Está en la página 1de 22

COLORECTAL INJURY

DISUSUN OLEH
ANDIK SUNARYANTO
NIM. 0402005114
Pembimbing: dr. WAYAN PERIADIJAYA, Sp. B

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNVERSITAS UDAYANA
RS SANGLAH DENPASAR
2008

KATA PENGANTAR
Pertama-tama kita panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan YME karena hanya dengan
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas reading
ilmiah ini. Adapun judul yang penulis ambil dalam karya tulis ini adalah .Colorectal
Injury.
Karya ilmiah ini disusun dalam rangka mengikuti reading stase bedah. Karya ilmiah ini
mengacu pada sumber pustaka terbaru mengenai penatalaksanaan injuri kolorektal. Karya
ilmiah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang penatalaksanaan injuri
kolorektal dalam dunia kedokteran.
Terwujudnya karya ilmiah ini tidak terlepas dari dorongan serta bantuan dari berbagai
pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih
kepada :
1. Orang tua kami
2. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
3. Dosen pembimbing kami, dr. Wayan Periadijaya, Sp.B
4. Staf pegawai di lingkungan SMF Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
5. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan karya ilmiah ini.
Penulis menyadari akan keterbatasan dan kekurangan yang dimiliki yang membuat karya
ilmiah ini sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dalam rangka penyempurnaan karya ilmiah ini.
Denpasar, Oktober 2008
Penulis

DAFTAR ISI
Halaman Judul..................................................................................................

Kata Pengantar.................................................................................................

ii

Daftar Isi ...........................................................................................................

iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..............................................................................

1.2 Rumusan Masalah .........................................................................

1.3 Tujuan ............................................................................................

1.4 Manfaat ..........................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Gambaran Umum Injuri Kolorektal............................................

2.2 Injuri Kolon ...................................................................................

2.3 Injuri Rektal ..................................................................................

13

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ......................................................................................... 18
Daftar Pustaka

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


njuri kolorektal merupakan salah satu masalah bedah yang serius. Banyak dari
prinsip-prinsip bedah diaplikasikan berdasarkan pengalaman perang dunia II
dan perang Korea. Injuri kolorektal sering memberikan tantangan tersendiri. Tantangan
dalam mengontrol insiden terjadinya komplikasi terhadap sepsis dan mortalitas melalui
pemilihan prinsip pembedahan yang tepat. 1,2
Salah satu prinsip yang digunakan pada masa perang dulu adalah kolostomi.
Meskipun praktek kolostomi secara dramatis menurunkan angka mortalitas, perhatian
sekarang ditujukan pada angka morbiditas yang berhubungan dengan kolostomi.
Keterlambatan untuk melakukan kolostomi serta penutupan dini kolostomi menyebabkan
terjadinya komplikasi seperti; infeksi luka, fistula feses, putusnya anastomosis.

Penelitian Thal menunjukkan rata-rata morbiditas adalah 17,3% dengan 8% akibat


infeksi, 2,7% akibat kebocoran anstomis termasuk fistula, dan 0,2% mortalitas dalam 486
pasien.. Terdapat sejumlah laporan dari keberhasilan manajemen terhadap injuri kolon
dengan primary repair tanpa kolostomi. 2
Dari latar belakang diatas maka melalui tulisan ini akan dikaji lebih mendalam
tentang penatalaksanaan injuri kolorektal. Melalui prinsip pembedahan yang tepat dan
benar, maka akan mengurangi dampak mortalitas dan morbiditas pada kasus ini. Untuk
itu, pembahasan mendalam melalui karya penulisan tentang penatalaksanaan injuri
kolorektal memiliki urgensi besar dalam mewujudkan hal tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dibahas adalah:
1. Bagaimanakah penatalaksanaan kasus injuri kolon dari segi ilmu bedah?
2. Bagaimanakah penatalaksanaan kasus injuri rektal dari segi ilmu bedah?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah:
1. Mengetahui penatalaksanaan kasus injuri kolon dari segi ilmu bedah.
2. Mengetahui penatalaksanaan kasus injuri rektal dari segi ilmu bedah.
1.4 Manfaat
1. Manfaat Teoritis:
Meningkatkan pengetahuan bedah terhadap penatalaksanaan kasus injuri
kolorektal.
2. Manfaat Praktis:
Penulisan ini diharapkan dapat meningkatkan profesionalisme tenaga medis
dalam hal menerapkan kaidah-kaidah ilmu bedah yang tepat dan efisien
berdasarkan evidence based medicine pada kasus injuri kolorektal.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Umum Injuri Kolorektal


