Está en la página 1de 35

SKENARIO I

BUANG AIR BESAR BERWARNA HITAM

KELOMPOK A-12
Ketua

: Fatia Anindita

(1102009108)

Sekretaris

: Hanni Dayang Puspitasari

(1102009128)

Anggota

: Akhmad Rendy F

(1102008015)

Izza Aliya

(1102008124)

Kinetika M

(1102008131)

Adhito Karistomo

(1102009008)

Erikawati Asmara R

(1102009099)

Fitri Kemala Sari

(1102009116)

Indah Tri Handayani

(1102009139)

Izza Ayudia Hakim

(1102009150)

UNIVERSITAS YARSI
2011

Buang Air Besar Berwarna Hitam


Ny. N, 55 tahun, datang ke Poliklinik Yarsi dengan keluhan buang air besar
berwarna hitam sejak 2 hari yang lalu.
Ny. N sering mengeluhkan nyeri ulu hati sejak ia kerap mengkonsumsi obat
penghilang rasa sakit. Dokter pernah menyatakan Ny. N penderita ulkus peptikum.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan epigastrium. Dokter kemudian
merawat Ny. N dan melakukan bilasan lambung dengan hasil cairan berwarna
kemerahan dan tidak jernih.

STEP 1
Menentukan Learning Objective
1. Memahami dan menjelaskan anatomi makroskopis dan mikroskopis dari gaster
2. Memahami dan menjelaskan Fisiologi Gaster
3. Memahami dan menjelaskan Biokimia Gaster
4. Memahami dan menjelaskan Sindroma dispepsia/ ulkus Peptikum
a. Definisi
b. Etiologi
c. Epidemiologi
d. Klasifikasi
e. Patofisiologi
f. Manifestasi klinis
g. Diagnosis
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang
h. Diagnosis banding
i. Komplikasi
j. Prognosis
5. Memahami dan menjelaskan penatalaksanaan sindroma dispepsia/ ulkus peptikum
a. Farmakologis
b. Non-farmakologis

STEP 2
Belajar mandiri

STEP 3
1.

Memahami dan Menjelaskan Anatomi Makroskopis dan Mikroskopis Gaster

Anatomi Makroskopis Gaster

Lambung (bahasa Inggris: stomach; bahasa Belanda: maag) atau ventrikulus


berupa suatu kantong yang terletak di bawah sekat rongga badan. Fungsi lambung secara
umum adalah tempat di mana makanan dicerna dan sejumlah kecil sari-sari makanan
diserap. Lambung dapat dibagi menjadi tiga daerah, yaitu daerah kardia, fundus dan
pilorus. Kardia adalah bagian atas, daerah pintu masuk makanan dari kerongkongan itu
sendiri . Fundus adalah bagian tengah, bentuknya membulat. Pilorus adalah bagian
bawah, daerah yang berhubungan dengan usus 12 jari atau sering disebut duodenum.
Di bagian dinding lambung sebelah dalam terdapat kelenjar-kelenjar yang
menghasilkan getah lambung. Aroma, bentuk, warna, dan selera terhadap makanan secara
refleks akan menimbulkan sekresi getah lambung. Getah lambung mengandung asam
lambung (HCI), pepsin, musin, dan renin. Asam lambung berperan sebagai pembunuh
mikroorganisme dan mengaktifkan enzim pepsinogen menjadi pepsin. Pepsin merupakan
enzim yang dapat mengubah protein menjadi molekul yang lebih kecil. Musin merupakan
mukosa protein yang melicinkan makanan. Renin merupakan enzim khusus yang hanya
terdapat pada mamalia, berperan sebagai kaseinogen menjadi kasein. Kasein
digumpalkan oleh Ca2+ dari susu sehingga dapat dicerna oleh pepsin. Tanpa adanya
renim susu yang berwujud cair akan lewat begitu saja di dalam lambuing dan usus tanpa
sempat dicerna.

Kerja enzim dan pelumatan oleh otot lambung mengubah makanan menjadi
lembut seperti bubur, disebut chyme (kim) atau bubur makanan. Otot lambung bagian
pilorus mengatur pengeluaran kim sedikit demi sedikit dalam duodenum. Caranya, otot
pilorus yang mengarah ke lambung akan relaksasi (mengendur) jika tersentuk kim yang
bersifat asam.Sebaliknya, oto pilorus yang mengarah ke duodenum akan berkontraksi
(mengerut) jika tersentu kim. Jadi, misalnya kim yang bersifat asam tiba di pilorus depan,
maka pilorus akan membuka, sehingga makanan lewat. Oleh karena makanan asam
mengenai pilorus belakang, pilorus menutup. Makanan tersebut dicerna sehingga
keasamanya menurun. Makanan yang bersifat basa di belakang pilorus akan merangsang
pilorus untuk membuka. Akibatnya, makanan yang asam dari lambung masuk ke
duodenum. Demikian seterusnya. Jadi, makanan melewati pilorus menuju duodenum
segumpal demi segumpal agar makanan tersebut dapat tercerna efektif. Seteleah 2 sampai
5 jam, lambung kosong kembali.
Pada lambung terdapat kelenjar oksintik (bahasa Inggris: oxyntic gland) yang
memproduksi hormon GHS. Hormon lain yang disekresi antara lain adalah GHIH.

Anatomi Mikroskopis Gaster

Dinding gaster terdiri dari 4 lapisan utama yang dapat ditemukan di struktur organ
gastrointestinal lainnya, yaitu mukosa, submukosa, muskularis eksterna, dan serosa,
disertai dengan vaskularisasi dan persarafan gaster (Gambar 1 dan 2). Histologi ini
memperlihatkan fungsi lambung sebagai suatu kantung muskular elastis yang dilapisi
oleh epitel sekretorium, walaupun terdapat variasi dari struktur lokal dan fungsional
dalam struktur ini.

A. Mukosa
Mukosa ialah lapisan dimana sel-sel mengeluarkan berbagai jenis cairan, seperti
enzim, asam lambung, dan hormon. Lapisan ini berbentuk seperti palung untuk
memperbesar perbandingan antara luas dan volume sehingga memperbanyak volume
getah lambung yang dapat dikeluarkan.
Di lapisan mucosa terdapat 3 jenis sel yang berfungsi dalam pencernaan, yaitu sel
goblet [goblet cell], sel parietal [parietal cell], dan sel chief [chief cell]. Sel goblet
berfungsi untuk memproduksi mucus atau lendir untuk menjaga lapisan terluar sel agar
tidak rusak karena enzim pepsin dan asam lambung. Sel parietal berfungsi untuk
memproduksi asam lambung [Hydrochloric acid] yang berguna dalam pengaktifan enzim
pepsin. Diperkirakan bahwa sel parietal memproduksi 1.5 mol dm-3 asam lambung yang
membuat tingkat keasaman dalam lambung mencapai pH 2. Sel chief berfungsi untuk
memproduksi pepsinogen, yaitu enzim pepsin dalam bentuk tidak aktif. Sel chief
memproduksi dalam bentuk tidak aktif agar enzim tersebut tidak mencerna protein yang
dimiliki oleh sel tersebut yang dapat menyebabkan kematian pada sel tersebut. Seperti
pada semua saluran cerna lainnya, mukosa ini tersusun oleh epitel permukaan, lamina
propria, dan mukosa muskuler.

Epithalium
Ketika dilihat melalui mikroskop pada magnifikasi rendah, permukaan dalam dari
dinding lambung (Gambar 2) memperlihatkan bentuk sarang lebah dengan foveola
gastrica kecil dan ireguler berdiameter 0,2mm. Pada dasar foveola gastrica ini terdapat
kelenjar gastrik tubular yang berinvaginasi ke arah lamina propria hingga mukosa
muskularis. Epitel kolumner tunggal yang mensekresikan mukus melapisi seluruh
permukaan luminal termasuk foveola gastrica dan terdiri dari lapisan sel mukosa
permukaan yang melepaskan mukus gastrik dari permukaan apical untuk membentuk
lapisan licin protektif tebal diseluruh permukaan gaster. Epitelium ini bermulai secara
langsung pada orificium cadiac, dimana terdapat transisi drastis antara epitel oesophagus
berupa epitel berlapis gepeng dan epitel gaster.

