Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
Oleh :
Trijati Puspita Lestari
NIM. 105070207131003
BAB 1
KONSEP MEDIS
1.1
DEFINISI
Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat
kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.
Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai kejang dan atau koma yang timbul
akibat kelainan neurologi (Kapita Selekta Kedokteran edisi ke-3).
Preeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya
perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan
hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria
(Cunningham, et al, 2007). Hipertensi ialah tekanan darah 140/90 mmHg. Dengan
catatan, pengukuran darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam.
Sedangkan proteinuria adalah adanya 300 mg protein dalam urin 24 jam atau sama
dengan 1+ dipstick (Angsar, 2008).
Preeklampsia berat ialah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik 160
mmHg dan tekanan darah diastolik 110 mmHg disertai proteinuria 5 g/ 24 jam atau
kualitatif 4+. Sedangkan pasien yang sebelumnya mengalami preeclampsia kemudian
disertai kejang dinamakan eklampsia (Angsar, 2008). Penggolongan preeclampsia
menjadi preeclampsia ringan dan preeclampsia berat dapat menyesatkan karena
preeclampsia ringan dalam waktu yang relative singkat dapat berkembang menjadi
preeclampsia berat (Cunningham, et al, 2007).
1.2
KLASIFIKASI
Klasifikasi pre eklamsia dibagi menjadi 2 yaitu sebagai berikut:
a. Pre eklamsia ringan
Pre eklamsia ringan ditandai dengan:
1) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring
terlentang; kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih dari tensi baseline (tensi
sebelum kehamilan 20 minggu); dan kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara
pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa
1 jam, atau berada dalam interval 4-6 jam.
2) Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; kenaikan berat badan 1 kg atau lebih
dalam seminggu.
3) Proteinuria kuantatif 0,3 gr atau lebih per liter; kualitatif 1 + atau 2 + pada urin
kateter atau midstream (aliran tengah).
b. Pre eklamsia berat
Pre eklamsia berat ditandai dengan:
1) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
2) Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.
3) Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam .
Muntah-muntah
Nyeri epigastrium karena regangan selaput hati oleh haemorrhagia atau oedema,
atau sakit karena perubahan pada lambung
Gangguan penglihatan: penglihatan menjadi kabur sampai terkadang buta. Hal
ETIOLOGI
Setiap teori mengenai etiologi dan patofisiologi preeclampsia harus dapat
menjelaskan alasan mengapa hipertensi pada kehamilan cenderung terjadi pada:
Wanita yang terpapar oleh vili korionik dalam jumlah besar, seperti pada kehamilan
kembar atau kehamilan mola.
Wanita dengan predisposisi genetic ada yang pernah menderita hipertensi selama
kehamilan.
Vili korionik yang dapat mencetuskan preeclampsia tidak harus berada di
dalam rahim. Sedangkan ada atau tidaknya janin bukanlah suatu syarat untuk
terjadinya preeklampsia. Namun demikian, terlepas dari etiologinya, kaskade peristiwa
yang mengarah ke sindrom preeklampsia ditandai dengan sejumlah kelainan yang
mengakibatkan kerusakan endotel vaskular dengan vasospasme, transudasi plasma,
dan sequelae iskemik dan trombotik. Menurut Sibai (2003), penyebab potensial saat
ini masuk akal adalah sebagai berikut:
1. Invasi trofoblas abnormal pada pembuluh darah rahim.
2. Intoleransi imunologi antara jaringan ibu dan fetoplacental.
3. Maladaptasi ibu terhadap perubahan kardiovaskular atau perubahan respon
inflamasi dari kehamilan normal.
4. Faktor defisiensi nutrisi.
5. Faktor genetic (Cunningham, et al, 2007).
1.3.1 Invasi trofoblas abnormal
Pada implantasi normal, arteri spiralis uterus mengalami remodelling akibat
invasi endovascular trophoblasts ke dalam lapisan otot arteri spiralis. Hal ini
menimbulkan degenerasi lapisan otot arteri spiralis
distensi (Gambar 2.1). Pada preeclampsia, terjadi invasi trofoblas namun tidak
sempurna dan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis.