Injuri kolorektal masih menjadi tantangan tersendiri pada ilmu bedah. Tantangan
ini dikarenakan tantangan dalam mengontrol peningkatan insiden morbiditas seperti
komplikasi sepsis dan mortalitas akibat tindakan bedah. Tantangan lain, tidak seperti pada
usus halus, anastomosis akibat injuri kolorektal lebih berbahaya akibat terputusnya serta
terjadinya kebocoran anastomosis. Hal ini disebabkan oleh berbagai alasan: 2
1. Faktor anatomis
a. Adanya taenia coli, serat longitudinal pada tunika muskularis kolon dan
memanjang dari pangkal appendix vermiformis ke rectum taenia coli, membuat
kolon menjadi distensi, sehingga membuat dinding menjadi lebih tipis, sehingga
garis-jahitan tidak dapat menahan tekanan tinggi dan rentan terhadap kebocoran.
b. Usus halus yang berperan utama dalam fungsi absorpsi, secara alamiah lebih
vaskuler daripada kolon.

Gambar 2.1 Anatomi Kolorektal 12

2. Faktor fisiologis
Tidak seperti usus halus, dimana tekanan intraluminal meningkat secara gradual
karena adanya gelombang peristaltik, tetapi tekanan intraluminal meningkat tiba-tiba
dalam kolon oleh karena pergerakan massa.
3. Konten (isi)
Akibat dari perjalanan pencernaan makanan dari kolon kanan ke kiri, sehingga isi
(feses) menjadi lebih solid, sehingga meningkatkan peluang dalam merobek garis-jahitan.
4. Huge bacterial load
Berkaitan dengan kontaminasi fekal, yang lebih tinggi pada daerah kolorektal
daripada usus halus.
Selama perang sipil Amerika, mortalitas akibat trauma kolon mendekati 100%.
Pada waktu perang dunia I, ketika primary repair dipraktekkan pada semua tipe injuri
kolon, mortalitas menurun menjadi 60%. Ketika kolostomi mulai diperkenalkan oleh
Ogilvie, mortalitas turun menjadi 37% pada waktu perang dunia II. Kecepatan evakuasi
korban dan dukungan suportif yang baik, menurunkan angka kematian menjadi 12%
selama perang Korea dan Vietnam. Pada masa damai sekarang, mortalitas menjadi
berkisar dari 3-5%. 1,2,3.

2.2 Injuri Kolon


2.2.1 Etiologi
Sedikitnya sekitar 95% injuri kolon disebabkan oleh trauma tembus dari senjata,
luka tikam, iatrogenik, atau sexual injuri. Trauma tumpul sangat jarang, dan biasanya
dihasilkan akibat sabuk pengaman dari kecelakaan kendaraan. 11
1. Trauma tajam
Bisa berupa luka tusuk atau luka tembak. Pada pertengahan pertama abad ke-20,
mortalitas akibat injuri kolorektal mencapai 90%.1 Di India, utamanya disebabkan oleh
karena luka tikam dengan senjata tajam. Di Amerika Serikat, injuri akibat senjata api oleh
ulah terorisme, merupakan hal yang umum terjadi.2 Di Inggris, trauma tajam biasanya
oleh karena tikaman dan jarang akibat peluru pistol kecepataan rendah. Injuri kolon
sekitar 10% dari tikaman abdomen, kolon tranversum merupakan segmen yang paling