Kelenjar gastrik
Walaupun semua kelenjar gastrik berupa tubular (pipa), bentuk kelenjar ini
beragam dan komposisi selulernya juga berbeda-beda tergantung region tertentu pada
lambung.Kelenjar ini dapat dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan letak regionnya,
yaitu kelenjar kardiak, prinsipal (korpus dan fundus), dan pylorik. Fundus dan korpus
membentuk bagian mayor dari gaster yang menghasilkan sebagian besar sekresi gaster
atau getah untuk pencernaan

Kelenjar Gastric Prinsipal


Kelenjar gastric principle ditemukan pada corpus dan fundus, tiga hingga tujuh
saluran dari tiap foveola gastrica (Gambar 1, 2, dan 3). Batas antara kelenjar ini dengan
dasar dari foveola gastrik ini disebut bagian isthmus kelenjar dan lebih ke basal adalah
leher, merupakan perpanjangan dari dasar. Pada dinding kelenjar terdapat terdapat paling
tidak 5 jenis sel yang berbeda-beda : sel chief, sel parietal, sel leher mukosa, sel stem, dan
sel neuroendokrin.

Gambar 1.
Diagram yang memperlihatkan regional principal pada bagian interior lambung dan
histologi jaringan dan sel didalam dinding tersebut. sel yang belum berdifferensiasi, yang
membatasi tiap sel, digambarkan berwarna putih
Sel chief (peptik) (Gambar 1 dan 3) merupakan sumber enzim pencernaan yaitu
enzim pepsin dan lipase. Sel chief ini biasanya terletak pada bagian basal, bentuknya
berupa silindris (kolumner) dan nukleusnya berbentuk bundar dan euchromatik. Sel ini
mengandung granul zimogen sekretoris dan karena banyaknya sitoplasmik RNA maka sel
ini sangat basophilic. Sel parietal (Oxyntic) merupakan sumber asam lambung dan faktor
intrinsik, yaitu glycoprotein yang penting untuk absorbsi vitamin B12. Sel ini berukuran
besar, oval, dan sangat eosinophilic dengan nukleus terletak pada pertengahan sel. Sel ini
terletak terutama pada apical kelenjar hingga bagian isthmus. Sel ini didapati hanya pada
interval sel-sel lainnya disepanjang dinding foveola dan menggembung di lateral dalam
jaringan konektif.
Sel parietal memiliki ultraktruktur yang unik terkait dengan kemampuan mereka
untuk mengsekresikan asam hydrochloric. Bagian luminal dari sel ini, berinvaginasi
membentuk beberapa kanal buntu yang menyokong sangat banyak microvili ireguler. Di
dalam sitopaslma yang berhadapan dengan kanal ini adalah membran tubulus yang sangat
banyak (sistem tubulovesicular). Terdapat sangat banyak mitokondria yang tersebar di
seluruh organella ini. Membran plasma yang menyelimuti mikrovili memiliki kosentrasi
H+/K+ ATPase yang sangat tinggi yang secara aktif mengsekresikan ion hidrogen
kedalam lumen, ion chloride pun keluar mengikuti gradien eletrokimia ini. Struktur yang
akurat dari sel ini beragam tergantung dari fase sekretoriknya : ketika terstimulasi, jumlah
dan area permukaan dari mikrovili membesar hingga lima kali lipat, diduga akibat fusi
segera dari sistem tubulovesikuler dengan membran plasma. Pada akhir sekresi
terstimulasi, proses ini terbalik, membran yang berlebihan kembali pada sistem
tubuloalveolar dan mikrovili menghilang.

Sel leher mukosa sangat banyak pada leher kelenjar dan tersebar sepanjang
dinding regio bagian basal. Sel ini mengsekresikan mukus, dengan vesikel sekretorik
apikalnya mengandung musin dan nukelusnya terletak pada bagian basal. Namun,
produksinya secara histokimia berbeda dengan produksi dari sel mukosa permukaan

Gambar 2
Micrograph pembesaran rendah memperlihatkan dinding lambung, daerah dari lipatan
longitudinal atau rugae, dapat terlihat makroskopis. Permukaan epitel terlipat secara
microskopis membentuk foveola gastric, hingga ke dasar dimana kelenjar gastric yang
terbuka sampai ke ketebalan mukosa lamina propria. Lapisan mukosa muskularis dan
submukosa mengikuti kontur ruga dan sedikit badian lapisan muskularis eksterna terlihat
dibawahnya.
Sel bakal merupakan sel mitotik yang belum berdifferensiasi dari jenis sel
kelenjar lainnya. Sel ini relatif sedikit dan terletak pada regio isthmus kelenjar dan bagian
basal dari foveola gastric. Sel ini berbentuk silindris (kolumner) dengan sedikit microvili
yang pendek. Sel ini secara periodik mengalami mitosis, sel yang dihasilkan bergerak ke
apikal untuk berdifferensiasi menjadi sel mukosa permukaan, atau ke basal membentuk
sel leher mukosa, sel parietal, dan sel chief, serta sel neuroendokrin. Semua sel ini
memiliki durasi hidup yang terbatas, terutama yang mengsekresikan mukus, dan yang
selalu diganti. Periode pergantian dari sel mukosa permukaan adalah tiap 3 hari; sel leher
mukosa diganti tiap minggu. Jenis sel lainnya sepertinya hidup lebih lama.
Sel neuroendokrin ditemukan disemua jenis kelenjar gastrik namun lebih banyak
ditemukan pada corpus dan fundus. Sel ini terletak pada bagian terdalam dari kelenjar,
diantara kumpulan sel chief . Sel ini berbentuk pleomorfik dengan nukleus ireguler yang
diliputi oleh granular sitoplasma yang mengandung kluster granul sekretorik yang besar
(o,3 microm). Sel ini mensintesis beberapa amino biogenic dan polipeptide yang penting
dalam mengendalikan motilitas dan sekresi glanduler. Pada lambung sel ini termasuk sel
G(yang mensekresi gastrin), sel D (somatostatin), dan sel enterochromaffin-like/ECL
(histamine). Sel-sel ini membentuk sistem sel neuroendokrin yang berbeda-beda.

Kelenjar Kardiak
Sel kardiak terbatas pada area kecil dekat dengan orificium kardiak (Gambar 3);
beberapa berupa kelenjar tubuler sederhana, lainnya merupakan tubuler bercabang. Sel
yang mengsekresikan mukus mendominasi, sel parietal dan sel chief, walaupun
ditemukan namun jumlahnya sedikit.

Gambar 3.
Mikrograph yang memperlihatkan kelenjar gastrik pada regio fundus, pembukaan dari
basal foveola gasric dilapisi oleh sel mukosa serupa dengan sel yang melapisi permukaan
epitel. Sel parietal eosinofilik dan sel chief basophilic membatasi kelenjar, terlihat pada
pembesaran lebih tinggi di gambar B. Mikrograph dengan pembesaran lebih tinggi
menunjukkan sel parietal eosinophilic (panah kecil) dan sel chief basophilic (panah
panjang) membatasi kelenjar gastrik (GG); kelenjar ini membuka menjadi foveola gastric
(GP), yang mana merupakan invaginasi dari epitel permukaan yang menskresikan mukus.

Gambar 4.
Gambaran micrograph yang menunjukkan celah antara sel epitel berlapis gepeng tanpa
lapisan keratin pada oesofagus dan pada lambung, dengan kelenjar kardiak. Suatu folikel
lymphoid terlihat pada submukosa dari zona peralihan (kiri bawah).

Kelenjar Pyloric
Kelenjar pyloric bermula sebagai dua atau tiga pipa berlekuk-lekuk menjadi suatu
dasar dari foveola gastrik pada antrum pylori: foveola mengambil sekitar 2/3 kedalaman
mukosa. Kelenjar pyloric kebanyakan ditempati oleh sel penghasil mukus, sel parietal
sedikit, dan sel chief sangat jarang ditemukan. Sebaliknya terdapat sangat banyak
ditemukan sel neuroendokrin, terutama sel G, yang mengsekresi gastrin ketika diaktifkan
oleh stimulus mekanis yang sesuai (menyebabkan peningkatan motilitas gaster dan
sekresi asam lambung). Walaupun sel parietal jarang ditemukan pada kelenjar pyloric, sel
ini selalu ditemukan pada jaringan janin dan bayi. Pada dewasa sel ini dapat terlihat pada
mukosa duodenum yang dekat dengan pylorus.

