Está en la página 1de 17

TRAUMA TORAKS

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

LATAR BELAKANG
Trauma toraks semakin meningkat sesuai dengan kemajuan transportasi dan kondisi

sosial ekonomi masyarakat. Data yang akurat mengenai trauma toraks di Indonesia belum
pernah diteliti. Ancaman kematian oleh karena trauma toraks sangat tinggi. Di Amerika
didapatkan 180.000 kematian pertahun karena trauma. 25% diantaranya karena trauma toraks
langsung. Di Australia, 45% dari trauma tumpul mengenai rongga toraks. Pada trauma toraks,
bila didapatkan kelainan pada rongga pleura seperti pneumotoraks, hematotoraks dan
hematopneumotoraks, diperlukan tindakan torakostomi pemasangan chest tube. Pada
pemasangan chest tube dapat timbul komplikasi. Komplikasi yang tersering berupa
perdarahan, perforasi organ viseral, infeksi luka insisi, pneumonia dan empiema. Bailey dkk
(2006), mendapatkan komplikasi mayor berupa empiema post torakostomi sebesar 2%
(Bailey, 2006; Kukuh, 2002).
Angka kejadian infeksi nosokomial di negara berkembang masih cukup tinggi. Di
Rumah Sakit Harapan Kita Jakarta pada tahun 2008 didapatkan 8 % infeksi nosokomial. Di
RSUP Sanglah Bali pada tahun 2008 terdapat infeksi nosokomial 98 kasus (2,4%). Dan 65%
infeksi nosokomial di negara berkembang disebabkan oleh kuman pada biofilm yang
resisten terhadap obat anti mikroba. Setiap pemakaian alat medis pada pasien akan diikuti
oleh terbentuknya biofilm, seperti pemakaian kateter urin protese pada jantung implant gigi,
stent urologi dan chest tube. Biofilm yang terbentuk dapat sebagai sumber infeksi yang
resisten terhadap anti mikroba. Biofilm matur terjadi setelah pemakaian alat lebih dari 7-10
hari (Costerton, 2001). Sebuah penelitian menemukan bahwa 95% dari pasien dengan
infeksi saluran kencing terjadi akibat pemasangan kateter urine, 87% infeksi hematogen
terjadi akibat pemakaian vaskular kateter dan 87% pasien dengan pneumonia terjadi akibat
ventilasi mekanik (Costerton, 2001; Donlan, 2002).
Untuk mengurangi resiko terjadinya komplikasi tersebut diatas, perlu penanganan dan
perawatan torakostomi yang baik dan benar. Mulai saat pemasangan harus memperhatikan
prosedur asepsis dan torakostomi dilakukan pada zona aman pada dinding dada. Kemudian
perawatan luka torakostomi harus dilakukan dengan baik, karena dapat sebagai sumber
masuknya kuman. Dan fisioterapi harus segera dilakukan untuk mempercepat pengembangan
dari paru-paru (ATLS, 2004; Bailey, 2006).
KKS BEDAH RSUD DELI SERDANG LUBUK PAKAM

TRAUMA TORAKS
Berdasarkan data diatas, kami ingin melakukan penelitian tentang hubungan antara lama
pemakaian chest tube dengan kolonisasi kuman pada pasien dengan trauma tumpul toraks,
karena:
- sering terjadi komplikasi post torakostomi, salah satunya infeksi
- belum ada yang meneliti sebelumnya
- ingin mengetahui penatalaksanaan yang benar mengenai chest tube.
1.2

TUJUAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik

Senior Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara dan meningkatkan
pemahaman penulis maupun pembaca mengenai trauma TORAKS.

KKS BEDAH RSUD DELI SERDANG LUBUK PAKAM

TRAUMA TORAKS

BAB II
PEMBAHASAN
.1 DEFINISI.
Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan
oleh benda tajam atau bennda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut.
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland,
2002).
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan
emosional yang hebat (Brooker, 2001).
Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44
tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul
dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
Trauma dada adalah trauma tajam atau tembus thoraks yang dapat menyebabkan
tamponade jantung, perdarahan, pneumothoraks, hematothoraks, hematompneumothoraks
(FKUI, 1995).
Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma
atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Hudak, 1999).
Di dalam toraks terdapat dua organ yang sangat vital bagi kehidupan manusia, yaitu
paru-paru dan jantung. Paru-paru sebagai alat pernapasan dan jantung sebagai alat pemompa
darah. Jika terjadi benturan atau trauma pada dada, kedua organ tersebut bisa mengalami
gangguan atau bahkan kerusakan.
2.2

ETIOLOGI.
1. Trauma thorax kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas yang umumnya
berupa trauma tumpul dinding thorax.
2. Dapat juga disebabkan oleh karena trauma tajam melalui dinding thorax.