rentan. Lebih serius lagi adalah injuri akibat peluru senapan kecepatan tinggi, dan
pecahan bom. 3
2. Trauma tumpul
Trauma tumpul jarang terjadi pada kolon, namun trauma tumpul dapat
menyebabkan perforasi kolon atau injuri pada mesenterium yang menyebabkan
devaskulerisasi intestinal. 1 Kebanyakan injuri anorektal dihasilkan oleh trauma tumpul,
sedangkan injuri kolon mayoritas akibat trauma tajam.

Di Inggris, injuri kolon < 5%

pada pasien dengan trauma abdominal tumpul pada kasus kecelakaan lalu lintas. 3
3. Iatrogenik 1
Misalnya injuri intraoperative khususnya operasi pelvis, injuri dari barium enema,
dan perforasi kolonoskopi.
2.2.2 Diagnosis
Dugaan terjadinya luka dalam biasanya pada kasus akibat trauma tajam. Injuri
pada kolon biasanya didiagnosa selama laparotomi pada trauma tajam. Pemeriksaan
radiografi abdominal melihat udara bebas dan mendeteksi lokasi objek yang mengalami
injuri. Triple-contrast computed tomography (CT) atau soluble contrast radiograph
(barium) dapat mendiagnosa injuri kolon retroperitoneal. Sel darah putih atau material
fekal yang tinggi pada DPL (Diagnostioc Peritoneal Lavage), memberikan dugaan
adanya injuri kolon. 11 Luka pada punggung dan regio gluteal sering mengecohkan apakah
terjadi injuri pada daerah kolorektal, sehingga perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut. 1
Informasi yang diperlukan dari pasien antara lain: 3
-

Medical history pasien

Mekanisme injuri:

Tikaman/tertembak

Pada kecelakaan lalu lintas:


1. Kecepatan kendaraan
2. Mekanisme tubrukan
3. Keterlibatan steer dan sabuk pengaman

Peluru dengan kecepatan tinggi sering merusak struktur jaringan (injuri intra
abdominal multiple), dan hilangnya jaringan disekitar injuri, hal ini dikarenakan

pengaruh tekanan dan efek tajam yang lebih besar, dibandingkan peluru dengan
kecepatan rendah. Sehingga pasien yang datang akibat trauma tajam-peluru kecepatan
tinggi membutuhkan eksplorasi abdomen segera. Eksplorasi lokal luka trauma untuk
membuktikan trauma tajam peritoneal dan penggunaan pemeriksaan penunjang lainnya
secara bijaksana seperti USG, CT scan, dan laparoskopi, dapat membantu dalam
membuat keputusan diagnosis.2
2.2.3 Manajemen Terapi
1. Tujuan Terapi
Tujuan terapi pasien adalah untuk survival pasien; meminimalkan morbiditas,
kontinuitas dan rehabilitasi intestinal, dalam waktu penanganan secepat mungkin.
Kadangkala semua tujuan ini dapat dilakukan dengan prosedur tunggal, tetapi sering,
dokter juga terpaksa mengorbankan kontinuitas intestinal untuk kepentingan survival
pasien.

Manajemen spesifik injuri kolon tergantung dari penyebab injuri dan temuan

pada laparotomi. Pilihan pembedahan tergantung dari kondisi umum pasien, tempat dan
keparahan injuri penyerta, durasi dan derajat kontaminasi peritoneal, tempat dan luas
injuri kolon, luas massa feses, dan pengalaman ahli bedah. 8
2 Faktor-faktor Keberhasilan Outcome
Prosedur operasi akan menghasilkan outcome yang baik, tergantung dari banyak
faktor antara lain: 2.4
1. Tingkat keparahan dan syok
Menyebakan kehilangan banyak darah. Meningkatkan insiden rusaknya anastomosis.
2. Kontaminasi fekal
George membagi kedalam tiga kategori: (1) Ringan: terlokalisasi, (2) Sedang:
terlokalisasi pada satu kuadran (3) Berat:Tersebar luas (generalisasi).
3. Jumlah injuri
Injuri lebih dari dua tempat berhubungan dengan meningkatnya komplikasi sepsis dan
mortalitas.
4. Keterlambatan penanganan

