut
Pancasila, UUD 1945, UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM maupun UU Pokok Pers Nomor 40
Tahun 1999. Semuanya harus sinkron.
Pada nyatanya, kini proses penegakan HAM di Indonesia masih dihadapi oleh berbagai kendala.
Namun, proses demokratisasi yang terjadi setelah tumbangnya kekuasaan Orde Baru telah
memberi harapan yang besar bagi kita agar pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi
manusia dapat ditegakkan. Beberapa kejadian pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia
menunjukkan perlunya pemahaman Hak Asasi Manusia tidak sebatas karena hak itu dimiliki oleh
semua manusia, namun juga pelayanan terhadap hak itu perlu dilakukan oleh semua manusia.
Kita dapat mencermati bahwa dalam lingkungan sosial kita terdapat beberapa hambatan yang
bersifat structural. Walau demikian hambatan tersebut sepatutnya tidak membuat semangat kita
untuk menegakkan hak asasi manusia menjadi surut.
Dari faktor-faktor yang menjadi hambatan dalam penegakkan hak asasi manusia tersebut, mari
kita upayakan sedikit demi sedikit untuk dikurangi (eliminasi), demi terwujudnya hak asasi
manusia yang baik, mulailah dari diri kita sendiri untuk belajar menghormati hak-hak orang lain.
Kita harus terus berupaya untuk menyuarakan tetap tegaknya hak asasi manusia, agar harkat dan
martabat yang ada pada setiap manusia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa tetap terpelihara
dalam sebaik-baiknya.

Daftar Pustaka
Buku
Asshiddiqie, Jimly. 2007. Hukum Tata Negara Darurat. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Kansil, C.S.T. dan Christine S.T. Kansil. 2005. Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan
Tinggi. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
Magnis, Franz dan Suseno. 1987. Etika Politik: Prinsip-prinsip dan Moral Dasar Kenegaraan
Modern. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Masdiana, Erlangga, Dwi Agus Susilo, dan Suratman. 2008. Peran Generasi Muda dalam
Ketahanan Nasional. Jakarta: Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga.
Nurudin. 2007. Sistem Komunikasi Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Yuliarso, Kurniawan Kunto dan Nunung Prajarto. 2005. HAM di Indonesia: Menuju Democratic
Governance.Yogyakarta: Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Volume 6 No. 3 Fakultas Ilmu
Sosial dan ilmu Politik Universitas Gajah Mada.
Internet
Faiz, Pan Mohamad. 2007. Pembatasan Hak Asasi Manusia di Indonesia
www.panmohamadfaiz.com diakses pada tanggal 7 Juni 2009.
Kiranawati. 2008. Pengertian-pengertian Hak Asasi Manusia. www.gurupkn.wordpress.com
diakses pada tanggal 7 Juni 2009.
Metia, Iva. 2007. Pengertian dan Macam-macam HAM www.kewarganegaraan.wordpress.com
diakses pada tanggal 7 Juni 2009.
http://politik.kompasiana.com/2009/11/04/hak-asasi-manusia-dalam-ketahanannasional-indonesia-21565.html

Ketahanan Nasional atau Ketahanan


Kekuasaan?
REP | 04 October 2011 | 14:55 Dibaca: 163

Komentar: 2

Nihil

Berbicara mengenai pertahanan langsung terlintas dibenak penulis adalah kekuatan militer yang
siap tempur dimedan perang. agak lebay memang pikiran saya ini, mungkin pikiran ini juga
pernah menggerogoti kita.
Ketahanan Nasional tidak hanya identik dengan kekuatan militersaja ternyata, namun pertahanan
diri untuk tetap bertahan hidup. Ketahanan pangan merupakan salah satu bagian dari
mempertahankan diri untuk hidup. Ketahanan pangan disetioap daerah berbeda beda, di Papua,
menggunakan sagu sebagai makanan pokok, jawa, banyaknnya beras mejadikan bahan makanan
pokok. Indonesia memang kaya akan budaya dan beraneka macam pula wujud memeprtahankan
hidup.
Ketahanan Nasional tidak hanya identik dengan ketahanan pangan dan militers saja, namun
Mempertahankan ideologi sangat lah dibutuhkan. Ideologi yang berlandaskan semangat
Pancasila hendaknnya juga diperjuangkan demi terciptannya kekeuatan, ruh yang seberannya,
yang akan mampu memperkuat jati diri setiap warga negara.
Ketahan ideolgi merupakan hal yang terpenting di dalam era globalisasi seperti ini.
Namun apa yang terjadi sekarang dengan Ketahanan Nasional?
Dieroa Demokrasi seperti ini, orang berlomba lomba menuju titik kepuasan , setelah kaya,
kekuasaan bagian yang terpenting dari gaya hidup. meskipun berbeda latar belakang dan tidak
mempunayi jiwa dan kemampuan memimpin. Lihat lah apa yang terjadi di negri ini. Seorang
ekonom misalnnya berambisi menjadi seorang pimpinan partai politik, dosen berkeinginan
berambusi menajdi walikota bahkan presiden. yang menjadi pertanyaan, apakah teroi dikampus
bisa dimplimentasikan di lapangan dengan mudah?
Semoga kebangkitan Pancasila ini dijadikan Semangat ketahanan nasional yang sesungguhnnya
dan nantinnya bisa berguna bagi masyarakat.
Salam Indonesia
Tisna Surya AP
IKAL LEMHANNAS RI III
http://regional.kompasiana.com/2011/10/04/ketahanan-nasional-atau-ketahanankekuasaan-400563.html

Pertahanan Nasional Pasca Amandemen


UUD 1945
OPINI | 04 July 2012 | 13:14 Dibaca: 3622

Komentar: 0

Nihil

PENDAHULUAN
Pertahanan Nasional merupakan hal yang penting bagi bangsa dan negara karena
menyangkut eksistensi bangsa dan negara. Oleh karena itu, masalah pertahanan nasional
dimasukkan ke dalam UUD 1945 baik dalam UUD 1945 yang pertama (18 Agustus 1945)
maupun setelah diamandemen yang dircantumkan dalam pasal 30 UUD itu. Menyadari akan
pentingnya masalah eksistensi bangsa dan negara yang telah diproklamasikan pada 17 Agustus
1945, maka ketika melakukan amandemen terhadap UUD 1945 dilakukan upaya memperjelas
dan mempertegas sistem pertahanan dan keamanan, peran dan tugas TNI dan Polri, serta rakyat
dalam upaya pertahanan dan keamanan negara. Hal itu dapat terlihat pada ayat-ayat UUD 1945
hasil amandemen. UUD 1945 yang pertama (asli) hanya terdapat dua ayat, maka pada UUD
1945 hasil amandemen terdiri dari lima ayat.
SUBSTANSI PERUBAHAN
Bab tentang pertahanan negara yang tercantum dalam bab XII UUD 1945 pertama (asli)
diubah judulnya menjadi bab tentang pertahanan dan keamanan negara. Bab ini semula terdiri
satu pasal yaitu pasal 30 dan dua ayat. Setelah perubahan, menjadi satu pasal (tetap pasal 30)
dengan lima ayat.
Perubahan atau penambahan ayat itu adalah yang menyangkut usaha pertahanan dan keamanan
(ayat 2) yang rumusannya sebagai berikut :
Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem
pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian
Negara Republik Indonesia sebagai kekuatan utama dan rakyat sebagai kekuatan
pendukung.
Dimasukkannya sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (Hankamrata) kedalam UUD
1945 dimaksudkan untuk lebih mengukuhkan keberadaan sistem tersebut, dengan keberadaan
rakyat, TNI dan Polri dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Rumusan tersebut