Dalam hal ini, hanya pembuluh darah desidua (bukan pembuluh darah miometrium)
yang dilapisi oleh endovaskuler trofoblas. Akibatnya, lapisan otot arteri spiralis tetap
kaku dan keras serta tidak memungkinkan untuk mengalami distensi dan dilatasi. Ini
menciptkan suatu keadaan di mana arteri spiralis mengalami vasokonstriksi relative.
Madzali dan rekannya (2000) menunjukkan bahwa keparahan defek invasi trofoblas
pada arteri spiralis berkaitan dengan keparahan hipertensi (Cunningham, et al, 2007).
Gambar 2.2 Prerbandingan remodelling arteri spiralis pada kehamilan normal dan preeclampsia. Tampak
pada gambar bahwa pada preeclampsia terjadi remodeling yang tidak sempurna sehingga arteri spiralis
relative menjadi lebih konstriksi. (Cunningham, et al, 2007)
De wolf dan rekannya (1980) mengamati arteri-arteri yang diambil dari sisi
implantasi plasenta dengan menggunakan mikroskop electron. Mereka menemukan
bahwa perubahan preeklampsi pada tahap awal termasuk kerusakan endotel, insudasi
plasma ke dalam pembuluh darah, proliferasi sel-sel miointima, dan nekrosis medial.
Mereka menemukan adanya lipid yang trerakumulasi di dalam sel-sel miointima
kemudian di dalam makrofag. Dalam gambar 2.3 tampak sel-sel lipid bersama sel
inflamasi lainnya di dalam pembuluh darah dinamakan atherosis. Biasanya, pembuluh
darah yang terkena atherosis akan berkembang menjadi aneurisma dan seringkali
berkaitan dengan arteriola spiralis yang gagal untuk melakukan adaptasi. Obstruksi
pada lumen arteriola spiralis oleh atherosis dapat mengganggu aliran darah plasenta.
Hal inilah yang membuat perfusi plasenta menurun dan menyebabkan terjadinya
sindrom preeklampsi (Cunningham, et al, 2007)
Gambar 2.3
Atherosis dalam pembuluh darah ini diambil dari anyaman plasenta (sebelah kiri, menunjukkan gambaran
fotomikrograf; sebelah kanan, menunjukkan diagram skematik dari pembuluh darah). Kerusakan endotel
menyebabkan penyempitan pada lumen pembuluh darah akibat akumulasi protein plasma dan foamy makrofag
di bawah endotel. Foamy makrofag ditunjukkan oleh anak panah yang melengkung, sedangkan anak panah
yang lurus menunjukkan kerusakan endotel.
Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih besar
terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami yang
sebelumnya.
Seks oral mempunyai risiko lebih rendah terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah makin lama
periode ini makin kecil terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
Pada perempuan hamil normal respon imun tidak menolak adanya hasil
konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya Human Leucocyte Antigen
Protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi respon imun, sehingga si
ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G pada plasenta dapat
melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel natural killer (NK) ibu dan mempermudah
invasi sel trofoblas ke dalam jaringan decidua ibu (Angsar, 2008).
Plasenta pada hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G.
Berkurangnya HLA-G menghambat invasi trofoblas kedalam decidua. Invasi trofoblas
sangat penting agar jaringan decidua menjadi lunak, dan gembur sehingga
memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis. HLA-G juga merangsang produksi
sitokin, sehingga memudahkan terjadinya reaksi inflamasi. Selain itu, pada awal
obesitas pada orang tidak hamil pun dapat menyebabkan aktivasi endotel dan respon
inflamasi sistemik akibat atherosklerosis (Cunningham, et al, 2007).