2.3

ANATOMI.
Kerangka rongga thorax, meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut terdiri

dari sternum, 12 vertebra thoracalis, 10 pasang iga yang berakhir di anterior dalam segmen
tulang rawan dan 2 pasang yang melayang. Kartilago dari 6 iga memisahkan articulasio dari
sternum, kartilago ketujuh sampai sepuluh berfungsi membentuk tepi kostal sebelum
menyambung pada tepi bawah sternum. Perluasan rongga pleura di atas klavicula dan di atas
organ dalam abdomen penting untuk dievaluasi pada luka tusuk. Musculus pectoralis mayor
dan minor merupakan muskulus utama dinding anterior thorax. Muskulus latisimus dorsi,
trapezius, rhomboideus, dan muskulus gelang bahu lainnya membentuk lapisan muskulus
KKS BEDAH RSUD DELI SERDANG LUBUK PAKAM

TRAUMA TORAKS
posterior dinding posterior thorax. Tepi bawah muskulus pectoralis mayor membentuk
lipatan/plika aksilaris posterior.
Dada berisi organ vital paru dan jantung, pernafasan berlangsung dengan bantuan
gerak dinding dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot pernafasan yaitu muskulus
interkostalis dan diafragma, yang menyebabkan rongga dada membesar sehingga udara akan
terhisap melalui trakea dan bronkus. Pleura adalah membran aktif yang disertai dengan
pembuluh darah dan limfatik. Disana terdapat pergerakan cairan, fagositosis debris,
menambal kebocoran udara dan kapiler. Pleura visceralis menutupi paru dan sifatnya sensitif,
pleura ini berlanjut sampai ke hilus dan mediastinum bersama sama dengan pleura
parietalis, yang melapisi dinding dalam thorax dan diafragma. Pleura sedikit melebihi tepi
paru pada setiap arah dan sepenuhnya terisi dengan ekspansi paru paru normal, hanya ruang
potensial yang ada. Diafragma bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah iga keenam
kartilago kosta, dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal, bagian muskuler
melengkung membentuk tendo sentral. Nervus frenikus mempersarafi motorik dari
interkostal bawah mempersarafi sensorik. Diafragma yang naik setinggi putting susu, turut
berperan dalam ventilasi paru paru selama respirasi biasa / tenang sekitar 75%.
2.4 PATOFISIOLOGI.
Hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis sering disebabkan oleh trauma thorax. Hipokasia
jaringan merupakan akibat dari tidak adekuatnya pengangkutan oksigen ke jaringan oleh
karena hipivolemia (kehilangan darah), pulmonary ventilation/perfusion mismatch (contoh
kontusio, hematoma, kolaps alveolus)dan perubahan dalam tekanan intratthorax (contoh :
tension pneumothorax, pneumothorax terbuka). Hiperkarbia lebih sering disebabkan oleh
tidak adekuatnya ventilasi akibat perubahan tekanan intrathorax atau penurunan tingkat
kesadaran. Asidosis metabolik disebabkan oleh hipoperfusi dari jaringan (syok).

2.5

INITIAL ASSESSMENT DAN PENGELOLAAN.


1. Pengelolaan penderita terdiri dari :
a. Primary survey. Yaitu dilakukan pada trauma yang mengancam jiwa, pertolongan ini
dimulai dengan airway, breathing, dan circulation.
b. Resusitasi fungsi vital.
c. Secondary survey yang terinci.
d. Perawatan definitif.
2. Karena hipoksia adalah masalah yang sangat serius pada Trauma thorax, intervensi dini
perlu dilakukan untuk pencegahan dan mengoreksinya.
KKS BEDAH RSUD DELI SERDANG LUBUK PAKAM

TRAUMA TORAKS
3.Trauma yang bersifat mengancam nyawa secara langsung dilakukan terapi secepat dan
sesederhana mungkin.
4. Kebanyakan kasus Trauma thorax yang mengancam nyawa diterapi dengan mengontrol
airway atau melakukan pemasangan selang thorax atau dekompresi thorax dengan jarum.
5. Secondary survey membutuhkan riwayat trauma dan kewaspadaan yang tinggi
terhadap adanya trauma-trauma yang bersifat khusus.
2.6

KELAINAN AKIBAT TRAUMA THORAX .