menunjukkan bahwa sistem Hankamrata melibatkan seluruh rakyat warga, wilayah dan sumber
daya nasional secara aktif, terpadu, terarah dan berkelanjutan.
Perubahan ayat pada pasal 30 yang kedua adalah tentang TNI dan Polri yang tercantum dalam
ayat (3) dan (4) dengan rumusan sebagai berikut:
(3) Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan
Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara
keutuhan dan kedaulatan negara.
(4) Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan
dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta
menegakkan hukum.
Ayat tersebut lebih menegaskan pembagian tugas dua alat negara yang bergerak di bidang
pertahanan dan keamanan negara, yakni TNI sebagai alat negara di bidang pertahanan, dan Polri
sebagai alat negara di bidang keamanan. Di bidang pertahanan ditegaskan meliputi tiga aspek
yaitu masalah keutuhan negara, kedaulatan negara, dan keselamatan negara. Selain itu masuk
kategori keamanan. Pembagian tugas yang jelas tersebut diharapkan dapat focus pada bidangnya
dan dapat meningkatkan profesionalisme TNI dan Polri.
Perubahan lainnya menyangkut pengaturan hal-hal yang terkait dengan pertahanan dan
keamanan. Dalam ini dirumuskan pada pasal 30 ayat (5) sebagai berikut :
(5) Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik
Indonesia, hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara
Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan warga
negara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara, serta hal-hal yang terkait dengan
pertahanan dan keamanan diatur dengan undang-undang.
Ketentuan pada ayat ini merupakan dasar hukum untuk membentuk undang-undang untuk
pengaturan lebih lanjut.
TURUNAN/JABARAN

UUD 1945 merupakan sumber hukum. Sistem kehidupan nasional beserta pembinaannya
harus didasarkan pada UUD 1945. Demikian juga dalam konteks pertahanan nasional. Kemudian
diperlukan juga pedoman tata hukum yang relatif tetap atau pedoman yang relatif tersusun bagi
tindakan-tindakan yaitu yang dikenal sebagai asas-asas. Bagi pertahanan nasional asas-asas itu
adalah Wawasan Nusantara dan asas-asas Ketahanan Nasional. Hal berarti bahwa semua aturan
dan tindakan dalam masalah pertahanan nasional harus berpedoman dan bertujuan juga untuk
mempertahankan dan mengembangkan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional.
Stratifikasi selanjutnya, dalam upaya pertahanan juga memperhatikan teori-teori tentang
pertahanan yang menggabungkan pendekatan secara rasional dengan pengalaman empirik.
Misalnya pengalaman perang gerilya, pengalaman sewaktu Trikora dimana upaya diplomasi
ditunjang dengan mempertunjukkan kekuatan militer dan tekad rakyat. Dalam sistem kehidupan
nasional Bangsa Indonesia, teori tertinggi yang menyangkut upaya pertahanan dan mengandung
secara langsung nilai-nilai hidup dan kehidupan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 adalah
teori tentang Wawasan Nusantara dan teori Ketahanan Nasional.
Kemudian, diperlukan suatu doktrin yang berarti pemikiran atas cara terbaik yang ada
mengenai pertahanan nasional untuk membimbing dalam menghadapi suatu masalah pertahanan.
Doktrin tersebut harus diyakini kebenarannya dan pelaksanaannya didasarkan pada penalaran
yang memadai dari suatu kondisi yang berlaku pada suatu ketika.
Kalau teori merupakan pengetahuan positif, maka doktrin merupakan pengetahuan
normatif, dalam arti mengatur tata laku. Oleh karena itu, teori Wawasan Nusantara dan teori
Ketahanan Nasional perlu didestilasikan menjadi doktrin Wawasan Nusantara yang
berkedudukan sebagai doktrin dasar nasional. Sedangkan teori Ketahanan Nasional juga perlu
didestilasikan kedalam doktrin Ketahanan Nasional yang berkedudukan sebagai doktrin
perjuangan nasional. Selanjutnya doktrin-doktrin tersebut dijabarkan kedalam doktrin-doktrin
pelaksanaan.
Selanjutnya diperlukan kebijakan sebagai pedoman umum dalam bidang pertahanan
untuk mencapai tujuan yang telah digariskan dalam suatu waktu tertentu. Berdasarkan kebijakan
untuk mencapai tujuan perlu dibuat alternatif-alternatif kemudian dipilih satu alternatif yang

disebut strategi. Strategi ini merupakan upaya pengerahan menyeluruh sumber daya untuk
mengendalikan situasi dan ruang guna mencapai tujuan yang telah digariskan untuk kurun waktu
sebagaimana telah ditentukan dalam kebijakan.
IMPLEMENTASI STRATIFIKASI
1. Dalam Perundang-Undangan
Setelah UUD 1945 diamandemen, lebih jelas dan tegas posisi, peran dan tugas alat
pertahanan dan alat keamanan dalam hal ini antara TNI dan Polri. Hal itu juga dipertegas
dalam Ketetapan MPR RI Nomor VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri,
menentukan peran TNI dan Polri serta perlu adanya kerjasama dan saling membantu
antara TNI dan Polri di dalam melaksanakan tugasnya di bidang pertahanan negara dan
keamanan. Amanat dari ketetapan ini adalah pemisahan kelembagaan TNI dan Polri, telah
terwadahi di dalam UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI, UU Nomor 3
Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, dan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Namun,
amanat yang berkaitan dengan kerjasama dan saling membantu antara TNI dan Polri belum
dapat dilaksanakan secara maksimal karena belum ada peraturan perundang-undangannya.
Oleh karena itu perlu segera disusun UU tentang kerjasama dan saling membantu antara TNI
dan Polri (UU Perbantuan).
Kemudian juga ditegaskan dalam Ketetapan MPR RI Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran
TNI dan Peran Polri. Ketetapan ini mengamanatkan tentang jati diri, peran, susunan dan
kedudukan, tugas bantuan, dan keikutsertaan TNI dalam penyelenggaraan negara, serta
tentang peran, susunan dan kedudukan, lembaga kepolisian, tugas bantuan, serta
keikutsertaan Polri dalam penyelenggaraan negara, dan tentang peran dan tugas TNI dan
Polri sebagai alat negara.
Ketetapan ini juga mengamanatkan untuk membentuk undang-undang yang terkait antara
lain tentang penyelenggaraan wajib militer, peradilan militer serta yang berkaitan dengan
tugas bantuan antara TNI dan Polri.

Amanat tentang peran TNI telah dipenuhi dengan disahkannya UU Nomor 3 Tahun 2002
tentang Pertahanan Negara dan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, sedangkan penataan
peran Polri telah diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri. Namun, belum ada
UU mengenai penyelenggaraan wajib militer dan tugas bantuan antara TNI dan Polri. Oleh
karena itu, masih perlu dibuat UU tentang wajib militer dan UU tentang tugas bantuan antara
TNI dan Polri. Tentang UU tugas bantuan dipandang lebih banyak diperlukan karena
kenyataan di lapangan memerlukannya. Sedang tentang peradilan militer, saat ini dalam
proses di DPR dan nampaknya sudah ada titik temu antara DPR dengan Pemerintah
(Departemen Pertahanan).
2. Di bidang asas-asas dan teori
Implementasi upaya pertahanan perlu memperhatikan dan mengacu pada Wawasan
Nusantara dan Ketahanan Nasional. Artinya semua wilayah NKRI mendapat perhatian yang
sama dalam segi pertahanan, dan diupayakan memiliki daya lenting yang kuat dalam
menghadapi ancaman. Dalam kaitan ini perlu dipertanyakan, apakah dalam bidang
pertahanan sudah mengimplementasikan secara nyata Wawasan Nusantara dan Ketahanan
Nasional? Misalnya, apakah daerah perbatasan dan pulau-pulau terluar sudah mendapat
perhatian yang signifikan? Untuk menjaga, menangkal, dan mengatasi masalah yang timbul
dalam bidang pertahanan, perlu adanya dislokasi pasukan tempur secara seimbang diseluruh
wilayah Indonesia. Adanya Komando Wilayah Pertahanan yang saat ini diperankan oleh
Kodam cukup relevan tetapi masih perlu pasukan tempur. Kodam sendiri perlu
direstrukturisasi dan refungsimalisasi sesuai dengan reformasi, dan perlu dipikirkan namanya
yang lebih tepat mengingat perannya pada masa lalu yang menimbulkan antipati dari
sebagian besar masyarakat.
Tentang persebaran markas pasukan tempur, paling sedikit ada 3 manfaatnya. Pertama, akan
menjadi daya tangkal terhadap ancaman di daerah. Kedua, lebih cepat dan efisien dalam
mengatasi permasalahan pertahanan di daerah. Ketiga, memperkuat rasa kebangsaan,
disamping dapat menumbuhkan ekonomi di daerah mengingat adanya kebutuhan hidup
sehari-hari dari prajurit.