Gambar 5.
Gambaran mikrograph yang memperlihatkan daerah pyloric pada lambung dengan
kelenjar pyolorik, pewarnaan yang digunakan periodic acid Schiff (PAS) untuk
memperlihatkan musin (magenta/ungu) pada foveola gastric dan kelenjar. Sel berwarna
pucat merupakan sel parietal besar (P) dan sel enteroendokrin kecil (E)

Lamina Propria
Lamina propria membentuk kerangka jaringan konektif antara kelenjar dan
mengandung jaringan lymphoid yang terkumpul dalam massa kecil folikel lymphatic
gastrik yang membentuk folikel intestinal soliter (terutama pada masa awal kehidupan).
Lamina propria juga memiliki suatu pleksus vaskuler periglanduler yang kompleks, yang
diperkirakan berperan penting dalam menjaga lingkungan mukosa, termasuk membuang
bikarbonat yang diproduksi pada jaringan sebagai pengimbang sekresi asam. Pleksus
neural juga ditemukan dan mengandung ujung saraf motorik dan sensorik.

Mukosa Muskularis
Mukosa muskularis merupakan lapisan tipis dari serat otot halus yang terdapat
pada bagian eksternal dari kelenjar. Serat muskular ini teratur dalam bentuk sirkuler di
dalam, lapisan longitudinal di bagian luar, terdapat pula lapisan sirkuler diskontinu
bagian luar. Lapisan dalam mengandung jelujur sel otot polos terletak di antara kelenjar
dan kontraksinya kemungkinan membantu dalam mengosongkan foveola gastrik.

B. Submukosa
Submukosa ialah lapisan dimana pembuluh darah arteri dan vena dapat ditemukan
untuk menyalurkan nutrisi dan oksigen ke sel-sel perut sekaligus untuk membawa nutrisi
yang diserap, urea, dan karbon dioksida dari sel-sel tersebut. Submukosa merupakan
lapisan bervariabel dari jaringan konektif yang terdiri dari bundel kolagen tebal, beberapa
serat elastin, pembuluh darah, dan pleksus saraf, termasuk pleksus submukosa
berganglion (Meissner's) pada lambung.
C. Muskularis
Muskularis adalah lapisan otot yang membantu perut dalam pencernaan mekanis.
Lapisan ini dibagi menjadi 3 lapisan otot, yakni otot melingkar, memanjang, dan
menyerong. Kontraksi dan ketiga macam lapisan otot tersebut mengakibatkan gerak
peristaltik (gerak menggelombang). Gerak peristaltik menyebabkan makanan di dalam
lambung diaduk-aduk. Muscularis eksterna merupakan selaput otot tebal berada tepat
dibawah serosa, dimana keduanya terhubung melalui jaringan konektif subserosa longgar.
Dari lapisan terdalam keluar, jaringan ini memiliki lapisan serat otot oblique, sirkuler, dan
longitudinal, walaupun celah antara tiap lapisan tidak berbeda satu sama lain. Lapisan
sirkuler kurang begiru berkembang pada bagian oesofagus namun semakin menebal pada
distal antrum pyloric untuk kemudian membentuk sphincter pyloric annular. Lapisan
longitudinal luar kebanyakan terdapat pada 2/3 bagian kranial lambung dan lapisan
oblique dalam pada setengah bagian bawah lambung.
Kerja dari muskularis eksterna ini adalah menghasilkan pergerakan adukan yang
mencampur makanan dengan produk sekresi lambung. Ketika otot berkontraksi, volume
lambung akan berkurang dan menggerakkan mukosa menjadi lipatan longitudinal atau
rugae (lihat atas). Rugae ini akan datar kembali dan menghilang ketika lambung penuh
akan makanan dan muskulatur berelaksasi dan menipis. Aktivitas otot diatur oleh jaringan
saraf autonom yang tidak bermyelin, yang terdapat pada lapisan otot dalam plexus
myenterik (Auerbach's)
D. Serosa
Lapisan terluar yaitu serosa berfungsi sebagai lapisan pelindung perut. Sel-sel di
lapisan ini mengeluarkan sejenis cairan untuk mengurangi gaya gesekan yang terjadi
antara perut dengan anggota tubuh lainnya. Serosa merupakan perpanjangan dari
peritoneum visceral yang menutupi keseluruhan permukaan pada lambung kecuali
sepanjang kurvatura mayor dan minor pada pertautan omentum mayor dan minor, dimana
lapisan peritoneum meninggal suatu ruang untuk saraf dan vaskler. Serosa juga tidak
ditemukan pada bagian kecil di posteroinferior dekat dengan orificium kardiak dimana
lambung berkontak dengan diafragma pada refleksi gastrophrenik dan lipatan
gastropancreatik

2.

Memahami dan menjelaskan Fisiologi Gaster

Di lambung, terjadi proses penyimpanan makanan dan pencernaan lambung.


Fungsi terpenting dari lambung adalah untuk menyimpan makanan yang masuk untuk
disalurkan ke usus halus. Lambung akan sedikit demi sedikit menyalurkan makanan ke
duodenum untuk menunjang proses utama penyerapan dan pencernaan makanan di
duodenum. Fungsi kedua di lambung adalah untuk mensekresikan HCl dan enzim
enzim yang akan mencerna protein. Dengan gerakan mencampur lambung, makanan akan
menjadi campuran kental yang disebut kimus.
Fungsi mekanik lambung, yaitu motilitas lambung, adalah kontraksi otot lambung
yang mencampur dan mendorong isi saluran pencernaan. Ada 4 aspek penting dari
motilitas lambung :
pengisian lambung
penyimpanan lambung
pencampuran lambung
pengosongan lambung

Pengisian lambung

Ketika lambung kosong, lambung memiliki volume 50 ml yang dapat


mengembang menjadi kurang lebih 1 lt. Pengembangan tersebut akan membuat otot otot

lambung jadi tegang dan akan meningkatkan tekanan intralambung jika tidak ditunjang
oleh 2 faktor, yaitu :
1. Plastisitas otot lambung
Kemampuan otot polos mempertahankan tegangan konstan dalam rentang
panjang yang lebar
2. Relaksasi reseptif
Meningkatkan kemampuan lambung mengakomodasi volume makanan tambahan
dengan hanya sedikit mengalami peningkatan tekanan

Penyimpanan lambung

Dibagian fundus lambung terdapat sel sel pemacu berupa otot polos yang
mampu mengalami depolarisasi parsial yang otonom dan berirama. Sel sel tersebut
menghasilkan potensial gelombang lambat yang menyapu ke bawah di sepanjang
lambung menuju sfingter pylorus. Pola tersebut berlangsung selama terus menerus dan
mungkin disertai oleh kontraksi lapisan otot polos sirkuler lambung. Ketika proses ini
terjadi, muncul yang disebut gerak peristaltik. Gelombang peristaltik menyebar ke
seluruh fundus dan korpus lalu ke antrum dan sfingter pylorus. Karena lapisan di otot
fundus dan korpus tidak begitu tebal, maka kontraksi peristaltik di kedua daerah tsb
lemah. Di antrum gelombang ini terjadi lebih kuat.

Pencampuran lambung

Kontraksi peristaltik lambung yang kuat merupakan penyebab makanan


bercampur dengan sekresi lambung dan menjadi kimus. Setiap gelombang peristaltik

antrum mendorong kimus ke daerah sfingter pylorus. Kontraksi tonik sfingter pylorus
menjaga hampir tertutup rapat, sehingga kimus tidak dengan mudah keluar ke duodenum
kecuali ada tekanan dari gerak peristaltik yang cukup kuat untuk membuka sfingter
pylorus. Saat gelombang tersebar, penutupan sfingter pylorus akan menyebabkan kimus
mengalami gerak retropulsi dan kimus dapat tercampur dengan baik.