-Primary Survey
1. Fraktur iga.
Merupakan komponen dari dinding thorax yang paling sering mngalami trauma,
perlukaan pada iga sering bermakna, Nyeri pada pergerakan akibat terbidainya iga terhadap
dinding thorax secara keseluruhan menyebabkan gangguan ventilasi. Batuk yang tidak efektif
intuk mengeluarkan sekret dapat mengakibatkan insiden atelaktasis dan pneumonia
meningkat secara bermakna dan disertai timbulnya penyakit paru paru. Fraktur sternum dan
skapula secara umum disebabkan oleh benturan langsung, trauma tumpul jantung harus selalu
dipertimbangkan bila ada asa fraktur sternum. Yang paling sering mengalami trauma adalah
iga begian tengah ( iga ke 4 sampai ke 9 ).
2. Flail Chest.
Terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan
keseluruhan dinding dada. Keadaan tersebut terjadi karena fraktur iga multipel pada dua atau
lebih tulang iga dengan dua atau lebih garis fraktur. Adanya semen flail chest (segmen
mengambang) menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding dada. Jika kerusakan
parenkim paru di bawahnya terjadi sesuai dengan kerusakan pada tulang maka akan
menyebabkan hipoksia yang serius. Kesulitan utama pada kelainan Flail Chest yaitu trauma
pada parenkim paru yang mungkin terjadi (kontusio paru). Walaupun ketidak-stabilan dinding
dada menimbulkan gerakan paradoksal dari dinding dada pada inspirasi dan ekspirasi, defek
ini sendiri saja tidak akan menyebabkan hipoksia. Penyebab timbulnya hipoksia pada
penderita ini terutama disebabkan nyeri yang mengakibatkan gerakan dinding dada yang
tertahan dan trauma jaringan parunya.

Flail Chest mungkin tidak terlihat pada awalnya,

karena splinting (terbelat) dengan dinding dada. Gerakan pernafasan menjadi buruk dan
toraks bergerak secara asimetris dan tidak terkoordinasi. Palpasi gerakan pernafasan yang
abnormal dan krepitasi iga atau fraktur tulang rawan membantu diagnosisi. Dengan foto
toraks akan lebih jelas karena akan terlihat fraktur iga yang multipel, akan tetapi terpisahnya
sendi costochondral tidak akan terlihat. Pemeriksaan analisis gas darah yaitu adanya hipoksia
akibat kegagalan pernafasan, juga membantu dalam diagnosis Flail Chest. Terapi awal yang
KKS BEDAH RSUD DELI SERDANG LUBUK PAKAM

TRAUMA TORAKS
diberikan termasuk pemberian ventilasi adekuat, oksigen yang dilembabkan dan resusitasi
cairan. Bila tidak ditemukan syok maka pemberian cairan kristoloid intravena harus lebih
berhati-hati untuk mencegah kelebihan pemberian cairan. Bila ada kerusakan parenkim paru
pada Flail Chest, maka akan sangat sensitif terhadap kekurangan ataupun kelebihan resusitasi
cairan. Pengukuran yang lebih spesifik harus dilakukan agar pemberian cairan benar-benar
optimal. Terapi definitif ditujukan untuk mengembangkan paru-paru dan berupa oksigenasi
yang cukup serta pemberian cairan dan analgesia untuk memperbaiki ventilasi. Tidak semua
penderita membutuhkan penggunaan ventilator. Pencegahan hipoksia merupakan hal penting
pada penderita trauma, dan intubasi serta ventilasi perlu diberikan untuk waktu singkat
sampai diagnosis dan pola trauma yang terjadi pada penderita tersebut ditemukan secara
lengkap. Penilaian hati-hati dari frekuensi pernafasan, tekanan oksigen arterial dan penilaian
kinerja pernafasan akan memberikan suatu indikasi timing / waktu untuk melakukan intubasi
dan ventilasi.
3. Pneumothorax terbuka ( Sucking chest wound )
Defek atau luka yang besar plada dinding dada yang terbuka menyebabkan
pneumotoraks terbuka. Tekanan di dalam rongga pleura akan segera menjadi sama dengan
tekanan atmosfir. Jika defek pada dinding dada mendekati 2/3 dari diameter trakea maka
udara akan cenderung mengalir melalui defek karena mempunyai tahanan yang kurang atau
lebih kecil dibandingkan dengan trakea. Akibatnya ventilasi terganggu sehingga
menyebabkan hipoksia dan hiperkapnia. Langkah awal adalah menutup luka dengan kasa stril
yang diplester hanya pada 3 sisinya saja.

Dengan penutupan seperti ini diharapkan akan

terjadi efek flutter Type Valve dimana saat inspirasi kasa pnutup akan menutup luka,
mencegah kebocoran udara dari dalam. Saat ekspirasi kasa penutup terbuka untuk
menyingkirkan udara keluar. Setelah itu maka sesegera mungkin dipasang selang dada yang
harus berjauhan dari luka primer. Menutup seluruh sisi luka akan menyebabkan terkumpulnya
udara di dalam rongga pleura yang akan menyebabkan tension pneumothorax kecuali jika
selang dada sudah terpasang. Kasa penutup sementara yang dapat dipergunakan adalah
Plastic Wrap atau Petrolotum Gauze, sehingga penderita dapat dilakukan evaluasi dengan
cepat dan dilanjutkan dengan penjahitan luka.
4. Tension pneumorothorax
Berkembang ketika terjadi one-way-valve (fenomena ventil), kebocoran udara yang
berasal dari paru-paru atau melalui dinding dada masuk ke dalam rongga pleura dan tidak
dapat keluar lagi (one-way-valve). Akibat udara yang masuk ke dalam rongga pleura yang
tidak dapat keluar lagi, maka tekanan di intrapleural akan meninggi, paru-paru menjadi
KKS BEDAH RSUD DELI SERDANG LUBUK PAKAM