Apabila terjadi keterlambatan, akan meningkatkan kontaminasi fekal dan hilangnya


darah. Resiko meningkat secara signifikan ketika keterlambatan penanganan lebih
dari 6-8 jam.
5. Usia
Pasien usia lebih dari 40 tahun meningkatkan resiko kematian.
6. Tranfusi
Pasien dengan lebih empat tranfusi darah cenderung memiliki komplikasi lebih
banyak.
7. Tipe trauma
Trauma tumpul atau tajam, Trauma tumpul beresiko memberikan mortalitas lebih
tinggi karena insisden dari organ-organ yang terkena lebih tinggi, injuri yang
berlebihan, serta keterlambatan diagnosis. Pada injuri akibat trauma tumpul,
umumnya tidak cocok dilakukan primary repair. Sementara pada trauma tajam,
seperti akibat luka tikam, injuri lebih jelas terlihat, serta dapat didiagnosa serta
diobati lebih awal, sehingga cocok untuk dilakukan primary repair.
8. Lokasi injuri
Kolon ascenden lebih cocok dilakukan penutupan primer oleh karena isi (feses)
masih lebih liquid serta sedikit bakterial load. Tetapi paper penelitian baru-baru ini
menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan hasil pengobatan. 2
9. Faktor infeksi dan oksigen
Infeksi adalah alasan utama kegagalan penyembuhan anastomosis kolon. Sehingga
sebelum operasi, pasien puasa untuk mengurangi massa feses sebagai dasar
kontaminasi. Suplai oksigen yang buruk mempengaruhi lama penyembuhan dan
mengurangi resistensi terhadap infeksi. Gangguan suplai ini dapat disebabkan
karena hipotensi, penyakit kardiopulmonari, ligasi mesenteric vessel, atau akibat
hematoma/kontusio akibat keparahan traumatik.. 4

3 Pilihan Teknik Pembedahan

10

Ada beberapa dasar yang dipakai pada penentuan pilihan pembedahan tergantung
dari derajat keparahan. Dibawah ini adalah skor tingkat keparahan injuri kolorektal,
dimana skor 1-5 indikasi dilakukan penutupan primer, sementara skor 6 keatas
merupakan kontra indikasinya. 8

Tabel 1. Skor Keparahan Injuri Kolorektal 8


Klasifikasi intraoperatif dari injuri kolon (skor-Flint) 6
1.

Grade 1

Grade Injuri Kolon (Skor Flint) (VI)


Injuri terisolasi, kontaminasi minimal, tanpa syok,

2.

Grade 2

keterlambatan minimal
Perforasi terus menerus, laserasi, kontaminasi sedang

3.

Grade 3

Hilangnya

jaringan

yang

parah,

devaskulerisasi,

kontaminasi luas.
Grade 1 dengan morbiditas terkecil, lebih cocok dilakukan primary repair tanpa
diversi. Standar pendekatan primary repair yaitu dengan jahitan satu lapisan tranversal
setelah debridemen tepi luka. 5,6 Pada grade 2 dan 3, dilakukan eksteriorisasi dengan atau
tanpa kolostomi, reseksi, dan kolostomi dengan fistula mukosa, atau prosedur Hartman. 6
Terdapat tiga pilihan dalam melakukan manajemen injuri kolon yaitu:
1. Primary Repair

11

Menjahit sisi dinding perforasi atau reseksi dan anastomosis primer pada injuri
yang lebih komplek. Primary repair cukup aman dan efektif pada sebagian besar kasus
injuri kolon.

