Está en la página 1de 7

POST MATUR

1.

PENGERTIAN
1. Definisi Kehamilan Lewat waktu (PosT Term) adalah kehamilan yang melewati 294 hari atau
lebih dari 42 minggu. ( ILmu kebidanan: hal 317).
Postmatur menunjukan atau menggambarkan keadaan janin yang lahir telah melampaui batas

waktu persalinannya, sehingga dapat menyebabkan beberapa komplikasi. (Buku Pengantar Kuliah
Obsetri: hal 450). Kehamilan lewat bulan, suatu kondisi antepartum, harus dibedakan dengan sindrom
pasca maturitas, yang merupakan kondisi neonatal yang didiagnosis setelah pemerikasaan bayi baru
lahir.
2.

ETIOLOGI
Penyebab lahir matinya tidak mudah dipahami dan juga tidak ada kesepakatan tentang

pendekatan yang paling tepat guna mencegah kematian tersebut. (Varney, Helen, 2007). Apabila
diambil batas waktu 42 minggu frekuensinya adalah 10,4 12%. Apabila diambil batas waktu 43
minggu frekuensinya adalah 3,4 -4% (Ochtar,Rustam,1998).
Etiologi pada kelahiran lewat bulan ini masih belum pasti. Namun ada factor yang diduga bayi
lahir lewat bulan atau postmatur, yang dikemukakan adalah faktor hormonal yaitu kadar progesterone,
kurangnya air ketuban dan insufisiensi plasenta.
3.

PATOFISIOLOGI
Faktor hormonal, yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup

bulan, sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang ( Mochtar, Rustam, 1999). Diduga
adanya kadar kortisol yang rendah pada darah janin. Selain itu, kurangnya air ketuban dan insufisiensi
plasenta juga diduga berhubungan dengan kehamilan lewat waktu.
Etiologi menurut Nwosu dkk faktor-faktor yang menyebabkan post matur stress, sehingga
tidak timbulnya his kurangnya air ketuban dan Insufisiensi plasenta ( ilmu Kebidanan: hal.318)
Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan 38-42 minggu, kemudian menurun setelah 42
minggu, terlihat dari menurunnya kadar estrogen dan laktogen plasenta. Terjadi juga spasme arteri
spiralis plasenta. Akibatnya dapat terjadi gangguan suplai oksigen dan nutrisi untuk hidup dan tumbuh

kembang janin intrauterin. Sirkulasi uteroplasenta berkurang sampai 50%. Volume air ketuban juga
berkurang karena mulai terjadi absorpsi. Keadaan-keadaan ini merupakan kondisi yang tidak baik
untuk janin. Risiko kematian perinatal pada bayi postmatur cukup tinggi : 30% prepartum, 55%
intrapartum, 15% postpartum.
4.

MANIFESTASI KLINIS

Pengaruh terhadap Ibu dan Janin :


4.1 Terhadap Ibu
Persalinan postmatur dapat menyebabkan distosis karena :
4.1.1

Aksi uterus tidak terkoordinir.

4.1.2

Janin besar.

4.1.3

Moulding kepala kurang.

Maka akan sering dijumpai : partus lama, kesalahan letak, inersia uteri, distosia bahu dan
perdarahan postpartum.
4.2 Terhadap janin
Jumlah kematian janin/ bayi pada kehamilan 43 minggu tiga kali lebih besar dari kehamilan
40 minggu karena postmaturitas akan menambah bahaya pada janin. Pengaruh postmaturitas pada
janin bervariasi: berat badan janin dapat bertambah besar, tetap dan ada yang berkurang, sesudah
kehamilan 42 minggu. Ada pula yang bisa terjadi kematian janin dalam kandungan.
Bayi postmatur menunjukan gambaran yang khas, yaitu berupa kulit keriput, mengelupas
lebar-lebar, sianosis, badan kurus yang menunjukan pengurasan energi, dan maturitas lanjut karena
bayi tersebut matanya terbuka. Kulit keriput telihat sekali pada bagian telapak tangan dan telapak
kaki. Kuku biasanya cukup panjang. Biasanya bayi postmatur tidak mengalami hambatan
pertumbuhan karena berat lahirnya jarang turun dibawah persentil ke-10 untuk usia gestasinya.
Banyak bayi postmatur Clifford mati dan banyak yang sakit berat akibat asfiksia lahir dan aspirasi
mekonium. Berapa bayi yang bertahan hidup mengalami kerusakan otak
Insidensi sindrom postmaturitas pada bayi berusia 41, 42, dan 43 minggu masing-masing
belum dapat ditentukan dengan pasti. Syndrome ini terjadi pada sekitar 10% kehamilan antara 41
dan 43 minggu serta meningkat menjadi 33% pada 44 minggu. Oligohidramnion yang
menyertainya secara nyata meningkatkan kemungkinan postmaturitas.
5.
5.1

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Bila HPHT dicatat dan diketahui wanita hamil, diagnosis tidak sukar.