TRAUMA TORAKS
kolaps, mediastinum terdorong ke sisi berlawanan dan menghambat pengembalian darah
vena ke jantung (venous return), serta akan menekan paru kontralateral. Penyebab tersering
dari tension pneumothorax adalah komplikasi penggunaan ventilasi mekanik (ventilator)
dengan ventilasi tekanan positif pada penderita dengan kerusakan pada pleura viseral.
Tension pneumothorax dapat timbul sebagai komplikasi dari penumotoraks sederhana akibat
trauma toraks tembus atau tajam dengan perlukaan parenkim paru tanpa robekan atau setelah
salah arah pada pemasangan kateter subklavia atau vnea jugularis interna. Kadangkala defek
atau perlukaan pada dinding dada juga dapat menyebabkan tension pneumothorax, jika salah
cara menutup defek atau luka tersebut dengan pembalut (occhusive dressings) yang kemudian
akan menimbulkan mekanisme flap-valve. Tension pneumothorax jug adapat terjadi pada
fraktur tulang belakang toraks yang mengalami pergeseran (displaced thoracic spine
fractures).
Diagnosis tension pneumotorax ditegakkan berdasarkan gejala klinis, dan tetapi tidak
boleh terlambat oleh karena menunggu konfirmasi radkologi. Tension pneumothorax ditandai
dengan gejala nyeri dada, sesak, distres pernafasan, takikardi, hipotensi, deviasi trakes,
hilangnya suara nafas pada satu sisi dan distensi vena leher. Sianosisi merupakan manifestasi
lanjut. Karena ada kesamaan gejala antara tension pneumothorax dan tamponade jantung
maka sering membingungkan pada awalnya tetapi perkusi yang hipersonor dan hilangnya
suara nafas pada hemitoraks yang terkena pada tension pneumothorax dapat membedakan
keduanya. Tension pneumothorax membutuhkan dekompresi segera dan penanggulangan
awal dengan cepat berupa insersi jarum yang berukuran besar pada sela iga dua garis
midclavicular pada hemitoraks yang mengalami kelainan. Tindakan ini akan mengubah
tension pneumothorax menjadi plneumothoraks sederhana (catatan : kemungkinan terjadi
pneumotoraks yang bertambah akibat tertusuk jarum). Evaluasi ulang selalu diperlukan.
Tetapi definitif selalu dibutuhkan dengan pemsangan selang dada (chest tube) pada sela iga
ke 5 (garis putting susu) diantara garis anterior dan midaxilaris.
5. Hemotoraks masif
yaitu terkumpulnya darah dengan cepat lebih dari 1.500 cc di dalam rongga pleura.
Hal ini sering disebabkan oleh luka tembus yang merusak pembuluh darah sistemik atau
pembuluh darah pada hilus paru. Hal ini juga dapat disebabkan trauma tumpul. Kehilangan
darah menyebabkan hipoksia. Vena leher dapat kolaps (flat) akibat adanya hipovolemia berat,
tetapi kadang dapat ditemukan distensi vena leher, jika disertai tension pneumothorax. Jarang
terjadi efek mekanik dari adarah yang terkumpul di intratoraks lalu mendorong mesdiastinum
sehingga menyebabkan distensi dari pembuluh vena leher. Diagnosis hemotoraks ditegakkan
KKS BEDAH RSUD DELI SERDANG LUBUK PAKAM

