Está en la página 1de 35

BAB II

HIPERPLASIA PROSTAT BENIGNA


2.1.

DEFINISI
Benigna

prostat

hiperplasia

adalah

pertumbuhan

berlebihan dari sel-sel prostat yang tidak ganas. Pembesaran


prostat jinak

akibat

sel-sel

prostat

memperbanyak

diri

melebihi kondisi normal, yang biasanya dialami laki-laki


berusia diatas 50 tahun (Lee, 2006).

2.2.

ANATOMI
Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus (kerucut)

terbalik yang dilapisi oleh kapsul fibromuskuler,yang terletak


disebelah

inferior

proksimal

uretra

vesika
(uretra

urinaria,
pars

mengelilingi

prostatika)

dan

bagian
berada

disebelah anterior rektum. Bentuknya sebesar buah kenari


dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih 20
gram, dengan jarak basis ke apex kurang lebih 3 cm, lebar
yang paling jauh 4 cm dengan tebal 2,5 cm.
Pada bagian anterior digantung oleh ligamentum puboprostatika yang melekatkan prostat pada simpisis pubis. Pada
bagian posterior prostat terdapat vesikula seminalis, vas
deferen, fasia denonvilliers dan rectum. Fasia denonvilliers
berasal dari fusi tonjolan dua lapisan peritoneum, fasia ini
cukup keras dan biasanya dapat menahan invasi karsinoma
prostat ke rectum sampai suatu stadium lanjut. Pada bagian
posterior ini, prostat dimasuki oleh ductus ejakulatorius yang
berjalan secara oblique dan bermuara pada veromentanum
8

didasar uretra prostatika persis dibagian proksimal spingter


eksterna. Pada permukaan superior, prostat melekat pada
bladder outlet dan spingter interna sedangkan dibagian
inferiornya terdapat diafragama urogenitalis yang dibentuk
oleh lapisan kuat fasia pelvis, dan perineal membungkus otot
levator ani yang tebal. Diafragma urogenital ini pada wanita
lebih lemah oleh karena ototnya lebih sedikit dan fasia lebih
tipis.

Menurut klasifikasi Lowsley; prostat terdiri dari lima


lobus: anterior, posterior, medial, lateral kanan dan lateral
kiri. Sedangkan menurut Mc Neal, prostat dibagi atas 4
bagian utama:
1. Bagian anterior atau ventral yang fibromuskular dan
nonglandular. Ini merupakan sepertiga dari keseluruhan
prostat. Bagian prostat yang glandular dapat dibagi
menjadi 3 zona.
2. Zona perifer, yang merupakan 70 % dari bagian prostat
yang

glandular,

membentuk

bagian

lateral

dan

posterior atau dorsal organ ini. Secara skematik zona ini


dapat digambarkan seperti suatu corong yang bagian
distalnya terdiri dari apex prostat dan bagian atasnya
terbuka untuk menerima bagian distal zona sentral
yang berbentuk baji. Saluran-saluran dari zona perifer
ini bermuara pada uretra pars prostatika bagian distal

3. Zona sentral, yang merupakan 25 % dari bagian prostat


yang glandular, dikenal sebagai jaringan kelenjar yang
berbentuk baji sekeliling duktus ejakulatorius dengan
apexnya pada verumontanum dan basisnya pada leher
buli-buli. Saluran-salurannya juga bermuara pada uretra
prostatika bagian distal. Zona central dan perifer ini
membentuk suatu corong yang berisikan segmen uretra
proximal dan bagianventralnya tidak lengkap tertutup
melainkan dihubungkan oieh stroma fibromuskular
4. Zona transisional, yang merupakan bagian prostat
glandular yang terkecil (5 %), terletak tepat pada batas
distal sfinkter preprostatik yang berbentuk silinder dan
dibentuk oleh bagian proximal uretra. Zona transisional
dan kelenjar periuretral bersama-sama kadang-kadang
disebut sebagai kelenjar preprostatik
Pembagian lobus ini tidak mempunyai hubungan dengan
struktur histologik pada prostat normal, tetapi umumnya
berhubungan

dengan

pembesaran

patologik

dari

zone

transisional bagian lateral dan kelenjar periurethral pada

bagian sentral.

10

Prostat diperdarahi oleh arteri vesika inferior, arteri


pudendalis interna arteri hemoroidalis medialis. Arteri utama
memasuki prostat pada bagian infero-lateral persis dibawah
bladder neck, ini harus diligasi atau didiatermi pada waktu
operasi prostatektomi.
Ramus prostaticus dipercabangkan oleh arteria vesicalis
inferior. Prostat seringkali juga mendapatkan suplai darah
darah dari percabangan arteria rectalis superior. Apabila ada
arteria rectalis media maka ada percabangannya yang
mensuplai prostat.

11

Ramus prostaticus memasuki prostat sepanjang garis


posterolateral pada hubungan antara prostat dengan bagian
bawah vesica urinaria sampai ke apex prostat. Ketika akan
memasuki prostat arteri vesicalis inferior terbagi dalam dua
cabang utama. Arteri-arteri ini mendekati collum vesica
urinaria pada posisi antara jam 1 sampai jam 5 dan posisi jam
7 sampai jam 11, dengan cabang paling besar pada bagian
posterior. Selanjutnya memutar kearah caudal sejajar dengan
urethra, untuk mensuplai urethra, kelenjar periurethral dan
zone

transisional.

dienukleasi,

Pada

perdarahan

saat
yang

prostat
paling

direseksi

penting

atau

biasanya

ditemukan pada collum vesica urinaria, terutama pada posisi


antara jam 4 dan jam 8.
Arteri capsular merupakan cabang utama yang kedua
dari arteri prostat. Arteri ini memiliki beberapa cabang kecil
yang berjalan pada bagian anterior untuk mempercabangkan
ke dalam capsula prostat. Bagian terbesar dari arteri ini
berjalan posterolateral ke prostat dengan nervus cavernosus
(serabut neurovaskuler) dan berakhir pada diafragma pelvis.
Cabang capsular menembus prostat pada sudut 90 o dan
mengikuti

reticular

band

dari

stroma

untuk

mensuplai

jaringan kelenjar.