3. Di bidang doktrin
Doktrin dalam konteks pertahanan, tatanan stratifikasinya adalah dari doktrin dasar nasional,
doktrin perjuangan nasional, dan selanjutnya doktrin pelaksanaan yang bisa dijabarkan dalam
doktrin strategik, doktrin operasi/taktik, dan doktrin tempur. Doktrin strategik merupakan
keyakinan-keyakinan tentang tujuan Pertahanan Negara, sifat-sifat upaya pertahanan,
hubungan antara kekuatan pertahanan dengan sarana kekuatan yang lain. Hal itu dapat dilihat
seperti pernyataan-pernyataan didalam doktrin seperti: upaya pertahanan pada hakekatnya
merupakan kebijakan politik yang dijalankan dengan menggunakan sarana lain; perang
merupakan kegiatan yang dilakukan karena terjadi kegagalan dalam politik/diplomasi; tujuan
perang adalah untuk menundukkan tekad bermusuhan dari pihak musuh; tujuan dari pada
perang adalah keadaan damai yang lebih baik, dan sebagainya.
Dalam upaya pertahanan sangat diperlukan, adanya doktrin, karena akan bermanfaat
membimbing dan mengarahkan kepada tujuan yang telah ditetapkan. Doktrin pertahanan dan
atau doktrin TNI harus didasarkan pada doktrin dasar dan doktrin perjuangan. Seiring adanya
reformasi dan amandemen UUD 1945; maka telah dilakukan perubahan dari doktrin Catur
Dharma Eka Karma (Cadek), menjadi doktrin TriDek (Tri Dharma Eka Karma). Kalau
dicermati, doktrin Catur Dharma Ekakarna (Cadek) lebih dari 50 persen berisi masalah
politik. Oleh karena itu, dengan mengacu pada produk-produk perundang-undangan yang
baru dimana TNI tidak berperan lagi dalam politik praktis dan hanya sebagai alat pertahanan
negara, maka dilakukan perubahan doktrin. Doktrin tersebut masih perlu djabarkan lagi pada
tataran yang lebih rendah.
4. Kebijakan dan Strategi
Penyelenggaraan pertahanan harus berdasarkan kebijakan umum pertahanan negara dari
otoritas politik tertinggi dalam hal ini Presiden. Atas dasar kebijakan umum tersebut
Departemen Pertahanan menjabarkannya untuk penyelenggaraan pertahanan.
Upaya penyelenggaraan pertahanan juga memerlukan strategi untuk mencapai tujuan atau
sasaran yang telah ditentukan. Demikian juga diperlukan perencanaan kekuatan strategik
(strategic force planning). Merencana adalah mengambil keputusan kini, menyangkut masa

depan. Jadi, yang diputuskan adalah hal yang menyangkut masa depan, tetapi keputusannya
diambil kini. Dalam kaitan ini diperlukan pemahaman akan pemikiran strategik. Berpikir
strategik adalah berpikir dalam perspektif dan acuan kerangka waktu (jangka panjang),
namun yang lebih penting adalah berpikir dalam konteks dan dengan mengacu pada
antisipasi terhadap perubahan. Untuk itu perlu dimasukkan didalamnya perhitunganperhitungan

yang

berkaitan

dengan

variabel-variabel

lingkungan

berikut

potensi

perubahannya.
Dalam kaitan ini perlu diperhatikan bagaimana lingkungan wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang terdiri lautan yang ditaburi pulau-pulau besar dan kecil. Tentu juga
perlu diperhatikan perkiraan ancaman yang mungkin dihadapi dan lain-lain. Selanjutnya juga
perlu disusun postur pertahanan untuk melaksanakan strategi tersebut.
PENUTUP
Gelombang reformasi memperoleh tempat resmi dalam kehidupan bernegara setelah
Sidang Istimewa MPR tahun 1998. Salah satu tuntutan reformasi adalah untuk menyempurnakan
UUD 1945 dan hal itu telah dilaksanakan dan berhasil melakukan amandemen terhadap UUD
1945. Dalam konteks pertahanan dan keamanan telah dilakukan perubahan atas pasal 30 UUD
tersebut. Perubahan pasal 30 tersebut telah memperjelas dan menegaskan sistem pertahanan,
tataran peranan dan tugas TNI dan Polri serta syarat-syarat keikutsertaan rakyat dalam sistem
Pertahanan Rakyat Semesta.
Selain itu, amandemen dengan perundang-undangan yang dihasilkan telah memastikan
bahwa alat negara khususnya TNI tidak lagi ikut serta dalam kegiatan politik praktis, dan
mengharuskan untuk mendukung proses demokratisasi.
(Disampaikan pada Seminar Sehari Upaya menjaga keutuhan NKRI dengan memperkuat TNI
dan Polri, pada tanggal 31 Maret 2007 di Jakarta)
http://hankam.kompasiana.com/2012/07/04/pertahanan-nasional-pascaamandemen-uud-1945-469115.html

Informasi Geospasial Daya Dukung


Ketahanan Nasional
OPINI | 22 July 2012 | 16:47 Dibaca: 112

Komentar: 1

Nihil

Telah disahkannya UU No 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial merupakan sebuah