TRAUMA TORAKS
dengan adanya syok yang disertai suara nafas menghilang dan perkusi pekak pada sisi dada
yang mengalami trauma. Terapi awal hemotoraks masif adalah dengan penggantian volume
darah yang dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai dengan infus
cairan kristaloid secara cepat dengan jarum besar dan kemudian pmeberian darah dengan
golongan spesifik secepatnya. Darah dari rongga pleura dapat dikumpulkan dalam
penampungan yang cocok untuk autotransfusi. Bersamaan dengan pemberian infus, sebuah
selang dada (chest tube) no. 38 French dipasang setinggi puting susu, anteriordari garis
midaksilaris lalu dekompresi rongga pleura selengkapnya. Ketika kita mencurigai hemotoraks
masif pertimbangkan untuk melakukan autotransfusi. Jika pada awalnya sudah keluar 1.500
ml, kemungkinan besar penderita tersebut membutuhkan torakotomi segera. Beberapa
penderita yang pada awalnya darah yang keluar kurang dari 1.500 ml, tetapi pendarahan tetap
berlangsung. Ini juga mamebutuhkan torakotomi. Keputusan torakotomi diambil bila
didapatkan kehilangan darah terus menerus sebanyak 200 cc/jam dalam waktu 2 sampai 4
jam, tetapi status fisiologi penderita tetap lebih diutamakan. Transfusi darah diperlukan
selama ada indikasi untuk toraktomi. Selama penderita dilakukan resusitasi, volume darah
awal yang dikeluarkan dengan selang dada (chest tube) dan kehilangan darah selanjutnya
harus ditambahkan ke dalam cairan pengganti yang akan diberikan. Warna darah (arteri atau
vena) bukan merupakan indikator yang baik untuk dipakai sebagai dasar dilakukannya
torakotomi. Luka tembus toraks di daerah anterior medial dari garis puting susu dan luka di
daerah posterior, medial dari skapula harus disadari oleh dokter bahwa kemungkinan
dibutuhkan torakotomi, oleh karena kemungkinan melukai pembuluh darah besar, struktur
hilus dan jantung yang potensial menjadi tamponade jantung. Torakotomi harus dilakukan
oleh ahli bedah, atau dokter yang sudah berpengalaman dan sudah mendapat latihan dan
pengalaman.
- Secondary Survey
1. Kontusio paru
Kelainan yang paling sering ditemukan pada golongan potentially lethal chest injury.
Kegagalan bernafas dapat timbul perlahan dan berkembang sesuai waktu, tidak langsung
terjadi setelah kejadian, sehingga rencana penanganan definitif dapat berubah berdasarkan
perubahan waktu. Monitoring harus ketat dan berhati-hati, juga diperlukan evaluasi penderita
yang berulang-ulang. Penderita dengan hipoksia bermakna (PaO2 < 65 mmHg atau 8,6 kPa
dalam udara ruangan, SaO2 < 90 %) harus dilakukan intubasi dan diberikan bantuan ventilasi
pada jam-jam pertama setelah trauma. Kondisi medik yang berhubungan dengan kontusio
paru seperti penyakit paru kronis dan gagal ginjal menambah indikasi untuk melakukan
KKS BEDAH RSUD DELI SERDANG LUBUK PAKAM

TRAUMA TORAKS
intubasi lebih awal dan ventilasi mekanik. Beberapa penderita dengan kondisi stabil dapat
ditangani secara selektif tanpa intubasi endotrakeal atau ventilasi mekanik. Monitoring
dengan pulse oximeter, pemeriksaan analisis gas darah, monitoring EKG dan perlengkapan
alat bantu pernafasan diperlukan untuk penanganan yang optimal. Jika kondisi penderita
memburuk dan perlu ditransfer maka harus dilakukan intubasi dan ventilasi terlebih dahulu.
2. Pneumotoraks
Diakibatkan masuknya udara pada ruang potensial antara pleura viseral dan parietal.
Dislokasi fraktur vertebra torakal juga dapat ditemukan bersama dengan pneumotoraks.
Laserasi paru merupakan penyebab tersering dari pnerumotoraks akibat trauma
tumpul.Dalam

keadaan

normal

rongga

toraks

dipenuhi

oleh

paru-paru

yang

pengembangannya sampai dinding dada oleh karena adanya tegangan permukaan antara
kedua permukaan pleura. Adanya udara di dalam rongga pleura akan menyebabkan kolapsnya
jaringan paru. Gangguan ventilasi-perfusi terjadi karena darah menuju paru yang kolaps tidak
mengalami ventilasi sehingga tidak ada oksigenasi. Ketika pneumotoraks terjadi, suara nafas
menurun pada sisi yang terkena dan pada perkusi hipesonor. Foto toraks pada saat ekspirasi
membantu menegakkan diagnosis. Terapi terbaik pada pneumotoraks adalah dengan
pemasangan chest tube pada sela iga ke 4 atau ke 5, anterior dari garis mid-aksilaris. Bila
pneumotoraks hanya dilakukan observasi atau aspirasi saja, maka akan mengandung resiko.
Sebuah selang dada dipasang dan dihubungkan dengan WSD dengan atau tanpa penghisap,
dan foto toraks dilakukan untuk mengkonfirmasi pengembangan kembali paru-paru. Anestesi
umum atau ventilasi dengan tekanan positif tidak boleh diberikan pada penderita dengan
pneumotoraks traumatik atau pada penderita yang mempunyai resiko terjadinya
pneumotoraks intraoperatif yang tidak terduga sebelumnya, sampai dipasang chest tube.
Pneumotoraks sederhana dapat menjadi life thereatening tension pneumothorax, terutama jika
awalnya tidak diketahui dan ventilasi dengan tekanan posiif diberikan. Toraks penderita harus
dikompresi sebelum penderita ditransportasi/rujuk.
3. Hemothorax.
Penyebab utama dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh
darah interkostal atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh trauma tajam atau trauma
tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan terjadinya
hemotoraks. Biasanya perdarahan berhenti spontan dan tidak memerlukan intervensi operasi.
Hemotoraks akut yang cukup banyak sehingga terlihat pada foto toraks, sebaiknya diterapi
dengan selang dada kaliber besar. Selang dada tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga
pleura, mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura, dan dapat
KKS BEDAH RSUD DELI SERDANG LUBUK PAKAM