2.3.5 Faktor genetik
Preeklampsia
adalah
gangguan
multifaktorial
poligenik.
Dalam
review
FAKTOR RESIKO
Terdapat banyak faktor resiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan,
termasuk preeclampsia berat, yaitu:
Primigravida, primipaternitas
Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil (Angsar,
2008)
Resiko preeclampsia meningkat dari 4.3 % pada ibu hamil dengan BMI kurang dari
19,8 kg/m2 hingga 13,3% pada ibu hamil dengan BMI lebih dari 35 kg/m2
PATOFISIOLOGI
MANIFESTASI KLINIS
Biasanya tanda-tanda pre eklampsia timbul dengan urutan pertambahan berat
badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada pre
eklampsia ringan tidak ditemukan gejala-gejala subyektif. Sedangkan pada pre
eklampsia berat ditemukan gejala subjektif berupa sakit kepala di daerah frontal,
diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, dan mual atau muntah.
Gejala-gejala ini sering ditemukan pada pre eklampsia yang meningkat dan
merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul. Penegakkan diagnosa pre
eklampsia yaitu adanya 2 gejala di antara trias tanda utama, dimana tanda utamanya
yaitu hipertensi dan 2 tanda yang lain yaitu edema atau proteinuria. Tetapi dalam
praktik medis hanya hipertensi dan proteinuria saja yang dijadikan sebagai 2 tanda
dalam penegakkan diagnosa pre eklamsia.
Digolongkan preeclampsia berat bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai
berikut:
Tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolic 110 mmHg.
Tekanan darah tidak turun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit dan
sudah menjalani tirah baring.
Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma, dan
pandangan kabur.
Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat
teregangnya kapsula Glisson oleh karena nekrosis hepatoseluler, iskemia, dan
edema).
Trombositopenia (<100.000/mm3)
Sindrom HELLP.
1.7
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan pre eklamsia yaitu
sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan Darah Lengkap dan Apusan Darah
a) Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin untuk
wanita hamil adalah 12-14 gr%).
b) Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37-43 vol%).
c) Trombosit menurun (nilai rujukan 150.000-450.000/mm3)
2) Urinalisis
Ditemukan protein dalam urine.
3) Pemeriksaan Fungsi Hati
a) Bilirubin meningkat (N= < 1 mg/dL).
b) LDH (laktat dehidrogenase) meningkat.
c) Aspartat aminomtransferase (AST) > 60 uL.
d) Serum Glutamat Pirufat Transaminase (SGPT) meningkat (N= 15-45 u/ml)
e) Serum Glutamat Oxaloacetic transaminase (SGOT) meningkat (N= < 31 u/ml)
f) Total protein serum menurun (N= 6,7 8,7 g/dL)
4) Tes Kimia Darah
Asam urat meningkat > 2,7 mg/dL, dimana nilai normalnya yaitu 2,4 2,7 mg/dL
b. Pemeriksaan Radiologi
1) Ultrasonografi (USG).
Hasil USG menunjukan bahwa ditemukan retardasi perteumbuhan janin intra
uterus. Pernafasan intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan
ketuban sedikit.
2) Kardiotografi
Hasil pemeriksaan dengan menggunakan kardiotografi menunjukan bahwa denyut
jantung janin lemah
1.8
PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan preeklampsia adalah sebagai berikut :
1. Melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah
2. Mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia
3. Mengatasi dan menurunkan komplikasi pada janin
4. Terminasi kehamilan dengan cara yang paling aman
Perawatan preeklampsia berat dibagi menjadi dua unsur:
Pertama adalah rencana terapi pada penyulitnya: yaitu terapi medikamentosa dengan
pemberian obat-obatan untuk penyulitnya
Kedua baru menentukan rencana sikap terhadap kehamilannya: yang tergantung pada
umur kehamilannya dibagi 2, yaitu:
Aktif, agresif: bila umur kehamilan > 37 minggu, artinya kehamilan diakhiri setelah
mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi.