solusi yang tepat untuk menjawab tantangan yang akan dihadapi bangsa Indonesia saat ini.
Permasalahahan yang berhubungan dengan kondisi keruangan , serta potensi sumberdaya alam
yang dimiliki merupakan salah satu hal yang diemban dalam undang-undang ini sebagai salah
suatu hal yang terjadi dalam konteks spasial.
Informasi geospasial yang dimaksud yaitu informasi keruangan yang mencangkup posisi dan
sebaran suatu objek yang berada di darat, laut, udara, serta ruang yang ada di dalam bumi,
dengan demikian informasi geospasial mencangkup semua fenomena geosfer yang ada di bumi
ini. Pentingnya pemahaman mengenai informasi geospasial yang dimilki bangsa ini merupakan
salah satu kunci untuk mendukung ketahanan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia baik
melalui pendekatan spasial (spatial Approach), pendekatan ekologi (ecological approach),
maupun pendekatan kompleks wilayah (regional complex approach) , sehingga timbulnya
kondisi mengenali potensi sumber daya yang dimilki bangsa ini. Selama ini, karena kurangnya
informasi geospasial yang dimilki bangsa ini banyak sumber daya alam yang lepas begitu saja
yang diakibatkan oleh kurangnya pemahaman informasi geospasial yang ada,sebagai salah satu
contoh lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan sudah cukup menjadi pelajaran berharga bagi bangsa
ini atas kurangnya menghargai informasi geospasial yang ada,permasalahan itu bukanlah
permasalahan yang terjadi di dalam ringkup yang kecil melainkan sudah merupakan
permasalahan antar bangsa akibat kelalaian dalam pemahamaman informasi geospasial yang
akan berdampak pada situasi ketegangan nasional maupun internasional sehingga perlu
dilakukan pemutakhiran informasi geospasial mengingat hal tersebut merupakan salah satu hal
yang penting dalam daya dukung ketahanan nasional yang akan berdampak besar bagi
kelangsungan penyelenggaraan pemerintah dalam aspek masyarakat yang ada dalam
berkehidupan berbangsa dan bernegara.
Dengan didukungnya perkembangan teknologi SIG (Sistem Informasi Geografi) yang
berkembang cukup pesat saat ini , memungkinkah dilakukannya pengumpulan informasi
geospasial yang lebih spesifik dan terperinci akan potensi yang ada di dalam geosfer sebagai
basis data tematik, seperti foto udara dan citra satelit yang memilki kemampuan melihat
fenomena geosfer dengan kesalahan yang relatif sangat kecil ( 6 cm ), sehingga pengumpulan
informasi geospasial yang dilakukan akan berjalan dengan baik dengan didukungnya teknologi
SIG yang ada. Hal ini akan mempermudah seorang geograf dalam melakukan analisis kajian baik
secara verbal, manual-kualitatif , serta deskriptif-kognitif terhadap pengumpulan informasi
geospasial yang telah dilakukan.
Tidak hanya sebagai pengumpulan informasi geospasial saja, teknologi SIG juga dikembangkan
dan digunakan untuk melakukan pemetaan terhadap wilayah Indonesia yang berada di batasbatas terluar yang sulit dijangkau oleh pemerintah kita, sehingga tetap terjaga stabilitas

keamanan negara kita yang berbatasan langsung dengan negara tetangga. Terciptanya keamanan
wilayah perbatasan merupakan salah satu langkah awal untuk menciptakan stabilitas kemanan
regional di dalam kawasan ASEAN, sehingga pentingnya teknologi SIG diperlukan oleh semua
negara yang ada sebagai penentu kebijakan strategi dalam menjaga keamanan nasional serta
regional yang berkembang saat ini. Peran pemerintah sangat diperlukan dalam peningkatan
kualitas informasi geospasial yang ada,baik secara konseptual maupun aplikatif dalam
pemahaman dan pendalaman materi geografi baik lingkup dasar maupun menengah yang
didasari dengan pemikiran sistem secara utuh, menyeluruh, saling timbal balik antara fenomena
geosfer yang ada (geografi fisik dan geografi manusia).
Pengumpulan data-data mengenai informasi geospasial yang ada merupakan suatu cara untuk
mengembangkan potensi suatu wilayah yang dimilki karena dengan semakin banyaknya data
geospasial yang dimiliki pada suatu daerah , akan mempengaruhi pemerintah dalam memutuskan
dan menerapkan sebuah kebijakan dalam perencanaan (planning), dan pengelolaan
(management) sumberdaya alam yang telah dipetakan sehingga sesuai dengan potensi yang
dimiliki daerah tersebut. Dengan begitu tidak akan terjadi kesalahpahaman dalam memutuskan
sebuah kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah. Penggunaan informasi geospasial
dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, informasi geospasial tidak hanya
berisi mengenai sumberdaya alam yang ada, melainkan juga berisi informasi-informasi
sumberdaya lainnya yang dimilki oleh suatu daerah sehingga diharapkan dengan adanya
informasi geospasial yang ada dapat meningkatkan kualitas hidup rakyat yang ada di suatu
wilayah tersebut sesuai potensi yang dimiliki dan akan mendorong peningkatan pendapatan asli
daerah yang ada.

Pentingnya mengenai pemahaman yang mendalam mengenai informasi geospasial merupakan


salah satu bentuk pemahaman geografi regional Indonesia , hal ini juga harus didukung juga
dengan keprofesionalan geografi dalam melakukan penyusunan basis data mengenai potensi
sumberdaya wilayah dan neraca sumberdaya alam daerah dalam melakukan penyusunan
perencanaan tata ruang wilayah berbasis karakteristik biofisik bentang lahan wilayah Indonesia
yang berwawasan lingkungan. Hal ini merupakan tantangan yang besar bagi seorang geograf
dalam memahami geografi regional Indonesia . Indonesia yang dikenal sebagai negara kepulauan
(archipelago) menjadikan tantangan yang besar bagi seorang geograf untuk mengenalkan

potensi-potensi wilayah Indonesia kepada bangsa lain berdasarkan karakteristik bentanglahan


yang dimilki dan dinyatakan dengan konsep dan pendekatan geografi yang ada dengan objek
kajiannya berupa wilayah (regional) . Mengenali batas-batas pulau terluar Indonesia merupakan
terbesar di dunia yaang sudah dikenal bangsa-bangsa lain di seluruh belahan dunia me salah satu
tugas utama geograf Indonesia yang harus tetap dipegang teguh sebagai modal dalam memahami
wilayah terluar Indonesia , Wilayah terluar Indonesia merupakan salah satu yang harus
dikenalkan kepada bangsa lain dalam menjaga stabilitas dan keutuhan wilayah terluar Indonesia.
Hal ini juga harus didukung oleh potensi sumberdaya yang dimiliki oleh wilayah tersebut baik di
sektor pariwisata, maupun sektor pertambangan dengan begitu akan terciptanya peningkatan
perekonomian kawasan perbatasan yang stabil dan terjaga akibat dilakukannya penguatan
ekonomi di wilayah perbatasan .
Penyebaran informasi geospasial seharusnya mulai dilakukan sejak dini sebagai suatu cara dalam
meningkatkan nasionalisme bangsa ini, mulai dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi
dirasakan perlu dilakukan pembelajaran mengenai informasi geospasial Indonesia kepada
generasi penerus bangsa ini , dengan begitu diharapkan timbulnya rasa nasionalisme dikalangan
generasi muda Indonesia dalam mengahadapi tantangan globalisasi yang telah masuk di negeri
ini yang menyebabkan lunturnya rasa nasionalisme yang dimiliki generasi muda Indonesia.
Semua ini tidak hanya dilkukan seorang geograf saja, melainkan seluruh unsur stakeholder yang
terlibat harus berperan dalam penyebarluasan dan transfer informasi geospasial yang dimilki
bangsa ini kepada generasi penerus yang kelak akan memimpin negara ini.
http://edukasi.kompasiana.com/2012/07/22/informasi-geospasial-daya-dukungketahanan-nasional-473221.html
Sistem Ketahanan Negara Kepulauan
OPINI | 20 September 2010 | 18:53
Bermanfaat

Dibaca: 3208

Komentar: 14

PENGANTAR
Krisis multi dimensi Indonesia memerlukan banyak solusi pemikiran dan tenaga dari
segala disiplin bidang ilmu. Perlu penyelesaian yang juga mecakup multi generasi
dan multi sekmen profesi yang saling mendukung satu sama lain, mulai
pemerintah, teknokrat, pengusaha, hingga mahasiswa dan masyarakat.
Salah satunya adalah krisis pertahanan nasional mengenai keamanan wilayah
kepulauan Indonesia. Bentuk wilayah Indonesia berupa kepulauan, membentang
sepanjang 3,5 juta mil, atau sebanding dengan seperdelapan panjang keliling Bumi,
serta memiliki tak kurang dari 17.000 pulau, merupakan suatu kebanggaan dan
kekayaan. Namun keadaan ini juga memunculkan potensi krisis di Indonesia jika
sistemnya tidak secara baik dikelola. Lemahnya Alutsista (alat utama sistem
persenjataan) militer, wawasan nusantara yang hanya sedikit dipahamai oleh
sebagian warga Negara karena , dan ketidak konsekuensian dan minimnya
perhatian pemerintah dalam hal kebijakan dan anggaran ketahanan nasional.