5.2

Kesulitan mendiagnosis bila wanita tidak ingat HPHTnya. Hanya dengan pemeriksaan antenatal
yang teratur diikuti dengan tinggi dan naiknya fundus uteri dapat membantu penegakan diagnosis.

5.3

Pemeriksaan rontgenologik dapat dijumpai pusat penulangan pada bagian distal femur, bagian
proksimal tibia, tulang kuboid diameter biparietal 9,8 atau lebih.

5.4

USG : ukuran diameter biparietal, gerakan janin dan jumlah air ketuban.

5.5

Pemeriksaan sitologik air ketuban: air ketuban diamabil dengan amniosenteris baik transvaginal
maupun transabdominal, kulit ketuban akan bercampur lemak dari sel-sel kulit yang dilepas janin
setelah kehamilan mencapai lebih dari 36 minggu. Air ketuban yang diperoleh dipulas dengan
sulfat biru Nil, maka sel-sel yang mengandung lemak akan berwarna jingga.

5.6

5.5.1

Melebihi 10% = kehamilan diatas 36 minggu.

5.5.2

Melebihi 50% = kehamilan diatas 39 minggu.

Amnioskopi, melihat derajat kekeruhan air ketuban, menurt warnanya karena dikeruhi
mekonium.

5.7

Kardiotografi, mengawasi dan membaca denyut jantung janin, karena insufiensi plase.

5.8

Uji oksitosin ( stress test), yaitu dengan infus tetes oksitosin dan diawasi reaksi janin terhadap
kontraksi uterus. Jika ternyata reaksi janin kurang baik, hal ini mungkin janin akan berbahaya
dalam kandungan.

5.9

Pemeriksaan kadar estriol dalam urin.

5.10 Pemeriksaan pH darah kepala janin.


5.11 Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :
5.11.1

Hb (normal 15-19 gr%) biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb cenderung turun karena
O2 dalam darah sedikit

5.11.2

Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct) karena bayi preterm
imunitas masih rendah sehingga resiko tinggi

5.11.3

Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct)

5.11.4

Distrosfiks pada bayi preterm dengan post asfiksi cenderung turun karena sering terjadi
hipoglikemi.

5.12 Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :
5.12.1

pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi asidosis metabolik.

5.12.2

PCO2 (normal 35-45 mmHg) kadar PCO2 pada bayi post asfiksia cenderung naik sering
terjadi hiperapnea.

5.12.3

PO2 (normal 75-100 mmHg), kadar PO2 pada bayi post asfiksia cenderung turun karena

terjadi hipoksia progresif.


5.12.4

HCO3 (normal 24-28 mEq/L)

5.13 Urine
5.14 Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :
5.14.1

Natrium (normal 134-150 mEq/L)

5.14.2

Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L)

5.14.3

Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)

5.15 Photo thorax


5.16 Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.
6.

PENATALAKSANAAN

6.1

Setelah usia kehamilan > 40-42 minggu yang penting adalah monitoring janin sebaik-baiknya.

6.2

Apabila tidak ada tanda-tanda insufisiense plasenta, persalinan spontan dapat ditunggu dengan
pengawasan ketat

6.3

Lakukan pemeriksaan dalam untuk menilai kematangan serviks, kalau sudah matang boleh
dilakukan induksi persalinan dengan atau tanpa amniotomi.

6.4

Bila ada riwayat kehamilan yang lalu ada kematian janin dalam rahim, Terdapat hipertensi, preeklampsia, Kehamilan ini adalah anak pertama karena infertilitas, Pada kehamilan > 40-42
minggu.

6.5

Penatalaksanaan antisipasi pada usia kehamilan lewat bulan antara 40 hingga 42 minggu

6.6

Penatalaksanaan aktif pada kehamilan lewat bulan :


6.6.1

Induksi persalinan
Menurut American college of obstetricians dan Gynecologist, hasil yang diharapkan
dari induksi persalinan adalah ibu dapat melahirkan bayi pervaginam setelah kontraksi
distimulasi sebelum persalinan spontan terjadi. Meski metode induksi sekarang
diutamakan pada induksi kontarkasi uterus, namun peran servik sangat penting yang
aktivitasnya tidak sepenuhnya dipengaruhi uterus.

6.6.2

Metode hormon untuk induksi persalinan :


6.6.2.1 Oksitosin yang digunakan melalui intravena (atas persetujuan FDA untuk induksi
persalinan). Dengan catatan servik sudah matang.
6.6.2.2 Prostaglandin : dapat digunakan untuk mematangkan servik sehingga lebih baik
dari oksitosin namun kombinasi keduanya menunjukkan hal yang positif.

6.6.3

Metode non hormon Induksi persalinan


6.6.3.1 Pemisahan ketuban
Prosedurnya dikenal dengan pemisahan atau mengusap ketuban mengacu pada
upaya memisahkan membran amnion dari bagian servik yang mudah diraih dan
segmen uterus bagian bawah pada saat pemeriksaan dalam dengan tangan
terbungkus sarung tangan bidan memeriksa wanita untuk menentukan penipisan
serviks, pembukaan dan posisi lazimnya.
6.6.3.2 Amniotomi
Pemecahan ketuban secara sengaja (AROM). Saat dikaukan bidan harus memeriksa
dengan teliti untuk mengkaji penipisan servik, pembukaan posisi, dan letak bagian
bawah.