1.8.1 Penanganan di Puskesmas
Mengingat terbatasnya fasilitas yang tersedia di Puskesmas, secara prinsip
pasien dengan PEB dan eklampsia harus dirujuk ke tempat pelayanan kesehatan
dengan fasilitas yang lebih lengkap. Persiapan yang perlu dilakukan dalam merujuk
pasien PEB atau eklampsia adalah sebagai berikut :
1. Pada pasien PEB/Eklampsia sebelum berangkat, pasang infus RD 5, berikan SM
20 % 4 g iv pelan-pelan selama 5 menit, bila timbul kejang ulangan berikan SM 20
% 2 g iv pelan-pelan. Bila tidak tersedia berikan injeksi diazepam 10 mg iv secara
pelan-pelan selama 2 menit, bila timbul kejang ulangan ulangi dosis yang sama.
2. Untuk pasien dengan eklampsia diberikan dosis rumatan setelah initial dose di
atas dengan cara : injeksi SM 40 % masing-masing 5 g im pada glutea kiri dan
kanan bergantian, atau drip diazepam 40 mg dalam 500 c RD 5 28 tpm
3. Pasang Oksigen dengan kanul nasal atau sungkup.
4. Menyiapkan surat rujukan berisi riwayat penyakit dan obat-obat yang sudah
diberikan.
5. Menyiapkan partus kit dan sudip lidah.
6. Menyiapkan obat-obatan : injeksi SM 20 %, injeksi diazepam, cairan infuse, dan
tabung oksigen.
7. Antasid untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang dapat
mencegah terjadinya aspirasi isi lambung yang sangat asam.
1.8.2 Penanganan di rumah sakit
Dasar pengelolaan PEB terbagi menjadi dua. Pertama adalah pengelolaan
terhadap penyulit yang terjadi, kedua adalah sikap terhadap kehamilannya.
Penanganan penyulit pada PEB meliputi (Prasetyorini, 2009):
a.
Pencegahan Kejang
Pemberian anti kejang MgSO4 yang terbagi menjadi dua tahap, yaitu :
-
: dosis awal
Maintenance dose
: dosis rumatan
Maintenance dose
SM 20 % 4 g iv pelan-pelan
selama 5 menit
tts/m
1. SM rumatan diberikan sampai
24 jam pada perawatan
konservatif dan 24 jam setelah
persalinan pada perawatan aktif
Syarat pemberian SM :
- Reflex patella harus positif
- Respiration rate > 16 /m
- Produksi urine dalam 4 jam 100cc
- Tersedia calcium glukonas 10 %
Antidotum :
Bila timbul gejala intoksikasi SM dapat diberikan injeksi Calcium
b.
c.
Diuretikum
Tidak diberikan secara rutin karena menimbulkan efek :
Memperberat hipovolemia
Meningkatkan hemokonsentrasi
Edema paru
2.
3.
Edema anasarka
Perawatan konservatif
1.
Tujuan :
2.
Indikasi :
Kehamilan < 37 minggu tanpa disertai tanda dan gejala impending eklampsia
3.
4.
Antihipertensi
Diberikan sesuai protokol untuk PER.
5.
6.
Cara perawatan :
Mengukur protein urin pada saat MRS dan tiap 2 hari sesudahnya
Bila pasien telah terbebas dari kriteria PEB dan telah masuk kriteria PER,
pasien tetap dirawat selama 2 3 hari baru diperbolehkan rawat jalan.
Kunjungan rawat jalan dilakukan 1 minggu sekali setelah KRS.
7.
Terminasi kehamilan
b.
Perawatan aktif
1.
2.
Indikasi :
(i). Indikasi Ibu :
4.