12

Darah vena prostat dialirkan kedalam fleksus vena


periprostatika yang berhubungan dengan vena dorsalis penis,
kemudian

dialirkan

ke

vena

iliaka

interna

yang

juga

berhubungan dengan pleksus vena presakral. Oleh karena


struktur inilah sering dijumpai metastase karsinoma prostat
secara hematogen ke tulang pelvis dan vertebra lumbalis.
Prostat menerima serabut-serabut saraf sympathis dan
parasympathis dari plexus nervosus prostaticus. Serabutserabut parasympathis berasal dari medulla spinalis segmen
sacralis. Inervasi sympathis dan

parasympathis dari plexus

pelvis berjalan sepanjang prostat sampai nervus cavernosa.


Saraf

mengikuti

cabang

dari

arteri

capsular

untuk

mempercabangkan pada bagian kelenjar dan stromal. Saraf


parasympathis berakhir pada acinus dan merangsang sekresi,
13

serabut sympathis menyebabkan kontraksi otot polos dari


kapsul dan stroma.
Penghambatan alfa-1 adrenergik mengurangi tonus
stroma

prostat

dan

tonus

spinkter

preprostatik

dan

meningkatkan laju aliran kencing pada orang dengan BPH


(benign prostat hypertrophy), hal ini menjelaskan bahwa
penyakit ini mempengaruhi stroma dan epitel.
Pembuluh-pembuluh

lymphe

berjalan

menuju

ke

lymphonodus iliacus internus. Ada juga yang menuju ke


lymphonodus iliacus externus dan lymphonodus sacralis
Pembuluh-pembuluh lymphe dari vas deferens berakhir pada
lymphonodus iliacus externus, sedangkan yang berasal dari
vesica seminalis mengalir ke lymphonodus iliacus internus
dan externus.
Pembuluh

lymphe

prostat

terutama

berakhir

pada

lymphonodus iliacus internus, lymphonodus sacralis dan


lymphonodus

obturator.

permukaan posterior

Sebuah

pembuluh

lymphe

dari

bersama-sama pembuluh lymphe

vesicalis menuju ke lymphonodus iliacus extenus dan satu


dari permukaan anterior mencapai lymphonodus iliakus
internus dari gabungan pembuluh lymfe yang mengaliri
urethra pars membranosa.
2.3.

FISIOLOGI
Kelenjar prostat

dikelilingi

oleh

otot

polos

yang

berkontraksi selama ejakulasi, mengeluarkan lebih kurang 0,5


ml cairan prostat. Sekret kelenjar prostat adalah cairan
seperti

susu

yang

bersama-sama

sekret

dari

vesikula

seminalis merupakan komponen utama dari cairan semen.


Semen berisi sejumlah asam sitrat sehingga pH nya agak
asam (6,5). Selain itu dapat ditemukan enzim yang bekerja
sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase asam, enzim-enzim
lain dan lipid. Sekret prostat dikeluarkan selama ejakulasi
14

melalui

kontraksi

menghasilkan

otot

cairan

polos.

dan

kelenjar

plasma

prostat

seminalis,

juga

dengan

perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan vesikula


seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi.
Prostat adalah organ yang bergantung kepada pengaruh
endokrin, dapat dianggap imbangannya (counterpart) dengan
payudara pada wanita. Pengetahuan mengenai sifat endokrin
ini masih belum pasti, tetapi pada pengebirian kelenjar
prostat jelas akan mengecil. Jadi prostat dipengaruhi oleh
hormon androgen, ternyata bagian yang sensitive terhadap
androgen adalah bagian perifer, sedangkan yang sensitive
terhadap estrogen adalah bagian tengah. Karena itu pada
orang tua bagian tengahlah yang mengalami hiperplasia, oleh
karena sekresi androgen yang berkurang sedangkan estrogen
bertambah secara relatif ataupun absolut.
2.4.

ETIOLOGI
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti

penyebab terjadinya hiperplasia prostat; tetapi beberapa


hipotesis
kaitannya

menyebutkan
dengan

bahwa

peningkatan

hiperplasia
kadar

prostat

erat

dihidrotestosteron

(DHT), proses fisiologi, hormon dan proses aging (menjadi


tua). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab
timbulnya hiperplasia prostat jinak adalah :
1. Teori Dihidrotestosteron
Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit
androgen yang sangat penting pada pertumbuhan selsel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam
sel prostat oleh enzim 5-reduktase dengan bantuan
koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan
dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks
DHT-RA pada inti dan sel selanjutnya terjadi sintesis
protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan
sel prostat.

15

Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT


pada BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada
prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim
5-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih
banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan pada BPH lebih
sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih
banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.
2. Teori Ketidakseimbangan Estrogen-Testosteron
Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone
menurun,

sedangkan

kadar

estrogen

relatif

tetap

sehingga perbandingan antara estrogen : testosterone


relatif meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di
dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi selsel

kelenjar

sensitifitas
hormon

prostat

sel-

dengan

sel

androgen,

prostat

cara

meningkatkan

terhadap

meningkatkan

rangsangan

jumlah

reseptor

androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel- sel


prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini
adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel- sel
baru akibat rangsangan testosterone menurun, tetapi
sel sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang
lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar.
3. Teori Interaksi Sel Stroma dan Sel Epitel Prostat
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi
dan pertumbuhan

sel

epitel prostat secara

tidak

langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu


mediator (growth factor) tertentu. Faktor pertumbuhan
ini dibuat oleh sel-sel stroma di bawah pengaruh
androgen. Adanya ekspresi berlebihan dari epidermis
growth factor (EGF) dan atau fibroblast growth factor
(FGF)

dan

transforming
menyebabkan

atau

adanya

growth

penurunan

factor-

terjadinya

(TGF-),

ekspresi
akan

ketidakseimbangan

16

pertumbuhan prostat dan menghasilkan pembesaran


prostat.
4. Teori Apoptosis
Program kematian sel (apoptosis) pada sel prostat
adalah mekanisme fisiologik untuk mempertahankan
homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi
kondensasi dan fragmentasi sel yang selanjutnya selsel yang mengalami apoptosis akan difagositosis oleh
sel-sel di sekitarnya kemudian didegradasi oleh enzim
lisosom.
Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara
laju proliferasi sel dengan kematian sel. Pada saat
terjadi

pertumbuhan

prostat

sampai

pada

dewasa,

penambahan

jumlah

sel-sel

dengan

yang

dalam

keadaan

mati

prostat

prostat

baru

seimbang.

Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang mengalami


apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara
keseluruhan

menjadi

meningkat

sehingga

menyebabkan pertambahan massa prostat.


Sampai sekarang belum dapat diterangkan secara pasti
faktor-faktor

yang

menghambat

proses

apoptosis.

Diduga hormon androgen berperan dalam menghambat


proses kematian sel karena setelah dilakukan kastrasi,
terjadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar
prostat. Estrogen diduga mampu memperpanjang usia
sel-sel prostatm sedangkan faktor pertumbuhan TGFbeta berperan dalam proses apoptosis.
5. Teori Stem Cell
Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami
apoptosis, selalu dibentuk sel-sel baru. Di dalam
kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang
mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif.
Kehidupan sel ini sangat bergantung pada keberadaan
hormon androgen, sehingga jika hormon ini kadarnya
menurun

seperti

yang

terjadi

pada

kastrasi,
17

menyebabkan

terjadinya

apoptosis.

Terjadinya

proliferasi sel-sel pada BPH dipostulasikan sebagai


ketidaktepatan aktivitas sel punca sehingga terjadi
produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.
2.5.

FAKTOR RESIKO
1. Hormonal
Kadar hormon testosteron yang tinggi berhubungan dengan
peningkatan risiko BPH. Testosteron akan diubah menjadi androgen
yang lebih poten yaitu

dihydrotestosteron (DHT) oleh enzim 5-

reductase, yang memegang peran penting dalam proses pertumbuhan


sel-sel prostat.
2. Usia
Pada usia tua terjadi kelemahan umum termasuk kelemahan
pada buli (otot detrusor) dan penurunan fungsi persarafan. Perubahan
karena pengaruh usia tua menurunkan kemampuan buli-buli dalam
mempertahankan aliran urin pada proses adaptasi oleh adanya
obstruksi karena pembesaran prostat, sehingga menimbulkan gejala. 17
Testis menghasilkan beberapa hormon seks pria, yang secara
keseluruhan dinamakan androgen. Hormon tersebut mencakup
testosteron,

dihidrotestosteron

dan

androstenesdion.

Testosteron

sebagian besar dikonversikan oleh enzim 5-alfa-reduktase menjadi


dihidrotestosteron yang lebih aktif secara fisiologis di jaringan sasaran
sebagai pengatur fungsi ereksi. Tugas lain testosteron adalah pemacu
libido, pertumbuhan otot dan mengatur deposit kalsium di tulang.
Sesuai dengan pertambahan usia, kadar testosteron mulai menurun
secara perlahan pada usia 30 tahun dan turun lebih cepat pada usia 60
tahun keatas.
3. Ras
Ras kulit hitam memiliki risiko 2 kali lebih besar untuk terjadi
BPH dibanding ras lain. Orang-orang Asia memiliki insidensi BPH
paling rendah
4. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga pada penderita BPH dapat meningkatkan
risiko terjadinya kondisi yang sama pada anggota keluarga yang lain.
Semakin banyak anggota keluarga yang mengidap penyakit ini,
semakin besar risiko anggota keluarga yang lain untuk dapat terkena
18

BPH. Bila satu anggota keluarga mengidap penyakit ini, maka risiko
meningkat 2 kali bagi yang lain. Bila 2 anggota keluarga, maka risiko
meningkat menjadi 2-5 kali. Dari penelitian terdahulu didapatkan OR
sebesar 4,2 (95%, CI 1,7-10,2)
5. Obesitas
Obesitas akan membuat

gangguan

pada

prostat

dan

kemampuan seksual, tipe bentuk tubuh yang mengganggu prostat


adalah tipe bentuk tubuh yang membesar di bagian pinggang dengan
perut buncit, seperti buah apel. Beban di perut itulah yang menekan
otot organ seksual, sehingga lama-lama organ seksual kehilangan
kelenturannya, selain itu deposit lemak berlebihan juga akan
mengganggu kinerja testis.6 Pada obesitas terjadi peningkatan kadar
estrogen yang berpengaruh terhadap pembentukan BPH melalui
peningkatan sensitisasi prostat terhadap androgen dan menghambat
proses kematian sel-sel kelenjar prostat. Pola obesitas pada laki-laki
biasanya berupa penimbunan lemak pada abdomen.
6. Diet
Ditemukan adanya hubungan antara penurunan risiko BPH
dengan mengkonsumsi buah dan makanan mengandung kedelai yang
kaya akan isoflavon. Kedelai sebagai estrogen lemah mampu untuk
memblokir reseptor estrogen dalam prostat terhadap estrogen. Jika
estrogen yang kuat ini sampai menstimulasi reseptor dalam prostat,
dapat menyebabkan BPH. Studi demografik menunjukkan adanya
insidensi yang lebih sedikit timbulnya penyakit prostat ini pada lakilaki Jepang atau Asia yang banyak mengkonsumsi makanan dari
kedelai. Isoflavon kedelai yaitu genistein dan daidzein, secara langsung
mempengaruhi metabolisme testosteron. Risiko lebih besar terjadinya
BPH adalah mengkonsumsi margarin dan mentega, yang termasuk
makanan yang mengandung lemak jenuh. Konsumsi makanan yang
mengandung lemak jenuh yang tinggi (terutama lemak hewani), lemak
berlebihan dapat merusak keseimbangan hormon yang berujung pada
berbagai penyakit.
7. Aktivitas seksual
Kelenjar prostat adalah organ yang bertanggung jawab untuk
pembentukan hormon laki-laki. BPH dihubungkan dengan kegiatan
19

seks berlebihan dan alasan kebersihan. Saat kegiatan seksual, kelenjar


prostat mengalami peningkatan tekanan darah sebelum terjadi
ejakulasi. Jika suplai darah ke prostat selalu tinggi, akan terjadi
hambatan prostat yang mengakibatkan kalenjar tersebut bengkak
permanen. Seks yang tidak bersih akan mengakibatkan infeksi prostat
yang mengakibatkan BPH. Aktivitas seksual yang tinggi juga
berhubungan dengan meningkatnya kadar hormon testosteron.
8. Merokok
Nikotin dan konitin (produk pemecahan nikotin) pada rokok
meningkatkan

aktifitas

enzim

perusak

androgen,

sehingga

menyebabkan penurunan kadar testosteron.