Presentasi

selain

kepala

merupakan

kontraindikasi

AROM

dan

kontraindikasi lainnya ketika kepala belum turun, atau bayi kecil karena dapat
menyebabkan prolaps talipusat.
6.6.3.3 Pompa Payudara dan stimulasi puting.
Penggunaan cara ini relatif lebih aman karena menggunakan metode yang sesuai
dengan fisiologi kehamilan dan persalinan. Penanganannya dengan menstimulasi
selama 15 menit diselingi istirahat dengan metode kompres hangat selama 1 jam
sebanyak 3 kali perhari.
6.6.3.4 Minyak jarak
Ingesti minyak jarak 60 mg yang dicampur dengan jus apel maupun jus jeruk dapat
meningkatkan angka kejadian persalinan spontan jika diberikan pada kehamilan
cukup bulan.
6.6.3.5 Kateter forey atau Kateter balon.
Secara umum kateter dimasukkan kedalam servik kemudian balon di isi udara 25
hingg 50 mililiter untuk menjaga kateter tetap pada tempatnya.
7.

KOMPLIKASI

7.1 Terhadap ibu persalinan serotinus dapat menyebabkan distosia dikarenakan oleh:
7.1.1

Aksi uterus yang tidak terkoordinir dikarenakan kadar progesteron yang tidak turun pada
kehamilan serotinus maka kepekaan terhadap oksitosin berkurang sehingga estrogen tidak
cukup untuk menyediakan prostaglandin yang berperan terhadap penipisan serviks dan
kontraksi uterus sehingga sering didapatkan aksi uterus yang tidak terkoordinir.

7.1.2

Janin besar oleh karena pertumbuhan janin yang terus berlangsung dan dapat

menimbulkan CPD dengan derajat yang mengakhawatirkan akibatnya persalinan tidak dapat
berlangsung secara normal, maka sering dijumpai persalinan lama, inersia uteri, distosia
bahu dan perdarahan post partum.
7.2 Terhadap janin
7.2.1

fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 28 minggu kemudian mulai


menurun terurtama setelah 42 minggu, hal ini dapat dibuktikan dengan penurunan
kadarestriol kadar plasenta dan estrogen. Rendahnya fungsi plasenta berkaitan dengan
peningkatan kejadian gawat janin dengan resiko tiga kali. Akibat dari proses penuaan
plasenta maka pasokan makanan dan oksigen akan menurun disamping dengan adanya
spasme arteri spiralis. Janin akan mengalami pertumbuhan terhambat dan penurunan berat
dalam hal ini dapat disebut dismatur. Sirkulasi utero plasenter akan berkuarang 50%
menjadi 250 mm/menit. Kematian janin akibat kehamilan serotinus terjadi pada 30 %
sebelum persalinan, 50% dalam persalinan dan 15% dalam postnatal. Penyebab utama
kematian perinatal adalah hipoksia dan aspirasi mekonium. Tanda-tanda partus postterm
dibagi menjadi tiga stadium:
7.1.1.1 Stadium I : kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa
kulit kering, rapuh dan mudah mengelupas.
7.1.1.2 Stadium II : gejala pada stadium satu ditambah dengan pewarnaan mekonium
(kehijauan pada kulit).
7.1.1.3 Stadium III : pewarnaan kekeuningan pada kuku, kulit dan tali pusat.
Pada kehamilan serotinus fungsi plasenta akan menurun sehingga akibatnya produksi cairan
amnion juga akan berkurang. Dengan jumlah cairan amnion dibawah 400 ml pada umur
kehamilan 40 minggu atau lebih mempunyai hubungan dengan komplikasi janin. Ini
dikaitkan dengan fungsi cairan amnion yaitu melindungi janin terhadap trauma dari luar,
memungkinkan janin bergerak bebas, melindungi suhu janin, meratakan tekanan di dalam
uterus pada partus sehingga serviks membuka, membersihkan jalan lahir pada permulaan
partus kala II. Dengan adanya oligohidramnion maka tekanan pada uterus tidak sempurna,
sehingga terkadang disertai kompresi tali pusat dan menimbulkan gawat janin. Janin
menjadi stress kemudian mengeluarkan mekonium yang akan mencemari cairan ketuban,
sehingga tak jarang terjadi aspirasi mekonium yang kental.

DAFTAR PUSTAKA

Mochtar, Rustam.1998, Sinopsis Obstetri. Jakarta.EGC


Varney, Helen Dkk.2007, Buku Ajar Asuhan Kebidanan ed.4 vo1. Jakarta.EGC
Cunningham, Gary, dkk. 2006. Obstetri William ed.21. Jakarta: EGC
Referensi lainnya :
http://haekalzainalhasan.blogspot.com/2011/03/asuhan-keperawatan-bayi-dengan-post.html
http://www.agung-skep-ns.co.cc/2010/03/askep-pre-post-matur-kehamilan.html

También podría gustarte