Terminasi kehamilan :
Bila tidak ada indikasi obstetrik untuk persalinan perabdominam, mode of
delivery pilihan adalah pervaginam dengan ketentuan sebagai berikut :
(i)
KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan pre eklamsia tergantung
pada derajat pre eklamsia yang dialami. Namun yang termasuk komplikasi pre
eklamsia antara lain:
a. Komplikasi pada Ibu
1) Eklamsia.
2) Tekanan darah meningkat dan dapat menyebabkan perdarahan otak dan gagal
jantung mendadak yang berakibat pada kematian ibu.
3) Gangguan fungsi hati: Sindrom HELLP (Hemolisis, Elevated, Liver, Enzymes
and Low Plateleted) dan hemolisis yang dapat menyebabkan ikterik. Sindrom
HELLP merupakan singkatan dari hemolisis (pecahnya sel darah merah),
meningkatnya enzim hati, serta rendahnya jumlah platelet/trombosit darah.
HELLP syndrome dapat secara cepat mengancam kehamilan yang ditandai
dengan terjadinya hemolisis, peningkatan kadar enzim hati, dan hitung trombosit
rendah. Gejalanya yaitu mual, muntah, nyeri kepala, dan nyeri perut bagian
4)
5)
6)
7)
kanan atas.
Solutio plasenta.
Hipofebrinogemia yang berakibat perdarahan.
Gangguan fungsi ginjal: oligo sampai anuria.
Perdarahan atau ablasio retina yang dapat
menyebabkan
kehilangan
BAB 2
PENGKAJIAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 PENGKAJIAN
a. Data Subjektif
1) Umur biasanya sering terjadi pada primigravida , < 20 tahun atau > 35 tahun
2) Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tekanan darah, adanya
edema,
pusing,
nyeri
epigastrium,
mual,
muntah,
penglihatan
kabur,
i.
gangguan penglihatan.
Tanda : Biasanya klien gelisah,
Pernafasan
Gejala : Biasanya terjadi suara nafas antara vesikuler, Rhonki, Whezing,
sonor
Tanda : Biasanya ada irama teratur atau tidak, apakah ada bising atau tidak.
j. Keamanan
Gejala : Apakah adanya gangguan pengihatan, perdarahan spontan.
k. Seksualitas
Gejala : Status Obstetrikus
b. Data Objektif
1) Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam.
b) Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, dan lokasi edema.
c) Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM
jika refleks positif.
d) Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress.
Selain itu, untuk pre eklamsia ringan tekanan darah pasien > 140/90 mmHg
atau peningkatan sistolik > 30 mmHg dan diastolik > 15 mmHg dari tekanan
biasa (base line level/tekanan darah sebelum usia kehamilan 20 minggu).
Sedangkan untuk pre eklamsia berat tekanan darah sistolik > 160 mmHg,
dan atau tekanan darah diastolik > 110 mmHg.
2) Pemeriksaan Penunjang
a) Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali
dengan interval 4-6 jam
b) Laboratorium : proteinuria dengan kateter atau midstream (biasanya
meningkat hingga 0,3 gr/lt atau lebih dan +1 hingga +2 pada skala kualitatif),
kadar hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum kreatinin meningkat,
uric acid biasanya > 7 mg/100 ml.
c) Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu.
d) Tingkat kesadaran: penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada
otak.
e) USG: untuk mengetahui keadaan janin.
f)
NST: untuk mengetahui kesejahteraan janin.
2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNCUL
Menurut Herdman (2012), diagnosa keperawatan yang mungkin muncul yaitu sebagai
berikut:
a. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan pre eklamsia
berat.
b. Gangguan
c.
d.
e.
f.
g.