TRAUMA TORAKS
dipakai dalam memonitor kehilangan darah selanjutnya. Evakuasi darah atau cairan juga
memungkinkan dilakukannya penilaian terhadap kemungkinan terjadinya ruptur diafragma
traumatik. Walaupun banyak faktor yang berperan dalam memutuskan perlunya indikasi
operasi pada penderita hemotoraks, status fisiologi dan volume darah yang kelura dari selang
dada merupakan faktor utama. Sebagai patokan bila darah yang dikeluarkan secara cepat dari
selang dada sebanyak 1.500 ml, atau bila darah yang keluar lebih dari 200 ml tiap jamuntuk 2
sampai 4 jam, atau jika membutuhkan transfusi darah terus menerus, eksplorasi bedah herus
dipertimbangkan.
4. Cedera trakea dan Bronkus.
Cedera ini jarang tetapi mungkin disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tembus,
manifestasi klinisnya yaitu yang biasanya timbul dramatis, dengan hemoptisis bermakna,
hemopneumothorax, krepitasi subkutan dan gawat nafas. Empisema mediastinal dan servical
dalam atau pneumothorax dengan kebocoran udara masif. Penatalaksanaan yaitu dengan
pemasangan pipa endotrakea ( melalui kontrol endoskop ) di luar cedera untuk kemungkinan
ventilasi dan mencegah aspirasi darah, pada torakostomi diperlukan untuk hemothorax atau
pneumothorax.
2.7

MANIFESTASI KLINIS
1. Tamponade jantung :
a. Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus jantung.
b. Gelisah.
c. Pucat, keringat dingin.
d. Peninggian TVJ (tekanan vena jugularis).
e. Pekak jantung melebar.
f. Bunyi jantung melemah.
g. Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure.
h. ECG terdapat low voltage seluruh lead.
i. Perikardiosentesis keluar darah (FKUI, 1995).
2. Hematotoraks :
a. Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD.
b. Gangguan pernapasan (FKUI, 1995).
3. Pneumothoraks :
a. Nyeri dada mendadak dan sesak napas.
b. Gagal pernapasan dengan sianosis.
c. Kolaps sirkulasi.
d. Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas yang
terdengar jauh atau tidak terdengar sama sekali.
e. Pada auskultasi terdengar bunyi klik (Ovedoff, 2002).

KKS BEDAH RSUD DELI SERDANG LUBUK PAKAM

10

TRAUMA TORAKS
f. Jarang terdapat luka rongga dada, walaupun terdapat luka internal hebat seperti
aorta yang ruptur. Luka tikaman dapat penetrasi melewati diafragma dan
menimbulkan luka intra-abdominal (Mowschenson, 1990).
2.8
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Radiologi : X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)
Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.
Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
Hemoglobin : mungkin menurun.
Pa Co2 kadang-kadang menurun.
Pa O2 normal / menurun.
Saturasi O2 menurun (biasanya).
Toraksentesis : menyatakan darah/cairan.
Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap simtomatik,

observasi.
10. Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase cavum pleura
dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan continues suction unit.
11. Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus
dipertimbangkan thorakotomi
12. Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih
dari 800 cc segera thorakotomi
2.9

PENATALAKSANAAN
1. Bullow Drainage / WSD
Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :
a. Diagnostik :
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat
ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam
shock.
b. Terapi :
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura. Mengembalikan
tekanan rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" dapat kembali seperti
yang seharusnya.
c. Preventive :
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga
"mechanis of breathing" tetap baik.
2. Perawatan WSD dan pedoman latihanya :
a.
Mencegah infeksi di bagian masuknya slang. Mendeteksi di bagian dimana
masuknya slang, dan pengganti verband 2 hari sekali, dan perlu diperhatikan agar
kain kassa yang menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh dikotori
waktu menyeka tubuh pasien.
KKS BEDAH RSUD DELI SERDANG LUBUK PAKAM

11

TRAUMA TORAKS
b.

Mengurangi

rasa

sakit

dibagian

masuknya

slang.

Untuk

rasa

sakit

yang hebat akan diberi analgetik oleh dokter.


Dalam perawatan yang harus diperhatikan :
Penetapan slang.
Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan tidak

c.

terganggu dengan bergeraknya pasien, sehingga rasa sakit di bagian masuknya


slang dapat dikurangi.
Pergantian posisi badan.
Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang bantal kecil
dibelakang, atau memberi tahanan pada slang, melakukan pernapasan perut,
merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan, atau menaruh bantal di bawah
d.

lengan atas yang cedera.


Mendorong berkembangnya paru-paru.
Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.
Latihan napas dalam.
Latihan batuk yang efisien: batuk dengan posisi duduk,
batuk waktu slang diklem.
Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.
Perhatikan
keadaan
dan
banyaknya

e.

cairan

jangan

suction.

Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc. Jika perdarahan
dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan torakotomi. Jika banyaknya
hisapan bertambah/berkurang, perhatikan juga secara bersamaan keadaan
pernapasan.
Suction harus berjalan efektif :
Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi dan setiap 1 - 2

f.

jam selama 24 jam setelah operasi.


Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien, warna muka,

keadaan pernapasan, denyut nadi, tekanan darah.


Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk jika suction
kurang baik, coba merubah posisi pasien dari terlentang, ke 1/2 terlentang atau
1/2 duduk ke posisi miring bagian operasi di bawah atau di cari penyababnya
misal : slang tersumbat oleh gangguan darah, slang bengkok atau alat rusak, atau

g.

lubang slang tertutup oleh karena perlekatanan di dinding paru-paru.


Perawatan "slang" dan botol WSD/ Bullow drainage.
Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari, diukur berapa cairan yang keluar

kalau ada dicatat.


Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan adanya

gelembung udara yang keluar dari bullow drainage.


Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara masuk yaitu
meng"klem" slang pada dua tempat dengan kocher.
KKS BEDAH RSUD DELI SERDANG LUBUK PAKAM

12

TRAUMA TORAKS

h.

Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas botol dan slang

harus tetap steril.


Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri- sendiri, dengan

memakai sarung tangan.


Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga dada, misal :
selang terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll.
Dinyatakan berhasil, bila :
Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan radiologi.
Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.
Tidak ada pus dari selang WSD.

3. Therapy
a. Chest tube / drainase udara (pneumothorax).
b. WSD (hematotoraks).
c. Pungsi.
d. Torakotomi.
e. Pemberian oksigen.
f. Antibiotika.
g. Analgetika.
h. Expectorant
PENANGANAN CEDERA TORAKS
1.Toraksosintesis Jarum
Prosedur ini untuk tindakan penyelamatan pada tension pneumotoraks. Jika tindakan
ini dilakukan pada penderita bukan tension pneumotoraks, dapat terjadi pneumotoraks dan/
atau kerusakan pada parenkim paru.
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.

Identifikasi toraks penderita dan status respirasi.


Berikan oksigen dengan aliran tinggi dan ventilasi sesuai kebutuhan.
Identifikasi sela iga II. Di linea midklavikula di sisi tension pneumotoraks.
Asepsis dan antisepsis dada.
Anastesi local jika penderita sadar atau keadaaan mengijinkan.
Penderita dalam keadaaan posisi tegak jika fraktur servikal sudah disingkirkan.
Pertahankan Luer- Lok di ujung distal kateter, insersi jarum kateter (panjang 3-6 cm)

ke kulit secara langsung tepat di atas iga kedalam sela iga.


H. Tusuk pleura parietal.
I. Pindahkan Luer-Lok dari kateter dan dengar keluarnya udara ketika jarum memasuki
pleura parietal, menandakan pneumotoraks telah diatasi.
J. Pindahkan jarum dan ganti Luer- Lok di ujung distal kateter. Tinggalkan kateter
plastik di tempatnya dan ditutup dengan plester atau kain kecil.
K. Siapkan chest tube, jika perlu. Chest tube harus dipasang setinggi putting susu
anterior linea midaksilaris pada hemitoraks yang terkena.
KKS BEDAH RSUD DELI SERDANG LUBUK PAKAM

13

TRAUMA TORAKS
L. Hubungkan chest tube ke WSD atau katup tipe flutter dan cabut kateter yang
digunakan untuk dekompresi tension pneumotoraks.
M. Lakukan ronsen toraks.
Komplikasi toraksosentesis:
1. Hematom local.
2. Infeksi pleura, empiema.
3. Pneumotoraks
2. Insersi Chest Tube
A. Resusitasi cairan melalui paling sedikit satu kateter intravena kaliber besar, dan
monitor tanda-tanda vital harus dilakukan.
B. Tentukan tempat insersi, biasanya setingggi puting (sela iga V) anterior linea
midaksilaris pada area yang terkena. Chest tube kedua mungkin dipakai pada
hemotoraks.
C. Siapkan pembedahan dan tempat insersi ditutup dengan kain.
D. Anastesi local kulit dan periosteum iga.
E. Insisi transversal (horizontal) 2-3 cm pada tempat yang telah ditentukan dan diseksi
tumpul melalui jaringan subkutan, tepat di atas iga.
F. Tusuk pleura parietal dengan ujung klem dan masukkan jari ke dalam tempat insisi
untuk mencegah melukai organ yang lain dan melepaskan perlekatan , bekuan darah
dll.
G. Klem ujung proksimal tube toraksostomi dan dorong tube ke dalam rongga pleura
H.
I.
J.
K.
L.
M.

sesuai panjang yang diinginkan.