Pengosongan lambung
Kontraksi peristaltik lambung dapat menyebabkan gaya pendorong untuk
mengosongkan isi lambung ke duodenum. Pengosongan lambung bergantung pada
kekuatan peristaltik lambung dan faktor duodenum. Semakin tinggi eksitabilitas, semakin
sering BER menghasilkan potensial aksi, semakin besar aktivitas peristaltik di antrum
dan semakin cepat pengisian lambung.
Peregangan lambung menyababkan peningkatakan aktivitas motilitas lambung
melalui efek langsung peregangan otot polos serta melalui keterlibatan proses intrinsik,
saraf vagus, dan hormon gastrin. Selain itu derajat keenceran juga mempengaruhi.
Semakin cepat kimus menjadi encer maka semakin cepat proses evakuasi.
Duodenum mempengaruhi penting proses pengosongan lambung, yaitu harus siap
menerima dan mengubah lagi. Duodenum juga bisa memperlambat pengosongan dengan
memperlamabat peristaltik yang mendorong makanan ke duodenum di lambung.
Rangsangan pengosongn sebagai berikut:
a). Lemak
b). Asam
c). Hipertonisitas
d). Peregangan

Sekresi lambung terjadi pada 3 fase yang serupa :


1. Fase Sefalik.
Fase pertama ini dimulai dengan rangsangan seperti pandangan, bau atau rasa
makanan yang bekerja pada reseptor kortikal serebral yang pada gilirannya merangsang
saraf vagal. Intinya, makanan yang tidak menimbulkan nafsu makan menimbulkan sedikit
efek pada sekresi lambung. Inilah yang menyebabkan makanan sering secara
konvensional diberikan pada pasien dengan ulkus peptikum. Saat ini banyak ahli
gastroenterology menyetujui bahwa diet saring mempunyai efek signifikan pada
keasaman lambung atau penyembuhan ulkus. Namun, aktivitas vagal berlebihan selama
malam hari saat lambung kosong adalah iritan yang signifikan.

2. Fase lambung.
Pada fase ini asam lambung dilepaskan sebagai akibat dari rangsangan kimiawi dan
mekanis terhadap reseptor dibanding lambung. Refleks vagal menyebabkan sekresi asam
sebagai respon terhadap distensi lambung oleh makanan.
3. Fase usus
Makanan dalam usus halus menyebabkan pelepasan hormon(dianggap menjadi
gastrin) yang pada waktunya akan merangsang sekresi asam lambung.

3.

Memahami dan Menjelaskan Biokimia Gaster

Sekret lambung dikenal dengan istilah getah lambung

Getah lmbung merupakan cairan jernih berwarna kuning pucat yang mengandung
HCL 0,2 0,5 % dengan PH 1

Komposisi : air 97 99 %, musin (lendir), garam anorganik (HCL, NaCl, KCl,


fosfat), enzim pencernaan (pepsin serta renin) dan lipase

Asam Hidroklorida mendenaturasi Protein dan membunuh bakteri


HCl dihasilkan oleh sel-sel Parietal (oksintik)

H2O +CO2 dibantu oleh Carbonat Anhidrase menjadi H2CO3

H+ masuk ke lumen lambung melalui H+K+ATPase

HCO3- bertukar dengan Cl- di plasma

H+ berikatan dengan Cl
Menjadi HCl

Sel parietal adalah faktor intrinsik yang juga memfasilitasi absorpsi dari vitamin
B12 di ileum

HCl mendenaturasi protein (struktur protein tersier hilang karena ikatan Hidrogen
hancur),proses ini adalah proses dimana terbukanya ikatan polipeptida sehingga
mudah di proses oleh enzim protease (proteolitik)

HCl memiliki PH yang rendah sehingga dapat menghancurkan mikroba

Pepsin mengawali pencernaan protein


Pepsin dihasilkan oleh Chief sel

Pembentukan pepsin dimulai oleh pepsinogen yang bersifat zimogen kemudian


diaktifkan oleh HCl dan menjadi pepsin (bentuk aktif pepsinogen),pepsin
merupakan autokatalisis (saat pepsin sudah terbentuk,pepsin dapat mengaktifkan
pepsinogen)

Pepsin merupakan enzim endoprotease karena menhidrolisis ikatan peptida yang


terletak di dalam struktur polipeptida utama.

Enzim ini spesifik untuk ikatan peptida yang dibenutk oleh :


As.amino aromatik (misal : tirosin)
As.amino dikarboksilat (misal : glutamat)

Renin (kimusin , rennet) mengkoagulasi susu

Renin memiliki peran penting pada proses pencernaan bayi,sehingga susu dapat
dicegah agar tidak keluar secara cepat dari dalam lambung.

Kasein dipecah oleh Renin + Ca menjadi parakasein yang nantinya akan diproses
oleh pepsin

Renin tidak ada pada orang dewasa

Enzim lipase memecah lemak


Panas lambung merupakan faktor penting untuk mencairkan massa lemak yang
berasal dari makanan.

Proses emulsifikasi terjadi dengan bantuan kontraksi peristaltik lambung


menyekresikan lipase lambung (lipase gastrik).Lipase lambung adalah lipase
praduodenal utama

Hormon yang berperan di lambung :


1. Hormon Gastrin
2. Hormon Enterogastrin
3. Hormon motilin

4.

Memahami dan Menjelaskan Sindroma Dispepsia/ Ulkus peptikum


a. Definisi

Dispepsia
Dalam konsensus Roma II tahun 2000, disepakati bahwa definisi dyspepsia
sebagai yang mengarah ke rasa sakir atau rasa tidak nyaman yang berpusat di atas
abdomen.
Dispepsia fungsional didefinisikan sebagai dyspepsia yang berlangsung paling
tidak 12 minggu, yang tidak perlu terus menerus dalam 1 tahun yang terdiri dari :
Persistent / Recurrent dyspepsia ( rasa sakit/ tidak nyaman mengarah ke abdomen
atas
Tidak ada bukti dari penyakit organic yang mungkin menjelaskan gejalanya
Tidak ada bukti bahwa dyspepsia secara eksklusif sembuh dari defekasi atau
berhubungan dengan gejala dari berubahnya frekuensi BAB atau bentuk BABnya
( Contoh : Tidak Diare)
Dispepsia menggambarkan keluhan atau sindrom yang terdiri dari nyeri atau rasa
tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa perut penuh,
sendawa, regurgitasi dan rasa panas yang menjalar di dada

Ulkus Peptikum
Ulkus peptikum merupakan keadaan di mana kontinuitas mukosa esophagus,
lambung ataupun duodenum terputus dan meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan
mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut erosi, walaupun seringkali
dianggap juga sebagai ulkus. Ulkus kronik berbeda dengan ulkus akut, karena memiliki
jaringan parut pada dasar ulkus. Menurut definisi, ulkus peptik dapat ditemukan pada
setiap bagian saluran cerna yang terkena getah asam lambung, yaitu esofagus, lambung,
duodenum, dan setelah gastroduodenal, juga jejunum. Walaupun aktivitas pencernaan
peptic oleh getah lambung merupakan factor etiologi yang penting, terdapat bukti bahwa
ini hanya merupakan salah satu factor dari banyak factor yang berperan dalam
patogenesis ulkus peptic.

b. Etiologi
Dispepsia
Penyebab dispepsia :
Esofago-gastro-duodenal
tukak peptic, gastritis kronis, gastritis NSAID, keganasan
Obat-obatan
antiinflamasi non-steroid, teofilin, digitalis, antibiotic

Hepato-Bilier
hepatitis, kolesistitis, kolelotiasis, keganasan, disfungsi sfingter odii
Pankreas
pankreatitis, keganasan
Penyakit sistemik lain
DM, penyakit tiroid, gagal ginjal, kehamilan, penyakit jantung koroner /
iskemik
Gangguan fungsional
Dispepsia funsional, irritable bowel syndrome

Ulkus Peptikum
Salah satu penyebab utama sekitar 60% dari ulkus gaster dan 90% dari ulkus
duodenum ialah adanya reaksi inflamasi kronik akibat invasi dari Helicobacter Pylori
yang mana paling banyak membentuk koloni di sekitar antrum pylori. Sistem imun tidak
dapat mengatasi infeksi ini, meskipun telah terbentuk antibody. Keadaan inilah yang
menyebabkan bakteri dapat menyebabkan gastritis kronik yang aktif oleh karena
teradinya gangguan regulasi gastrin dari bagian lambung yang terinfeksi Sekresi gastrin
dapat menurun yang menyebabkan keadaan hipo- maupun achlorida, dapat juga menjadi
meningkat. Gastrin dapat menstimulasi produksi dari asam lambung oleh sel parietal.
Helicobacter akan terancam dengan peningkatan asam lambung ini. Peningkatan kadar

asam lambung mempunyai kontribusi besar terhadap erosi dari mukosa yang dapat
berkembang menjadi formasi ulkus.