pertukaran
gas
berhubungan
dengan
ventilasi-perfusi
akibat
Pathway
Tekanan darah
Normal
Meningkat (140/90 mmHg)
Faktor predisposisi PE :
Primigravida atau primipara mudab (85%),
Grand multigravida,
ekonomi
Hamil <Sosial
20 minggu
Hamil >20 minggu
rendah, Gizi buruk., Faktor usia (remaja; <
20 tahun dan usia diatas 35 tahun), Pernah
pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya,
Hipertensi
kronik
Superimposed
Kejang (-)
Kejang (+)
Hipertensi
kronik, Diabetes mellitus,
Mola pre eklamsia
hidatidosa,
Pemuaian
uterus
yang
berlebihan, biasanya akibat dari kehamilan
ganda atau polihidramnion (14-20%),
PRE EKLAMSIA
EKLAMSIA
Riwayat keluarga dengan pre eklamsia dan
eklamsia (ibu dan saudara perempuan),
Hidrofetalis, Penyakit ginjal kronik,
Hiperplasentosis:
mola
hidatidosa,
Penurunan aliran darah
kehamilan ganda, hidrops fetalis, bayi
Penurunan
trombosit
besar, dan diabetes mellitus, Obesitas,
Tek.
Merangsang
Perifer lemak
meningkat
pengeluaran
Aktivasi/agregasi
Penurunan
Gangguan
perfusi
fisiologis
trombosit
darah&&
Hiperoksidase
& pelepasan
faktor
pembekuan
IntervalAngiotensin
antar kehamilan
yang
jauh.
Renin+darah
Gangguan
hati II
Prostaglandin
Merangsang
Iskemia
pelepasan
plasenta
uterus
tromboplastin
Proses
endotheliosis
Angiotensin
II + tromboksan
I Angiotensin
Vasospasme
PDmenurun
Koagulasi
intravaskuler
bahan
tropoblastik
tromboksan
konsumtif
deposisi
homeostasis
koagulatif
fibrindarah
kompensasi
oksigen
Multi
Organ
Gangguan
perfusi
darah
renin
uterus
Renin+angiotensinogen
Lumen
menyempit
Hanya
1arteriol
SDM
yg
dpt
lewat
*HIPERTENSI
DAFTAR PUSTAKA
Arif, M. (2002). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius.
Bobak, I.M., Deitra L.L., & Margaret D. J. (2005). Buku ajar keperawatan maternitas, Edisi
4. Jakarta: EGC
Herdman, T. H. (2012). Diagnosis keperawatan: definisi dan klasifikasi 2012-2014. Jakarta:
EGC.
Johnson, M. M., & Sue M. (2000). Nursing outcame clasification. Philadelphia: Mosby.
McCloskey & Gloria M.B. (1996). Nursing Intervention Clasification. USA: Mosby.
Dx
Risiko
ketidakefektifan
perfusi
jaringan
otak berhubungan
dengan
pre
eklamsia berat.
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1 jam diharapkan status
neurologi membaik dan ketidakefektifan
perfusi jaringan serebral teratasi dengan
indikator:
NOC: Management neurology
Indikator
Awal
Target
Status neurologi:
2
3
syaraf sensorik dan
motorik dbn
Ukuran pupil
4
4
Pulil reaktif
3
4
Pola pergerakan
3
4
mata
Pola nafas
3
5
TTV dalam batas
3
4
normal
Pola istirahat dan
3
4
tidur
Tidak muntah
5
5
Tidak gelisah
3
4
Keterangan :
1= keluhan ekstrim
2= keluhan substansial
3= keluhan sedang
4= keluhan ringan
5= tidak ada keluhan
Intervensi
Neurologic monitoring
1. Monitor ukuran pupil, bentuk,
simetris dan reaktifitas pupil
2. Monitor keadaan klien dengan
GCS
3. Monitor TTV
4. Monitor status respirasi:
ABClevels, pola nafas,
kedalaman nafas, RR
5. Monitor reflek muntah
6. Monitor pergerakan otot
7. Monitor tremor
8. Monitor reflek babinski
9. Identifikasi kondisi gawat
darurat pada pasien.