11

Primary repair memiliki keuntungan multiple; (1) alasan sosial dan

budaya, lebih diterima pasien daripada kolostomi, (2) masalah penggunaan stoma bag
dan stoma care tidak lagi ada dibanding kolostomi. 5
Primary repair/resection terhadap injuri kolon diperkenalkan oleh Woodhall dan
Ochsner pada 1951, tetapi teknik ini secara aman hanya digunakan pada kasus-kasus
tertentu untuk menghindari kolostomi.

Morbiditas yang tinggi akibat penutupan

kolostomi serta ketidaknyamanan pasien menjadi alasan lain kolostomi tidak digunakan
pada kasus tertentu. Kriteria yang digunakan untuk melakukan primary repair antara lain
interval kejadian kurang dari 6 jam, luka kecil, bersih, dengan sedikit kerusakan jaringan,
kontaminasi fekal yang minimal, injuri penyerta < 2, tidak ada syok, serta pasien dalam
kondisi stabil.

disarankan agar primary repair/resection dibatasi pada kolon kiri

dibanding pada kolon kanan.

4,9

Terdapat kontrovesi mengenai pendapat bahwa injuri

pada kolon kanan lebih baik daripada kolon kiri. Alasan bahwa injuri kolon kanan lebih
baik dibanding injuri kolon kiri adalah mungkin karena perbedaan anatomosis dan
fisiologis.9
Pembeda

Kolon kanan

Kolon kiri

Embriologi

Berkembang dari midgut

Berkembang dari hindgut

perkembangan
Suplai darah

Dari

Innervasi saraf

superior
Diinervasi oleh saraf vagus

inferior
Diinervasi

Lebih cair
Dinding lebih tipis
Lebih sedikit

parasimpatetik
Lebih solid
Lebih tebal
Lebih banyak

4
5
6

Konten
Anatomi
Konsentrasi bakteri

arteri

mesenterik Dari

arteri

mesenterik
oleh

sacral

Pada penelitian yang dilakukan oleh Thompson, dkk, yang membandingkan


trauma tembus pada kolon kanan (50 kasus) dan kiri (55 kasus) dari tahun 1975-1980.
Didapatkan hasil pasien dengan primary repair/resection (52% vs 45%), repair/reseksi
dengan ekteriorisasi (20% vs 22%), dan kolostomi (28 vs 33%) membandingkan antara

12

kolon kanan dan kolon kiri. Dengan hasil pada kolon kanan dibanding kolon kiri; ratarata morbiditas 32% vs 33%; rata-rata mortalitas 2% vs 4%. Dari temuan itu, meskipun
secara anatomis dan fisiologis berbeda, taruma tembus anatara kolon kanan dan kiri
sebaiknya ditangani dengan cara yang sama. 9
Kontroversi juga terjadi mengenai penerapan primary repair vs kolostomi
manajemen awal pada injuri kolon di masyarakat luas (masa damai saat ini). Penelitian
Burch, dkk, mendapatkan bahwa angka mortalitas dan morbiditas pada pasien dengan
primary repair lebih rendah daripada kolostomi (p < 0,01). Abses abdominal terjadi lebih
kecil pada pasien dengan primary repair dari pada kolostomi (p < 0,01). Penggunaan
ekteriorisasi berhasil menghindari pasien dari kolostomi pada 59% dari 727 pasien.
Exteriozed repair tetap berguna tetapi hanya berlaku apabila kolon dapat ditutup secara
primer dan ahli bedah yakin tentang keamanan repair yang dilakukan. 10
Sebelum melakukan primary repair, perlu diperhatikan kontra indikasi primary
repair yaitu: 2,3
1. Syok
2. Keterlambatan penanganan > 6 jam
3. Kontaminasi fekal yang luas.
4. Haemoperitoneum > 1000 ml
5. Injuri penyerta pada organ intra-abdominal > 2
6. Injuri kolon yang membutuhkan reseksi
7. Kerusakan jaringan yang luas
Penutupan primer (primary closure) dilakukan ketika faktor resiko diatas tidak
ada. Kebanyakan injuri akibat trauma tikam pada kolon, cocok menggunakan primary
repair, karena luka potongan jelas, sehingga pasien mendapatkan pembedahan segera
tanpa keterlambatan lebih dari 6 jam. Injuri akibat trauma tumpul kolon sering
didiagnosis terlambat sehingga pembedahan juga terlambat. Injuri kolon ascenden, dapat
secara aman ditangani dengan penjahitan atau reseksi (hemikolektomi kanan). 2
2. Exteriorized Repair
Setelah melakukan perbaikan pada daerah perforasi/anastomosis, dilakukan
transposisi organ dalam keluar kebagian luar tubuh menempel dinding abdomen. Jika
garis jahitan tidak bocor setelah 10 hari, bagian kolon yang di exteriorize dikembalikan