Penyebab utama yang lain ialah NSAID. Lambung melindungi diri dari asam
lambung dengan adanya lapisan mukosa yang tebal. Sekresi asam lambung dipengaruhi
oleh prostaglandin. NSAID memblokade fungsi dari cyclooxygenase 1 (cox-1), yang
sangat penting dalam produksi prostaglandin. Anti inflamasi selektif cox-2 seperti
celecoxibe dan rofecoxibe kurang mempunyai peranan penting terhadap keadaan ulkus
pada mukosa lambung.
Meningkatnya angka kejadian helicobacter pylori penyebab ulkus di dunia Barat
seiring dengan bertambahnya terapi medis, terutama meningkatnya penggunaan NSAID
pada pasien Arthritis. Hal ini juga berkaitan dengan meningkatnya angka harapan hidup
warga di Barat.
c. Epidemiologi
Dispepsia
Dispepsia merupakan keluhan umum yang dalam waktu tertentu dapat dialami
oleh seseorang. Berdasarkan penelitian pada populasi umum didapatkan bahwa 15-30 %
orang dewasa pernah mengalami hal ini dalam beberapa hari. Dan dari data di Negara
barat didapatkan angka pravalensinya berkisar 7-14 %, tapi hanya 10-20 % yang mencari

pertolongan medis. Angka insidens diperkirakan antara 1-8 %. Belum ada data
epidemiologi di Indonesia.
Ulkus Peptikum
Penyakit ini terjadi dengan frekuensi paling besar pada individu antara usia 40 dan
60 tahun. Tetapi, relatif jarang pada wanita menyusui, meskipun ini telah diobservasi
pada anak-anak dan bahkan pada bayi. Pria terkenal lebih sering daripada wanita, tapi
terdapat beberapa bukti bahwa insiden pada wanita hampir sama dengan pria. Setelah
menopause, insiden ulkus peptikum pada wanita hampir sama dengan pria. Ulkus
peptikum pada korpus lambung dapat terjadi tanpa sekresi asam berlebihan.

d. Klasifikasi Dispepsia
1. Tipe seperti ulkus
Yang lebih dominan adalah nyeri epigastrik. Pasien memperlihatkan gejala seperti
ulkus kronik. Gejala khasnya, nyeri terlokalisasi di epgastrium, sembuh setelah
makan ataupun pemberian antasida, timbul sebelum makan ataupun ketika lapar.
Pasien juga dapat terbangun di malam hari karena nyerinya. Nyeri ulcer-like
dyspepsia timbul periodik dengan relaps dan remisi.
2. Tipe seperti dismotilitas.
Yang lebih dominan adalah kembung,mual,muntah,rasa penuh,cepat kenyang.
Gejala karakteristiknya, rasa tidak nyaman yang diperburuk oleh makanan, rasa
cepat kenyang, mual, muntah, dan kembung di abdomen atas. Ketiga, dispepsia
nonspesifik atau campuran. Tipe ini timbul akibat kritik terhadap pembagian
dispesia fungsional berdasarkan gejala yang dominan karena banyaknya
laporan tumpang tindih gejala antar subgrup.
3. Tipe non spesifik
Tidak ada keluhan yang khas dan dominan
e. Patofisiologi
Dispepsia
1. Hipersekresi asam lambung
Adanya peningkatan sensitivitas mukosa lambung terhadap asam yang
menimbulkan rasa tidak enak di perut
2. Helicobacter pylori
Mulai ada kecenderungan untuk melakukan eradikasi Helicobacter pylori pada
dispepsia fungsional dengan helicobacter pylori positif yang gagal dengan
pengobatan konservatif baku.

3. Dismotilitas gastrointestinal
Pada dispepsia terjadi perlambatan pengosongan lambung dan adanya
hipomotilitas antrum
4. Hormonal
Dalam beberapa percobaan, progesteron,estradiol, prolaktin mempengaruhi
kontraktilitas otot polos dan memperlambat waktu transit gastrointestinal.
5. Ambang Rangsang Persepsi
Hipersensitivitas visceral terhadap distensi balon dig aster - duodenum
6. Disfungsi Autonom
Disfungsi persyarafan vagal berperan dalamhipersensitivitas GIT dan berperan
dalam kegagalan relaksasi bagian proksimal lambung waktu menerima makanan
sehingga menimbulkan gangguan akomodasi lambung
7. Aktivitas Mioelektrik lambung
Adanya disritmia pada pemeriksaan elektrogastrografi baerupa tachygastria,
bradygastria tapi hal ini bersifat inkomsisten
8. Diet & Faktor Lingkungan
Adanya intoleransi makanan

9. Psikologis
Adanya penurunan kontraktilitas lambung, tetapi korelasi antara faktor psikologis
masih kontovesial
Ulkus Peptikum
Pada manusia, sekresi lambung adalah campuran mukokolisakarida dan
mukoprotein yang disekresikan secara kontinyu melalui kelenjar mukosa. Mucus ini
mengabsorpsi pepsin dan melindungi mukosa terhadap asam. Asam hidroklorida
disekresikan secara kontinyu, tetapi sekresi meningkat karena mekanisme neurogenik dan
hormonal yang dimulai dari rangsangan lambung dan usus. Bila asam hidroklorida tidak
dibuffer dan tidak dinetralisasi dan bila lapisan luar mukosa tidak memberikan
perlindungan asam hidroklorida bersama dengan pepsin akan merusak lambung.
Asam hidroklorida kontak hanya dengan sebagian kecil permukaan lambung.
Kemudian menyebar ke dalamnya dengan lambat. Mukosa yang tidak dapat dimasuki
disebut barier mukosa lambung. Barier ini adalah pertahanan untama lambung terhadap
pencernaan yang dilakukan oleh sekresi lambung itu sendiri. Factor lain yang
mempengaruhi pertahanan adalah suplai darah, keseimbangan asam basa, integritas sel
mukosa, dan regenerasi epitel. Oleh karena itu, seseorang mungkin mengalami ulkus
peptikum karena satu dari dua factor ini :

1. Hipersekresi asam pepsin


2. Kelemahan barier mukosa lambung

Apapun yang menurunkan yang mukosa lambung atau yang merusak mukosa
lambung adalah ulserogenik, salisilat dan obat antiinflamasi non steroid lain, alcohol, dan
obat antiinflamasi masuk dalam kategori ini. Sindrom Zollinger-Ellison (gastrinoma)
dicurigai bila pasien datang dengan ulkus peptikum berat atau ulkus yang tidak sembuh
dengan terapi medis standar.

Sindrom ini diidentifikasi melalui temuan berikut : hipersekresi getah lambung,


ulkus duodenal, dan gastrinoma(tumor sel istel) dalam pancreas. 90% tumor ditemukan
dalam gastric triangle yang mengenai kista dan duktus koledokus, bagian kedua dan tiga
dari duodenum, dan leher korpus pancreas. Kira-kira dari gastrinoma adalah ganas
(maligna).