10. Monitor tanda peningkatan
tekanan intrakranial
11. Kolaborasi dengan dokter jika
terjadi perubahan kondisi pada
klien
Gangguan
Rasional
1. Klien dengan cedera
kepala akan
mempengaruhi reaktivitas
pupil karena pupil diatur
oleh syaraf cranialis
2. Mengetahui penurunan
kesadaran klien
3. Memantau kondisi
hemodinamik klien
4. Mengetahui kondisi
pernafasan klien
5. Peningkatan TIK
6. Memonitor kelemahan
7. Memonitor persyarafan di
perifer
8. Reflek babinsky (+)
menunjukan adanya
perdarahan otak
9. Peningkatan TIK dengan
tanda muntah proyektil,
kejang, penurunan
kesadaran
pertukaran
gas 3x24 jam, status respiratori: pertukaran
berhubungan
gas dengan indikator:
dengan ventilasi1. Status mental dalam batas
perfusi
akibat
normal (5)
penimbunan cairan
2. Dapat melakukan napas dalam
paru
:
adanya
(5)
edema paru.
3. Tidak terlihat sianosis (5)
4. Tidak mengalami somnolen (4)
5. PaO2 dalam rentang normal (4)
6. pH arteri normal (4)
7. ventilasi-perfusi dalam kondisi
seimbang (4)
Penurunan curah
jantung
berhubungan
dengan perubahan
preload
dan
afterload.
a. Untuk
mempermudah
pertukaran gas
b. Untuk memantau kondisi
jalan nafas klien
c. Untuk
mengeluarkan
sputum
d. Memantau
kondisi
pernafasan klien
e. Memantau kondisi klien
1. Menunjukan jantung
dalam kondisi abnormal
2. Takikardi, bradikardi
3. Tanda dan gejala
penurunan cardiac
output : pucat, akral
dingin, udema ekstermitas
4. Gagal jantung kiri
menyebabkan udema di
paru dan gagal jantung
kanan menyebabkan
udema ekstermitas
5. Mengetahui adanya
kelebihan cairan karena
klien biasanya udema
6. Mengetahui respon pasien
terhadap obat
7. Udema paru
Tidak terjadi
5
penurunan
kesadaran
Tidak ada distensi
5
Vena jugularis
Warna kulit normal 1
Keterangan :
1= keluhan ekstrim
2= keluhan substansial
3= keluhan sedang
4= keluhan ringan
5= tidak ada keluhan
Kelebihan volume
cairan berhubungan
dengan gangguan
mekanisme
regulasi
5
5
2
kelembaban kulit
menyebabkan dyspnea
14. Monitor sianosis perifer
8. Stres menambah berat
15. Jelaskan pada pasien tujuan dari
kerja jantung
pemberian oksigen
9. Mengetahui kondisi
16. Kelola pemberian obat anti aritmia
hemodinamik klien
dan vasodilator
10. Suara jantung tambahan,
S3, S4
11. Ronchi basah
menunjukan adanya
cairan di pulmo
12. Dyspnea, cepat dan
dangkal
13. Memungkinkan terjadinya
sianosis
14. Kurang 02 menyebabkan
sianosis perifer
15. Membantu suplai O2 ke
pasien
16. Obat antiaritmia dan
vasodilatator untuk
membantu pengelolaan
kontraktilitas jantung
Ketidakseimbanga
n nutrisi: kurang
dari
kebutuhan
tubuh b.d faktor
psikologis
dan
ketidakmampuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji aktivitas dan periode istirahat 1. Mengetahui aktivitas dan
selama 3x24 jam, pasien mempunyai
pasien, rencanakan dan jadwalkan
periode istirahat pasien
cukup
energi
untuk
beraktivitas
periode istirahat dan tirah baring
serta
upaya
untuk
sehingga toleran terhadap aktivitas,
yang cukup dan adekuat.
menurunkan keletihan dan
dengan kriteria hasil:
kelemahan pasien.