9. Konsumsi alkohol
Konsumsi alkohol akan menghilangkan kandungan zink dan
vitamin B6 yang penting untuk prostat yang sehat. Zinc sangat penting
untuk kelenjar prostat. Prostat menggunakan zinc 10 kali lipat
dibandingkan dengan organ yang lain. Zinc membantu mengurangi
kandungan prolaktin di dalam darah. Prolaktin meningkatkan
penukaran hormon testosteron kepada DHT.
10.
Olah raga
Para pria yang tetap aktif berolahraga secara teratur, berpeluang
lebih sedikit mengalami gangguan prostat, termasuk BPH. Dengan
aktif olahraga, kadar dihidrotestosteron dapat diturunkan sehingga
dapat memperkecil risiko gangguan prostat. Selain itu, olahraga akan
mengontrol berat badan agar otot lunak yang melingkari prostat tetap
stabil. Olahraga yang dianjurkan adalah jenis yang berdampak ringan
dan dapat memperkuat otot sekitar pinggul dan organ seksual.
11.
Diabetes melitus
2.6.

PATOFISIOLOGI
Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh

untuk

terjadinya

gejala

yaitu

komponen

mekanik

dan

komponen dinamik. Komponen mekanik ini berhubungan


dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan
mendesak uretra pars prostatika sehingga terjadi gangguan
aliran urine (obstruksi infra vesikal) sedangkan komponen
dinamik meliputi tonus otot polos prostat dan kapsulnya,
yang merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi pada
20

alpha adrenergik reseptor akan menghasilkan kontraksi otot


polos prostat ataupun kenaikan tonus. Komponen dinamik ini
tergantung

dari

stimulasi

syaraf

simpatis,

yang

juga

tergantung dari beratnya obstruksi oleh komponen mekanik.


Berbagai keadaan ini menyebabkan peningkatan
tekanan dan resistensi uretra. Selanjutnya hal ini akan
menyebabkan sumbatan aliran kemih. Untuk mengatasi
resistensi uretra yang meningkat, otot-otot detrusor akan
berkontraksi untuk mengeluarkan urine. Kontraksi yang terusmenerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli
berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya
selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot
detrusor ini disebut fase kompensasi.
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien
sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau
lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal
dengan

prostatismus1.

gejala-gejala

Dengan

semakin

meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke


dalam fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi
untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Tekanan
intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh
bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter.
Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan
aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks
vesico-ureter. Keadaan ini jika

berlangsung terus akan

mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya


dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.
Dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa
vesika dapat menerobos
sehingga

terbentuk

keluar

di antara serat

detrusor

tonjolan mukosa yang apabila

kecil

dinamakan sakula dan apabila besar disebut diverkel. Fase


penebalan detrusor

adalah fase kompensasi yang apabila

berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan


mengalami dekompensasi

dan

tidak

mampu

lagi

untuk
21

kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total yang berlanjut


pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.

22

2.7.

MANIFESTASI KLINIS
23

Gejala

hyperplasia

prostat

menurut

Boyarsky,

dkk

(1977) dibagi atas gejala obstruktif dan gejala iritatif. Gejala


obstruktif

disebabkan

karena

penyempitan

uretra

pars

prostatika karena didesak oleh prostat yang membesar dan


kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi cukup kuat dan
atau cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus.
Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan
vesica urinaris yang tidak sempurna pada saat miksi atau
disebabkan oleh karena hipersensitifitas otot detrusor karena
pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesica,
sehingga vesica sering berkontraksi meskipun belum penuh.
Obstruksi

Iritasi

Hesistansi
Pancaran miksi lemah
Intermitensi
Miksi tidak puas
Distensi abdomen
Terminal dribbling (menetes)
Volume urine menurun
Mengejan saat berkemih

Frekuensi
Nokturi
Urgensi
Disuria
Infeksi saluran kemih

Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita


hipeplasia prostat masih tergantung tiga faktor, yaitu:
Volume kelenjar periuretral
Elastisitas leher vesika, otot polos prostat, dan kapsul

prostat
Kekuatan kontraksi otot detrusor
Timbulnya dekompensasi buli-buli ini didahului oleh

factor pencetus antara lain:


1. Volume

buli-buli

tiba-tiba

penuh

(cuaca

dingin,

konsumsi obat-obatan yang mengandung diuretikum,


minum tertalu banyak)
2. Massa prostat tiba-tiba membesar (setelah melakukan
aktivitas seksual/ infeksi prostat)
3. Setelah
mengkonsumsi
obat-obat
menurunkan

kontraksi

otot

yang

detrusor

dapat

(golongan

antikolinergik atau adrenergic-)


24

Untuk menentukan derajat beratnya penyakit yang


berhubungan dengan penentuan jenis pengobatan BPH dan
untuk menilai keberhasilan pengobatan BPH, dibuatlah suatu
skoring yang valid dan reliable. Terdapat beberapa sistem
skoring, di antaranya skor International Prostate Skoring
System (IPSS) yang diambil berdasarkan skor
Urological

Association (AUA).

Skor

AUA

American

terdiri

dari

pertanyaan. Pasien diminta untuk menilai sendiri derajat


keluhan obstruksi dan iritatif mereka dengan skala 0-5. Total
skor dapat berkisar antara 0-35. Skor 0-7 ringan, 8-19
sedang, dan 20-35 berat.
Keluhan dapat pula timbul pada saluran kemih bagian
atas berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang,
benjolan

di

pinggang

(hidronefrosis),

demam

(infeksi/

urosepsis).
Di luar sistem urinarius, juga dapat timbul keluhan yang
disebabkan karena proses perjalanan BPH ini, yaitu hernia/
hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering
mengejan

pada

saat

miksi

sehingga

mengakibatkan

peningkatan tekanan intra abdominal (Sjamsuhidayat, 2004).


Selain itu walaupun jarang, dapat pula timbul keluhan
sistemik seperti keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan
rasa tidak nyaman pada epigastrik (Brunner & Suddarth,
2001).
International Prostatic Symptom Score (IPSS)
Pertanyaan

Jawaban dan skor

Keluhan pada bulan

Tidak

terakhir

sekali

<20% <50% 50% >50%

Hampir
selalu

a. Adakah anda merasa


buli-buli

tidak

kosong

setelah berkemih

25

b.