Diare dan stiatore (lemak yang tidak diserap dalam feces)dapat ditemui. Pasien ini
dapat mengalami adenoma paratiroid koeksisten atau hyperplasia, dan karenanya dapat
menunjukkan tanda hiperkalsemia. Keluhan pasien paling utama adalah nyeri epigastrik.
Ulkus stress adalah istilah yang diberikan pada ulserasi mukosa akut dari duodenal atau
area lambung yang terjadi setelah kejadian penuh stress secara fisiologis. Kondisi stress
seperti luka bakar, syok, sepsis berat, dan trauma dengan organ multiple dapat
menimbulkan ulkus stress. Endoskopi fiberoptik dalam 24 jam setelah cedera
menunjukkan erosi dangkal pada lambung, setelah 72 jam, erosi lambung multiple
terlihat. Bila kondisi stress berlanjut ulkus meluas. Bila pasien sembuh, lesi sebaliknya.
Pola ini khas pada ulserasi stress.
Pendapat lain yang berbeda adalah penyebab lain dari ulserasi mukosa. Biasanya
ulserasi mukosa dengan syok ini menimbulkan penurunan aliran darah mukosa lambung.
Selain itu jumlah besar pepsin dilepaskan. Kombinasi iskemia, asam dan pepsin
menciptakan suasana ideal untuk menghasilkan ulserasi. Ulkus stress harus dibedakan
dari ulkus cushing dan ulkus curling, yaitu dua tipe lain dari ulkus lambung. Ulkus
cushing umum terjadi pada pasien dengan trauma otak. Ulkus ini dapat terjadi pada
esophagus, lambung, atau duodenum, dan biasanya lebih dalam dan lebih penetrasi
daripada ulkus stress. Ulkus curling sering terlihat kira-kira 72 jam setelah luka bakar
luas.

Pada kasus tukak lambung yang parah maka ulkus/lukanya dapat berdarah
sehingga mengalir melalui saluran pencernaan dan dapat menyebabkan muntah
bercampur darah yang berwarna coklat seperti kopi dan feses berwarna kehitaman karena
bercampur darah. Tukak yang kronis menginvasi tunica muscularis, dan nantinya

mengenai peritoneum sehingga gaster dapat mengalami perforasi sampai ke dalam bursa
omentalis atau mengalami perlekatan pada pankreas. Erosi pancreas menghasilkan nyeri
alih ke punggung. Arteri lienalis berjalan pada sepanjang margo superior pancreas, dan
erosi arteria ini dapat menimbulkan perdarahan yang mengancam jiwa. Tukak yang
menembus dinding anterior gaster dapat mengakibatkan isi gaster keluar ke dalam cavitas
peritonealis dan menimbulkan peritonitis difusa. Namun, paries anterior gaster dapat
melekat pada hepar, dan ulkus kronis dapat meluas sampai ke jaringan hepar. Apabila hal
ini terjadi diperlukan perawatan dokter untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.

f. Manifestasi Klinis
Dispepsia
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari nyeri ulu
hati, rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami
kekambuhan. Dispepsia mengacu pada suatu keadaan akut, kronis, atau berulang atau
ketidaknyamanan yang berpusat di perut bagian atas.
Ketidaknyamanan ini dapat kenali atau berhubungan dengan rasa penuhdi perut
bagian atas, cepat kenyang, rasa terbakar, kembung, bersendawa, mual, dan muntahmuntah. Heartburn (rasa terbakar di retrosternal) harus dibedakan dari dispepsia. Pasien
dengan dispepsia sering mengeluh Heartburn sebagai gejala tambahan. Ketika
heartburnmerupakan suatu keluhan yang dominan, refluks gastroesofagus hampir selalu
menyertai.
Ulkus Peptikum
Gejala-gejala ulkus dapat hilang selama beberapa hari, minggu, atau beberapa
bulan dan bahkan dapat hilang hanya sampai terlihat kembali, sering tanpa penyebab
yang dapat diidentifikasi. Banyak individu mengalami gejala ulkus, dan 20-30%
mengalami perforasi atau hemoragi yang tanpa adanya manifestasi yang mendahului.

Nyeri : biasanya pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul, seperti tertusuk
atau sensasi terbakar di epigastrium tengah atau di punggung. Hal ini diyakini
bahwa nyeri terjadi bila kandungan asam lambung dan duodenum meningkat
menimbulkan erosi dan merangsang ujung saraf yang terpajan. Teori lain
menunjukkan bahwa kontak lesi dengan asam merangsang mekanisme refleks
local yang mamulai kontraksi otot halus sekitarnya. Nyeri biasanya hilang dengan
makan, karena makan menetralisasi asam atau dengan menggunakan alkali,
namun bila lambung telah kosong atau alkali tidak digunakan nyeri kembali
timbul. Nyeri tekan lokal yang tajam dapat dihilangkan dengan memberikan
tekanan lembut pada epigastrium atau sedikit di sebelah kanan garis tengah.
Beberapa gejala menurun dengan memberikan tekanan local pada epigastrium.

Pirosis(nyeri uluhati) : beberapa pasien mengalami sensasi luka bakar pada


esophagus dan lambung, yang naik ke mulut, kadang-kadang disertai eruktasi
asam. Eruktasi atau sendawa umum terjadi bila lambung pasien kosong.
Muntah : meskipun jarang pada ulkus duodenal tak terkomplikasi, muntah dapat
menjadi gejala ulkus peptikum. Hal ini dihubungkan dengan pembentukan
jaringan parut atau pembengkakan akut dari membran mukosa yang mengalami
inflamasi di sekitarnya pada ulkus akut. Muntah dapat terjadi atau tanpa didahului
oleh mual, biasanya setelah nyeri berat yang dihilangkan dengan ejeksi
kandungan asam lambung.
Konstipasi dan perdarahan : konstipasi dapat terjadi pada pasien ulkus,
kemungkinan sebagai akibat dari diet dan obat-obatan. Pasien dapat juga datang
dengan perdarahan gastrointestinal sebagian kecil pasien yang mengalami akibat
ulkus akut sebelumnya tidak mengalami keluhan, tetapi mereka menunjukkan
gejala setelahnya.

g. Diagnosis

Anamnesa
Nyeri ulu hati
Penurunan berat badan
Nyeri tekan epigastrium

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan adanya nyeri, nyeri tekan epigastrik atau
distensi abdominal. Bising usus mungkin tidak ada.

Pemeriksaan Penunjang
Endoskopi adalah suatu prosedur dimana sebuah selang lentur dimasukkan
melalui mulut dan bisa melihat langsung ke dalam lambung. Endoskopi GI
atas digunakan untuk mengidentifikasi perubahan inflamasi, ulkus dan lesi.
Melalui endoskopi mukosa dapat secara langsung dilihat dan biopsy
didapatkan. Pada pemeriksaan endoskopi, bisa diambil contoh jaringan untuk
keperluan biopsi.
Keuntungan dari endoskopi:
- lebih dapat dipercaya untuk menemukan adanya ulkus dalam duodenum dan
dinding belakang lambung dibandingkan dengan pemeriksaan rontgen
- lebih bisa diandalkan pada penderita yang telah menjalani pembedahan lambung
- bisa digunakan untuk menghentikan perdarahan karena ulkus.
Pemeriksaan dengan barium (juga disebut barium swallow atau seri saluran
pencernaan atas) dilakukan jika ulkus tidak dapat ditemukan dengan
endoskopi, namun endoskopi adalah prosedur diagnostic pilihan.