Cari adanya fogging pada chest tube pada saat ekspirasi atau dengar aliran udara.
Sambung ujung tube toraksostomi ke WSD.
Jahit tube ditempatnya.
Tutup dengan kain / kasa dan plester.
Buat foto ronsen toraks.
Pemeriksaan analisa gas darah sesuai kebutuhan.

Komplikasi :
1. Laserasi atau menusuk intratoraks/atau organ abdomen, yang dapat dicegah
2.
3.
4.
5.
6.

dengan tehnik jari sebelum dilakukan insersi.


Infeksi pleura (empiema).
Kerusakan saraf intrakostal, arteri, vena.
Lepasnya chest tube dari dinding dada atau lepasnya sambungan dengan WSD.
Emfisema subkutis.
Reaksi anafilaktik atau alergi obat anastesi atau persiapan bedah.
3. Perikardiosentesis

A. Monitor tanda vital penderita, CVP, dan EKG sebelum, selama, dan sesudah prosedur.
B. Persiapan bedah pada area xiphoid dan subxipoid ,jika waktu mengijinkan.
KKS BEDAH RSUD DELI SERDANG LUBUK PAKAM

14

TRAUMA TORAKS
C. Anastesi ditempat pungsi,jika perlu.
D. Gunakan #16-#18gauge, 6 inchi (15 cm) atau kateter jarum lebih panjang, terpasang
pada tabung jarum yang kosong 35 ml dengan 3 way stopcock.
E. Identifikasi adanya pergeseran mediastinum yang mengggeser jantung secara
bermakna.
F. Tusuk kulit 1-2 cm inferior xiphokondrial junction kiri, dengan sudut 45 derajat.
G. Dorong jarum dengan hati- hati ke arah sefalad dan ditujukan ke ujung scapula kiri.
H. Jika jarum didorong terlalu jauh (ke otot ventricular) pola cedera (mis, perubahan
ekstrim gelombang ST-T atau melebarnya dan membesarnya kompleks QRS) muncul
pada monitor EKG. Pola ini mengindikasi jarum perikardiosentesis harus ditarik
sampai pola EKG sebelumnya muncul kembali.
I. Ketika ujung jarum memasuki perikard yang terisi darah, hisap sebanyak mungkin.
J. Selama aspirasi, epikardium kembali mendekat dengan permukaan dalam perikard,
juga mendekati ujung jarum.
K. Sesudah aspirasi selesai, cabut tabung jarum, sambungkan ke 3 way stopcock,
tinggalkan stopcock tertutup. Pertahankan posisi kateter di tempatnya.
L. Jika gejala temponande jantung persisten, buka stopcock dan perikard diaspirasi
ulang. Jarum plastic perikardiosentesis dapat dijahit atau diplester dan ditutup dengan
kain/kasa kecil untuk memungkinkan dilakukan dekompresi berulang atau pada saat
pemindahan penderita ke fasilitas medis yang lain.
Komplikasi :
1. Aspirasi darah ventrikel dan bukan darah pericardium.
2. Laserasi ventrikel epikard/miokard.
3. Laserasi arteri/vena koroner.
4. Fibrilasi ventrikel.
5. Pneumotoraks,sekunder terhadap pungsi paru.

KKS BEDAH RSUD DELI SERDANG LUBUK PAKAM

15

TRAUMA TORAKS

BAB III
PENUTUP

3.1

KESIMPULAN
Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax atau dada yang
dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax atau dada ataupun isi dari cavum
thorax ( rongga dada ) yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat
menyebabkan keadaan sakit pada dada.
Di dalam toraks terdapat dua organ yang sangat vital bagi kehidupan manusia,
yaitu paru-paru dan jantung. Paru-paru sebagai alat pernapasan dan jantung sebagai alat
pemompa darah. Jika terjadi benturan atau trauma pada dada, kedua organ tersebut bisa
mengalami gangguan atau bahkan kerusakan.

3.2

SARAN
Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari masih banyak kekurangan dan
kesalahan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran bagi para pembaca demi
penyempurnaan penyusunan makalah selanjutnya.
Kepada para pembaca, perbanyaklah dan perluaslah pengetahuan dan wawasan kita
dengan rajin membaca. Jangan pernah merasa puas dengan ilmu yang sudah kita miliki
karena ilmu pengetahuan semakin hari semakin meningkat seiring dengan perkembangan
zaman.

DAFTAR PUSTAKA

KKS BEDAH RSUD DELI SERDANG LUBUK PAKAM

16

TRAUMA TORAKS
1. Pusponegoro, A.D. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC, 2011,Bab 6;
Trauma dan Bencana
2. American College of Surgeons. Advanced Trauma Life Support Untuk Dokter
Edisi 7. Jakarta: IKABI, 2004, Bab 5; Trauma Abdomen.
3. Ahmadsyah, I. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa AksaraPublisher,
2009, Bab 2; Digestive.

KKS BEDAH RSUD DELI SERDANG LUBUK PAKAM

17

También podría gustarte