13

kedalam rongga abdomen dibawah pengaruh anestesi lokal. Jika perbaikan repair yang
dilakukan gagal maka dilakukan kolostomi.
Primary closure or anastomosis with exteriorization of anastomosis-bearing
bowel, teknik ini diperkenalkan oleh Mason tahun 1945, dan dipopulerkan oleh
Kirkpatrick. Meskipun anastomosis ektraperitoneal sembuh dengan baik, prosedur ini
masih menyisakan kontroversi karena kadangkala berkaitan dengan terjadinya obstruksi
pada daerah yang diekteriorisasi. Hal ini berkaitan dengan terlalu sempitnya jembatan
fascia yang dibuat. Sehingga dengan menggunakan window-fascial yang lebih besar
(kira-kira 8 cm) melalui area avaskuler dari mesokolon dapat mengatasi terjadinya
obstruksi. 8

3. Kolostomi
Pembuatan lubang dengan pembedahan pada kolon, injuri kolon di exteriorize
sebagai loop kolostomi atau area yang mengalami injuri direseksi dan end-ileotomi atau
kolostomi proximal di bentuk.

11

Kolostomi tidak diperlukan pada semua pasien dengan

injuri kolon. Kolostomi per se meningkatkan morbiditas dan waktu opname di rumah

14

sakit.

Kolostomi diindikasikan pada injuri yang sangat luas, kontaminasi yang

signifikan, atau adanya injuri distal multiple yang melibatkan kolon kiri atau rektum. 2
Pada masa perang dahulu, 1943, pengobatan pada injuri kolon adalah kolostomi.
Hal ini cukup beralasan didasarkan fakta bahwa: (1) ahli bedah yang belum
berpengalaman (2) kebanyakan injuri kolon pada masa perang dihasilkan oleh peluru
kecepatan tinggi, dan ledakan dashyat, (3) pasien sering ditransfer (dirujuk) setelah terapi
emergensi awal, sehingga apabila terjadi komplikasi dijalan, maka tidak mungkin dapat
ditangani secara cepat. Sehingga wajar, surat perintah pada waktu perang, untuk
melakukan kolostomi dalam rangka mengurangi mortalitas dari injuri kolon.
Penggunaan kolostomi secara rutin pada injuri kolon dipertanyakan dalam
beberapa tahun setelah akhir perang dunia II, karena pada masa damai: (1) pengobatan
sekarang dilakukan oleh ahli bedah terlatih, (2) injuri kolon sering dihasilkan dari luka
tusuk atau luka tembak dengan peluru kecepatan rendah, dengan sedikit perforasi pada
kolon, (3) pasien umumnya langsung berada pada rumah sakit dalam pengawasan
kontinu, sehingga menghindari komplikasi diperjalanan. 10
Komplikasi yang berhubungan dengan injuri kolon adalah sebagian besar infeksi
luka (65% jika insisi yang kotor tidak dibersihkan dan tetap ditutup secara primer), abses
intraabdominal, dehiscence fascia (10%), kebocoran anastomosis (5%) dan kematian
(6%). 11

Secara ringkas manajemen injuri kolon dapat digambarkan sebagai berikut. 2

15

KETERANGAN
Faktor lokal (favourable) seperti luka bersih, tidak ada edema, minimal kontaminasi,
dan vaskularisasi baik.