Menyebabkan berbagai masalah pelik muncul diseputar batas-batas penguasaan


wilayah Negara. Sehingga perlu sebuah kajian ulang akan sistem dan kebijakan
yang di gunakan pemerintah dalam hal menangani kondisi ini.

GEOPILITIK INDONESIA
Dalam studi Hubungan Internasional, geopolitik merupakan suatu kajian yang
melihat masalah/hubungan internasional dari sudut pandang ruang atau geosentrik.
Konteks teritorial di mana hubungan itu terjadi bervariasi dalam fungsi wilayah
dalam interaksi, lingkup wilayah, dan hirarki aktor: dari nasional, internasional,
sampai benua-kawasan, juga provinsi atau lokal.
Dari beberapa pengertian di atas, pengertian geopolitik dapat lebih disederhanakan
lagi. Geopolitik adalah suatu studi yang mengkaji masalah-masalah geografi,
sejarah dan ilmu sosial, dengan merujuk kepada percaturan politik internasional.
Geopolitik mengkaji makna strategis dan politis suatu wilayah geografi, yang
mencakup lokasi, luas serta sumber daya alam wilayah tersebut. Geopolitik
mempunyai 4 unsur pembangun, yaitu keadaan geografis, politik dan strategi,
hubungan timbal balik antara geografi dan politik, serta unsur kebijaksanaan.

Negara tidak akan pernah mencapai persamaan yang sempurna dalam segala hal. Keadaan suatu
negara akan selalu sejalan dengan kondisi dari kawasan geografis yang mereka tempati. Hal yang
paling utama dalam mempengaruhi keadaan suatu negara adalah kawasan yang berada di sekitar
negara itu sendiri, atau dengan kata lain, negara-negara yang berada di sekitar (negara tetangga)
memiliki pengaruh yang besar terhadap penyelenggaraan suatu negara.
Geopolitik, dibutuhkan oleh setiap negara di dunia, untuk memperkuat posisinya
terhadap negara lain, untuk memperoleh kedudukan yang penting di antara
masyarakat bangsa-bangsa, atau secara lebih tegas lagi, untuk menempatkan diri
pada posisi yang sejajar di antara negara-negara raksasa. Hal ini berkaitan
langsung dengan peranan-peranan geopolitik. Adapun peranan-peranan tersebut
adalah;
1. Berusaha menghubungkan kekuasaan negara dengan potensi alam yang
tersedia.
2. Menghubungkan kebijaksanaan suatu pemerintahan dengan situasi dan
kondisi alam.
3. Menentukan bentuk dan corak politik luar dan dalam negeri.
4. Menggariskan pokok-pokok haluan negara, misalnya pembangunan.

5. Berusaha untuk meningkatkan posisi dan kedudukan suatu negara


berdasarkan teori negara sebagai organisme, dan teori-teori geopolitik
lainnya.
6. Membenarkan tindakan-tindakan ekspansi yang dijalankan oleh suatu negara.
Indonesia merupakan suatu negeri yang amat unik. Hanya sedikit negara di dunia,
yang bila dilihat dari segi geografis, memiliki kesamaan dengan Indonesia.
Indonesia adalah suatu negara, yang terletak di sebelah tenggara benua Asia,
membentang sepanjang 3,5 juta mil, atau sebanding dengan seperdelapan panjang
keliling Bumi, serta memiliki tak kurang dari 17.000 pulau. Hal tersebut merupakan
suatu kebanggaan dan kekayaan, yang tidak ada tandingannya lagi di dunia ini. Tapi
bila dipikirkan lebih jauh, hal ini merupakan suatu kerugian tersendiri bagi bangsa
dan negara Indonesia. Indonesia terlihat seperti pecahan-pecahan yang berserakan.
Indonesia dapat dikatakan sebagai sebuah negara yang amat sulit untuk dapat
dipersatukan. Maka, untuk mempersatukan Bangsa Indonesia, diperlukan sebuah
konsep Geopolitik yang benar-benar cocok digunakan oleh negara.
Ada beberapa jenis kondisi geografis bangsa Indonesia. Yaitu kondisi fisis, serta
kondisi Indonesia ditinjau dari lokasinya.
A. Kondisi Fisis Indonesia:
1. Letak geografis;
2. Posisi Silang;
3. Iklim;
4. Sumber-Sumber Daya Alam;
5. Faktor-Faktor Sosial Politik
Lokasi Fisikal Indonesia; Keberadaan pada lokasi ini adalah faktor geopolitik utama yang mempengaruhi
perpolitikan di Indonesia. Berdasarkan kondisi fisikal, negara Indonesia berada pada dua benua yang
dihuni oleh berbagai bangsa yang memiliki karakteristik masing-masing, yaitu benua Asia dan Australia.
Selain itu, Indonesia pun berada di antara dua samudera yang menjadi jalur perhubungan berbagai
bangsa, yaitu Samudera Pasifik dan Hindia.
Lokasi fisikal Indonesia, menyebabkan negara ini menjadi suatu daerah Bufferzone,
atau daerah penyangga. Hal ini bisa dilihat pada aspek-aspek di bawah ini:
1. Politik; Indonesia berada di antara dua sistem politik yang berbeda, yaitu
demokrasi Australia dan demokrasi Asia Selatan;

2. Ekonomi; Indonesia berada di antara sistem ekonomi liberal Australia dan


sistem ekonomi sentral Asia;
3. Ideologi; Indonesia berada di antara ideologi kapitalisme di Selatan dan
komunis di sebelah utara;
4. Sistem Pertahanan; Indonesia berada di ntara sistem pertahanan maritim di
selatan, dan sistem pertahanan kontinental di utara.
Selain menjadi daerah Bufferzone, Indonesia pun memperoleh beberapa
keuntungan disebabkan kondisinya yang silang tersebut. Antara lain:
1. Berpotensi menjadi jalur perdagangan Internasional;
2. Dapat lebih memainkan peranan politisnya dalam percaturan politik
Internasional;
3. Lebih aman dan terlindung dari serangan-serangan negara kontinental.

MASALAH-MASALAH WILAYAH TERITORIAL


Masalah-masalah teritorial, umumnya menyangkut beberapa hal berikut:
1. Pembinaan wilayah untuk menciptakan ketahanan nasional yang maksimal
dan efektif;
2. Faktor kesejahteraan dan keamanan bangsa;
3. Pembinaan teritorial yang dititikberatkan pada penyusunan potensi Hankam.
Blok Ambalat
Bermula dari lepasnya Timor Timur, 1999, kemudian kekalahan diplomasi politik kita
di Mahkamah Internasional dalam mempertahankan Sipadan-Ligitan, 2002,
sehingga kedua pulau tersebut menjadi milik Malaysia. Lepasnya kedua wilayah
dengan mudah dan dalam waktu relatif singkat membuat masyarakat kita trauma
kemungkinan trauma Sipadan-Ligitan terulang untuk kasus Blok Ambalat. Konstruksi
bangunan teritorial kita dilihat dari kepentingan nasional dirasakan begitu rapuh
dalam beberapa tahun terakhir. Sengketa dua blok wilayah Malaysia-Indonesia
kembali memanas. Masing-masing mengklaim sebagai wilayah sah mereka.
Malaysia memberi nama ND6 dan ND7 dan Indonesia menamakan Blok Ambalat
dan Blok Ambalat Timur.