Berapa

kali

berkemih

lagi

anda
dalam

waktu 2 menit
c. Berapa kali terjadi arus
urin

berhenti

sewaktu

berkemih
d. Berapa kali anda tidak
dapat

menahan

untuk

berkemih
e.

Beraapa

arus

kali

lemah

terjadi
sewaktu

memulai kencing
f.

Berapa

bangun

keli

terjadi

tidur

anda

kesulitan memulai untuk


berkemih
g.

Berapa

kali

anda

bangun untuk berkemih di


malam hari
Kualitas

Delight

Pleas

Mostly

Mixe

Mostly

Unhap

Terribl

Hidup

ed

ed

Satisfi

Dissatisfi

py

ed
2

ed
4

Jika

Anda
harus
hidup
dengan
keluhan
berkemi
h
seperti
saat

ini
26

selama
sisa
hidup
Anda,
bagaima
na
perasaa
n Anda?

Jumlah nilai :
0 = baik sekali 3 = kurang
1 = baik 4 = buruk
2 = kurang baik 5 = buruk sekali
2.8.

PEMERIKSAAN FISIK
Dalam penegakan diagnosis, selain diperlukan data dari

anamnesis, juga perlu dilakukan pemeriksaan fisik untuk


diagnosis yang lebih mengarah. Pada saat pasien datang
dengan keluhan khas BPH, pemeriksaan colok dubur atau
Digital Rectal Eamination (DRE) sangat penting. Pemeriksaan
colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan
tonus spingter ani, reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum,
adanya kelainan lain seperti benjolan pada di dalam rektum
dan tentu saja teraba prostat. Pada perabaan prostat harus
diperhatikan:
1. Konsistensi prostat (pada BPH konsistensinya kenyal)
2. Simetris/asimetris
3. Adakah nodul pada prostat
4. Apakah batas dapat diraba
5. Keadaan sulkus medianus
6. Ada tidaknya krepitasi

27

Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan


konsistensi prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, lobus
kanan

dan

kiri

simetris

dan

tidak

didapatkan

nodul.

Sedangkan pada carcinoma prostat, konsistensi prostat keras


dan atau teraba nodul dan diantara lobus prostat tidak
simetris. Sedangkan pada batu prostat akan teraba krepitasi.
Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada
traktus urinaria bagian atas kadang-kadang ginjal dapat
teraba dan apabila sudah terjadi pyelonefritis akan disertai
sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica
urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total,
daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui
adanya hernia. Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk
melihat adanya kemungkinan sebab yang lain yang dapat
menyebabkan

gangguan

miksi

seperti

batu

di

fossa

navikularis atau uretra anterior, fibrosis daerah uretra,


fimosis, condiloma di daerah meatus.
Secara klinis, derajat BPH dibagi menjadi 4 gradasi, yaitu:
1. Derajat 1

: Apabila ditemukan keluhan prostatismus,

pada DRE (colok dubur) ditemukan penonjolan prostat


dan sisa urine kurang dari 50 ml
28

2. Derajat 2

: Ditemukan tanda dan gejala seperti pada

derajat 1, prostat lebih menonjol, batas atas masih


teraba dan sisa urine lebih dari 50 ml tetapi kurang
dari 100 ml
3. Derajat
: Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat
tidak teraba lagi dan sisa urin lebih dari 100 ml
4. Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi total
2.9.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
o Sedimen urine : Untuk mencari kemungkinan
adanya proses infeksi, hematuri atau inflamasi
pada

saluran

kemih.

Mengevaluasi

adanya

eritrosit, leukosit, bakteri, protein atau glukosa


o Kultur urine
: Mencari jenis kuman yang
menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan
sensifitas kuman terhadap beberapa antimikroba
yang diujikan
o Gula darah :
Mencari
penyekit

diabetes

kemungkinan
mellitus

yang

adanya
dapat

menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli


(buli-buli neurogenik)
o Faal ginjal :
Mencari

kemungkinan

adanya

penyulit yang mengenai saluran kemih bagian


atas. Pengukuran kadar elektrolit, BUN, dan
kreatinin berguna untuk menilai fungsi ginjal dari
pasien. Insufisiensi ginjal dapat ditemukan pada
10% pasien dengan prostatism dan memerlukan
pemeriksaan radiologi saluran kemih bagian atas.
Pasien

dengan

insufisiensi

ginjal

mempunyai

risiko yang tinggi mengalami komplikasi postoperasi setelah pembedahan BPH


o PSA (Prostate Specific Antigen)
:

Jika

curiga

adanya keganasan prostat. Serum PSA dapat


dipakai untuk meramalkan perjalanan penyakit
29

dari BPH; dalam hal ini jika kadar PSA tinggi


berarti:

(a)

pertumbuhan

volume

prostat

lebihcepat, (b) keluhan akibat BPH/laju pancaran


urine lebih buruk, dan (c) lebih mudahterjadinya
retensi urine akut. Kadar PSA di dalam serum
dapat mengalami peningkatan pada keradangan,
setelah manipulasi pada prostat (biopsi prostat
atau TURP), pada retensi urine akut, kateterisasi,

keganasan prostat, dan usia yang makin tua


Pencitraan
o Foto polos abdomen (BOF/BNO)
Dari foto polos dapat dilihat adanya batu
pada traktus urinarius, pembesaran ginjal atau
buli-buli. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik
sebagai tanda metastasis dari keganasan prostat
serta osteoporosis akibat kegagalan ginjal. Dari
sini

dapat

diperoleh

keterangan

mengenai

penyakit ikutan misalnya batu saluran kemih,


hidronefrosis, atau divertikel kandung kemih juga
dapat untuk menghetahui adanya metastasis ke
tulang dari carsinoma prostat.
o Intra Venous Pyelography (IVP)
Pembesaran prostat dapat dilihat sebagai
filling

defect/indentasi

kandung

kemih

atau

prostat
ujung

pada

dasar

distal

ureter

membelok keatas berbentuk seperti mata kail


(hooked fish). Dapat pula mengetahui adanya
kelainan

pada

ginjal

maupun

ureter

berupa

hidroureter ataupun hidronefrosis serta penyulit


(trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli buli).
Foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu
urin.
o Sistoskopi
Dalam pemeriksaan ini, disisipkan sebuah
tabung kecil melalui pembukaan urethra di dalam
30

penis. Prosedur ini dilakukan setelah solusi numbs


bagian dalam penis sehingga sensasi semua
hilang. Tabung, disebut sebuah cystoscope,
berisi lensa dan sistem cahaya yang membantu
dokter melihat bagian dalam uretra dan kandung
kemih.