16

2.3. Injuri Rektal


2.3.1 Etiologi
Sama halnya dengan injuri kolon, kebanyakan injuri rektal diakibatkan trauma
tajam. Adanya fraktur pelvis sebaiknya dicurigai pula dengan dugaan injuri rektal dan
uretra.11 Injuri rektal sering berhubungan dengan fraktur pelvis yang komplek.

Tentara

beresiko mengalami injuri rektal ketika dalam posisi pronasi. 3


2.3.2. Diagnosis
Adanya darah pada DRE (digital rectal examination), pikirkan adanya injuri
rektum.2,11 Apabila diduga terjadi trauma rektal, pasien sebaiknya dilakukan proktoskopi
untuk melihat hematoma, kontusio, laserasi, atau darah. Jika masih meragukan, uji
radiografi dengan soluble-kontras enema dapat dilakukan. 11
2.3.3 Manajemen
Injuri rektal dibagi dua yaitu intraperitoneal dan ekstraperitoneal. Bagian dari
rektum proximal sampai ke area refleksi peritoneal disebut segmen intraperitoneal. Injuri
pada daerah ini ditangani sama seperti pada injuri kolon. Daerah berbayang pada gambar
dibawah adalah daerah ektraperitoneal rektum.

11

17

Ada empat prinsip dasar penanganan injuri rektal ekstraperitoneal simple


(sederhana):
1. Diversion
Baik melalui loop atau end-sigmoid kolostomi jika perlu. Diversi aliran fekal
dapat menggunakan satu dari lima metode yaitu: (1) loop kolostomi, (2) loop kolostomi
dengan penutupan pada bagian cabang distal, bisa dengan menggunakan stapler atau
jahitan (3) end-kolostomi dan fistula mukosa, (4) prosedur Hartman, reseksi bagian yang
mengalami injuri, dengan ujung proksimal kolon ditarik keluar sebagai kolostomia,
sementara bagian disebelah distal/rektum ditutup dengan penjahitan. Kesinambungan
(kontinuitas) usus dapat dipulihkan kemudian. Teknik ini dilakukan pada pasien dengan
injuri yang parah pada kolon sigmoid distal dan injuri rektal yang luas. 7

Gambar 2.2 Teknik kolostomi 7


18

2. Repair: Jika memungkinkan.


3. Washout:
Irigasi dari rektum bagian distal dengan cairan isotonik hingga aliran bersih. Ini
berfungsi untuk membersihkan feses terutama apabila rektum penuh dengan feses.
Metode efisien untuk irigasi adalah: abdomen ditutup dengan seperti medan
operasi, pasien dalam posisi dorsal litotomi, 3 liter kantong saline diberikan dari 2-3 kaki
diatas pasien, serta tuba irigasi dimasukkan ke dalam kolostomi distal. Dokter bedah
berdiri diantara kaki pasien, kemudian tangan membuka anus, lalu cairan saline dibuka
untuk irigasi, sementara tangan dokter bedah mempertahankan anus terbuka. Kegagalan
mempertahankan anus terbuka selama irigasi menyebabkan aliran refluk kemabali
melalui lubang kolostomi dan mengkontaminasi dinding abdominal, lebih dari itu,
tekanan yang dihasilkan oleh irigasi secara teori akan mengalirkan feses dan akan
mengkontaminasi daerah irigasi melalui luka yang tidak dijahit kedalam jaringan
ekstrarektal. 6-9 liter cairan irigasi kadangkala diperlukan untuk membuang material
feses. Pada akhir irigasi, bagian distal kolostomi ditutup. 7