kajian politik yang ditulis MA Yusoff (2004), bahwa dalam konteks historis, sebenarnya SipadanLigitan diakui masuk dalam wilayah Indonesia, tetapi dari aspek teknologi yang digunakan dan

penguasaan konsep-konsep diplomasi politik modern dalam persidangan di Mahkamah


Internasional, tim negosiator dari Malaysia jauh lebih unggul karena Indonesia hanya
mengandalkan aspek historis. Ada kemungkinan referensi ini menjadi inspirasi kuat bagi
Pemerintah Malaysia untuk menggiring kasus Ambalat ini menjadi lebih kompleks di tingkat
Mahkamah Internasional, sebagaimana ia memenangkan Sipadan-Ligitan dengan mudah.
Dalam sengketa ini kekuatan militer TNI juga telah diperhitungkan kekuatannya oleh
para ahli strategi di Malaysia sebagai referensi pemerintah Malaysia dalam
menentukan sikap terhadap sengketa di wilayah ambalat. Bahwa TNI tidak berada
dalam keadaan optimal akibat embargo militer AS sejak beberapa tahun lalu, hanya
sebagian peralatan tempur yang dimiliki TNI AU dapat digunakan karena ketiadaan
suku cadang untuk mengoperasikan kekuatan secara penuh. Jet Sukhoi yang dimiliki
Indonesia hanya mempunyai kemampuan radar, tanpa dibantu oleh kelengkapan
persenjataan yang lebih canggih lainnya. Pertanyaannya, bagaimana persiapan
Pemerintah RI untuk mengelola kasus ini. Karena kasus ini, bukan hanya terkait
dengan persoalan klaim sumber minyak, tetapi jauh dari itu juga menyangkut
pelecehan harkat dan martabat,harga diri, dan nasionalisme kebangsaan Indonesia
serta wilayah kedaulatan negara yang haram untuk dinegosiasikan.
Reklamasi Pantai oleh Singapura
Sentosa Island, di singapura sudah bukan rahasia umum merupakan hasil teknologi
reklamasi pantai yang bahan baku pasirnya didapat dari Negara kita, tepatnya di
daerah kepulauan riau. Hal ini merupakan kasus pencaplokan wilayah dengan cara
tersembunyi. Minimnya pengetahuan masyarakat, dan rendahnya tingkat
kesejahteraan wilayah setempat, atau berbagai hal termasuk keserakahan
pemerintah juga permainan pemodal, menjadikan hal ini legal. Dan merekapun tak
kuasa untuk menerima iming-iming limpahan materi sebagai kompensasi hal
tersebut. Pasir pantai wilayah NKRI kita dikeruk secara berkala dan dipindahkan ke
wilayah Singapura, hingga akhirnya menambahkan sebuah pulau dalam Negara
tersebut.
Gerakan Separatis

Gerakan Aceh Merdeka, Lepasnya wilayah Timor Leste, hingga Organisasi Papua Merdeka.
Secara sadar bahwa ada sekian warga negara yang tidak bangga ataupun merasa tidak
diperhatikan dan sejahtera sebagai bagian dari NKRI. Sehingga timbul keinginan untuk lepas
untuk membangunt Negara sendiri atau menggabungkan diri dengan Negara lain. Bukan hal
rahasia lagi, dalam kasus seperti inipun tidak lepas dari intervensi Negara tetangga yang
berbatasan. Batas wilayah yang sangat berdekatan dengan Negara tetangga dimanfaatkan untuk
mengambil hati masyarakat sekitar hingga mereka merasa nyaman dan kebutuhan
kesejahteraanpun lebih dipenuhi oleh Negara tetangga tersebut, tanpa masyarakat tahu adanya
tendensi dari sikap baik itu. Kurangnya perhatian pemerintah menjadi factor utama permasalahan

ini. System pengelolaan hasil sumber daya alam yang salah oleh pemerintah pusat, dan hanya
menyisakan beberapa persen untuk alokasi di wilayah pemilik SDA tersebut, menjadikan
kekecewaan dan memunculkan keinginan untuk berpisah. Sehingga ketika diadakan referendum,
mayoritas penduduk tempat tersebut akan lebih memilih untuk lepas dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

SOLUSI PERMASALAHAN PERTAHANAN NEGARA KEPULAUAN


Wawasan Nusantara
Diperlukan suatu konsep geopolitik khusus untuk menyiasati keadaan/kondisi
Negara Indonesia, yang terdiri dari ribuan pulau yang tersebar sepanjang 3,5 juta
mil. Konsep geopolitik itu adalah Wawasan Nusantara. Berbeda dengan pemahaman
geopolitik negara lain yang cenderung mengarah kepada tujuan ekspansi wilayah,
konsep geopolitik Indonesia, atau Wawasan Nusantara justru bertujuan untuk
mempertahankan wilayah. Sebagai negara kepulauan yang luas, Bangsa Indonesia
beranggapan bahwa laut yang dimilikinya merupakan sarana penghubung pulau,
bukan pemisah. Sehingga, walaupun terpisah-pisah, bangsa Indonesia tetap
menganggap negaranya sebagai satu kesatuan utuh yang terdiri dari tanah dan
air, sehingga lazim disebut sebagai tanah air. Untuk mewujudkan integrasi
tanah air serta mencapai tujuan Wawasan Nusantara, maka dipakailah empat asas,
yaitu:
1. Satu kesatuan wilayah;
a. Satu wadah Bangsa Indonesia yang bersatu;
b. Satu kesatuan tumpah darah dengan bersatunya dan dipersatukan segala
anugerah dan hakekatnya.
2. Satu kesatuan negara;
a. Satu UUD dan politik pelaksanaannya;
b. Satu ideologi dan identitas nasional.
3. Satu kesatuan budaya;
a. Satu perwujudan budaya nasional atas dasar Bhinneka Tunggal Ika;
b. Satu tertib sosial dan tertib hukum.
4. Satu kesatuan ekonomi;

a. Satu tertib ekonomi sebagai usaha bersama berdasarkan asas


kekeluargaan;
b. Seluruh potensi yang ada atau yang dapat diadakan, diselenggarakan
secara total untuk mewujudkan suatu kesatuan sistem pertahanan
keamanan, yang meliputi subyek, obyek dan metode.
Jadi, Wawasan Nusantara bermaksud untuk mewujudkan kesejahteraan,
ketenteraman dan keamanan bagi Bangsa Indonesia, dengan demikian ikut serta
juga dalam membina kebahagiaan dan perdamaian bagi seluruh umat manusia di
dunia
Tambahan Anggaran Pertahanan Nasional