Tes

ini

memungkinkan

dokter

untuk

menentukan ukuran kelenjar dan mengidentifikasi


lokasi dan derajat obstruksi.
o Trans abdominal Ultra Sonography
Gambaran sonografi benigna hyperplasia
prostat menunjukan pembesaran bagian
dalam glandula, yang relatif hipoechoic
dibanding

zona

perifer.

Zona

transisi

hipoekoik cenderung menekan zona central


dan

perifer.

Batas

yang

memisahkan

hyperplasia dengan zona perifer adalah

surgical capsule
USG
transabdominal

mampu

pula

mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun


kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang
lama
o Trans Rectal Ultra Sonography (TRUS)
Adalah tes USG melalui rectum. Dalam
prosedur ini, probe dimasukkan ke dalam rektum
mengarahkan gelombang suara di prostat. Gema
pola gelombang suara merupakan gambar dari
kelenjar

prostat

pada

layar

tampilan.

Untuk

menentukan apakah suatu daerah yang abnormal


tampak memang tumor, digunakan probe dan
gambar USG untuk memandu jarum biopsi untuk
tumor

yang

beberapa

dicurigai.

potong

Jarum

jaringan

mengumpulkan
prostat

untuk

pemeriksaan dengan mikroskop. Biopsy terutama


dilakukan untuk pasien yang dicurigai memiliki
keganasan

prostat.

Transrektal

ultrasonografi
31

(TRUS) sekarang juga digunakan untuk pengukur


volume prostat, caranya antara lain:
o Metode
step
planimetry.
menghitung

volume

Yang

rata-rata

area

horizontal diukur dari dasar sampai puncak


o Metode diameter. Yang menggabungkan
pengukuran
(W/width)

tinggi

(H/height)

,lebar

dan panjang (L/length) dengan

rumus : (H x W x L)

Patologi Anatomi
BPH dicirikan

oleh

berbagai

kombinasi

dari

hiperplasia epitel dan stroma di prostat. Beberapa


kasus menunjukkan proliferasi halus-otot hampir murni,
meskipun

kebanyakan

menunjukkan

pola

fibroadenomyomatous hyperplasia.
Pemeriksaan lain
o Residual urine
: Volume residu urin setelah
miksi spontan dapat ditentukan dengan cara
sangat sederhana dengan memasang kateter
uretra dan mengukur berapa volume urin yang
masih tinggal. Pemeriksaan sisa urin dapat juga
diperiksa

(meskipun

kurang

akurat)

membuat foto post voiding atau USG


o Pancaran urine/flow rate
:
Pancaran

dengan
urin

melemah yang diperoleh atas dasar pemeriksaan


32

uroflowmetri tidak dapat membedakan apakah


penyebabnya

adalah

obstruksi

atau

daya

kontraksi otot detrusor yang melemah. Untuk


membedakan
pemeriksaan
menggunakan
Dengan

cara

kedua

hal

tekanan

tersebut

dilakukan

pancaran

dengan

Abrams-Griffiths
ini

maka

Nomogram.

sekaligus

tekanan

intravesica dan laju pancaran urin dapat diukur


o Uroflowmetri
: Untuk mengukur laju pancaran
urin miksi. Laju pancaran ditentukan oleh daya
kontraksi

otot

detrusor,

tekanan

intravesika,

resistensi uretra. Angka normal laju pancaran urin


ialah 12 ml/detik dengan puncak laju pancaran
mendekati 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, laju
pancaran melemah menjadi 6 8 ml/detik dengan
puncaknya sekitar 11 15 ml/detik

2.10.
DIAGNOSIS BANDING
Pada pasien dengan keluhan obstruksi saluran kemih di
antaranya:
1. Striktur uretra
2. Kontraktur leher vesika
3. Batu buli kecil
4. Kanker prostat
5. Kelemahan otot detrusor (misalnya pada pasien dengan
asma kronis yang menggunakan obat parasimpatolitik)

33

Pada

pasien

dengan

keluhan

iritatif

saluran

kemih,

diantaranya:
1. Instabilitas detrusor
2. Karsinoma in situ vesika
3. Infeksi saluran kemih
4. Prostatitis
5. Batu ureter distal
6. Batu vesika kecil
2.11.

TATA LAKSANA
Tujuan
terapi

hyperplasia

prostat

adalah

(1)

memperbaiki keluhan miksi, (2) meningkatkan kualitas hidup,


(3) mengurangi obstruksi intravesika, (4) mengembalikan
fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume
residu urine setelah miksi dan (6) mencegah progrefitas
penyakit. Hal ini dapat dicegah dengan medikamentosa,
pembedahan atau tindakan endourologi yang kurang invasif.
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami
tindakan medik. Kadang-kadang mereka yang mengeluh LUTS
ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi
apapun atau hanya dengan nasehat saja. Namun adapula
yang membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan
medik yang lain karena keluhannya semakin parah.
Watchful waiting
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH
dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang
tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak
mendapat
mengenai

terapi

namun

sesuatu

memperburuk

hal

keluhannya,

hanya
yang

diberi

penjelasan

mungkin

misalnya

(1)

dapat
jangan

mengkonsumsi kopi atau alcohol setelah makan malam,


(2) kurangi konsumsi makanan atau minuman yang
mengiritasi

buli-buli

(kopi/cokelat),

(3)

batasi

penggunaan obat-obat influenza yang mengandung


fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan pedasadan
asin, dan (5) jangan menahan kencing terlalu lama.

34

Secara periodik pasien diminta untuk datang


control dengan ditanya keluhannya apakah menjadi
lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku),
disamping itu dilakukan pemeriksaan laboratorium,
residu

urin,

atau

uroflometri.

Jika

keluhan

miksi

bertambah jelek daripada sebelumnya, mungkin perlu

dipikirkan terapi yang lain.


Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha
untuk : (1) mengurangi resistansi otot polos prostat
sebagai

komponen

infravesika

dinamik

dengan

adrenergic

alfa

penyebab

obat-obatan

(adrenergic

alfa

obstruksi

penghambat

blocker

dan

(2)

mengurangi volume prostat sebagai komponen static


dengan

cara

menurunkan

testosterone/dihidrotestosteron

kadar

hormone

(DHT)

melalui

penghambat 5-reduktase.
o Penghambat reseptor adrenergik
Mengendurkan otot polos prostat dan leher
kandung

kemih,

yang

membantu

untuk

meringankan obstruksi kemih disebabkan oleh


pembesaran prostat di BPH.
Efek samping dapat termasuk
kelelahan, atau

sakit

ringan. Umumnya

kepala,

digunakan

alpha blocker BPH termasuk tamsulosin (Flomax),


alfuzosin (Uroxatral), dan obat-obatan yang lebih
tua seperti terazosin (Hytrin) atau doxazosin
(Cardura). Obat-obatan ini akan meningkatkan
pancaran
gejala

urin

dalam

dan

mengakibatkan

beberapa

minggu

perbaikan
dan

tidak

berpengaruh pada ukuran prostat.


o Penghambat 5 reduktase
Obat ini bekerja dengan cara menghambat
pembentukan

dihidrotestosteron

(DHT)

dari

testosterone yang dikatalisis oleh enzim 5


35

reduktase di dalam sel prostat. Menurunnya kadar


DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi
sel-sel prostat menurun. Pembesaran prostat di
BPH secara langsung tergantung pada DHT,
sehingga obat ini menyebabkan pengurangan
25% perkiraan ukuran prostat lebih dari 6 sampai
12 bulan.
Contoh obat-obatan golongan ini berdasarkan
tipenya adalah Avodart (dutasteride) dan Proscar
(finasteride).
o Fitofarmaka
Beberapa

ekstrak

tumbuh-tumbuhan

tertentu dapat dipakai untuk memperbaiki gejala


akibat

obstruksi

parsial,

tetapi

data-data

farmakologik tentang kandungan zat aktif yang


mendukung mekanisme kerja obat fisioterapi
sampai sata ini belum diketahui dengan pasti.
Kemungkinan

fitofarmaka

bekerja

sebagai

antiestrogen, antiandrogen, menurunkan kadar


sex hormone binding globulin (SHBG), inhibisi
basic

fibroblast

growth

factos

(bFGF)

dan

epidermal growth factor (EGF), mengacaukan


metabolism prostaglandin, efek anti inflamasi,
menuruknan outflow resistance dan memperkecil
volume

prostat.

Diantara

fitofarmaka

yang

banyak dipasarkan adalah: Pyegeum africanum,


Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica dan

masih banyak lainnya.


Minimal Invasif
o Transurethral Microwave Therapy (TUMT)
Dalam prosedur yang disebut microwave
thermotherapy transurethral (TUMT), perangkat
mengirim gelombang mikro melalui kateter untuk
memanaskan

bagian

prostat

dipilih

untuk

setidaknya 111 derajat Fahrenheit. Sebuah sistem


36

pendingin

melindungi

saluran

kemih

selama

prosedur. Prosedur ini memakan waktu sekitar 1


jam dan dapat dilakukan secara rawat jalan tanpa
anestesi

umum.

TUMT

belum

dilaporkan

menyebabkan disfungsi ereksi atau inkontinensia.


Meskipun terapi microwave tidak menyembuhkan
BPH, tapi mengurangi gejala frekuensi kencing,
urgensi, tegang, dan intermitensi.
o Transurethral Needle Ablation (TUNA)
Sistem
TUNA
memberikan
radiofrekuensi

tingkat

rendah

energy

melalui

jarum

kembar untuk region prostat yang membesar.


Shields melindungi uretra dari kerusakan akibat
panas. Sistem TUNA meningkatkan aliran urin dan
mengurangi gejala dengan efek samping yang
lebih sedikit jika dibandingkan dengan reseksi
transurethral dari prostat (TURP).
o Transurethral Balloon Dilatation of the Prostate
Pada
tehnik
ini,
dilakukan
dilatasi
(pelebaran) saluran kemih yang berada di prostat
dengan menggunakan balon yang dimasukkan
melalui kateter. Teknik ini efektif pada pasien
dengan

prostat

kecil,

kurang

dari

40

cm3.

Meskipun dapat menghasilkan perbaikan gejala


sumbatan, namun efek ini hanya sementara
sehingga cara ini sekarang jarang digunakan.
o Transurethral Resection of the Prostate (TURP)
Sembilan puluh lima persen prostatektomi
sederhana dapat dilakukan secara endoskopi.
Sebagian besar prosedur ini menggunakan teknik
anestesi

spinal

dan

memerlukan

1-2

hari

perawatan di rumah sakit. Skor keluhan dan


perbaikan

laju

aliran

urine

lebih

baik

dibandingkan terapi lain yang bersifat minimal


invasive. Risiko TURP meliputi ejakulasi retrograd
37

(75%),

impotensi

(5-10%),

dan

inkontinensia

(<1%).
TURP lebih sedikit menimbulkan trauma
dibandingkan

prosedur

bedah

terbuka

dan

memerlukan masa pemulihan yang lebih singkat.


Secara umum TURP dapat memperbaiki gejala
BPH hingga 90%, meningkatkan laju pancaran
urine hingga 100%.
Komplikasi operasi antara lain perdarahan,
striktur

uretra,

atau

kontraktur

pada

leher

kandung kemih, perforasi dari kapsul prostat


dengan ekstravasasi, dan pada kondisi berat
terjadi

sindroma

TUR

yang

disebabkan

oleh

keadaan hipervolemik dan hipernatremia akibat


absorbsi cairan irigasi yang bersifat hipotonis.
Manifestasi

klinis

sindroma

TUR

antara

lain

nausea, muntah, hipertensi, bradikardi, confusing,


dan gangguan penglihatan.

Risiko terjadinya

sindroma TUR meningkat pada reseksi yang lebih


dari 90 menit. Penatalaksanaan meliputi diuresis
dan

pada

kondisi

berat

diberikan

larutan

hipertonis.
o Transurethral Incision of the Prostate (TUIP)
Pria dengan keluhan sedang sampai berat
dan ukuran prostat yang kecil sering didapatkan
adanya

hyperplasia

(terangkatnya

leher

komisura
kandung

posterior

kemih).