19

4. Drainase
Drainase presacral space dilakukan sebagai langkah akhir operasi. Insisi 3-5cm
dibuat diantara coccyx dan posterior margin spinter anal, dan diteruskan melewati fascia
endopelvik (Waldeyers fascia). Insisi retroanal sebaiknya digunakan untuk menempatkan
Penrose atau drain closed-suction didekat tempat perforasi. Drain dibuang antara hari ke5 sampai 10 post operasi. 7

Penanganan injuri rektal komplek adalah dengan reseksi abdominoperitoneal, di


lakukan apabila trauma pelvis yang masif, spincter anal hancur, seperti luka tembus
peluru shot-gun yang menghancurkan anus dan rektum ekstraperitoneal.

7,11

Lihat gambar

dibawah. 7

Komplikasi yang sering terjadi pada injuri rektal sama dengan injuri kolon. Dapat
terjadi pula pelvis-osteomyelitis. Pada kasus ini, debridemen sangat penting dilakukan,
serta antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur diberikan selama 2-3 bulan. 11

20

BAB III
PENUTUP
3.1

Kesimpulan
Dari kajian diatas, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1.

Manajemen injuri kolon ada tiga pilihan yaitu: primary repair, exteriorized
repair, dan kolostomi

2.

Manajemen injuri rektal yaitu: pada injuri intraperitoneal sama dengan


penatalaksananan injuri kolon. Sementara pada injuri ekstraperitoneal
dilakukan diversi kolostomi, repair, irigasi, serta drainase presacral space.
Reseksi abdominoperitoneal dilakukan pada trauma pelvis masif / hancurnya
spincter anal.

21

DAFTAR PUSTAKA
1. Brunicardi C, Andersen DK. Schwartzs principles of surgery. 8th ed. New York: Mc
Graw-Hil Companies; 2005. p.1112-1113.
2. Dharap SB, Satoskar RR. Colorectal injuries. Issue special. Department of Surgery,
LTM Medical College dan LTMG Hospital, Mumbai. 2005.
3. Stokes M, Jones DJ. ABC of Colorectal diseases; colorectal trauma. BMJ
1992;305:303-306.
4. Schrock TR, Trunkey DD, Blaisdell FW. Injuries of colon and rectum. Trauma rounds
1975;236-239.
5. Morels R, Pont M, Ean S, Vitharit M, Vuthy C, Roy S, dkk. Wartime colon injuries:
primary repair or colostomy. Journal of Royal Society of Medicine 1994;265-267.
6. Flint LM, Vitale GC, Richardson D, Polk HC. The injured colon: relationships of
management to complications. Annual Meeting of The Southern Surgical Association
1980;619-622.
7. Burch JM, Feliciano DV, Mattox KL. Colostomy and drainage for civilian rectal
injuries: is that all? Annual Meeting of The Southern Surgical Association 1988;600610.
8. Hanna SS, Jirsch DW. Management of colonic and rectal injuries. CMA journal
1979;120;1387-1391.
9. Thompson JS, Moore EE, Moore JB. Comparison of penetrating injuries of right and
left colon. Departement of Surgery denver General Hospital. 1980;414-417
10. Burch JM, Brock JC, Gevirtzman L, Felicio DV, Mattox KL, Jordan GL, dkk. The
injured colon. Annual Meeting of The Southern Surgical Association 1985;701-708.
11. Alden H, Charles A, Eugene ME Abernathy's Surgical Secrets, Updated Edition
(Book w/ Student Consult). Elsevier Mosby; 5th Bk&Acc edition 2004;138-140.
12. Kent

Van

de

Graaff.

Van

de

Graaff

Human

Anatomy.

6th

edition

McGraw-Hill.2001

22

También podría gustarte