Tidak bisa dipungkiri Alat utama system persenjatan yang menunjang akan menjadikan daya
pertahanan militer Indonesia akan makin kuat. Untuk mengatasi persoalan alat utama sistim
persenjataan (alutsista) tersebut harus dilakukan revitalisasi dan kemandirian dengan membuat
sendiri. Pemerintah selayaknya mencoba formulasikan pembiayaan dan plafon yang dibutuhkan
oleh TNI agar tidak merasa terkendala dalam memenuhi alutsista. Mengacu dari daya serap
Departemen pertahanan Indonesia dan pengadaan keuangan maka, format yang paling tepat
untuk pengadaan alutsista adalah dengan format multiyears atau alokasi dana secara kontinyu
setiap tahun.
Peraturan dan Kebijakan Pemerintah
1. Perlu segera dibuat peraturan kewilayahan yang jelas dan bersifat
menyeluruh baik wilayah darat, udara maupun laut, termasuk peraturan
mengenai penetapan batas wilayah. Selain itu, diperlukan langkah untuk
inventarisasi dan memberikan nama resmi terhadap pulau-pulau yang berada
dalam wilayah Indonesia. Untuk kemudian dikodifikasi dan dipublikasikan
secara resmi yang beguna sebagai pedoman bagi pakar sosial ekonomi,
statistic, petugas sensus, perencana, pembuat petaserta masyarakat
nasional dan internasional.
2. Pemerintah Indonesia agar lebih memperhatikan keadaan pulau-pulau
terluar yang menjadi titik pangkal batas wilayah, pengelolaan, dan
pengawasan di wilayah tersebut serta memperhatikan keamanan dan
kesejahteraan masyarakat wilayah perbatasan.
3. Penyelesaian masalah perbatasan dilakukan dengan metode Border
Diplomacy.
Border Diplomacy bisa diartikan sebagai pelaksananaan politik luar negeri
dalam rangka penanganan masalah perbatasan yang mencakup penetapan

batas wilayah Negara darat-laut serta pengelolaan berbagai masalah


perbatasan yang berdimensi Internasional. Border Diplomacy mempunyai
tiga elemen utama, yaitu;
1. Dengan persetujuan (by agreement)
2. Berdasarkan hukum Internasional

3. Mencapai equitable result, atau persamaan hasil yang adil

Laporkan

Tanggapi

Siapa yang menilai tulisan ini?


KOMENTAR BERDASARKAN :
20 September 2010 19:34:59

Mengapa ARBI tidak dapat menewaskan Gerakan Separatis di Timor Timur, GAM,
Maluku dan juga Papua Merdeka sedangkan mereka diagung-agungkan sebagai pasukan
teramai, terkuat dan terlatih.

Laporkan Komentar

0
Balas
Aminkarim
20 September 2010 19:45:28

Jarang kompasinar, yang menulis tentang tahnas dan wasnus.


visi dan misi RI harus di wujudkan dengan tahnas yang kuat berwawasan nusantara.
lanjutkan

Laporkan Komentar

0
Balas
Thamrin Dahlan
20 September 2010 19:53:14

@bang karim: nampaknya memang cara pemerintah menangani konflik tidak dengan
konfilk, akan sipil yang jadi korban dan kena dampak nanti. saya lebih sepakat
jawabannya adalah diplomasi, tp tetap dgn konsistensi pihak oleh pemerintah. kedua
adalah pemerataan kesejahteraan. ketiga transparansi alokasi kekayaan daerah, untuk
daerah itu sendiri(otonomi).
terimakasih responnya bang,

Laporkan Komentar

0
Balas
Aditya Wiralaksana Putra
20 September 2010 19:59:52

Api yang kecil kalau dibiarin akan menjadi besar, itulah umpamanya

Laporkan Komentar

0
Balas
Aminkarim
20 September 2010 20:31:29

mungkin menghindari adanya luka jika dibalas dengan tindakan frontal pula, karena
mereka jg punya hati. jika membekas maka akan sulit untuk merangkul kembali, bahkan
propaganda separatisme smakin menyebar.

Laporkan Komentar

0
Balas
Aditya Wiralaksana Putra
20 September 2010 20:47:47

Bung Adit..paparan opini anda sangat lengkap,dan berisi.Anda hebat bung.Komen dr


Aminkarim yg provokatif tak perlu ditanggapi krn tidak bermutu.TNI sekarang sdg
berusaha bangkit dr keterpurukan tuduhan melanggar HAM.Timor leste pecah dr NKRI
krn masalah politik yg sampe di Washington.Negara jiran Malaysia sdg lucu2nya abis
dapat nemu rasa PD.Jadinya kePDan.Biasalah kalo udah kelamaan idup susah tiba2 bnyk
duit jd norak tingkahnya.Keep writing Bung Adit..

Laporkan Komentar

0
Balas
Sigit Sasongko
20 September 2010 20:50:54

thanks bang sigit, saya kuliah di Teknik Sistem Perkapalan -ITS.


rupanya anda seorang nahkoda.
salam kenal.

Laporkan Komentar

0
Balas
Aditya Wiralaksana Putra
20 September 2010 21:48:50

sumbang sih sektor swasta yang tidak dikenal dan berjuang tanpa pamrih masih ada di
NKRI, hankam model telekomunikasi adalah mindset yang akan menjadi perekat
pembangkit dan penjaga kesatuan NKRI.baca lapak revolusinya

Laporkan Komentar

0
Balas
Suharsono Suharsono
21 September 2010 09:36:57

Trimakasih Bung Aditsalam kenal juga..tetaplah menekuni bidang yg anda pelajari dgn
sungguh2.Pilihan di teknik perkapalan sdh betul.Dlm kurun waktu 10 tahun
kedepan,NKRI akan jauh lbh maju dan menjadi leader di Asia tenggara.Perc

Laporkan Komentar

0
Balas
Sigit Sasongko
21 September 2010 09:44:07

Konsep negara kepulauan memang memerlukan alutsista laut yg optimum.Kapal2 fregat


dan korvet mesti bnyk.Kapal selam dulu punya 12,skrg tinggal 1.Harus ditambah lagi

seperti dulu..utk menjaga Air Superiority memerlukan skuadron udara yg handal.Dgn


kerjasama dng Korsel pembuatan pesawat tempur,terdengar melegakan.Semoga sesuai
harapaninsya Allah

Laporkan Komentar

0
Balas
Sigit Sasongko
Komentar Berikutnya
Tulis Tanggapan Anda

REGISTRASI | MASUK

FEATURED ARTICLE

Trauma Banjir 2007, Akan Adakah Banjir Besar


Christie Damayanti

TRENDING ARTICLES

Halal tapi (Tak) Halal?

M. Rasyid Nur
Hati-hati dengan Orang Introvert!

Fery Pryatna
Banjir, Ujian Terberat Jokowi

Jhonny Sitorus
Menpora dari Kumis Kembali ke Kumis

Yao Mul
Rame-Rame Tinggalkan Identitas Partai Islam

Sutomo Paguci

INFO & PENGUMUMAN

KONTAK KOMPASIANA

INDEX

Get Urbanized X: Glowing Dinner at

Curhat Soal PMS, Dapet Hadiah Total

Pemenang Ngeblog bersama Indosat Super

TERAKTUAL
INSPIRATIF
Semangati Orang Gagal dan Lihatlah Keajaiban Orasi Hati Korban Perkosaan yang
Kau Pikir Lucu Akulah Pendengki itu Foto Bagus Itu Tak Harus Dengan Kamera
DSLR Yang Tak Terkatakan untuk Suamiku

BERMANFAAT
MENARIK
Subscribe and Follow Kompasiana:

http://hankam.kompasiana.com/2010/09/20/sistem-ketahanan-negara-kepulauan263546.html