Pasien

tersebut biasanya lebih baik dilakukan insisi

prostat.
Operatif
o Terapi pembedahan terbuka
Dalam beberapa kasus

ketika

sebuah

prosedur transurethral tidak dapat digunakan,


operasi

terbuka,

yang

memerlukan

insisi

eksternal, dapat digunakan. Open surgery sering


38

dilakukan ketika kelenjar sangat membesar (>100


gram),

ketika

ada

komplikasi,

atau

ketika

kandung kemih telah rusak dan perlu diperbaiki.


Prostateksomi

terbuka

dilakukan

melalui

pendekatan suprarubik transvesikal (Freyer) atau


retropubik

infravesikal

(Millin).

Penyulit

yang

dapat terjadi adalah inkontinensia uirn (3%),


impotensia (5-10%), ejakulasi retrograde (6080%)

dan

kontraktur

leher

buli-buli

(305%).

Perbaikan gejala klinis 85-100%.


o Prostatektomi terbuka sederhana
Ketika ukuran prostat terlalu besar untuk
direseksi secara endoskopi, enukleasi terbuka
dapat dilakukan. Kelenjar prostat yang lebih dari
100 g biasanya merupakan indikasi enukleasi
terbuka. Prostatektomi terbuka juga dilakukan
pada pasien dengan disertai divertikulum atau
batu buli atau jika posisi litotomi tidak mungkin
dilakukan.
o Operasi laser
Kelenjar prostat pada suhu 60-65 oC akan
mengalami koagulasi dan pada suhu yang lebih
dari 100oC mengalami vaporasi. Teknik laser
menimbulkan lebih sedikit komplikasi sayangnya
terapi ini membutuhkan terapi ulang 2% setiap
tahun.

Kekurangannya

adalah

tidak

dapat

diperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi


(kecuali paad Ho:YAG coagulation), sering banyak
menimbulkan disuri pasca bedah yang dapat
berlangsung sampai 2 bulan, tidak langsung
dapat miksi spontan setelah operasi dan peak
flow rate lebih rendah daripada pasca TURP. Serat
laser

melalui

menggunakan

uretra

ke

cystoscope

dalam
dan

prostat
kemudian
39

memberikan beberapa semburan energi yang


berlangsung 30 sampai 60 detik. Energi laser
menghancurkan

jaringan

prostat

menyebabkan penyusutan.
o Photoselective Vaporisation Therapy (PVT)
PVT adalah energi laser tinggi

dan

untuk

menghancurkan jaringan prostat. Caranya hampir


sama

dengan

TURP,

hanya

saja

teknik

ini

memakai roller ball yang spesifik dengan mesin


diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu
membuat vaporasi kelenjar prostat. Teknik ini
cukup aman tidak menimbulkan perdarahan pada
saat

operasi.

Namun

teknik

ini

hanya

diperuntukan pada prostat yang tidak terlalu


besar (<50 gram) dan membutuhkan waktu
operasi yang lebih lama.
2.12.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat timbul sebagai akibat dari BPH yaitu:
1. Inkontinensia paradoks
2. Batu kandung kemih
3. Hematuria
4. Sistitis
5. Pyelonefritis
6. Retensi urine
7. Refluks vesiko ureter
8. Hidroureter
9. Hidronefrosis
10.
Gagal ginjal
2.13.

PENCEGAHAN
Saat ini sudah beredar suplemen makanan yang dapat

membantu mengatasi pembesaran kelenjar prostat. Salah


satunya adalah suplemen yang kandungan utamanya saw
palmetto.

Berdasarkan

hasil

penelitian,

saw

palmetto

menghasilkan sejenis minyak, yang bersama-sama dengan


hormon androgen dapat menghambat kerja enzim 5-alpha
reduktase, yang berperan dalam proses pengubahan hormon

40

testosteron menjadi dehidrotestosteron (penyebab BPH)5.


Hasilnya, kelenjar prostat tidak bertambah besar.
Hal yang amat penting untuk menjaga kesehatan
prostat di antaranya adalah:
Konsumsi vitamin A, E, dan C, antioksidan yang
berperan penting dalam mencegah pertumbuhan sel
kanker, karena menurut penelitian, 5-10% kasus BPH

dapat berkembang menjadi kanker prostat


Konsumsi vitamin B1, B2, dan B6, yang dibutuhkan
dalam proses

metabolisme

karbohidrat,lemak,

dan

protein, sehingga kerja ginjal dan organ tubuh lain tidak

terlalu berat
Konsumsi copper (gluconate) dan Parsley Leaf, yang
dapat membantu melancarkan pengeluaranair seni dan

mendukung fungsi ginjal


Konsumsi
L-Glysine, senyawa asam amino yang
membantu

sistem

penghantaran

rangsangan

kesusunan syaraf pusat


Konsumsi
zinc,
mineral

meningkatkan produksi dan kualitas sperma


Mengurangi makanan kaya lemak hewan
Meningkatkan makanan kaya lycopene (dalam tomat),

ini

bermanfaat

untuk

selenium (dalam makanan laut), vitamin E, isoflavonoid

2.14.

(dalam produk kedelai)


Makan sedikitnya 5 porsi buah dan sayuran sehari
Berolahraga secara rutin
Pertahankan berat badan ideal
PROGNOSIS
Prognosis BPH berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi

pada tiap individu walaupun gejalanya cenderung meningkat.


Namun BPH yang tidak segera ditindak memiliki prognosis
yang buruk karena dapat berkembang menjadi kanker
prostat.
DAFTAR PUSTAKA

41

1. Arthur C. Guyton, dkk. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi


9. Jakarta : EGC
2. Kozar Rosemary A, Moore Frederick A. Schwartzs Principles of
Surgery 8th Edition. Singapore: The McGraw-Hill Companies, Inc;
2005
3. McConnel JD. Epidemiology, etiology, pathophysiology and diagnosis
of benign prostatic hyperplasia. In :Wals PC, Retik AB, Vaughan ED,
Wein AJ. Campbells urology. 7th ed. Philadelphia: WB Saunders
Company; 1998.p.1429-52
4. Prisilia, Atika. Benigna Prostat Hiperplasia. 2012. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Trisakti
5. Purnomo, Basuki B. Dasar Dasar Urologi. Edisi Kedua. Jakarta :
Sagung Seto
6. Sjamsuhidajat R, De Jong W. 1997. Tumor Prostat. Dalam: Buku ajar
Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, 1997; 1058-64

42

También podría gustarte