Pemeriksaan sekretori lambung merupakan nilai yang menentukan dalam


mendiagnosis aklorhidria(tidak terdapat asam hdroklorida dalam getah
lambung) dan sindrom zollinger-ellison. Nyeri yang hilang dengan makanan
atau antasida, dan tidak adanya nyeri yang timbul juga mengidentifikasikan
adanya ulkus. Nyeri lambung yang khas merupakan petunjuk adanya ulkus.
Diperlukan beberapa pemeriksaan untuk memperkuat diagnosis karena kanker
lambung juga bisa menyebabkan gejala yang sama.
Analisa lambung merupakan suatu prosedur dimana cairan lambung dihisap
secara langsung dari lambung dan duodenum sehingga jumlah asam bisa
diukur. Prosedur ini dilakukan hanya jika ulkusnya berat atau berulang atau
sebelum dilakukannya pembedahan.
Pemeriksaan darah tidak dapat menentukan adanya ulkus, tetapi hitung jenis
darah bisa menentukan adanya anemia akibat perdarahan ulkus. Pemerisaan
darah lainnya bisa menemukan adanya Helicobacter pylori.
Adanya H. Pylory dapat ditentukan dengan biopsy dan histology melalui
kultur, meskipun hal ini merupakan tes laboratorium khusus. Ada juga tes
pernafasan yang mendeteksi H. Pylori, serta tes serologis terhadap antibody
pada antigen H. Pylori.
h. Diagnosis Banding
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) dapat menjadi salah satu diagnosis
banding. Umumnya, penderita penyakit ini sering melaporkan nyeri abdomen bagian atas
epigastrum/ulu hati yang dapat ataupun regurgitasi asam. Kemungkinan lain, irritable
bowel syndrome (IBS) yang ditandai dengan nyeri abdomen (perut) yang rekuren, yang
berhubungan dengan buang air besar (defekasi) yang tidak teratur dan perut kembung.
Kurang lebih sepertiga pasien dispepsia fungsional memperlihatkan gejala yang
sama dengan IBS. Sehingga dokter harus selalu menanyakan pola defekasi kepada pasien
untuk mengetahui apakah pasien menderita dispepsia fungsional atau IBS. Pankreatitis
kronik juga dapat dipikirkan. Gejalanya berupa nyeri abdomen atas yang hebat dan
konstan. Biasanya menyebar ke belakang.
Obat-obatan juga dapat menyebabkan sindrom dispepsia, seperti suplemen besi
atau kalium, digitalis, teofilin, antibiotik oral, terutama eritromisin dan ampisilin.
Mengurangi dosis ataupun menghentikan pengobatan dapat mengurangi keluhan
dispepsia. Penyakit psikiatrik juga dapat menjadi penyebab sindrom dispesia. Misalnya
pada pasien gengan keluhan multisistem yang salah satunya adalah gejala di abdomen
ternyata menderita depresi ataupun gangguan somatisasi. Gangguan pola makan juga

tidak boleh dilupakan apalagi pada pasien usia remaja dengan penurunan berat badan
yang signifikan.
Diabetes Mellitus (DM) dapat menyebabkan gastroparesis yang hebat sehingga
timbul keluhan rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, mual, dan muntah. Lebih jauh
diabetik radikulopati pada akar saraf thoraks dapat menyebabkan nyeri abdomen bagian
atas. Gangguan metabolisme, seperti hipotiroid dan hiperkalsemia juga dapat
menyebabkan nyeri abdomen bagian atas.
Penyakit jantung iskemik kadang-kadang timbul bersamaan dengan gejala nyeri
abdomen bagian atas yang diinduksi oleh aktivitas fisik. Nyeri dinding abdomen yang
dapat disebabkan oleh otot yang tegang, saraf yang tercepit, ataupun miositis dapat
membingungkan dengan dispepsia fungsional. Cirinya terdapat tenderness terlokalisasi
yang dengan palpasi akan menimbulkan rasa nyeri dan kelembekan tersebut tidak dapat
dikurangi atau dihilangkan dengan meregangkan otot-otot abdomen.

i. Komplikasi
Penderita sindroma dispepsia selama bertahun-tahun, dapat memicu adanya
komplikasi yang tidak ringan. Salah satunya komplikasi Ulkus Peptikum, yaitu luka di
dinding lambung yang dalam atau melebar, tergantung berapa lama lambung terpapar
oleh asam lambung. Bila keadaan Ulkus Peptikum ini terus terjadi, luka akan semakin
dalam dan dapat menimbulkan komplikasi pendarahan saluran cerna yang ditandai
dengan terjadinya muntah darah. Muntah darah ini sebenarnya pertanda yang timbul
belakangan. Awalnya penderita pasti akan mengalami buang air besar berwarna hitam
terlebih dulu. Yang artinya sudah ada perdarahan awal.Tapi komplikasi yang paling
dikuatirkan adalah terjadinya kanker lambung yang mengharuskan penderitanya
melakukan operasi.
j. Prognosis Sindroma Dispepsia
Dispepsia fungsional yang ditegakkan setelah pemeriksaan klinis dan penunjang
yang akurat mempunyai prognosis yang baik.
5.
Memahami dan menjelaskan Penatalaksanaan Sindroma Dispepsia
1. Dietetik
Tidak ada dietetik baku yang menghasilkan penyembuhan keluhan secara bermakna.
Prinsip dasar menghindari makanan pencetus serangan merupakan pegangan yang lebih
bermanfaat. Makanan yang merangsang, seperti pedas, asam, tinggi lemak, kopi
sebaiknya dipakai sebagai pegangan umum secara proporsional dan jangan sampai
menurunkan/mempengaruhi kualitas hidup penderita. Bila keluhan cepat kenyang, dapat
dianjurkan untuk makan porsi kecil tapi sering dan rendah lemak.

2. Medikamentosa
Antasid
Antasid ialah obat yang menetralkan asam lambung sehingga berguna untuk
menghilangkan nyeri tukak peptik. Antacid tidak mengurangi volume HCl yang
dikeluarkan oleh lambung, tetapi peninggian pH akan menurunkan aktivitas pepsin.
Mula kerja antacid sangat bergantung pada kelarutan dan kecepatan netralisasi asam.
Sedangkan kecepatan pengosongan lambung sangat menentukan masa kerjanya.
Semua antacid meningkatkan produksi HCl berdasarkan kenaikan pH yang
meningkatkan aktivitas gastrin. Antacid dibagi dalam 2 golongan, yaitu
:
1. Antasid sistemik
Antasid sistemik diabsorpsi didalam usus halus sehingga menyebabkan urin
bersifat alkalis. Pada pasien dengan kelainan ginjal, dapat terjadi alkalosis
metabolic.
o Natrium Bikarbonat
Natrium bikarbonat cepat menetralkan HCl lambung karena daya larutnya
tinggi. Karbondioksida yang terbentuk dalam lambung akan menimbulkan
sendawa. Distensi lambung dapat terjadi, dan dapat menimbulkan perforasi.
Selain dapat menimbulkan alkalosis metabolic, obat ini juga dapat
menyebabkan retensi natrium dan edema.
2. Antasid non-sistemik
Antasid non-sistemik hampir tidak diabsorpsi dalam usus sehingga tidak
menimbulkan alkalosis metabolik.
o Aluminium Hidroksida (Al(OH)3)
Daya menetralkan asam lambungnya lambat, tetapi masa kerjanya lebih
panjang. Al(OH)3 dan sediaan Al lainnya bereaksi dengan fosfat membentuk
aluminium fosfat yang sukar diabsorpsi di usus kecil, sehingga ekskresi fosfat
melalui urin berkurang sedangkan melalui tinja bertambah. Ion aluminium
dapat bereaksi dengan protein sehingga bersifat astrigen. Antasid ini
mengadsorbsi pepsin dan menginaktivasinya. Efek samping Al(OH) 3 yang
utama adalah konstipasi. Ini dapat diatasi dengan memberikan antacid garam
Mg. Mual dan muntah dapat terjadi. Gangguan absorpsi fosfat dapat terjadi
sehingga menimbulkan symbol deplesi fosfat disertai osteomalasia.
Aluminium hidroksida digunakan untuk mengobati tukak peptik, nefrolitiasis
fosfat dan sebagai adsorben pada keracunan.

o Kalsium Karbonat
Kalsium karbonat merupakan antasid yang efektif, karena mula kerjanya
cepat, maka kerjanya lama dan daya menetralkan asamnya cukup tinggi.
Kalsium karbonat dapat menyebabkan konstipasi, mual, muntah, perdarahan
saluran cerna dan disfungsi ginjal dan fenomena acid rebound. Fenomena
tersebut bukan berdasar daya netralisasi asam, tapi merupakan kerja langsung
kalsium di antrum yang mensekresi gastrin yang merangsang sel parietal yang
mengeluarkan HCl. Sebagai akibatnya, sekresi asam pada malam hari akan
sangat tinggi yang akan mengurangi efek netralisasi obat ini. Efek serius yang
dapat terjadi adalah hiperkalsemia, kalsifikasi metastatic, alkalosis, azotemia.
o Magnesium Hidroksida (Mg(OH)2)
Magnesium hidroksida digunakan sebagai katartik dan antacid. Obat ini
praktis tidak larut dan tidak efektif sebelum obat ini bereaksi dengan HCl
membentuk MgCl2. Magnesium hidroksida yang tidak bereaksi akan tetap
berada dalam lambung dan akan menetralkan HCl yang disekresi belakangan
sehingga masa kerjanya lama. Pemberian kronik magnesium hidroksida akan
menyebabkan diare akibat efek katartiknya, sebab magnesium yang larut tidak
diabsorpsi, tetap berada dalam usus dan akan menarik air.
o Magnesium Trisilikat
Silikon dioksid berupa gel yang terbentuk dalam lambung diduga
berfungsi menutup tukak. Sebanyak 7% silica dari magnesium trisilikat akan
diabsorpsi melalui usus dan diekskresi dalam urin. Silica gel dan magnesium
trisilikat merupakan adsorben yang baik; tidak hanya mengadsorpsi pepsin
tapi juga protein dan besi dalam makanan. Dosis tinggi magnesium trisilikat
menyebabkan diare. Banyak dilaporkan terjadinya batu silikat setelah
penggunaan kronik magnesium trisilikat.