Ketahanan Nasional Bergantung Pada


Hubungan Sipil-Militer
OPINI | 08 November 2009 | 10:40 Dibaca: 1671

Komentar: 0

1 Aktual

Indonesia sedang berada dalam masa transisi menuju pada sebuah nuansa demokrasi seutuhnya.
Hal ini dikarenakan demokrasi Indonesia masih sangat muda dan baru saja melewati masa
otoritarianisme sehingga menuntut penataan ulang hubungan sipil-militer melalui legislasi.
Wacana mengenai hubungan sipil-militer ini cenderung mempertentangkan institusi militer
dengan demokrasi. Tak jarang muncul pemahaman yang menyatakan bahwa militer adalah
antidemokrasi. Penilaian ini berdasarkan struktur TNI yang memang dibangun atas disiplin
atasanbawahan, mekanisme geraknya menggunakan rantai komando yang ketat, strateginya
menggunakan pendekatan keamanan (security approach), dan fungsinya identik dengan
monopoli penggunaan kekerasan (monopoly of violence)
Kembali pada tujuan utama untuk menata ulang hubungan sipil-militer, sebelumnya diperlukan
penjelasan apa yang dimaksudkan dengan sipil dan militer dalam pengertian hubungan sipilmiliter. Perkataan sipil merupakan satu pengertian yang menyangkut dengan masyarakat, atau
warga negara pada umumnya. Sedangkan militer merupakan pengertian yang bersangkutan
dengan kekuatan bersenjata. Secara kongkrit perkataan sipil di Indonesia adalah seluruh
masyarakat, sedangkan perkataan militer berarti Tentara Nasional Indonesia (TNI), yaitu
organisasi yang merupakan kekuatan bersenjata dan yang harus menjaga kedaulatan negara
Republik Indonesia. Karena sipil berarti masyarakat, maka sebenarnya militer pun bagian dari
masyarakat.
Hubungan sipil dan militer merupakan satu hal yang sangat penting bagi satu bangsa. Ini
dikarenakan memiliki pengaruh besar terhadap ketahanan nasional bangsa tersebut. Ketahanan
nasional sendiri adalah perihal tahan (kuat), keteguhan hati, ketabahan dalam rangka kesadaran.
Atau lebih jelasnya lagi dapat disimpulkan bahwa ketahanan nasional memiliki pengertian
perihal tahan (kuat), keteguhan hati, ketabahan dari kesatuan dalam memperjuangkan
kepentingan nasional suatu bangsa yang telah menegara.
Pemilihan presiden bagi negara kita semakin dekat. Wacana yang paling banyak diperbincangkan
belakangan ini menyangkut peranan serta kedudukan seseorang dalam pencalonannya sebagai
presiden yang berasal institusi militer. Campur tangan institusi kemiliteran dalam ranah politik
ini diawali sejak awal Orde Baru. Pada masa inilah terjadi perluasan makna urusan internal
tentara, selain dalam arti klasik; masalah teknis pertahanan dan kebijakan personalia militer
juga tercakup di dalamnya klaim militer atas posisi politik dan pemerintahan serta ekonomi.
Ini ada kaitannya dengan doktrin dwifungsi ABRI yang memberikan landasan doktrinal bagi
tentara untuk terlibat dalam urusan-urusan nonkemiliteran.

Karakteristik kepemimpinan pada umumnya harus mempunyai kewibawaan dan kelebihan untuk
mempengaruhi serta mengajak orang lain untuk berjuang bersama, bekerja, dan berusaha
mencapai satu tujuan bersama. Setiap pemimpin Indonesia harus memiliki dan mencerminkan
kepemimpinan Pancasila. Di bawah ini merupakan beberapa sifat kepemimpinan yang dimiliki
orang-orang dari kalangan militer, yaitu:
1. Otoriter lewat komando dan asas efisiensi.
2. Memiliki stamina fisik dan mental yang tinggi/kuat berkat latihan-latihan rutin setiap hari
dengan daya reaksi cepat, hati-hati, cermat dan teliti.
3. Memiliki loyalitas dan integritas yang tinggi.
4. Selalu bersikap terbuka terhadap perubahan, kemajuan, ide-ide baru, inovasi dan
modernisasi.
Jika memperhatikan lebih teliti sifat-sifat kepemimpinan yang dimiliki oleh orang-orang dari
kalangan militer, memang ada baiknya jika jabatan kepemimpinan negara Indonesia dipegang
oleh militer. Warga sipil masih belum dapat membedakan antara militer dan militerisme.
Undang-Undang Dasar 1945 sendiri tidak melarang militer untuk menjabat sebagai presiden.
Wujud sikap militer adalah disiplin yang tinggi, taat kepada atasan (terutama bangsa dan negara),
loyalitas, komitmen, dan dedikasi. Namun, jika dia atau seorang sipil sekalipun menerapkan
perilaku ala komando, otoriter, dan represif, itulah sikap militeristik yang harus dibuang dan
dihindarkan. Dari penjelasan militer dan militerisme di atas menunjukkan perbedaan yang jauh
bahwa yang terpenting bukanlah pemimpin dari kalangan militer melainkan wujud sikap militer
yang harus dimiliki para calon presiden kita.
Keterlibatan militer dalam ranah politik akan sangat mengganggu ketahanan nasional bangsa
kita. Mengapa demikian? Militer yang harusnya bertugas sebagai pertahanan pertama sebuah
negara dari segala ancaman yang datangnya dari luar. Namun dikesampingkan karena terlalu
sibuk dengan urusannya di dunia politik. Asas legalitas akan menunjang berlakunya kepastian
hukum dan kesamaan perlakuan terjadi karena setiap orang yang berada dalam situasi seperti
ditentukan dalam ketentuan UU itu berhak dan berkewajiban untuk berbuat seperti apa yang
ditentukan dalam UU tersebut.
Di satu sisi, ini merupakan bentuk demokrasi militer yang merupakan bagian dari masyarakat
sipil juga. Membuktikan kedinamisan militer sebagai sebuah lembaga yang menjunjung tinggi
proses yang berusaha dilakukan sama halnya dengan masyarakat sipil yang senantiasa
melakukan perubahan. Di sisi lain, ini dapat menghambat terbentuknya tatanan demokratis di
kalangan masyarakat sipil. Jika militer dilarang untuk dapat mengakses dunia polotik, maka yang
hadir adalah akan menodai proses demokrasi yang sedang dilakukan.
Keadaan lembaga pertahanan negara kita ini sangat memprihatinkan. Hal ini terlihat sebagai
bukti dari keterlibatan militer dalam dunia politik. Militer kurang mendapat perhatian dari
pemerintah dalam pengadaan fasilitas dan inilah salah satu penyebab mengapa militer harus
terjun ke ranah-ranah yang lain. Jika saja pemerintah mengadakan fasilitas yang lengkap untuk

militer maka militer bisa fokus dengan tugas utamanya dan tidak akan mengganggu jalannya
demokrasi.
Selain itu, pemerintah juga perlu mengadakan wajib militer bagi masyarakat sipil. Wajib militer
juga bisa dipandang dalam dua ranah yang mendasar, yakni hak dan kewajiban warga negara.
Wajib militer sebagai hak dapat dimaknai sebagai upaya negara dalam memberikan dasar-dasar
pertahanan sipil dalam keadaan darurat. Sebagai kewajiban, wajib militer bisa diletakkan sebagai
wujud partisipasi masyarakat sipil untuk bela negara dan ikhtiar menciptakan TNI yang
profesional. Wajib militer bisa menjadi alat yang efektif untuk memangkas bisnis TNI dan
mendorong TNI lebih profesional. Sebab, untuk membangun tentara profesional, TNI tidaklah
boleh berbisnis. TNI tidak boleh mencari uang dari luar anggaran negara.
Mudah-mudahan dengan kedua solusi di atas dapat menciptakan hubungan baik antara sipilmiliter. Kehidupan demokrasi negara kita pun bisa berjalan dengan baik. Dengan begitu
ketahanan nasional negara kita bisa terwujudkan. Untuk itulah lembaga ketahanan nasional
diperlukan keprofesionalan mereka dalam mengembangkan konsep geostrategi Indonesia yang
lebih maju dengan rumusan sebagai berikut, geostrategi Indonesia harus berupa sebuah konsep
strategis untuk mengembangkan keuletan daya tahan, pengembangan kekuatan nasional untuk
menghadapi dan menangkal ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan baik bersifat internal
maupun eksternal.
http://politik.kompasiana.com/2009/11/08/ketahanan-nasional-bergantung-padahubungan-sipil-militer-22921.html

También podría gustarte