1. TTV normal (4).
2. EKG normal (4).
2. Berikan latihan aktivitas fisik secara 2. Tahapan-tahapan
yang
3. Koordinasi otot, tulang, dan
bertahap (ROM, ambulasi dini, cara
diberikan
membantu
anggota gerak lainnya baik (4).
berpindah,
dan
pemenuhan
proses aktivitas secara
4. Pasien melaporkan kemampuan
kebutuhan dasar).
perlahan
dengan
dalam ADL (4).
menghemat tenaga namun
tujuan tepat.
3. Bantu pasien dalam memenuhi 3. Mengurangi pemakaian
kebutuhan dasar.
enargi sampai kekuatan
pasien pulih kembali.
4. Lakukan terapi komponen darah 4. Mencegah
dan
sesuai resep bila pasien menderita
mengurangi anemia berat
anemia berat.
yang
berakibat
pada
kelemahan.
5. Kaji aktivitas dan respon pasien 5. Menjaga
kemungkinan
setelah latihan aktivitas (Monitor
adanya respon abnormal
TTV).
dari tubuh sebagai akibat
dari latihan.
Setelah dilakukan tidakan keperawatan 1. Kaji pola makan, kebiasaan makan,
selama 3x24 jam diharapkan kebutuhan
dan makanan yang disukai pasien.
nutrisi pasien terpenuhi dengan kriteria
hasil:
a. Masukan per oral meningkat (5).
2. Kaji TTV pasien secara rutin, status
b. Porsi makan yang disediakan habis
mual, muntah, dan bising usus.
1. Meningkatkan
nafsu
makan
pasien
dan
menghindari
makanan
yang alergi.
2. Monitor
KU
pasien,
mengetahui kemampuan
untuk
mencerna,
(5).
menelan,
dan c. Masa dan tonus otot baik (5).
mengabsorpsi
d. Tidak terjadi penurunan BB (5).
makanan.
e. Mual dan muntah tidak ada (5).
3.
7.
cedera.
3. Mengantisipasi halhal
yang
dapat
menyebabkan
terjadinya cedera.
4. Sayuran hijau dapat
menambah darah dan
mengobati
anemia
serta diet rendah
garam
dapat
mengurangi
kekambuhan penyakit
hipertensi.
Otak
Darah
Paru
Endotheliosis
Edema serebri
Peningkatan
tek.intrakranial
PD pecah
SDM pecah
Anemia
hemolitik
Perdarahan
Risiko
Ketidakefektifan
Perfusi Jaringan
Otak
Kejang
Risiko
Cedera
Kelemahan
Penumpukan darah
Ketidakseimb
angan suplay
& kebutuhan
O2
Intoleransi
Aktivitas
Hati
Mata
Vasokontriksi PD
miokard
Spasmus arteriola
Peningkatan LAEDP
Kongesti vena pulmonal
Gangguan kontraktilitas
miokard
Payah jantung
Risiko Cedera
Penurunan Curah
Jantung
Ginjal
Adanya rangsangan
angiotensin II pada
gland.suprarenal
aldosteron
Peningkatan
reabsorpsi Na
Retensi cairan
Vasospasme arteriol
pada ginjal
Ekstremitas
GI Tract
Metabolisme
anaerob
HCL meningkat
Peristaltik turun
Hipoksia/anoksia
Penurunan
GFR
Diuresis
menurun
*EDEMA
Oliguri/anuri
Kelebihan Volume
Cairan
Plasenta
Gangguan
Eliminasi
Urin
Peningkatan
permeabilitas
protein
>> protein yg
lolos dari
filtrasi
glomerulus
*PROTEINURIA
Pembentukan
asam laktat
Kembung
Kelemahan umum
Intoleransi
Aktivitas
Ketidakseimba
ngan nutrisi:
kurang dari
kebutuhan
tubuh
Risiko Gawat
Janin
Peningkatan
akumulasi gas
Konsti
pasi
Nyeri