Obat penghambat sekresi asam lambung


1. Penghambat pompa proton (PPI)
Obat ini bekerja di proses akhir produksi asam lambung, lebih distal dari AMP.
Saat ini yang digunakan di klinik adalah omeprazol, esomeprazol, lansoprazol,
rabeprazol, dan pantoprazol. Penghambat pompa proton adalah suatu prodrug
yang membutuhkan suasana asam untuk aktivasinya. Setelah diabsorpsi dan
masuk ke sirkulasi sitemik obat ini akan berdifusi ke sel parietal lambung,

terkumpul di kanalikuli sekretoar dan mengalami aktivasi disitu menjadi bentuk


sulfonamide tetrasiklik. Bentuk aktif ini berikatan dengan gugus sulfihidril enzim
H+K+ ATPase (pompa proton) dan berada di membrane apical sel parietal. Ikatan
ini menyebabkan terjadinya penghambatan enzim tersebut. Efek samping yang
umum terjadi adalah mual, nyeri parut, konstipasi, dan diare. Dilaporkan pula
terjadi myopati subakut, artralgia, sakit kepala dan ruam kulit.

2. Sucralfate.
Cara kerjanya adalah dengan membentuk selaput pelindung di dasar ulkus untuk
mempercepat penyembuhan. Sangat efektif untuk mengobati ulkus peptikum dan
merupakan pilihan kedua dari antasid. Sucralfate diminum 3-4 kali/hari dan tidak
diserap ke dalam darah, sehingga efek sampingnya sedikit, tetapi bisa menyebabkan
sembelit.

3. Antagonis H2.
Contohnya adalah cimetidine, ranitidine, famotidine dan nizatidine. Obat ini
mempercepat penyembuhan ulkus dengan mengurangi jumlah asam dan enzim
pencernaan di dalam lambung dan duodenum. Diminum 1 kali/hari dan beberapa
diantaranya bisa diperoleh tanpa resep dokter. Pada pria cimetidine bisa menyebabkan
pembesaran payudara yang bersifat sementara dan jika diminum dalam waktu lama
dengan
dosis
yang
tinggi
bisa
menyebabkan
impotensi.
Perubahan mental (terutama pada penderita usia lanjut), diare, ruam, demam dan
nyeri otot telah dilaporkan terjadi pada 1% penderita yang mengkonsumsi cimetidine.
Jika penderita mengalami salah satu dari efek samping tersebut diatas, maka
sebaiknya cimetidine diganti dengan antagonis H2 lainnya. Cimetidine bisa
mempengaruhi pembuangan obat tertentu dari tubuh (misalnya teofilin untuk asma,
warfarin untuk pembekuan darah dan phenytoin untuk kejang).

Obat yang meningkatkan pertahanan mukosa lambung


2. Sulkralfat

Senyawa aluminium sukrosa sulfat ini membentuk polimer mirip lem dalam
suasana asam dan terikat pada jaringan nekrotik tukak secara selektif. Sulkralfat
hampir tidak diabsorpsi secara sistemik. Obat yang bekerja sebagai sawar terhadap
HCl dan pepsin ini terutama efektif terhadap tukak duodenum. Karena suasana asam
perlu untuk mengaktifkan obat ini, maka pemberian bersama AH2 atau antasid
menurunkan biovailabilitas. Efek samping yang tersering adalah konstipasi. Karena
sulkralfat mengandung aluminium, penggunaannya pada pasien gagal ginjal harus
hati-hati.

Antibiotik Untuk H. pylori


Terdapat beberapa regimen dalam mengatasi infeksi H. pylori. Yang paling sering
digunakan adalah kombinasi dari antibiotik dan penghambat pompa proton. Terkadang
ditambahkan pula bismuth subsalycilate. Antibiotik berfungsi untuk membunuh bakteri,
penghambat pompa proton berfungsi untuk meringankan rasa sakit, mual,
menyembuhkan inflamasi dan meningkatkan efektifitas antibiotik.
Terapi terhadap infeksi H. pylori tidak selalu berhasil, kecepatan untuk membunuh
H. pylori sangat beragam, bergantung pada regimen yang digunakan. Akan tetapi
kombinasi dari tiga obat tampaknya lebih efektif daripada kombinasi dua obat. Terapi
dalam jangka waktu yang lama (terapi selama 2 minggu dibandingkan dengan 10 hari)
juga tampaknya meningkatkan efektifitas.
Untuk memastikan H. pylori sudah hilang, dapat dilakukan pemeriksaan kembali
setelah terapi dilaksanakan. Pemeriksaan pernapasan dan pemeriksaan feces adalah dua
jenis pemeriksaan yang sering dipakai untuk memastikan sudah tidak adanya H. pylori.
Pemeriksaan darah akan menunjukkan hasil yang positif selama beberapa bulan atau
bahkan lebih walaupun pada kenyataanya bakteri tersebut sudah hilang.
Terapi lini pertama

Urutan prioritas
o PPI + amoksisilin + kklaritromisin
o PPI + metronidazol + klaritromisin
o PPI + metronidazol + tetrasiklin
Pengobatan dilakukan selama satu minggu.

Terapi lini kedua atau terapi kuadrupel


Terapi lini kedua dilakukan jika terdapat kegagalan pada lini pertama. Kriteria gagal
adalah 4 minggu pasca terapi, kuman H.pylori tetap positif berdasarkan pemeriksaan
UBT/HpSA atau histopatologi.

Urutan prioritas
o Collodial bismuth subcitrate + PPI + amoksisilin + kklaritromisin
o Collodial bismuth subcitrate + PPI + metronidazol + klaritromisin
o Collodial bismuth subcitrate + PPI + metronidazol + tetrasiklin

Bila terapi lini kedua gagal sangat dianjurkan pemeriksaan kultur dan resistensi H.pylori
dengan media transport MIU.

3. Pembedahan
Jarang diperlukan pembedahan untuk mengatasi ulkus karena pemberian obat sudah
efektif.
Pembedahan terutama dilakukan untuk:
o mengatasi komplikasi dari ulkus peptikum (misalnya prforasi,
penyumbatan yang tidak memberikan respon terhadap pemberian obat
atau mengalami kekambuhan)
o 2 kali atau lebih perdarahan karena ulkus
o ulkus gastrikum yang dicurigai akan menjadi ganas
o ulkus peptikum yang berat dan sering kambuhan.
Tetapi setelah dilakukan pembedahan, ulkus masih dapat kambuh dan dapat timbul
masalah-masalah lain seperti pencernaan yang buruk, anemia dan penurunan berat badan.

DAFTAR PUSTAKA

Ganong, W.F . 2008 . Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 22. EGC. Jakarta.
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem ed. 2. EGC.Jakarta.

Sudoyo, Aru W., Bambang Setyohadi, dkk., 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1
ed. 4, Interna Publishing. Jakarta.
Gunawan, Gan Sulistia. 2009. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta
Prince, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep-konsep penyakit Volume 1 Edisi 6,
EGC. Jakarta
Murray, Robert K. 2009. Biokimia Harper Edisi 27. EGC. Jakarta

También podría gustarte